AGAMA

Arafah dan Kesadaran Hidup Manusia

Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation DALAM sebuah haditsnya Rasulullah SAW menekankan bahwa semua esensi amalan ibadah haji ada pada wukuf di Arafah. Beliau ingin menggambarkan urgensi mendasar dari rukun haji ini. Bahwasanya semua amalan haji dapat tersimpulkan dalam wukuf Arafah. Sabda beliau: ”Al-hajju Arafah” (haji itu adalah Arafah). Wukuf itu berasal dari kata ”waqafa-yaqifu-waqfun wa wuquufun”. Yang berarti berdiri atau berhenti. Maka wukuf di Arafah dapat dipahami sebagai berhenti atau berada di padang Arafah pada waktu tertentu (9 Dzulhijjah antara Zhuhur dan Magrib) dengan niat sebagai ibadah kepada Allah SWT. Wukuf di Arafah formalnya dimulai ketika waktu sholat zhuhur telah tiba. Dimulai dengan sholat Zhuhur dan Asar (Jama’ Qasr) lalu diikuti dengan khutbah Arafah oleh Khatib. Dilanjutkan kemudian dengan doa, boleh bersama-sama atau sendiri-sendiri. Satu hal harus menjadi catatan penting bagi jamaah haji adalah bahwa ketika matahari telah tergelincir atau masuk waktu zhuhur maka mereka tidak diperbolehkan lagi untuk keluar dari daerah Arafah, walau sejengkal. Berada di dalam daerah wukuf merupakan kewajiban hingga terbenam matahari. Kalau sampai keluar dari Arafah walau satu jengkal saja maka sebuah wajib haji dilanggar. Itu berarti yang bersangkutan harus membayar DAM atau menyembelih kambling atau domba. Orang yang wukuf di Arafah tidak harus dalam keadaan wudhu. Walaupun pastinya harus memulai dalam keadaan wudhu karena wukuf dimulai dengan sholat zhuhur. Namun setelah itu jika wudhu’nya batal, yang bersangkutan tidak diharuskan berwudhu. Namun para ulama sangat menganjurkan agar jamaah yang sedang wukuf sebisa mungkin dalam keadaan wudhu. Hal itu karena wukuf adalah ibadah penting dan setiap ibadah utamanya dilakukan dalam keadaan wudhu. Selama wukuf di Arafah jamaah haji sangat dianjurkan untuk memperbanyak doa, dzikir, tasbih, tahmid, atau beristigfar sebanyak mungkin. Atau juga membaca Ayat-ayat suci Al-Quran. Atau melanjutkan talbiyah yang dibaca sejak awal ihramnya. Dzikir yang paling afdhol dibaca selama wukuf adalah: ”laa ilaaha illallah wahdahu laa syariika lahu lahul mulku walhul hamdu wa huwa alaa kulli syaein Qadiir”. Jamaah yang sedang wukuf juga diperbolehkan untuk berbicara (yang baik-baik). Bahkan juga tidak dilarang tidur jika memang kelelahan. Demikian seterusnya hingga menjelang terbenam matahari, para jamaah sangat dianjurkan untuk keluar dari tenda-tendanya untuk berdoa di bawah langit yang terbuka. Rasulullah SAW melakukan itu, bahkan mengangkat tangannya tinggi ke arah langit. Jika matahari telah terbenam (masuk waktu magrib) maka para jamaah itu diperbolehkan untuk meninggalkan Arafah. Mereka tidak melakukan sholat Magrib di Arafah. Tapi melakukan sholat Magrib dan Isya dengan jama’ qashar di Muzdalifah. ​Kesimpulannya adalah Wukuf di Arafah itu merupakan salah satu dari rukun haji yang terpenting. Bahkan orang yang sakit keras pun jika sudah dalam keadaan ihram, wajib dibawa atau dihadirkan di Arafah walau dengan waktu yang sangat singkat. Arafah sesungguhnya menjadi sangat esensial dalam haji karena seperti yang pernah disampaikan bahwa haji adalah gambaran atau miniatur perjalanan (hidup). Wukuf jadi penentu haji sebagaimana kesadaran menentukan kehidupan seseorang. Hidup tanpa kesadaran berarti mengalami situasi lupa atau “nisyaan”. Dan bentuk kelupaan terbesar seseorang adalah lupa akan fitrahnya. Lupa fitrah itu berarti lupa Allah yang sejak awal penciptaan manusia komitmen untuk menjadikanNya sebagai Rabb. Ketika Allah terlupakan maka manusia akan lupa hakikat dirinya bahkan hakikat dan tujuan hidupnya. Realita ini digambarkan dalam Al-Quran: “mereka lupa Allah maka Allah menjadikan mereka lupa diri mereka sendiri”. Ketika seseorang lupa diri maka di situlah awal kehancurannya. Manusia sering tidak sadar tentang dirinya sebagai manusia yang spesial. Yang diciptakan dengan berbagai kelebihan dan kemuliaan (ahsanu taqwiim). Yang seharusnya menjadikannya mulia dan melakukan hal-hal yang mulia. Karena lupa itu manusia menjatuhkan dirinya ke dalam kehinaan (asfala safiliin). Dan melakukan hal-hal yang tidak saja tidak mulia. Justeru seringkali melakukan hal-hal yang lebih hina dari hewan. Al-Quran menggambarkan: “mereka bagaikan hewan. Bahkan lebih jahat dari hewan”. Di Arafah itulah direnungi kembali keaslian fitrah manusia. Maka hal yang sering menjadi hijab antara manusia dan fitrahnya (dunia) ditanggalkan Sementara. Di Arafalah komitmen kefitrahan itu dikukuhkan dengan Ikrar “Tauhid” tadi:  (Laa ilaaha illalLah wahdahu Laa syarika lahu, lahul mulku walahul hamdu wa Huwa alaa kulli syaein qadiir). Wukuf di Arafah juga sekaligus mengingatkan akan hakikat hidup sebagai “wukuf” tempat singgah sejenak. Yang Sebentar lagi akan berakhir untuk kita kembali ke asal hidup sejati (Allah). Intinya wukuf Arafah menjadi ritual terpenting karena hanya dengan kesadaran tentang siapa Allah, siapa kita sebagai manusia, apa dan akan kemana hidup ini manusia memiliki nilai dalam hidupnya. Dan untuk hidup bermakna (valuable) inilah Islam dihadirkan sebagai petunjuk kehidupan. Semoga jamaah yang haji diterima dan mendapatkan haji mabrur. Amin! Subway station, 12 Juli 2022. (*)

Wukuf di Arafah Miniatur Padang Mahsyar

Mekkah, FNN —Jemaah haji dari berbagai belahan dunia telah melaksanakan wukuf di Padang Arafah, Jumat (8/7/2022). Wukuf di Arafah ini merupakan minatur Padang Mahsyar. Hal ini diungkap Ustaz Bachtiar Nasir saat menyampaikan khutbah Arafah kepada kelompok jemaah haji Indonesia yang ia bimbing. Pada khutbahnya dari Padang Arafah yang disiarkan langsung di beberapa media sosial, Ustaz Bachtiar Nasir mengatakan manusia kelak akan dikumpulkan di atas bumi, tetapi bukan bumi yang saat ini dipijak.  Pada surat Ibrahim ayat 48 disebutkan, “(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka (manusia) berkumpul (di Padang Mahsyar) menghadap Allah Yang Maha Esa, Mahaperkasa.” UBN, demikian panggilan Ust Bachtiar Nasir, kemudian mengutip sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim tentang gambaran bumi tersebut.  “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan tentang sifat bumi tersebut. Ketika kita berada di Padang Mahsyar nanti yang sekarang sebagai miniaturnya di Arafah ini. Adalah tempat dikumpulkannya manusia,” ungkap UBN yang juga alumnus Universitas Islam Madinah, Arab Saudi. Bumi itu, jelas UBN, berbentuk bulat pipih, datar dan tidak ada tanda apapun di atasnya. Tidak ada dataran tinggi dan tidak ada lembah. Tidak ada gunung dan bukit dan tidak ada pula bebatuan. Tidak ada tanda tempat tinggal dan bangunan. “Kondisi kita nanti di Padang Mahsyar, orang-orang akan dikumpulkan pada hari itu tanpa alas kaki dan tanpa sandal, telanjang dan tidak berpakaian. Pada hari itu matahari akan mendekati makhluk sejauh satu mil dari mereka dan tidak ada naungan pada hari itu kecuali naungan Arsy dari Allah,” jelas UBN.  Pada kesempatan ini, UBN mengajak jemaah untuk mengambil hikmah berwukuf di Arafah. Di Arafah, jelas UBN, jemaah masih bisa menghindari sengatan matahari dengan menggunakan tenda berpendingin ruangan dan dilengkapi berbagai fasilitas.  Tetapi saat di Padang Mahsyar, lanjut UBN, matahari sangat panas dari Arafah. “Jangan berharap di sana ada dingin, ada naungan, ada AC, ada minuman seperti kita melihat dan merasakan pada hari ini. Saat di Padang Mahsyar,  ada yang beruntung, ada yang mendapatkan naungan dan ada yang terkena sengatan matahari,” urai UBN yang juga pimpinan AQL Islamic Center.  Dikatakan UBN, selagi Allah masih memberikan kesempatan hidup di dunia, maka seseorang memiliki kesempatan untuk memilih seperti apa kehidupannya nanti di akhirat.  “Seperti apa kita nanti di akhirat kelak di Yaumul Mahsyar yang saat ini kita berada di miniaturnya. Inginkah kita termasuk yang dinaungi? Kesengsaraan di akhirat akan dirasakan sesuai dengan tingkatan kejahatan di dunia. Kita masih ada kesempatan untuk memilih,” kata UBN. (TG)

Tawaf, Sa’i dan Kehidupan Dunia

Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation TAWAF itu selalu diikuti dengan amalan ritual Sa’i jika itu bukan thawaf-thawaf sunnah. Sebuah kegiatan ritual Haji/Umrah dengan mengelilingi dua ujung bukit bernama Marwah dan Shofa sebanyak tujuh kali. Berawal dari Shofa dan berakhir di bukit Marwah. Sa’i berasal dari kata “sa’aa-yas’aa-sa’yun” yang bermakna berusaha keras. Kata ini sangat erat relevansinya dengan sejarah Ibu nabi Ismail AS, Bunda Hajar, untuk menemukan air demi keberlangsungan hidupnya dan anaknya ketika itu. Setelah beliau ditinggal oleh suaminya Ibrahim AS di lembah yang tiada tumbuh-tumbuhan itu, Hajar harus hidup mandiri. Perbekalan seadanya yang dibawa dari Jerusalem dalam perjalanan menuju Mekah itu semakin meminim. Hingga suatu hari perbekalan itupun habis. Tentu saja Hajar panik. Beliau menengok kiri kanan dan yang nampak hanya gunung bebatuan. Beliau berlari ke salah satu bukit terdekat karena nampak di mata beliau seperti ada air yang mengalir. Bukti itulah yang dikenal “as-Shofa”. Ternyata penampakan air itu hanya bentuk fatamorgana. Beliau membalik wajah ke arah ujung di seberang sana juga nampak seperti ada air yang mengalir. Beliaupun berjalan ke arah itu (al-Marwa). Sesampainya di ujung bukit seberang itu ternyata air juga hanya fatamorgana. Demikain beliau mengelilingi kedua ujung bukit As-Shofa dan Al-Marwa sebanyak 7 kali. Tiba-tiba saja beliau Dikagetkan oleh tangisan bayinya Ismail. Hajar AS segera berlari ke arah anaknya itu. Dan di luar dugaannya beliau menemukan air mengalir keluar dari bawa telapak kaki sang bayi, Ismail. Saking gembiranya beliau mengumpulkan atau menampung air itu secara bergumam “zumi, zumi” (berkumpullah, berkumpullah). Belakangan di tempat keluarnya air itu terwujud sebuah sumur yang dikenal sumur ”zamzam”. Sebuah mata air yang mukjizat. Hajar pun ruang dan bersujud syukur dengan karunia Allah itu. Itulah selintas latar belakang historis dari Sa’i yang hingga kini menjadi sebuah ritual baku dalam Islam. Sebuah praktek yang sekaligus membuktikan jika Islam bukan inovasi baru, bukan ciptaan Muhammah SAW. Sa’i dimulai dari arah bukit Sofa dengan melambaikan tangan ke arah Ka’bah dan membaca: ”Bismillah Allahu Akbar”. Lalu membaca ayat: ”innasshofa walmarwata min sya’arillah. Faman hajjal awi’tamara falaa junaaha alaihi an yatthowafa bihima. Waman tathowwa’a khaeran fahuwa Khaerun lahu. Innallaha syaakirun aliim”. Mulailah berjalan hingga di antara dua lamp hijau di dinding. Pada batas ini pria yang sa’i (wanita tidak) disunnahkan ”harwalah” atau lari-lari kecil sambil membaca: ”Laa ilaaha illallahu shodaqa wa’dahu, wanashora abdahu, wa aazza jundahu, wa hazamal ahzaaba wahdahu”. Setelah selesai lampu hijau kembali berjalan normal hingga menaiki bukit Marwa seraya kembali membaca ayat yang dibaca di Sofa (innasshofa.min sya’arillah...dst..). Lalu berbalik ke arah Sofa seraya angkat tangan ke arah Ka’bah sambil membaca seperti di away di bukit Sofa (Bismillah Allahu Akbar). Demikian dilakukan hingga tujuh putaran yang nantinya akan berakhir di bukit Marwah. Satu hal yang meringankan para jamaah yang sa’i bahwasanya wudhu tidak disyaratkan. Walaupun para ulama Kita menganjurkan untuk melakuian sa’i dalam keadaan suci (wudhu). Hal lain yang biasa keliru di kalangan jamaah Haji atau Umrah adalah mereka melakukan ibadah Sa’i yang dianggap sa’i sunnah. Padahal dalam Syariah tidak dikenal Sa’i sunnah. Makna Thawaf dan Sa’i dalam Kehidupan Jika thawaf berarti berkeliling dan memastika bahwa Ka’bah menjadi pusat perputaran yang sekaligus salah satu rukun Haji. Thawaf Sesungguhnya merupakan miniatur kehidupan yang berputar dari satu titik menuju ke titik yang sama. Amalan ritual itu menggambarkan kehidupan manusia yang berasal dari satu titik “لله\" (milik Allah) dan pada akhirnya kembali ke titik yang sama “اليه\". Kenyataan ini digambarkan dalam filsafat hidup seorang Mukmin: انا لله وانا اليه راجعون. Selain pemahaman itu, juga satu hal yang krusial adalah bahwa selama perputaran dalam thawaf Ka’bah harus selalu menjadi pusat perputaran. Dalam realita kehidupan satu hal yang menentukan adalah pentingnya selalu menjadikan Allah sebagai “Pusat” perputaran hidup. Kemana saja pergerakan hidup ini, kaya atau miskin, kuat atau lemah, sehat atau sakit, Allah harus selalu menjadi pusarannya. Sa’i Sesungguhnya menjadi bagian dari pembicaraan tentang thawaf. Karenanya Sa’i selalu mengekor kepada thawaf. Karena Sesungguhnya Sa’i adalah esensi dari perputaran itu. Hidup dalam dunia adalah hidup tertantang. Al-Quran menyebutnya dengan “balaa” (liyabluwakum). Dan Karenanya perlu usaha sungguh-sungguh yang terpatri dalam amalan Sa’i itu. Sa’i memaknai bahwa mencari rezeki Allah itu keharusan. Tapi ada dua hal yang harus menjadi catatan. Satu, apa yang diburu itu (dunia) kadang berwujud fatamorgana. Yang hakiki pada akhirnya apa yang Allah karuniakan. Dua, dalam urusan dunia kita berhak bahkan pada tataran tertentu wajib berusaha. Tapi kita tidak perlu miliki sikap superman yang seolah mampu menentukan. Pada akhirnya rezeki itu ditentukan oleh yang Maha Pemberi Rezeki. Manusia bisa merencanakan dan mengusahakan yang terbaik. Tapi hasil terbaik ada dalam QadarNya. Insya Allah! New York City, 8 Juli 2022. (*)

Haji Itu Mengikut Sunnah-Thawaf

Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation SALAH satu rukun haji itu adalah Tawaf. Tawaf artinya keliling. Yaitu mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali dengan niat ibadah karena Allah SWT. Hal ini diperintahkan dalam Al-Quran: “Dan hendaklah mereka mengelilingi rumah tua (Ka’bah) itu”. Walaupun cara melakukannya sama semua, sebenarnya ada beberapa macam tawaf. Perbedaannya ada pada niat pelaksanaannya. Ada yang disebut Tawaf Qudum atau Tawaf Selamat datang bagi yang melakukan haji Ifrad. Tawaf yang dilakukan pertama kali memasuki masjidil haram. Bukan untuk tujuan umrah. Bukan pula untuk haji. Tapi sekedar Tawaf Selamat datang ke tanah haram. Ada Tawaf-Tawaf sunnah biasa. Perlu diketahui bahwa masjidil haram itu memiliki beberapa pengecualian. Salah satu di antaranya adalah di masjid-masjid lain jika masuk ke dalamnya disunnahkan sholat tahiyatul masjid (penghormatan kepada masjid). Tapi di masjidil haram bukan sholat. Tapi melakukan Tawaf sebagai pengganti tahiyatul masjid. Tawaf-Tawaf sunnah juga bisa dilakukan kapan saja jika memungkinkan dan ada waktu untuk itu. Setelah sholat-sholat wajib misalnya. Daripada diam dan tidak melakukan ibadah, diganti dengan tawaf sunnah. Intinya Tawaf sunnah itu kapan saja jika ada di masjidil haram dan ingin melakukannya untuk mendapatkan pahala Allah SWT. Thawaf rukun umrah adalah tawaf yang dilakukan dalam rangkaian ibadah umrah di saat melakukan ibadah umrah. Sementara tawaf haji yang dikenal dengan sebutan “Tawaf Ifadhoh” adalah satu dari rukun penting ibadah haji. Tawaf ifadhoh sebagai salah satu rukun haji umumnya dilakukan setelah selesai melempar Jumrah Aqabah. Dan yang terakhir adalah Tawaf Wada’. Tawaf yang dilakukan sebagai ungkapan Selamat tinggal ini dilakukan di saat akan meninggalkan tanah haram kembali ke kampung masing-masing. Untuk sahnya Tawaf, orang yang Tawaf harus dalam keadaan wudhu. Karena sesungguhnya Tawaf itu sama statusnya dengan sholat. Hanya saja ketika Tawaf boleh berbicara (yang baik-baik). Sementara ketika sholat tidak diperkenankan berbicara. Tujuh Putaran Tadi disebutkan bahwa semua macam tawaf  tadi dilakukan dengan cara yang sama. Bedanya ada pada niat masing-masing. Tawaf dimulai dari sudut Ka’bah di mana Hajar Aswad tertempel. Umumnya sudut ini dikenal sebagai sudut pertama. Tawaf dimulai dengan mencium Hajar Aswad (jika memungkinkan). Atau sekedar angkat tangan ke arah Hajar Aswad dan cium tangan sebagai gantinya. Mulailah berjalan sambil membaca doa, dzikir, baca Al-Quran, tasbih, dan lain-lain. Diperbolehkan berbicara tentunya yang baik-baik saja. Demikian putaran dilakukan hingga sampai ke sudut keempat, yang dikenal dengan nama “Rukun Yamani”. Antara sudut ini dan sudut pertama (Hajar Aswad) doa yang disunnahkan adalah: “Rabbana atina fiddunya Hasanah wa fil Akhirati hasanah wa qinaa adzabannar”. Putaran demi putaran terus dilakukan hingga berakhir pada putaran ketujuh. Satu yang saya ingin koreksi dari jamaah haji atau umrah adalah ketika Tawaf biasanya berteriak-teriak membaca doa dalam bahasa Arab. Hal ini kadang jadi masalah dan lucu sekaligus. Pertama, khususnya yang non Arab, seringkali bacaannya tidak benar. Maka ketika yang mendengar itu paham bahasa Arab pasti akan terasa geli. Kedua, tanpa disadari membaca doa atau dzikir dengan suara keras itu mengganggu ibadah orang lain. Karenanya bagi saya, lebih baik membaca doa dengan suara kecil, bahkan dalam hati saja dan dihayati. Jika hafal doa dalam bahasa Arab bagus. Tapi jika tidak, doa itu dalam bahasa apa saja boleh. Toh semua bahasa adalah ciptaan Allah SWT. Setelah selesai putaran ketujuh orang yang Tawaf disunnahkan sholat sunnah di belakang Maqam Ibrahim AS. Maqam itu artinya tempat berdiri ketika Ibrahim meninggikan Ka’bah. Bukan kuburannya. Pada rakaat pertama dibaca Al-Fatihah dan Al-Kafirun. Dan pada rakaat Kedua dibaca Al-Fatihah dan Al-Ikhlas. Setelah sholat dilanjutkan dengan membaca doa, yang disunnahkan di Multazam. Doa di Multazam ini tidak ditolak, sabda Rasulullah SAW. Multazam itu adalah tempat di antara pintu Ka’bah dan Hajar Aswad. Tapi untuk kembali ke sana berdoa hampir tidak Mungkin saking ramaianya, khususnya di musim haji. Maka doa cukup dilakukan saja di tempat di mana sholat sunnah tawaf dilakukan. Biasanya Tawaf itu diakhiri dengan meminum air Zamzam. Selain memang pasti cukup kehausan karena melakukan Tawaf yang melelahkan, khususnya di musim haji. Juga minum air zamzam merupakan sunnah, syifa (obat), bahkan tujuannya tergantung keinginan yang meminumnya. Rasulullah SAW bersabda: “air zamzam itu manfaatnya untuk tujuan apa saja bagi yang meminumnya (limaa syuriba lahu)”. New York, 6 Juli 2022. (*)

Pencabutan Izin ACT Tidak Proporsional

Oleh Asyari Usman - Jurnalis Senior FNN  LANGKAH pemerintah, cq Mensos Muhadjir Effendi, mencabut izin operasional Aksi Cepat Tanggap (ACT) adalah tindakan yang tidak proporsional. Tidak adil. Alias Sewenang-wenang. Izin dicabut berdasarkan surat keputusan Kemensos tertanggal 5 Juli 2022. Super cepat. Padahal, semua kesalahan atau pelanggaran yang dituduhkan kepada ACT masih dalam kategori dugaan. Bukan kesimpulan audit. Bukan pula hasil investigasi final yang dilakukan secara resmi oleh lembaga penegak hukum. Laporan utama majalah TEMPO tentang kebocoran dana lembaga sosial ini seratus persen terfokus pada kejanggalan dalam sistem penggajian jajaran manajemen tinggi dan menengah di ACT. Tetapi, dalam waktu sehari saja tiba-tiba PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) muncul dengan sangkaan-sangkaan yang tendensius. Lembaga pemantau transaksi perbankan ini menyebutkan ada idikasi bahwa ACT mengirimkan dana ke berbagai pihak, khususnya penerima di luar negeri, yang berisiko digunakan untuk kegiatan terorisme. Nah, mengapa perluasan sangkaan penyalahgunaan dana ACT yang ditonjolkan? Bukankah masalah terbesarnya adalah soal penggajian? Hal-ihwal penggajian inilah yang harus diatasi. Dan, ternyata proses pelurusan sistem penggajian itu sudah dilakukan oleh manajemen baru yang mengambil alih pengelolaan ACT sejak 11 Januari 2022. Sekarang tidak ada lagi yang bergaji di atas 100 juta per bulan. Ini pun layak ditinjau ulang. Kalau fokus tindakan diarahkan ke soal penyeleweangan dana umat dalam hal besaran gaji pimpinan ACT, tentulah tidak perlu sampai pada pencabutan izin operasional lembaga sosial yang telah nyata kontribusinya untuk masyarakat yang mengalami kesusahan. Mengapa harus membakar lumbung kebaikan gara-gara satu-dua orang yang dikatakan bergaya hidup mewah di ACT? Mengapa harus diarahkan ke isu terorisme? Dan mengapa baru sekarang diarahkan ke isu ini? Wajarlah masyarakat menilai tindakan pemerintah membunuh ACT karena motif politik. Misalnya, lembaga yang lahir dari kesadaran filantrofis umat Islam ini menjadi besar dalam waktu singkat, hanya 17 tahun. Artinya, jutaan warga penyumbang percaya kepada ACT. Hingga lembaga sosial ini menerima donasi lebih dari setengah triliun (lebih 500 miliar) per tahun. Tindakan Mensos mencabut izin ACT pantas diduga karena termakan gorengan para buzzer bayaran. Para buzzer membully dan melecehkan habis ACT. Mereka menggambarkan lembaga ini sebagai musuh negara. Sangat keterlaluan. Tetapi, rundungan dari buzzer bayaran itu tidak mengherankan. Sebab, mereka akan menyerang apa saja yang terkait dengan kiprah positif umat Islam. Apa saja yang mengangkat citra umat, pasti akan segera dikeroyok. Mereka memang dibayar untuk itu. Para buzzer memang gerombolan anjing yang ditugaskan untuk menggonggongi kemaslahatan umat. Yang sulit dimengerti adalah tindakan sewenang-wenang Menteri Sosial Muhadjir Effendi. Mengapa beliau bisa masuk perangkat buzzer? Mengapa Pak Muhadjir bertindak berdasarkan gonggongan para buzzer itu? Kalau memang pemerintah mencurigai keterkaitan penyaluran donasi ACT dengan kegiatan terorisme, selayaknyalah diberi waktu untuk rangkaian penyelidikan yang menyeluruh. Bukan langsung mencabut izin operasional. Publik tahu manajemen ACT tidak mungkin bertindak sangat bodoh dengan mengirimkan donasi ke pihak-pihak yang terverifikasi melakukan kegiatan terorisme. ACT tidak mungkin menyembunyikan itu. Jadi, pemerintah tidak perlu berlebihan. ACT bisa diaudit kapan saja. Lakukan audit lengkap, bila perlu. Hanya dengan ini pemerintah memiliki landasan yang faktuql dan rasional dalam mengambil tindakan. Pemerintah harus memulihkan status ACT agar mereka dapat segera melakukan kegiatan sosial yang sangat diperlukan masyarakat. Para penguasa tidak boleh bertindak berdasarkan asumsi yang dipaparkan oleh media yang kredibilitasnya justru bermodalkan asumsi juga.[]

I am Ready Imam!

Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundations MUNGKIN masih pada ingat? Beberapa waktu lalu saya menulis sekaligus mengirimkan video masuk Islamnya seorang pasien di sebuah rumah sakit di Kota New York. Pasien ini oleh Dokter telah divonis akan hidup hanya beberapa hari lagi. Beliau menderita penyakit kanker darah dan telah menjalar ke seluruh tubuhnya. Bahkan telah memakan sel-sel vital jantungnya. Beberapa kali saya berkunjung kepadanya untuk memberikan motivasi sebagai bagian dari tugas saya sebagai “spiritual care provider” (pelayanan spiritulitas) di sebuah rumah sakit di kota ini. Pada kunjungan ketiga atau keempat itulah beliau tiba-tiba ingin masuk Islam. Padahal selama ini saya tidak pernah bicara mengenai agama. Hanya memberikan motivasi umum agar kuat, sabar, dan optimis. Walau memang beliau tahu kalau saya Muslim dan seorang Imam. Sekitar empat bulan lalu itulah dalam keadaan lemah, suara hampir tidak terdengar lagi, bahkan sesungguhnya beliau tidak lagi mampu bergerak. Seringkali ketika saya datang, beliau meminta agar tangannya dipegang seolah ingin menyampaikan sesuatu. Alhamdulillah walau ketika itu Dokter memvonis akan hidup singkat (beberapa hari saja) ternyata bertahan hingga empat bulanan. Di rumah sakit itupun beliau dipindahkan beberapa kali di antara ruang ICU dan ruang lainnya. Minggu lalu sekembali saya dari Indonesia, saya kembali menjenguk beliau. Walau masih sebagai tugas profesional saya, namun kunjungan saya sejak beliau masuk Islam terasa sebagai silaturrahim kepada saudara. Hari Jumat lalu, sekitar pukul 10 pagi saya menjenguk beliau. Saya melihat beliau seperti tertidur. Tapi saya tetap mendekat. Ketika masuk ruangannya saya salam dengan suara yang agak besar/nyaring. Ternyata beliau seperti merespon. Beliau tidak berkata apa-apa. Tapi, tangan beliau seolah bergerak meminta saya mendekat. Saya menyentuh tangannya dan terasa agak dingin. Ketika saya memegang tangan itu saya memperhatikan wajahnya. Dari mata beliau nampak meneteskan airmata. Saya bisa menangkap beliau ingin menyampaikan sesuatu tapi tidak bisa lagi berkata-kata. Saya kemudian mendekat dan membisik: “Brother, say Laa ilaaha illallah…”. Saya menuntun beliau secara pelan. Beliau nampak tenang dan seperti tertidur. Saya tuntun mengucapkan “tahlil” itu hingga 30 menit lebih. Karena saya harus bersiap ke Jum’atan saya berbisik menyampaikan bahwa saya akan ke masjid sholat Jum’at. Sayapun berjanji akan mendoakan secara khusus di masjid nanti. Beliau tampak berusaha ingin menggerakkan tangannya seolah ingin bersalaman. Tapi beliau tidak mampu lagi. Saya hanya melihat beliau kembali meneteskan airmata. Saya tidak ketemu lagi dengan beliau hingga Selasa kemerin. Karena Sabtu dan Minggu libur. Lalu Senin juga adalah hari libur Nasional Amerika. Maka saya tidak masuk kerja. Kemarin ketika saya masuk kerja tiba-tiba saja saya teringat beliau. Segera bergegas menemuinya tanpa mengecek daftar pasien rumah sakit pagi hari. Ternyata ketika saya sampai di depan ruangan kamarnya, ruangan itu telah kosong. Saya segera ke tempat perawat. Bertanya tentang pasien di Kamar yang dimaksud. Jawaban mereka: “he died last Friday around 7 pm” (dia meninggal dunia Jum’at lalu sekitar jam 7 sore). Saya merasa bersalah. Karena seharusnya saya tetap mendampinginya hari Jum’at itu. Saya sebenarnya merasakan betapa tangannya di hari Jumat itu telah dingin. Tapi, Allah menentukan lain. Semoga kalimat “Laa ilaaha illallah” yang saya bimbingkan ke beliau menjadi kunci akhir hayatnya dengan husnul khatimah. Hanya satu yang selalu saya ingat. Empat bulan lalu setelah saya bimbing bersyahadat, beliau dengan suara yang hampir tidak kedengaran berkata ke saya: “I am ready Imam!”. Selamat jalan Saudaraku. Kepulanganmu adalah sesuatu yang dirindukan banyak orang beriman. Semoga kita ketemu di syurga kelak. Amin! New York, 6 Juli 2022. (*)

Gawat! PN Surabaya Legalkan Pernikahan Beda Agama

Jakarta, FNN – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang melegalkan atau memperbolehkan pernikahan beda agama Islam dan Kristen menjadi bahan kontrevensi dan perhatian publik.  Humas PN Surabaya Suparno mengatakan, pertimbangan hakim mengabulkan permohonan pernikahan beda agama tersebut adalah untuk menghindari praktik kumpul kebo serta memberikan kejelasan status pada pasangan itu. Persoalaan ini mendapat berbagai kritikan dari berbagai pihak, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengaku kecewa dengan putusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, ia menilai putusan hakim tersebu tidak benar dan tepat. Deding Ishak, Ketua Komisi Hukum dan HAM MUI, mengatakan MUI akan melaporkan hakim ke Komisi Yudisial (KY) untuk diselidiki. Bahkan, Mahkamah Agung diminta turun tangan untuk memeriksa hakim tersebut. Langkah ini diambil karena putusan hakim tidak sesuai dan menyimpang secara substansial dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Secara hukum jelas bahwa perkawinan yang sah harus mengikuti agama dan kepercayaan masing-masing. “Pasal 1 sudah jelas, artinya dalam praktik perkawinan harus tunduk pada norma, syariat agama, dalam hal ini Islam,” ujarnya, Selasa (23/6/22). Menurut wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Rabu (6/7/22), ia mengatakan persoalan ini penting untuk disikapi dengan profesional, bukan sekedar hak kebebasan orang untuk menikah dengan siapa, tetapi ada konsekunsi yang dipertimbangan terutama dari hukum dan agamanya. Tidak ada istilah perkawinan campuran yang berbeda agama. Misalnya, jika seorang perempuan muslim menikah dengan bule, dia harus mematuhi hukum dan harus dari agama yang sama. Setiap pembuatan Undang-Undang harus memiliki  tiga landasan. Ketiga landasan tersebut adalah filosofis, yuridis dan sosiologis. Komisi Yudisial (KY) angkat bicara mengenai hakim yang mengesahkan pernikahan beda agama di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, KY menyatakan akan mengkaji putusan perkara itu guna memastikan adanya pelanggarannya atau tidak. “Saya kira orang yang menjalankan pernikahan seperti ini mungkin tidak memikirkan dari segi agamanya,” tutup Hersu (Lia)

Haji Itu Mengikut Sunnah Rasul

Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation HAJI adalah ibadah yang mendasar dalam Islam. Bahkan, salah satu rukunnya. Maka sudah pasti tuntunannya sangat jelas dan rinci dari Rasulullah SAW. Rasulullah SAW dengan tegas menyatakan: “ambillah dariku manasikmu (cara melaksanakan haji)”. Maknanya bahwa untuk benar dan diterimanya ibadah haji Anda, lakukanlah sesuai dengan cara dan ketentuan yang Rasulullah SAW telah ajarkan. Memang salah satu kekeliruan fatal di kalangan sebagian Umat ini adalah karena sebagin ketika menunaikan ibadah haji mengikut kepada tradisi atau budaya turunan. Padahal ibadah harus terbangun di atas dasar “al-ittiba’” (mengikut sunnah) tadi. Tiga Type Ibadah Haji Dalam tuntunan Rasulullah SAW ada tiga cara dalam melakukan ibadah haji: Ifrad, Qiran, Tamattu’. Haji Ifrad adalah dalam musim haji tahun itu seseorang hanya meniatkan melakukan ibadah haji. Sehingga, ketika memulai ihramnya, niat yang dilafazkan semata bertujuan untuk menunaikan ibadah haji. Bentuk niat Ifrad adalah: “labbaika allahumma hajjan”. (Ya Allah aku datang memenuhi panggilanMu untuk berhaji). Ketika berhaji dengan cara Ifrad tersebut, maka sang haji tidak diharuskan menyembelih-sembelihan. Sembelihan ini lazimnya disebut “DAM” yang berarti “darah”. Karena menyembelih hewan itu identik dengan “mengalirkan darah”. Haji Qiran adalah ketika seseorang dalam bulan-bulan haji berniat untuk Umrah dan haji sekaligus. Karena niatnya memang melakukan umrah dan haji sekaligus, maka Lafaz niat ihramnya menyebutkan keduanya. Bentuk niat Qiran adalah “Labbaika allahumma hajjan wa umratan” (ya Allah kami datang memenuhi panggilanmu untuk berhaji dan berumrah). Haji dengan cara Qiran (menggabung) atau menggabung pelaksanaan haji dan umrah mengharuskan pelakunya untuk memotong hewan seekor kambing atau domba. Haji Tamattu’ adalah ketika dalam sebuah bulan-bulan haji seseorang berihram (berniat) untuk melakukan umrah, lalu pada musim yang sama kembali berihram untuk melakukan haji. Artinya, seseorang yang akan berhaji dengan Cara tamattu’ ini ketika berihram pertama kali hanya menyebutkan niat umrah saja. Lafaznya adalah “Labbaika allahumma umratan” (ya Allah saya hadir memenuhi panggilanMu untuk berumrah). Tamattu’ berarti “bersenang-senang”. Berasal dari kata “mataa’ (kesenangan). Kata ini relevansinya adalah karena orang yang ihram untuk umrah itu setelah melakukan umrah kembali bersenang menikmati kehidupan normal. Dia tidak lagi terikat oleh aturan/larangan ihram. Seorang haji yang melakukan hajinya secara tamattu’ juga diwajibkan untuk menyembelih binatang kambing atau domba. Lalu mana yang terbaik dari tiga cara berhaji itu? Jawabannya tidak ada yang pasti. Walau Rasulullah SAW melakukan Qiran, beliau justeru setuju dengan sahabatnya melakukan Ifrad atau Tamattu’. Saya kira keistimewaan masing-masing ditentukan oleh niat dan tatacara pelaksanaannya (benar atau kurang benar). Rukun-Rukun Haji Mayoritasnya ulama menyebutkan lima rukun ibadah haji: Ihram, Wukuf Arafah, Thawaf, Sa’i, dan Tahallul. Ada pula yang menggantikan Tahallul dengan melempar Jamarat sebagai salah satu rukun haji. Rukun artinya amalan-amalan haji yang tidak boleh sama sekali ditinggalkan. Meninggalkan salah satunya berarti haji tidak sah atau batal dengan sendirinya. Seorang yang sudah ihram misalnya, lalu Wukuf di Arafah, tapi karena satu dan lain hal dia tidak melakukan thawaf di sekitar Ka’bah maka hajinya batal. Ihram Ihram itu berarti “mensucikan atau kesucian”. Dari kata “ahrama, yuhrimu, ihram” atau kesucian. Masjid Mekah dinamai “Al-Haram” karena posisinya yang begitu suci. Ihram sesungguhnya adalah kata lain dari “niat” untuk melaksanakan ibadah haji. Maka substansi dasar atau esensi terpenting dari Ihram itu adalah niatnya. Bukan pakaiannya seperti sering disalah pahami oleh banyak orang. Ada beberapa hal yang menjadi kewajiban di saat melakukan Ihram itu. Salah satu yang terpenting adalah melakukan niat (melafazkan niat ihram: Labbaika allahumma hajjan, misalnya) di luar dari batas yang disebut “miqat”. Miqat adalah tempat yang telah ditetapkan untuk memulai niat untuk berhaji atau umrah. Jika karena satu dan lain hal seorang haji mengucapkan niatnya setelah melewati batas miqat tadi maka dia diharuskan memotong DAM sebagai denda. Hal-hal lain yang menjadi sunnahnya adalah mandi (seperti mandi besar), potong rambut yang perlu, beruwudhu jika harus, melepaskan semua pakaian regular yang berjahit. Setelah itu bagi pria memakai dua helai kain putih. Bagi wanita dengan pakaian Muslimah lengkap. Sunnahnya mengucapkan niat setelah sholat. Walau sebagian besar ulama mengatakan bahwa dalam hukum Syariah sesungguhnya tidak ada yang disebut “sholat sunnah Ihram”. Maka sunnah melafazkan niat Ihram hendaknya dilakukan setalah sholat. Setelah melafazkan niat sesuai cara haji tadi; Ifrad, Quran atau Tamattu maka seluruh larangan-larangan selama ihram berlaku. Di antara larangan-larangan itu adalah: memakai wangian, memotong kuku atau rambut, mencabut pepohonan, membunuh binatang yang tidak membahayakan, bercumbu apalagi berhubungan suami isteri. Menikah atau menikahkan juga dilarang. Khusus bagi pria dilarang menutupi mata kaki dan kepala (yang melekat). Kalau tidak melekat di kepala, payung atau tenda tidak masalah. Untuk wanita secara khusus tidak boleh menutup wajahnya. Masing-masing larangan di atas jika dilanggar ada denda yang harus dilakukan. Yang terbesar adalah ketika melakukan hubungan suami isteri di saat Ihram maka pelakunya diharuskan memotong onta dan harus kembali tahun berikutnya untuk menunaikan ibadah haji. Pelanggaran lainnya ditebus sesuai aturan masing-masing yang diatur oleh hukum fiqh yang telah menjadi baku dalam hukum agama. NYC Subway, 5 Juli 2022. (*)

Menag: Arafah Jauh Lebih Nyaman Dibanding Haji Sebelumnya

Mekkah, FNN - Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengatakan pelayanan di Arafah jauh lebih baik dari sebelumnya dan lebih nyaman karena tersedia kasur dan bantal dengan jarak yang lebih lebar antarjamaah.\"Saya pernah jadi jamaah reguler tahun 2004, gak karuan. Ini jauh lebih nyaman,\" kata Menag di Arafah, Selasa.Menag meninjau Arafah jelang proses puncak haji 1443 H. Menag memastikan kesiapan layanan yang akan diberikan kepada jamaah haji Indonesia selama di Arafah.Menag yang akrab disapa Gus Men juga sebelumnya meninjau toilet di maktab di Arafah dan mencoba keran air untuk memastikan air mengalir.Setelah itu, Menag meninjau tenda jamaah yang sudah dilengkapi dengan karpet dan kasur serta bantal. Bahkan Menag juga mencoba kasur busa yang berukuran 50x175 cm.\"Enak sekarang, saya sudah coba tadi kasurnya. Saya juga mencoba di karpet tidak enak sakit punggung karena tanahnya tidak rata,\" kata Menag.Namun kenyamanannya jangan dibandingkan dengan hotel karena harus sebanding, jika dibandingkan dengan pelaksanaan haji sebelumnya tentu saat ini lebih nyaman.Pada haji sebelumnya di Arafah saat wukuf jamaah hanya tersedia tenda yang beralaskan karpet. Tahun ini sudah ditambah dengan kasur busa dan bantal.\"Tapi menilai nyaman tidak nyaman harus apple to apple, kalau dengan hotel ya jauh,\" kata Gus Men.Di tengah cuaca yang sangat panas, Menag berharap AC yang dipasang di tiap tenda bisa lebih dingin. Sebab, suhu yang lebih dingin di tenda akan memberi kenyamanan jamaah dalam beribadah.Menag melihat itu juga sudah disiapkan lebih banyak, termasuk sejumlah toilet portabel. Ini menurutnya penting agar jamaah tidak lama mengantre, baik saat akan mandi, bersuci, maupun buang hajat. \"Air juga sudah mengalir,\" sebutnya.\"Saya berharap, toilet portabel juga bisa ditambah untuk jamaah perempuan. Sebab, jumlah jamaahnya lebih banyak dan butuh waktu lebih lama di toilet,\" sambungnya.Menag menambahkan harus dilihat apakah layanan yang disiapkan sesuai dengan kenaikan biaya Masyair. \"Nanti kita hitung ulang negosiasi lagi dengan muasasah. Overall lebih baik dari pelayanan haji sebelumnya meski ada catatan yang akan kita bicarakan dengan muasasah,\" kata Menag. (mth/Antara)

Haji dan Perbekalan Hidup

Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation IBADAH haji adalah sebuah ibadah yang memerlukan persiapan yang menyeluruh. Hal itu karena haji merupakan penggambaran kehidupan itu sendiri. Intinya haji itu sejatinya miniatur dari kehidupan itu sendiri. Dan karenanya perbekalan haji juga sejatinnya penggambaran dari perbekalan hidup itu sendiri. Maka sungguh kekeliruan jika persiapan haji sekedar dipahami dengan persiapan finansial. Karena bekal hidup manusia bukan hanya material. Apalagi hanya sekedar finansial. Kehidupan bukan hanya fisikal atau fiskal. Perbekalan dasar hidup manusia itu  mencakup tiga dasar: fisik, akal dan ruh. Demikian pula persiapa haji untuk menunaikan ibadah haji juga mutlak memerlukan tiga hal itu. Selain materi (zaad wa rahilah) juga keilmuan (akal) dan batin (ruh). Sedemikian urgensinya perjalanan itu maka Al-Quran secara khusus telah memerintahkan: “Dan persiapkanlah perbekalan (tazawwaduu). Dan sebaik-baik perbekalan adalah ketakwan”. Kata takwa adalah kata jaami’ (menyeluruh) mencakup ketiga elemen mendasar dari persiapan perjalanan haji tadi. Perbekalan fisik/materi menjadi sangat penting dalam perjalanan haji. Selain karena memang perjalanan yang jauh yang pastinya membutuhkan biaya yang cukup besar, juga karena perjalanan ini membutuhkan tenaga besar. Pada tahun 2022 ini jika memakai standar Amerika minimal $17,000 atau sekitar 200-an juta Rupiah. Belum lagi biaya-biaya lain seperti hajj fee atau ongkos haji yang mulai diterapkan oleh pemerintah Saudi. Juga harga pembelian kambing atau domba bagi mereka yang berhaji tamattu’ atau qiraan. Bekal fisik juga tidak boleh dipandang sebelah mata. Karena dari tahun ke tahun, walau fasilitas semakin membaik, jumlah jamaah juga semakin bertambah. Hal ini menjadikan pelaksanaan ibadah haji juga semakin hari semakin memerlukan perbekalan fisik yang prima. Baik di Mina, di Muzdalifah, bahkan ketika Tawaf dan Sa’i. Perbekalan kedua adalah akal atau keilmuan. Semua ibadah dalam Islam dipersyaratkan untuk dilaksanakan atas dasar ilmu. Maka haji sebagai salah satu Ibadah pokok dalam Islam harus dilaksanakan juga dengan keilmuan. Karenanya ilmu-ilmu dasar tentang pelaksanaan haji menjadi keharusan. Apa saja yang menjadi fardhu, wajib, dan sunnah-sunnah haji. Atau sebaliknya apa yang menjadi larangan, dan jika terjadi pelanggaran apa jalan keluarnya. Tata cara melaksanakan ibadah haji atau lebih dikenal dengan Manasik Haji mendasar sebagai bagian dari perbekalan itu. Rasulullah SAW menegaskan: “khudzu anni manasikakum” (pelajari dariku cara kamu melakukan ibadah haji). Karenanya mempelajari tatacara melaksanakan ibadah haji sesuai sunnah Rasul menjadi keharusan bagi semua calon jamaah. Kalaupun karena satu dan lain hal, ada jamaah yang sangat terbatas dalam memahami tatacaranya, maka pembimbing hajilah yang kemudian mengambil alih tanggung jawab itu. Di sini saya ingatkan pemerintah Indonesia, khususnya Kementrian Agama, agar memilih pembimbing haji bukan asal-asalan. Jangan jadikan tugas pembimbing haji itu sebagai sekedar sarana haji mumpung. Tapi pembimbing haji harus memang berilmu (paham tatacara) dengan semua yang terkait dengan Ibadah haji. Tapi yang lebih penting dari semua itu adalah perbekalan hati atau spiritual preparation. Elemen ini menjadi sangat menentukan. Betapa banyak yang berangkat haji hanya karena punya duit atau punya kesempatan untuk melakukannya. Tapi sesungguhnya batinnya atau hatinya tidak sepenuh siap untuk melakukannya. Jamaah yang seperti inilah yang seringkali ketika berada di tanah haram, prilaku dan pikirannya justeru semakin materialis. Seringkali godaan belanja melebihi semangat ibadahnya. Orang-orang seperti inilah juga yang paling rentang kehilangan kesabaran. Mudah marah bahkan ketika sedang berada di masjidil haram sekalipun. Mereka saling sikut dan menyakiti orang lain, bahkan di saat menjalankan ritualnya. Ibadah tidak jarang justeru jadi jalan memenuhi hawa nafsu. Karenanya persiapan yang paling mendasar dalam perjalanan ini adalah bekal batin atau hati. Hal itu karena perjalanan ini memang adalah “safar ibadah” (perjalanan ibadah) yang mutlak dibangun di atas fondasi niat yang benar. Sebagaimana ditegaskan Rasulullah: “Semua amalan itu didasarkan kepada niatnya” (hadits). Kesimpulan dari perbekalan hati itu ada pada konsep “tazkiyah” dalam agama. Tazkiyah atau purifikasi hati menjadi tuntutan mendasar sebelum menjalankan ibadah besar ini. Kesimpulannya adalah perjalanan Ibadah haji itu merupakan gambaran kecil dari perbekalan hidup manusia. Dari persiapan fisik (jasad/mal), ilmu atau akal, hingga ke persiapan hati (batin/ruh). Ketiganya mutlak sebagai “zaad” (perbekalan) untuk menjalankan ibadah haji yang efektif. Semoga jamaah haji dimudahkan dan dikaruniai haji mabrur. Amin! New York City, 4 Juli 2022. (*)