AGAMA

IPW Minta Kabareskrim Polri Ungkap Setoran AKBP Dalizon ke Kombes Anton Setiawan

Jakarta, FNN – IPW minta Kabareskrim Komjen Agus Adrianto harus transparan dan membuka kepada publik kasus Kombes Anton Setiawan yang terlibat dalam penerimaan aliran dana dari terdakwa AKBP Dalizon dalam kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek Pembangunan Infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2019. Pasalnya, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), uang yang mengalir ke AKBP Dalizon sebesar Rp 10 miliar untuk menutup kasus di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin itu, mengalir ke Kombes Anton Setiawan sebesar Rp 4,750 miliar yang saat itu menjabat Direktur Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sumsel. “Dari Rp10 miliar itu, Rp 4,750 miliar diberikan terdakwa ke rekannya AS secara bertahap. Kemudian Rp 5,250 miliar digunakan terdakwa untuk tambahan membeli rumah senilai Rp 1,5 miliar, tukar tambah mobil Rp 300 juta, membeli 1 unit mobil sedan Honda Civic Rp 400 juta, termasuk tabungan dan deposito rekening istri terdakwa senilai Rp 1,4 miliar,” kata JPU Kejaksaan Agung Ichwan Siregar dan Asep saat membacakan dakwaan di sidang perdana AKBP Dalizon pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (tipikor) PN Palembang, Jumat (10 Juni 2022). Bahkan, dalam persidangan Rabu (7 September 2022), AKBP Dalizon mengaku setiap bulan menyetor Rp 500 juta per bulan ke Kombes Anton Setiawan. Pengakuan Dalizon ini menjadi viral di media sosial. Dalam persidangan kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek Pembangunan Infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2019 sendiri, Kombes Anton Setiawan tidak pernah hadir. Pasalnya, JPU tidak pernah memaksa Kombes Anton Setiawan untuk menjadi saksi di persidangan. Namun, dengan terkuaknya aliran dana kepada Kombes Anton Setiawan ini, Indonesia Police Watch (IPW) menilai bahwa AKBP Dalizon hanya dijadikan korban oleh institusi Polri. Sementara atasannya yakni Kombes Anton Setiawan dilindungi dan ditutup rapat oleh Bareskrim Polri agar tidak tersentuh hukum. Padahal, dalam kasus tersebut jelas ada persekongkolan jahat yang tidak hanya melibatkan AKBP Dalizon. “Hal ini sangat jelas terlihat karena penanganan perkara tersebut diambil alih oleh Bareskrim Polri. Artinya, dalam melakukan penyidikan, para penyidik dan pimpinan di Bareskrim tahu kalau nama Kombes Anton Setiawan muncul dalam pemeriksaan. Namun keterlibatannya diabaikan dan tidak dijadikan tersangka,” kata rilis IPW Sabtu (10/9/2022). “Padahal, kalau ditelusuri secara materiil dengan apa yang diungkap dalam dakwaan Jaksa penuntun umum, terang benderang ada aliran dana gratifikasi ke Kombes Anton Setiawan. Benang merah itu sangat terlihat jelas bahwa korupsi yang terjadi bukan hanya melibatkan AKBP Dalizon saja,” lanjutnya. IPW juga menanyakan apakah Bareskrim memang sengaja melindungi koruptor di kandangnya sendiri. Pasalnya, Anton Setiawan setelah dimutasi dari Dirkrimsus Polda Sumsel bertugas di Ditipidter Bareskrim Polri?. “Anehnya lagi, dalam penanganan kasus AKBP Dalizon tersebut, Bareskrim Polri tidak mengenakan Undang-Undang 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Akibatnya, Kombes Anton Setiawan menjadi tidak tersentuh oleh aliran uang dari AKBP Dalizon,” ungkapnya. Padahal, kalau masyarakat biasa melakukan dugaan tindak pidana, pihak Bareskrim Polri langsung menyematkan pasal TPPU dengan mengorek semua aliran keuangan, termasuk memblokir rekening bank terduga pelaku tindak pidana dan orang-orang yang mendapat aliran dananya. “Kenapa UU TPPU itu tidak diterapkan bagi anggota Polri?” tanyanya heran. Oleh sebab itu, IPW mendesak kepada Kabareskrim Komjen Agus Adrianto untuk bersih-bersih. Diawali dengan menuntaskan kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek Pembangunan Infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2019 sampai menyentuh ke atasan dan bawahan AKBP Dalizon. “Sudah seharusnya, pimpinan Polri tidak lagi melindungi anggota Polri yang melakukan penyimpangan-penyimpangan. Hal ini untuk mewujudkan institusi Polri bebas dari segala bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme yang diatur oleh peraturan perundang-undangan,” tegas Sugeng Teguh Santoso, Ketua IPW. (mth/*)

Keluarga Remaja Islam BSD Menggelar Kajian Akbar Bersama Ust Hanan Attaki

Tangerang Selatan, FNN --- Keluarga Remaja Islam BSD (KARIB - FMMB) akan menggelar kajian akbar pada Ahad, 4 september 2022 dengan menghadirkan da\'i muda, Ustadz Hanan Attaki (UHA) di Islamic Center kota Tangerang Selatan. Berkolaborasi dengan Majelis Gaul dari Jember, dan komunitas YukNgaji BSD, KARIB mengajak para remaja se-BSD khususnya dan se-Tangerang selatan pada umumnya untuk hadir pada agenda tersebut. Ketua Pelaksana agenda, Nico, mengatakan ini merupakan agenda pengajian akbar remaja pertama kali yang diselenggarakan di Islamic Center kota Tangerang Selatan. \"Kami berharap semoga Allah ridhoi agenda ini, karena selain sebagai agenda kajian, ini juga sebagai syiar dakwah islam untuk mensyiarkan atau mempromosikan Islamic Center yang baru saja kita miliki di kota Tangerang selatan ini. Dalam agenda ini, kami juga turut mendukung program pemerintah kota Tangsel di antaranya yaitu Maghrib Mengaji, \" kata Nico.   Dia berharap masyarakat Tangsel khususnya para remaja dapat membiasakan diri dengan agenda - agenda yang membuat mereka senantiasa mendekatkan diri ke masjid.  Tema yang diangkat pada kegiatan ini, bertujuan untuk mengobarkan semangat nasionalisme di kalangan remaja. \"Kami berharap para pemuda dapat menjadi ujung tombak perajut ukhuwah, baik islamiyah maupun wasathiyah di seluruh penjuru Negara Kesatuan Republik Indonesia,\" ujar Nico.  Dengan begitu, Insya Allah negara kita akan menjadi negara yang berkeadilan, makmur, menjadi negara yang baldatun thoyyibatun warabbun ghafur.  Menurut Nico, jika negara berasaskan agama, maka negara ini akan aman dan tentram. Negara ini sangat luas dan dinamis, para pemudanya pun memiliki latar dan visi yang juga dinamis, tapi jangan lupa, bahwa kita semua punya 1 tujuan yang sama, Indonesia merdeka, makmur dan sejahtera, baik jasmani maupun ruhaninya. Sementara itu Ketua Presidium KARIB, Sunaryo, menyebutkan Konser Langit \"Pemuda Perajut Ukhuwah\" Bersama Ustadz Hanan Ataki merupakan event yang telah dinantikan sejak lama. Selama dua tahun pandemi kegiatan sharing bersama gurunda UHA hanya bisa dilakukan di media online.  \"Alhamdulillah 4 September 2022 menjadi anugerah yg luar biasa bagi KARIB khususnya dan umumnya bagi para pemuda Tangsel dan sekitarnya, dapat sharing langsung dengan UHA, \" kata Sunaryo. Tidak hanya diisi kajian  bersama UHA, dalam acara nanti juga akan ada lomba mewarnai dan workshop untuk anak-anak, kemudian ada bazar dan kajian Akhwat di sore hari. (TG)

Dua Hafiz Muda Indonesia Tampil di Hadapan Sultan Brunei

Jakarta, FNN - Dua hafiz muda berkebutuhan khusus asal Indonesia tampil memukau di hadapan Sultan Hassanal Bolkiah beserta keluarga kerajaan dan para duta besar negara-negara sahabat, kata Dubes RI untuk Brunei Darussalam Sujatmiko. “Sangat membanggakan hafiz muda berkebutuhan khusus penghafal Al Quran dari Indonesia sebagai bintang tamu pada Musabaqah Membaca Al Quran di Brunei, dan membacakan ayat-ayat Al Quran di hadapan Sultan dan Yang Di-Pertuan Negara Brunei Darussalam, Haji Hassanal Bolkiah,“ kata Sujatmiko dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.Penghafal Quran Muhammad Naja Hudia Afifurrohman Agusfian (12) dan Nur Syahwa Syakhila Mohamad Sabhan (14) diundang ke Brunei untuk menyemarakkan Musabaqah Membaca Al Quran Peringkat Akhir Brunei Darussalam yang berlangsung di Gedung International Convention Center, Bandar Seri Begawan, pada 1 September.  Meski menderita lumpuh otak, Muhammad, yang berasal dari Mataram, mampu menghafal semua ayat Quran dan terjemahannya. Demikian pula dengan Nur, tunanetra yang berasal dari Tangerang.Acara final musabaqah yang mengusung tema “Bertemankan Al-Qur’an Sepanjang Zaman” berlangsung pada 30 Agustus-1 September dan dibuka oleh Putra Mahkota Haji Al-Muhtadee Billah dan ditutup oleh Sultan Haji Hassanal Bolkiah.Dalam acara tersebut terpilih enam qori dan enam qoriah dewasa untuk membacakan Al Quran pada hari pertama dan kedua, sedangkan pemenangnya akan membacakan Al Quran pada 1 September. (Ida/ANTARA)

Do Not Be Judgmental!

Oleh: Shamsi Ali Al-Kajangi, Presiden Nusantara Foundation SALAH satu kesibukan saya sebagai Imam di Kota New York adalah menikahkan. Untuk menikahkan secara sah dalam konteks Amerika seseorang harus terdaftar sebagai ‘Officiant’. Dalam bahasa Indonesia seorang officiant itu punya lisensi sebagai penghulu yang terdaftar (registered) di City Hall atau Kantor Walikota. Karena marriage (pernikahan) jatuh dalam ranah aturan negara bagian (state law) maka setiap penghulu punya wewenang untuk menikahkan hanya pada state atau negara di mana yang bersangkutan terdaftar. Maka saya misalnya hanya bisa menikahkan secara sah di negara bagian New York. Menikahkan secara sah yang dimaksud itu adalah bahwa sang penghulu dibenarkan menandatangani marriage license (lisensi untuk menikah) dari kantor Walikota untuk menjadi dasar dikeluarkannya akta nikah (marriage certificate) bagi sang mampelai. Kali ini bukan itu yang akan saya bahas. Melainkan beberapa komentar yang saya baca di media sosial tentang pernikahan beberapa mampelai wanita Muslimah dan seorang mampelai pria yang menjadi Muslim (convert) sebelum menikah. Berbagai komentar disampaikan banyak pihak itu ada yang mengapresiasi dan mendoakan untuk kebahagiaan kedua mampelai. Dan, juga secara khusus mendoakan semoga mempelai pria, sang Muallaf, istiqamah di jalan Islam. Tapi tidak sedikit juga yang menyampaikan komentar miring atau negatif. Biasanya yang menyampaikan komentar seperti ini adalah mereka yang merasa Islamnya lebih hebat. Bahkan boleh jadi mereka merasa suci dan sempurna dalam beragama. Sikap dan penilaian seperti ini saja sesungguhnya  telah cukup untuk menjadi lobang perangkap dosa bagi pelakunya. Karenanya saya hanya ingin menyampaikan beberapa hal yang mungkin bisa menjadi peringatan bagi kita semua. Pertama, bagi kita yang paham, yakin serta komitmen dengan Syariah tidak mungkin akan menikahkan seorang wanita Muslimah itu dengan pria non Muslim. Walau ada opini minoritas membenarkan pernikahan itu, sesungguhnya opini itu bahasa hadits bersifat “gharib” (asing), bahkan “syadz” (melempeng dari ijma’). Dan, bagi kita hal itu tidak bisa diterima dengan berbagai argumentasi yang tidak perlu saya rincikan kali ini. Kedua, berbicara tentang agama (Islam) tentu berbicara tentang hidayah. Dan hidayah itu adalah sesuatu yang bersifat ekslusif antara seorang hamba dan Tuhannya. Karenanya di saat seorang calon akan masuk Islam, perhatian utama keislamannya bukan pada pernikahannya. Tapi pada proses yang bersangkutan menerima hidayah Allah. Pernikahan yang akan terjadi hanya bonus dan bukan motivasi dasar bagi seseorang untuk masuk Islam. Ketiga, dalam menilai agama seseorang yang perlu menjadi acuan adalah pelaksanaan aturan-aturan formal dari agama itu. Dalam agama Islam inilah yang disebut Syariah (Hukum Islam). Hal-hal yang berkaitan di luar (beyond) itu adalah urusan pribadi antara seorang hamba dan Tuhannya. Karenanya ketika seseorang telah bersyahadat, lalu menikah dengan seorang wanita Muslimah, tak seorang pun yang bisa menghakimi hatinya. Keempat, dalam pengalaman yang cukup panjang dan tidak sedikit yang Allah telah tunjuki melalui usaha kecil ini saya mendapatkan bahwa mereka yang menerima Islam di kemudian hari dalam hidupnya (converted) pada umumnya lebih kuat dalam komitmen Islamnya dari kita yang terlahirkan dari ayah-ibu yang Muslim. Hal itu karena mereka memang mempelajari, menghayati, bahkan merasakan dan menyadari sebelum masuk ke dalam agama ini. Kelima, adanya penilaian negatif tentang iman/Islam orang lain biasanya karena didasari oleh perasaan lebih beragama bahkan lebih suci. Perasaan seperti ini sendiri sesungguhnya bagian dari pintu syetan yang jelas menentang peringatan Allah: “wa laa tuzakku anfusakum (jangan sucikan dirimu sendiri). Karena sesungguhnya Allah lebih tahu mana yang bertakwa di antara kalian”. Poin inti yang ingin saya sampaikan adalah Saudara-Saudara kita yang menerima Islam karena bekenalan dengan wanita Muslimah dan ingin menikah tidak perlu dihakimi niatnya. Jangan-jangan penghakiman anda itu berbalik. Anda yang justeru perlu memperbaiki diri yang merasa paling hebat dalam agama bahkan suci. Sementara mereka masuk Islam sungguh karena kesadaran dan hidayah Allah. Wallahu a’lam! NYC Subway, 29 Agustus 2022. (*)

Kekuatan Umat Islam Saat Ini Mutlak untuk Keutuhan NKRI

Jakarta, FNN - Kongres Umat Islam (KUI) ke-II , hari kedua, Sabtu (27/8/22) berlangsung di Asrama Haji Embarkasi Medan, ratusan masyarakat hadir dari berbagai ormas Islam di Indonesia saat menghadiri Kongres Umat Islam tersebut. Kongres tersebut mengusung tema \'Mengokohkan Ukhuwah Islamiah dan Menata Ulang Indonesia\' yang digelar dari hari Jumat (26/8) hingga Minggu (28/8). Kegiatan tersebut diinisiasi untuk menyatukan umat Islam agar turut serta menata masa depan Indonesia. Hadir sebagai narasumber dalam kongres tersebut Jenderal Gatot Nurmantyo mantan Panglima TNI. Kegiatan itu juga mengundang sejumlah tokoh nasional wakil ketua MPR RI dari unsur DPD Tamsil Linrung, ahli hukum tata negara Refly Harun, Eggi Sudjana, Amin Rais, kemudian Ketua MUI Sumut Dr. Maratua Simanjuntak, Ketua Baznaz Sumut Prof. Muh. Hatta, Ketua Forum Silahturahmi BKM Indonesia Prof. Abdullah Jamil, para ketua Ormas Sumut Syahganda Nainggolan, Marwan Batubara, Hatta Taliwang dan lainnya. Panglima TNI Gatot Nurmantyo periode 2014-2017 itu bercerita panjang lebar soal sejarah Sarekat Dagang Islam dan Syarikat Islam untuk memajukan kepentingan ekonomi para pedagang Islam di Indonesia. Menurut Gatot, Pada saat itu para pedagang keturunan Tionghoa telah lebih dulu maju usahanya dibandingkan milik pribumi. Sehingga para pedagang Tionghoa memiliki status yang lebih tinggi dari penduduk Hindia Belanda lainnya. Ada dua pesan yang menurut Gatot perlu dipahami oleh umat Islam Indonesia, yakni sejarah organisasi Islam era kolonial seperti SI, Muhammadiyah, NU, dan semangat perubahan maupun semangat amar maruf nahi mungkar harus disebarkan seluas mungkin. Dengan begitu, Gatot yakin kekuatan umat Islam Indonesia hari ini adalah untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara. Tanpa konsolidasi kekuatan umat islam niscaya Indonesia akan menjadi bangsa yang terpecah-pecah. Kemudian Gatot menyampaikan perjuangan untuk mewujudkan perubahan Indonesia lebih baik harus mengikutsertakan seluruh komponen dan elemen masyarakat, tanpa melihat golongan, suku, agama dan usia. (Lia)

Din Syamsuddin di Kongres Umat Islam Sumut: Jangan Pisahkan Islam dari Indonesia

Medan, FNN - Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah hasil jerih payah para ulama dan zuama yang telah menjadi syuhada. Mereka mengorbankan jiwa dan raga serta harta demi tegaknya Negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Demikian dikatakan mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, M. Din Syamsuddin pada pembukaan Kongres Umat Islam Sumatera Utara, di Medan, Jum\'at, 26 Agustus 2022 malam. Pembukaan kongres itu dihadiri  jamaah dari berbagai daerah, yang memadati lapangan Wisma Haji Medan. Kongresnya sendiri diikuti  sekitar 300 ulama, zuama, dan cendekiawan Muslim dari berbagai daerah di Sumatera Utara.  Ikut hadir Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), A.A. Lanyalla Mahmud Mattaliti; Gubernur Sumatera Utara Edi Ramayadi; mantan Ketua MPR-RI Amien Rais, dan sejumlah tokoh nasional lainnya. Menurut Din Syamsuddin, perjuangan kemerdekaan Indonesia telah dimulai tiga setengah abad sebelumnya melalui jihad para ulama dari berbagai daerah di Nusantara. Bahkan, negara Pancasila tidak terlepas dari kerelaan 73 Sultan Islam dari Aceh hingga Ternate dsn Tidore. Mereka rela menyerahkan kekuasaannya demi tegaknya Negara Bangsa yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945. Masih seputar kemerdekaan, lanjut Guru Besar Pemikiran Politik Islam ini, Dasar Negara Pancasila yang ada sekarang tidak terlepas dari kerelaan para tokoh Islam, antara lain Ki Bagus Hadikusumo dari Muhammadiyah dan KH Wahid Hasyim dari Nahdhatul Ulama) mengganti Sila Pertama pada Piagam Jakarta yang telah disepakati sebelumnya, yang berbunyi \"Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya\" menjadi \"Ketuhanan Yang Maha Esa\".  Kedua rumusan tersebut menegaskan, Negara Pancasila adalah negara yang berketuhanan. Hal ini diperkuat  pasal 29 Ayat 1 UUD 1945 yaitu Negara Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, ujar mantan Ketua Dewan Pertimbangan MUI (Majelis Ulama Indonesia) ini, jangan ada yang ingin menyapih negara Pancasila dari agama khususnya Islam, dan apalagi menghilangkan jejak Islam dari Negara Pancasila. Seperti kata Bung Karno Jasmerah (Jangan sekali-kali  melupakan sejarah), dan pada saat yang sama perlu diserukan  Jashijau atau Jangan sekali-kali hapus jasa ulama. Din Syamsuddin mengatakan, walaupun jasa umat Islam besar dalam penegakan Negara Pancasila, tetapi umat Islam tidak perlu menuntut hak supaya diistimewakan dalam kehidupan kebangsaan. Akan tetapi, pada saat yang sama umat Islam perlu bangkit menolak perlakuan tidak adil dalam kehidupan bersama, seperti adanya kelompok yang menguasai ekonomi dan politik sendiri dengan meminggirkan kelompok lain. Jika hal itu terjadi,  maka itulah awal dari runtuhnya negara bangsa yang bermotto Bhineka Tunggal Ika.  Hal ini meniscayakan adanya pemimpin Indonesia yang mengamalkan prinsip kepemimpinan hikmah dalam Pancasila, yaitu kepemimpinan yang arif bijaksana yang berada di atas dan untuk semua golongan. (Anw/Siaran Pers/FNN).

Kongres Kedua Umat Islam Sumatera Utara Dimulai Jumat

Medan, FNN - Untuk kedua kalinya, Kongres Umat Islam Sumatera Utara akan diselenggarakan mulai Jumat (26/8) hingga Ahad (28/8). Seperti kongres pertama 2018, diskusi akbar ini mengambil tempat di Asrama Haji, Medan, Jalan AH Nasution. Ketua panitia KUI, Dr Masri Sitanggang, menjelaskan banwa pertemuan yang merupakan kombinasi tabligh akbar dan diskusi itu akan menjadi wadah untuk memupuk persatuan di kalangan umat Islam dari berbagai aliran dan mazhab. Di kongres ini, kata Masri, umat Islam dari segala warna akan menyatu dan menjalin silaturahmi. “Kongres akan memperkuat persaudaraan,” ujar Masri. Ditambahkan oleh ketua panitia, para pemimpin dan pemuka ormas-ormas Islam semuanya siap menggalang persatuan demi pembangunan bangsa dan negara. Dikatakannya, semua pihak menunjukkan dukungan kuat dan sepenuh hati. Panitia kongres ke-2 ini terdiri dari berbagai elemen yang berasal dari hampir semua organisasi yang ada di Sumatera Utara. Tidak ada yang tertinggal. Sementara itu, penasihat KUI, Ustad Azwir, mengatakan acara ini dilaksanakan untuk memberikan kontribusi positif di tengah situasi yang sedang tidak kondusif di segala bidang kehidupan. Menurut Ustad Azwir, semua orang sedang galau pada saat ini. “Kalau ada yang tidak galau, patut dipertanyakan pemikirannya,” kata guru dan sekaligus pemuka agama yang dikenal tegas dan garis lurus itu. Ustad Azwir mengkritik para pengelola negara yang dikatakannya tidak berfungsi mensejahterakan rakyat. “Tugas negara hanya satu, yaitu memakmurkan takyatnya,” kata penceramah yang selalu lantang dalam menyampaikan kajian dan kritik. Sekretaris panitia, Dr Efi Brata, menjelaskan bahwa sesi-sesi diskusi atau seminar akan diikuti peserta tetap sebanyak 350 orang. Kelompok-kelompok diskusi akan dibagi menjadi berbagai bidang yang sangat populer di masyarakat seperti soal energi dan pertambangan, politik, ekonomi, dll. Diskusi akan menyimpulkan saran dan rekomendasi kepada pihak yang mengelola pemerintahan. (AU)

Menko Polhukam: Peran Tokoh Islam Sangat Besar dalam Kemerdekaan NKRI

Makassar,  FNN -- Peran tokoh-tokoh Islam sangat besar dalam kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia  (NKRI) dan mereka ikut terlibat dalam perancangan konstitusi dan Pancasila. Hal itu diungkapkan  Menko Polhukam Mahfud MD, ketika menjadi pembicara kunci pada Dialog Kebangsaan Wahdah Islamiyah di kampus STIBA Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (19/8/2022). \"Dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, kita mengenal dengan tokoh-tokoh Islam seperti Agus Salim, Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim yang ikut memperjuangkan berdirinya NKRI bahkan terlibat langsung dalam penyusunan konstitusi dan dasar-dasar negara. Olehnya itu, mari kita jaga NKRI dengan sepenuh hati,\" kata Mahfud.  Ormas Islam, kata dia, merupakan aset nasional yang patut untuk dijaga keberadaannya, demi memperkuat NKRI.   “Ormas Islam adalah aset nasional yang bisa memperkuat NKRI sebagaimana ormas-ormas yang lain. Indonesia sebenarnya sudah berakar di lubuk hati bangsa Indonesia dari seluruh suku di penjuru wilayah. Negeri indah Indonesia, menanti dan merindukan karya-karya mu. Dan itu Wahdah Islamiyah,” ujar Mahfud. Terkait kiprah ormas Wahdah Islamiyah, Mahfud MD memberi penilaian positif. Bahkan ia begitu antusias menghadiri Dialog Kebangsaan bertema “Dengan Takwa dan Komitmen pada Konstitusi, Kita Wujudkan NKRI Jaya dan Harmoni”  yang digelar Wahdah Islamiyah.  \"Saya menyambut gembira dan terharu dengan Dialog Kebangsaan ini yang memilih tema \'Dengan Taqwa dan Komitmen pada Konstitusi Hukum Kita Wujudkan NKRI Jaya dan Harmoni\'. Dari tema ini ada kata taqwa, konstitusi dan harmoni adalah 3 variabel penting, dan menjadi pertimbangan bagi saya untuk hadir,\" ujar Mahfud MD. Pada kesempatan ini, Mahfud juga berkisah awal mengenal Wahdah Islamiyah. Kala itu ia juga menjadi pembicara dalam Muktamar Wahdah Islamiyah yang diselenggarakan secara online karena masih masa pandemi. “Dan waktu itu saya tanya sama Badan Intelejen Negara (BIN), menurut identifikasi BIN tentang Wahdah Islamiyah ini seperti apa? Saya akan datang tapi saya ingin tahu dulu. Kemudian identifikasi BIN mengatakan bahwa Wahdah Islamiyah adalah organisasi Islam yang berasas kebangsaan, menyatakan kesetiaanya kepada NKRI. Olehnya itu, BIN merekomendasikan kami untuk datang ke sana dengan tujuan mensolidkan komitmen tersebut,” jelasnya. Berasaskan Islam Sementara itu, Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah Ustaz Zaitun Rasmin secara singkat mengenalkan ormas yang dipimpinnya kepada Mahfud MD dan para hadirin yang mengikuti Dialog Kebangsaan.  Wahdah, kata Ustaz Zaitun, adalah ormas nasional yang didirikan dan terdaftar secara resmi di Kemendagri pada 2002, berasaskan Islam dan Pancasila serta berlandaskan paham Ahlussunah wal jamaah. “Wahdah Islamiyah selalu menyampaikan pesan nasihat kepada para pemuda agar tidak tertarik terlibat dalam kegiatan-kegiatan ekstremisme dan terorisme,” tambah Zaitun Rasmin. Terkait isu radikalisme dan terorisme, Zaitun, menyampaikan bila Wahdah telah mengeluarkan puluhan pernyataan yang mengecam tindakan tersebut. Baik yang terjadi di dalam maupun luar negeri. Wahdah Islamiyah juga bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk pemerintah pusat dan daerah melakukan kegiatan-kegiatan kebangsaan.  Hal itu dilakukan untuk menunjukkan bahwa Wahdah benar-benar merupakan bagian dari bangsa ini dan mampu bekerja sama dengan komponen bangsa lainnya. Pada kesempatan tersebut, Zaitun Rasmin juga menyampaikan adanya isu, kecurigaan dan juga fitnah yang dilakukan pihak lain terhadap Wahdah Islamiyah. Fitnah tersebut adalah soal gerakan radikal yang disematkan kepada Wahdah. “Itu semua kami terima dengan penuh kesabaran,” kata UZR. Isu dan fitnah yang dialamatkan pada Wahdah itu, kata Zaitun Rasmin, pada akhirnya tidak terbukti. Sebab pihaknya selama ini merasa terbuka, menerapkan ‘open management’ dan tidak ada yang disembunyikan. “Alhamdulillah sampai hari ini tidak satupun dari pengurus atau kader Wahdah yang dinyatakan terlibat atau ikut kegiatan terorisme atau radikalisme,” tegasnya. (TG)

Istafti Qalbak!

Oleh: Imam Shamsi Ali, NYChhc Chaplain/Presiden Nusantara Foundation TULISAN yang sama pernah saya tuliskan beberapa waktu yang lalu. Tapi mengingatkan “Adz-dzikra” itu selalu bermanfaat bagi yang punya iman (lil-mikminin) maka saya angkat kembali. Maklum kebohongan yang paling berbahaya adalah ketika sudah terjadi “kebohongan pada diri” sendiri. Kita sepenuhnya sadar jika sekeliling hidup manusia itu, selain banyak menipu dan sangat keras (hard), juga terkadang kejam (harsh). Saking menipu dan kerasnya seringkali warna-warni kehidupan disulap terbolak-balik. Yang hitam bisa jadi putih. Yang putih bisa jadi hitam. Dan, manusia begitu lemah mengekor kepada warna yang direkayasa sesuai kecenderungan hawa nafsunya. Di sinilah Islam hadir memberikan solusi. Minimal ada tiga tingkatan solusi untuk menyelamatkan diri dari kemungkinan menjadi korban kerasnya rekayasa warna hidup, yang kadang berujung pada tendensi kemunafikan itu. Pertama, bersikap bagaikan pohon subur yang akarnya menghunjam kuat ke dalam tanah. كشجرة طيبة اصلها ثابت. Sebuah ilustrasi bahwa orang beriman itu tidaklah mudah terwarnai oleh lingkungan sekitar. Tidak saja kuat, tapi juga subur dan memberikan buah-buah segarnya. Kedua, Islam mengajarkan istiqamah atau konsistensi dalam warna iman kita sendiri. Pujian dan janji Allah kepada orang yang beriman (قالوا ربنا الله) lalu istiqamah (ثم استقاموا) bahwa mereka akan mendapatkan ketenangan hidup dunia akhirat. Bahkan bacaan kita: اهدنا الصراط المستقيم (tunjuki kami ke jalan yang lurus) bermakna antara lain “kuatkan kami untuk istiqamah” atau konsisten di jalan kebenaran. Ketiga, Islam tidak saja mengajarkan orang-orang beriman untuk solid dan konsisten dalam kebenaran. Tapi lebih dari itu memerintahkan mereka untuk menjadi agen perubahan. Ajaran “amar ma’ruf nahi mungkar” bermakna antara lain agar Umat ini harus berjuang untuk “membentuk” keadaan dan jangan “dibentuk” oleh keadaan. Tapi ada masa-masa di mana manusia lemah. Sering mengalami kegalauan akibat kerasnya alam sekitar. Apalagi di saat-saat ketika kecenderungan beragama itu mengikut arus emosi sesaat atau kepentingan sesaat. Terlebih lagi di saat kelemahan itu didukung oleh fitnah yang merajalela di mana-mana. Di saat-saat seperti itulah kita diingatkan sebuah pesan Rasulullah SAW yang mengatakan: “استفت قلبك” (mintalah fatwa kepada hatimu). Tentu Fatwa di sini bukan meminta sebuah keputusan hukum dalam agama. Tapi dalam  bahasa yang sederhana dapat diartikan “nasehat, arahan, petunjuk, bimbingan” dan yang semakna. Di saat fitnah merajalela, trust (kepercayaan) kepada umara bahkan Ulama menurun, bahkan seringkali membingunkan. Di saat seperti itulah yang harus menjadi rujukan terakhir untuk menjadi pertimbangan dalam menyikapi dan/atau mengambil sebuah keputusan hidup adalah hati. Pesan Rasul ini secara khusus menekankan hati sebagai bukti bahwa hati itu selama masih “hidup” harusnya bersifat suci (fitrah). Dengan kata lain, hati itu bersih, bening, berkarakter suci. Dengan kata lain karakter dasar dari hati adalah bersih, tidak kotor dan bukan dusta dan kepura-puraan. Esensi pesan Rasul ini ada pada penekanan akan kejujuran hati. Karena memang karakter aslinya yang fitri. Sebuah karakter yang tidak akan berubah (لاتبديل لخلق الله). Realita ini dalam bahasa sederhana biasa diungkapkan dengan “kata hati” atau “bisikan nurani”. Sekaligus realita ini pula yang mengantar kepada kesimpulan bahwa kebohongan yang paling buruk adalah kebohongan pada diri sendiri. Karena dalam diri yang didustai itu ada kejujuran yang tak tertutupi atau fitrah manusia yang identik dengan “kesucian ilahi” (fitratullah). Kedustaan pada diri dan kejujuran hati menjadi dua situasi yang paradoks dalam diri seseorang. Suasana yang paradoks (kontra) ini yang menjadikan seseorang itu selalu merasa terburu (being hunted). Bahkan, ada perasaan tertekan yang dalam. Tidak akan merasakan kedamaian walau kadang nampak/berpura-pura tersenyum. Dalam sebuah hadits Rasulullah mengekspos realita ini. “Al-itsmu maa haaqa fii sodrika” (dosa itu adalah sesuatu yang selalu menghantui di dadamu”. Kebohongan pada orang lain hanya akan menjadi hantu (hunting) di dada orang yang berdusta. Dan karenanya dalam menyikapi hidup yang penuh tipuan, baik pada diri sendiri maupun orang lain, baiknya hati selalu menjadi rujukan. Mungkin jika ingin saya bahasakan secara sederhana: “jangan dustai dirimu”. Atau “jujurlah kepada hati nuranimu”. Jangankan dalam urusan dunia, politik sebagai misal yang seringkali penuh dengan intrik dan kebohongan. Politisi tidak saja memakai baju koko dan songkok yang biasa dianggap sebagai simbol kesalehan. Bahkan sebagian mengekspos diri dengan ragam ritual. Ada yang tiba-tiba diberitakan rajin sholat dhuha, puasa sunnah, bahkan puasa Daud (setiap hari lagi). Bahkan sebagian pula karena merasa kaya memaksakan diri mengadakan tempat ibadah untuk membangun imej  hebat sekaligus tokoh (perjuangan) agama. Padahal jika jujur dengan kata hatinya akan mengakui: “ada baiknya saya belajar dulu membaca Al-Quran yang benar”. Kebohongan pada diri atau pengkhianatan pada hati nurani ini menjadikan orang-orang itu tertekan secara batin. Sehingga ada rasa khawatir dan takut yang mengharuskannya mencari perlindungan. Di sìnilah kerap mencari pelarian. Dan tidak jarang dengan cara-cara busuk untuk merusak orang lain. Hawa nafsu mendirikan rumah ibadah karena kekecewaan, apalagi dengan tujuan busuk, disebut “kegiatan dhiror”. Masjid yang demikian dalam Al-Quran disebutkan “masjid dhiror”. Bagaikan masjid yang didirikan di Madinah oleh kaum munafik untuk merongrong ketenangan Komunitas Muslim dan dengan i’tikad merusak masjid Rasulullah SAW. Menghadapi musim politik seperti saat ini kecenderungan beragama “dadakan” akan muncul di mana-mana. Tapi pada akhirnya Umat ini juga dituntut untuk selalu merujuk pada kata hatinya. Agar tidak mudah terbuai dan jatuh dalam pelukan buaya darat atau musang yang berbulu domba. Yang mengherankan adalah ketika ada orang yang seharusnya berada pada posisi yang terhormat (honorable), justeru tidak saja jadi korban. Tapi menjadi pendukung fenomeno kebohongan dan pengkhiatan seperti ini. Ingat, jujur dan apa adanya itu kadang pahit. Tapi lebih mulia dari “dzulwajhain” atau bermuka dua. Di hadapanmu tersenyum. Di belakang dia rela menikanmu. Pahit dalam kejujuran itu obat. Tapi manis dalam kebohongan itu penyakit. “Istifti qalbak” (minta fatwa pada hatimu)! NYC Subway, 2 Agustus 2022. (*)

Ustadz Bachtiar Nasir Umumkan Resolusi Peradaban Al-Qur'an

Bogor, FNN --- Dalam rangka memperingati Milad ke 14, Ar-Rahman Qur\'anic Learning (AQL) Islamic Center, Ustadz Bachtiar Nasir selaku pimpinan lembaga Al-Quran ini mengumumkan resolusi peradaban Al Quran.  Hal itu disampaikan UBN, panggilan Ustadz Bachtiar Nasir, pada acara puncak  Milad  ke 14, di lapangan Arrahman Qur\'anic Collage (AQC) Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Ahad 31 Juli 2022, bertepatan dengan 2 Muharram 1444 H. UBN menyampaikan bahwa sudah saatnya yayasan AQL Islamic center berubah menjadi perkumpulan peradaban Qur\'an.   Agar peradaban ini bangkit, kata UBN, ada tiga aspek utama yang harus dijalankan dalam lembaga Adab-Qu, yaitu; Pertama, mengokohkan iman dan menegakkan tauhid pada setiap individu kita semua.  Kedua, mengimplementasikan tauhid dalam bentuk ibadah Ketiga, meningkatkan ilmu pengetahuan baik ilmu agama maupun sains, karena peradaban pada hakikatnya didasari oleh ilmu. Ustadz Bachtiar Nasir juga mengajak seluruh jama\'ah untuk mengikrarkan tujuh resolusi peradaban Qur\'an 1444 H, yaitu :  1. Senantiasa memohon ampun kepada Allah Swt dan bertobat kepada-Nya 2. Cukuplah Allah saja bagi kami, tidak ada tuhan selain Dia, dan hanya kepadaNya lah kami bertawakkal 3. Senantiasa meningkatkan ketauhidan, yakni meyakini Allah SWT itu Esa dan tidak ada sekutu baginya. 4. Senantiasa ikhlas, yakni mengarahkan semua orientasi ketaatan diri pada Allah semata, tidak ada yang lain. 5. Berhijrah hanya kepada Allah dan RasulNya untuk mengharap rahmat Allah semata. 6. Senantiasa menjadikan Al-Qur\'an sebagai penyejuk hati, cahaya di dada, penghilang kesedihan dan pelenyap keresahan 7. Senantisa menjalankan perintah Allah, meninggalkan larangan-Nya dan meridhoi semua takdir Allah. KH. Bachtiar Nasir berharap, resolusi ini sebagai basic perjalanan kita untuk senantiasa optimis, positif dan semangat kedepan. \"Mulai hari ini, segenap takbir bukan dengan kemarahan tapi takbir untuk membangun peradaban,\" kata UBN.  Rangkaian terakhir dari apel akbar ini ditutup dengan do\'a bersama yang dipimpin oleh KH. Deden Makhyarudin. Adapun sesi kedua adalah acara hiburan, yaitu pemutaran perjalanan AQL Islamic Center selama 14 tahun,  penampilan tari Bhineka Tunggal Ika dan puisi, penampilan tapak suci dan penampilan marawis, yang dibawakan oleh maha santri AQC.  Dalam acara milad tersebut, juga hadir Ustadz Bendri Jaysurrahman, Ustadz Dede Makhyarudin,  Ustadz Handi Bonny dan Drs. H Mulyadi, MM anggota DPR RI dari fraksi Gerindra serta Ustadz Ferry Nur dan Ustadz Fakhrizal Idris dari Wahdah. (TG)