AGAMA
Do Not Be Judgmental!
Oleh: Shamsi Ali Al-Kajangi, Presiden Nusantara Foundation SALAH satu kesibukan saya sebagai Imam di Kota New York adalah menikahkan. Untuk menikahkan secara sah dalam konteks Amerika seseorang harus terdaftar sebagai ‘Officiant’. Dalam bahasa Indonesia seorang officiant itu punya lisensi sebagai penghulu yang terdaftar (registered) di City Hall atau Kantor Walikota. Karena marriage (pernikahan) jatuh dalam ranah aturan negara bagian (state law) maka setiap penghulu punya wewenang untuk menikahkan hanya pada state atau negara di mana yang bersangkutan terdaftar. Maka saya misalnya hanya bisa menikahkan secara sah di negara bagian New York. Menikahkan secara sah yang dimaksud itu adalah bahwa sang penghulu dibenarkan menandatangani marriage license (lisensi untuk menikah) dari kantor Walikota untuk menjadi dasar dikeluarkannya akta nikah (marriage certificate) bagi sang mampelai. Kali ini bukan itu yang akan saya bahas. Melainkan beberapa komentar yang saya baca di media sosial tentang pernikahan beberapa mampelai wanita Muslimah dan seorang mampelai pria yang menjadi Muslim (convert) sebelum menikah. Berbagai komentar disampaikan banyak pihak itu ada yang mengapresiasi dan mendoakan untuk kebahagiaan kedua mampelai. Dan, juga secara khusus mendoakan semoga mempelai pria, sang Muallaf, istiqamah di jalan Islam. Tapi tidak sedikit juga yang menyampaikan komentar miring atau negatif. Biasanya yang menyampaikan komentar seperti ini adalah mereka yang merasa Islamnya lebih hebat. Bahkan boleh jadi mereka merasa suci dan sempurna dalam beragama. Sikap dan penilaian seperti ini saja sesungguhnya telah cukup untuk menjadi lobang perangkap dosa bagi pelakunya. Karenanya saya hanya ingin menyampaikan beberapa hal yang mungkin bisa menjadi peringatan bagi kita semua. Pertama, bagi kita yang paham, yakin serta komitmen dengan Syariah tidak mungkin akan menikahkan seorang wanita Muslimah itu dengan pria non Muslim. Walau ada opini minoritas membenarkan pernikahan itu, sesungguhnya opini itu bahasa hadits bersifat “gharib” (asing), bahkan “syadz” (melempeng dari ijma’). Dan, bagi kita hal itu tidak bisa diterima dengan berbagai argumentasi yang tidak perlu saya rincikan kali ini. Kedua, berbicara tentang agama (Islam) tentu berbicara tentang hidayah. Dan hidayah itu adalah sesuatu yang bersifat ekslusif antara seorang hamba dan Tuhannya. Karenanya di saat seorang calon akan masuk Islam, perhatian utama keislamannya bukan pada pernikahannya. Tapi pada proses yang bersangkutan menerima hidayah Allah. Pernikahan yang akan terjadi hanya bonus dan bukan motivasi dasar bagi seseorang untuk masuk Islam. Ketiga, dalam menilai agama seseorang yang perlu menjadi acuan adalah pelaksanaan aturan-aturan formal dari agama itu. Dalam agama Islam inilah yang disebut Syariah (Hukum Islam). Hal-hal yang berkaitan di luar (beyond) itu adalah urusan pribadi antara seorang hamba dan Tuhannya. Karenanya ketika seseorang telah bersyahadat, lalu menikah dengan seorang wanita Muslimah, tak seorang pun yang bisa menghakimi hatinya. Keempat, dalam pengalaman yang cukup panjang dan tidak sedikit yang Allah telah tunjuki melalui usaha kecil ini saya mendapatkan bahwa mereka yang menerima Islam di kemudian hari dalam hidupnya (converted) pada umumnya lebih kuat dalam komitmen Islamnya dari kita yang terlahirkan dari ayah-ibu yang Muslim. Hal itu karena mereka memang mempelajari, menghayati, bahkan merasakan dan menyadari sebelum masuk ke dalam agama ini. Kelima, adanya penilaian negatif tentang iman/Islam orang lain biasanya karena didasari oleh perasaan lebih beragama bahkan lebih suci. Perasaan seperti ini sendiri sesungguhnya bagian dari pintu syetan yang jelas menentang peringatan Allah: “wa laa tuzakku anfusakum (jangan sucikan dirimu sendiri). Karena sesungguhnya Allah lebih tahu mana yang bertakwa di antara kalian”. Poin inti yang ingin saya sampaikan adalah Saudara-Saudara kita yang menerima Islam karena bekenalan dengan wanita Muslimah dan ingin menikah tidak perlu dihakimi niatnya. Jangan-jangan penghakiman anda itu berbalik. Anda yang justeru perlu memperbaiki diri yang merasa paling hebat dalam agama bahkan suci. Sementara mereka masuk Islam sungguh karena kesadaran dan hidayah Allah. Wallahu a’lam! NYC Subway, 29 Agustus 2022. (*)
Kekuatan Umat Islam Saat Ini Mutlak untuk Keutuhan NKRI
Jakarta, FNN - Kongres Umat Islam (KUI) ke-II , hari kedua, Sabtu (27/8/22) berlangsung di Asrama Haji Embarkasi Medan, ratusan masyarakat hadir dari berbagai ormas Islam di Indonesia saat menghadiri Kongres Umat Islam tersebut. Kongres tersebut mengusung tema \'Mengokohkan Ukhuwah Islamiah dan Menata Ulang Indonesia\' yang digelar dari hari Jumat (26/8) hingga Minggu (28/8). Kegiatan tersebut diinisiasi untuk menyatukan umat Islam agar turut serta menata masa depan Indonesia. Hadir sebagai narasumber dalam kongres tersebut Jenderal Gatot Nurmantyo mantan Panglima TNI. Kegiatan itu juga mengundang sejumlah tokoh nasional wakil ketua MPR RI dari unsur DPD Tamsil Linrung, ahli hukum tata negara Refly Harun, Eggi Sudjana, Amin Rais, kemudian Ketua MUI Sumut Dr. Maratua Simanjuntak, Ketua Baznaz Sumut Prof. Muh. Hatta, Ketua Forum Silahturahmi BKM Indonesia Prof. Abdullah Jamil, para ketua Ormas Sumut Syahganda Nainggolan, Marwan Batubara, Hatta Taliwang dan lainnya. Panglima TNI Gatot Nurmantyo periode 2014-2017 itu bercerita panjang lebar soal sejarah Sarekat Dagang Islam dan Syarikat Islam untuk memajukan kepentingan ekonomi para pedagang Islam di Indonesia. Menurut Gatot, Pada saat itu para pedagang keturunan Tionghoa telah lebih dulu maju usahanya dibandingkan milik pribumi. Sehingga para pedagang Tionghoa memiliki status yang lebih tinggi dari penduduk Hindia Belanda lainnya. Ada dua pesan yang menurut Gatot perlu dipahami oleh umat Islam Indonesia, yakni sejarah organisasi Islam era kolonial seperti SI, Muhammadiyah, NU, dan semangat perubahan maupun semangat amar maruf nahi mungkar harus disebarkan seluas mungkin. Dengan begitu, Gatot yakin kekuatan umat Islam Indonesia hari ini adalah untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara. Tanpa konsolidasi kekuatan umat islam niscaya Indonesia akan menjadi bangsa yang terpecah-pecah. Kemudian Gatot menyampaikan perjuangan untuk mewujudkan perubahan Indonesia lebih baik harus mengikutsertakan seluruh komponen dan elemen masyarakat, tanpa melihat golongan, suku, agama dan usia. (Lia)
Din Syamsuddin di Kongres Umat Islam Sumut: Jangan Pisahkan Islam dari Indonesia
Medan, FNN - Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah hasil jerih payah para ulama dan zuama yang telah menjadi syuhada. Mereka mengorbankan jiwa dan raga serta harta demi tegaknya Negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Demikian dikatakan mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, M. Din Syamsuddin pada pembukaan Kongres Umat Islam Sumatera Utara, di Medan, Jum\'at, 26 Agustus 2022 malam. Pembukaan kongres itu dihadiri jamaah dari berbagai daerah, yang memadati lapangan Wisma Haji Medan. Kongresnya sendiri diikuti sekitar 300 ulama, zuama, dan cendekiawan Muslim dari berbagai daerah di Sumatera Utara. Ikut hadir Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), A.A. Lanyalla Mahmud Mattaliti; Gubernur Sumatera Utara Edi Ramayadi; mantan Ketua MPR-RI Amien Rais, dan sejumlah tokoh nasional lainnya. Menurut Din Syamsuddin, perjuangan kemerdekaan Indonesia telah dimulai tiga setengah abad sebelumnya melalui jihad para ulama dari berbagai daerah di Nusantara. Bahkan, negara Pancasila tidak terlepas dari kerelaan 73 Sultan Islam dari Aceh hingga Ternate dsn Tidore. Mereka rela menyerahkan kekuasaannya demi tegaknya Negara Bangsa yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945. Masih seputar kemerdekaan, lanjut Guru Besar Pemikiran Politik Islam ini, Dasar Negara Pancasila yang ada sekarang tidak terlepas dari kerelaan para tokoh Islam, antara lain Ki Bagus Hadikusumo dari Muhammadiyah dan KH Wahid Hasyim dari Nahdhatul Ulama) mengganti Sila Pertama pada Piagam Jakarta yang telah disepakati sebelumnya, yang berbunyi \"Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya\" menjadi \"Ketuhanan Yang Maha Esa\". Kedua rumusan tersebut menegaskan, Negara Pancasila adalah negara yang berketuhanan. Hal ini diperkuat pasal 29 Ayat 1 UUD 1945 yaitu Negara Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, ujar mantan Ketua Dewan Pertimbangan MUI (Majelis Ulama Indonesia) ini, jangan ada yang ingin menyapih negara Pancasila dari agama khususnya Islam, dan apalagi menghilangkan jejak Islam dari Negara Pancasila. Seperti kata Bung Karno Jasmerah (Jangan sekali-kali melupakan sejarah), dan pada saat yang sama perlu diserukan Jashijau atau Jangan sekali-kali hapus jasa ulama. Din Syamsuddin mengatakan, walaupun jasa umat Islam besar dalam penegakan Negara Pancasila, tetapi umat Islam tidak perlu menuntut hak supaya diistimewakan dalam kehidupan kebangsaan. Akan tetapi, pada saat yang sama umat Islam perlu bangkit menolak perlakuan tidak adil dalam kehidupan bersama, seperti adanya kelompok yang menguasai ekonomi dan politik sendiri dengan meminggirkan kelompok lain. Jika hal itu terjadi, maka itulah awal dari runtuhnya negara bangsa yang bermotto Bhineka Tunggal Ika. Hal ini meniscayakan adanya pemimpin Indonesia yang mengamalkan prinsip kepemimpinan hikmah dalam Pancasila, yaitu kepemimpinan yang arif bijaksana yang berada di atas dan untuk semua golongan. (Anw/Siaran Pers/FNN).
Kongres Kedua Umat Islam Sumatera Utara Dimulai Jumat
Medan, FNN - Untuk kedua kalinya, Kongres Umat Islam Sumatera Utara akan diselenggarakan mulai Jumat (26/8) hingga Ahad (28/8). Seperti kongres pertama 2018, diskusi akbar ini mengambil tempat di Asrama Haji, Medan, Jalan AH Nasution. Ketua panitia KUI, Dr Masri Sitanggang, menjelaskan banwa pertemuan yang merupakan kombinasi tabligh akbar dan diskusi itu akan menjadi wadah untuk memupuk persatuan di kalangan umat Islam dari berbagai aliran dan mazhab. Di kongres ini, kata Masri, umat Islam dari segala warna akan menyatu dan menjalin silaturahmi. “Kongres akan memperkuat persaudaraan,” ujar Masri. Ditambahkan oleh ketua panitia, para pemimpin dan pemuka ormas-ormas Islam semuanya siap menggalang persatuan demi pembangunan bangsa dan negara. Dikatakannya, semua pihak menunjukkan dukungan kuat dan sepenuh hati. Panitia kongres ke-2 ini terdiri dari berbagai elemen yang berasal dari hampir semua organisasi yang ada di Sumatera Utara. Tidak ada yang tertinggal. Sementara itu, penasihat KUI, Ustad Azwir, mengatakan acara ini dilaksanakan untuk memberikan kontribusi positif di tengah situasi yang sedang tidak kondusif di segala bidang kehidupan. Menurut Ustad Azwir, semua orang sedang galau pada saat ini. “Kalau ada yang tidak galau, patut dipertanyakan pemikirannya,” kata guru dan sekaligus pemuka agama yang dikenal tegas dan garis lurus itu. Ustad Azwir mengkritik para pengelola negara yang dikatakannya tidak berfungsi mensejahterakan rakyat. “Tugas negara hanya satu, yaitu memakmurkan takyatnya,” kata penceramah yang selalu lantang dalam menyampaikan kajian dan kritik. Sekretaris panitia, Dr Efi Brata, menjelaskan bahwa sesi-sesi diskusi atau seminar akan diikuti peserta tetap sebanyak 350 orang. Kelompok-kelompok diskusi akan dibagi menjadi berbagai bidang yang sangat populer di masyarakat seperti soal energi dan pertambangan, politik, ekonomi, dll. Diskusi akan menyimpulkan saran dan rekomendasi kepada pihak yang mengelola pemerintahan. (AU)
Menko Polhukam: Peran Tokoh Islam Sangat Besar dalam Kemerdekaan NKRI
Makassar, FNN -- Peran tokoh-tokoh Islam sangat besar dalam kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan mereka ikut terlibat dalam perancangan konstitusi dan Pancasila. Hal itu diungkapkan Menko Polhukam Mahfud MD, ketika menjadi pembicara kunci pada Dialog Kebangsaan Wahdah Islamiyah di kampus STIBA Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (19/8/2022). \"Dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, kita mengenal dengan tokoh-tokoh Islam seperti Agus Salim, Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim yang ikut memperjuangkan berdirinya NKRI bahkan terlibat langsung dalam penyusunan konstitusi dan dasar-dasar negara. Olehnya itu, mari kita jaga NKRI dengan sepenuh hati,\" kata Mahfud. Ormas Islam, kata dia, merupakan aset nasional yang patut untuk dijaga keberadaannya, demi memperkuat NKRI. “Ormas Islam adalah aset nasional yang bisa memperkuat NKRI sebagaimana ormas-ormas yang lain. Indonesia sebenarnya sudah berakar di lubuk hati bangsa Indonesia dari seluruh suku di penjuru wilayah. Negeri indah Indonesia, menanti dan merindukan karya-karya mu. Dan itu Wahdah Islamiyah,” ujar Mahfud. Terkait kiprah ormas Wahdah Islamiyah, Mahfud MD memberi penilaian positif. Bahkan ia begitu antusias menghadiri Dialog Kebangsaan bertema “Dengan Takwa dan Komitmen pada Konstitusi, Kita Wujudkan NKRI Jaya dan Harmoni” yang digelar Wahdah Islamiyah. \"Saya menyambut gembira dan terharu dengan Dialog Kebangsaan ini yang memilih tema \'Dengan Taqwa dan Komitmen pada Konstitusi Hukum Kita Wujudkan NKRI Jaya dan Harmoni\'. Dari tema ini ada kata taqwa, konstitusi dan harmoni adalah 3 variabel penting, dan menjadi pertimbangan bagi saya untuk hadir,\" ujar Mahfud MD. Pada kesempatan ini, Mahfud juga berkisah awal mengenal Wahdah Islamiyah. Kala itu ia juga menjadi pembicara dalam Muktamar Wahdah Islamiyah yang diselenggarakan secara online karena masih masa pandemi. “Dan waktu itu saya tanya sama Badan Intelejen Negara (BIN), menurut identifikasi BIN tentang Wahdah Islamiyah ini seperti apa? Saya akan datang tapi saya ingin tahu dulu. Kemudian identifikasi BIN mengatakan bahwa Wahdah Islamiyah adalah organisasi Islam yang berasas kebangsaan, menyatakan kesetiaanya kepada NKRI. Olehnya itu, BIN merekomendasikan kami untuk datang ke sana dengan tujuan mensolidkan komitmen tersebut,” jelasnya. Berasaskan Islam Sementara itu, Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah Ustaz Zaitun Rasmin secara singkat mengenalkan ormas yang dipimpinnya kepada Mahfud MD dan para hadirin yang mengikuti Dialog Kebangsaan. Wahdah, kata Ustaz Zaitun, adalah ormas nasional yang didirikan dan terdaftar secara resmi di Kemendagri pada 2002, berasaskan Islam dan Pancasila serta berlandaskan paham Ahlussunah wal jamaah. “Wahdah Islamiyah selalu menyampaikan pesan nasihat kepada para pemuda agar tidak tertarik terlibat dalam kegiatan-kegiatan ekstremisme dan terorisme,” tambah Zaitun Rasmin. Terkait isu radikalisme dan terorisme, Zaitun, menyampaikan bila Wahdah telah mengeluarkan puluhan pernyataan yang mengecam tindakan tersebut. Baik yang terjadi di dalam maupun luar negeri. Wahdah Islamiyah juga bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk pemerintah pusat dan daerah melakukan kegiatan-kegiatan kebangsaan. Hal itu dilakukan untuk menunjukkan bahwa Wahdah benar-benar merupakan bagian dari bangsa ini dan mampu bekerja sama dengan komponen bangsa lainnya. Pada kesempatan tersebut, Zaitun Rasmin juga menyampaikan adanya isu, kecurigaan dan juga fitnah yang dilakukan pihak lain terhadap Wahdah Islamiyah. Fitnah tersebut adalah soal gerakan radikal yang disematkan kepada Wahdah. “Itu semua kami terima dengan penuh kesabaran,” kata UZR. Isu dan fitnah yang dialamatkan pada Wahdah itu, kata Zaitun Rasmin, pada akhirnya tidak terbukti. Sebab pihaknya selama ini merasa terbuka, menerapkan ‘open management’ dan tidak ada yang disembunyikan. “Alhamdulillah sampai hari ini tidak satupun dari pengurus atau kader Wahdah yang dinyatakan terlibat atau ikut kegiatan terorisme atau radikalisme,” tegasnya. (TG)
Istafti Qalbak!
Oleh: Imam Shamsi Ali, NYChhc Chaplain/Presiden Nusantara Foundation TULISAN yang sama pernah saya tuliskan beberapa waktu yang lalu. Tapi mengingatkan “Adz-dzikra” itu selalu bermanfaat bagi yang punya iman (lil-mikminin) maka saya angkat kembali. Maklum kebohongan yang paling berbahaya adalah ketika sudah terjadi “kebohongan pada diri” sendiri. Kita sepenuhnya sadar jika sekeliling hidup manusia itu, selain banyak menipu dan sangat keras (hard), juga terkadang kejam (harsh). Saking menipu dan kerasnya seringkali warna-warni kehidupan disulap terbolak-balik. Yang hitam bisa jadi putih. Yang putih bisa jadi hitam. Dan, manusia begitu lemah mengekor kepada warna yang direkayasa sesuai kecenderungan hawa nafsunya. Di sinilah Islam hadir memberikan solusi. Minimal ada tiga tingkatan solusi untuk menyelamatkan diri dari kemungkinan menjadi korban kerasnya rekayasa warna hidup, yang kadang berujung pada tendensi kemunafikan itu. Pertama, bersikap bagaikan pohon subur yang akarnya menghunjam kuat ke dalam tanah. كشجرة طيبة اصلها ثابت. Sebuah ilustrasi bahwa orang beriman itu tidaklah mudah terwarnai oleh lingkungan sekitar. Tidak saja kuat, tapi juga subur dan memberikan buah-buah segarnya. Kedua, Islam mengajarkan istiqamah atau konsistensi dalam warna iman kita sendiri. Pujian dan janji Allah kepada orang yang beriman (قالوا ربنا الله) lalu istiqamah (ثم استقاموا) bahwa mereka akan mendapatkan ketenangan hidup dunia akhirat. Bahkan bacaan kita: اهدنا الصراط المستقيم (tunjuki kami ke jalan yang lurus) bermakna antara lain “kuatkan kami untuk istiqamah” atau konsisten di jalan kebenaran. Ketiga, Islam tidak saja mengajarkan orang-orang beriman untuk solid dan konsisten dalam kebenaran. Tapi lebih dari itu memerintahkan mereka untuk menjadi agen perubahan. Ajaran “amar ma’ruf nahi mungkar” bermakna antara lain agar Umat ini harus berjuang untuk “membentuk” keadaan dan jangan “dibentuk” oleh keadaan. Tapi ada masa-masa di mana manusia lemah. Sering mengalami kegalauan akibat kerasnya alam sekitar. Apalagi di saat-saat ketika kecenderungan beragama itu mengikut arus emosi sesaat atau kepentingan sesaat. Terlebih lagi di saat kelemahan itu didukung oleh fitnah yang merajalela di mana-mana. Di saat-saat seperti itulah kita diingatkan sebuah pesan Rasulullah SAW yang mengatakan: “استفت قلبك” (mintalah fatwa kepada hatimu). Tentu Fatwa di sini bukan meminta sebuah keputusan hukum dalam agama. Tapi dalam bahasa yang sederhana dapat diartikan “nasehat, arahan, petunjuk, bimbingan” dan yang semakna. Di saat fitnah merajalela, trust (kepercayaan) kepada umara bahkan Ulama menurun, bahkan seringkali membingunkan. Di saat seperti itulah yang harus menjadi rujukan terakhir untuk menjadi pertimbangan dalam menyikapi dan/atau mengambil sebuah keputusan hidup adalah hati. Pesan Rasul ini secara khusus menekankan hati sebagai bukti bahwa hati itu selama masih “hidup” harusnya bersifat suci (fitrah). Dengan kata lain, hati itu bersih, bening, berkarakter suci. Dengan kata lain karakter dasar dari hati adalah bersih, tidak kotor dan bukan dusta dan kepura-puraan. Esensi pesan Rasul ini ada pada penekanan akan kejujuran hati. Karena memang karakter aslinya yang fitri. Sebuah karakter yang tidak akan berubah (لاتبديل لخلق الله). Realita ini dalam bahasa sederhana biasa diungkapkan dengan “kata hati” atau “bisikan nurani”. Sekaligus realita ini pula yang mengantar kepada kesimpulan bahwa kebohongan yang paling buruk adalah kebohongan pada diri sendiri. Karena dalam diri yang didustai itu ada kejujuran yang tak tertutupi atau fitrah manusia yang identik dengan “kesucian ilahi” (fitratullah). Kedustaan pada diri dan kejujuran hati menjadi dua situasi yang paradoks dalam diri seseorang. Suasana yang paradoks (kontra) ini yang menjadikan seseorang itu selalu merasa terburu (being hunted). Bahkan, ada perasaan tertekan yang dalam. Tidak akan merasakan kedamaian walau kadang nampak/berpura-pura tersenyum. Dalam sebuah hadits Rasulullah mengekspos realita ini. “Al-itsmu maa haaqa fii sodrika” (dosa itu adalah sesuatu yang selalu menghantui di dadamu”. Kebohongan pada orang lain hanya akan menjadi hantu (hunting) di dada orang yang berdusta. Dan karenanya dalam menyikapi hidup yang penuh tipuan, baik pada diri sendiri maupun orang lain, baiknya hati selalu menjadi rujukan. Mungkin jika ingin saya bahasakan secara sederhana: “jangan dustai dirimu”. Atau “jujurlah kepada hati nuranimu”. Jangankan dalam urusan dunia, politik sebagai misal yang seringkali penuh dengan intrik dan kebohongan. Politisi tidak saja memakai baju koko dan songkok yang biasa dianggap sebagai simbol kesalehan. Bahkan sebagian mengekspos diri dengan ragam ritual. Ada yang tiba-tiba diberitakan rajin sholat dhuha, puasa sunnah, bahkan puasa Daud (setiap hari lagi). Bahkan sebagian pula karena merasa kaya memaksakan diri mengadakan tempat ibadah untuk membangun imej hebat sekaligus tokoh (perjuangan) agama. Padahal jika jujur dengan kata hatinya akan mengakui: “ada baiknya saya belajar dulu membaca Al-Quran yang benar”. Kebohongan pada diri atau pengkhianatan pada hati nurani ini menjadikan orang-orang itu tertekan secara batin. Sehingga ada rasa khawatir dan takut yang mengharuskannya mencari perlindungan. Di sìnilah kerap mencari pelarian. Dan tidak jarang dengan cara-cara busuk untuk merusak orang lain. Hawa nafsu mendirikan rumah ibadah karena kekecewaan, apalagi dengan tujuan busuk, disebut “kegiatan dhiror”. Masjid yang demikian dalam Al-Quran disebutkan “masjid dhiror”. Bagaikan masjid yang didirikan di Madinah oleh kaum munafik untuk merongrong ketenangan Komunitas Muslim dan dengan i’tikad merusak masjid Rasulullah SAW. Menghadapi musim politik seperti saat ini kecenderungan beragama “dadakan” akan muncul di mana-mana. Tapi pada akhirnya Umat ini juga dituntut untuk selalu merujuk pada kata hatinya. Agar tidak mudah terbuai dan jatuh dalam pelukan buaya darat atau musang yang berbulu domba. Yang mengherankan adalah ketika ada orang yang seharusnya berada pada posisi yang terhormat (honorable), justeru tidak saja jadi korban. Tapi menjadi pendukung fenomeno kebohongan dan pengkhiatan seperti ini. Ingat, jujur dan apa adanya itu kadang pahit. Tapi lebih mulia dari “dzulwajhain” atau bermuka dua. Di hadapanmu tersenyum. Di belakang dia rela menikanmu. Pahit dalam kejujuran itu obat. Tapi manis dalam kebohongan itu penyakit. “Istifti qalbak” (minta fatwa pada hatimu)! NYC Subway, 2 Agustus 2022. (*)
Ustadz Bachtiar Nasir Umumkan Resolusi Peradaban Al-Qur'an
Bogor, FNN --- Dalam rangka memperingati Milad ke 14, Ar-Rahman Qur\'anic Learning (AQL) Islamic Center, Ustadz Bachtiar Nasir selaku pimpinan lembaga Al-Quran ini mengumumkan resolusi peradaban Al Quran. Hal itu disampaikan UBN, panggilan Ustadz Bachtiar Nasir, pada acara puncak Milad ke 14, di lapangan Arrahman Qur\'anic Collage (AQC) Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Ahad 31 Juli 2022, bertepatan dengan 2 Muharram 1444 H. UBN menyampaikan bahwa sudah saatnya yayasan AQL Islamic center berubah menjadi perkumpulan peradaban Qur\'an. Agar peradaban ini bangkit, kata UBN, ada tiga aspek utama yang harus dijalankan dalam lembaga Adab-Qu, yaitu; Pertama, mengokohkan iman dan menegakkan tauhid pada setiap individu kita semua. Kedua, mengimplementasikan tauhid dalam bentuk ibadah Ketiga, meningkatkan ilmu pengetahuan baik ilmu agama maupun sains, karena peradaban pada hakikatnya didasari oleh ilmu. Ustadz Bachtiar Nasir juga mengajak seluruh jama\'ah untuk mengikrarkan tujuh resolusi peradaban Qur\'an 1444 H, yaitu : 1. Senantiasa memohon ampun kepada Allah Swt dan bertobat kepada-Nya 2. Cukuplah Allah saja bagi kami, tidak ada tuhan selain Dia, dan hanya kepadaNya lah kami bertawakkal 3. Senantiasa meningkatkan ketauhidan, yakni meyakini Allah SWT itu Esa dan tidak ada sekutu baginya. 4. Senantiasa ikhlas, yakni mengarahkan semua orientasi ketaatan diri pada Allah semata, tidak ada yang lain. 5. Berhijrah hanya kepada Allah dan RasulNya untuk mengharap rahmat Allah semata. 6. Senantiasa menjadikan Al-Qur\'an sebagai penyejuk hati, cahaya di dada, penghilang kesedihan dan pelenyap keresahan 7. Senantisa menjalankan perintah Allah, meninggalkan larangan-Nya dan meridhoi semua takdir Allah. KH. Bachtiar Nasir berharap, resolusi ini sebagai basic perjalanan kita untuk senantiasa optimis, positif dan semangat kedepan. \"Mulai hari ini, segenap takbir bukan dengan kemarahan tapi takbir untuk membangun peradaban,\" kata UBN. Rangkaian terakhir dari apel akbar ini ditutup dengan do\'a bersama yang dipimpin oleh KH. Deden Makhyarudin. Adapun sesi kedua adalah acara hiburan, yaitu pemutaran perjalanan AQL Islamic Center selama 14 tahun, penampilan tari Bhineka Tunggal Ika dan puisi, penampilan tapak suci dan penampilan marawis, yang dibawakan oleh maha santri AQC. Dalam acara milad tersebut, juga hadir Ustadz Bendri Jaysurrahman, Ustadz Dede Makhyarudin, Ustadz Handi Bonny dan Drs. H Mulyadi, MM anggota DPR RI dari fraksi Gerindra serta Ustadz Ferry Nur dan Ustadz Fakhrizal Idris dari Wahdah. (TG)
Jawa Barat Menggebrak Lagi Tolak Islamophobia
Oleh M. Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Keagamaan SETELAH hari Jum\'at tanggal 29 Juli 2022 sejumlah Ormas Islam bergerak menggeruduk DPRD Jawa Barat dan berunjuk rasa di depan Gedung Sate dan di depan Gedung Merdeka Jl. Asia Afrika yang bertema melawan Islamophobia, maka pada hari ahad 31 Juli sejumlah Ormas Islam kembali berunjuk rasa. Momentum nya bersamaan dengan tabligh Akbar peringatan tahun baru 1444 Hijriyah. Bertempat di stadion Indoors Si Jalak Harupat Kabupaten Bandung. Acara yang dikoordinasi oleh Syarikat Islam (SI) itu berjalan lancar. Dihadiri oleh ribuan peserta yang memenuhi seluruh ruang stadion. Ormas Islam melakukan Deklarasi Gerakan Nasional Anti Islamophobia (GNAI) Jawa Barat. Para tokoh baik Ketua Ormas maupun ulama dan aktivis Islam bersama para jamaah menggelorakan semangat untuk melawan berbagai bentuk Islamophobia di Indonesia. Tabligh Akbar oleh dua ulama dan tokoh umat yaitu DR Hamdan Zulfa SH MH dan KH Athian Ali Da\'i, MA mengingatkan bahwa perilaku Islamophobia bukan saja bertentangan dengan agama Islam tetapi juga melanggar Konstitusi dan ideologi Negara Pancasila. Karenanya Islamophobia wajib untuk dilawan dan dihapuskan. Keduanya setuju UU Anti Islamophobia harus segera dibuat. Deklarasi Gerakan Nasional Anti Islamophobia dibacakan oleh Presidium DR Feri Juliantono, SE Ak MSi diikuti oleh ulama, tokoh dan pimpinan Ormas Islam. Ribuan peserta yang memadati stadion turut menyimak dan menggemakan takbir membangun semangat bersama untuk berjuang melawan Islamophobia. Deklarasi PBB tentang hari dunia melawan Islamophobia menjadi acuan dan dasar gerakan. Orasi para Ketua dan Pimpinan Ormas Islam Jawa Barat menghangatkan situasi dan membulatkan tekad untuk menggelindingkan terus gerakan melawan Islamophobia. Ada DR KH Nandang Koswara MPd, Prof DR Badru zaman Yunus, KH Hari Maksum, MH dan tokoh lainnya. Pimpinan Ormas mendukung lima butir Deklarasi Gerakan yaitu siap memperingati setiap tahun pada 15 Maret sebagai hari perlawanan Islamophobia, mengimbau Pemerintah untuk tidak menjadikan Islam sebagai masalah atau lawan, hentikan stigmarisasi radikal dan intoleran untuk umat Islam, tidak mengarahkan narasi moderasi kepada liberalisasi, sekularisasi, dan pengambangan nilai, serta mendesak terbitnya UU Anti Islamophobia. Gebyar Tabligh Akbar dan Deklarasi Gerakan Nasional Anti Islamophobia Jawa Barat ini dinilai luar biasa sambutannya. Momentum perjuangan untuk menjadikankan tahun 1444 Hijriyah sebagai tahun kebangkitan umat Islam agar umat dapat kembali menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Mengusir penjajah tirani dan oligarki yang nyata-nyata Islamophobia. Bandung, 1 Agustus 2022
Moderasi Beragama Itu Islamophobia
Oleh M. Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan Islamophobia untuk kebijakan global adalah isu terorisme sedangkan di ruang nasional di samping terorisme juga radikalisme dan intoleransi. Ketika dunia sudah menghentikan program Islamophobia yang diawali adanya UU penghapusan Islamophobia Amerika kemudian Resolusi PBB \"International Day to Combat Islamophobia\" maka sewajarnya Indonesia juga menghentikan isu radikalisme dan intoleransi karena isu sangat menyakiti umat Islam. Islamophobia memiliki berbagai wajah atau bentuk. Di samping penodaan atau penistaan agama juga kriminalisasi ulama dan aktivis Islam. Wajah lain adalah pembiaran atau pengembangan faham sesat yang mengganggu dan merusak agama Islam. Tentu saja isu terorisme, radikalisme dan intoleransi juga disematkan pada umat. Moderasi beragama sebagai antisipasi dari radikalisme dan intoleransi menjadi bagian tak terpisahkan dari program Islamophobia tersebut. Berprasangka bahwa agama sebagai sumber terorisme, radikalisme dan intoleransi adalah persoalan serius bangsa. Berasumsi bahwa umat Islam telah terpapar oleh faham radikalisme dan intoleransi, karenanya harus ditangkal dengan program moderasi beragama, merupakan sikap berlebihan. Apalagi disebutkan tingkat keterpaparan hingga anak-anak TK. Moderasi beragama tidak mutatis mutandis dengan \"ummatan wasathan\" atau wasathiyah sebab makna ayat yang berkaitan dengan hal itu konteksnya adalah keteladanan dan keunggulan umat. Bukan umat yang tidak kesana sini atau di tengah tanpa pendirian. Narasi gramatika QS Al Baqarah 143 menunjukkan keteladanan dan keunggulan tersebut. Tidak terhubung dengan moderasi atau anti radikalisme. Belum lagi batasan radikalisme yang masih bias. Berbeda dengan terorisme yang berbasis UU. Umat Islam yang memiliki keimanan kuat, bertahkim pada syari\'at dan berakhlakul karimah dengan merujuk pada sunnah Nabi, bukanlah orang yang radikal sebagaimana dimaknai secara politis dan negatif. Seseorang akan menjadi baik dan toleran jika memahami dan menggenggam agama dengan kokoh. Apalagi utuh atau kaaffah. Moderasi beragama yang disalah-arahkan akan beririsan dengan de-Islamisasi dan lebih jauhnya de-Qur\'anisasi. Disinilah Islamophobia menjadi sangat berbahaya. Umat Islam nantinya dianjurkan bahkan dilarang untuk membaca dan menyampaikan ayat-ayat \"radikal dan intoleran\" seperti kafir, jihad, qital, qishash, khilafah dan sejenisnya. Berbagai pernyataan baik yang disampaikan oleh pemangku kekuasaan, cendekiawan, maupun buzzer alias badut Istana bahwa di Indonesia tidak ada Islamophobia adalah benar sepanjang yang dimaksud adalah seharusnya (das sollen). Akan tetapi jika yang dimaknai itu adalah kenyataan (das sein) maka hal itu bagai jarak langit dan bumi. Indonesia adalah negara kaya. Kaya Islamophobia. Ketika PBB telah mencanangkan hari dunia untuk melawan Islamophobia, maka saatnya kita semua teriak untuk Indonesia tercinta : Stop Islamophobia ! Teriak dan bergerak bersama dalam perjuangan melawan Islamophobia. Bandung, 29 Juli 2022
Haji yang Wafat Sebagian Besar Karena Penyakit Cardiovascular
Mekkah, FNN - Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Mekkah mencatat bahwa dari 81 haji yang meninggal dunia, sebagian besar disebabkan oleh penyakit cardiovascular.\"Penyebab terbesar jamaah meninggal adalah cardiovascular,\" kata Kepala Seksi Kesehatan Daerah Kerja Mekkah Muhammad Imran di Mekkah, Minggu.Dari 81 haji yang meninggal, sebanyak 45 disebabkan oleh cardiovascular, 15 orang syok atau penyebab lainnya, dan 21 karena penyakit terkait pernapasan.Lebih lanjut Imran mengatakan meninggalnya jamaah itu setelah puncak haji di Arafah, Muzdhalifah, dan Mina (Armuzna) meningkat karena dipicu kelelahan.\"Memang lebih tinggi dari sebelum Armuzna disebabkan karena kelelahan yang cukup tinggi terutama pada saat Armuzna sehingga menyebabkan jamaah yang punya komorbid terkontrol karena kelelahan harus menjalani perawatan di RS termasuk KKHI,\" tambah dia.Bisa dikatakan, lanjut Imran bahwa kematian jamaah haji karena kelelahan dan dehidrasi.Sebab, cardiovascular bukan hanya karena seseorang punya penyakit komorbid, seperti jantung, diabetes, dan hipertensi, melainkan bisa juga tanpa komorbid tapi karena kelelahan dan juga mungkin usia sehingga mudah terkena serangan jantung.Sebelumnya Pusat Kesehatan Haji menargetkan penurunan angka kematian jamaah haji Indonesia di bawah dua per mil.Lebih lanjut dia mengatakan saat ini sebanyak 23 haji dirawat di Rumah Sakit Arab Saudi dan 10 orang dirawat di Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Mekkah. (Ida/ANTARA)