HUKUM

Dugaan Korupsi Bansos Rp2,85 Triliun: Mengapa Pramono Anung Mempertahankan Arief Nasrudin?

JAKARTA, FNN | Kasus dugaan korupsi bansos Rp2,85 triliun di DKI Jakarta menyisakan tanya. Nama Arief Nasrudin—eks Dirut Pasar Jaya, kini Dirut PAM Jaya—tak tersentuh hukum, tapi tetap dipercaya Gubernur Pramono Anung.   Pintu kaca kantor PT PAM Jaya di kawasan Penjaringan itu tampak tenang. Arief Nasrudin, Direktur Utama perusahaan air minum milik Pemprov DKI, masih berkantor seperti biasa. Tidak ada tanda-tanda keresahan di balik ruang kerjanya, meski namanya kembali disebut dalam pusaran kasus lama: dugaan korupsi bantuan sosial Covid-19 senilai Rp2,85 triliun. Kasus itu mencuat dari program tanggap darurat pandemi 2020, ketika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di bawah Gubernur Anies Baswedan menyalurkan bantuan sembako bagi warga terdampak. Dana Rp3,65 triliun digelontorkan, dengan porsi terbesar—Rp2,85 triliun—dikelola oleh Perumda Pasar Jaya, yang kala itu dipimpin Arief. Namun di lapangan, laporan publik dan temuan awal lembaga antikorupsi mengindikasikan adanya maladministrasi serius. Vendor yang tak punya pengalaman logistik tiba-tiba ikut menyalurkan bantuan: perusahaan servis AC, SPBU, bahkan kontraktor bangunan. Dari pengadaan itu, timbul selisih nilai sekitar Rp150 miliar yang hingga kini belum terjelaskan. SP3 Hantu dan Kejanggalan Hukum   Tiga nama utama terseret dalam kasus ini: Arief Nasrudin, Kepala Dinas Sosial DKI Premi Lasari, dan Kepala Bidang Banjamsos Ika Yuli Rahayu. Namun empat tahun berselang, tak satu pun ditetapkan sebagai tersangka. Rumor pun merebak: penyidikan dihentikan, konon dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang misterius. “Rumor SP3 ini hanya pesan untuk Gubernur Pramono Anung agar tidak mencopot Arief Nasrudin,” kata Uchok Sky Khadafi, Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA).  Menurut Uchok, sinyal itu ganjil: “Bagaimana mungkin orang yang terindikasi kuat dalam pengelolaan dana bansos sebesar itu masih dipercaya mengelola perusahaan vital seperti PAM Jaya?” Kejaksaan Agung maupun KPK hingga kini tak pernah mengonfirmasi penerbitan SP3. Beberapa sumber di kalangan aktivis antikorupsi menyebut kasus itu “dibiarkan dingin”, tanpa keterangan resmi penghentian. Jejak Lama, Jabatan Baru   Di kalangan birokrasi DKI, Arief dikenal sebagai pejabat yang lihai bertahan. Setelah masa jabatan di Pasar Jaya berakhir, ia kembali dipercaya Gubernur Pramono Anung untuk memimpin PAM Jaya—perusahaan strategis yang mengelola layanan air bersih ibu kota. Langkah ini memicu tanda tanya publik. Keputusan ini seperti bentuk pembiaran moral. Bagaimana mungkin pejabat yang namanya pernah disebut dalam kasus keuangan triliunan rupiah tidak dievaluasi? Konon, Arief memang kerap dianggap bagian dari lingkaran teknokrat Pemprov DKI yang “serba bisa”—mengatur logistik, proyek pasar, hingga layanan air. Namun reputasinya kini dibayangi persoalan yang tak kunjung tuntas. Di Antara Politik dan Hukum   Sumber di Balaikota menyebut, posisi Arief dianggap “aman” karena keberadaannya strategis dalam proyek-proyek air minum yang menjadi kebanggaan gubernur. Tapi bagi aktivis antikorupsi, ini adalah preseden buruk. “Bansos adalah uang rakyat,” tegas Uchok Sky. “Dana sebesar Rp2,85 triliun itu bisa membangun ratusan sekolah dan membantu ribuan keluarga miskin di Jakarta. Mengapa kasus sebesar ini tidak disentuh hukum?” Dalam lanskap hukum Indonesia, kasus bansos memang sensitif. Ia sering bersentuhan dengan kebijakan darurat, celah birokrasi, dan kepentingan politik lokal. “Bila tak diselidiki tuntas,” kata Firdaus, “ia akan menjadi simbol ketidakadilan baru: bahwa korupsi bisa dihapus hanya dengan jabatan.” Empat tahun sudah berlalu sejak rakyat menerima paket-paket bansos itu—sebagian rusak, sebagian tak sampai. Kini, nama-nama di baliknya justru naik pangkat.   Kantor PAM Jaya tetap bersih, keran-keran tetap mengalir, tapi bau ketidakadilan seperti masih menetes pelan di antara pipa-pipa itu. (Dimas Huda)

ETH Kaltim: Hibah Pemkab Kutim ke Kepolisian dan Kejaksaan Berpotensi Langgar Hukum

SAMARINDA, FNN - Kebijakan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur yang menggelontorkan dana hibah untuk Aparat Penegak Hukum (APH) di wilayah Kalimantan Timur menuai sorotan tajam. Lembaga Pemantau Elang Tiga Hambalang Kalimantan Timur (ETH Kaltim) menilai kebijakan itu berpotensi melanggar hukum dan mengganggu independensi penegakan hukum di daerah. Dalam nota kajian resmi yang diterima redaksi, ETH Kaltim menilai pemberian hibah kepada instansi vertikal seperti Kepolisian dan Kejaksaan tidak bisa dilakukan sembarangan. Secara konstitusional, lembaga-lembaga tersebut berada di bawah pemerintah pusat, sehingga anggaran pembangunan maupun operasionalnya harus bersumber dari APBN, bukan APBD. “Kedudukan Kejaksaan dan Kepolisian merupakan instansi vertikal pemerintah pusat. Anggaran pembangunan dan operasional mereka tidak boleh dibiayai dari APBD,” tegas ETH Kaltim dalam hasil kajian hukumnya sebagaimana dikutip dari Sidikpolisinews, Sabtu, 25 Oktober 2025. ETH Kaltim mengutip Pasal 300 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang memperbolehkan bantuan keuangan kepada instansi vertikal hanya jika mendukung urusan pemerintahan daerah dan memberi manfaat langsung bagi masyarakat. Namun, Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 menegaskan bahwa hibah semacam itu tidak boleh bersifat rutin, tidak boleh digunakan untuk operasional, dan harus berbasis perjanjian kerja sama (MoU) yang jelas manfaat publiknya. ETH Kaltim menemukan indikasi bahwa sebagian hibah berpotensi menyimpang dari ketentuan tersebut, terutama jika digunakan untuk pembangunan fisik gedung, markas, atau fasilitas utama APH. Kegiatan semacam itu, menurut lembaga ini, merupakan urusan pusat yang wajib dibiayai oleh APBN, bukan oleh pemerintah daerah. “Jika digunakan untuk pembangunan fasilitas instansi vertikal, maka kebijakan hibah tersebut bisa masuk kategori pelanggaran terhadap Undang-Undang Keuangan Negara,” tulis ETH Kaltim. Lebih jauh, ETH Kaltim mengingatkan bahwa praktik hibah kepada APH juga dapat menimbulkan konflik kepentingan. Sebab, aparat penerima hibah adalah pihak yang memiliki kewenangan menindak kasus hukum di wilayah yang sama. “Pemberian dana hibah kepada APH tanpa dasar hukum yang kuat dapat menimbulkan persepsi negatif terhadap netralitas dan independensi penegakan hukum,” tegas lembaga itu. ETH Kaltim merekomendasikan agar setiap hibah kepada instansi vertikal hanya dilakukan jika memenuhi tiga syarat utama: Pertama, ada MoU resmi dan manfaat publiknya terukur. Kedua, tidak digunakan untuk pembangunan fisik atau kegiatan rutin. Ketiga, disetujui DPRD dan tercantum secara sah dalam dokumen APBD. Lembaga itu memperingatkan, jika syarat tersebut diabaikan, kebijakan hibah dapat menjadi objek pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan penegakan hukum oleh aparat berwenang. ETH Kaltim juga berencana melakukan verifikasi lapangan untuk memastikan penggunaan dana hibah tersebut tidak keluar dari koridor hukum. “Kami akan memantau dan memverifikasi langsung agar publik tahu ke mana dana hibah itu sebenarnya mengalir,” tutup pernyataan ETH Kaltim. (DH)

Dua Saksi Ahli Koppsa-M Justru Perkuat Gugatan Wanprestasi Rp140 Miliar

Pekanbaru | FNN -  Sidang lanjutan gugatan wanprestasi koperasi produsen sawit sukses makmur (Koppsa-M) sebesar Rp140 miliar terhadap dana talangan negara kembali bergulir di Pengadilan Negeri Bangkinang, Kabupaten Kampar, Riau. Dalam sidang yang berlangsung pada Selasa (25/3/2025) pekan lalu, pihak Koppsa-M menghadirkan dua saksi ahli, masing-masing Surizki Febrianto yang merupakan ahli perdata dari Universitas Islam Riau dan ahli dari Kementerian Koperasi, Ignatius Bona Sakti Gultom.  Menariknya, kedua saksi ahli yang dihadirkan pengacara Koppsa-M tersebut justru kian memperkuat dasar PTPN IV Regional III sebagai perusahaan negara atas gugatan wanprestasi sengkarut kepengurusan Koppsa-M sebesar Rp140 miliar.  \"Pertama, tentu kami berterimakasih kepada Koppsa-M dan para kuasa hukumnya yang telah menghadirkan dua saksi ahli ini. Karena justru kian membuat perkara ini semakin terang benderang,\" kata Wahyu Awaludin, kuasa hukum PTPN IV Regional III di Pekanbaru, Jumat hari ini.  \"Bahwa, gugatan ini adalah on the track, demi keadilan dan kepastian hukum atas biaya yang dikeluarkan negara, namun ketidakbecusan dan sengkarut kepengurusan sampai sekarang, membuat koperasi makin tenggelam, dan justru malah seolah jadi korban,\" tukasnya lagi.  Dalam penjelasannya, ahli perdata Universitas Islam Riau Surizki Febrianto menjelaskan bahwa tidak adanya sanggahan, gugatan, maupun tuntutan sejak awal kebun dibangun, hingga tercapainya perjanjian baru di tahun 2013, menandakan pembangunan kebun telah sesuai dengan ketentuan.  \"Poin ini lah yang menurut saya krusial. Perjanjian 2013 itu tentang pengelolaan kebun tetap berada di PTPN V (sebelum menjadi PTPN IV Regional III saat ini). Artinya setelah selesai dibangun kebunnya, pengelola di bawah PTPN. Mereka sendiri yang bersepakat,\" jelasnya.  Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, justru perjanjian yang mereka ajukan dan telah disepakati pada tahun 2013, justru dilanggar sepihak. Alhasil, kebun menjadi tidak terkelola sesuai teknis budidaya yang baik dan akibatnya menjadi rusak.  Tidak hanya itu, perjanjian tersebut juga dilanggar dengan adanya praktik gelap jual beli lahan di bawah tangan, sementara dasar surat dan dokumen resmi areal masih berada di bank.  \"Dampaknya adalah ketidakmauan membayar dana talangan. Ladahal dalam perjanjian itu semua dibuat dan disepakati, tapi dilanggar sama mereka. Itulah bentuk wanprestasi dan itu bisa dijadikan alasan untuk aduan gugatan wanprestasi oleh kita,\" tegas Wahyu.  Begitu juga dengan saksi ahli dari Kementerian Koperasi yang menyatakan bahwa adanya rapat anggota luar biasa yang diketahui dan ditandatangani oleh Kepala Dinas Koperasi Kampar merupakan alat bukti yang kuat sebelum perjanjian 2013 itu dilangsungkan.  \" KAhli Kementerian Koperasi menyatakan pelaksanaan RALB itu harus ada berita acara RALB yang ditandatangani oleh pengurus. Dan kita sudah ajukan buktinya ke muka pengadilan. Kalau itu sudah ada, berarti pelaksanaan sudah terjadi. Makin jelas menguatkan bukti-bukti kita bahwa mereka telah wanprestasi,\" tutur pria berkacamata itu.  Sebelumnya, akademisi bidang hukum pertanian Ermanto Fahamsyah juga telah menilai pengambilalihan sepihak dan dilakukan secara paksa terhadap kebun sawit plasma oleh pengurus koperasi merupakan tindakan wanprestasi.  Dosen Universitas Jember yang sedang menempuh pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat untuk mendapatkan gelar profesor tersebut dengan tegas menjelaskan pengusiran paksa yang dilakukan oleh pengurus koperasi KKPA terhadap perusahaan sebagai bapak angkat di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Bangkinang yang dipimpin Hakim Soni Nugraha. Tidak hanya pengusiran, pengurus koperasi juga diketahui telah melakukan kerjasama dengan pihak ketiga, di luar dari perusahaan sebagai bapak angkat. Akibatnya, kebun KKPA tersebut tidak terkelola dengan baik hingga kondisinya memprihatinkan.  Praktik semena-mena semakin melampaui batas kala peruntukan kebun KKPA yang seharusnya dibangun untuk masyarakat desa, ternyata diperjual belikan secara ilegal di bawah tangan.  \"Apabila kebun yang awalnya milik si A, kemudian dilakukan jual beli di bawah tangan, padahal didalam perjanjian dinyatakan dilarang, maka dinyatakan wanprestasi. Dianggap melanggar hukum. Karena program KKPA selama petani masih terikat dengan perusahaan inti dilarang menyerahkan kebun kepada pihak lain,\" tegasnya lagi.  Duduk Perkara Koppsa-M kini tengah menghadapi gugatan dari perusahaan perkebunan negara setelah beberapa kali upaya persuasif tidak diindahkan oleh kepengurusan koperasi.  Tidak hanya mengindahkan mediasi dan tindakan persuasif, pengurus koperasi yang mampu menghasilkan Rp3 miliar perbulan juga getol bermanuver dengan membayar pengacara dan framing seolah-olah korban kriminalisasi.  Gugatan itu terpaksa dilayangkan setelah perusahaan mengeluarkan dana talangan sebesar Rp140 miliar, terdiri dari pembiayaan pembangunan kebun, perawatan, hingga menyelesaikan seluruh kewajiban di perbankan.   Melalui langkah hukum ini, diharapkan menjadi upaya untuk menyelamatkan Koppsa-M dari kepengurusan yang tidak transparan, setelah terakhir kali ketua koperasi periode sebelumnya, Anthony Hamzah, tersandung masalah hukum hingga divonis penjara. (Ida)

Kapolri Tidak Kecam Penembak Tiga Anggota Polda Lampung Yang Tewas?

by Joharuddin Firdaus/Pemeharti Politik Sosial dan Budaya TIGA anggota Polisi Daerah (Polda) Lampung tewas ditembak saat menggrebek judi sabung ayam. Tiga anak bangsa ini dipastikan meninggal dunia saat melakukan tugas resmi sebagai polisi. Bukan mereka sedang melakukan kegiatam yang berkaitan dengan kepentingan pribadi, kepentingan keluarga dan kepentingan kelompok. Untuk sementara dua oknum anggota TNI diduga yang melakukan penembakan kepada 17 polisi yang menggrebek lokasi judi ayam.  Kapolri Pak Jendral Listyo Sigit Prabowo dari Serang Banten menyatakan “bersama dengan Panglima TNI Pak Jendral Agus Subianto akan mengawal investigasi kasus yang menewaskan tiga anggota Polda Lampung. Tujuannya untuk menuntaskan hal-hal yang ditemukan di lapangan. Sementara di tingkat provinsi Kepolda Lampung dan Komandan Korem 043/Garuda Hitam juga terus melakukan investigasi bersama”. Kapolri juga menyatakan bahwa “selalu mendorong seluruh anggota polsi untuk meningkatkan samangat dan bekerja dengan baik. Selalu bekerja dengan penuh semangat. Namun anggota polisi supaya selalu lebih hati-hati dan menjaga sinergitas, dan soliditas untuk kepentingan rakyat”. Masyarakat Indonesia, dan mungkin saja dunia dibuat bingung, kaget, sedih, bahkan mungkin marah kepada Kapolri setelah medengar pernyataan Pak Jendral Sigit. Benar-benar pernyataan sikap dari Kapolri yang kering dan hampa. Tidak bemakna, tidak berisi dan tidak berkelas sebagai Kapolri. Rakyat pasti marah karena anggota polisi yang meninggal dalam tugas tersebut dibiayai sejak mulai dari pendidikan sampai meninggal itu dengan uang dari pajak rakyat.  Pernyataan yang tidak menggambarkan pesan Pak Jendral Sigit sebagai seorang hebat. Bukan sebagai tokoh yang sedang memimpin Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Seakan-akan yang mereka meninggal itu bukan anak buah Pak Jendral Sigit. Seakan-akan anggota Polisi Lampung yang meninggal itu bukan anggota polisi. Jangan begitulah Pak Jendral Sigit, sebab tiga anggota Polisi itu punyak bapak, punya ibu, punya kakak, punya adik, punya istri dan punya anak. Keluarganya pasti sedih Pak Kapolri.  Kapolri melakukan kordinasi dengan Panglima TNI itu standar baku kalau ada gesekan di level bawah antara anggota Polisi dengan TNI dil lapangan. Dinaikkan pangkat anumerta satu tingkat lebih tinggi, itu juga wajib hukumnya. Apalagi untuk anggota yang gugur saat melakukan tugas di lapangan. Semua Kapolri dipastikan akan melakukan langkah-langkah sama dengan yang Pak Jendral Sigit lalukan itu. Semua yang sudah Kapolri Pak Sigit lakukan bersama Panglima TNI itu adalah tahapan-tahapan yang harus secara oficial. Namun yang sangat diperlukan dari Pak Sigit adalah sentuhan kemanusiaan kepada anggota tiga Polisi yang meninggal dunia tersebut bersama keluarganya. Kejadian penembakan tiga anggota Polda Lampung ini bukan saja bikin rakyat marah. Namun mungkin semua anggota TNI ikut juga marah, karena sangat memalukan dan mencoreng muka TNI.  Pantasnya itu Pak Kapolri Sigit bikin dulu pernyatakan sikap bahwa “intitusi Polri turut atau sangat prihatin dan belasungkawa yang mendalam dengan kejadian tersebut. Semoga kejadian ini menjadi pelajaran berharga untuk kita semua sebagai bangsa. Diharapkan kejadian ini tidak terulang lagi pada waktu-waktu mendatang. Bukan saja institusi Polri yang merugi, namun yang rugi adalah bangsa Indonesia”. Pak Kapolri Jendral Sigit harusnya jangan takut untuk menyatakan sikap mengecam kejadian ini. Jangan juga takut kehilangan jabatan sebagai Kapolri. Pasti Pak Presiden Prabowo Subianto mendukung Pak Sigit soal. Namun kalau sampai kehilangan jabatan sebagai Kapolri juga, maka bintangnya Pak Sigit tidak mungkin turun ke bintang tiga. Toh, Pak Sigit sudah menjabat Kapolri selama empat tahun lebih. Bahkan menjadi Kapolri dengan masa jabatan terlama sejak reformasi 1998.  Kapolri Pak Jendral Sigit yang baik dan hebat. Kejajdian yang menimpa tiga anggota Polsek Nagara Batin, Polres Way Kanan, Polda Lampung ini bikin semua anggota Polri dari sabang sampai Merauke resah dan sedih. Khawatirnya anggota polisi menjad takut untuk bertindak menghadapi gangguan keamanan dan penyakit masyarakat. Khawatir kalau bakal terulang anggota Polda kembali.  Ayo Pak Jendral Sigit, belum terlambat kooo. Bikinlah pernyataan sikap yang isinya mengecam kejadian penembakan terhadap tiga anggota Polda Lampung yang tewas belum lama ini. Pendek saja kelimatnya. Bilang saja begini “Polri sangat prihatin, turut belasungkawa yang mendalam serta mengecam dengan kejadian tersbut”. Jangan ikuti kelukuan Mulyono yang tidak mempunyai rasa empati terhadap kematian anak bangsa, seperti kejadian penembakan di KM 50 dulu itu.        

Di Balik Hilangnya Nama Erick dan Boy Tohir dari Daftar Tersangka Korupsi Pertamina

Oleh Faisal S Sallatalohy | Pemerhati Kebijakan Publik PENGGELEDAHAN Rumah Mafia Migas Riza Chalid buntut kasus korupsi Pertamina, turut mengungkap dan menyeret nama Artis Cheline Evangelista.  Terseretnya artis berusia 32 tahun berasal dari jalur keterlibatan dua bersaudara Erick dan Boy Tohir yang dikabarkan sedang berusaha keras menyuap Jaksa Agung ST. Burhanuddin untuk tidak menyeret keterlibatan mereka.  Awalnya, penggeledahan di rumah Riza Chalid mengguak nama Jokowi, Budi Gunawan dan Riza Chalid sebagai Insiator korupsi. Boy dan Erick Tohir sebagai koordinator. Karyoto sebagai pengaman. Fahd A Rafiq dan Arya Sinulingga sebagai penghubung serta pengirim.  Terungkapnya sejumlah nama tersebut, jelas sangat menguntungkan daya tawar politik Jaksa Agung, ST. Burhanuddin. Benar saja, Erick dan Boy Tohir terbirit-birit menemui Burhanuddin sekitar jam 11 malam 28 Februari.  Selepas pertemuan tersebut, Burhanuddin mengumumkan secara resmi Erick dan Boy tidak terlibat kasus korupsi pertamina.  Tentu saja tidak gratis. Erick dan Boy disebut menyuap Jaksa Agung, Burhanuddin dengan menawarkan uang cash senilai 2 juta Dollar Singapura dan sebuah rumah mewah di Singapura kepada Cheline Evangelista yg disebut sebagai istri ke 5 Jaksa Agung Burhanuddin.  Kedekatan Celine dengan ST Burhanuddin mulai terendus publik kala namanya terseret kasus dugaan korupsi tambang di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Celine terbukti memiliki kedekatan khusus dengan Jaksa Agung. Bahkan Cheline memiliki panggilan khusus untuk Burhanuddin dengan sebutan \"papa\".  Untuk kabar ini, telah menjadi maklumat umum yg beredar luas dan menjadi buah bibir masyarakat. Namun sampai hari ini, ST. Burhanuddin belum memberi klarifikasi atau bantahan.  Jika merasa kabar tersebit tidak benar, Buranuddin punya kesempatan untuk membantah dan melaporkan siapa saja yg menyebarkan kabar ini melalui pengaduan penyebaran fitnah.  Jaksa agung silahkan membantah atau melaporkan siapapun yg menyebarkan kabar ini.  Sebaliknya, dengan berdiam diri, makin menguatkan dugaan publik meyakininya. Rakyat berhak tahu akan tindakan kriminal Jaksa Agung di balik kontroversial tersebut. Apalagi Presiden Prabowo sebagai atasannya diam saja.  Jika kabar ini benar, maka jaksa agung telah melakukan “blackmail” data penggeladahan di rumah Riza Chalid. Melalui proses suap, jaksa agung menyembunyikan keterlibatan Erick dan Boy Tohir. Boleh jadi juga memperoleh suap atau tekanan dari Riza Chalid, Budi Gunawan, Karyoto bahkan Joko Widodo.  Kabar atas dugaan ini harus dibuktikan melalui pemeriksaan hukum yg profesional dan adil.  Prabowo jangan diam saja. Ada dua nama menteri Erick dan Budi Gunawan termasuk kakak Pembina yg di istimewakan sebagai penasehat Danantara (Jokowi) terseret di dalamnya. Termasuk kapolda, Jaksa Agung dan pejabat BUMN.  Jangan hanya omon-omon mengejar koruptor sampai di antartika. Bereskan saja yg nampak di pelupuk mata, Pertamina. (*)

Korupsi Pertamax Oplosan Rp 193,7 Triliun Layak Masuk Pidana Subversif (Bagian-1)

  Oleh Kisman Latumakulita/Wartawan Senior FNN Jaksa Agung ST Burhanudin dan anak buahnya Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah tidak perlu tampil pasang badan menjadi juru klarifikasi, juru bicara dan juru selamat untuk kakak-beradik Garibaldi (Boy) Thohir dan Erick Thohir. Kejaksaan itu kerjakan saja tugas-tugas penyelidikan dan penyidikan skandal korupsi terbesar di Pertamina sampai ke akar-akarnya. Biarkan nanti juru bicara keluarga Boy Thohir dan Erick Thohir atau wakil dari ADARO Grup yang melakukan bantahan, klarikasi atau pembelaan.  JAKSA Agung dan Jampidsus jangan sampai mengalami gagal paham. Sebagai perpanjangan tangan Presiden, tugas utama Kejaksaan Agung itu mewujudkan janji kampanye Presiden Prabowo, yaitu akan mengejar para koruptor sampai ke Antartika sekalipun. Sekuat dan sekebal apapun para koruptor, akan dikejar oleh Preisden Prabowo. Begitu janji kampanye Presiden Prabowo. Makanya segera perhatikan, pahami dan menjiwai pesan serta janji tersebut.  Diduga kasus korupsi Pertamax RON 92 oplosan Rp 193,7 triliun ini mau direkayasa Jaksa Agung dan Jampidsus seperti kasus korupsi timah Rp 300 triliun. Untuk kasus korupsi timah para tersangka orang-orang terpilih. Hanya pelaku kecil saja yang dijadikan tersangka. Kejaksaan tidak mau menyentuh pelaku besar.  Untuk kasus kosupsi timah Rp 300 triliun, intitusi Kejaksaan diduga bermain-main. Bahkan diduga bernegoisiasi dengan para tersangka. Negoisiasi tentang ancaman hukumam yang diberikan dengan para tersangka. Kejaksaan seperti bekerja tidak serius. Bekerja asaal-asalan saja. Lho apa buktinya?  Beginilah buktinya. Jaksa Agung dan Jampidsus hanya menuntut Harvey Moeis 12 tahun penjara, dengan denda Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 210 miliar. Tunututan yang tidak sebanding dengan nilai korupsi Rp. 300 triliun tersebut. Akibatnya mejelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hanya menjutuhkan vonis hukuman 6,5 tahun penjara kepada Harvey Moeis.  Tuntutan Jaksa yang ringan, dengan hukuman vonis hakim hanya 6,5 tahun kepada Harvey Moeis itu membuat Presiden Prabowo terpaksa meradang dan angkat bicara di berbagai kesempatan. “Hukuman yang tidak sebanding dengan nilai korupsi kerugian negara. Kalau nilai korupsinya itu sampai Rp 300 triliun, maka hukumanya 20 tahun dong, “ujar Presiden Prabowo Subianto.   Setelah Presdien Pranowo berteriak dan angkat bicara, barulah Pengadilan Tinggi Jakarta mengubah hukuman kepada Harvey Moes. Dari hukuman sebelumnya 6,5 tahun, ditambah menjadi 20 tahun penjara. Uang pengganti dari semula sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya Rp. 210 miliar dinaikkan lagi oleh majelis hakim menjadi Rp. 420 miliar. Vonis hakim yang ringan juga akibat dari tuntutan JPU yang ringan. JPU seperti main-main.  Untuk skandal korupsi Pertamax oplosan Rp 193,7 triliun, tugas Jaksa Agung dan Jampidsus adalah masukan atau mengkatagorikan kasus ini sebagai tindak pidana subversif. Bagaimana caranya? Menjadi tugas Jaksa Agung dan para anak buahnya untuk mencari celah hukum. Silahkan cari itu celah hukuknya sampai dapat. Jangan lagi main-main dan asal-asalan seperti yang terjadi pada kasus timah ya.  Apa saja perbuatan tindak pidana yang ujungnya dapat merong-rong stabilitas nasional dan berdampak luas, maka dapat dikatagorikan sebagai tindak pidana subversif. Minyak Pertamax RON 92 oplosan ini nyata-nyata berdampak luas kepada masyarakat. Bahkan mengganggu stabilitas ekonomi bangsa dan negara. Banyak pemerintah di dunia jatuh dari kekuasaan karena dampak negatif dari lemahnya stabilitas ekonomi yang berimbas pada krisis politik.      Terkait dengan korupsi minyak Pertamax RON 92 oplosan senilai Rp 193,7 triliun, seharusnya institusi Kejaksaan Agung itu bekerja untuk bangsa dan negara. Toh, semua pekerjaan dan kegiatan Kejaksaan itu dibiaya dengan uang dari pajak rakyat. Bukan pakai duitnya Boy Thohir dan Erick Thohir kan? Lha ko bisa-bisanya Jaksa Agung dan Jampidsus tampil menjadi juru bicara, juru klarifikasi dan juru selamat untuk Boy Thohir dan Erick Thohir? Walaupun yang berbicara memberikan keterangan kepada publik itu Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan (Kapuspenkum) Agung Harli Siregar. Namun untuk skandal korupsi Pertamax oplosan RON 92 senilai Rp 193,7 triliun ini, Kapuspenkum Harli Siregar secara official bicara atas Jaksa Agung dan Jampudus lho. Apa-apaan ini prilaku Pak Jaksa Agung dan Pak Jampidsus?  Masa yang kaya gini ini tidak paham dan tidak sensitif juga sih? Tindakan bapak berdua itu terlihat sangat norak, picisan dan kampungan. Jangan berpura-pura oonlah. Dampaknya kurang, bahkan tidak bagus. Akhirnya wajar dan dapat dimaklumi kalau publik menduga-duga ada sesuatu yang aneh. Publik mencurigai prilaku Jaksa Agung dan Jampidus ini, karena tampak aneh bin ajaib saja. Sangatlah tidak pantas untuk institusi yang bekerja dengan uang dari pajak rakyat.  Jaksa Agung dan Japidsus tolong jangan bikin rakyat berdosa di bulan puasa ini. Kalau Kejaksaan diam saja itu jauh lebih bagus, lebih baik, lebih hebat, lebih berkelas dan lebih erhormat. Tidak ada urgensinya tampil menjadi juru bicara, juru klarifikasi dan juru selamat buat Boy Thohir dan Erick Thohir. Kecuali kalau ada permintaan tolong dan pesan dari sponsor. Entah dari mana permintaan tolong dan pesan sponsor itu. Wallaahu alam bishawab. Kejaksaan baru boleh bicara kalau materinya berkiatan dengan status Boy Thohir atau Erick Thohir yang sudah menjadi tersangka. Sekarang kan Boy Thohir dan Erick Thohir belum menjadi tersangka kan? Kalau begitu diam saja. Tidak penting juga untuk Kejaksaan bicara itu dan ini yang bererkaitan Boy Thohir dan Erick Thohir.  Kalau ada pembicaraan masayarakat di lini masa media sosial terkait kakak-beradik Boy Thohir dan Erick Thohir, maka biarkan saja. Menjadi hak publik untuk memberikan komentar. Publik dan masyarakat yang merasakan akibat dari sakitnya korupsi minyak Pertamax RON 92 oplosan Rp 193,7 triliun. Tidak perlu untuk diklarifikasi. Kalau masyarakat bereaksi terkait Boy Thohir dan Erick Thohir, cukup diterima Kejaksaan sebagai masukan positif. Sebagai bentuk dukungan dan pertisipasi nyata masyarakat kepada Kejaksaan untuk melawan koruptor. Supaya Kejaksaan tereksan tidak berjalan sendirian melawan koruptor. Namun didukung rakyat secara luas. Masyarakat menaruh perhatian yang besar.  Masyarakat juga menaruh harapan yang besar untuk Kejaksaan menemukan aktor besar. Bukan saja direksi dari dua anak perusahaan PT Pertamina holding. Namun juga para atasan dan pimpinan di holding. Pekerjaan dengan nilai besar itu pasti mendapat persetujuan dulu dari perusahaan holding atau pejabat negara sebagai pengawas. . Kejaksaan wajib menjaga dukungan dan kepercayaan yang diberikan masyarakat luas hari ini. Masyarakat masih menaruh percaya dengan istitusi Kerjaksaan ko. Cuma satu atau dua pejabat di puncuk pimpinan saja yang terkesan eneh-aneh. Diduga belum mau mengakhiri atau meninggalkan kebiasaan lama bermian-main dengan kasus. Nanti kejedut baru nyaho lho. (bersambung).  

Korban Mafia Tanah, Azhar Kadri Mengadu ke Bareskrim Mabes Polri

Jakarta  | FNN  - Azhar Kadri warga Desa Karanganyar, Kecamatan Sungai Kunjang, Kota Samarinda, Kalimantan Timur mengadu ke kantor Bareskrim Polri di Jakarta. Korban mafia tanah itu didampingi kuasa hukumnya Sunarty, SH., ia melaporkan tindak pidana penyerobotan tanah yang dilakukan oleh seorang mafia tanah bernama H. Masdari, seluas 14.000 m² berlokasi di Jalan Siradj Salman, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Usai melapor di bagian SPKT Bareskrim, Azhar menyatakan bahwa dirinya tidak melapor ke kepolisian Samarinda karena tidak pernah ditanggapi. \"Saya sudah dua kali melapor ke Polda Kaltim, tapi gak pernah diproses,\" katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (27/02/2025). Oleh karena itu pihaknya melapor ke Bareskrim biar cepat ditangani dengan baik dan tuntas. Adapun laporan yang disampaikan Azhar ke Bareskrim Mabes Polri adalah adanya tindak pidana penyerobotan tanah yang dilakukan oleh tangan kanan mantan Bupati Kutai Timur, Rita Widyasari bernama H. Masdari. Masdari kata Azhari menyerobot tanah seluas 14.000 m² yang berlokasi di Jalan Siradj Salman Samarinda, setelah Masdari memberikan uang muka sebesar Rp50 juta kepada Azhar Kadri. Memang diakui, pada tahun 2014 Azhari menjual tanah tersebut kepada Masdari seharga Rp6 miliar. Sesuai kesepakatan pelunasan akan diberikan Masdari setelah proses balik nama surat dan dokumen pendukung sudah selesai. Namun anehnya, pelunasan belum diberikan, Masdari sudah menguasai tanah berbekal kuitansi tanda jadi. \"Saya sering diminta tanda tangan di kuitansi kosong, saya tanda tangani katanya untuk  mengurus surat surat. Terakhir dia minta tanda tangan pelunasan, tidak saya penuhi,\" papar Azhar. *Masdari Berusaha Menguasai dengan Berbagai Cara* Azhar Kadri melanjutkan, setelah dirinya tidak mau tanda tangan,  Masdari terus menerus meneror dirinya. Akhirnya Masdari berhasil menguasai lahan dengan menggunakan kekuatan preman. Langkah berikutnya Masdari ingin balik nama sertifikat kepemilikan tanah, tapi tak berhasil karena tidak bisa memprosesnya. Sebab sesuai putusan Mahkamah Agung, lahan itu milik  Azhar Kadri. \"Masdari terus saja meneror saya agar mau tanda tangan. Tapi saya tidak mau, karena pembayaran belum lunas,\" tegasnya. Upaya berikutnya pada tahun 2020, Masdari memfitnah Azhar Kadri. Azhar dituduh telah membuat sertifikat palsu. Sedangkan Azhar Kadri sendiri mengaku tidak pernah membuat sertifikat tersebut. \"Lahan itu masih atas nama pemilik sebelumnya  yaitu Ahmad Antal,\' kata Azhar Kadri. Strategi berikutnya Masdari mempidanakan Azhar Kadri dengan tuduhan pembuatan dokumen palsu. Anehnya, kata Azhar, tuduhannya membuat sertifikat palsu, terapi yang diproses di pengadilan adalah perubahan nama di PBB. Azhar mengakui memang mengubah PBB atas nama Ahmad Antal (pemilik sebelumnya) ke atas nama Azhar Kadri sebagai pembeli. Azhar sadar PBB bukan merupakan bukti kepemilikan tanah, melainkan hanya bukti bayar pajak. Jahatnya, perubahan PBB ini oleh pengadilan dianggap sebagai pemalsuan dokumen dan membuat Azhar Kadri dipenjara dua tahun. Azhar Kadri pun menjalani hukuman dua tahun sebagai konsekuensi mengubah PBB. Selama sidang berlangsung Azhar Kadri tahunya pemalsuan sertifikat. Namun anehnya dalam putusan ia didakwa soal perubahan PBB. Hal ini diketahui Azhar Kadri setelah dirinya keluar dari penjara. \"Saat dibacakan bonus  saya tidak tahu dakwaan saya, karena saya tidak pernah membaca. Semua diurus oleh pengacara,\" tegasnya. Namun demikian, meskipun Azhar Kadri bersalah mengubah PBB,  Masdari tetap tidak boleh bercokol di lokasi tersebut. \"Masdari harus segera keluar dari lahan itu, karena tak punya hak dan landasan hukum,\" kata Azhar. Sunarty SH yang mendampingi Azhar Kadri mengatakan telah terjadi peradilan sesat dan rekayasa hukum PN Samarinda. \"Meski langit akan runtuh, keadilan harus ditegakkan,\" katanya geram. Oleh karena itu, ia membuat laporan ke Mabes Polri untuk menangani kasus ini agar selesai dengan adil. Sunarty tak punya harapan lagi terhadap polisi di Polda Samarinda, karena sudah menjadi beking Masdari. Dihubungi secara terpisah Sufian SH, MH penasihat hukum Masdari mengatakan bahwa kasus tersebut sudah selesai. \"Penjualan tanah Azhari juga sudah selesai oleh Masdari,\" katanya. (ABD).

Azhar Kadri,"Tanah Saya Dirampas oleh Kroni Rita Widyasari"

Azhar Bin Kadri adalah seorang warga biasa yang tinggal di Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Sampai saat ini ia harus lapor ke kantor polisi di Samarinda setiap bulan setelah ia menjalani hukuman selama 2 tahun penjara. Ia divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Samarinda karena menggunakan dokumen palsu dalam penjualan tanah seluas 14.000 m² di jalan Sirodj Salman, Kota Samarinda, Kalimantan Timur.  Ia digugat oleh pembeli tanahnya bernama Masdari, seorang pengusaha kaya yang juga sebagai tangan kanan Rita Widyasari, mantan Bupati Kutai Timur.  Gugatan dilayangkan Masdari karena kesal terhadap Azhar Kadri yang tidak mau bertandatangan dalam urusan balik nama sertifikat. Segala upaya dilakukan Masdari agar Azhar kooperatif, namun Azhar Kadri tetap bersikeras tidak mau tanda tangan. Azhar bersedia tandatangan jika sudah menerima uang pelunasan. Berikutnya, Azhar Kadri dikriminaliasi dengan tuduhan pemalsuan dokumen, sementara hak penguasaan lahan, masih ada pada Azhari sesuai dokumen yang dimilikinya. Bagaimana cerita sesungguhnya, berikut wawancara wartawan FNN dengan Azhar Kadri di Jakarta, 10 Februari 2025. Petikannya: Anda dipenjara dua tahun dan hari ini masih harus wajib lapor, kasusnya seperti apa?Saya dipenjara dua tahun karena saya dituduh memalsukan surat tanah berupa sertifikat atas nama saya. Padahal sejak saya beli tahun 2005, saya belum pernah bikin sertifikat. Saya cek di BPN lahan itu atas nama orang lain, bukan nama saya. Lokasinya di jalan Sirodj Salman Samarinda. Jadi Anda dituduh melakukan pemalsuan dokumen yang mana?Saya dituduh melakukan pemalsuan sertifikat atas nama saya, padahal saya tidak pernah bikin sertifikat.  Dokumem apa yang dipakai untuk menuduh Anda?Foto kopi sertifikat atas nama saya. Padahal saya tidak pernah membuatnya. Dia punya foto kopi, tapi tidak pernah menunjukkan aslinya. Apakah di sidang pengadilan, tidak ditunjukkan aslinya?Tidak. Dan saya juga tidak diberi foto kopinya. Saya hanya diperlihatkan. Seluruh orang yang terlibat di pengadilan semua memojokkan saya, termasuk pengacara saya, mengelabuhi saya agar mau tanda tangan, yang saya tidak tahu isi dan tujuannya. Orang pengadilan situ siapa saja? Ya pengacara, jaksa, polisi, hakim, semua memusuhi saya. Bagaimana mungkin pengacara Anda tidak membela Anda?Iya, mereka membela lawan saya. Saya dijebak. Yang penting saya bisa dipenjara.  Jadi lahan itu sekarang milik siapa?Lahan itu masih milik saya, karena Masdari membeli ke saya pada tahun 2015 baru memberi uang muka (DP) sebesar 50 juta. Dia belum melunasinya. Tapi kemudian Masdari menguasai lahan itu mengerahkan preman. Sekarang lahan itu dipagar keliling. Di dalamnya ada puluhan alat berat  Mengapa Anda tidak bertahan?Saya orang kecil. Saya tidak mungkin melawan mereka. Saya dimusuhi banyak orang, preman, polisi dan semuanya. Siapa sebenarnya Masdari itu?Dia itu orang kuat di Kalimantan Timur. Dia orang kepercayaan Rita Widyasari, Bupati Kutai Timur. Semua orang tunduk pada dia. Semua orang takut pada dia. Tanah saya dirampas oleh kroni Rita Widyasari. Mengapa hal ini tidak disampaikan saat dalam sidang pengadilan?Sudah. Tapi tidak ada yang percaya. Masa sih begitu? Buktinya saya dikalahkan dan dipenjara  meskipun saya tidak ikhlas. Anda punya lahan 14.000 m di tengah kota, dari mana asalnya?Saya beli dari orang yang bernama Antal tahun 2005 seharga Rp350 juta. Sudah lunas, bukti dan kuitansi semua ada. Pada tahun 2015 saya jual ke Masdari dengan harga Rp6 Milyar. Saya dikasih uang muka Rp50 juta. Dalam perjalanannya saya disuruh tandantangan di kuitansi kosong berkali-kali. Katanya untuk urus sertifikat dan balik nama. Setelah DP diterima, lalu kapan pelunasan?Belum pernah. Saya hanya terima Rp50 juta itu saja. Di mana bukti surat-surat dan kuitansi saat Anda membeli dari Antal, sekarang?Ada pada Masdari. Kok bisa ada di sana, gimana prosesnya?Itu notaris dan pengacara yang mengelabui saya. Katanya untuk memperlancar urusan balik nama. Saya percaya saja sama pengacara. Saya baru sadar belakangan. Jadi sekarang, lahan dan surat ada pada Masdari?Iya, tetapi dia tidak bisa membuat sertifikat karena harus ada tandatangan saya. Saya tidak mau tanda tangan karena belum lunas. Akhirnya segala cara dia gunakan untuk memenangkan saya. Saya dituduh memalsukan dokumen. Saya tidak pernah buat dokumen apa-apa. Apa yang membuat Anda yakin bahwa lahan itu milik Anda? Pembeli (Masdari) belum melunasi pembayaran. Pengurus RT, RW, Lurah, Camat menyatakan lahan itu milik saya. Pengadilan menghukum saya karena pemalsuan dokumen, tapi itu tekayasa. Pengadilan tidak memutuskan soal hak kepemilikan tanah. Jangan jangan itu memang tanah bermasalah sejak lama? Sebelumnya memang pernah bermasalah antara Antal dengan Pemerintah Kota Samarinda, tapi dimenangkan oleh Antal. Saya beli dari Antal. Apakah ada kemungkinan Masdari beli langsung dari Antal?Menurut pengakuan Masdari, benar dia beli dari Antal setelah kasus ini ramai seharga Rp6 miliar. Sementara saya beli dari Antal tahun 2005. Tetapi saya tanya Antal, tidak begitu. Tidak begitu, maksudnya?Iya, Antal tidak menerima Rp6 miliar.  Artinya Antal menjual ke Anda, menjual juga ke Masdari?Iya, tapi duluan saya yang beli. Makanya kalau mau tegakkan hukum harus betul betul tegak. Saya ini orang kecil gak tahu apa apa. Anda tahu, seluruh pernyataan Anda ini punya implikasi hukum ya?Siap. Apa yang saya sampaikan benar. Saya butuh keadilan. Waktu vonis 2 tahun, Anda kabur dan dinyatakan buron, benarkah?Saya tidak kabur. Waktu proses banding saya pergi ke rumah anak saya di Banjarmasin. Pas putusan Mahkamah Agung saya masih di Banjarmasin. Setelah kembali ke Samarinda saya ditangkap. Saya tidak kabur, saya tidak melawan, saya kooperatif.  Setelah menjalani dua tahun saya masih wajib lapor sampai Desember 2025. Anda menerima putusan pengadilan itu?Tidak. Saya tidak ikhlas, saya tidak ridho. Saya korban mafia tanah, saya korban rekayasa hukum. Apa harapan Anda?Saya berharap Presiden Prabowo bisa turun tangan mengatasi mafia tanah di Kalimantan Timur yang sudah sangat meresahkan. (*)

Sanksi atas Sabotase Bahlil

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan BAHLIL Lahadalia tentu tidak gila, artinya bisa bertanggung jawab atas risiko kesalahannya. Saat mengambil kebijakan untuk melarang Elpiji 3 Kg dijual oleh pengecer tentu dalam keadaan sadar. Ia tidak sedang menenggak minuman keras, apalagi hingga harga 29 juta. Sufmi Dasco Ahmad menyebut bahwa  larangan itu bukan atas perintah Prabowo. Bahlil harus membuka diri, atas perintah siapa larangan tersebut diambil, Jokowi, Luhut atau lainnya? Mungkinkah itu wangsit dari dedemit? Atasannya Presiden Prabowo malah minta Menteri ESDM segera membatalkan larangan yang telah memewaskan ibu berusia 63 tahun di Pamulang Tangsel tersebut. Bahlil telah melakukan sabotase dengan merusak citra Pemerintahan Prabowo. Tiga sanksi yang dapat diberikan kepada Menteri Bahlil, yaitu : Pertama, sanksi teringan Presiden melalui Mensesneg yakni membuat Surat Teguran tertulis kepada Bahlil atas kebijakan yang tidak pro rakyat. Teguran tertulis tersebut mesti dipublikasikan sebagai bentuk dari pertanggungjawaban. Kedua, memecat Bahlil dari jabatan Menteri ESDM karena ia telah mengambil kebijakan tanpa koordinasi dengan Presiden yang secara tidak langsung berarti telah mengganggu dan mensabotase program kerakyatan Prabowo. Ketiga, melepaskan dan menyerahkan pada proses hukum atas pelanggaran serius. Tewasnya ibu di Tangerang adalah kelalaian yang menyebabkan kematian (Pasal 359 KUHP) atau kesengajaan dengan kemungkinan (dolus eventualis). Untuk ini Bahlil terancam Pasal 338 KUHP. Bahlil memang kontroversial sejak menyatakan bahwa pengusaha ingin Jokowi 3 periode, IKN harga mati, gelar Doktor yang tidak diakui oleh UI, foto santai bermiras, kudeta terselubung Ketum Golkar, penyematan Jokowi sebagai Raja Jawa, serta izin-izin tambang yang bermasalah. Pemberian izin pengelolaan tambang kepada ormas keagamaan juga menimbulkan pro dan kontra. Bahlil Lahadalia tidak pantas berada dalam jajaran kabinet Prabowo. Ia hanya cocok saat  bersama Jokowi saja. Sama-sama figur yang diniilai rentan dalam merusak kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahlil mengaku mantan sopir angkot tapi tega menyusahkan rakyat kecil.  Apakah ia akan datang berta\'ziah ke rumah ibu yang meninggal karena kelelahan antri Elpiji 3 Kg di Pamulang? Moga ta\'ziah Bahlil dapat meringankan hukuman yang dijatuhkan jika ia diseret ke meja hijau. Bila ia tidak melayat, maka seperti pada sebuah tayangan video, Bahlil adalah ular yang berada dalam tumpukan gas melon 3 Kg. Pemadam kebakaran terpaksa harus menangkapnya. Ular yang bersembunyi di tumpukan Elpiji 3 Kg itu berbahaya. Ah Bahlil..Bahlil... (*)

Dugaan 1,6 Juta Suara Siluman di Pilgub Sulsel, Tim Danny-Azhar Yakin Gugatan di MK Lanjut ke Pokok Perkara

Jakarta | FNN  - Juru Bicara Danny Calon Gubernur dan Wakil Gubernur nomor urut 1 M. Ramdhan \"Danny\" Pomanto – Azhar Arsyad (DIA), Asri Tadda, optimistis Mahkamah Konstitusi akan memutus lanjut sidang sengketa Pilgub Sulsel 2024. \"Tentu kami yakin dalam putusan sela pekan depan hakim MK akan memutuskan bahwa sidang Pilgub Sulsel 2024 dilanjutkan,\" kata Asri di Makassar, Jumat (31/1/2025). Keyakinan Asri dan Tim DIA, bukan tanpa alasan. Menurutnya, dugaan tanda tangan palsu pemilih pada Pilgub Sulsel 2024 sangat signifikan. \"Bisa dilihat dalam persidangan di MK bagaimana KPU dan Bawaslu Sulsel alibinya tidak meyakinkan dan bicara saja gugup,\" tambah Asri.  MK akan membacakan putusan sela atau dismissal terhadap perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024 pada 4–5 Februari 2025. Keputusan sela ini akan menentukan apakah suatu gugatan memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke tahap pembuktian atau dihentikan. Keputusan tersebut disampaikan dalam jadwal resmi yang dirilis MK, untuk mempercepat tahapan yang sebelumnya direncanakan berlangsung pada 11–13 Februari 2025 sesuai dengan Peraturan MK Nomor 14 Tahun 2024. Wakil Ketua MK, Saldi Isra, dalam keterangannya menjelaskan, percepatan ini dilakukan agar proses penyelesaian sengketa Pilkada dapat berlangsung lebih efektif tanpa mengurangi prinsip kehati-hatian dalam menilai setiap perkara. “Kami ingin memastikan bahwa setiap gugatan yang masuk diproses dengan adil, objektif, dan sesuai dengan regulasi yang berlaku,” kata Saldi Isra di Gedung MK, Jakarta, Kamis (30/1/2025). Tim hukum pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DIA sebelumnya menyampaikan dasar logika dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM) pada Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan tahun 2024. Menurut Asri, Tim Hukum menemukan 90 hingga 130 tandatangan palsu di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang ada di Sulawesi Selatan. \"Kalau direratakan, kami dapatkan sekitar 110 tandatangan palsu per TPS dari jumlah 14.548 TPS yang tersebar di Sulsel. Dengan demikian maka terdapat 1.600.280 tandatangan palsu,\" ungkap Asri. \"Angka 1.600.280 tandatangan palsu itu, kami sebutkan sebagai suara siluman. Dugaan tersebut dapat kami perlihatkan di hadapan majelis hakim mahkamah konstitusi nantinya,\" tambah Asri. Dijelaskan Asri, dugaan kecurangan yang sifatnya terstruktur, sistematis dan massif (TSM) pada Pilgub Sulsel 27 November 2024 lalu, dapat dilihat dari dua pendekatan. \"Pertama adalah pendekatan selisih partisipasi pemilih, dan kedua dilihat dari temuan tanda tangan palsu di daftar pemilih di seluruh TPS se-Sulsel,\" jelas Asri. Dari pendekatan selisih partisipasi pemilih, didapatkan fakta bahwa jumlah warga yang menerima undangan memilih rata-rata hanya 50% dari Daftar Pemilih Tetap (DPT). \"Hal ini sejalan pernyataan KPU Sulsel pada headline Koran Fajar terbit tanggal 4 Desember 2024,\" ungkap Asri. Fakta lainnya adalah, total pemilih yang mendapatkan undangan tetapi kemudian tidak datang ke TPS karena persoalan jarak. \"Kami temukan rata-rata ada 9 orang per TPS yang tidak datang mencoblos karena persoalan jarak. Jadi itu sekitar 1,96% dari total DPT,\" bebernya. Dari kedua fakta ini, terlihat bahwa total realisasi pemilih di Pilgub Sulsel adalah 100% - 50% - 1,96% = 48,04%. Sementara hasil rekap akhir KPU Sulsel disebutkan partisipasi pemilih mencapai 71,8%. \"Jika angka partisipasi versi KPU Sulsel ini dikurangi dengan realisasi pemilih temuan kami, maka ada 23,76% suara tak bertuan, atau sekitar 1.587.360 suara dari total 6.680.807 DPT di Sulsel,\" pungkas Asri Tadda. (*)