AGAMA
Ustaz Bachtiar Nasir Kunjungi Rabithah Alam Islami
Mekah, FNN —Ketua Umum Jalinan Alumni Timur Tengah Indonesia (JATTI) Ustaz Bachtiar Nasir dan Sekretaris Jenderal JATTI, M. Irawan Taqwa mengunjungi Rabithah Alam Islami, di Makkah Al-Mukarramah, Ahad (17/7/2022). Kunjungan tersebut dilakukan disela-sela kegiatan ibadah haji Ustaz Bachtiar Nasir (UBN) dan Irawan Taqwa. Mereka diterima Wakil Sekjen Rabithah Alam Islami, Dr. Abdurahman bin Abdillah Al-Zaid. Pertemuan berlangsung hangat dan penuh keakraban. Apalagi Dr. Abdurrahman pernah bertugas di Jami\'ah Islamiyyah Madinah Al-Munawwarah, tempat dimana UBN menyelesaikan kuliah Syari\'ahnya. Maka tegur sapa di awal pertemuan pun menjadi semacam temu kangen (reuni) antara dosen dan mahasiswanya. Jabatan yang diemban Dr. Abdurrahman pada tahun kelulusan UBN adalah sebagai kepala Biro Penerimaan Mahasiswa. Kepada Wakil Sekjen Rabithah, UBN mengenalkan JATTI sebagai organisasi yang menghimpun para alumni Timur Tengah. Tidak kurang 17 Jami\'ah dari berbagai negara Timur Tengah bergabung dalam JATTI. UBN juga menyampaikan kiprah para alumni Timur Tengah yang mendapatkan sambutan di tengah masyarakat. Para alumni terlibat aktif dalam memberikan pencerahan kepada umat. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang mengelola lembaga pendidikan, pondok pesantren dan ma\'had. Agenda JATTI Selanjutnya UBN menjelaskan dua agenda utama JATTI. Pertama, bidang pendidikan tinggi, JATTI akan berperan aktif dalam mencarikan program beasiswa hingga rencana membuat Perguruan Tinggi Islam bertaraf Internasional yang dikelola oleh JATTI. Kedua, di bidang ekonomi JATTI juga mencoba untuk menggali potensi serta mendorong terbangunnya kekuatan ekonomi umat melalui kiprah para alumninya di sektor ekonomi. Membangun sinergi ekonomi umat antar lembaga yang dikelola oleh para Alumni Timur Tengah. Wakil Sekjen Rabithah mengapresiasi kehadiran JATTI sebagai organisasi alumni yang turut menyemarakan syiar dakwah di bumi Indonesia. Dan turut bangga dengan kiprah alumni Timur Tengah di berbagai sektor yang memberikan kontribusi positif bagi umat dan juga bangsa Indonesia. Dr. Abdurahman bin Abdillah Al-Zaid juga menyambut baik harapan JATTI menjadi organisasi yang tercatat di Rabithah Alam Islami. Sehingga dapat terlibat aktif dalam kegiatan yang diselenggarakan Rabithah Alam Islami. Ikatan emosional sesama satu almamter Madinah Islamic University tampak sekali dalam obrolan mereka berdua. Wakil Sekjen bahkan menunjukkan kesungguhannya untuk membantu merealisasikan harapan JATTI itu kepada organisasi yang juga dikenal sebagai Liga Dunia Islam dan merupakan lembaga Islam nonpemerintah terbesar di dunia. Rabithah Alam Islami atau Liga Dunia Muslim didirikan pada Dzulhijah 1381 H / Mei 1962 di Makkah, Arab Saudi. Organisasi ini disponsori Raja Arab Saudi Raja Faisal bin Abdulazis. Terpilih sebagai Sekretaris Jenderal pertama Rabithah Alam Islami yaitu Syekh Muhammad Surur. Salah satu aktivitas pertama Liga Dunia Islam saat berdiri adalah mengawasi pembangunan Masjidil Haram. Saat ini Sekjen terpilih adalah Syaikh Mohammed bin Abdul Karim Al-Issa, yang ketika hari Arafah 9 Dzulhijjah tahun ini menyampaikan khutbah Arafah. Kunjungan Ketua Umum JATTI bersama Sekjen ke Rabithah Alam Islami ini merupakan kunjungan kerja pertama sejak terpilih pada Munas JATTI yang diselenggarakan pertengahan Juni 2022 lalu di Grand Cempaka Hotel Jakarta. Turut hadir dalam kunjungan delegasi JATTI tersebut, Imanuddin Kamil, alumni Kulliyyah Da\'wah Islamiyyah Tripoli Libya (Kabid Media JATTI periode lalu) dan Zainurrofiq alumni Al-Azhar Kairo Mesir. (TG)
Memaknai Haji Mabrur dalam Hidup
Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation HARI-hari ini jamaah haji non resident (selain yang memang tinggal di Saudi) bersiap-siap untuk kembali ke negara asal masing-masing. Seluruh rangkaian ibadah haji telah selesai. Sebagian kembali langsung dari Mekah via Jeddah. Sebagian lainnya memenuhi sunnah Rasul mengunjungi masjid Nabawi dan maqam beliau di Madinah. Pada momen-momen seperti inilah ada perasaan haru, bahkan sedih karena akan meninggalkan tanah haram. Tapi, juga ada rasa senang dan bahagia karena telah menunaikan sebuah ibadah besar, kewajiban bahkan rukun Islam yang kelima. Namun pada saat yang sama jamaah yang sadar tentunya tidak hanyut dalam kesenangan yang berlebihan. Tapi juga merasakan dua kemungkinan; bahwa harapan hajinya telah diterima? Atau sebaliknya, jangan-jangan justeru hajinya tertolak. Dalam bahasa agama haji yang tertolak dikenal dengan istilah “haj marduud”. Sementara haji yang baik dan diterima oleh Allah SWT dikenal dengan istilah “haj mabrur”. Sebuah ibadah yang pahalanya dijanjikan syurga oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda: “Al-hajju Al-mabrur laesa lahu jazaa illa Al-Jannah” (haji mabrur itu tiada balasan baginya kecuali syurga).” Pertanyaan yang kemudian timbul adalah apakah haji mabrur itu? Adakah defenisi yang diberikan oleh para ulama kita? Saya mencoba menelusuri beberapa Kitab rujukan, mencari pendapat pada Ulama. Saya pun menemukan beberapa penjelasan yang disampaikan oleh para Ulama kita. Satu di antaranya adalah Imam an-Nawawi misalnya berkata: “ganjaran haji mabrur itu bukan sekedar menghapuskan dosa. Pemahaman paling benar adalah bahwa Haji mabrur itu adalah Haji yang tidak dicampuri dengan dosa. Kata ini diambil dari “Al-birr” yang artinya kebaikan”. (Jalaluddin As-Suyuthi, syarha Sunan An-Nasa’i). Pernyataan An-Nawawi maupun pernyataan para Ulama lainnya sekedar menyampaikan penekanan tentang pahala Haji mabrur. Tetapi tidak memberikan defenisi khusus tentang haji mabrur itu. Mereka menekankan bahwa haji mabrur adalah Haji yang telah dilaksanakan secara sempurna sesuai tuntunan Al-Kitab dan as-Sunnah. Saya lebih tertarik sebenarnya untuk menyampaikan dua hadits yang justeru lebih mu’tabar (menjadi rujukan) sebagai rujukan untuk mendefenisikan haji mabrur ini. Pertama, diriwayatkan oleh Al-Hakim, bahwa Rasulullah SAW menjawab pertanyaan seorang sahabat: “apa haji mabrur itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: اطعام الطعام وطيب الكلام (memberi makan dan berbicara yang baik).” Kedua, habits Imam Ahmad dalam musnadnya: “para sahabat bertanya: apa haji mabrur wahai Rasulullah? Beliau menjawab: اطعام الطعام وافشاء السلام (memberi makan dan menyebarkan salam). Dari dua hadits di atas, Rasulullah seolah mendefenisikan tentang Haji mabrur dengan tiga hal: 1) memberikan makan. 2) berkata yang baik. 3) dan menebarkan perdamaian. Saya menyimpulkan dari dua jawaban Rasul itu sebagai berikut: “haji mabrur itu adalah haji yang menjadikan pelakunya semakin dermawan, berakhlak mulia dan mampu menciptakan kedamaian dalam kehidupan manusia.” Jika saya ekspresikan dalam bahasa yang lebih sederhana maka saya dapat mendefiniskan haji mabrur sebagai “haji yang telah dilaksanakan sesuai aturan syariah dan memberikan dampak positif dalam hidup pelakunya baik secara vertikal maupun horizontal”. Dari defenisi sederhana ini kita simpulkan bahwa esensi yang paling mendasar dari haji mabrur adalah “terjadinya perubahan positif” dalam kehidupan seorang haji. Baik pada aspek ubudiyah (ritual) maupun pada aspek mu’amalat (sosial). Defenisi ini sejalan dengan jawaban Abu Bakar ketika ditanya oleh seorang sahabat di musim haji pertama dalam sejarah Islam di tahun ke 8 Hijriyah. “Apa haji mabrur itu wahai Abu Bakar?” Jawaban beliau: “haji mabrur akan kamu lihat sekembali kamu ke Madinah”. Jawaban Abu Bakar ini seolah mengatakan bahwa haji mabrur itu akan nampak setelah sang haji kembali ke kampung halaman masing-masing. Di sana akan nampak makna Ihram sebagai komitmen kefitrahan dan ketaatan (labbaik allahumma labbai). Di sanalah akan nampak makna thawaf di Maka Ka’bah (kebenaran) akan selalu menjadi pusat pusaran hidupnya. Di sana juga akan nampak Sa’i atau usaha dan kerja kerasnya untuk membangun dunia ini sebagai bagian dari tanggung jawab khilafahnya. Tentu tidak kalah pentingnya di sana akan nampak komitmen melempar jumrah sebagai bukti komitmen “amar ma’ruf dan nahi mungkar”. Semua itu akan dilakukan oleh sang haji hingga masanya melakukan thawaf wada’ sebagai simbol komitmen “Jangan kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim”. Seperti yang dipesankan oleh Rasulullah SAW: “barang siapa yang di akhir hayatnya mengucapkan Laa ilaaha illa Allah” maka dia masuk syurga”. Kita doakan semoga jamaah haji mendapatkan haji mabrur. Tidak saja bahwa hajinya telah diterima sebagai amalan ibadah yang utama dalam Islam dan membawa pengampunan. Tapi tidak kalah pentingnya adalah bahwa pesan-pesan moral haji mereka telah membawa perubahan positif dalam hidup mereka. Lebih khusus lagi dalam hal kebaikan (kindness) dan kedermawanan (generosity), akhlakul karimah (karakter) yang semakin baik, dan memiliki komitmen untuk membangun kedamaian (peace). Pesantren Nusantara Madani, 16 Juli 2022. (*)
Anti Islamopobia Mulai Bergerak
Oleh M. Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan GERAKAN Nasional Anti Islamophobia (GNAI) dideklarasikan oleh sejumlah tokoh, ulama, habaib dan aktivis di Gedung Buya Hamka Masjid Agung Al Azhar Jakarta Jum\'at 15 Juli 2022. Gerakan ini merupakan respon positif dan konstruktif dari Resolusi PBB yang menetapkan tanggal 15 Maret sebagai \"International Day to Combat Islamophobia\". Agenda pertempuran melawan Islamophobia. Lima sikap sekaligus tuntutan GNAI sebagai bagian dari Deklarasi yaitu pertama, agar tanggal 15 Maret setiap tahun diperingati sebagai hari perlawanan terhadap Islamophobia. Kedua, Agar Pemerintah tidak menjadikan Islam dan umat Islam sebagai masalah atau lawan tetapi potensi dan mitra bagi pengembangan bangsa dan negara. Ketiga, stop stigma radikal, intoleran dan anti kebhinekaan yang ditujukan pada umat Islam. Keempat, jangan mengarahkan moderasi beragama pada makna sekularisasi, liberalisasi atau pengambangan nilai (plotisma). Kelima, mendesak Pemerintah dan DPR menerbitkan UU Anti Islamophobia dengan sanksi pelanggaran yang tegas dan keras. Deklarasi GNAI untuk menindaklanjuti Resolusi PBB dinilai tepat, apalagi Indonesia adalah negara mayoritas muslim. Ironi jika di negara mayoritas muslim justru Islamophobia itu marak. Pemerintah yang membiarkan bahkan ikut aktif menciptakan iklim Islamophobia tentu tidaklah sehat. Islamophobia memiliki berbagai bentuk seperti penistaan atau penodaan agama, tuduhan fitnah umat Islam radikal dan intoleran, program deradikalisasi yang hakekatnya de-Islamisasi bahkan de-Qur\'anisasi, kriminalisasi ulama dan aktivis Islam, serta pengembangan faham-faham sesat termasuk nativisme dengan membenturkan agama dengan adat/budaya. Anti Islamophobia mulai bergerak. Mengingatkan bangsa khususnya Pemerintah agar dapat meluruskan kembali arah politik keagamaan di Indonesia. Agama adalah potensi dan kekuatan bukan penghambat pembangunan atau kemajuan. Silaturahmi dengan berbagai kelompok keumatan menjadi agenda penting dari gerakan. UU Anti Islamophobia mendesak untuk segera diterbitkan agar umat Islam lebih terjamin dalam menjalankan kegiatan keagamaannya serta terlindungi dari serangan dan gangguan berbagai pihak yang ingin merusak kehidupan berbangsa dan bernegara. Umat Islam adalah umat yang taat hukum, oleh karena itu aspirasi keumatan harus terwadahi dalam peraturan perundang-undangan. Gerakan Anti Islamophobia berbasis Resolusi PBB karenanya bernuansa global. Aliansi dengan gerakan serupa di berbagai negara patut dibangun. Tujuannya agar umat Islam dapat lebih berkontribusi dalam menciptakan perdamaian dunia. Saatnya umat bergerak lebih cepat. Gerakan Anti Islamophobia adalah gerakan untuk mempersatukan umat sekaligus menangkal perpecahan akibat adu domba dan fitnah dari kelompok yang benci atau takut berlebihan kepada Islam. Gerakan Nasional Anti Islamophobia (GNAI) telah dideklarasikan di Masjid Agung Al Azhar bertempat di Ruang Buya Hamka. Mengingatkan spirit Buya Hamka yang gigih menegakkan kebenaran dan keadilan. Membela agama Islam melalui da\'wah. Gerakan Anti Islamophobia adalah gerakan Islam amar ma\'ruf nahi munkar. Kereta sudah mulai bergerak dan berjalan. Yang mau ikut ayo naik, yang tidak jangan menghalangi. Tetapi jika memaksa untuk menghalangi, apa boleh buat tabrak saja. Kereta mulai bergerak dan berjalan. Tidak bisa berhenti lagi. (*) Bandung, 16 Juli 2022
Sebanyak 16 Akta Kematian Jamaah Haji Diterbitkan Dukcapil Secara Cepat dan Mudah
Jakarta, FNN - Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri bergerak cepat menerbitkan 16 akta kematian jamaah haji Indonesia yang meninggal secara cepat dan mudah.\"Kami ingin memberikan pelayanan terbaik, maka Ditjen Dukcapil dan dinas dukcapil segera berkoordinasi untuk memproses dokumen kependudukannya, tanpa menunggu permohonan dari keluarganya,\" kata Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh di Jakarta, Jumat. Zudan menyampaikan informasi kematian dan surat keterangan kematian jamaah haji Indonesia diperoleh dengan berkoordinasi dengan Daker Makkah dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia Jeddah Arab Saudi. Surat keterangan kematian tersebut merupakan persyaratan dalam penerbitan akta kematian. Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil telah menerima surat keterangan kematian 16 orang jamaah haji dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia Jeddah. Dari 16 orang jamaah Haji yang meninggal tersebut, menurutnya sampai dengan 14 Juli 2022 sudah semuanya diterbitkan akta kematiannya dan telah diserahkan oleh masing-masing dinas kependudukan dan pencatatan sipil sesuai domisili pada keluarga. Adapun 16 akta kematian yang telah diterbitkan tersebut yaitu penduduk Jakarta Selatan 1 orang, Jakarta Utara 1 orang, Jakarta Timur 1 orang, Pasaman 1 orang, Aceh Timur 1 orang, Sragen 1 orang, Kebumen 1 orang. Kemudian, Pati 1 orang, Lamongan 1 orang, Tulungagung 1 orang, Probolinggo 1 orang, Nganjuk 1 orang, Cianjur 1 orang, Majalengka 1 orang, Hulu Sungai Utara 1 orang dan Indragiri Hulu 1 orang. Penerbitan akta kematian jamaah haji tersebut dilaksanakan secara terintegrasi, yaitu selain diterbitkan akta kematian juga diterbitkan dan diserahkan kartu keluarga (KK) baru dan KTP elektronik baru bagi suami atau istri yang ditinggalkan, dengan mengubah statusnya menjadi cerai mati. Hal itu kata dia dilakukan karena pada saat ini, semua layanan dukcapil sudah dilaksanakan secara terintegrasi. Zudan menjelaskan penerbitan dokumen kependudukan tersebut dilakukan secara cepat, mudah dan gratis. \"Keluarga tidak perlu mengurus sendiri, karena sudah diuruskan oleh jajaran Dukcapil sesuai dengan alamat domisili masing-masing,\" ujarnya. (Sof/ANTARA)
Arafah dan Kesadaran Hidup Manusia
Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation DALAM sebuah haditsnya Rasulullah SAW menekankan bahwa semua esensi amalan ibadah haji ada pada wukuf di Arafah. Beliau ingin menggambarkan urgensi mendasar dari rukun haji ini. Bahwasanya semua amalan haji dapat tersimpulkan dalam wukuf Arafah. Sabda beliau: ”Al-hajju Arafah” (haji itu adalah Arafah). Wukuf itu berasal dari kata ”waqafa-yaqifu-waqfun wa wuquufun”. Yang berarti berdiri atau berhenti. Maka wukuf di Arafah dapat dipahami sebagai berhenti atau berada di padang Arafah pada waktu tertentu (9 Dzulhijjah antara Zhuhur dan Magrib) dengan niat sebagai ibadah kepada Allah SWT. Wukuf di Arafah formalnya dimulai ketika waktu sholat zhuhur telah tiba. Dimulai dengan sholat Zhuhur dan Asar (Jama’ Qasr) lalu diikuti dengan khutbah Arafah oleh Khatib. Dilanjutkan kemudian dengan doa, boleh bersama-sama atau sendiri-sendiri. Satu hal harus menjadi catatan penting bagi jamaah haji adalah bahwa ketika matahari telah tergelincir atau masuk waktu zhuhur maka mereka tidak diperbolehkan lagi untuk keluar dari daerah Arafah, walau sejengkal. Berada di dalam daerah wukuf merupakan kewajiban hingga terbenam matahari. Kalau sampai keluar dari Arafah walau satu jengkal saja maka sebuah wajib haji dilanggar. Itu berarti yang bersangkutan harus membayar DAM atau menyembelih kambling atau domba. Orang yang wukuf di Arafah tidak harus dalam keadaan wudhu. Walaupun pastinya harus memulai dalam keadaan wudhu karena wukuf dimulai dengan sholat zhuhur. Namun setelah itu jika wudhu’nya batal, yang bersangkutan tidak diharuskan berwudhu. Namun para ulama sangat menganjurkan agar jamaah yang sedang wukuf sebisa mungkin dalam keadaan wudhu. Hal itu karena wukuf adalah ibadah penting dan setiap ibadah utamanya dilakukan dalam keadaan wudhu. Selama wukuf di Arafah jamaah haji sangat dianjurkan untuk memperbanyak doa, dzikir, tasbih, tahmid, atau beristigfar sebanyak mungkin. Atau juga membaca Ayat-ayat suci Al-Quran. Atau melanjutkan talbiyah yang dibaca sejak awal ihramnya. Dzikir yang paling afdhol dibaca selama wukuf adalah: ”laa ilaaha illallah wahdahu laa syariika lahu lahul mulku walhul hamdu wa huwa alaa kulli syaein Qadiir”. Jamaah yang sedang wukuf juga diperbolehkan untuk berbicara (yang baik-baik). Bahkan juga tidak dilarang tidur jika memang kelelahan. Demikian seterusnya hingga menjelang terbenam matahari, para jamaah sangat dianjurkan untuk keluar dari tenda-tendanya untuk berdoa di bawah langit yang terbuka. Rasulullah SAW melakukan itu, bahkan mengangkat tangannya tinggi ke arah langit. Jika matahari telah terbenam (masuk waktu magrib) maka para jamaah itu diperbolehkan untuk meninggalkan Arafah. Mereka tidak melakukan sholat Magrib di Arafah. Tapi melakukan sholat Magrib dan Isya dengan jama’ qashar di Muzdalifah. Kesimpulannya adalah Wukuf di Arafah itu merupakan salah satu dari rukun haji yang terpenting. Bahkan orang yang sakit keras pun jika sudah dalam keadaan ihram, wajib dibawa atau dihadirkan di Arafah walau dengan waktu yang sangat singkat. Arafah sesungguhnya menjadi sangat esensial dalam haji karena seperti yang pernah disampaikan bahwa haji adalah gambaran atau miniatur perjalanan (hidup). Wukuf jadi penentu haji sebagaimana kesadaran menentukan kehidupan seseorang. Hidup tanpa kesadaran berarti mengalami situasi lupa atau “nisyaan”. Dan bentuk kelupaan terbesar seseorang adalah lupa akan fitrahnya. Lupa fitrah itu berarti lupa Allah yang sejak awal penciptaan manusia komitmen untuk menjadikanNya sebagai Rabb. Ketika Allah terlupakan maka manusia akan lupa hakikat dirinya bahkan hakikat dan tujuan hidupnya. Realita ini digambarkan dalam Al-Quran: “mereka lupa Allah maka Allah menjadikan mereka lupa diri mereka sendiri”. Ketika seseorang lupa diri maka di situlah awal kehancurannya. Manusia sering tidak sadar tentang dirinya sebagai manusia yang spesial. Yang diciptakan dengan berbagai kelebihan dan kemuliaan (ahsanu taqwiim). Yang seharusnya menjadikannya mulia dan melakukan hal-hal yang mulia. Karena lupa itu manusia menjatuhkan dirinya ke dalam kehinaan (asfala safiliin). Dan melakukan hal-hal yang tidak saja tidak mulia. Justeru seringkali melakukan hal-hal yang lebih hina dari hewan. Al-Quran menggambarkan: “mereka bagaikan hewan. Bahkan lebih jahat dari hewan”. Di Arafah itulah direnungi kembali keaslian fitrah manusia. Maka hal yang sering menjadi hijab antara manusia dan fitrahnya (dunia) ditanggalkan Sementara. Di Arafalah komitmen kefitrahan itu dikukuhkan dengan Ikrar “Tauhid” tadi: (Laa ilaaha illalLah wahdahu Laa syarika lahu, lahul mulku walahul hamdu wa Huwa alaa kulli syaein qadiir). Wukuf di Arafah juga sekaligus mengingatkan akan hakikat hidup sebagai “wukuf” tempat singgah sejenak. Yang Sebentar lagi akan berakhir untuk kita kembali ke asal hidup sejati (Allah). Intinya wukuf Arafah menjadi ritual terpenting karena hanya dengan kesadaran tentang siapa Allah, siapa kita sebagai manusia, apa dan akan kemana hidup ini manusia memiliki nilai dalam hidupnya. Dan untuk hidup bermakna (valuable) inilah Islam dihadirkan sebagai petunjuk kehidupan. Semoga jamaah yang haji diterima dan mendapatkan haji mabrur. Amin! Subway station, 12 Juli 2022. (*)
Wukuf di Arafah Miniatur Padang Mahsyar
Mekkah, FNN —Jemaah haji dari berbagai belahan dunia telah melaksanakan wukuf di Padang Arafah, Jumat (8/7/2022). Wukuf di Arafah ini merupakan minatur Padang Mahsyar. Hal ini diungkap Ustaz Bachtiar Nasir saat menyampaikan khutbah Arafah kepada kelompok jemaah haji Indonesia yang ia bimbing. Pada khutbahnya dari Padang Arafah yang disiarkan langsung di beberapa media sosial, Ustaz Bachtiar Nasir mengatakan manusia kelak akan dikumpulkan di atas bumi, tetapi bukan bumi yang saat ini dipijak. Pada surat Ibrahim ayat 48 disebutkan, “(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka (manusia) berkumpul (di Padang Mahsyar) menghadap Allah Yang Maha Esa, Mahaperkasa.” UBN, demikian panggilan Ust Bachtiar Nasir, kemudian mengutip sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim tentang gambaran bumi tersebut. “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan tentang sifat bumi tersebut. Ketika kita berada di Padang Mahsyar nanti yang sekarang sebagai miniaturnya di Arafah ini. Adalah tempat dikumpulkannya manusia,” ungkap UBN yang juga alumnus Universitas Islam Madinah, Arab Saudi. Bumi itu, jelas UBN, berbentuk bulat pipih, datar dan tidak ada tanda apapun di atasnya. Tidak ada dataran tinggi dan tidak ada lembah. Tidak ada gunung dan bukit dan tidak ada pula bebatuan. Tidak ada tanda tempat tinggal dan bangunan. “Kondisi kita nanti di Padang Mahsyar, orang-orang akan dikumpulkan pada hari itu tanpa alas kaki dan tanpa sandal, telanjang dan tidak berpakaian. Pada hari itu matahari akan mendekati makhluk sejauh satu mil dari mereka dan tidak ada naungan pada hari itu kecuali naungan Arsy dari Allah,” jelas UBN. Pada kesempatan ini, UBN mengajak jemaah untuk mengambil hikmah berwukuf di Arafah. Di Arafah, jelas UBN, jemaah masih bisa menghindari sengatan matahari dengan menggunakan tenda berpendingin ruangan dan dilengkapi berbagai fasilitas. Tetapi saat di Padang Mahsyar, lanjut UBN, matahari sangat panas dari Arafah. “Jangan berharap di sana ada dingin, ada naungan, ada AC, ada minuman seperti kita melihat dan merasakan pada hari ini. Saat di Padang Mahsyar, ada yang beruntung, ada yang mendapatkan naungan dan ada yang terkena sengatan matahari,” urai UBN yang juga pimpinan AQL Islamic Center. Dikatakan UBN, selagi Allah masih memberikan kesempatan hidup di dunia, maka seseorang memiliki kesempatan untuk memilih seperti apa kehidupannya nanti di akhirat. “Seperti apa kita nanti di akhirat kelak di Yaumul Mahsyar yang saat ini kita berada di miniaturnya. Inginkah kita termasuk yang dinaungi? Kesengsaraan di akhirat akan dirasakan sesuai dengan tingkatan kejahatan di dunia. Kita masih ada kesempatan untuk memilih,” kata UBN. (TG)
Tawaf, Sa’i dan Kehidupan Dunia
Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation TAWAF itu selalu diikuti dengan amalan ritual Sa’i jika itu bukan thawaf-thawaf sunnah. Sebuah kegiatan ritual Haji/Umrah dengan mengelilingi dua ujung bukit bernama Marwah dan Shofa sebanyak tujuh kali. Berawal dari Shofa dan berakhir di bukit Marwah. Sa’i berasal dari kata “sa’aa-yas’aa-sa’yun” yang bermakna berusaha keras. Kata ini sangat erat relevansinya dengan sejarah Ibu nabi Ismail AS, Bunda Hajar, untuk menemukan air demi keberlangsungan hidupnya dan anaknya ketika itu. Setelah beliau ditinggal oleh suaminya Ibrahim AS di lembah yang tiada tumbuh-tumbuhan itu, Hajar harus hidup mandiri. Perbekalan seadanya yang dibawa dari Jerusalem dalam perjalanan menuju Mekah itu semakin meminim. Hingga suatu hari perbekalan itupun habis. Tentu saja Hajar panik. Beliau menengok kiri kanan dan yang nampak hanya gunung bebatuan. Beliau berlari ke salah satu bukit terdekat karena nampak di mata beliau seperti ada air yang mengalir. Bukti itulah yang dikenal “as-Shofa”. Ternyata penampakan air itu hanya bentuk fatamorgana. Beliau membalik wajah ke arah ujung di seberang sana juga nampak seperti ada air yang mengalir. Beliaupun berjalan ke arah itu (al-Marwa). Sesampainya di ujung bukit seberang itu ternyata air juga hanya fatamorgana. Demikain beliau mengelilingi kedua ujung bukit As-Shofa dan Al-Marwa sebanyak 7 kali. Tiba-tiba saja beliau Dikagetkan oleh tangisan bayinya Ismail. Hajar AS segera berlari ke arah anaknya itu. Dan di luar dugaannya beliau menemukan air mengalir keluar dari bawa telapak kaki sang bayi, Ismail. Saking gembiranya beliau mengumpulkan atau menampung air itu secara bergumam “zumi, zumi” (berkumpullah, berkumpullah). Belakangan di tempat keluarnya air itu terwujud sebuah sumur yang dikenal sumur ”zamzam”. Sebuah mata air yang mukjizat. Hajar pun ruang dan bersujud syukur dengan karunia Allah itu. Itulah selintas latar belakang historis dari Sa’i yang hingga kini menjadi sebuah ritual baku dalam Islam. Sebuah praktek yang sekaligus membuktikan jika Islam bukan inovasi baru, bukan ciptaan Muhammah SAW. Sa’i dimulai dari arah bukit Sofa dengan melambaikan tangan ke arah Ka’bah dan membaca: ”Bismillah Allahu Akbar”. Lalu membaca ayat: ”innasshofa walmarwata min sya’arillah. Faman hajjal awi’tamara falaa junaaha alaihi an yatthowafa bihima. Waman tathowwa’a khaeran fahuwa Khaerun lahu. Innallaha syaakirun aliim”. Mulailah berjalan hingga di antara dua lamp hijau di dinding. Pada batas ini pria yang sa’i (wanita tidak) disunnahkan ”harwalah” atau lari-lari kecil sambil membaca: ”Laa ilaaha illallahu shodaqa wa’dahu, wanashora abdahu, wa aazza jundahu, wa hazamal ahzaaba wahdahu”. Setelah selesai lampu hijau kembali berjalan normal hingga menaiki bukit Marwa seraya kembali membaca ayat yang dibaca di Sofa (innasshofa.min sya’arillah...dst..). Lalu berbalik ke arah Sofa seraya angkat tangan ke arah Ka’bah sambil membaca seperti di away di bukit Sofa (Bismillah Allahu Akbar). Demikian dilakukan hingga tujuh putaran yang nantinya akan berakhir di bukit Marwah. Satu hal yang meringankan para jamaah yang sa’i bahwasanya wudhu tidak disyaratkan. Walaupun para ulama Kita menganjurkan untuk melakuian sa’i dalam keadaan suci (wudhu). Hal lain yang biasa keliru di kalangan jamaah Haji atau Umrah adalah mereka melakukan ibadah Sa’i yang dianggap sa’i sunnah. Padahal dalam Syariah tidak dikenal Sa’i sunnah. Makna Thawaf dan Sa’i dalam Kehidupan Jika thawaf berarti berkeliling dan memastika bahwa Ka’bah menjadi pusat perputaran yang sekaligus salah satu rukun Haji. Thawaf Sesungguhnya merupakan miniatur kehidupan yang berputar dari satu titik menuju ke titik yang sama. Amalan ritual itu menggambarkan kehidupan manusia yang berasal dari satu titik “لله\" (milik Allah) dan pada akhirnya kembali ke titik yang sama “اليه\". Kenyataan ini digambarkan dalam filsafat hidup seorang Mukmin: انا لله وانا اليه راجعون. Selain pemahaman itu, juga satu hal yang krusial adalah bahwa selama perputaran dalam thawaf Ka’bah harus selalu menjadi pusat perputaran. Dalam realita kehidupan satu hal yang menentukan adalah pentingnya selalu menjadikan Allah sebagai “Pusat” perputaran hidup. Kemana saja pergerakan hidup ini, kaya atau miskin, kuat atau lemah, sehat atau sakit, Allah harus selalu menjadi pusarannya. Sa’i Sesungguhnya menjadi bagian dari pembicaraan tentang thawaf. Karenanya Sa’i selalu mengekor kepada thawaf. Karena Sesungguhnya Sa’i adalah esensi dari perputaran itu. Hidup dalam dunia adalah hidup tertantang. Al-Quran menyebutnya dengan “balaa” (liyabluwakum). Dan Karenanya perlu usaha sungguh-sungguh yang terpatri dalam amalan Sa’i itu. Sa’i memaknai bahwa mencari rezeki Allah itu keharusan. Tapi ada dua hal yang harus menjadi catatan. Satu, apa yang diburu itu (dunia) kadang berwujud fatamorgana. Yang hakiki pada akhirnya apa yang Allah karuniakan. Dua, dalam urusan dunia kita berhak bahkan pada tataran tertentu wajib berusaha. Tapi kita tidak perlu miliki sikap superman yang seolah mampu menentukan. Pada akhirnya rezeki itu ditentukan oleh yang Maha Pemberi Rezeki. Manusia bisa merencanakan dan mengusahakan yang terbaik. Tapi hasil terbaik ada dalam QadarNya. Insya Allah! New York City, 8 Juli 2022. (*)
Haji Itu Mengikut Sunnah-Thawaf
Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation SALAH satu rukun haji itu adalah Tawaf. Tawaf artinya keliling. Yaitu mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali dengan niat ibadah karena Allah SWT. Hal ini diperintahkan dalam Al-Quran: “Dan hendaklah mereka mengelilingi rumah tua (Ka’bah) itu”. Walaupun cara melakukannya sama semua, sebenarnya ada beberapa macam tawaf. Perbedaannya ada pada niat pelaksanaannya. Ada yang disebut Tawaf Qudum atau Tawaf Selamat datang bagi yang melakukan haji Ifrad. Tawaf yang dilakukan pertama kali memasuki masjidil haram. Bukan untuk tujuan umrah. Bukan pula untuk haji. Tapi sekedar Tawaf Selamat datang ke tanah haram. Ada Tawaf-Tawaf sunnah biasa. Perlu diketahui bahwa masjidil haram itu memiliki beberapa pengecualian. Salah satu di antaranya adalah di masjid-masjid lain jika masuk ke dalamnya disunnahkan sholat tahiyatul masjid (penghormatan kepada masjid). Tapi di masjidil haram bukan sholat. Tapi melakukan Tawaf sebagai pengganti tahiyatul masjid. Tawaf-Tawaf sunnah juga bisa dilakukan kapan saja jika memungkinkan dan ada waktu untuk itu. Setelah sholat-sholat wajib misalnya. Daripada diam dan tidak melakukan ibadah, diganti dengan tawaf sunnah. Intinya Tawaf sunnah itu kapan saja jika ada di masjidil haram dan ingin melakukannya untuk mendapatkan pahala Allah SWT. Thawaf rukun umrah adalah tawaf yang dilakukan dalam rangkaian ibadah umrah di saat melakukan ibadah umrah. Sementara tawaf haji yang dikenal dengan sebutan “Tawaf Ifadhoh” adalah satu dari rukun penting ibadah haji. Tawaf ifadhoh sebagai salah satu rukun haji umumnya dilakukan setelah selesai melempar Jumrah Aqabah. Dan yang terakhir adalah Tawaf Wada’. Tawaf yang dilakukan sebagai ungkapan Selamat tinggal ini dilakukan di saat akan meninggalkan tanah haram kembali ke kampung masing-masing. Untuk sahnya Tawaf, orang yang Tawaf harus dalam keadaan wudhu. Karena sesungguhnya Tawaf itu sama statusnya dengan sholat. Hanya saja ketika Tawaf boleh berbicara (yang baik-baik). Sementara ketika sholat tidak diperkenankan berbicara. Tujuh Putaran Tadi disebutkan bahwa semua macam tawaf tadi dilakukan dengan cara yang sama. Bedanya ada pada niat masing-masing. Tawaf dimulai dari sudut Ka’bah di mana Hajar Aswad tertempel. Umumnya sudut ini dikenal sebagai sudut pertama. Tawaf dimulai dengan mencium Hajar Aswad (jika memungkinkan). Atau sekedar angkat tangan ke arah Hajar Aswad dan cium tangan sebagai gantinya. Mulailah berjalan sambil membaca doa, dzikir, baca Al-Quran, tasbih, dan lain-lain. Diperbolehkan berbicara tentunya yang baik-baik saja. Demikian putaran dilakukan hingga sampai ke sudut keempat, yang dikenal dengan nama “Rukun Yamani”. Antara sudut ini dan sudut pertama (Hajar Aswad) doa yang disunnahkan adalah: “Rabbana atina fiddunya Hasanah wa fil Akhirati hasanah wa qinaa adzabannar”. Putaran demi putaran terus dilakukan hingga berakhir pada putaran ketujuh. Satu yang saya ingin koreksi dari jamaah haji atau umrah adalah ketika Tawaf biasanya berteriak-teriak membaca doa dalam bahasa Arab. Hal ini kadang jadi masalah dan lucu sekaligus. Pertama, khususnya yang non Arab, seringkali bacaannya tidak benar. Maka ketika yang mendengar itu paham bahasa Arab pasti akan terasa geli. Kedua, tanpa disadari membaca doa atau dzikir dengan suara keras itu mengganggu ibadah orang lain. Karenanya bagi saya, lebih baik membaca doa dengan suara kecil, bahkan dalam hati saja dan dihayati. Jika hafal doa dalam bahasa Arab bagus. Tapi jika tidak, doa itu dalam bahasa apa saja boleh. Toh semua bahasa adalah ciptaan Allah SWT. Setelah selesai putaran ketujuh orang yang Tawaf disunnahkan sholat sunnah di belakang Maqam Ibrahim AS. Maqam itu artinya tempat berdiri ketika Ibrahim meninggikan Ka’bah. Bukan kuburannya. Pada rakaat pertama dibaca Al-Fatihah dan Al-Kafirun. Dan pada rakaat Kedua dibaca Al-Fatihah dan Al-Ikhlas. Setelah sholat dilanjutkan dengan membaca doa, yang disunnahkan di Multazam. Doa di Multazam ini tidak ditolak, sabda Rasulullah SAW. Multazam itu adalah tempat di antara pintu Ka’bah dan Hajar Aswad. Tapi untuk kembali ke sana berdoa hampir tidak Mungkin saking ramaianya, khususnya di musim haji. Maka doa cukup dilakukan saja di tempat di mana sholat sunnah tawaf dilakukan. Biasanya Tawaf itu diakhiri dengan meminum air Zamzam. Selain memang pasti cukup kehausan karena melakukan Tawaf yang melelahkan, khususnya di musim haji. Juga minum air zamzam merupakan sunnah, syifa (obat), bahkan tujuannya tergantung keinginan yang meminumnya. Rasulullah SAW bersabda: “air zamzam itu manfaatnya untuk tujuan apa saja bagi yang meminumnya (limaa syuriba lahu)”. New York, 6 Juli 2022. (*)
Pencabutan Izin ACT Tidak Proporsional
Oleh Asyari Usman - Jurnalis Senior FNN LANGKAH pemerintah, cq Mensos Muhadjir Effendi, mencabut izin operasional Aksi Cepat Tanggap (ACT) adalah tindakan yang tidak proporsional. Tidak adil. Alias Sewenang-wenang. Izin dicabut berdasarkan surat keputusan Kemensos tertanggal 5 Juli 2022. Super cepat. Padahal, semua kesalahan atau pelanggaran yang dituduhkan kepada ACT masih dalam kategori dugaan. Bukan kesimpulan audit. Bukan pula hasil investigasi final yang dilakukan secara resmi oleh lembaga penegak hukum. Laporan utama majalah TEMPO tentang kebocoran dana lembaga sosial ini seratus persen terfokus pada kejanggalan dalam sistem penggajian jajaran manajemen tinggi dan menengah di ACT. Tetapi, dalam waktu sehari saja tiba-tiba PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) muncul dengan sangkaan-sangkaan yang tendensius. Lembaga pemantau transaksi perbankan ini menyebutkan ada idikasi bahwa ACT mengirimkan dana ke berbagai pihak, khususnya penerima di luar negeri, yang berisiko digunakan untuk kegiatan terorisme. Nah, mengapa perluasan sangkaan penyalahgunaan dana ACT yang ditonjolkan? Bukankah masalah terbesarnya adalah soal penggajian? Hal-ihwal penggajian inilah yang harus diatasi. Dan, ternyata proses pelurusan sistem penggajian itu sudah dilakukan oleh manajemen baru yang mengambil alih pengelolaan ACT sejak 11 Januari 2022. Sekarang tidak ada lagi yang bergaji di atas 100 juta per bulan. Ini pun layak ditinjau ulang. Kalau fokus tindakan diarahkan ke soal penyeleweangan dana umat dalam hal besaran gaji pimpinan ACT, tentulah tidak perlu sampai pada pencabutan izin operasional lembaga sosial yang telah nyata kontribusinya untuk masyarakat yang mengalami kesusahan. Mengapa harus membakar lumbung kebaikan gara-gara satu-dua orang yang dikatakan bergaya hidup mewah di ACT? Mengapa harus diarahkan ke isu terorisme? Dan mengapa baru sekarang diarahkan ke isu ini? Wajarlah masyarakat menilai tindakan pemerintah membunuh ACT karena motif politik. Misalnya, lembaga yang lahir dari kesadaran filantrofis umat Islam ini menjadi besar dalam waktu singkat, hanya 17 tahun. Artinya, jutaan warga penyumbang percaya kepada ACT. Hingga lembaga sosial ini menerima donasi lebih dari setengah triliun (lebih 500 miliar) per tahun. Tindakan Mensos mencabut izin ACT pantas diduga karena termakan gorengan para buzzer bayaran. Para buzzer membully dan melecehkan habis ACT. Mereka menggambarkan lembaga ini sebagai musuh negara. Sangat keterlaluan. Tetapi, rundungan dari buzzer bayaran itu tidak mengherankan. Sebab, mereka akan menyerang apa saja yang terkait dengan kiprah positif umat Islam. Apa saja yang mengangkat citra umat, pasti akan segera dikeroyok. Mereka memang dibayar untuk itu. Para buzzer memang gerombolan anjing yang ditugaskan untuk menggonggongi kemaslahatan umat. Yang sulit dimengerti adalah tindakan sewenang-wenang Menteri Sosial Muhadjir Effendi. Mengapa beliau bisa masuk perangkat buzzer? Mengapa Pak Muhadjir bertindak berdasarkan gonggongan para buzzer itu? Kalau memang pemerintah mencurigai keterkaitan penyaluran donasi ACT dengan kegiatan terorisme, selayaknyalah diberi waktu untuk rangkaian penyelidikan yang menyeluruh. Bukan langsung mencabut izin operasional. Publik tahu manajemen ACT tidak mungkin bertindak sangat bodoh dengan mengirimkan donasi ke pihak-pihak yang terverifikasi melakukan kegiatan terorisme. ACT tidak mungkin menyembunyikan itu. Jadi, pemerintah tidak perlu berlebihan. ACT bisa diaudit kapan saja. Lakukan audit lengkap, bila perlu. Hanya dengan ini pemerintah memiliki landasan yang faktuql dan rasional dalam mengambil tindakan. Pemerintah harus memulihkan status ACT agar mereka dapat segera melakukan kegiatan sosial yang sangat diperlukan masyarakat. Para penguasa tidak boleh bertindak berdasarkan asumsi yang dipaparkan oleh media yang kredibilitasnya justru bermodalkan asumsi juga.[]
I am Ready Imam!
Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundations MUNGKIN masih pada ingat? Beberapa waktu lalu saya menulis sekaligus mengirimkan video masuk Islamnya seorang pasien di sebuah rumah sakit di Kota New York. Pasien ini oleh Dokter telah divonis akan hidup hanya beberapa hari lagi. Beliau menderita penyakit kanker darah dan telah menjalar ke seluruh tubuhnya. Bahkan telah memakan sel-sel vital jantungnya. Beberapa kali saya berkunjung kepadanya untuk memberikan motivasi sebagai bagian dari tugas saya sebagai “spiritual care provider” (pelayanan spiritulitas) di sebuah rumah sakit di kota ini. Pada kunjungan ketiga atau keempat itulah beliau tiba-tiba ingin masuk Islam. Padahal selama ini saya tidak pernah bicara mengenai agama. Hanya memberikan motivasi umum agar kuat, sabar, dan optimis. Walau memang beliau tahu kalau saya Muslim dan seorang Imam. Sekitar empat bulan lalu itulah dalam keadaan lemah, suara hampir tidak terdengar lagi, bahkan sesungguhnya beliau tidak lagi mampu bergerak. Seringkali ketika saya datang, beliau meminta agar tangannya dipegang seolah ingin menyampaikan sesuatu. Alhamdulillah walau ketika itu Dokter memvonis akan hidup singkat (beberapa hari saja) ternyata bertahan hingga empat bulanan. Di rumah sakit itupun beliau dipindahkan beberapa kali di antara ruang ICU dan ruang lainnya. Minggu lalu sekembali saya dari Indonesia, saya kembali menjenguk beliau. Walau masih sebagai tugas profesional saya, namun kunjungan saya sejak beliau masuk Islam terasa sebagai silaturrahim kepada saudara. Hari Jumat lalu, sekitar pukul 10 pagi saya menjenguk beliau. Saya melihat beliau seperti tertidur. Tapi saya tetap mendekat. Ketika masuk ruangannya saya salam dengan suara yang agak besar/nyaring. Ternyata beliau seperti merespon. Beliau tidak berkata apa-apa. Tapi, tangan beliau seolah bergerak meminta saya mendekat. Saya menyentuh tangannya dan terasa agak dingin. Ketika saya memegang tangan itu saya memperhatikan wajahnya. Dari mata beliau nampak meneteskan airmata. Saya bisa menangkap beliau ingin menyampaikan sesuatu tapi tidak bisa lagi berkata-kata. Saya kemudian mendekat dan membisik: “Brother, say Laa ilaaha illallah…”. Saya menuntun beliau secara pelan. Beliau nampak tenang dan seperti tertidur. Saya tuntun mengucapkan “tahlil” itu hingga 30 menit lebih. Karena saya harus bersiap ke Jum’atan saya berbisik menyampaikan bahwa saya akan ke masjid sholat Jum’at. Sayapun berjanji akan mendoakan secara khusus di masjid nanti. Beliau tampak berusaha ingin menggerakkan tangannya seolah ingin bersalaman. Tapi beliau tidak mampu lagi. Saya hanya melihat beliau kembali meneteskan airmata. Saya tidak ketemu lagi dengan beliau hingga Selasa kemerin. Karena Sabtu dan Minggu libur. Lalu Senin juga adalah hari libur Nasional Amerika. Maka saya tidak masuk kerja. Kemarin ketika saya masuk kerja tiba-tiba saja saya teringat beliau. Segera bergegas menemuinya tanpa mengecek daftar pasien rumah sakit pagi hari. Ternyata ketika saya sampai di depan ruangan kamarnya, ruangan itu telah kosong. Saya segera ke tempat perawat. Bertanya tentang pasien di Kamar yang dimaksud. Jawaban mereka: “he died last Friday around 7 pm” (dia meninggal dunia Jum’at lalu sekitar jam 7 sore). Saya merasa bersalah. Karena seharusnya saya tetap mendampinginya hari Jum’at itu. Saya sebenarnya merasakan betapa tangannya di hari Jumat itu telah dingin. Tapi, Allah menentukan lain. Semoga kalimat “Laa ilaaha illallah” yang saya bimbingkan ke beliau menjadi kunci akhir hayatnya dengan husnul khatimah. Hanya satu yang selalu saya ingat. Empat bulan lalu setelah saya bimbing bersyahadat, beliau dengan suara yang hampir tidak kedengaran berkata ke saya: “I am ready Imam!”. Selamat jalan Saudaraku. Kepulanganmu adalah sesuatu yang dirindukan banyak orang beriman. Semoga kita ketemu di syurga kelak. Amin! New York, 6 Juli 2022. (*)