FORUM-RAKYAT

Buruh Menunggu Keberpihakan Pemerintah

BULAN Ramadhan segera tiba. Berbagai persoalan ekonomi, semakin dirasakan rakyat, terutama buruh. Tidak ada yang salah dengan datangnya bulan suci bagi umat Islam itu. Bagi kaum muslimin, bulan penuh keberkahan itu disambut dengan gegap gempita, dengan meningkatkan amal-ibadah kepada Sang Pencipta. Seperti biasa, bulan Ramadhan juga merupakan bulan penuh keberkahan bagi buruh. Sebab, di bulan ini, mereka akan menerima Tunjangan Hari Raya (THR) dari masing-masing perusahaan mereka bekerja. Berdasarkan peraturan pemerintah, THR minimal dibayar dua pekan sebelum Hari Raya Idul Fitri. Besaran THR pun biasanya satu bulan gaji, tergantung kemampuan pengusaha dan lamanya buruh bekerja. Menjelang Ramadhan tahun 2021 ini, masalah THR sudah mulai diotak-atik. Buruh mengancam akan melakukan demo jika pengusaha tidak membayar THR tepat waktu dan nilainya tidak sesuai harapan mereka. Pengusaha pun sudah siap ancang-ancang menghadapi ancaman buruh itu. Para pengusaha berharap tidak ada demo karena akan merugikan semua pihak. Pengusaha akan membayar THR sesuai dengan kemampuan mereka pada saat kegiatan bisnis masih lesu di tengah pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang belum bisa diprediksi kapan berakhir. Hingga kini pemerintah masih menggodok aturan tentang THR tahun 2021. Berbagai masukan, baik dari pekerja maupun pengusaha sangat diharapkan pemerintah Seban, persoalan THR itu sudah berbeda dengan aturan tahun lalu. Sebab, pemerintah sudah mengatakan terjadinya geliat ekonomi awal tahun ini dibandingkan awal tahun lalu. Artinya, ada sebagian pengusaha yang sudah mulai kembali meraup untung. Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Anwar Sanusi mengatakan pemerintah sedang mempertimbangkan pilihan seperti apa yang tepat untuk pembayaran THR 2021. Yang jelas, pemberi kerja harus menunaikan kewajiban itu. Sebagaimana dikutip dari Detikcom, Sabtu (20/3/2021, Anwar menyebutkan, pihaknya masih menggodok opsi yang paling bagus terkait dengan THR. Pada prinsipnya THR adalah hak pekerja atau buruh yang harus ditunaikan pengusaha. Aturan apa pun akan yang keluar tentang pembayaran THR 2021, pasti telah melalui pertimbangan yang masukannya diperoleh dari Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) dan forum Tripartit atau penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pihak ketiga. Aturan mengenai THR 2021 diharapkan keluar pada awal puasa yang akan mulai pertengahan April. Dengan demikian, pengusaha memiliki waktu untuk mempersiapkan kewajibannya membayar THR itu. Pemerintah diharapkan lebih adil dalam keputusannya. Adil dalam arti lebih membela kepentingan buruh. Sebab, selama ini ada kecenderungan pemerintah lebih membela kepentinhan pengusaha dalam menetapkan keputusannya, baik dalam hal THR maupun hak-hak buruh lainnya, terutama jika terjadi PHK (pemutusan hubungan kerja). Hak-hak buruh semakin tertekan, terutama setelah berlakunya Undang-Undang Tjipta Kerja. Apalagi UU tersebut berlaku hampir bersamaan dengan Covid-19. Buruh menunggu keberpihakan dari pemerintah. **

Politik Beras Anti Petani

RITUAL tahunan sedang berlangsung, dimana cadangan beras masih tinggi, ditambah produksi beras meningkat signifikan, tapi Pemerintah memutuskan impor beras 1 juta-1,5 juta ton. Ritual ini adalah wajah politik perberasan nasional, dimana posisi petani tidak dianggap sebagai elemen penting, kalau bisa dinegasika lewat impor beras. Mari kita tengok data perberasan kota. Dirut Bulog Budi Waseso menyatakan stok beras Bulog masih aman di lebel 2,2 juta ton. Angka itu cukup untuk mengamankan pangan nasional selama 8 bulan ke depan. Badan Pusat Statistik (BPS) sendiri mengumumkan total produksi beras nasional tahun ini diperkirakan mencapai 14,5 juta ton. Jumlah itu 3,2 juta ton atau 26,84% lebih banyak banyak dibandingkan produksi beras tahun lalu. Jika dikirangi dengan konsumsi pangan nasional, menurut BPS, maka masih ada surplus beras tahun ini sebanyak 12 juta ton. Ini juga mengkonfirmasi bahwa kegiatan produksi beras petani tidak terpengaruh oleh gegap gempitanya pandemi Covid-19 yang menurut banyak pakar menghentikan kegiatan ekonomi. Nyatanya tidak sama sekali, terbukti dari pertumbuhan produksi padi yang mencapai 26,84%. Sungguh berkah dan mulia karya para petani. Namun petaka itu justru datang dari Pemerintah, tepatnya dari Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. Mengingat, ungkap Buwas, dua menteri itulah dibaik kebijakan Pemerintah yang ingjn mengimpor beras 1 juta hingga 1,5 juta ton. Darimana Buwas tahu? Karena sebagai Dirut, Buwas ternyata dapat perintah mengimpor beras sekitat 500 ribu ton. Buwas pun bicara dengan Presiden Jokowi bahwa stok beras Bulog masih aman, ia pun menyarankan agar Pemerintah tidak perlu mengimpor beras. Apa salahnya impor beras? Tentu saja secara kasat mata impor beras disaat stok dan produksi beras sangat besar, tentu akan memukul harga beras perani. Peluang petani menikmati untung dari beras hasil panennya pun hilang. Bahkan peluang petani jadi kaya pun lenyap. Boleh jadi harga beras petani jatuh, karena guyuran beras impor asal Thailand. Lantas siapa yang ambil untung? Sudah menjadi rahasia umum bahwa para pemburu rente (rent seeker), ada juga yang menyebut para mafia lah yang diuntungkan dalam politik perberasan yang berlangsung saat ini. Memang benar kalau ada yang mengatakan politik perberasan kita beberapa tahun terakhir anti petani, anti anak negeri, anti kemakmuran untuk anak bangsa.

Jokowi Jadi Pembela Petani Asing

PANEN padi di beberapa daerah sudah memasuki puncaknya. Di sisi lain, pemerintah bersikeras akan mengimpor 1.000.000 (satu juta) ton beras. Sesuatu kegiatan yang sangat kontraproduktif, sangat menyakitkan, merendahkan, dan bahkan sangat melecehkan para petani. Sungguh ironis. Pada saat petani padi bersemangat meningkatkan produksi, pemerintahan Joko Widodo malah berencana mengimpor beras. Padahal, beras impor tahun 2018 masih ada yang belum disalurkan, sebagaimana disampaikan Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) Budi Waseso. Jumlahnya cukup banyak. Dari total pengadaan 1.785.450 ton beras masih tersisa 275.811 ton beras belum tersalurkan. Dari jumlah yang belum tersalurkan itu, 106.642 ton menjadi beras turun mutu. Bisa jadi, semua beras impor yang tidak laku itu menjadi turun mutu karena disimpan di gudang Bulog sejak 2018 yang lalu. Sangat ironis. Pada saat memasuki panen raya, pemerintahan Joko Widodo malah tidak peduli dengan hasil rakyatnya. Pemerintahan Joko Widodo tidak peduli kepada para petani. Sangat ironis, karena pemerintahan Joko Widodo ikut menghancurkan harga padi. Pemerintahan Jokowi lebih peduli pada petani asing. Lebih peduli pada pengusaha yang akan mengimpor beras. Berdasarkan pengalaman selama ini, walaupun impor itu ditugaskan kepada Badan Bulog, namun perusahaan plat merah tersebut biasanya akan menjalin kerjasama dengan pengusaha swasta. Ya, perusahaan swasta yang berpengalaman dalam impor beras, dan pengusaha yang sudah memiliki kedekatan dengan Bulog. Kok pemerintah Jokowi menghancurkan petani dan harga padi? Itu bisa berita bohong atau hoax. Pemerintah Jokowi adalah pembela petani, pembela rakyat, dan pembela wong cilik. Faktanya, pembangunan bendungan terus dilakukan. Pemerintahan Jokowi juga sangat getol dan bersemangat membangun food estate atau lumbung pangan di beberapa daerah. Luas yang dibangun tidak tanggung-tanggung. Arealnya pun tidak hanya diperuntukkan tanaman padi, tetapi juga singkong. Hebat kan. Penerintahan Jokowi sangat berpihak kepada petani. Hebat sekali keinginan pemerintah untuk memanjakan mereka, menghibur rakyat. Ya, bukan sinetron, melainkan kenyataan yang menghibur. Akan tetapi, di balik itu semua, sekarang ini pemerintah secara nyata dan perlahan ingin membunuh para petani dengan mengimpor beras dalam jumlah yang sangat fantastis atau tidak nasuk akal. Sudah angkanya besar, impor pun diumumkan pada saat petani bergembira karena panen raya telah tiba. Secara psikologis, rencana pemerintah mengimpor beras satu juta ton itu sangat melukai perasaan para petani. Jokowi benar-benar meruntuhkan semangat mereka. Mestinya, pemerintah Jokowi membeli padi dari petani, berapa pun jumlahnya dengan harga minimal sesuai harga dasar. Syukur-syukur pemerintah berani membeli gabah di atas harga dasar, atau sesuai harga pasar. Rencana pemerintah mengimpor beras satu juta ton telah menyebabkan harga gabah kering giling (GKG) anjlok hingga Rp1.400 per kilogram. Harga yang diterima petani berkisar Rp3.300 per kg. Padahal, sebelumnya harganya Rp4.500 sampai Rp4.700. Menjelang panen raya, Badan Pusat Statistik menyebutkan harga rata-rata gabah nasional turun. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani pada Februari 2021 turun 3,31 persen menjadi Rp4.758 per kilogram. Itu baru Februari, dan diperkirakan turun lagi pada Maret dan April, saat puncak panen padi. Setidaknya, ada dua penyebab turunnya harga GKP itu. Pertama, karena pasokan gabah mulai naik seiring semakin banyaknya daerah sentra padi yang panen. “Beberapa wilayah sudah mulai panen dan kami perkirakan panen raya mulai Maret dan April. Observasi menunjukkan, pasokan gabah yang dipantau juga naik seiring banyaknya daerah yang panen,” kata Kepala BPS Suhariyanto, kepada wartawan, di Jakarta, Senin (1/3/2021). Kedua, harga merosot karena kualitas gabah turun. Kadar air GKP pada Februari 2021 cenderung lebih tinggi dibandingkan bulan Januari. Hal tersebut terjadi karena curah hujan yang tinggi. Kadar air pada Februari 2021 mencapai 19,17 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan Januari 2021 sebesar 17,56 persen. Dua alasan tersebut sangat masuk akal. Akan tetapi, harga gabah juga terus merosot setelah Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto mengumumkan rencana impor beras satu juta ton. Tentu, ini menyangkut psikologis petani. Tidak menutup kemungkinan petani didatangi para tengkulak dengan nada mengancam. "Kalau tidak mau jual harga murah, nanti beras impor akan membanjiri pasar." Demikian kira-kira kalimat ancamannya. Tengkulak, tidak hanya mereka yang berupaya mengeruk keuntungan dari petani, alias pedagang yang sudah malang-melintang dalam urusan gabah dan beras. Tengkulak juga bisa berasal dari kaki-tangan Bulog, misalnya koperasi dan lainnya. Melihat fakta yang terjadi, sebaiknya pemerintah berhenti merencanakan impor beras. Semestinya, Jokowi berpihak kepada petani Indonesia, ketimbang petani asing. Apalagi, Jokowi adalah petugas partai wong cilik. Jika impor beras tetap dilakukan pemerintah, maka jangan salahkan rakyat jika menyebut Jokowi sebagai, "Presiden wong edan." Sebab, impor beras di tengah produksi melimpah berarti sama saja Jokowi pembela petani asing. **

Masa Depan Bangsa Hancur di Tangan Oligarki

OLIGARKI (oligarchy) adalah struktur kekuasaan yang dipegang oleh segelintir orang. Mereka itu bisa orang terdidik, orang kaya, korporasi, tokoh politik, dan pemimpin militer. Oligarki yang berkuasa di sebuah negara bisa saja berbentuk koalisi dari berbagai latar belakang tersebut. Indonesia adalah contoh yang sempurna tentang kekuasaan oligarki. Yang berkuasa adalah kombinasi antara korporasi, politisi, dan penyandang pangkat bintang. Kini merekalah yang mengatur negara ini. Apakah ada masalah dengan kekuasaan oligarkis? Tergantung kualitas moral dan mental individu atau para indvidu yang memegang kekuasaan oligarki itu. Jika individu-individu tertempa di tengah kerakusan, ketamakan, keberingasan dan keegoisan, maka akan muncullah oligarki yang destruktif. Mereka akan berperilaku gegabah dan tak peduli dengan dampak buruk jangka panjang, terhadap semua aspek kehidupan. Bangsa dan negara menjadi berantakan di tangan mereka. Semua mereka bikin hancur, mulai dari perekonomi, lingkungan hidup, rajut sosial, tatanan politik pasti akan entang-perenang. Semua amburadul di tangan oligarki yang berideologi kerakusan. Sebaliknya, para individu pemegang kekuasaan oligarkis yang tumbuh dengan latarbelakang madani, rata-rata mereka akan menghasilkan suasana yang konstruktif. Kekuasaan oligarki akan memberikan dampak positif terhadap semua aspek kehidupan. Bagaimana dengan Indonesia? Apakah negara ini sedang dikuasai oleh oligarki? Apakah oligarkinya berpikiran dan berperilaku membangun atau menghancurkan? Jika dilihat dari situasi politik sebagai salah satu barometer penyelenggaraan kekuasaan, sudah sangat jelas oligarki-lah yang mengendalikan para penguasa. Baik itu penguasa eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Mereka juga bisa membeli simpul-simpul kekuasaan seperti partai-partai politik, ormas-ormas yang memiliki pengaruh besar maupun ormas-ormas yang hadir hanya sebagai benalu. Bambang Soesatyo, yang sekarang duduk sebagai ketua Majelis Permusyarawatan Rakyat (MPR) pernah mengatakan bahwa satu parpol bisa dibeli seharga Rp1.000.000.000.000 (satu triliun rupiah) saja. Sangat murah dan sangat hina. Artinya, untuk mendapatkan kekuasaan penuh, maka koalisi oligarki hanya perlu mengeluarkan duit sekitar Rp15 triliun. Dengan dana sebesar itu, Indonesia langsung dalam genggaman. Cash and carry. Itu dari sisis politik. Kalau dilihat dari aspek ekonomi, maka kekuasaan oligarki semakin jelas lagi. Sekitar 30-an grup bisnis saja di koalisi ologarki sudah sejak lama menguasai perekonoamian negara ini. Mereka juga menguasai puluhan juta hektar lahan perkebunan. Dari sini bisa disimpulkan bahwa oligarki Indonesia adalah segelintir orang yang berpikir, berencana, dan bertindak menghancurkan rakyat dan negara. Mereka adalah oligarki jahat. Bisakah Indonesia lepas dari genggaman oligarki? Bisa, kalau para pemimpin formal dan informal di negara ini memiliki visi tentang masa depan anak-cucu, masa depan bangsa, masa depan negara. Tidak akan bisa lepas, kalau mereka hanya berpikir pendek. Hanya berebut kenikmatan hari ini untuk diri sendiri saja. Celakanya, mereka yang bervisi pendek itulah yang menguasai Indonesia. Mereka puas dengan uang triliunan rupiah di rekening bank. Mereka terus saja berpura-pura memperjuangkan rakyat. Padahal, mereka menipu rakyat. Tidak hanya menipu, mereka sekaligus menyerahkan rakyatnya kepada oligarki rakus untuk diperbudak secara terus-menerus. Anda mungkin sering mendengar tentang Mahathir Mohamad dan para pemimpin puak Melayu lainnya yang berhasil menjadikan bumiputra (pribumi) lebih kuat dan lebih mampu bersaing. Mahathir mengasuh dan mengutamakan Melayu. Dia punya visi tentang rakyat pribumi Malaysia. Di Indonesia, istilah “pribumi” malah tidak boleh dipakai lagi. Padahal, “orang lain” sangat gencar membangun dan memperkuat kepribumian mereka sendiri. Kepribumian orang yang bukan pribumi, semakin solid. Semakin dalam tancapan kekuasaan ekonomi yang kemudian memperkuat penguasaan mereka di pentas politik. Mahathir tidak bisa dikuasai oleh para taipan. Dia paham betul tentang bahaya yang mengancam rakyat jika oligarki taipan diberi ruang. Di negara Pancasila ini, kita hanya bisa menyaksikan kehancuran bangsa di tangan oligarki. **

Balada Partai Demokrat Amerika & Demokrat SBY

PARTAI Demoktrat Amerika punya akar sejarah dan idiologi jelas. Thomas Jefferson dan James Madison, Presiden Amerika ke-3 dan ke-4 ini berada langsung di jantung Demokrat Amerika. Partai Demokrat Amerika adalah kelanjutan dari kaukus Republik-Demokrat, sebelum akhirnya berubah menjelma menjadi Demokrat saja. Kaukus ini diotaki langsung oleh Thomas Jefferson dan James Madison, arsitek dibalik lahirnya UUD Amerika, sekaligus pencipta konsep Presidensial. Garis politiknya top dan berkelas. Sangat jelas. Bukan pemerintahan Federal yang supreme, tetapi pemerintah lokal. Bukan aristokrat, tuan tanah yang kaya di belahan Utara Amerika yang supreme. Tetapi petani di belahan Selatan Amerika yang supreme. Itulah cikal-bakal demokrat Amerika. Property Keluarga Cikeas? Bagaiman dengan demokrat SBY? Ah ini dia problemnya. Sangat tidak jelas posisinya. Tak pro kepada konglomerat, tetapi memiliki jarak yang jauh miliaran mil dengan petani kecil dan rakyat miskin. Entah karena itu sebabnya atau bukan, Demokrat SBY sejauh ini terlihat asyik sendiri dengan caranya, entah dirancang sendiri oleh SBY atau kuntilanak. Apa betul SBY adalah founder utama Demokrat? Berapa duit yang ditaruh SBY pada saat Demokrat didirikan? Apakah lambang Mercy saat ini hasil rancangan SBY? Siapa pencipta mars Demokrat? SBY kah atau Max Sopacua, nyong Ambon manise ini yang menciptakan? Kalau SBY memang terlibat dari awal dalam membentuk Partai Demokrat, tidakkah saat itu SBY adalah Menkopolkamnya Presiden Megawati? Apa SBY minta izin atau beritahukan kepada Ibu Megawati? Jadi anak buah Ibu Megawati, tetapi bikin partai lalu gunakan partai itu untuk melawan Ibu Mega dalam pilpres. Etiskah itu SBY? Kalau itu tidak etis, pantaskah SBY meminta Pak Jokowi menghidupkan etika? Dari kejauhan Demokrat SBY benar-benar milik keluarga SBY. SBY jadinya semacam ”Bos of the Bos” Demokrat. Ini menarik. Mengapa menarik? Demokrat Amerika tak pernah sekalipun terindikasi sebagai property milik Thomas Jefferson dan James Madison. Top mereka. Betul-betul negarawan mereka. Apakah tanpa Demokrat, SBY kehilangan wadah politik? Kalaupun begitu, etiskah Demokrat harus dikendalikan Hadi Utomo, iparnya Ani Yudhoyono? Setelah Hadi Utomo, memang Anas Urbaningrum. Tetapi Sekjennya Mas Ibas, anak SBY juga. Lalu begitu Anas kena musibah, SBY langsung kendalikan. Setelah itu AHY, kakak Ibas, jadi Ketum dan SBY jadi Ketua Majelis Tinggi. Inikah model demokrasi SBY? Demokrat memang angkuh dalam perpolitikan mutakhir. Sikapnya pada beberapa persitiwa politik, benar-benar menjengkelkan orang. Bayangkan Demokrat begitu independen pada Bang Hatta Rajasa, Besan SBY ketika Dia jadi cawapres berpasangan dengan Jendral Prabowo Subiyanto. Entah apalah maksudnya agar terlihat hebat, atau sombong atau agar menjadi center dalam permainan politik, sehingga orang harus bolak-balik konsultasi dengan SBY, setelah AHY-Sylvia Murni tersingkir pada putaran pertama Pilgub DKI. Demokrat SBY tak mendukung sana dan sini, baik Anies-Sandi atau Ahok-Jarot. Sikap mirip ini terjadi pada pilpres 2019 kemarin. Demokrat SBY benar-benar memusingkan orang. Prabowo Subiyanto harus bolak-balik ketemu SBY. Selalu saja ada sikap Demokrat, yang bukan hanya memusingkan Prabowo, tetapi juga pendukung-pendukungnya. Itu terjadi ditengah hasrat dan ekspektasi banyak orang agar Demokrat habis-habisan memenangkan Prabowo-Sandi. Apa sikap SBY itu dipengaruhi kenyataan Prabowo-Sandi disokong habis-habisan oleh ulama dan ummat Islam? Apa susahnya bagi AHY untuk datang ke Senayan pada kampanye akbar Prabowo-Sandi yang dipadati ribuan ummat Islam? Apapun alasan dibalik itu, ummat Islam merasa menderita, dilukai oleh keangkuhan Partai Demokrat SBY. Partai Demokrat dan SBY tampil sebagai pemain solo dalam politik Indonesia. Tidak peduli pada apa penderitaan politik yang dialami oleh kolega-koleganya. SBY tak berkontribusi pada penderitaan yang dialami Golkar dibawah Bang Ical dan PPP di bawah Yan Farid. Payah amat SBY dan Partai Demokrat. Sekarang Demokrat terang-terangan mengajak orang berjuang bersama mereka menghadapi kemelut KLB di Sibolangit Seli Serdang, Sumatera Utara. Bertempat di sekretariatnya di Dekat Tugu Proklamasi, diselenggarakan mimbar bebas. Demokrat Tidak Berkelamin Ada banner yang bertuliskan “Commander Call” Ketua Partai Demokrat se-Indonesia, Rapatkan Barisan Jaga Kehormatan dan Kedaulatan Partai. Taufiqurrahman, salah seorang pimpinannya mengatakan dalam mimbar itu “pada sore hari ini, saya ingin menyampaikan pada seluruh rakyat Indonesia, bahwa dari Kantor DPP Partai Demokrat, kita akan memulai sebuah gerakan dengan nama Aliansi Rakyat Penyelamat Demokrasi". Anda waras Bung Taufiqurrahman? Memangnya Demokrat itu demokratis? Demokrat tak produktif berpihak pada rakyat miskin ko bung. Demokrat tak bersuara terhadap hukum suka-suka yang menimpa anak-anak bangsa ini. Apakah Partai Demokrat dan SBY bersuara tentang penahanan semena-mena aktvis demokras Dr. Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Dr. Anton Permana, Ustazah Kingkin Anidah? Eh, sekarang bicara minta didukung soal demokrasi, etika dan rule of law? Gawat deh Demokrat. Kemana suara SBY, AHY dan Partai Demokrat terkait penahanan Habib Rizieq Shihab (HRS) yang ditahan dengan ancaman hukuman Cuma dua tahun? Demokrat tidak bersuara juga soal unlwafull killing pada anak-anak laskar Front Pembela Islam (FPI) di kilometer 50 tol Jakarta-Cikampek (Japek). Partai Demokrat SBY tidak minta agar Allah Subhanahu Wata’ala yang Maha Tahu beri petunjuk pada aparat hukum agar pakai hati, pakai akal, pakai nalar dalam menegakan hukum. Apakah Partai Demokrat bodoh dan tolol untuk soal-soal yang seperti ini? Haqul yakin pasti tidak. Demokrat juga tak bersuara untuk anak-anak yang ditangkap dalam demo tolak Perubahan UU KPK. Demokrat SBY juga tak tahu ada anak-anak yang kepalanya bocor, hampir sekarat terkena benda tumpul Polisi. Demokrat SBY diam tenan atas ditangkapnya anak-anak yang menolak UU Cipta Kerja. Demokrat SBY ini payah sepayah-payahnya. Ketika tersambar KLB Sibolangit Deli Serdang, eh ajak orang bersama Demokrat menyelamatkan keadilan, demokrasi dan rule of law. Memangnya di Demokrat ada demokrasi dan rule of law? Enak aja. Senang, senangnya sendiri, ketika susah baru minta tolong orang. Jangan-jangan orang malah bilang ogah lah yaooo. Bro AHY, maju aja bersama Ibas adik anda dan SBY, ayah kalian itu. Kan ini partai punya kalian. Ya urus saja sendiri. Apalagi SBY kan jagoan. Jagoan ko minta tolong orang. Yang benar aja deh AHY dan SBY. Prilaku Moeldoko Primitif Oke itu satu hal. Seburuk itu sekalipun Demokrat SBY dan AHY, sikap Jendral (Purn) Moeldoko juga kebangetan dekil, jorok dan primitif. Yang lebih kebangetan lagi, ya sikap Presiden Jokowi. Presiden jangan pura-pura tak tahu tentang kelakuan Moeldoko ini. Moeldoko itu Kepala Kantor Staf Presiden (KSP). Dia berkantor di Kantor anda Pak Jokowi. Masa anda tak tahu? Mustahil pak bos tidak tahu. Apa anda, Pak Presiden telah mati rasa? Tak lagi punya rasa sebagai manusia, juga sebagai Presiden? Tidak bisakah anda pintar lagi sedikit saja? Presiden jangan bilang pemerintah tak bisa melarang orang ber-KLB. Orang bodoh juga tahu itu. Orang bodoh juga tahu masalahnya bukan di situ Pak Jokowi. Masalahnya Moeldoko itu Kepala Kantor Staf Presiden, berkantor di kantor Presiden, kantor anda Pak Presiden Jokowi. Itu masalah pokoknya. Apa anda diam-diam mau kangkangi Partai Demokrat SBY? Apa anda punya agenda mengamendemen UUD 1945, mengubah pasal 7 UUD 1945, sehingga bisa mencalonkan diri jadi Presiden lagi? Picik, licik dan primitif amat kalau itu tujuannya. Pak Presiden Jokowi, sikap anda ini mengingatkan orang atas sikap Presiden Richard Nixon, Presiden Amerika pada skandal gedung “watergate”. Itu terjadi 47 (empat puluh tujuh) tahun lalu. Perkaranya sederhana. Takut kalah pada pemilu 1972, Tim Nixon Nixon diam-diam menyadap pembicaraan-pembicaraan di Kantor Demokrat, di Washington DC. Apakah perintah melakukan wiretapping di Kantor Demokrat datang dari Nixon? Tidak juga. Perintah itu datang John Michcel, attorney general, yang pernah jadi Ketua Tim Kampanye Nixon 1968. Dialah yang merancang wiretapping itu. Selain dia, teridentifikasi dianranya Howard Hunt, mantan agen CIA, James MacCord, mantan agen FBI, Gordon Liddy, Ketua Tim Keuangan Kampanye Nixon. Semuanya terkait dengan Nixon. Merekalah yang berada di front depan kasus watergate ini. Howard Hunt yang merekrut Virgilio Gonzalez, Bernard Barker, James McCord, Eugenio Martinez, dan Frank Sturgis. Orang-orang ini yang beroperasi menyadap pembicaraan-pembicaraan di kantor Demokrat. Tak terhitung berapa kali Nixon menyangkal peristiwa itu. Tetapi Demokrat yang dominan di House of Representative dan Senat, melalui Judiciary Committe terus menggalakan penyelidikan dalam kerangka impeachment. Pada saat yang sama Mark Felt, penyelidik FBI, yang punya koneksi kuat dengan Bob Woodward dan Karl Benstein, dua jurnalis Washington Post ini, terus membagi informasi valid katagori A1 kepada keduanya. Washington Post terus memberitakannya. Pada saat yang sama Archibal Cox, Profesor hukum dari Harvard University, yang bertindak sebagai penyelidik independen, terus menemukan kenyataan top. Hari-hari berat buat Nixon tiba bersamaan House of Judiciary Committe meminta Supreme Court mengeluarkan perintah pengambilan paksa (subpoena) material recorder yang asli. Apa yang terjadi? Recorder asli yang berkali-kali ditolak Presiden Nixon untuk diserahkan kepada Judiciary Committe, akhirnya harus diserahkan juga oleh Nixon. Dan saatnya “saturday nigh massacre” tiba. Nixon mundur. Game over. Pak Jokowi anda musti ingat yang anda hadapi adalah SBY. International networkingnya Pak SBY top. Pak SBY pernah bilang, untuknya amerika adalah “second country”. Bagaimana kalau tiba-tiba Pak SBY eksploitasi habis-habisan kasus unlawfull killing enam laskar FPI di tol Japek itu? Pak Jokowi, apa anda tidak tahu bahwa urusan cetak-mencetak uang itu sama dengan menampar mukanya The Fed? Bagaimana kalau nanti Pak SBY mengeksploitasi semua itu? Bisa barabe dan berantakan semuanya lho Pak Jokowi. Terus terang saja, tidak masuk akal kalau Pak Jokowi lepas tangan dari tindakan Pak Moeldoko jijik, jorok dan primitif itu. Moeldoko ini sehari-harinya berada di kantor anda. Moeldoko tidak berkantor di luar pagar dan halaman istana. Itu fakta yang tidak bisa disangkal. Jadi, semakin anda sangkal dan lepas tangan, maka semakin beralasan SBY mencela anda sebagai orang tak punya rasa dan etika. Sikap cuek-bebek Pak Jokowi itu sama dengan seruan kepada rakyat untuk bersama SBY melawan anda.*

KLB Moeldoko Mengonfirmasi Penanganan Pandemi Covid19 Hanya Guyon?

SATGAS penanganan pandemi Covid19 bisa dicap tak serius menangani wabah. Ketidakadilan penanganan pelanggaran protokol kesehatan kerap ditemukan di lapangan. Kejadian paling anyar adalah Kongres Luar Biasa Partai Demokrat di Medan Sumatera Utara. KLB abal-abal yang ujung-ujungnya melambungkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko ke pucuk pimpinan partai tersebut, tak hanya menyesakkan dada SBY maupun AHY, tetapi juga merobek-robek perasaan kader partai berlambang bintang mercy. Tak hanya itu, jutaan orang yang masih menjunjung tinggi etika dan moral politik juga ikut geram. God father buzzer nasional itu distempel sebagai pelakor, perebut lahan orang. Lebih geram lagi ketika polisi tidak sudi membubarkan acara pembegalan pimpinan Partai Demokrat atas laporan anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan yang meyakini acara tersebut melanggar protokol kesehatan. Bahkan tidak ada izinnya. Hinca mengaku sudah mengecek langsung ke Kapolri bahwa penyelenggaraan KLB itu ilegal. Sebelumnya polisi juga ogah-ogahan menindaklanjuti kerumunan massa yang dilakukan selebgram Raffi Ahmad dan mantan penista al Quran Ahok usai menghadiri pesta mewah ulang tahun pengusaha dan pembalap, Ricardo Gelael pada Rabu malam, 13 Januari 2021 di Jakarta. Penyidik Polda Metro Jaya menghentikan penyelidikan kasus kerumunan itu. Polisi berkilah jumlah tamu yang hadir hanya 18 orang dengan luas ruangan yang cukup menampung 200 orang. Selain itu, para tamu yang datang telah melakukan test swab dan hasilnya negatif Covid-19. Kata polisi, para tamu yang datang hadir secara spontanitas alias tanpa undangan. Yang paling fenomenal adalah kerumunan massa yang dilakukan Presiden Jokowi saat kunjungan kerja ke Maumere, Nusa Tenggara Timur pada 23 Februari 2021 lalu. Loyalis Jokowi berkerumun tanpa saling jaga jarak, berjejer di pinggir jalan menyambut idolanya yang melintas dalam iring-iringan kendaraan. Jokowi yang saat itu hendak menuju lokasi peresmian Bendungan Napun Gete sempat keluar dari atap mobil dan melambaikan tangan ke kerumunan warga. Pemujanya histeris. Profesor Jimmly Asshidiqie, mantan ketua Mahkamah Konstitusi menyarankan agar kasus Jokowi di Maumere ini dibawa ke DPR, MK dan MPR. Jokowi sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan telah melanggar UU Protokol Kesehatan. Seorang presiden tidak boleh dan dibiarkan melanggar UU. Negara akan rusak jika tindakan pelanggaran UU oleh presiden dibiarkan. Saking kesalnya atas leletnya pekerjaan polisi, akhirnya Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan melaporkan Jokowi ke Bareskrim Polri atas dugaan pelanggaran protokol kesehatan. Namun, mereka kecewa lantaran petugas Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Bareskrim Polri tidak mau menerbitkan surat laporan polisi terkait pengaduannya tersebut. Hampir semua kasus pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan rezim dan pemujanya, tak pernah diproses. Ada saja alibi untuk menolaknya. Berbeda jika yang melakukan rakyat kecil, apalagi oposisi. Di Bali, Tim gabungan Satpol PP membubarkan sebuah warung makan di Denpasar karena melanggar ketentuan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). Di Kendangsari, Surabaya seorang warga bernama Widodo menggelar resepsi pernikahan di halaman Masjid Baiturrozaq SIER Surabaya. Sebelum tamu undangan datang, acara dibubarkan oleh petugas karena melanggar Perwali Nomor 2 tahun 2021 yang ingin menegakkan 5 M. Di desa Ngargoyoso, Tasikmadu, Mojogedang, Karanganyar Jawa Tengah, Satpol PP membubarkan acara hajatan dan penyelenggaranya dipolisikan karena melanggar Instruksi Bupati Nomor 183/3 Tahun 2021 tentang PPKM. Apa bedanya kerumunan massa yang terjadi di Bali, Surabaya, dan Karanganyar dengan kerumunan Rafii Ahmad di Jakarta, Jokowi di Maumere, dan Moeldoko di Medan? Mengapa beda perlakuan? Mengapa kerumunan massa yang dilakukan pendukung HRS harus memakan 6 korban nyawa. Mengapa pula HRS harus dipenjara, rekening dibekukan, dan pengurusnya dikerangkeng. Padahal HRS sudah membayar denda Rp50 juta. Di mana letak keadilan bangsa ini? Seriuskah polisi menangani pendemi Covid19? Terlalu banyak kesewenang-wenangan rezim ini terhadap rakyat. Rezim selalu merasa paling benar. Berbeda dengan pemimpin negara lain yang ksatria mengakui kesalahan. Raja Yordania Abdullah II misalnya. Ia merestui pengunduran diri dua menteri yang telah melanggar aturan pengendalian Covid-19. Ini terjadi usai Perdana Menteri Yordania Bishr Al-Khasawneh meminta Menteri Dalam Negeri Samir Al-Mobaideen dan Menteri Hukum Bassam Al-Talhouni untuk mundur dari jabatan mereka. Di Argentina, skandal antrean vaksin membuat Menteri Kesehatan Gines Gonzales Garcia dipecat langsung oleh Presiden Alberto Fernandez. Skandal tersebut memicu aksi unjuk rasa ribuan warga Argentina. Di Amerika Serikat, dua menteri mundur lantaran tak bisa mencegah kericuhan pendukung Donald Trump di Capitol Hill, saat Kongres AS membahas hasil Pilpres AS yang dimenangi Joe Biden terus bergulir. Sebelumnya, sejumlah pejabat Gedung Putih juga mengundurkan diri akibat kerusuhan di Capitol Hill. Pada awal Covid19 melanda Indonesia Juru Bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman, mengingatkan masyarakat untuk melakukan social distancing. Bagi yang masih nekat berkerumun bisa dikenakan hukuman penjara hingga 7 tahun. Beberapa pasal bisa diterapkan sebagai bentuk pendisiplinan masyarakat terhadap social distancing ini. Fadjroel kemudian menutip Pasal 212 KUHP yang berisi imbauan untuk tidak berkumpul dan jika dibubarkan melakukan perlawanan. "Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menuntut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun," demikian bunyi Pasal 212 KUHP yang diunggah Fadjroel di akun Instagram miliknya, 29 Maret 2020. Dalam beberapa hari ini masyarakat disibukkan dengan perebutan partai secara konyol dan brutal, sedangkan mereka sibuk menutupi kekurangannya dengan menciptakan kegaduhan demi kegaduhan. Kerumunan KLB Moeldoko tidak dibubarkan polisi. Kerumunan Jokowi juga tidak diproses. Kerumunan Raffi Ahmad juga dibenarkan oleh penguasa bahwa Rafii hanya diundang, bukan penyelenggara. Banyak alasan untuk selalu membenarkan perilaku penguasa dan penjilatnya. Kerumunan-kerumunan yang dilakukan penguasa dan penjilatnya – yang tidak diproses hukum - semakin menunjukkan bahwa wabah Covid19 seperti tidak mengerikan. Oleh karena itu pencegahan penangannya pun santai, guyon (bercanda), dan sesuai cara penguasa. Guyon yang paling menggelikan adalah anggaran penanganan Covid19 yang dikorupsi Menteri Sosial Juliari Peter Batubara. Publik geram, ada pejabat negara yang tega menggasak anggaran penanganan wabah. Publik makin terpingkal-pingkal ketika proses hukum terhadap sang koruptor penuh dengan intrik dengan mengabaikan peran sang Madame. Pasal sedang dipilih-pilih, tuduhan sedang direkayasa, dan kelak vonis pun sesuai selera. Tak heran jika kemudian banyak masyarakat yang seenaknya melanggar protokoler kesehatan. Tak kaget pula jika banyak masyarakat yang menolak vaksinasi. Jadi sesungguhnya penanganan Covid19 ini serius atau guyon sih? Kalau serius berlakukan secara adil dan beradab. Sedangkan kalau guyon katakan sejujurnya, guyon ya guyon biar masyarakat bisa ketawa bersama-sama. Janganlah ketawa pun dimonopoli satu pihak, biar seragam dan satu komando. Rakyat juga pingin ketawa biar imun meningkat. Tidak elok main monopoli. (sws)

Produksi Melimpah Kok Impor Beras

PEMERINTAH berencana mengimpor satu juta ton beras. Alasannya untuk menjaga ketersediaan pangan, termasuk stabilisasi pasokan dan harga komoditas pangan dalam negeri di tengah pandemi Covid-19. Impor itu dilakukan untuk menjaga ketersediaan stok beras sebesar 1-1,5 juta ton, setelah adanya bantuan sosial beras kepada Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (KPM PKH), dan pandemi Covid-19. Satu juta ton impor itu meliputi 500.000 ton beras untuk cadangan beras pemerintah dan 500.000 ton beras sesuai kebutuhan Badan Urusan Logistik (Bulog). Rencana impor tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Airlangga Hartarto, saat rapat kerja Kementerian Perdagangan, Kamis, 4 Maret 2021. Tidak jelas impor beras itu dilakukan dari negara mana. Sejumlah negara yang selama ini pengekspor beras, seperti Thailand dan Vietnam, tidak mengekspor beras sejak corona mewabah. Alasannya, pemerintahan negara tersebut lebih mengutamakan stok dalam negerinya masing-masing, mengingat pandemi Covid-19 belum bisa dipastikan kapan berakhir. Kabarnya, Indonesia mencoba melakukan lobi ke Republik Rakyat China (RRC). Padahal, negara tersebut juga ikut terpukul akibat corona yang berasal dari Wuhan, awal tahun 2020 lalu. China pun diperkirakan akan mengutamakan kebutuhan dalam negerinya, mengingat jumlah penduduknya yang mencapai 1,4 miliar lebih. Bagi pemerintah komunis China, mengamankan berbagai kebutuhan dalam negeri sangat penting, mengingat perseteruannya dengan Amerika Serikat, baik dalam masalah perdagangan maupun kasus Laut China Selatan masih terus memanas. Lalu apakah tepat pemerintah mencangkan impor beras di saat para petani panen raya? Kenapa pemerintah tidak mengutamakan produksi dalam negeri? Padahal, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi mengalami kenaikan 0,08 persen atau 45,17 ribu ton, dari 54,60 juta ton gabah kering giling (GKG) pada 2019 menjadi 54,65 juta ton tahun 2020. Atau masing-masing setara beras 31,31 juta ton (2019) dan 31,33 juta ton (2020). Nah, tahun 2021 ini BPS juga memperkirakan produksi beras nasional berpotensi naik 4,86 persen dibanding tahun lalu. Kenaikan tersebut, menurut Kepala BPS Suhariyanto, didukung panen raya yang menunjukkan tren positif di awal tahun ini. Meski potensi luas panen sangat bagus dan nenjanjikan, namun tetap waspada. Hal tersebut melihat kenyataan yang terjadi berupa hujan dan banjir yang bisa menyebabkan gagal panen. Kembali ke impor beras satu juta ton. Itu untuk kepentingan siapa dan menguntungkan siapa? Yang jelas, petani menolak hal itu. Sebab, impor tersebut dapat merusak harga padi yang mereka hasilkan. Buat apa impor? Padahal, Bulog dan Kementerian Pertanian senantiasa menyebutkan produksi dan stok beras nasional aman. Apakah kalimat tersebut dimaksudkan untuk membuat ABS (Asal Bapak Senang), dan memghibur rakyat dari ancaman krisis pangan? Menyangkut produksi, lagi-lagi kita melihat angka yang disuguhkan BPS. Meski dilanda banjir di beberapa daerah, dan hujan deras yang dapat menyebabkan gagal panen, ternyata produksi beras periode Januari sampai April 2021 mencapai 14,54 juta ton. Angka tersebut naik 3,08 juta ton (26,84 persen) dibandingkan produksi beras pada subround yang sama tahun 2020, sebanyak 11,46 juta ton. Buat apa impor satu juta ton beras itu kalau produksi aman? Akan lebih baik, pemerintah menyerap produksi petani. Sebab, hal itu menyangkut kepedulian dan nasionalisme pemerintah kepada petani. Sekali lagi, buat apa impor beras itu Airlangga? Bukankah bos Anda, Presiden Joko Widodo baru saja mengajak seluruh takyat membenci barang-barang impor? Jangan-jangan kepentingan bisnis yang paling menonjol pada impor tersebut. Sebab, biasanya Bulog yang mendapatkan penugasan dari pemerintah akan mensubkannya ke perusahaan swasta sebagaimana yang terjadi selama ini, termasuk dalam urusan impor daging sapi dan kerbau. Satu juta ton impor itu adalah bisnis yang menggiurkan dan menguntungkan. **

Saat Direktur Pajak Menjadi Perampok Pajak

MENURUT teori kejahatan finansial, 90% pelaku kejahatan itu adalah orang dalam. Teori ini benar adanya, dan bahkan akurat ketika kita menyaksikan betapa brutalnya Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Angin Prayitno Aji merampok uang pajak. Sampai-sampai Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjulukinya sebagai penghianat. Karena itu Sri menyayangkan hari gini masih ada pegawai Kementerian Keuangan yang terlibat korupsi. "Jelas ini pengkhianatan dan telah melukai perasaan baik di Direktorat Jendral Pajak maupun seluruh jajaran Kementerian Keuangan di seluruh Indonesia", kata Sri Mulyani dalam jumpa pers virtual di Jakarta Rabu (3/3) lalu. Curhatan dan makian Menkeu bukan tanpa alasan. Betapa ia berusaha menata birokrasi di Kementerian Keuangan begitu ketat, dengan aturan yang juga ketat, bahkan aparat pajak dibayar jauh lebih mahal dibandingkan aparat birokrasi kementerian lainnya, namun disayangkan tetap kebobolan juga. Kita patut menyayangkan munculnya makelar kasus Gayus Tambunan yang hanya pegawai III A DJP Kementerian Keuangan yang berhasil menjebol uang negara. Bisa dibayangkan Gayus yang pegawai rendahan bisa menjadi makelar atas kasus sengketa pajak senilai Rp10,5 triliun, berapa besar kasus yang digondol Angin? Adalah Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang menduga penyimpangan penagihan pajak senilai Rp1,7 triliun yang melibatkan Angin Prayitno. Mungkin saja rilnya lebih besar. Koordinator MAKI, Boyamin Saiman mengatakan, dugaan tersebut sudah dilaporkan beserta alat buktinya kepada KPK pada Jumat siang (5/3). "Saya datang ke KPK melaporkan proses yang diduga terkait dengan inisial AP yang saat ini dicekal oleh KPK yang saat ini diduga menerima suap berkaitan dengan pengurusan pajak dengan wajib pajak," demikian ujar Boyamin. Lantas bagaimana kronologi Angin Prayitno Aji bisa menjebol uang pajak? Bagaimana kronologi sehingga Angin bisa dijuluki sebagai penghianat? Begini ceritanya. Berdasarkan surat Menteri Keuangan (Menkeu) No.SR-383/MK.03/2017, memberikan izin penyanderaan terhadap DS (Dedy Sutanto), AT dan WW selaku Komisaris dan Direksi PT Industri Pulp Lestari dikarenakan menunggak pembayaran pajak sebesar Rp1,7 triliun. Atas surat izin itu, Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPPP) Jakarta Pluit telah melakukan penyanderaan terhadap DS yang dititipkan di Lapas Klas II A Salemba. Selanjutnya, DS berupaya lepas dari penyanderaan dengan cara membayar Rp15 miliar pada 20 Desember 2017, satu minggu setelah disandera dan membuat surat pernyataan akan membayar dengan seluruh harta kekayaannya sesuai dengan nilai di SPT pribadi. Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak No. PER/03/PJ/2018 tanggal 23 Januari 2018, DS lepas dari sandera pada 24 Januari 2018, atau sehari sejak terbitnya Peraturan Dirjen Pajak pada tanggal 23 Januari 2018. Hal itu pun dinilai tidak wajar jika merujuk syarat-syarat pembebasan sandera pajak, salah satunya pertimbangan Menkeu yang membutuhkan waktu 39 hari. Hingga saat ini tagihan pajak senilai Rp1,7 triliun dari PT Industri Pulp Lestari diduga belum tertagih sepenuhnya. Diduga baru terbayar Rp15 miliar dari DS dan diduga tidak dilakukan penyanderaan terhadap AT dan WW sehingga patut diduga telah terjadi tindak pidana korupsi atas peristiwa tersebut. Adanya dugaan penyimpangan penagihan pajak Rp1,7 triliun itu diduga terkait dengan Angin yang saat itu menduduki jabatan eselon II setingkat Direktur pada DJP. Saat Angin ini telah dicegah ke luar negeri oleh KPK terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi berupa suap pajak. Pertanyaannya, bagaimana mungkin Angin hanya mendapat fee atas makelar kasus yang dilakoninya, sementara Gayus bisa mendapat ratusan miliar? Sudah sesulit itukah membobol uang pajak? Atau suap Rp15 miliar itu hanyalah puncak dari gunung es yang sesungguhnya? Semoga tindakan penghianatan yang memalukan ini tidak terulang lagi di kemudian hari.

Habis Bilang Benci Produk Asing Malah Impor Satu Juta Ton Beras

PRESIDEN Jokowi mengajak rakyat untuk membenci produk asing. Dilihat dari kalimatnya, sangat jelas Presiden Jokowi tidak memahami persoalan yang diucapkan. Kalau mau sedikit berpikir positif, diksinya sangat terbatas. Di luar itu, ucapan tersebut juga kian menegaskan bahwa Presiden Jokowi adalah figur yang inkonsisten. Presiden Jokowi mengucapkan hal itu karena diminta oleh Menteri Perdagangan Luthfi untuk ikut mempromosikan barang-barang produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Pemerintah ingin mendorong agar produk UMKM menjadi produk andalan dan menjadi pilihan publik. Karuan saja, pernyataan Jokowi menimbulkan kehebohan. Sudah menjadi pemahaman kita bersama, bahwa di bawah kepemimpinan Jokowi, nilai impor terus meningkat. Barang-barang produk asing, khususnya asal Cina mengalir deras, masuk ke pasar Indonesia. Yang memprihatinkan, karena harganya yang sangat murah, banyak produk-produk UMKM gulung tikar. Tak mampu bersaing. Pernyataan benci produk asing, tentu saja tak sesuai dengan semangat zaman. Dalam era globalisasi, dunia menjadi saling bergantung satu dengan lainnya. Agar produk-produk Indonesia bisa bersaing dengan produk asing, maka kita harus berbenah. Terutama pemerintah. Tidak bisa produk-produk lokal, apalagi UMKM diminta bersaing sendirian di pasar bebas, tanpa peran dan bantuan pemerintah. Mengajak publik membenci produk asing, bukanlah ucapan yang diharapkan oleh pelaku UMKM dari seorang presiden. Belum lagi bila kita bicara pada rezim perdagangan bebas. Indonesia adalah salah satu anggota perdagangan Dunia (WTO). Proteksi yang berlebihan terhadap produk-produk domestik, sangat bertentangan dengan tujuan pasar bebas. Apa artinya? Indonesia bakal dikucilkan oleh komunitas dunia. Lebih menyedihkan lagi bila ucapan presiden itu hanya merupakan retorika kosong, dan keterbatasan pemahaman serta diksi. Sejauh ini soal retorika kosong, dan inkosistensi adalah stigma yang melekat kuat pada Presiden Jokowi. Pada kampanye Pilpres 2014 Jokowi mempersoalkan, mengapa sebagai negara agraris Indonesia masih terus mengimpor kedelai, jagung dan bahan pokok lainnya. Dia bertekad mengakhiri semuanya bila terpilih menjadi presiden. Faktanya, hingga dia memasuki periode kedua masa jabatan, semua kebutuhan pokok masih terus diimpor. Bukan hanya kedelai, jagung, gandum, gula, garam, dan beras juga masih tetap impor. Indonesia tidak pernah bisa berswasembada pangan, seperti pernah dicapai pada masa Orde Baru. Anehnya, Jokowi masih selalu mempertanyakan dan merasa heran mengapa kita masih terus impor. Harusnya Jokowi bertanya kepada diri sendiri. Apa saja yang dia lakukan selama 6 tahun menjadi presiden. Masihkah dia ingat dengan janji-janjinya pada pemilu lalu. Untuk yang satu ini rasanya kita sulit berharap banyak pada Jokowi. Jangankan janjinya pada Pilpres. Sehari setelah heboh ajakannya membenci produk asing, pemerintah memutuskan membuka keran impor satu juta ton beras. Apakah Jokowi kali ini akan mengajak rakyat untuk membenci juga beras impor. Memilih kelaparan, karena beras lokal tidak tersedia karena gagal panen. Ah ….Pak Jokowi…. Kapan berhenti dengan retorika kosong, dan menebar janji-janji palsu?**

Orang Mati di KM 50 Jadi Tersangka? Menyidik Alam Kubur

BADAN Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkan enam Laskar Front Pembela Islam (FPI) yang terlibat dalam bentrok dengan polisi di jalan tol Jakarta-Cikampek (Japek) 7 Desember tahun lalu sebagai tersangka. Mereka tewas ditembak mati oleh polisi. Mereka dijerat sebagai tersangka lantaran diduga menyerang polisi. "Sudah ditetapkan tersangka, kan itu juga tentu harus diuji, makanya kami ada kirim ke Jaksa biar Jaksa teliti", kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtidum) Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Andi Rian Djajadi saat dihubungi, Rabu (lihat CNNIndonesia.com, 3/3/2021). Duhai tuan Andi Rian, sudilah anda menghidupkan sedikit rasa hormat pada Allah Subhanahu Wata’ala, dengan akal sehatmu. Anda pasti tahu Allah Subhanahu Wata’ala, Tuhan Yang Maha Esa menyukai kejujuran. Dia, dengan pengetahuan yang tak terhingga semua terlihat dan tak terlihat. Anda harus tahu Allah, dengan kekuasaan yang tak terhingga itu menciptakan dunia dengan sangat logis. Tak ada pertentangan antara satu unsur dengan unsur lain yang dalam ciptaannya. Hubungan antar unsur itu harus logis pada setiap aspeknya. Tidak bisa ada unsur yang saling menyangkal. Anda tahu tuan Andi Rian, prinsip ini berlaku dalam dunia hukum. Dunia hukum itu dikenal prinsip expressio unius exclussio (mengekpresikan sesuatu, sama dengan mengesampingkan sesuatu yang lain). Ada pula prinsip qui de uno dicet, de altero negat (menyatakan menerima sesuatu, sama dengan mengesampingkan yang lain). Prinsip ini sama dengan yang dalam substansinya prinsip dorum et tertium, hubungan antar dua unsur yang tercipta karena terdapat proporsi yang sama. Jelaslah prinsip-prinsip universal hukum di atas, sangat tidak mungkin untuk dipakai menjelaskan penetapan orang mati jadi tersangka. Ini karena polisi juga akan menyidik polisi-polisi yang menembak mereka. Kan ini jelas, bakal saling menyangkal. Hal saling menyangkal itu hanya bisa diterima oleh orang gila, sinting, sombong dengan segala cabang-cabangnya. Hanya mereka. Orang waras tidak mungkin. Ini fatal, dan sangat memalukan norma di penegakan hukum di negeri tercinta ini. Polisi-Polisi di dunia akan menertawakan, mengolok-olok Polisi Indonesia. Masa ada orang mati jadi tersangka? Mereka akan mengatakan tindakan ini jelas-jelas sangat tolol, karena dibimbing dengan keangkuhan serta kebencian tak ada ujungnya. Hanya saja tuan Andi Rian, tolong jangan permalukan polisi Indonesia. Polisi Indonesia itu punya kita semua, rakyat negeri ini. Mari kita jaga kehormatan dan profesionalisme polisi kita. Kalau tuan Andi Rian tidak bisa menjaga kehormatannya, maka harap jangan dipermalukan kehormatan dan polisi negeri ini, karena ada melekat nama Indonesia itu. Tak akan ada Polisi waras di dunia yang tak terpana dengan tindakan ini. Mereka akan terpana, lalu bertanya-tanya, Polisi Indoneasia itu memiliki ilmu macam? Sehingga bisa membuat mereka bercakap-cakap dengan orang-orang mati itu. Apa itu merupakan temuan ilmu baru Polisi Indonesia di bawah Kapolri Jendral Sigit Prabowo? Anda, Polisi-Polisi di dunia, jangan minta kepada Kapolri Jendral Sigit menjelaskan soal hukumnya. Jangan bersandar pada ilmuan hukum sekelas Lon. L Fuller, ahli hukum yang mengagungkan hukum alam, moral dan etika. Lalu meminta Kapolri jendral Sigit menjelaskan rasionalitas orang mati menjadi tersangka. Jangan deh. Itu memalukan. Ini Indonesia tuan Andi Rian. Presidennya Joko Widodo, dan Kapolrinya Sigit, mantan ajudannya Joko Widodo. Anda jangan bilang Hitler, Musolini, Trostky, Noriega, dan lainnya yang tidak pernah bisa menemukan cara membuat orang mati jadi tersangka. Mereka sangat bisa untuk. Namun jangan bilang itu. Dunia mereka lain dengan dunia Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo dan Kepolri Kapolri Sigit Prabowo. Kami boleh kalah membebek kepada banyak negara yang telah membeikan utang dan utang. Tetapi dalam soal bikin orang mati tersangka, anda negara pemberiutang itu harus belajar lagi pada Polisi Indonesia. Wahai para Polisi-Polisi di dunia, mohon jangan bilang kalau orang mati jadi tersangka itu adalah ketololan terbesar sepanjang sejarah dunia ini ada. Jangan-jangan, anda akan bisa juga dijadikan tersangka. Bayangkan, orang yang sudah mati saja masih bisa jadi tersangka, apalagi yang belum mati? Anda jangan pernah berpikir bahwa jarak anda dengan Indonesia jauh, sehingga Polisi Indonesia tidak bisa menjangkau anda. Bayangkan, di alam kubur pun Polisi Indonesia masih bisa menjangkau. Apalagi di alam dunia? Coba bisakah anda ukur jauhnya jarak antara alam dunia dengan alam kubur itu? Tentu saja tidak bisa. Tetapi itu anda, tidak untuk polisi Indonesia. Wahai Kapolri Jendral Listyo Sigit, tolonglah berbagil ilmu tentang cara mengukur jarak antara alam dunia dengan alam kubur dengan koleha-koleha anda di luar negeri. Ini ilmu yang benar-benar orisinil. Ilmu baru dalam semua aspeknya. Pertama, dan hanya ada dalam sejarah dunia Polisi dan hukum di Indonesia. Tolong kasih dasar-dasar ilmu hukum pidana tentang pertanggung jawaban pidana bagi orang mati. Hukum pidana di dunia, sejak dari jaman batu sampai dengan anda sekarang ini, semuanya menunjuk mati sebagai alasan pengapus pidana. Tidak ada hukum di dunia ini yang membebankan tanggungn jawab pidana kepada orang yang mati. Jadi wahai Kapolri Jendral Listyo Sigit, sudilah kiranya, anda dengan semua ilmu yang ada, menjelaskan kepada dunia tentang ilmu pertangung jawaban pidana untuk orang mati. Kalau anda mengalami kesulitan, anda bisa minta bantuan Brigjen Andi Rian dan Kabareskrim. Oh ya, jangan ampai anda lupakan Irjen Polisi Fadil Imran. Bila perlu anda lupakan saja dulu Brigjen Andi dan Komjen Agus Andrianto. Mungkin atau gantikan saja dulu mereka berdua dengan Irjen Polisi Fadil Imran. Bila perlu anda dapat meminta Irjen Polisi Fadil Imran menunjukan cara-cara berbicara dengan orang mati. Tanyakan juga bagaimana cara menghadirkan orang mati di ruang pemeriksaan. Kalau tidak bisa dihadirkan di ruang pemeriksaan, coba tanyakan kepada Fadil, bagaimana cara masuk ke alam kubur dan memeriksa mereka disana? Bahkan untuk mudahnya, jadikan saja Kapolda Metro Jaya ini menyidik mereka. Selain dapat menyebut “assalamualaikum ya ahlul kubur”, mungkin Fadil Imran juga punya perbendaharaan lain untuk berbincang-bincang dengan mereka. Bincangnya pasti berkisar hal-hal yang teknis. Misalnya, wahai ahlul kubur, apakah anda dalam keadaan sehat? Bersediakah diperiksa dan seterusnya? Jadi, Kapolri Pak Jendral Listyo Sigit, untuk sementara suruh saja Fadil Imran menjadi penyidik kasus ini. Supaya anak buah anda di Bareskrim tidak kepayahan merancang pertanyaan. Siapa tahu, kesempatan itu juga dapat digunakan Fadil Imran menanyakan kepada para laskar yang telah almarhum itu keadaan Ibunda tercinta yang belum lama berpulang kaharibaan Allah Subhanahu Wata’ala. Innalillahi Wainnailaihi Roajiun. Semoga ibunda Fadil dimaafkan segala kesalahannya, diterima semua amal ibadahnya, dan dimasukan ke dalam syurganya Allah Allah Subhaanahu Wata’ala, amin amin amin. Hal yang pasti adalah para anggota laskar FPI yang telah almarhum itu tidak bakal bisa bicara. Mereka tak bisa menerangkan bagaimana keadaan Almarhumah Ibunda Fadil Imran tercinta. Itu sudah pasti. Sebab masing-masing almarhum dan almarhumah akan berurusan dengan urusannya sendiri-sendiri. Orang-orang berhati mulia tahu bahwa ditersangkakannya para almarhum adalah cara Allah Subhaanahu Wata’ala, yang dalam kuasa-Nya atas semua ruh. Allah Subhaanahu Wata’ala yang dalam kuasa-Nya semua urusan manusia bermula dan berakhir, sedang bekerja dengan cara-Nya membuka tabir hitam peristiwa kilometer 50 tersebut. Allah Subhaanahu Wata’ala bakal membuka dengan cara-Nya, menghadirkan keadaan yang mengakibatkan hamba-hambanya yang sombong dan penuh benci berbuat hal-hal tidak logis dan aneh. Menetapkan penyerangan terhadap polisi menjadi tersangka, lalu polisi penembak mereka, sehingga meninggal dunia, itu tak logis. Itu juga konyol. Begitulah cara Allah Subhaanahu Wata’ala menyingkap tabir, menyodorkan kebenaran, mendekatkan hal yang memalukan sedekat nafas pada orang yang Allah Subhaanahu Wata’ala tahu sebagai pelaku. Dia menunjukan kalau sepintar-pintarnya manusia, kepintaran mereka tak bakal sebesar biji zarrah untuk Allah Subhaanahu Wata’ala yang Maha Tahu, dan menjadi sebab sebab kebenaran itu hadir dan nyata. Tuan Kapolri dan tuan Fadil Imran, anda pasti tidak maha tahu. Yang Maha Tahu itu miliki Allah Subhaanahu Wata’ala. Bukan kalian. Terlalu mudah bagi Allah Subhaanahu Wata’ala untuk menyingkp hijab, sehinga hal-hal yang tadinya tersembunyi, datang menyapa dengan mudah. Terlalu mudah bagi Allah Subhaanahu Wata’ala membolak-balik keadaan. Tuan Fadil tahu Sayidina Ummar Bin Khattab radiallahu anhu? Umar, lelaki terhormat dan terkenal kuat dengan sikap kerasnya, setelah menemukan kenyataan bahwa adik perempuannya telah memeluk Islam dan sedang membaca ayat Al-qur’an, Umar hendak membunuh Rasulullah Sallalahu Alaihi Wasallam? Apa yang terjadi setelah Umar jumpa Al-mustafa Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam? Umar malah berikar untuk memeluk Islam. Pembaca FNN yang budiman, subhanallah, Allah Maha besar. Enam laskar ditetapkan jadi tersangka. Tetapi polisi juga hendak menyidik Polisi penembak mereka. Tidakkah tindakan ini memiliki hikmah? Logiskah kepercayaan diberikan kepada Polisi menyidik kasus ini? Biarkan saja kepercayaan itu menjadi cerita novel-novel dunia hukum kita kelak. Biarkan saja obyektifitas menyingkir sejauh mungkin dari kasus ini. Serahkan saja kebenaran kasus ini pada Allah Allah Subhaanahu Wata’ala yang Maha Benar, dan Maha Tahu. Allah Subhaanahu Wata’ala yang adil dengan kebenarannya yang tak terhingga. Allah Subhaanahu Wata’ala juga tahu dengan keadilannya yang tak tertimbang untuk semua mahluk. Cukuplah bangsa ini memetik hikmah dari ditersangkakan para almarhum. Biarkan saja orang ini menulis keadilan mereka dalam kasus ini. Jangan minta keadilan lebih dari yang ada sekarang. Ini hanya keadilan artificial semata, yang rapuh serapuh-rapuhnya. Percayalah, kebenaran dan keadilan sejati akan mendatangi kasus ini dengan caranya sendiri.