HUKUM

Polisi Periksa Sopir Truk Tangki Sebabkan Kecelakaan Maut di Bekasi

Bekasi, FNN - Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi Kota memeriksa sopir truk tangki BBM yang menyebabkan terjadinya kecelakaan maut di Jalan Alternatif Transyogi Cibubur, Kelurahan Jatirangga, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi, pada Senin (18/7) sore.\"Yang kami periksa untuk sementara sopir dulu, kernetnya belum,\" kata Kasatlantas Polres Metro Bekasi Kota AKBP Agung Pitoyo Putro di Bekasi, Jawa Barat, Selasa.Kecelakaan yang melibatkan truk tangki BBM milik PT Pertamina Patra Niaga dengan sejumlah kendaraan bermotor roda empat dan dua itu menyebabkan 10 orang meninggal dan sejumlah orang mengalami luka.Dia memastikan pengemudi truk tangki yang dimaksud dalam kondisi sehat dan berdasarkan tes urine kepada yang bersangkutan, hasilnya juga negatif dari narkoba.\"Sudah tes urine dan hasilnya negatif. Selanjutnya kami akan periksa kernet, secepatnya,\" ucapnya.Petugas belum dapat memberikan informasi terkait hasil pemeriksaan sopir kepada masyarakat karena menjadi bagian proses penyelidikan kepolisian dalam penanganan kecelakaan lalu lintas yang terjadi kemarin sore.\"Kami belum bisa publikasikan karena masih dalam proses pemeriksaan jadi mohon bersabar menunggu perkembangan lebih lanjut,\" ucapnya.Menurut dia sejumlah faktor bisa saja menjadi penyebab kecelakaan maut kemarin seperti kesalahan manusia, konstruksi jalan, maupun kondisi fisik kendaraan.\"Nanti kalau sudah pasti akan kami informasikan karena penyebab kecelakaan itu kan banyak faktor, bisa dari human error, bisa dari konstruksi ruas jalan, juga bisa dari kendaraan itu sendiri,\" kata dia. (Ida/ANTARA)  

Sidang Kasus ‘Jin Buang Anak’, Saksi: Tidak Masalah Bagi Saya, Ini Atas Dasar Persaudaraan

Jakarta, FNN – Terdakwa perkara ‘Tempat Jin Buang Anak’ Edy Mulyadi mengungkapkan kekecewaannya dengan saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ia menganggap saksi yang merupakan Wakil Bendahara Umum Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI), Febriansyah Putra tidak memahami persoalaan. Bukan hanya Edy saja yang mengungkapkan seperti itu, Hakim Ketua Adeng Abdul Kohar pun juga mengatakan bahwa Febriansyah tidak memahami persoalan secara pribadi. “Saya hanya kasihan kamu terjerumus, saudara anak muda, anak bangsa, suatu saat nanti bisa memimpin negeri ini, jangan mudah untuk menyimpulkan kalau bukan dari sumber atau referensi yang anda lihat, baca, dan alami sendiri. Carilah sumber yang tepat, banyak belajar terkait Ibu Kota Negara (IKN), jangan mengetahui dari orang yang belum tentu itu benar,” tegas Hakim Adeng. Sebelumnya, Febriansyah mengaku bahwa ia mengetahui persoalaan ini dari Afri selaku Ketua SEMMI Kalimantan Timur. Afri menyampaikan warga Kalimantan Timur keberatan dengan pernyataan Edy terkait ‘tempat jin buang anak’. Saya dihubungi oleh Afri melalui telepon ia menyampaikan bahwa kami di Kalimantan Timur sakit hati dengan perkataan Edy, situasi di Kaltim memanas dan agak gaduh, kemudian Afri meminta kepada Ketum SEMMI Pusat yaitu Bintang mengambil langkah strategis,” katanya. Febriansyah juga megatakan bahwa Afri memberitahunya soal lubang tambang di IKN, dan mengirimkan foto-foto situasi di sana. Karena Febriansyah sendiri belum pernah berkunjung ke IKN. Pengakuan lain yang dikatakan ole  Febriansyah adalah ia sudah lama mengetahui bahasa kiasan ‘tempat jin buang anak’. Menurutnya ‘tempat jin buang anak’ mengartikan tempat yang jauh, sepi, angker, bahkan tempat pesugihan. “Menurut saya tentang kiasan tersebut kalau di Jakarta tidak bermasalah, saya pun tidak akan mempermasalahkannya, saya sudah pernah mendengar itu juga, tetapi orang lain yang tidak mengetahui pasti berspekulasi berbeda, di Kalimantan kan mereka tidak mengetahui kiasan ini, jadi wajar saja mereka sakit hati,” ungkap Febriansyah Pernyataan Febriansyah tersebut tentu membuat Kuasa Hukum Edy Mulyadi menanyakan apa dasar yang membuat Febriansyah melaporkan terdakwa terkait ‘tempat jin buang anak’ padahal dengan sendirinya ia mengaku mengetahui maksud dari kiasan tersebut dan tidak bermasalah bagi dirinya. “Ya walaupun saya tidak ada masalah, tetapi saya melaporkan ini atas dasar persaudaraan,” jawab Febriansyah. (Lia)

Setelah Irjen Sambo Non-Aktif

Oleh M. Rizal Fadillah Pemerhati Politik dan Kebangsaan  SETELAH banyak desakan dan tentu hasil penyelidikan pula maka Irjen Pol Ferdy Sambo akhirnya di non-aktifkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Kedudukannya digantikan Wakapolri. Apresiasi atas kebijakan Kapolri yang bertekad untuk mengawal proses pengusutan kasus secara transparan, terbuka dan obyektif.  Tim yang dibentuk menjadi lebih leluasa untuk bekerja, demikian juga dengan Komnas HAM yang konon mengambil sikap untuk menyelidiki secara mandiri atau independen. Meskipun tanpa penon-aktifan sesungguhnya semua mudah terkuak sepanjang ada niat dan tekad, namun pemberhentian sementara ini tentu lebih berguna.  Kini untuk menetapkan status tersangka atas peristiwa pembunuhan dan penganiayaan Brigadir J di Rumah Dinas Irjen Ferdy Sambo akan lebih dekat. Mengkerucut pada dua nama saja yaitu Bharada E dan Irjen FS. Dapat salah satu atau mungkin kedua-duanya.  Potensi untuk kedua-duanya lebih besar melihat pada kondisi korban yang bukan saja ditembak tetapi terkesan dianiaya maupun makna dari pelaku yang menurut hukum dapat pelaku itu sendiri (pleger), turut serta (medepleger), yang menyuruh (doenpleger), atau pembujuk (uitlokker). Sebagaimana dalam kasus KM 50, dalam kasus ini tersangka dapat dijerat dengan Pasal 338 KUHP dan 351 ayat (3) KUHP.  Penon-aktifan Irjen Sambo dimaknai dengan dua hal pertama melepas hambatan proses atas jabatan sebagai Kadiv Propam dan kedua sebagai sinyal akan keterlibatan Irjen FS dalam kasus pembunuhan dan penganiayaan Brigadir J tersebut. Apalagi ternyata istri Irjen FS memiliki tanda atas tindak kerasan dan telah memohon perlindungan saksi kepada LPSK.  Ini adalah momen Polri untuk berbenah diri dengan memberlakukan asas \"equality before the law\". Bila tidak bersalah ya bebaskan akan tetapi jika memang benar bersalah biarkan ia mempertanggungjawabkan atas kesalahannya itu. Institusi tidak boleh dikorbankan untuk melindungi anggota yang bersalah. Apalagi ini adalah kasus kriminal murni.  Dengan berfilsafat ikan sepat ikan gabus--lebih cepat lebih bagus, kiranya semangat Kapolri yang ingin kasus ini diusut secara transparan, terbuka dan obyektif dapat terealisasi. Sebab jika ada upaya untuk menutupi atau membelokkan arah demi melindungi ini dan itu, maka rakyat semakin tidak percaya. Catatan hitam semakin banyak dan tebal.  Setelah Irjen Fredy Sambo dinon-aktifkan saatnya masyarakat disuguhi progres pengusutan yang transparan, terbuka dan obyektif. Segera tetapkan tersangka lalu bawa ke meja hijau. Tetapi juga bukan meja mainan untuk melepaskan dengan alasan klise \"membela diri\" melainkan meja yang membawa penjahat ke penjara.  Bandung, 19 Juli 2022

Komnas Perempuan Menyatakan Pentingnya Implementasi Perpres Stranas PKTA

Jakarta, FNN - Anggota Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Theresia Iswarini mengatakan pentingnya implementasi Peraturan Presiden Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak (Stranas PKTA) berjalan baik sehingga tercapai perubahan.\"Menurut kami, Perpres ini hanya satu instrumen untuk memastikan kerja sinergisme perlindungan anak, tetapi yang paling penting adalah implementasinya,\" kata Iswarini saat dihubungi melalui pesan singkat dari Jakarta, Senin.Dia menyebutkan salah satu instrumen yang dapat mendukung penghapusan kekerasan terhadap anak adalah melalui upaya mendorong pelaksanaan amandemen UU Perkawinan.Pemerintah juga diminta membangun mekanisme pemantauan perkawinan anak yang lebih kuat serta memberikan sanksi tegas untuk memastikan tidak ada lagi praktik perkawinan pada anak-anak.Perpres Stranas PKTA tersebut antara lain bertujuan sebagai acuan bagi kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L), pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota dalam mencegah dan menangani kekerasan terhadap anak.Pemerintah telah melakukan berbagai upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak.Namun, tambahnya, upaya tersebut perlu dioptimalkan karena memiliki dampak jangka panjang yang berpotensi membahayakan keselamatan dan kesejahteraan anak. Selain itu, katanya, perlu langkah strategis yang terencana dan melibatkan semua aspek.Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) tahun 2016-2020, terjadi peningkatan jumlah korban kekerasan dari 7.879 menjadi 10.770 anak, dengan kasus tertinggi terjadi pada jenis kekerasan seksual, fisik, psikis, dan penelantaran. (Sof/ANTARA)

Dewas KPK Menduga Lili Pintauli Mengajak 11 Orang Nonton MotoGP Mandalika

Jakarta, FNN - Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Lili Pintauli Siregar mengajak 11 orang lainnya menonton ajang balap MotoGP 2022, di Sirkuit Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Maret lalu.\"Kalau tidak salah 11 orang yang diajak,\" kata anggota Dewas KPK Harjono dalam keterangannya, Senin.Terkait ajudan Lili yang juga diduga ikut menonton, ia mengatakan Dewas KPK belum mengambil keputusan.\"Soal ajudan belum diambil keputusan oleh dewas prosesnya,\" ujar Harjono.Selain itu, soal dugaan Lili aktif meminta akomodasi dan tiket melalui ajudan, ia mengatakan bahwa seharusnya hal itu terungkap dalam persidangan benar atau tidaknya.Namun, sidang dugaan pelanggaran etik Lili tidak bisa dilanjutkan, karena yang bersangkutan sudah mengundurkan diri sebagai Wakil Ketua KPK.\"Proses Bu Lili oleh dewas sudah selesai,\" ujar Harjono.Sebelumnya, Majelis Sidang Etik KPK memutuskan sidang dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku Lili dinyatakan gugur, setelah adanya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 71/P/2022 tentang pemberhentian Lili sebagai Wakil Ketua merangkap Anggota/Pimpinan KPK.KPK menyatakan keputusan dewas tersebut sudah tepat. Dengan pengunduran diri Lili yang telah disetujui Presiden, maka statusnya bukan lagi sebagai insan komisi.Selain itu, KPK juga merujuk pada Pasal 37B ayat 1 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK yang menyatakan \"Dewas KPK bertugas menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK\".Ketika sudah mundur sebagai Pimpinan KPK, maka terperiksa (Lili Pintauli Siregar) bukan lagi menjadi subjek persidangan tersebut.KPK menilai jika dipaksakan tetap bersidang, justru melanggar ketentuan penegakan kode etik itu sendiri. (Sof/ANTARA)

Senjata Glock-17 Menjadi Perbincangan di Kalangan Mantan Petinggi Polri

Jakarta, FNN - Pistol jenis Glock 17 merupakan senjata yang digunakan oleh Bharada E dalam baku tembak di rumah dinas Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo, hingga menewaskan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Senjata Bharada E dalam kasus polisi tembak polisi ini menjadi perbicangan para mantan petinggi Polri. Wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Senin (18/7) mengatakan ia menyimak satu channel YouTube yang dikelolah mantan Kabareskrim Polri Komjen Purn Susni Duadji dan menghadirkan narasumber jenderal lain yakni Eks Kabareskrim Komjen Purn Ito Sumardi, Ex Kadivkum Polri, Irjen Pol Purn Aryanto Sutadi dan Eks Kadiv Humas Irjen Ronny F Sompi, mereka menyoroti seorang Bharada yang sudah memegang senjata api laras pendek. Mereka menjelaskan sudah lama menggunakan senjata api jenis Glock ini. Awalnya para pengawal ini menggunakan revolver yang pelurunya 6, namun belakangan memang diganti dengan glock untuk ajudan ini. Mereka juga menyoroti kemampuan Bharada E dalam kasus polisi tembak polisi yang mahir menembak. Tamtama diberi glock, itu tidak ada masalah, sudah biasa, yang penting itu pertanggung jawabannya. Memang sangat jarang seorang Bharada itu mendampingi pimpinan, pasti Bharada E ini adalah orang terpilih. Menanggapi pengakuan dari para mantan petinggi polri tersebut bahwa tantama diberi glock itu sudah biasa, Hersubeno kemudian menanggapi apakah biasa itu suatu lah yang dibenarkan? “Karena ini berkaitan dengan anggaran, bukan hanya soal pengadaan senjatanya tetapi pengadaan magazine,” katanya. Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Dedi Prasetyo menjelaskan, Bharada E menggunakan pistol jenis Glock 17 buatan Austria dengan magasin maksimum 17 peluru. Sementara, Brigadir J menggunakan senjata jenis HS-9 buatan Kroasia. “Mengapa Bharade E menggunakan Glock sedangkan Brigdir J menggunakan HS-9, spesifikasinya lebih tinggi Glock dari padi HS-9,” ungkap Agi Betha wartawan senior FNN. Sampai saat ini senjata milik Bharada E telah didalami tim Indonesia Automatic Finger Print Identification System atau Inafis Mabes Polri. Kita tinggal menunggu hasilnya. (Lia)

Mengapa Istri Ferdy Sambo Meminta Perlindungan dari LPSK?

Jakarta, FNN - Istri Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dikabarkan mengalami gangguan traumatis setelah kejadian penembakan yang menimpa Brigadir J hingga tewas oleh Bharada E. Saat ini istri Ferdy Sambo tengah dalam perawatan intensif memulihkan dampak psikologis akibat insiden baku tembak beberapa waktu lalu.  Ia mengalami syok hingga terus menerus menangis dan membutuhkan dampingan psikolog. Tim kuasa hukumnya, Arman Hanis mengatakan pihaknya telah mengajukan permohonan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) agar kliennya mendapatkan pendampingan. Hersubeno Arief warwatan senior FNN dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Senin (18/7) berpendapat apabila ibu Putri meminta perlindungan berarti merasa dirinya terancam, tetapi ini terancam dari siapa? Kalau Bharada J disebut sebagai pelaku namun ia telah meninggal, tentu dia tidak bisa melakukan ancaman apapun. LPSK akan melakukan penelaahan dan investigasi terkait dengan permohonan perlindungan yang diajukan oleh istri Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Nantinya permohonan perlindungan istri Irjen Ferdy Sambo diputuskan melalui rapat pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban  atau LPSK.   Diberitakan sebelumnya, Brigadir J tewas dalam insiden saling tembak dengan Bharada E di rumah Irjen Ferdy Sambo di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7) lalu. Peristiwa itu baru terungkap pada Senin (11/7). Polisi mengklaim penembakan itu berawal dari dugaan pelecehan yang dilakukan Brigadir J terhadap istri Ferdy. Pemakaman Brigadir J yang notabene merupakan anggota aktif Polri hingga akhir hayatnya dilakukan tanpa adanya upacara kepolisian layaknya para pendahulu perwira polisi yang telah gugur. “Ibu Putri masih hidup bisa membentuk tim pengacara, tetapi ini ada jenazah yang tidak bisa membela diri, yang bisa berkata-kata ya hanya tubuhnya, nah ini menjadi pertanyaan kenapa tidak ada bantuan hukum dari kepolisian kepada Brigadir J karena bagaimanapun pada saat dia tewas dia masih menjadi anggota polisi. Dia sudah menjadi tersangka padahal belum ada pembuktian, sehingga pada saat pemakaman tidak ada upacara,” tutup wartawan senior FNN Agi Betha (Lia)

Duga Brigadir J Korban Pembunuhan Berencana. Keluarga Lapor ke Bareskim

Jakarta, FNN – Kuasa hukum keluarga Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat, Kamarudin Simanjuntak mendatangi Bareskim Polri, Jakarta Selatan, Senin (18/7) untuk melaporkan dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Kamarudin mengatakan pihak keluarga menemukan kejanggalan dari kematian Brigadir J tersebut yang mereka terima dari Mabes Polri Melalui Divisi Humas Polri. “Informasi yang diberikan adalah tembak menembak, tetapi yang kami temukan adalah memang betul ada luka tembakan tetapi ada juga luka sayatan, kerusakan di bawah mata, di hidung ada dua jahitan, di bibir, leher, rahang, bahu sebelah kanan, memar di perut kanan kiri, pengrusakan di jari manis, dan kaki semacam sayatan,” katanya Kamarudin juga menilai tidak ada bukti soal tudingan Brigadir J masuk ke dalam kamar sehingga melecehkan istri Ferdy Sambo. Namun, dari pihak kuasa hukum keluarga istri Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Pol Ferdy Sambo, Arman Hanis mengatakan pihaknya telah mengajukan permohonan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memberikan pendampingan terhadap kliennya. Arman juga mengatakan istri Ferdy saat ini tengah dalam perawatan intensif, ia menjalani perawatan untuk memulihkan dampak psikologis akibat insiden baku tembak beberapa waktu lalu. Atas insiden ini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah membentuk tim khusus yang dipimpin Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono. Selain itu, Komnas HAM dan Kompolnas juga dilibatkan dalam tim khusus ini. Tetapi publik tentu bertanya-tanya mengapa memerlukan waktu yang cukup lama, padahal melihat kasusnya sebenarnya sangat sederhana, tetapi sudah hampir sepuluh hari belum ada hasil. Agar kasusnya lebih transparan tentunya dapat dilakukan otopsi ulang oleh tim dokter indepent. Desakan ini juga muncul dari Indonesia Police Watch (IPW) yang sejak awal menjadi lembaga yang menyoroti kasus ini. Wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Senin (18/7) menyampaikan anak-anak dari pak Ferdy dan ibu Putri juga berhak mendapat keadilan dan perlindungan, ini pasti menjadi pukulan sangat berat bagi mereka, ibunya mengalami shock, bapaknya juga. Begitu juga Bharada E dan keluarga tentu memiliki beban moril yang sangat berat walaupun dia disebutkan melakukan upaya bela diri, tetapi dia diposisikan sebagai penembak yang menewaskan seniornya. “Terlepas dari semunya, publik juga berhak mendapatkan informasi yang benar,” tambahnya. (Lia)

Dewan Pers Imbau Media Muat Sumber Resmi Kasus Penembakan Brigadir J.

Jakarta, FNN - Kuasa hukum istri Kadiv Propam Polri Irjan Ferdy Sambo, Arman Hanis mendatangi kantor Dewan Pers, di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (15/7). Tujuannya yakni berkonsultasi dengan Dewan Pers soal perkembangan pemberitaan kasus polisi tembak polisi yang terjadi di rumah dinas Kadiv Propam tersebut. Berita-berita yang semakin hari semakin dilihat berkembang isunya dan semakin berkembang opininya. Arman meminta arahan atau berkonsultasi menangani hal-hal tersebut ke Dewan Pers sehingga tetap pada jalur koridor kode etik jurnalistik. Aman berharap adanya empati media terkait kasus polisi tembak polisi di rumah Ferdy Sambo, terlebih insiden itu masih dalam proses penyelidikan oleh tim khusus yang dibentuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Dia menjelaskan keluarga Ferdy Sambo menerima dampak yang luar biasa terkait pemberitaan insiden itu, terlebih anaknya yang masih muda. Dia juga menjelaskan mengatakan kedatangan tim hukum ke Dewan Pers bukan melayangkan protes, melainkan untuk konsultasi soal isu liar yang berkembang seusai insiden yang menewaskan Brigadir J. Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Yadi Hendriana dalam wawancara bersama Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Sabtu (16/7) menilai isu liar yang berkembang masih bersifat spekulasi. \"Dalam konteks ini, kami melihat media sifatnya spekulasi, kemudian yang kedua bersumber dari sumber tidak resmi dan yang ketiga peradilan di luar, itu yang harus dihindari. Karena dampak yang berita itu berbahaya sekali. Saya melihat kita harus berpedoman pada kode etik jurnalistik,\" kata Yadi Yadi meminta jurnalis dan media mengutip keterangan dan sumber resmi pihak kepolisian terkait kasus penembakan yang terjadi di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo. Imbauan ini untuk mengantisipasi melebarnya dugaan dan spekulasi di kasus penembakan tersebut. Wartawan senior FNN Hersubeno Arief juga menilai langkah yang dilakukan keluarga Ferdy Sambo ini positif. Karena ketika ada persoalan-persoalan dengan produk jurnalistik harus di kedepankan mediasi dengan Dewan Pers. (Lia)

Mahfud MD Minta Polri Jangan Lindungi Tikus

Jakarta, FNN - Ketua Tim Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Mahfud MD menilai kasus baku tembak polisi yang menewaskan Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam Irjern Ferdy Sambo ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.  Mahfud MD yang juga menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) meminta Polri bertindak profesional dalam mengusut tuntas ini.  “Jangan mengejar tikus atau melindungi tikus lalu rumahnya yang dibakar, terbuka saja. Kan tata cara mengejar tikus itu sudah ada caranya, apalagi polisi sudah profesional,” kata Mahfud Menurut wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Jumat (15/7) dari analogi pak Mahfud yang dikatakan tikus itu tidak mungkin Brigadir J karena telah meninggal dunia atau Bharada E yang telah diamankan dan membela diri. Orang yang membela diri tidak mungkin dikejar lagi.  Agi Betha yang juga wartawan senior FNN menambahkan arti dari analogi pak Mahfud ‘jangan lindungi tikus’ dalam hal ini tikus yang dimaksud adalah pelaku atau pemainnya. Mahfud berharap tim khusus bentukan Polri dapat mengumpulkan bukti akurat jika tidak ingin kredibilitas hancur. Ia mengaku mengenal sejumlah pimpinan Polri sebagai sosok yang kredibel sehingga yakin kasus tersebut akan diselesaikan secara tuntas.  Kompolnas menurutnya juga akan membantu membuat permasalahan hingga menemukan titik terang. “Kita tidak boleh membodoh-bodohkan diri kita, sehingga kita harus profesional. Siapa yang melakukan apa, dilihat dari perilaku-perilaku sebelumnya, hubungan bagaimana dan seterusnya. Itu bisa dilacak dari situ kan,” ungkapnya. Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Iftitah Sari juga mengatakan bahwa pengungkapan kasus yang tuntas, akuntabel, dan transparan, jika tidak dilakukan demikian, maka ada potensi tindakan sewenang-wenang oleh aparat kepolisian dan bahkan hingga potensi penyiksaan. (Lia)