FORUM-RAKYAT

Gonjang-Ganjing Nusantara

Oleh Sugengwaras *) Motif kebohongan yang dibungkus pembangunan dengan biaya APBN adalah salah satu modus jitu yang digunakan oleh setan-setan politik di lingkaran istana. Politik tidak identik dengan kekuasaan dan kekerasan, tanpa perjuangan politik tidak ada NKRI. Namun politik yang dibungkus dengan strategi, bisa menghancurkan tatanan dan peradaban bangsa. Contoh gamblang adalah pembangunan jalan kereta api cepat Jakarta-Bandung yang cacat visibel, paradok perhitungan manfaat, pemerataan rakyat dan untung rugi. Jokowi pada awalnya mewanti-wanti agar tidak menggunakan biaya APBN, namun kini karena pelambatan kerja dan pembengkakan biaya yang salah satunya akibat pandemi Covid - 19, terpaksalah bekerja dengan pola mumpung kuasa dengan menaikkan dan membuka lahan baru perpajakan yang dibebankan kepada rakyat melalui perubahan NIK di KTP menjadi NPWP. Artinya bagi pemegang KTP otomatis sebagai wajib pajak, bisa jadi ke depan akte kelahiran juga akan di-NPWP-kan. Dikatakan non-visibel karena asumsi atau prediksi akan meraub penumpang sebanyak 40.000 orang perhari, adalah imposible, di samping jarak yang relatif dekat dengan kecepatan tinggi juga menambah ketimpangan pemerataan kesejahteraan rakyat di luar area Jakarta-Bandung. Keterlibatan Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) sang superman yang mengangkangi 10 jabatan penting, mengindikasikan kebuntuan berpikir sang presiden dalam tugas negara yang bisa dibagi habis oleh para pakar dan praktisi di bidangnya. Penyiapan tim pemilu pada Pilpres 2024 yang mengarah kepada dominasi eks pejabat lama KPU dan BAWASLU, mengindikasikan cara-cara dan permainan lama dengan bungkus baru. Konsep RUU Kepolisian yang mengarah akan bisa menangkap, mem-BAP dan memidana langsung kepada anggota TNI semakin menambah kecurigaan atas gagasan Tito Karnavian dalam bukunya yang berjudul Democratic Policing, serta cuplikan arahan Tito sewaktu menjabat Kapolri terkait agar semua jajaran Polri bersabar. Kita mengalah untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu mewujudkan Democratic Policing yang nantinya TNI akan tunduk pada hukum kepolisian. Untuk itu agar terus rangkul TNI. Jika suratan di atas tanpa direkayasa dan dikurang lebihi, Tito harus klarifikasi kepada masyarakat umumnya, dan TNI khususnya, agar kekompakan TNI POLRI tidak hanya sebagai jebakan atau slogan belaka. Perlu dipahami dan disadari bahwa antara TNI dan POLRI merupakan badan atau instansi yang sangat dominan dalam bidang Pertahanan dan Keamanan Negara, yang menjalankan politik negara untuk kepentingan negara dan meninggalkan politik praktis untuk kepentingan tertentu. Oleh karenanya TNI POLRI harus disetarakan kedudukannya serta disesuaikan kebutuhan awak dan peralatanya agar tidak merasa arogan secara sepihak yang bisa memunculkan kecemburuan. Logikanya tidak mungkin polisi akan paling terdepan berperan di negara ini, karena kondisi dan hakikat menghadapi ancaman senantiasa harus diimbangi dengan awak, sarana dan prasarana yang dimiliki. Konkritnya polisi hanya berkemampuan beberapa kilo meter dari pantai dengan kedalaman tertentu untuk menyikapi bahaya atau ancaman laut, apa lagi bahaya udara atau ancaman udara. Sedangkan hakikat ancaman jauh lebih dimampui oleh ancaman nyata baik di darat, laut, maupun udara ketimbang kemampuan yang dimiliki polisi. Sayangnya pihak TNI sendiri secara oknum pejabat strategis, banyak yang abai pengertian ini sampai-sampai menggeneralisir dan menyalahtafsirkan makna kepemilikan presiden terhadap raktyatnya include TNI POLRI nya. Menyedihkan sekali. Maka tidak mengherankan bahwa masyarakat merasakan kebohongan dan kegaduhan yang dipertontonkan rezim ini tak ada habis-habisnya bak tepi tanpa batas. Atau barangkali ini sebagai tantangan dari rezim untuk menungggu celotehan PEOPLE POWER? *) Purnawirawan TNI AD, tinggal di Bandung

Mengapa Agus Widjojo Getol Sekali Memisahkan TNI dari Rakyat?

Ini statemen yang kedua kalinya yang pernah saya dengar langsung dari mulut seorang jendral TNI senior, yang sudah udzur usia, sedang menduduki jabatan strategis dalam pengembangan karakter manusia manusia pilihan, namun bisa bisa membawa perubahan yang menyesatkan bagi arah dan perjalanan bangsa Indonesia! Oleh Sugengwaras Adalah Letnan Jendral Purn Agus Wijoyo, mantan Komandan Sesko TNI dan kini masih menjabat sebagai Gubernur Lemhanas, putra angkat alm Jendral anumerta Sutoyo, salah satu korban tragedi kudeta G 30 S PKI, namun sedang mendapat tugas belajar di Rusia saat terjadi tragedi nasional itu. Statemen pertama saat masih menjabat Komandan Sesko TNI, sebagai penggagas awal atas pemikiran tidak efektifnya Koter, penghapusan / peniadaan istilah Koter (Komando Teritorial) seperti Kodam, Korem, Kodim, Koramil dan Babinsa, sedangkan statemen kedua tentang pernyataan "Sudah tidak diperlukan lagi Kemanunggalan TNI POLRI dengan Rakyat", ketika diwawancarai Najwa Shihab baru- baru ini. Mari kita renungkan, telusuri dan ulas tuntas masalah ini secara integral komprehensif dengan nalar akal sehat, perpaduan ilmu dan fakta empiris di lapangan yang dilandasi niat luhur, hati bersih, tanpa benci, bohong dan fitnah. Pertama, sejarah membuktikan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hasil dari perjuangan dan pengorbanan rakyat bersenjata dan non bersenjata, merupakan hal yang tidak bisa dipungkiri dalam mengantar, menuju dan mencapai kemerdekaan Indonesia. Dalam keberhasilan ini tidak terlepas dari perjuangan dan pengorbanan bangsa Indonesia, kondisi geografi, demografi dan sosial saat itu, serta situasi dan kondisi Internasional / global. Kedua, Tuhan telah menakdirkan letak dan kondisi negara kita yang diakui sebagai jamrud katulistiwa dan dilalui putaran cincin api bumi, yang serba melimpah kekayaan sumber daya alam dan yang terkandung di dalamnya. Ketiga, mau tidak mau, suka tidak suka, bangsa Indonesia adalah bangsa pada posisi yang belum maju seperti negara negara maju lainya didunia, yang berdampak dan berkonsekwensi terhadap perubahan dan penyesuaian untuk mengimbangi peradaban, perkembangan dan dinamika global yang terus menerus, meningkat, tidak stagnan dan tidak pernah berhenti. Kita kerucutkan pada pandangan Agus Widjojo terkait permasalahan tindakan Brigjen TNI Yunior Tumilaar yang memberikan pembelaan terhadap salah seorang rakyat lemah yang tertindas oleh kedzoliman. Seharusnya Agus Widjojo tidak lupa dan mau menganalisis tentang makna Doktrin yang hakiki, yang tentunya berprinsip normatif namun bisa luwes dilapangan terhadap hal hal yang sulit diterjemahkan. Tampaknya, dia juga tidak menyandingkan antara doktrin TNI dengan doktrin doktrin lainya termasuk doktrin Polri. Dalam pandangan saya, doktrin TNI SAPTA MARGA dan SUMPAH PRAJURIT, hingga kini masih relevan, solid dan valid dikaitkan dengan kondisi dan ancaman saat ini, baik sikap dan tindakan secara Satuan / Kesatuan seperti yang tertuang dalam Sapta Marga maupun untuk Perorangan Prajurit seperti yang tertuang dalam Sumpah Prajurit. Itulah yang telah diimplementasikan oleh seorang prajurit TNI, Brigjen TNI Yunior Tumilaar dalam mengamalkan doktrin Sapta marga dan Sumpah Prajurit serta 8 TNI WAJIB. Dia tidak salah dan telah secara tepat menerapkan doktrin tersebut. Jangan lantas Agus Widjojo yang merasa sebagai orang yang masih terpakai oleh penguasa menjadi tidak jelas, salah kaprah dan salah arah dalam melihat dan menilai tindakan Brigjen Yunior. Ingatlah atas jabatan Jendral sekarang, yang sesungguhnya sangat dominan, strategis dan mulia, justru anda bawa kearah sesat. Bahwa pandangan jendral yang memisahkan antara Markas Komando dan Perorangan saya bisa paham, namun dalam implementasinya, Sapta Marga sebagai semboyan mutiara Markas Komando atau Satuan tidak bisa dipisah pisahkan dengan Sumpah Prajurit sebagai semboyan mutiara Perorangan Prajurit Dari rangkaian, kulminasi, akumulasi dan kumpulan hasil implementasi Sumpah Prajurit akan bisa menjadikan hasil implementasi Sapta Marga. Dengan.kata lain, dari hasil kumpulan implementasi Sumpah Prajurit akan menjadikan hasil implementasi Sapta Marga. Jadi, sekali lagi jangan menjauhkan atau memisahkan antara Sapta Marga dan Sumpah prajurit, seperi kekliruan Jendral dalam memaknakan Satuan Teritorial yang perlu dihapus. Sadari banyak kelemahan dan kekurangan secara sarana dan prasarana buatan untuk Pertahanan Negara, Nasional kita, namun dengan memanfaatkan dan memberdayakan teritorial yang ada (bumi wilayah dan seluruh isi diatasnya) akan membuat musuh dari negara lain mungkin bisa masuk ke wilayah negara kita, namun tidak akan mampu tinggal lama seperti waktu dijajah Belanda. Jadi pernyataan jendral tentang *tidak perlunya lagi, kemanunggalan TNI dengan Rakyat* adalah ngawur, mabuk , pikun dan sesat! Teritorial (bumi wilayah dan seluruh isi diatasnya, termasuk rakyat) adalah potensi potensi yang potensial yang harus dibina, dipupuk, diarahkan, dimanfaatkan dan diberdayakan sebaik baiknya, sebesar besarnya dan setepat tepatnya. Kemanuggalan TNI POLRI dengan rakyat, harus dan wajib diprogramkan dan dilakukan selama lamanya, selama NKRI masih ada. Bahwa kekuatan tentara bersenjata yang masih aktif, yang sudah pensiun, seluruh rakyat maupun wilayah harus tetap sinergi sesuai peran dan kondisi dan kemampuannya masing masing, harus bersatu dan kompak, tidak dihasut dan diadudomba seperti sekarang. Inilah tanggung jawab besar seorang presiden. Jadi kesatuan inilah yang harus terus dilatihkan. Kita kuat karena terlatih , berlatih bukan untuk kalah dan mati tapi untuk menang dan hidup. Masa masa damai adalah masa untuk berlatih, guna menyiapkan perang Jika mau dalam keadaan damai, bersiaplah untuk perang ! Di sisi lain tentang makna dan hubungan rakyat dan presiden. Agus Widjoyo menyatakan RAKYAT PUNYANYA PRESIDEN. Juga menyatakan belum ada negara sebelum Indonesia merdeka! Telusur dan ulas tentang ini, harus kita kaitkan dengan sistim negara yang ada, sehingga bisa ditemukan tentang hak terhadap rakyat dari tinjauan bahwa Panglima TNI tidak dan bukan dipilih rakyat sedangkan presiden dipilih oleh rakyat melalui proses dan prosedur yang ada, ini bisa dipahami, namun tidak relevan dengan penghilangan dan peniadaan kemanunggalan TNI dengan Rakyat saat masa damai / sekarang. Ingat ini jendral, jangan merasa tinggi berperan namun justru berpikir sesat ! Semoga ini juga mengingatkan dan menyadarkan kepada seluruh TNI POLRI generasi penerusku baik yang masih aktif maupun yang sudah pensiun ! *) Purnawirawan TNI AD

Jokowi Tak Pantas Jadi Presiden, People Power?

Kewajiban seorang presiden adalah melindungi dan mengayomi seluruh rakyatnya, bukan pilih pilih, bukan membiarkan, bukan pura pura tidak tahu atau sama sekali tidak mau tahu. Oleh Sugengwaras SEORANG presiden tidak bekerja sendiri, tidak paling hebat sendiri, tidak berpikir sendiri, melainkan secara kelembagaan negara, presiden sebagai kepala pemerintahan yang juga sebagai kepala negara, yang secara sistim kelembagaan dibantu dan bekerjasama dengan unsur- unsur lembaga yang lain, mempunyai peran dan tugas pokok sesuai bidang masing-masing untuk NKRI. Menjadi lebih luar biasa dan vulgar konyolnya ketika polisi dan KomnasHam RI, secara bersama-sama memperkuat dan menyatakan tidak terjadi pelanggaran HAM berat pada kasus penembakan yang menewaskan enam laskar FPI pengawal HRS, di KM 50 jalan tol Jakarta Cikampek pada beberapa waktu silam. Bukan rakyat yang radikal, bukan umat Islam yang radikul, tapi justru para oknum stakeholder pimpinan negara yang membuat negara ini jadi kacau, beringas tak terkontrol dan tak terkendali, dalam menuju dan mencapai tujuan bangsa dan negara seperti yang dicita- citakan para pendiri bangsa untuk terus maju, meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat, yang berlandaskan Pancasila dan UUD '45 dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Perkara yang sangat mudah dan gamblang namun sengaja dibuat sulit adalah peristiwa penembakan terhadap enam orang laskar FPI di KM 50. Dengan berlarut-larutnya dan ditundanya masalah ini, seakan mengarah agar terlupanya ingatan masyarakat Indonesia terhadap peristiwa ini. Saya khawatir, adagium PRESISI ( prediktif, responsibilitas, transparansi, yang berkeadilan) yang dicanangkan KAPOLRI, hanya menjadi slogan atau topeng agar polisi tetap di hati rakyat. Ini tidak boleh terjadi, dan justru menjadi kewajiban dan tanggung jawab kita bersama untuk mengapresiasi, merespons, mendukung dan menjaganya bersama guna tegak dan tertibnya hukum di Indonesia. Hilangkan dan kesampingkan berpikir negatif terhadap siapa saja yang korektif konstruktif terhadap kepolisian, yang barangkali sebagai wujud rasa kecintaan dan kebanggaannya terhadap instansi ini. Bersama rakyat TNI kuat, tanpa Polisi negara berantakan! Maka bina dan pupuklah secara terus menerus kemanunggalan TNI POLRI dengan rakyat, hadapi dan sadarkan pihak pihak siapapun yang berupaya memisahkan dan menjauhkan kemanunggalan TNI POLRI dengan rakyat ini. Seharusnya seorang Presiden bisa menangkap cara-cara main keroyok untuk berkolaborasi negatif atau konspirasi antar-lembaga penegak hukum. Ini jika presiden yakin dan konsisten terhadap makna hukum dan penegakan hukum di negara hukum! Bertindak secara hukum seperti yang dilakukan oleh TPUA yang diketuai Prof DR H Eggi Sudjana Mastal MH Msi, rasanya sangat beradab dan berlandaskan konstitusi dan cara-cara konstitusi. Namun tampaknya seperti permainan bola api, lagi-lagi dibuat seperti kemauan sepihak dan semaunya sendiri, hakim dan jaksa persidangan nyaris semuanya digantikan orang lain, bukan lagi yang menangani sejak awal, apa maunya? Apa yang diinginkan serta apa maksud dan tujuanya? Sekali lagi, marilah kita berpikir bersih, tegakkan hukum, tegakkan kejujuran, kebenaran dan keadilan terhadap siapapun warga negara Indonesia yang dimulai dan dipelopori oleh penegak hukum itu sendiri. Kita tidak berharap terjadi tindakan paksa PEOPLE POWER, kecuali pemerintah mengajak, memancing mancing, memulai dan memprakasai untuk ini Kita semua sama-sama manusia yang terdidik, beradab dan cinta ketentraman, ketenangan dan kedamaian, kecuali jika aparatur pemerintah, lebih khusus aparat penegak hukum memberikan contoh yang buruk dan tidak terpuji, jangan salahkan rakyat untuk bertindak dalam rangka mengimbangi. Sekali lagi, buang jauh jauh meremehkan dan menganggap kecil rakyat, karena kedaulatan negara sesungguhnya dan sebenar benarnya berada ditangan rakyat. Berikan kepada kami rakyat Indonesia, keteladanan dan kepeloporan dalam mengabdi dan berbakti kepada negara dan bangsa, dengan sebaik-baiknya, setulus-tulusnya dan seikhlas-ikhlasnya MERDEKA !!!n *) Purnawirawan TNI AD, Pemerhati Pertahanan dan Keamanan NKRI, Panglima TRITURA, Ketum ANNUR, Ketua DPD APIB Jabar, Pengaping KAMI Jabar, Pembina ACT, Aksi, Cepat, Tanggap, Indonesia.

Tragedi Diorama G30S/PKI

Oleh Sugengwaras *) Banyak paradoxks yang dilakukan para petinggi negara akhir akhir ini, mulai sebutan KKB mau diganti menjadi TERORISME dan sirnanya 3 patung tokoh nasional pelaku pelawan PKI di museum MAKOSTRAD. Ini indikasi apa? Indikasi, bermakna lain tanda-tanda atau atau gejala. Sayangnya banyak orang yang mengabaikan kata indikasi ini, sehingga menjadi salah tafsir, salah sangka, salah persepsi, salah prediksi dan salah arah. Adalah kata-kata Jenderal Pur. TNI Gatot Nurmantyo, terkait ucapannya bahwa ada indikasi menyusupnya PKI ke dalam tubuh TNI ketika ada 3 patung tokoh nasional pelaku pelawan PKI di MAKOSTRAD sirna. Dan tampaknya fenomena ini digodok dan digoreng untuk lebih memperbanyak peluang para penyelera santapan yang bisa menambah gaduh dan mengalihkan perhatian terhadap masalah atau isu yang lebih signifikan seperti gagasan RUU / UU, PERPPU terkait BBIP / HIP, rencana pemindahan ibu kota negara baru, Omnibus Law, jabatan Presiden 3 periode, pengunduran pilpres, penyerentakan pilpres dan pilkada, pengedepanan POLRI dalam pandangan Democratic Policy dll Inilah macam-macam peristiwa dan kejadian yang tampaknya bermuara ke penciptaan kondisi yang lebih buruk dan kacau. Dulu, ada istilah OPM ( Organisasi Papua Merdeka ), yaitu organisasi yang dibentuk dan dinamakan OPM oleh sekelompok gerombolan orang-orang asli / pribumi Irian Barat / Papua Barat. Kemudian ada istilah eka, eki dan ela ( ekstrim kanan / agama, eksteim kiri / komunis dan ekstrim lain / segala hal yang mengancam dan berpotensi membahayakan keamanan dan keselamatan bangsa dan negara). Ada juga GPK ( Gerombolan Pengacau Keamanan ), GPL ( Gerombolan Pengcau Liar ) dan KKB ( Kelompok Kriminal Bersenjata). Tentunya, anonim atau istilah istilah ini tidak begitu saja dimunculkan, namun pasti ada latar belakang, maksud dan tujuanya. Itulah sebabnya, pemerintah RI saat itu melarang untuk kita ikut-ikutan menyebut atau membesar-besarkan istilah OPM yang dinilai terkandung makna politik, yang menguntungkan pihak gerombolan / pemberontak di Irian , guna memperoleh pengakuan secara politik dari negara negara lain termasuk dalam pemberian jaminan perlindungan atau suaka politik. Sedangkan istilah GPK, GPL dan KKB, meniadakan makna politik dan mempersempit lingkup politik menjadi suatu gerombolan atau kriminal yang notabene menjadi masalah dan urusan dalam negeri NKRI, dengan kata lain negara lain tidak bisa untuk ikut campur tangan. Sedangkan teroris adalah sekelompok kecil atau besar yang secara politis bisa link up dengan jaringan nasional / internasional yang menjadikan mereka bisa lebih berakses, lebih berarti, lebih berwibawa dan lebih berstruktur. Ironisnya, ada kecenderungan rezim now untuk lebih keren menggunakan istilah teroris sebagai pengganti istilah KKB. Dari uraian di atas, bisa kita tangkap bahwa istilah teroris akan lebih memuliakan terhadap para gerombolan itu. Menjadi pertanyaan, kenapa istilah teroris bagi gerombolan ini muncul ? Bahwa para petinggi negara seharusnya mereka yang bisa berpikir cerdas, kredibel, elektabel dan lebih berwawasan dan bercara pandang luas. Mungkinkah ada kaitan dengan dana? Bahwa dana yang diberikan untuk menghadapi teroris bisa lebih besar dari sekadar dana untuk menghadapi kriminal? Atau dari dukungan / pinjaman dana ke negara lain lebih mudah dan lancar guna menghadapi teroris dibanding untuk meghadapi kriminal. Allahu Alam ! Hanya benak mereka yang tahu ! Begitu pula raibnya 3 patung tokoh nasional di Makostrad, bisa jadi orang akan mengkaitkan digantinya patung Jenderal Urip Sumaharjo menjadi patung Sukarno, ketika Mayjen Dudung menjabat Gebernur AKMIL, penurunan Baliho sewaktu Mayjend Dudung sebagai Pangdam Jaya dan raibnya 3 patung tokoh nasional ketika Letjen Dudung menjabat sebagai Pangkostrad. Marilah kita berpikir komprehensif integral dan obyektif realistik, memecahkan teka teki ini, guna memperoleh kesimpulan dalam menuju Indonesia lebih baik. Belakangan berpikir untuk kepentingan individu serta utamakan persatuan dan kesatuan TNI khususnya dan Nasional umumnya ! MERDEKA !!! *) Purnawirawan TNI AD

Nobar Film G30S/PKI

Adalah suatu keharusan dan kewajiban yang tidak perlu dipermasalahkan dan diperdebatkan lagi, titik! Oleh Sugengwaras TAHUN 1945 Indonesia Merdeka, 1948 di bawah komando dan kendali Stalin, Rusia, Muso memimpin pemberontakan di Madiun, 1955 Pemilu, PKI nomor urut ke 4, setelah PNI, Masyumi, dan NU. Tahun 1965 PKI di bawah komando kendali Mao Tze Tung, China dan Untung memimpin kudeta dan membunuh 6 Jendral TNI AD. Tahun 1965 PKI dibubarkan. Tahun 1998 -- sekarang Setelah dibubarkan, eks anggota PKI diasingkan. Adalah Mayjen Purn TNI Theo Safei, seorang Tokoh PDI Perjuangan, memberi kesempatan dan menampung para eks PKI. Sejak itulah mereka melakukan kegiatan- kegiatan terselubung dan terbuka, bak benalu yang nempel pada elemen-elemen pemerintah pusat hingga daerah, orpol dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Bayangkan dan bandingkan, hasil yang diraih 1948 -- 1955 dengan periode reformasi 1998 -- sekarang (23 tahun). Kegiatan-kegiatan nyata seperti, aku bangga anak PKI, agar pemerintah minta maaf kepada PKI, merupakan bagian dari fakta kehidupan dan kebangkitan PKI. Namun ada sebagian kecil dari kita menganggap, ketakutan terhadap PKI dan berpikir PKI merupakan bahaya laten adalah pikiran sesat, bodoh, kolot, ketinggalan zaman, buntu dan buta terhadap perkembangan dan dinamika dunia, dll. Oleh karenanya perlu kita ingat kembali watak, karakter, tabiat dan cara-cara PKI, yang pandai menghilangkan jejak, membersihkan diri, mengalihkan kesalahan kepada orang lain, meminta ganti rugi kepada orang lain, berbohong, memfitnah, mengadu domba dan sering membuat gaduh. Pancasila, secara formal dikumandangkan 18 Agustus 1945, sesungguhnya merupakan wujud karakter perjuangan sebelum kemerdekaan NKRI, sehingga dijadikan dasar / landasan dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Kudeta 1965 adalah ujian sekaligus bukti kesaktian Pancasila sebagai pemersatu bangsa di tengah perbedaan perbedaan yang ada. Di sinilah hakiki yang sebenar-benarnya, bahwa Pancasila adalah alat pemersatu sekaligus penyelamat bangsa dan NKRI, yang harus terus kita perjuangkan, bela, jaga dan pertahankan kelestariannya. Kemerdekaan NKRI harus kita peringati setiap 17 Agustus untuk mengenang dan mengingat kembali pengorbanan dan perjuangan panjang yang melelahkan untuk mencapai cita-cita bangsa. Begitu juga setiap tanggal 1 0ktober kita peringati Hari Kesaktian Pancasila, untuk mengenang dan mengingat kembali perjuangan dan pengorbanan, sekaligus kesaktian Pancasila dalam menghadapi ancaman / bahaya terhadap kedaulatan NKRI. Maka penayangan nobar (nonton bareng) terhadap film G 30 S PKI sudah tidak perlu dipermasalahkan dan diperdebatkan lagi, karena esensi apa yang tersurat dan tersirat di dalamnya merupakan kesatuan yang utuh yang tidak bisa dipisah-pisahkan antara kewaspadaan kesigapan, keberanian, perjuangan dan pengorbanan bangsa Indonesia dengan urgen dan fundamentalnya Pancasila bagi bangsa Indonesia. Di sini gambaran peristiwa bangsa dan negara yang menunjukkan kesaktian Pancasila tidak perlu ditutup tutupi, disembunyikan apa lagi diputarbalikkan. Justru generasi penerus selayaknya bahkan seharusnya tahu perjalanan panjang sejarah bangsa dan negaranya sendiri. Dengan harapan, kita tidak hanya bersyukur atas kemenangan dan kesaktian Pancasila saat itu, tapi lebih utama berpikir dan bertindak agar kejadian tidak berulang dimasa mendatang dengan senantiasa hidup kompak bersatu, damai, tentram dan bersemangat untuk lebih baik dan lebih maju, yang dilandasi Pancasila dan UUD '45 dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika. * Purnawirawan TNI AD.

Para Praktisi dan Pakar Harus Peka, Peduli dan Kritis

Oleh Sugengwaras Rakyat agamis dibilang teroris, Cina Komunis dibilang Turis, Rakyat kritis dibilang rasis, penista sadis dibela habis. Inilah fenomena dan indikasi yang ada, yang perlu terus diwaspadai dan disikapi secara berani dan profesional. Bukan berburuk sangka, benci atau memfitnah, bahwa berdasarkan presepsi, prediksi dan analisis realistis logis, tidak menutup kemungkinan fakta yang ada terkait kepemilikan hak tanah rakyat ( Ari Taheru, 67 th, rakyat Sulawesi Utara miskin dan buta huruf ), di tingkat atas direkayasa dan dikondisikan tidak seperti apa adanya dan berstempel sah / legal. Konspirasi beberapa pihak tidak sulit dilaksanakan oleh beberapa badan terkait, yang bisa melemahkan bahkan menyalahkan apa yang dilakukan oleh Brigjen TNI Yunior Tumilaar. Oleh karenanya, demi kebenaran dan keadilan serta tegaknya hukum di Indonesia, dihimbau kepada para pakar dan praktisi bidang ini, segera terjun langsung kelapangan untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk yang bisa membalikkan fakta yang ada, yang bisa melemahkan dan mengalahkan pihak pembela perampasan tanah rakyat yang diserobot oleh PT Ciputra Land ( pihak Babinsa ), di Sulawesi Utara ini. Tidak perlu takut atau ragu menghadapi konspirasi badan badan terkait yang memang berpeluang mengatur segalanya dalam upaya memposisikan sebagai pihak yang benar Contoh contoh lain sangat jelas, bagaimana kepolisian dan Komnas HAM RI menangani dan memutuskan kasus HRS maupun kasus penembakan terhadap laskar FPI pengawal HRS di KM 50 jalan tol Jakarta Cikampek Memang, kadang terasa berat menghadapi konspirasi penguasa, namun kita harus yakin bahwa tidak ada perjuangan tanpa pengorbanan dan setiap perjuangan tidak akan sia sia. Manusia berjuang, Allah yang menentukan, namun sekecil apapun kebaikan atau keburukan kelak akan menjadi catatan dan menerima balasannya. Sekali lagi, kita semua terutama para pakar dan praktisi, berlomba lombalah untuk terus berjuang berlandaskan konstitusi, moral, etika, kejujuran dan kebenaran yang adil dan beradab. Di pundak kalian, kami rakyat yang tertindas, terdzolimi dan teraniaya berharap. Semoga Allah swt, TYMK senantiasa memberikan bimbingan dan perlindungan kepada para pejuang dan pembela kejujuran, kebenaran dan keadilan di negeri ini. MERDEKA...!!! *) Purnawirawan TNI AD

Apa Isi Kepala Prof Mahfud MD?

Oleh Sugengwaras Beliau sebagai Pejabat Tinggi Negara, MENKOPOLHUKAM, banyak makan garam di bangku kuliah yang dibayar bukan dengan daun jeruk, banyak jabatan strategis yang pernah dilalui, mendadak keluar statemen (meskipun usulan dari orang yang tidak jelas, mungkin bangsa setan / iblis), tentang pemikiran perlunya anonim KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) Papua, diganti TERORIS. Tanpa mengurangi rasa hormat, mungkin saja kepala Prof Mahfud MD terasa pusing, berputar putar, seolah dihantui rasa ketakutan dan dosa besar, karena diam seribu bahasa terhadap nasib HRS yang dipidanakan, sedangkan dia ikut terlibat merestui para fans HRS menjemput di Bandara Soetta, tapi profesor satu ini masih petengkrang petengkreng pura pura tidak punya salah. Bagaimana tidak? Tidak mungkin seorang Mahfud MD tidak paham, tidak tahu dan tidak mengerti tentang asal muawal sebutan KKB. Saya jadi ingat sewaktu tahun 1974, ditugaskan di Irian Barat atau Papua sebutan kini, sebagai PA UTERPRA ( Komandan Koramil ) sebutan sekarang, di jantung Papua, Kabupaten Jaya Wijaya, tepatnya di daerah kecamatan Piramid. Hal yang paling saya ingat adalah, teguran dari Komandan saya, Komandan Kodim 1702 / Wamena tentang pemahaman OPM ( Organisasi Papua Merdeka), GPK (Gerombolan Pengacau Keamanan) dan GPL (Gerombolan Pengacau Liar). Ini harus dipahami oleh seluruh bangsa Indonesia, terutama bagi tentara yang bertugas di Papua. Bahwa pada hakekatnya ada perbedaan makna yang signifikan yang tersirat dan tersurat pada OPM, GPK dan GPL Yang benar, OPM adalah hanya untuk pihak lawan, karena OPM bermakna secara politis, yang menguntungkan pihak lawan, di mana ada pengakuan / diakui sebagai organisasi yang sah, baik secara nasional maupun Internasional, yang bisa dan berhak mendapatkan bantuan perlindungan / suaka politik dari negara lain. Oleh karenanya, pemerintah Indonesia saat itu melarang keras terhadap siapa saja rakyat Indonesia, terutama para wartawan, agar tidak menggunakan kata kata OPM. Agar mereka / lawan / gerombolan bersenjata / pemberontak tidak bisa memperoleh dukungan politik / suaka dari negara lain dan dianjurkan bahkan diharuskan menggunakan GPK / GPL, agar tidak ada berbau politik maupun tidak bisa dibantu atau didukung secara politik oleh negara lain serta agar merupakan masalah dalam negeri. Oleh karenanya, menjadi aneh bin ajaib, ketika prof Mahfud MD melemparkan pertanyaan atau pernyataan tentang penggantian KKB menjadi TERORIS. Wajar saja Komnas HAM, tidak menyetujuinya, karena tanpa saya urai makna teroris jauh berbeda dengan makna KKB. Kita paham bahwa sebutan TERORIS , maju atau mundur secara politis akan merugikan NKRI, di mana KKB ada kemiripan dengan GPK atau GPL Semoga, pak MENKOPOLHUKKAM, tidak menghindar dari kesalahan ini dan semoga penjelasan singkat ini dapat memberikan pemahaman rakyat Indonesia di manapun berada. *) Purnawirawan TNI AD.

Tanda-tanda Kejayaan Agama dan Bangsa Sudah Dekat

Oleh Sugengwaras Adalah Brigjen TNI Yunior Tumilaar sang pendobrak rakyat kecil miskin dan Irjen Pol Napoleon Bonaparte sang pembela agama Islam, di samping masih banyak para pahlawan pahlawan pejuang revolusioner di negeri tercinta ini. Di dada seorang pejuang revelusioner, tak akan pandang pangkat, jabatan, kedudukan, profesi, asal, agama, kelompok maupun sedang di mana berada. Dada mereka akan senantiasa merasa mendidih, gerah, menggelora ketika melihat ketimpangan dan tidak keadilan, apa lagi jika hal itu dilakukan oleh penguasa negara. Pemerintah atau penguasa negara seharusnya melindungi, mengayomi, menyelamatkan dan mengajak bersama sama rakyat untuk memajukan dan mensejahterakan bangsa dan negara, bukan menciptakan kegaduhan, kekacauan, kebohongan, ketidak adilan dan kesewenang wenangan terhadap rakyatnya. Banyak kebijakan rezim yang membuat rakyat susah dan sulit dengan alasan pembenarannya sendiri, bahkan main gebuk, tindas dan libas dalam bertindak terhadap rakyat yang tidak berdaya. Ari Tahiru ( 67 th ), rakyat kecil, miskin dan buta, di wilayah Sulawesi Utara, adalah sekelumit contoh, ketika dipanggil dan ditahan oleh kepolisian saat berupaya mempertahankan seenggok tanahnya yang diserobot PT Citra Land Internasional / Perumahan Citra Land Ini bisa dipahami jika polisi beralasan dalam proses hukum ( harus ditahan ), tapi kenapa tidak dipertimbangkan kondisi sang rakyat yang lemah dan buta? Atau mungkin ingin cari sensasi, setor muka ke boss PT Citra Land ? Menjadi luar biasa ketika sang BABINSA ( Bintara Pembina Desa ) berupaya membela rakyat kecil dan miskin, dipanggil dan didatangi satuan Brimob Bersenjata Ini benar-benar sesalah salahnya dan sebodoh bodohnya aparat kepolisian Di militer, apa yang dilakukan dan tidak dilakukan seorang prajurit bawahan, menjadi tanggung jawab atasannya, inilah prosedur tetap satuan militer. Jika dikepolisian berlaku sama, maka seluruh pejabat atasan mulai Komandan langsung Satuan Brimob hingga. Kapolda SULUT harus Dicopot Kenapa? Karena mereka, harus ikut bertanggung jawab terhadap tindakan yang salah ini Kita tidak boleh berasumsi, berpersepsi, berprediksi dan berpikir yang faktanya tidak ada korban dan tidak terjadi apa apa Ini pemikiran yang ceroboh, blegug dan dibelenggu otak dungu ! Bersyukurlah, tidak berkembang situasi dan kondisi yang lebih buruk dan ini saya yakin telah dilakukanya langkah langkah cepat dan tepat secara konkrit oleh seorang Inspektorat Jenral Kodam XIII/ Merdeka Brigjen TNI Yunior Tumilaar Salut dan terimakasih untuk Brigjen Tumilaar, yang telah dengan tegas dan bijak terhadap anggota Kodam XIII / Merdeka dan Surat Terbukanya kepada Yth KAPOLRI, sehingga tidak terjadi hal hal yang tidak dinginkan / bentrok bersenjata antara TNI dengan POLRI diwilayah SULUT, bahkan bisa menjalar seantero negeri, yang sama sama tidak kita inginkan Semoga tindakan Jenderal akan dijadikan.contoh kepada anggota anggota TNI lainya Juga simpati dan hormat saya, kepada Irjjenpol Napoleon, yang sedang berada ditahanan, namun masih terbesit pemikiran luhur dan mulia, yang tidak tega melihat, mendengar dan merasakan pedih dan prihatinya agama Islam dihina, Alqur'an dilecehkan dan junjungan nabi besar Muhamad saw direndahkan, meski sadar apapun resiko yang akan dihadapi, Insya Allah tindakan / perbuatan ini sebagai salah satu penolong dalam meringankan kesulitan diakhirat nanti Semoga kejadian yang mengaitkan Brigjen Yunior Tinulaar dan Irjenpol Bonaparte Napoleon, mengingatkan, menggugah dan mengantar kita untuk bisa memilah milahkan mana yang benar dan salah, mana yang baik dan buruk, baik kepada pemerintah maupun rakyat untuk mau dan selalu mawasdiri, intropeksi dan kembali pada jalan yang benar menuju kitrah aqidah agama serta kecerdasan dan kesejahteraan rakyat / bangsa Indonesia AAMIIN.....YRA ! Purn. Tidak meverngd

PEKOK (Pejabat Eksklusif, Kacung Organisasi Konglomerat)

Oleh Sugengwaras *) Pejabat pekok, biasanya cerdas, tegas, ganas, menindas, kejam, seram, pendendam dan pembungkam! Indikasi itu semakin hari semakin jelas ada di stakeholder kekuasaan baik terkait menjalankan tugas-tugas dari atasan maupun nafsu individu. Ironisnya tak kapok-kapoknya calon-calon yang lain ingin mengikuti jejak ini. Memang, karakter baik-buruk, amanah dan serakah telah ada sejak dulu dan belum banyak bisa menjadi pelajaran yang mendidik dari generasi ke generasi. Peristiwa aktual seperti isu aneh meninggalnya Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati serta peristiwa Rocky Gerung terkait sengketa perampasan hak tanah rakyat oleh pejabat atau penguasa yang kong kalikong dengan konglomerat, bisa jadi melibatkan RK dan Sentul City, mengindikasikan kerakusan individu pejabat, penguasa yang hampir sulit dibedakan antara aparat negara dan keparat negara. Menyikapi fenomena seperti ini tidak ada alternatif lain kecuali harus dilawan oleh para pakar dan praktisi di bidang pertanahan untuk Rocky Gerung dan para pakar dan praktisi politik untuk kasus isu meninggalnya Megawati, meskipun tak jelas juntrungannya maksud dan tujuan. pemberitaan ini Sudah bukan eranya lagi untuk mengkultuskan seseorang seperti Megawati ini, nyaris uweuh pangaruhna, ibarat adanya tak menggenapkan dan tiadanya tak mengganjilkan atau kehadiran maupun keabsenanya tidak beda makna. Namun, jika ternyata pembuat isu bohong atau penyesatan tentang meninggalnya Megawati dibiarkan, sama halnya pejabat pekok telah memperdaya diri sendiri untuk terjerumus ke jurang kenistaan, karena tindakan hukum yang dilakukan jauh berbeda dengan kasus kebohongan kesehatan yang dituduhkan kepada HRS. Layak, kita tak bosan bosan menyinggung sosok HRS, karena sesama warga negara sekaligus sebagai panutan, yang tidak selayaknya didiskriminasi, didzolimi dan dibenci, wujud implementasi pejabat pekok, sedangkan para koruptor kelas kakap semakin diperingan, aneh bin ajaib, lucu binti pekok. Jadi ingat hakim yang menghakimi kasus HRS tidak akan pernah mengalami ketenangan dan ketenteraman selama hidupnya di dunia, apalagi diakhirat. Menyikapi pejabat pekok seperti ini, sekali lagi jangan kasih peluang untuk mereka merekayasa kasus, sebaliknya terus kabarkan, kobarkan dan kibarkan bendera perlawanan secara terus menerus hingga tetesan darah terakhir Jangan biarkan kejahatan berkuasa, jika dunia tak ingin dirajai para penjahat ! *) Purnawirawan TNI AD

Patah Tumbuh Hilang Berganti

Adagium lawas yang sudah populer dan tak aneh lagi, Rusa boleh kehilangan bulunya tapi tak akan kehilangan otaknya, demikian kata pepatah kuno. Oleh Sugengwaras MAU tidak mau, suka tidak suka, umat Islam merupakan aset besar dan potensial bagi bangsa Indonesia. Oleh karenanya, tanpa memecah belah, mengadu domba dan membentur benturkan intern umat Islam itu sendiri, pihak lain tak akan mampu menguasai dan menjajah Indonesia, yang ditakdirkan kaya sumber data alam, jamrud katulistiwa dan salah satu negara yang dilalui api bumi yang syarat dengan energi panas, uap dan tenaga air. Bahkan dalam ilmu kekinian, para generasi muda penerus bangsa telah bermimpi untuk meniadakan kerusakan eko sistim bumi baik yang diakibatkan oleh penambangan batubara yang rentan dengan kerusakan lingkungan ratusan ribu hektar, untuk dialih sempitkan menjadi sumber energi uap yang jauh lebih efektif terhadap kerusakan alam. Masalahnya tinggal tergantung kepada pimpinan negara, apakah mampu bermimpi dan berpikir untuk ini, atau berkutat sekitar usreg usregan bangsa yang dikendalikan oleh pihak ketiga. Indonesia merdeka dari hasil perjuangan panjang para leluhur dan pendiri bangsa yang penuh pengorbanan, yang ditopang dengan dedikasi dan keinginan luhur untuk merdeka, mereka gabungan rakyat dan pejuang bersenjata yang dikomandoi oleh para pemimpin bangsa bangsa di Indonesia serta para tokoh agama, ulama dan para santri. Panglima Besar Jendral Sudirman, orang pertama sebagai Bapak TNI di Indonesia merupakan salah satu fakta seorang tokoh Nasional yang berasal dari santri dan lahir dari salah satu pondok pesantren di Jawa Tengah. Makna perjalanan sejarah inilah yang harus dipahami oleh kita semua terutama para pimpinan stake holder negara, agar tidak mudah dan gegabah membubarkan ormas, orpol dan organisasi organisasi kemasyarakatan lain yang berpedoman kepada dasar dan pandangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila. Kecuali PKI yang sejak kedatangan, kelahiran dan perkembanganya, tidak pernah bergabung dengan kekuatan kekuatan lainya, selain hanya ingin mengembangkan diri sendiri untuk mengkomuniskan Indonesia. Sekelumit contoh tentang kegiatan FPI ( Front Pembela Islam ) pada sekitar Oktober 2019, dikecamatan Sukajaya, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dari penglihatan langsung saya sendiri, dimana FPI terjun langsung ke TKP TKP tanah longsor dan banjir, mengevakuasi para korban, baik yang sudah menjadi mayat maupun masih hidup, dengan sarana prasarana seadanya, mendirikan pos pos tenda beserta bantuan makanan, obat obatan dan pendirian / pengadaan pos pos di tempat tempat kritis yang masih cukup berbahaya, dengan semangat keibadahan telah mereka buktikan dan tunjukkan kepada kita, terutama rakyat Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Menjadi lucu dan dagelan ludrukan ketika saya melihat ada satu bendera besar dari salah satu partai besar di Indonesia, yang tertancap berkibar di pusat pengendalian operasi ( posko Kodim, posko Polisi, posko SAR, posko Pemda, posko Kesehatan dll ), karena hanya bendera doang yang ada, sedangkan tak tampak batang hidungnya orang yang menancapkan hingga operasi penanggulangan banjir dan tanah longsor selesai. Oleh karenanya, dengan telah dibubarkanya FPI ( Front Pembela Islam ) secara sepihak, dan kini bermunculan deklarasi FPI (Front Persaudaraan Islam ), yang bisa jadi akan berjamur di seantero bumi di Indonesia kita semua tidak perlu kebakaran jenggot, karena seperti halnya ormas / orpol yang lain, mereka adalah aset bangsa, yang sewaktu waktu bermanfaat untuk kepentingan bangsa dan negara, yang dilindungi dan dijamin oleh hukum / Undang Undang. Marilah semua ormas / orpol yang ada, kita kompak dan bersatu padu, menyikapi dan menghadapi musuh nyata yang sesungguhnya dan yang sebenar benarnya, yaitu pihak asing CINA yang telah bergabung, berkolaborasi, berkonspirasi dengan bangsa kita sendiri, para pecundang, penjilat dan pengkhianat negara. Sekali lagi selamat untuk FPI (Front Persaudaraan Islam) atas dekkarasi deklarasinya, jadilah Ormas yang layak diteladani oleh ormas yang lain, untuk pererat dan perkuat persatuan dan kesatuan bangsa, ketentraman, kenyamanan dan kejayaan NKRI....Aamiin...🤲 *) Purnawirawan TNI AD