FORUM-RAKYAT

Desakan Pemakzulan Masif, Istana dan Pakar Ngibul, Gerah

Oleh Faizal Assegaf | Kritikus Lucunya mereka yang diklaim pakar hukum karena jago baca dan hafal pasal. Soal isu pemakzulan, komplotan pakar bermunculan menipu rakyat. Urusan penguasa dipermudah, hak dan aspirasi rakyat dipersulit. Hancurnya Mahkamah Konstitusi (MK), para penjahat berjubah pakar hukum kompak membungkam. Seperti kawanan binatang buas yang jinak, takluk di kaki majikan. Fenomena ini memberi gambaran terang tentang rusaknya moralitas. Tak hanya itu, kelompok anti pemakzulan Jokowi menjadi lapak empuk bagi pelacuran intelektual. Di sisi yang jauh lebih busuk adalah partai di lingkar kekuasaan. Seolah dirantai di emperan Istana dan hanya bisa menggongong. Sederetan elite partai yang terlibat dalam dugaan kejahatan korupsi tak berdaya. Setiap kata-kata yang mereka hembuskan seragam: Demi kepentingan sang majikan. Partai berubah jadi alat legitimasi syahwat penguasa. Lebih bobrok lagi, para intelektual, politisi dan praktisi hukum yang berada di luar kekuasaan ikut terjebak. Asyik berlomba membaca pasal dan sibuk berdebat soal aturan. Tanpa sadar masuk perangkap algoritma politik kekuasaan. Di alur dinamika itu, rakyat diintimidasi dan dibodohi agar tidak bernyali mengoreksi penguasa. Hak politik rakyat yang dijamin oleh konstitusi untuk memakzulkan presiden dituding ilegal. Sibuk berakrobat dengan klaim pakar hukum. Tak salah bila rakyat menyimpulkan, pakar hukum dan politisi busuk jauh lebih perkasa dari konstitusi. Gerombolan ini acap kali muncul menjadi pemburu brangkas kekuasaan. Tak peduli nurani dan martabat, yang terpenting perut kenyang. Bicara soal pasal dan mekanisme konstitusi ihwal pemakzulan, seluruh rakyat sangat paham. Itu bukan ilmu yang luar biasa dan seolah hanya menjadi milik pakar. Burung beo di kebun binatang pun bisa diajari membaca pasal. Yang disebut pakar karena kemampuan mereka untuk lakukan terobosan yang tidak lazim. Tapi, terminologi pakar di negeri ini adalah kelompok penipu yang jago membaca teks. Pakar ngibul dengan aneka kebejatan dalam beretorika. Stigma intelektual dan pakar hanya menjadi hiasan, seolah cerdas di mata rakyat. Faktanya, perkara pemakzulan Jokowi dibuat bias, beri kesan adanya deal politik jahat di belakang Istana. Tujuannya menindas hidup rakyat. Tapi kali ini komplotan pakar, politisi busuk dan intelektual abal-abal gagal mencegah desakan pemakzulan. Sebab, aspirasi rakyat melawan Jokowi telah masif menjadi gerakan moral. Rakyat makin cerdas bergerak di jalur ekstra konstitusi. Walhasil, pakar ngibul dan Istana pank!

Dukung Gerakan Sejuta Banner untuk AMIN

Jakarta | FNN - Pilpres 2024 adalah momentun untuk menghadirkan kesetaraan kesejahteraan dan rasa keadilan bagi seluruh elemen masyarakat. Gerakan perubahan adalah tanggung jawab kita semua, bersama AMIN kita wujudkan Indonesia yang Adil dan Makmur untuk Semua. Kami mengajak semua komponen bangsa yang menginginkan perubahan, mari bergandengan tangan berpartisipasi dalam Gerakan Sejuta Banner AMIN.  Melalui donasi Rp10.000, berarti anda telah bersuara dan berkontribusi untuk perubahan. Nominalnya mungkin terlihat mini. Tapi di balik rupiah seharga segelas es teh ini, kita tengah membangun asa untuk perubahan yang lebih baik. Seluruh hasil donasi banner akan didistribusikan ke penjuru negeri.  Donasi sekarang juga melalui website official https://donasi.pejuangamin.id Salam Perubahan tamsillinrungcare@gmail.com Coach dan Ketua Deputi Saksi dan Pengorganisasian Timnas AMIN Call Center 082312283994 #sejutabanneruntukamin #indonesiaadildanmakmuruntuksemua #aniesbaswedan #muhaiminiskandar #relawanpejuangamin

DN Aidit: Ada Apa dengan Jawa Tengah dan Reinkarnasi PKI ke Depan Ini?

Oleh: Joko Sumpeno | Peminat Sejarah Lokal dan Partai Politik. DIPO NUSANTARA AIDIT adalah sebuah nama pengesahan di sebuah Kantor Notaris Batavia dari nama Achmad Aidit menjadi Dipa Nusantara Aidit bin Abdullah Aidit. Ketika ia berusia 17 tahun.  Achmad Aidit alias DN Aidit lahir pada 30 Juli 1923,  hari Senin Pahing di Tanjungpandan Belitung.  Kelak dikenal sebagai Ketua CC PKI/ Menko - Wakil Ketua MPRS, penerima Bintang Mahaputera  R. Ipada Agustus 1965. Sobron Aidit, adik Aidit menyapanya Bang Mamat. Pada 23 November 1965 dini hari ,Selasa Legi di Boyolali , tokoh PKI yang amat dekat dengan Bung Karno pada kurun 1960-1965 ini, menemui ajalnya  di hadapan eksekusi  regu tentara dari Brigade IV ( Tiga Batalyon F, G dan H ) di bawah Komandan Letkol Yasir Hadibroto di Boyolali Jawa Tengah.  Entah secara kebetulan atau tidak, jelas pada 23 November 2019 , Sabtu Pahing,  sekitar 55 tahun kemudian ini berlangsunglah Pertemuan Bedah Buku: PKI, Dalang dan Pelaku G30S/ PKI  karya sejarahwan Prof. Dr Aminudin Kasdi, di Jakarta. Revolusi yang ia terus  dengungkan di panggung sejarah R.I terutama.pada kurun 1960-1965, nampaknya memakan Aidit sendiri di akhir pelariannya di Jawa Tengah, khususnya di segitiga Jogja- Solo- Semarang, lebih khusus lagi di Solo- Klaten - Boyolali, sekitar hampir dua bulan diburu tentara  ( 2 Oktober  sampai dengan 22 November 1965 ). Ada apa kaitan pelarian dan atau persembunyian Aidit dengan nasib PKI dan pilihannya ke Jawa Tengah ?  Tentu bisa ditelisik dari sepakterjang Aidit dengan PKI dan Jawa Tengah sebagai \"daerah basis\" kaum merah, khususnya lahir dan besarnya PKI di kawasan ini. ××× Ketika usia Aidit menginjak dewasa, di Batavia kemudian Jakarta, Aidit dikenal sebagai pemuda aktivis yang dengan sadar memilih jalur kiri. Sempat menjadi murid Mohammad Hatta. Aidit hanya menyelesaikan di Sekolah Dagang di Jakarta. Aktif di Barisan Pelopor, juga di Angkatan Pemuda Indonesia ( API ). Pada masa Revolusi Agustus, Aidit beserta teman-teman kiri - sosialis dan komunis - memilih bergerak di bawah tanah yang kemudian muncul pasca Proklamasi sebagai relawan pemuda pengawal Bung Karno, khususnya ketika berlangsung Rapat Akbar September 1945 di Lapangan Ikada Jakarta, sebagai ungkapan tekad: Merdeka atau Mati. Sejalan dengan kepindahan ibukota R.I sejak awal Januari 1946, maka PKI pun juga memindahkan pusat aktivitasnya ke Jogja dan sekitarnya. Nampaknya, PKI lebih semarak dan bergairah di kawasan ini, khususnya di Surakarta.  Pada Kongres  PKI ke empat di Solo  Juli1946, Aidit mulai masuk jajaran CC  ( Central Committee ) PKI atau Pengurus Pusat, sekaligus Ketua Fraksi Komunis dalam keanggotaanya di KNIP ( Komite Nasional Indonesia Pusat, semacam MPR/ DPR, lengkap dengan Badan Pekerja KNIP = DPR ).  Sebelumnya, Aidit dianggap berjasa kepada PKI ber kaitan cuci-tangannya partai dalam Peristiwa Tiga Daerah  ( Brebes, Tegal dan Pemalang ) yang berlangsung 3 bulan ( Oktober-November dan Desember 1945/) sebagai kesembronaan aktivis PKI antara lain Widarta dan Ali Archam cs menangani Revolusi Sosial yang gagal. Sedangkan Revolusi Sosial di Surakarta dianggap berhasil dengan penghapusan Daerah Istimewa Surakarta, sejak Juli 1946.   Pada aktivitasnya di Solo inilah, DN Aidit menemukan jodohnya dengan menikahi Sutanti binti Mudigdo yang dokter dan anggota KNIP juga. Yang menikahkan adalah ideolog Komunis- Islam bernama Achmad Dasuki,  alumni Sekolah Islam ( Mamba\'ul Ulum Surakarta Acmad Dasuki adalah ideolognya  Islam yang miring ke komunis, pernah dibuang ke Digul bersama KH Misbach, sebelum menjadi aktivis SI merah Surakarta, KH Misbach  adalah orang Muhanmadiyah seangkatan dengan Fahrudin murid KHAchmad Dahlan. Sedangkan Mudigdo adalah  mantan Kepala Polisi di Semarang, asal Tuban, pernah aktif di Partindo / searah juang dengan PKI pula, mengajar di MULO Muhammadiyah Solo, dan terlibat Peristiwa Madiun yang kemudian dijatuhi hukuman mati. Pada Agustus 1948, terbentuklah fusi kekuatan politik kaum kiri  ( PKI, Partai Buruh - Setiajid, Partai Sosialis Amir Syatifudin, dll ) kedalam front bersama : FDR - Front Demokrasi Rakyat yang diketuai Musso, tokoh senior komunis I ndonesia yang lama bermukim di Moskow;  seangkatan Semaun, Darsono dan Alimin. Di FDR ini, Aidit sebagai Sekretaris Dewan Eksekutif.  FDR tak berumur panjang, menyusul kemudian meletus Peristiwa Madiun 18 September 1948 yang diawali pemogokan buruh  kapas dan goni pada   Mei sampai Juli di Delanggu, kekacauan antar lasykar (/Pesindo/ PKI dan Hizbullah/ Masyumi; antar kesatuan tentara  Divisi Pasopati yang kiri melawan Siliwangi  tentara reguler  yang hijrah ke daerah Republik ( Jogja - Soloa - Kedu sampai Kediri akibat perjanjian Renville Juli 1946.  Kegagalan PKI di FDR membawa tewasnya Musso, Amir Syarifudin (mantan Perdana Menteri/ Menhan di Kabinet yang dilimpinnya ), Setiajid dll. Selepas kegagalan PKI pada 1948, para aktivisnya yang sebagian tewas - bahkan Tan Malaka  dan Menteri Soepeno yang tak terlibat Peristiwa Madiun, menemui ajal di hadapan sekelompok tentara, masing-masing di Tulungagung dan Nganjuk Jawa Timur - kekuatan kiri kocar kacir. Para aktivis tua dan muda yang tak terbunuh melarikan diri/ bersembunyi. ××× Pada 7 Januari 1951 Aidit muncul dari persembunyiannya antara Matraman  Raya - Kramat Raya-  Gondangdia, namun di koran Sinpo dan sempat dirumorkan, seolah-olah Aidit dan MH  Lukman melarikan diri ke RRT. Itu kreasi Syam, agen ganda sejak dengan  kelompoknya di Patuk Jogja. Rupanya, hoax pun sudah ada  sejak dulu.  Pada saat itulah, Aidit disebut sebagai Sekretaris Jenderal CC PKI dengan beberapa deputy yang mereka sebut Pendowo Limo ( DN Aidit, MH Lukman, Nyoto, Sakirman dan Sudisman ). Sakirman kakak kandung Jenderal S. Parman ( terbunuh pada 30 September 1965 ) pada awal 1950an menjadi Ketua Fraksi PKI di DPR. Pada tahun 1953 berakhirlah karir tokoh tua komunis Alimin dan Tan Ling Jie, digantikan Pendowo Limo di atas. Mulailah PKI agresif kembali, dengan puncak pencapaian pada Pemilu 1955 berhasil menjadi salah satu Empat Besar  kekuatan politik di Indonesi:  PNI 22,1 %, Masyumi 20,9 %, NU 18,4 %/dan PKI 16,3 %. Bagi PKI , hasil pemilu 1955  itu semakin menebalkan kepercayaan diri sebagai kekuatan politik yang harus diperhitungkan. Peristiwa Madiun, aksi-aksi pemogokan 1950-1951, seakan tidak mempengaruhi penampilan PKI sebagai partai yang rusuh dan  pernah memberontak R.I. Bahkan Aidit malah berorasi dalam pembelaaan PKI atas keterlibatan apada Peristiwa Madiun 18 September 1948 sebagai reaksi atas pernyataan Mr Syamsudin dari Masyumi yang membandingkan kekecauan di berbagai daerah dengan petualangan PKI itu. Mr Syamsudin adalah mabatan Walikota Sukabumi, kini namanya diabadikan di RS Samsudin Sukabumi.  Hasil suara untuk PKI, sebagian besar berasal dari penduduk di Pulau Jawa ( 89 % ), sisanya disumbang oleh Sumatera ( 8,6 % ) dan sisanya lagi dari pulau lain. Meskipun PKI memperoleh suara lebih kecil ketimbang Masyumi, NU dan PNI di Jakarta Raya dan Jawa Barat, namjn PKI boleh bangga di Jawa Tengah, PKI nomor dua setelah PNI dengan prosentase 25,8 %. Suara PKI di Jawa Tengah meningkat lagi pada pemilu DPRD Provinsi dan Kab/ Kotapraja bulan September 1957, sehingga PKI Jawa Tengah menggeser PNI. PKI  menjadi partai nomor 1, dengan prosentase suara 34 %, PNI menjadi nomor 2, disusul NU dan terakhir Masyumi. Bahkan di Jawa Timur, meskipun NU tetap nomor satu namun jarak prosentasenya menipis. Semula NU 34,1% dan PKI 23,3 %...pada 1957 itu, jaraknya tinggal 3 %, dengan PNI hanya nomor 3 disusul Masyumi nomor 4. Nampaklah, bahwa Jawa Tengah merupakan daerah basis \" PKI khususnya dan Merah pada umunya. Suara PKI Jawa Tengah menyumbang 38,1 % suara nasionalnya PKI. Ditujuh kabupaten yakni Klaten (/prosentase terbesar  dengan hampir 55 %  sejumlah 204.128 suara bagi PKI  dari semua suara yang masuk sejumlah 387.640 ), Cilacap, Boyolali, Grobogan dan Sukoharjo, PKI menang mutlak dengan suara lebih dari 50 %. Di beberapa kabupaten dan kota lainnya di Jateng, suara PKI juga mengesankan dan sebagai juara 1 yakni di Kabupaten -kabupaten  Semarang, Kota Semarang, Temanggung, Blora, Gunung Kidul, Kota Surakarta dan Kota Yogyakarta. Dengan demikian, PKI dan Aidit pasti tahu bahwa Jawa Tengah adalah harapan besar di atas kenyataan yang menggembirakannya. Kelak terbukti pada 1965, ketika Jakarta gagal memimpin kudeta, Jawa Tengah terutama di Segitiga Solo- Klaten dan Boyolali, Aidit melarikan diri dan bergerak di kawasan tersebut.  Bahkan setelah terbunuhnya Aidit pada 23 November 1965 dinihari  lalu di Boyolali itu, pengurus CC PKI lainnya ( Rewang Cs ) memilih Blitar Selatan Jawa Timur sebagai kelanjutan gerpolisasi PKI. Blitar adalah peraih suara PKI terbesar di Jawa Timur - seperti halnya Klaten di Jawa Tengah - dengan 179.810 suara dari jumlah p suara semua yang masuk 386.355 suara. ××× Pada 30 September 1965, malam Jum\'at Legi itu,  PKI berharap merebut kemenangan revolusi di balik kewibawaan dan kekuasaan Soekarno yang merapuh. Kendati Aidit cs plus Subandrio cs bersiasat  dengan manipulasi politiknya menuduh keberadaan Dewan Jenderal dan  semata sebagai masalah intern Angkatan Darat, tetapi gagal sudah. Bahkan Aidit harus menyudahi kehidupannya melalalui pengejaran oleh tentara ( RPKAD dan Brigade  IV Kodam Diponegoro ) dan tertangkap  hampir tengah malam di rumah seorang buruh kereta api bernama Kasim,  di Kampung Sambeng, Kelurahan Banjarsari - Kota Solo atas kerja intelijen Sriharto orangnya Jenderal Nasution yang disusupkan lama di Solo kemudian menjadi salah satu ajudan Aidit di Solo. Kemudian pada 23 November/dini hari,Selasa Wage 1965, Aidit tewas diujung letusan senjata api regu penembak dari Brigade  Yasir Hadibroto di Boyolali.   Sementara Soekarno ingin mengambil tindakan penyelamatan PKI sebagai partai yang revolusioner melalui penafian G30S/ PKI dan mengantikannya sebagai Gestok ( Gerakan Satu Oktober berdalih pada teknis perwaktuan, 30 September dinihari dianggapkan sebagai 1 Oktober ) ;  disusul pembentukan Barisan Soekarno dan hampir perang antar Angkatan ( RPKAD dan Angkatan Darat pada umumnya versus AURI dan KKO serta AKRI Jatim ) serta tak tertahankannya aksi pemuda dan mahasiswa KAMI/ KAPPI di Jakarta, Bandung, Solo dan Jogja yang merupakan himpunan gerakan kaum   muda Muslim plus angkatan muda Katholik dan Kristen  serta Nasionalis kanan di bawah Osa Maliki dan Usep Rabuwiharjo berhadapan dengan massa PKI plus Nasionalis kiri Ali Sastroamijoyo dan Surahman ( ASU ), namun nasib sejarahnya  kian meluncur ke jurang kehancuran. Berbulan- bulan kemudian, sejak Oktober 1965 sampai dengan 1968  dengan dualisme kekuasaan antara Istana dan Markas Kostrad  ( Soeharto dan AH Nasution ) yang memuncakkan suhu politik dan menjatuhkan kursi kepresidenan Soekarno, maka akibatnya kian jelas bahwa PKI kalah di hadapan tentara dan rakyat yang tak mau dengan PKI.  Muhammadiyah dan NU bersatu melawan PKI yang kian limbung di hadapan sejarah. Bahu membahu dengan teman-teman dari Partai Katholik dan Parkindo , menggumpalah kekuatan melawan PKI di bawah kepemimpinan Angkatan Darat blok Kostrad  : Jenderal Soeharto dan Jenderal A.H Nasution. Aidit dalam usia yang sebenarnya merupakan awal kehidupan manusia yang sesungguhnya ( 42 tahun ) dan berhasil membawa PKI pada kurun 1955-1965 sebagai kekuatan politik yang disegani dan selangkah lagi masuk Istana, ternyata tragis di akhir kehidupannya. Kantor CC PKI di Jalan Kramat Raya nomor 57  dan paling megah dibanding Kantor Masyumi, NU, PNI dan Parkindo  di kawasan Kramat Raya. Bahkan, PKI juga telah menyiapkan lahan ( kini dipakai Kemparpostel R. I dan Indosat ). Mendekati lokasi Istana Negara. ××× Hampir saja juga menenggelamkan R.I ke lubang hitam. Akibat tragedi G30S/ PKI itu hingga kini masih meninggalkan jejak dendam yang setiap waktu bisa memicu keretakan sebagai bangsa dalam menegara. Di hari-hari setelah kematian Aidit, Mao yang menjadi tutor bagi PKI Indonesia yang lebih memilih RRC ketimbang Uni Sovyet sebagai pelindungnya, Mao bersedih dan berharap juga, suatu saat PKI hidup dan semerbak lagi kelak di kemudian hari, sebagaimana diungkapkan Mao dalam pusinya yang dipersembahkan kepada Aidit di bawah ini. BELASUNGKAWA UNTUK AIDIT (dalam irama Pu Saun Zi ) Di jendela dingin berdiri reranting jarang beraneka bunga di depan semarak riang apa hendak dikata kehembitaan tiada bertahan lama dimusim semi malah jatuh berguguran Kesedihan tiada terhingga mengapa gerangan diri diri mencari kerisauan Bunga telah berguguran, di musim semi nanti pasti mekar kembali simpan harum wanginya hingga di tahun mendatang Nah, Anda  bisa berintrepetasi : Apa dan bagaimana potensi Jawa Tengah sebagai kantong tebal bagi suara yang merah dan kiri itu....?  11 Nov 2023.

Hari Pahlawan: Mengingat Sejarah Bapak Bangsa

Sebuah Catatan Kecil Joko Sumpeno | Pemerhati Sejarah SETIAP pagi adalah harapan. Ia memulai langkah mengayun bersama matahari.  Indonesia pada 1945 adalah pagi hari bagi puluhan juta penduduk di belasan ribu kepulauan dipojok tenggara Asia yang baru menikmati usainya Perang Dunia 2  ( 1939 - 1945 ), khususnya di kawasan Pasifik.  Jagoan kate, Jepang, yang merajalele dengan pendudukan militer di Asia Tenggara setelah menghajar dalam dadakan di Pearl Harbour 1941,..pun merebut Indonesia ( waktu itu Hindia Belanda). Sejak Maret 1942 - Agustus 1945 dalam pendudukan militernya di Indonesia, selain berlaku kejam- fasistis yang menyengsarakan itu, namun Jepang - lah yang membolehkan pemakaian kata I. N. D. O. N. E. S. I. A, pengibaran Sang Dwi Warna Merah-Putih dan Lagu Indonesia Raya.  Jepang juga melatih relawan para pemuda dalam organisasi  militer ( PETA: Pembela Tanah Air) di Pulau Jawa) disamping Heiho dan Kaibodan di Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi.  Juga mendirikan BPUPKI  ( Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) sebagai himpunan kerja politik bagi 62 tokoh bangsa antara lain Soekarno dan Mohammad Hatta. Dinamika kerja politiknya membawa ke arah PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan  Indonesia), dengan Ketua Soekarno.  Sementara kekuatan militer seadanya telah tersusun , namun belum terstruktur memusat. Berkekuatan sekitar 10 batalyon yang pimpinannya sebagian besar adalah tokoh pemuda Muslim, khususnya dari Muhammadiyah. Sebutlah, Sudirman - Karesidenan Banyumas, Mulyadi Joyomartono - Karesidenan Surakarta, Kasman Singodimejo - Karesidenan Jakarta.  Masih terpisah dan sebatas pada tiap Karesidenan, kemudian ditambah kehadiran lasykar Militer sayap dari Masyumi: Hisbullah ( utk kaum muda Islam) dan Sabilillah ( utk kaum tua Islam berbasis di pesantren). Memang dalam kekuasaan pendudukan militer yang singkat ( 3,5 tahun), Jepang jelas mengangkat kekuatan politik Islam, baik dalam militer dan kelwmbagaan sosial politik.  Jangan dilupakan, terdapat Empat Serangkai : Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantoro dan KH Mas Mansyur ( Ketua Muhammadiyah) dalam gerakan Tiga A : Nippon pemimpin Asia, cahaya dan pelindung. Dibentuklah Kementerian Agama ( Shomubu) dan kekuatan Islam disatukan ke dalam Masyumi.  Kekuatan Nasionalis dan Islam bersatu bersiap diri untuk merdeka, ketika Perang Dunia 2 berkecamuk. Sementara Jepang menebar janji kemerdekaan dan untuk itu dengan membangun struktur kekuatan militer dan politik yang sesungguhnya diniatkan agar bangsa Indonesia bersedia \" dimanfaatkan\" untuk menghadapi laju invasi kekuatan Sekutu di Asia Tenggara yang dikomandani Amerika Serikat.  Begitulah idiom politik- pun \" saling mengambil kesempatan dalam kesalingan pemanfaatan \" terbangun. Hal itu berlaku pula antara Jepang di satu sisi yang butuh kawan menghadapi Sekutu dis atu sisi dan kekuatan politik bangsa terjajah berniat merdeka yang telah mengalami pencerahan sejak politik etisnya Belanda ( lihat : kurun 1908, 1928 dengan Budi Utomo, Syarikat Islam, Muhammadiyah, kemudian NU dll  dalam. moment Sumpah Pemuda dan gerakan politik kaum pergerakan tersebut). Kaum Komunis justru bergandengan tangan dengan kekuatan kolonialis yang kapitalis-imperialis sejak 1930-1945, bergerak di bawah tangan yang hal ini diakui para tokoh Komunis, semisal: Musso yang ditemani Amir Syarifudin.  Kecuali Tan Malaka  aktivis komunis 1926 yang Nasionalis, tidak bersedia berkolaborasi sebagaimana dilakukan oleh Musso dkk. Kaderisasi Tan Malaka berjalan dikalangan  kaum sosialis kiri dan  muncul selepas Jepang takluk tanpa syarat 15 Agustus 1945, pasca pengeboman  atom terhadap Nagasaki  dan Hiroshima 6 Agustus dan 9 Agustus 1945.  Di mata Tan Malaka dan juga Amir Syarifudin, bahkan Syahrir juga bahwa kemerdekaan R. I itu hanyalah permen fasis Jepang. Mereka  memperalat anak-anak muda khususnya di  PETA Jakarta untuk menculik Soekarno Hatta. Mereka tidak terlibat di BPUPKI, PPKI dan malam menjelang 17 Agustus 1945 masih bersembunyi di bawah tanah. Kelak , Tan Malaka membentuk persatuan Perjuangan dan menentang perundingan.Mereka tidak ikhlas akan Proklamasi 17 Agustus 1945.  Mulai awal 1946 justru diplomasi mulai bergerak, antara lain muhibah Agus Salim ditemani Pamuncak, Rasyidi dan AR. Baswedan ke timur Tengah. Mesir menjadi negara pertama kemudian diikuti beberapa negara Arab lainnya, yakni Irak, Syiria, Saudia Arabia, Yordania. Palestina yang belum berdiri sebagai negara, melalui Muftinya sejak September 1944 mengakui dan mendukung perjuangan RI.perjuangan diplomasi adalah upaya Syahrir yang mulai November menjadi Perdana Menteri membela R.I dibelakang Soekarno-Hatta, menggerakkan diplomasi baik di dalam maupun di luar negeri hingga PBB sampai 99 kali sidang. ( baca selanjutnya Perjuangan diplomasi, oleh Moh.Roem ). Dibalik itu  diam-diam, kaum Komunis menyatukan diri pada 1946 di Solo Jawa Tengah di saat R. I tinggal sedaun kelor ( Jogja- Solo - Madiun dan sebagian Kediri akibat Rwnville bikinan AS dan Sekutunya). Meletuslah September 1948 dan gagal.. ×××× Periode 1945- 1948 ini, Indonesia berada dalam kawah candradimuka nya  Revolusi yang menggelora.  Sekian Revolusi sosial kaum kiri di Cumbok, Sumatera Barat, Banten, Cirebon, Tiga Daerah ( Brebes, Tegal dan Pemalang) dan Surakarta justru semakin menjelaskan, di situlah kaum Komunis ingin merobohkan R. I yang masih jabang bayi.  Sementara di internal kekuatan kemerdekaan mengalami desintegrasi, datanglah Sekutu yang kini AS menyerahkan kepada Inggris yang Belanda dengan NICA menyertainya, pada akhir September 1945. Berlagak sebagai pemenang perang Dunia 2, Belanda bermimpi untuk berkuasa kembali seakan mengambil hak politik atas tanah jajahannya yang 3,5 tahun diduduki Jepang bagian dari kaum fasis dunia yang kalah perang.  Perlawanan militer dan diplomasi oleh kaum revolusioner Indonesia yang muda ini mengagetkan dunia. Secara diplomasi setelah melalui Linggajati, Renville, Sidang PBB, Roem-Royen dengan berpuncak pada KMB maka Indonesia secara de jure melengkapi de facto dan Belanda - Indonesia saling menyerahkan/ mengakui: RI adalah Negara yang berdaulat. Minus Irian Barat, yang kemudian baru selesai tuntas pada 1 Mei 1963 dan purna tuntas pada 1969. ×××× Pertempuran Surabaya yang telah dimulai sejak 21 Oktober dan memuncak pada 10 November 1945 adalah salah satu episode perwujudan perlawanan fisik oleh rakyat yang tak mau dijajah lagi oleh Belanda anggota Sekutu itu. Rakyat yang menyenjatai sendiri dengan komando dari para eks PETA, Hisbullah, Sabililah (ingat waktu Nopember 1945 baru sebulan terbentuknya TKR dari kompromi bekas KNIl dan Peta serta Lasykar yang masih jauh dari terorganisasi kan ).  Di Surabaya inilah keberanian, pengorbanan dituntaskan habis-habisan. Semarang pada Oktober, menyusul Solo.... memang juga muncul. pertempuran tetapi konteksnya adalah melucuti tentara Jepang.  Kedatangan tentara Inggris yang antara lain beranggotakan tentara bayaran Gurkha dan Nica September di Jakarta, kemudian menjelang akhir Oktober di Surabaya, dinyatakan oleh kaum pejuang Revolusi 17 Agustus sebagai penjajahan kembali.  Kematian Brigjen Mallaby sebagai komandan brigade kesatuan elite Inggris, nampaknya memantik kemarahan  Sekutu. Surabaya harus dihajar. Dan, .... nyatanya demikian dahsyat.  Surabaya menjadi ajang pertempuran yang paling hebat selama Revolusi ( 1945-1949 ), sehingga menjadi lambang perlawanan nasional. Kelak dicatat sebagai bukti untuk perundingan internasional, bahwa rakyat Indonesia memang anti penjajahan dan merupakan sinyal merah bagi Belanda untuk menjajah kembali.  Laksamana Madya SHIBATA YAICHIRO  Panglima Jenapang senior dari Kaigun (berwilyah Indonesia Timur), memihak Republik Indonesia. Jatuhlah  persenjataan Jepang ke tangan para pejuang yang kemudian menyulut keberanian dan keperkasaan tentara Republik yang masih seadanya itu. Sibata dan pasukannya menyerah kepada Sekutu pada 3 Oktober 1945 dengan pengakuan bahwa kenyataan akan kekuasaan bangsa Indonesia atas kota itu dan menyerahkan senjatanya kepada Tentara Keamanan Rakyat setempat. Sekutu mulai marah.  Pada pekan terakhir dan diulangi pada awal November para pemimpin  Nahdhotul Ulama - dipimpin oleh KH Hasyim Asyaari dan Pimpinan Pusat Masyumi Dr. Soekiman serta PP Muhammadiyah Ki Bagus Hadikusumo menyatakan : Bahwa perang mempertahankan Tanah Air Indonesia adalah PERANG SABIL itu menjadi kewajiban seluruh kaum muslimin.  Mulailah mengalir para santri dari Pondok Pesantren, terutama Jombang, Mojokerto, Gresik dan sekitarnya serta murid-murid  sekolah-sekolah Muhammadiyah ke Surabaya untuk menghadapi Sekutu yang dipermalukan Jepang dengan pengakuan Shibata atas kekuasaan bangsa Indonesia atas kota Surabaya.  Lahir pula lasykar pemberontak yang dipimpin Soetomo ( Bung Tomo) hadir bersama ribuan santri, Hisbullah, sabililah dan eks Peta dan mantan Knil. Front sudah saling berhadapan. Surabaya mulai menunjukkan kenekadannya bersiap menghadapi 6000 pasukan Inggris yang tiba di Surabaya pada 25 Oktober 1945. Sementara sekitar belasan batalyon TKR yang baru terbentuk dan lebih dari 100 ribu rakyat khususnya para pemuda kita, santri dari Pondok Pesantren siap mati syahid. Selama sepekan pertempuran berdarah-darah, lalu Soekarno, Hatta dan Amir Syarifudin pada 30 Oktober 1945 tiba di Surabaya, gencatan senjata disepakati.  Namun pertempuran berlangsung kembali, gara-gara Brigadir Jenderal AWS Mallaby, terbunuh oleh pejuang Surabaya. Pecahlah aksi mombardir Surabaya oleh Inggris dan sekutunya, karena rakyat Surabaya menolak untuk menyerahkan senjata.  Serangan udara, laut dan udara Inggris pada 10 November 1945 dihadapi rakyat dan TKR Surabaya dengan habis-habisan dan teriakan Allahu Akbar membahana. Ini sejarah... kecintaan kaum muslimin terhadap tanah airnya demi keadilan dan hak -hak manusia untuk merdeka. Pertempuran selama tiga hari yang beroik dengan korban jiwa ribuan dan kehancuran kota Surabaya.  Di sini lah bukti fanatisme dan radikalisasi umat dicatat sejarah yang mendorong penjajalh berpikir ulang  untuk kembali menjajah. Bukan karena ke modern senjata dan logistik yang sempurna pihak Sekutu harus mengakui keperkasaan rakyat Surabaya tetapi menghadapi  keberanian dan teriakan Allhu Akbar, tak bisa dibantah itulah yang mengecilkan hati kaum penjajah itu.  Pertempuran Surabaya  juga merupakan titik balik bagi Belanda, karena peristiwa itu telah mengejutkan mereka dalam menghadapi kenyataan baru: Indonesia didukung oleh rakyat. Dikiranya R. I hanya didukung oleh segerombola kolaborator fasis Jepang. Belanda salah menilai.....  Runtuhlah keyakinan politik  Belanda yang ingin selalu memecahkan belah rakyat, seakan rakyat tidak. mendukungnya. Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan telah terbukti di Surabaya. Rakyat bersatu adalah modal utama bagi suatu negara yang ingin maju.  Selamat Hari Pahlawan Viva Surabaya, Jayalah Indonesia.  Jsp, 10 November 2023.

Catatan Hari Pahlawan: Negara yang Tunduk pada Oligarki

NEGARA ini kuat hanya di hadapan rakyatnya. Karena hanya pada negara, pemaksaan dan kekerasan dibolehkan. Aparat negara sebagai kekuatan utamanya dilengkapi dengan peraturan, sarana dan prasarana.  Suka menciptakan massa yang diorganisasikan, digerakkan. Seakan kekuatan dari bawah, padahal mereka hanyalah perpanjangan tangan para aparat  yang bermotifkan melestarikan kekuasaan, menjamin setoran dari kelas recehan sampai tak terhingga. Selama mungkin menegakkan penindasan atas nama negara. Kaum bersenjata, agamawan dan bangsawan (birokrat ) yang dalam Revolusi Perancis diabad XVIII bersatu menahan serbuan kelas menengah (Borjuis ) yang didukung rakyat; kini justru membungkukkan badan di hadapan kaum hartawan (oligarkh) yang dirawat dalam sistem kapitalisme habis-habisan dan fasisme sekaligus atas nama nilai-nilai utama bangsa yang telah terkikis nyaris habis. Apa itu negara dengan nilai-nilainya  yang berpedoman pada Kedaulatan rakyat Kemanusiaan, Persatuan untuk pencapaian Keadilan sosial bagi rakyat Indonesia  yang berbasis pada Ke Tuhanan Yang Maha Esa hanyalah jargon kosong: Tak sesuainya harapan itu dengan kenyataan yang ada. Kosmetika, terutama gincu atas nilai kini bersaing dengan penjualan Minyak Kayu Putih dan Minyak Telon. Negara ini kuat hanya di hadapan rakyatnya karena punya senjata, aparat bertopi baja dan penjara. Tapi amat lemah dan memalukan di depan para tetangga  dan dunia Barat maupun Utara. Produksi citra bin kebohongan lebih diminati dan ditaburi punya -puji bukan saja oleh rakyat yang lapar dan tak cukup pendidikannya, justru digerakkan oleh kaum terpelajar, utamanya para doktor dan profesor  tertentu dan merata  yang agaknya masih lapar sekaligus nista budi pekertinya. Ukuran kebendaan di tuhankan dan menjadi gaya hidup. Jika perlu dipamerkan dengan dibungkus baju karikatif seperti menyumbang, wisata religi berkali-kali. Agama hanyalah dijadikan ageman ( pakaian ) dalam berinteraksi dan berinteraksi, dan lebih agar lebih eksis dan mendesis faham fatalistik yang berporoskan pada Asy\'ariyah yang Jabariah  digelar untuk mematikan akal budi dalam memahami agama itu sendiri. Banyak manusia berubah seolah menjadi tuhan-tuhan dengan dogma-dogma demi dan untuk tahta, harta dan wanita. Keagungan kekuasaan jika perlu melikuidasi undang-undang dan menghalau undang-undang dasar baik tertulis maupun konvensi tak tertulis itu. Setiap zaman yang berabad, berwarna dan terus berjalan detik demi detik selalu mengalami pasang naik dan turun, jaya dan nista....dan seterusnya silih berganti. Sunatullah memang demikian, namun bukan seenaknya berdalih demikianlah adanya....sambil membalikkan badan mencari perlindungan kekuasaan. Lalu..... Bukankah dewasa ini martabat negara tampak telah sunyi. Sekarang kesepian memenjarakan waktu dan gerak kita. Kenapa. ? Karena peraturan perundang-undangan rusak dalam penegakannya. Karena ketiadaan teladan. Kaum cendekiawan, Agamawan, budayawan hanya bisa menangis. Tangisan itupun hanyalah penyesalan, namun sudahlah...lumayan masih bersedia bertobat. Ini semua kehinaan kehidupan, suka atau tidak suka kita terlibat di sana, baik sengaja maupun kealfaan, langsung atau tidak langsung. Kesengsaraan dan kehinaan yang nyata ini, masihkah dibela dengan angka dan puja-puja sandiwara dan hanya menyalahkan sekitar Kepala Negara. Padahal kebusukan itu dimulai dari Kepala, maka jangan memuja sang Kepala Negara tapi menyalahkan pembisik, ajudan dan menterinya saja.  Wahai, Kepala Negara masihkah kau punya Kepala dan dimana hatimu kau simpan. Joko Sumpeno 10 November 2023. Selamat Hari Pahlawan......Beri, dan berikan segalanya.

Pelanggaran Berat Anwar Usman, Seharusnya Prabowo Juga Punya Etika

Oleh Syafril Sjofyan | Pengamat Kebijakan Publik, Aktivis Pergerakan 77-78. Sekjen APP-TNI PELANGGARAN Kode Etik Berat Anwar Usman terbukti nyata. Majelis Kehormatan Mahkamah Kehormatan memecat Anwar Usman sebagai Ketua MK dan melarang untuk ikut terlibat dalam persidangan MK mengenai permasalahan Pileg dan Pilpres serta Pilkada.  Keputusan MKMK sebenarnya tidak bulat. Satu orang angggota MKMK Prof. Dr. Bintan R. Saragih, S.H. menginginkan agar Anwar Usman dipecat dari hakim MK, berkaitan dengan pelanggaran berat itu. Melalui hasil keputusan MKMK (7/11), produk hukum berupa Keputusan MK No. 90 sebenarnya sudah cacat secara yuridis. Proses lahirnya Keputusan MK tersebut dengan adanya pelanggaran berat dari Anwar Usman selaku ketua MK.   Hal ini menyebabkan Gibran sang ponakan Anwar Usman dan juga sang putra menjadi Presiden Jokowi  menjadi cawapres. Artinya dengan pelanggaran berat tersebut Anwar Usman dan juga Jokowi melanggar etika dan kepatutan bernegara. Menghalalkan segala cara atas keserakahan mereka untuk tetap berkuasa. Pelanggaran berat tersebut seharusnya direspons oleh Prabowo Subianto dengan partai- partai pendukungnya untuk secepatnya mengganti cawapres. Sesuatu yang diawali dengan yang tidak baik apalagi melanggar etika menjadi tidak halal, akhirnya akan menyakitkan. Tidak saja untuk  Prabowo dan partai-partainya, juga buat masyarakat Indonesia. Nurani terganggu.  Jika Prabowo Subianto seorang patriot sayangi bangsa ini, bangsa Indonesia, jangan lagi mentolerir pelanggaran etika berat dari seorang  Anwar Usman pamannya Gibran. Prabowo dan partai pendukungnya jangan ngotot bertahan, karena seterusnya akan dianggap memperoleh kekuasaan dengan ikut melanggar etika, dengan ikut menghalalkan segala cara. Patut digarisbawahi bahwa etika berada pada tataran norma dan asas, dengan demikian posisi etika adalah jauh di atas hukum. Melalui pelanggaran etik berat, akan halnya  Anwar Usman menjabat sebagai Hakim Agung di MK tidak terlepas dari kekuasaan kakak iparnya Presiden Jokowi dalam kerangka konstitusi dan menegakkan demokrasi.   Mau tidak mau keduanya dapat dikenakan pelanggaran terhadap TAP MPR no. II tentang Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan UU No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bebas dari KKN.  Kepada Anwar seharusnya memang dilakukan pemecatan dari hakim MK, bukan hanya pencopotan sebagai ketua MK. Kepada Presiden Jokowi secara tidak langsung terlibat dengan melanggar TAP MPR dan UU seharusnya Hak Angket DPR secepatnya berubah untuk impeachment Presiden Jokowi. Rakyat dipastikan akan menunggu poses pemakzulan tersebut, jangan sampai kemuakan rakyat terhadap prilaku penyelenggara negara yang tidak beretika telah menyebabkan kerusakan dalam segala bidang, akan berubah menjadi amuk massa. Bandung, 8 Nopember 2023.

Bukan Lagi Masuk Akal, Putusan MK Soal Usia Capres-Cawapres Wajib Batal

Oleh Anthony Budiawan - Direktur PEPS Masuk akal! Begitu pernyataan Jimly Asshiddiqie, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, terkait kemungkinan pembatalan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai persyaratan batas usia minimum capres-cawapres. Sebelumnya, Jimly Asshiddiqie juga memberi pernyataan mengejutkan. Kehormatan Mahkamah Konstitusi sudah rusak, mencapai titik nadir dalam sejarah Indonesia. Jimly sampai menggunakan perumpamaan “iblis”, Mahkamah Konstitusi dikuasai dua iblis, iblis kekuasaan akal bulus dan iblis kekayaan akal fulus. Merangkai pernyataan demi pernyataan yang dilontarkan Jimly, terindikasi jelas Mahkamah Konstitusi sedang tidak baik-baik saja: sedang dirusak oleh kekuatan tirani. Terindikasi jelas, ada pelanggaran kode etik dalam menangani perkara persyaratan batas usia minimum capres-cawapres. Pelanggaran kode etik ini pengaruhi putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan persyaratan batas usia minimum capres-cawapres, dengan menambah norma baru persyaratan alternatif “…. atau berpengalaman sebagai kepala daerah”. Putusan Mahkamah Konstitusi ini jelas mengandung unsur rekayasa, manipulatif, dan melanggar hukum. Putusan Mahkamah Konstitusi melanggar pasal 17 undang-undang No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan juga melanggar pasal 24C ayat (5) Undang-Undang Dasar. Anwar Usman secara sadar dan sengaja melanggar pasal benturan kepentingan yang diatur di dalam UU Kekuasaan Kehakiman, dan melanggar pasal integritas dan tindakan tercela hakim konstitusi yang diatur di dalam pasal 24C ayat (5) Undang-Undang Dasar. Oleh karena itu, bukan lagi “masuk akal”. Tetapi putusan Mahkamah Konstitusi dimaksud wajib batal. Karena diambil berdasarkan mufakat jahat, yang dilakukan secara sadar dan sengaja, untuk mengkhianati Konstitusi demi kepentingan pribadi keluarga. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20231101133525-12-1018624/jimly-nilai-pembatalan-putusan-mk-soal-usia-capres-cawapres-masuk-akal# —- 000 —-

Biarkan Gibran Jadi Presiden

Oleh Joko Sumpeno Memang salah, anak lurah mencalonkan atau dicalonkan jadi lurah? Ya nggak ada yang salah. Wajar - wajar saja. Namanya hak setiap warganegara ingin berbakti Kenapa negeri yang dikenal gemah ripah loh jinawi. Kenapa harus dihalang-halangi.  Biarkan saja ...... Politik tidak hanya butuh orang pinter atau menolak yang goblok. Terpenting adalah soal keberanian. Termasuk berani untuk menafikan malu.  Pernah dicatat oleh sejarah suksesi Mataram yang dikenal hiruk-pikuk, dibanjiri air mata dan digenangi darah. Bahkan sempat ayah dan anak di istana itu berebut satu  perempuan yang katanya cantik pada zamannya. Mataram ( katanya telah Islam ) yang berpusat di Surakarta - Jogjakarta diketahui sebagai kerajaan Gung binatara disesaki suksesi yang kemudian melibatkan kompeni ( VOC ). Urusan dagang dan politik saling berkait dan berkelindan. Dan, VOC cerdik memanfaatkan kehausan kuasa dan kelaparan uang. Apa bedanya dengan kekinian yang kekuasaan hanyalah jalan atau saling berpasangan antara harta, tahta dan wanita dibungkus dengan jalinan kata-kata bertuah penuh warna normatif. Takut pada kedatangan hari esok dengan resiko pertanggungjawaban berpadu dengan kerakusan, mendorong tetap ingin memeluk kekuasaan selama hayat dikandung badan. Gibran meski belum memenuhi syarat untuk berkuasa, namun oleh kekuasaan dibuatlah syarat bagaimana supaya terpenuhi. Akulah hukum, memang kamu mau apa ....( saya membayangkan cengar cengir sang  kuasa mencibir ). Mungkin saja, inilah justru bukan jalan melama-lamakan kuasa, melainkan tersembunyi hikmah yang mempertontonkan politik secara telanjang: perpaduan pedang, uang dan doa suka-suka. Bukankah politik hanyalah jalan kemungkinan.  Jsp, Oktober 2023 yang kian panas.

Putusan MK Hina Gibran, Dinasti Jokowi Membusuk

Oleh Faizal Assegaf | Kritikus SKENARIO jahat usung Gibran maju Cawapres gagal total. Ipar presiden Jokowi selaku Ketua MK dihantam oleh amarah jutaan rakyat. Memantik pesan keras jelang Pilpres: Ganyang politik dinasti! Permainan politik kotor yang dilakoni Jokowi serta loyalisnya semakin norak, licik dan memalukan. Bapak, anak, ipar dan mantu, tanpa henti melecehkan akal sehat dan nurani publik. Seolah negara milik nenek moyong mereka. Bertindak seenaknya, arogan, munafik dan sok paling perkasa. Wabah ganas dinasti politik telah merusak tatatan bernegara dan menjadi sampah demokrasi. Krisis moral dalam perilaku kekuasaan Jokowi dan keluarganya makin menyulut amarah rakyat. Namun kentalnya tabiat kebohongan, kemunafikan dan nepotisme membuat gelap mata. Lucunya, Jokowi yang gemar berbohong dan ngeyel, mewariskan bakat politik menyimpang itu ke anaknya. Akibatnya, satu per satu tampil tanpa martabat dan kehormatan demi berburu kekuasaan. Di selokan kekuasaan, posisi Jokowi selaku presiden memperluas syahwat dinasti politik. Bocoh karbitan Istana disulap sehari jadi Ketum partai. Yang satunya dikatrol sebagai walikota dan nyaris jadi Cawapres. Prestasi yang menonjol dari dua bocoh karbitan tersebut karena mereka putera presiden. Sementara jutaan kaum muda cerdas dan bermoral, tersingkir dalam arena demokrasi secara jahat dan culas. Pesta bagi-bagi jatah dinasti politik Jokowi menyulut kehancuran bernegara. Sumber kekayaan alam dirampok, kejahatan korupsi dan aneka tekanan sosial-ekonomi menindas hidup rakyat banyak. Dinasti politik adalah kejahatan dalam bernegara…! **

Survei Denny JA di Sumut, Anies Hanya 5%, Pembohongan Publik

Oleh Asyari Usman | Jurnalis Senior PRABOWO 65%, Ganjar 30%, Anies hanya 5%. Inilah hasil survei Lingkar Survei Indonesia (LSI) Denny JA yang diprotes dan digugat Partai Nasdem Provinsi Sumatera Utara. Memang keterlaluan tipuan LSI. Pantas digugat. Bahkan tidak hanya menipu. Melainkan sekaligus menghina nalar sehat publik. Kalau ada yang mengatakan “kurang ajar”, masih cukup sopan. Anies hanya 5%? Bagaimana Anda menjelaskannya ini agar masuk akal? Tidak mungkin. Kecuali reaponden LSI di Sumut hanya pendukung Prabowo dan Ganjar. Keliahatannya inilah yang terjadi. Mereka hanya menanyai pendukung atau relawan kedua bakal Capres itu. Kalau responden ditemui secara random (acak), tidak mungkin 5% untuk Anies Baswedan. Bahkan di NTT sekali pun tak mungkin. Jadi, hasil survei LSI DJA untuk wilayah Sumut itu sangat wajar dicurigai. Bohong yang sangat keterlaluan. Hanya ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, responden sudah direkayasa sehingga Prabowo dapat 65% dan Anies dipojokkan ke angka 5%. Kedua, LSI sama sekali tidak pakai responden. Mereka mengarang bebas. Sekitar empat bulan yang lalu, survei yang sama menempatkan Anies di posisi 28%. Penurunannya sangat drastis. Sangat tidak mungkin dalam situasi apa pun juga. Karena itu, kita perlu mempertanyakan mengapa ini sampai terjadi. Sangat mungkin LSI didesak untuk menuliskan angka-angka di atas untuk tujuan psikologis.  Kelihatannya mereka harus membesarkan lawan-lawan Anies di Sumut. Sebab, Sumut adalah provinsi terbesat di Sumatera. Kalau survei ditampilkan dengan jujur, dipastikan akan melemahkan semangat loyalis Prabowo dan Ganjar se-Sumatera. Kini publik semakin yakin bahwa sebagian besar lembaga survei memang tidak bisa dipercaya. LSI DJA adalah salah satunya. Mereka pantas diduga memainkan survei-survei karena dibayar. Mereka tidak bekerja untuk memperkuat demokrasi.  Tak heran kalau lembaga survei seperti LSI DJA tega melakukan pembohongan publik.[]