HUKUM

Tak Kompak! Benny Mamoto dan Mahfud MD Beda Pandangan Soal Tewasnya Brigadir J

Jakarta, FNN – Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Irjen (Purn) Benny Mamoto, menepis kabar adanya kejanggalan dalam kasus tembak di rumah dinas Polri, Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Jumat (8/7). Benny merespons hal tersebut, tidak ada kejanggalan dalam kasus penembakan di rumah Kadiv Propam tersebut. Ia mengatakan sudah turun ke lapangan meninjau TKP dan tidak melihat adanya kejanggalan. Soal beredarnya isu ada luka sayatan dan luka lebam, Benny menjelaskan bahwa jika melihat fotonya itu tidak ada luka sayatan, yang ada bekas luka akibat pecahan peluru. Terkait luka lebam, Benny menyebut tidak ada aksi pemukulan berdasarkan keterangan para saksi. Sementara itu, terkait dengan pertanyaan mengapa tiga hari kemudian baru disampaikan ke publik, Benny menyebut bahwa pada saat itu adalah Hari Raya Iduladha. “Kita semua tahu dan itu Hari Raya Iduladha dan kejadian sore, sehingga polisi yang fokus untuk olah TKP untuk mengumpulkan bukti dan tentunya semua orang sedang liburan atau sedang merayakan Iduladha,” katanya. Sementara itu, perbedaan pendapat terjadi di antara Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto dan Ketua Kompolnas Mahfud MD.  Mahfud MD yang juga Menteri Koodinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) menyebut ada kejanggalan dari tewasnya Brigadir J dan tidak bisa dibiarkan mengalir begitu saja. Lebih lanjut, Mahfud mengungkapkan banyak kejanggalan yang muncul dari proses penanganan, maupun penjelasan Polri yang tidak jelas hubungan antara sebab dan akibat setiap rantai peristiwanya. Mahfud menyebut kredibilitas Polri dan pemerintah menjadi taruhan dalam kasus penembakan yang terjadi di rumah dinas Polri, Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Maka itu, Mahfud lebih lanjut menilai apa yang dilakukan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit dengan membentuk tim investigasi untuk kasus ini sudah tepat yang terdiri orang-orang kredibel dipimpin oleh Wakapolri Komjen Gatot Eddy. “Itu sudah mewakili sikap dan langkah pemerintah sehingga Kemenkopolhukam akan mengawalnya,” ujar Mahfud yang juga Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam). Sebagai Ketua Kompolnas, dia sudah berpesan kepada Sekretaris Kompolnas Benny Mamoto untuk aktif menelisik kasus ini guna membantu Polri membuat perkara menjadi terang. Wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Kamis (14/7) mengomentari kasus ini menjadi sorotan publik,  dan seperti di katakana oleh pak Mahfud MD kasus ini menjadi taruhan integritas dari  lembaga kepolisian dan pemerintan dan saya kira tim yang dibentuk pak Sigit tidak main-mainlah dalam menangani kasus ini, kalau penjelasannya nanti dinilai sama publik tidak masuk akal lagi inilah bakal menjadi taruhan integritas lembaga kepolisian. (Lia)

Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin Bongkar Fakta Kejanggalan Tewasnya Brigadir J

Jakarta, FNN – Kasus baku tembak sesama polisi di rumah dinas pejabat Polri, Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo yang terletak di komplek Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/22) pukul 17.00 WIB, mendapat perhatian dari Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin yang merupakan anggota DPR RI dari PDIP. Sosok jenderal TNI bintang 2 ini menilai ada sejumlah kejanggalan dalam kasus baku tembak tersebut.  Inilah enam kejanggalan yang dipaparkan Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin : 1. Kejanggalan terselisik mulai dari pengiriman mayat Brigadir Nopryansah ke rumah keluarga secara diam-diam. “Kejanggalannya yang pertama, kenapa baru ada press release dua hari kemudian, setelah jenazah dibawa secara diam-diam ke kampung halaman kemudian diprotes keluarga,” kata Tubagus Hasanuddin.  2. Kemudian urusan pangkat ajudan dan sopir. Menurut Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, Brigadir J sebagai sopir istri Kadiv Propam Polri ditembak ajudan Kadiv Propam, Bharada E. Menurut TB, pangkat sopir itu Bharada, sementara ajudan Brigadir. “Itu kan kebalik. Sopir seharusnya yang Bharada, sebaliknya, ajudan Brigadir pangkatnya,” kata Tugabus. 3. Tubagus meneruskan, kalau memang benar dari Divisi Humas Polri yang menyatakan Brigadir J masuk ke ruang istrinya Kadiv Propam, dalam rangka apa perbuatan itu dilakukan? 4. Apakah betul penjelasan bahwa Brigadir J masuk ke kamar kemudian melakukan pelecehan lalu menodongkan pistol. “Seharusnya, bukannya Brigadir J yang ditodong?” katanya. 5. Kejanggalan soal posisi ajudan Kadiv Propam, Bharada E. Menurut TB Hasanuddin, tak masuk akal ajudan itu tinggal di rumah sementara Kadiv Propam tidak di rumah. “Seharusnya kan ikut mengawal,” katanya. 6. Soal luka sayatan. Tubagus mengatakan jika ada yang mengatakan luka sayatan itu terserempet peluru, maka bukanlah luka sayatan yang seharusnya didapat. Tetapi luka bakar. “Peluru itu kan panas. Kalau menyerempet, ya lukanya luka bakar,” katanya. Tubagus mendesak agar Kapolri menurunkan tim khusus untuk melakukan investigasi, sebab ini menyangkut jiwa manusia. “Seharusnya lakukan saja (penyelidikan) terbuka. Termasuk jenazahnya divisum. Masak, kok orang meninggal langsung dikirim (ke rumah duka) saja,” ujar mantan Ajudan Presiden RI ke-3, Mayjen (Purn) TB Hasanuddin. Wartawan senior FNN Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Kamis (14/7) mengatakan bahwa kejanggalan yang dipaparkan oleh Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin agak masuk akal, karena TB sendiri tentunya memahami soal persejentaan. (Lia)

Kadiv Propam Layak Diperiksa

Oleh M. Rizal Fadillah Pemerhati Politik dan Kebangsaan  MISTERI kasus \"tembak menembak\" di Rumah Dinas Kadiv Propam Mabes Polri seharusnya mudah terkuak. Jika ada niat serius membongkar fakta yang sebenarnya, maka dengan kualitas dan profesionalitas Polri kasus ini akan cepat terbongkar.  Masalahnya dalam kasus dengan dugaan penyiksaan dan penembakan ini adakah semangat hendak melindungi seseorang atau tidak? Jika ada maka tentu akan menjadi sulit sebab harus ada rangkaian cerita yang logis dan terarah dengan pemeriksaan by design. Bahkan kesulitan menjadi agenda itu sendiri. Sebaliknya jika tanpa beban selain fakta, maka kasus ini bukanlah peristiwa yang terlalu rumit.  Banyaknya kejanggalan yang menjadi sebab dari perlu adanya kemauan atau keputusan politik terlebih dahulu. Kejadian ini telah merusak citra dan kredibilitas aparat penegak hukum. Apa yang dikemukakan Menkopolhukam Mahfud MD harus menjadi perhatian. Mahfud MD menyatakan : \"Kasus itu memang tidak bisa dibiarkan begitu saja karena banyak kejanggalan yang muncul pada penanganan maupun penjelasan Polri sendiri yang tidak jelas hubungan antara sebab  dan akibat setiap rantai peristiwanya\" Keseriusan harus dibuktikan dengan langkah antara lain  : Pertama, memberi kesempatan dan keleluasaan Komnas HAM untuk bergerak secara independen dalam menguak masalah yang dihadapi.  Kedua, copot Irjen Fredy Sambo dari jabatan Kadiv Propam agar tidak ada otoritas jabatan yang menghambat atau mengganggu pemeriksaan. Non-job kan untuk sementara waktu. Bebaskan dari faktor psikologis pemeriksaan.  Ketiga, jadikan Irjen Fredy Sambo sebagai terperiksa utama, sebab penyiksaan diduga tidak mungkin dilakukan oleh Bharada E seorang diri atau sekurang-kurangnya, Bharada E melakukan pembunuhan dan penyiksaan adalah pengaruh atau perintah dari seseorang.  Keempat, istri Irjen Fredy Sambo jelas menjadi saksi kunci dari peristiwa. Ia yang dikaitkan dengan pelecehan dan ia pula yang tahu peristiwa pembunuhan. Pemeriksaan seksama atas yang bersangkutan akan bermakna untuk banyak keterangan.  Kelima, usut siapa aparat yang mengganti decoder CCTV di Pos Satpam sehari setelah kejadian yang menyebabkan CCTV mati. Orang tersebut dipastikan menjadi bagian dari pembantuan suatu kejahatan.  Semua akan menjadi mudah, kecuali kasus Duren 3 ini akan di-KM50-kan. Lama mentersangkakan, Bharada E akhirnya terpaksa menjadi tersangka, diproses pengadilan yang hanya sandiwara, dengan alasan membela diri akhirnya dinyatakan bersalah tetapi dimaafkan. Dilepaslah pak Bharada E ini. Happy Ending.  Viral pertemuan antara Kapolda Metro Irjen Fadil Imran dengan Irjen Fredy Sambo. Berpelukan bahkan pakai cium kening segala. Ada tangisan di sana. Entah nuansa apa yang terjadi. Sedih istrinya dilecehkan, ajudannya mati, ajudan lainnya terancam, atau khawatir merembet tuduhan kepada keterlibatan dirinya?  Atau, keduanya sedang bereuni mengingat kebersamaan dalam melindungi dua tersangka dalam kasus KM 50 yang berakhir \"happy ending\" di pengadilan dunia. Namun ditunggu untuk pengadilan akherat yang dipastikan sangat berat.  Tidak ada skenario di sana. Tidak ada.  Bandung, 15 Juli 2022

Sidang Edy Mulyadi, Saksi Tidak Tahu Undang-Undang IKN

Jakarta, FNN - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Kepala Bidang Pentaan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur, Rudiansyah sebagai saksi dalam persidangan lanjutan ‘Jin Buang Anak’ di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (14/7). Hakim Ketua Adeng Abdul Kohar membuka pertanyaan terkait Undang-Undang yang ditetapkan untuk Ibu Kota Negara (IKN). “Apakah saudara mengetahui Ibu Kota Negara (IKN) ditetapkan dengan Undang-Undang apa?” tanya hakim. “Saya tidak tahu”, jawab saksi Jawaban saksi tentu membuat hakim menggelengkan kepala karena seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ruang lingkup pekerjaannya berkaitan dengan lingkungan di IKN, tetapi yang bersangkutan justru tidak mengetahui peraturan dasar IKN. Lalu hakim melanjutkan pertanyaan, dalam video YouTube Bang Edhy Channel yang ditayangkan tersebut, pernyataan mana yang sesuai dengan tupoksi saksi. “Dari pernyataan Edy yang sesuai tupoksi saya yakni terkait lubang tambang dan limbah B3,” ujarnya. Ia menjelaskan bahwa aturan limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun) tertulis dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Rudiansyah mengaku pernah melaksanakan perjalanan dinas ke calon Ibu Kota Negara (IKN) dalam rangka pengawasan kegiatan pertambangan pada Januari 2022 lalu. Perusahaan pertambangan yang diketahuinya ada di wilayah IKN dan termasuk dalam pengawasannya adalah PT Singlurus Pratama dan PT Bukit Raya Coal Mining. Rudi hanya menyebutkan dua perusahaan itu karena perusahaan tersebut berada di lintas kabupaten dan provinsi.  “Jadi kalau perusahaan itu di kabupaten atau kota, itu bukan termasuk wewenang kami, kecuali berada di lintas kabupaten dan provinsi,” jelasnya  Pada saat di lokasi, Rudi mengatakan melihat kedua perusahaan tambang tersebut memang meninggalkan bekas lubang tambang maupun limbah B3 berupa limbah oli bekas, aki bekas, dan filter bekas. Ia menyampaikan bahwa PT Singlurus Pratama meninggalkan 17 lubang pasca tambang, 9 sudah ditangani, dan sisanya 8 belum ditangani pada bulan Januari lalu. Namun saat ini, menurutnya, sisanya sudah ditangani sesuai aturan yang berlaku.  Sayangnya  saat hakim menanyakan kembali apakah saksi telah melakukan perjalan dinas kembali ke lokasi untuk melihat lubang tambang itu, jawaban saksi berbelit-belit. “Saya belum ada kesana lagi,” ujar saksi Rudiansyah mengaku mengetahui informasi itu hanya dari data yang ada di kantornya. Hal lain yang disampaikan Rudiansyah adalah ia  mengaku sakit hati dengan pernyataan Edy Mulyadi yang menyebut lokasi Ibu Kota Negara (IKN) sebagai tempat jin buang anak. “Secara pribadi sebagai putra daerah Kalimantan, saya merasa sakit hati karena daerah kami dikatakan tempat jin buang anak,” katanya. Tapi sebagai pribadi ia berharap IKN tidak merusak lingkungan tanah kelahirannya.  \"Itu sebagai pribadi ya, sebagai ASN tentu saya harus mendukung program pemerintah,\" ungkapnya hati-hati. (Lia)

Pria Penyebar Paham Dewa Matahari Mengalami Gangguan Jiwa

Lebak, FNN - Pria asal Bekasi berinisial NT (62), terduga penyebar paham dewa matahari di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, mengalami gangguan jiwa setelah menjalani pemeriksaan dokter spesialis kejiwaan, kata Kasatreskrim Polres Lebak AKP Indik Rusmono di Lebak, Kamis.\"Kami menyarankan pelaku untuk kontrol (periksa ke dokter) dan minum obat ke psikiater, sesuai dengan Nomor Surat 001/SKKJ/RSUD/VII/2022, sehingga tidak memenuhi unsur tindak pidana,\" kata Indik Rusmono di Lebak, Kamis.Berdasarkan hasil penyelidikan dengan melakukan pemeriksaan terhadap terduga pelaku dan para saksi, Indik mengatakan belum ditemukan ada unsur tindak pidana penistaan agama.Kepolisian bekerja sama dengan dokter spesialis kejiwaan melakukan pemeriksaan terhadap NT dan hasilnya menunjukkan yang bersangkutan terindikasi gangguan kejiwaan psikopatologi.Gangguan psikopatologi atau sakit mental yang tampak dalam bentuk perilaku dan fungsi kejiwaan yang tidak stabil serta dapat mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari. Indik menjelaskan hasil pemeriksaan menunjukkan NT memiliki pemahaman yang salah dan kesesatan berfikir.Namun, hal itu tidak masuk ke dalam delik penistaan agama karena tidak adanya ajakan atau hasutan kepada pihak lain. Indik mengatakan hal itu hanya pemikiran dan keyakinan pribadi NT saja.Oleh karena itu, terhadap NT lebih tepat dilakukan pembinaan keagamaan dan pengobatan secara medis terkait penyakit gangguan kejiwaan.\"Kami menghentikan pemeriksaan terhadap pelaku karena mengidap gangguan kejiwaan,\" ujarnya. (Ida/ANTARA)

Bantuan Psikososial Korban Kekerasan Seksual di Jombang dari LPSK

Jakarta, FNN - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan bantuan psikososial kepada salah satu korban kekerasan seksual serta keluarganya di Jombang, Jawa Timur.\"Bantuan psikososial disiapkan sendiri oleh LPSK. Model seperti ini memberikan kemudahan dan manfaat bagi penyintas yang menjadi terlindung LPSK,\" kata Wakil Ketua LPSK Antonius P.S. Wibowo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.Proses bantuan psikososial tersebut, lanjutnya, bisa lebih cepat karena diputuskan oleh LPSK dan menyesuaikan kebutuhan korban. Sebagai bentuk pemulihan ekonomi korban dan keluarga, LPSK juga memberikan bantuan berupa mesin jahit agar roda perekonomian mereka terus berjalan.Secara umum, kasus kekerasan seksual di Jombang dengan pelaku yang merupakan ayah kandung korban itu sudah divonis Majelis Hakim Pengadilan Jombang dengan hukuman pidana penjara 16 tahun, dari tuntutan awal 18 tahun penjara oleh penuntut umum.\"Secara persentase, vonis pidana penjara ini tinggi dan sudah maksimal,\" tegasnya.Selain itu, dia mengatakan ke depan LPSK perlu memikirkan anggaran khusus untuk pemenuhan bantuan psikososial bagi korban. Dia juga berharap putusan pidana majelis hakim untuk kasus kekerasan seksual serupa dapat maksimal.Hal serupa juga diharapkan terjadi di lingkup lembaga pendidikan seperti Pondok Pesantren Shiddiqiyyah Jombang dan Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Batu.Menurut dia, terdapat beberapa kesamaan pada kasus kekerasan seksual di Ponpes Shiddiqiyyah Jombang dan Sekolah SPI Batu, yakni kejadian tersebut terjadi berulang beberapa kali dengan korban masih berusia anak-anak.Kesamaan lain, lanjutnya, ialah hubungan antara pelaku dan korban dengan relasi kuasa. Kasus kekerasan seksual di Ponpes Shiddiqiyyah Jombang dan Sekolah SPI Batu, hubungan relasi kuasanya adalah antara tenaga pendidik dan siswa.\"Kenapa perlu penghukuman berat? Karena di saat Pemerintah sedang perang dengan kekerasan seksual, justru banyak kasus sejenis yang terjadi,\" ujarnya. (Ida/ANTARA)

Gibran Akan Tindak Oknum Jual Beli Tanah Bong Mojo

Solo, FNN - Pemerintah Kota Surakarta akan menindak oknum yang terlibat dalam kasus dugaan jual beli tanah eks pemakaman Bong Mojo di Kelurahan Jebres, Jebres, Solo.\"Saya sudah dapat dua nama yang menjualbelikan tanah di situ,\" kata Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka di Solo, Rabu.Ditekankan pula bahwa tindakan tegas perlu dilakukan karena ada proses jual beli yang dilakukan oleh oknum tanpa sertifikat resmi dari pemerintah.Bahkan, kata Gibran, saat ini di lokasi tersebut sudah berdiri beberapa bangunan permanen meski tidak ada sertifikat tanahnya. Padahal, lahan eks Bong Mojo merupakan milik pemerintah kota (pemkot) setempat yang rencananya untuk pembangunan pasar mebel.\"Ada lebih dari 10 bangunan permanen. Mengko tak uruse (nanti saya urus), tenang saja,\" katanya.Berdasarkan informasi yang diperolehnya, warga ada yang beli tanah di eks Bong Mojo dengan harga Rp8 juta.Terkait dengan hal itu, camat dan lurah setempat, termasuk instansi terkait (Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman serta Pertanahan Kota Surakarta) sudah memberikan imbauan kepada keluarga yang sudah telanjur membeli tanah dan mendirikan bangunan agar memahami kondisi yang sebenarnya. \"Nanti segera kami ambil keputusan,\" katanya.Menyinggung soal pelaporan oleh Pemkot Surakarta kepada pihak kepolisian terkait dengan dugaan jual beli aset milik pemerintah tersebut, dia mengatakan bahwa pihaknya sedang mengumpulkan kuitansi pembelian.\"Kami kumpulkan kuitansi-kuitansinya, yo, tunggu wae (ditunggu saja). Intinya tanah ini \'kan tanah pemerintah, enggak bisa seenaknya membangun bangunan permanen di situ,\" katanya.Sementara itu, Lurah Jebres Lanang Aji Laksito mengatakan bahwa kawasan tersebut seharusnya untuk ruang terbuka hijau sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW).\"Kami sudah berkoordinasi dengan Satpol PP, \'kan sempat digaris polisi. Akan tetapi, kami juga tidak bisa selama 24 jam mengawasi Bong Mojo,\" katanya.Ia mengatakan bahwa hunian yang berdiri di lokasi tersebut ada yang sudah lama dan ada sebagian yang masih baru.\"Kemarin sudah dipasang MMT pengumuman bahwa ini lahan milik pemerintah, dilarang mendirikan bangunan,\" ujarnya.Selain itu, lanjut dia, juga akan ada pendataan atau pengukuran, misalnya, dahulu ada berapa hektare, sekarang berapa hektare.\"Dari Perkim (Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman serta Pertanahan Kota Surakarta) memang akan melakukan penataan. Akan tetapi, kapannya kami belum tahu,\" katanya. (Ida/ANTARA)

Draft RKUHP: Ngaku Dukun Bisa Dipenjara 1,5 Tahun

Jakarta, FNN - Salah satu ketentuan yang tercantum dalam draft Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) adalah mengenai seseorang yang mengaku sebagai dukun atau mengklaim dirinya mempunyai kekuatan gaib akan dihukum selama 1 tahun 6 bulan.  Berdasarkan draft RKUHP yang diserahkan Kemenkumham ke DPR rumusan itu tertuang dalam pasal 252, yang mengatur tentang pidana soal praktik ilmu magis alias dukun santet.  Diketahuinya dalam Pasal 252 disebutkan bahwa: (1) Setiap Orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV. (2) Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga). Sementara dalam pasal 252 ayat 1 dijelaskan: Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap seseorang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib dan mampu melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan penderitaan bagi orang lain.  Menurut wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Rabu (13/7)  ini adalah persoalan yang serius, RKUHP ini semua orang bisa kena, termasuk di media, karena ini akan berdampak secara keseluruhan pada sektor kehidupan kita, bahkan termasuk orang yang mengaku-ngaku punya kemampuan gaib. (Lia)

Kejanggalan Tewasnya Ajudan Sang Jendral, Benarkah Ada Motif Asmara?

Jakarta, FNN – Keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang tewas ditembak oleh Bharada E menyebut menemukan banyak kejanggalan dalam kasus ini. Khususnya berkaitan dengan kronologi peristiwa hingga luka mencurigakan yang dialami korban. Ayah Brigadir Yosua, Samuel kini hanya menginginkan kebenaran atas tewasnya anaknya, ia sangat ingin bisa melihat rekaman CCTV baku tembak di tempat kejadian perkara. Dia menyebut di rumah perwira tinggi seharusnya memiliki CCTV dan pengawasan yang ketat. Keluarga Brigadir Yosua juga mengklaim bahwa anaknya seorang sniper khusus yang biasanya ditempatkan di titik rawan, otomatis anaknya jago menembak. Tentunya keluarga merasa aneh dengan penembakan tersebut. Polisi menyebut Brigadir Yosua tewas dalam baku tembak itu, tetapi pada saat Brigadir Yosua Hutabarat melepaskan 7 kali tembakan, dan tidak sekalipun mengenai Bharada E, atau akurasi 0 persen.  Dengan latar belakang Brigadir Yosua sebagai sniper, Samuel pun menganggap tidak mungkin tembakan anaknya sama sekali tidak mengenai Barada E. Namun saat ini beredar lagi kabar terbaru, insiden baku tembak itu disebut-sebut terkait motif asmara. Brigadir Yosua dikabarkan memendam hubungan spesial dengan istri Kadiv Propam, Putri Candrawati. Bahkan, desas-desus tersebut mengarah ke hal sensitif yang tidak bisa dijawab secara cepat oleh kepolisian. Sebab, informasi itu dinilai masih bersifat itu yang belum dapat dipastikan kebenarannya. “Tentunya isu itu (dugaan selingkuh) masuk dalam materi penyidikan yang tidak dapat kami ungkap ke publik,” kata Kapolres Metro Jaksel Kombes Budhi Herdi Susianto kepada wartawan  Budhi mengaku tidak mau berasumsi. Terlebih, masalah tersebut dinilai menyangkut kehidupan pribadi. Wartawan senior FNN Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Rabu (13/7)  mengomentari seharusnya pihak kepolisian bisa mendeteksi dari awal kasus ini, kalau seandainya kematiannya wajar tetapi dalam kondisi tidak wajar, maksudnya wajar dalam arti memang kejadiannya seperti itu. Nah kalau seperti sekarang ini kan, orang kemudian berspekulasi lagi kenapa seolah-olah ada intimidasi. “Ini sekarang satu kepada polisi tentunya muncul ketidak percayaan dari publik terhadap versi yang resmi dari polisi, kemudian kan media banyak mewawancarai narasumber yang kemudian makin meneguhkan ketidak percayaan publik terhadap informasi yang diberikan kepolisian, saya kira ini tantangan serius bagi kepolisian,” lanjut  Hersubeno Arief, wartawan senior FNN. Hersubeno juga mengingatkan juga kepada publik jangan segera begitu mendapat informasi dari WhatsApp Group langsung percaya, tetapi tidak melakukan klarifikasi. (Lia)

Lili Pintauli Mundur di Tengah Skandal Etik KPK, Hersu: Itu Lebih Baik Ketimbang Dipecat

Jakarta, FNN – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar memilih mundur dari jabatan pada saat akan disidangkan oleh Dewan Pengawas KPK. Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean menyatakan sidang etik terlapor Lili Pintauli Siregar gugur karena Lili telah mundur sebagai Wakil Ketua KPK. Jadi ia sudah bukan lagi bagian dari KPK. Wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Sabtu (9/7) mengatakan keputusan Lili untuk mengundurkan diri adalah keputusan yang terbaik ketimbang dia dipecat, jadi lebih baik mundur. Lili mengundurkan diri lantaran kasus dugaan pelanggaran etik penerimaan gratifikasi MotoGP Mandalika di Nusa Tenggara Barat, pada Maret 2022. Lili diduga menerima gratifikasi dari perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT Pertamina. Berdasarkan informasi yang diterima, Lili mendapatkan tiket MotoGP Mandalika di Grandstand Premium Zona A-Red dan fasilitas penginapan di Amber Lombok Beach Resort selama kurang lebih satu minggu. Lili awalnya dijadwalkan mengikuti sidang perdana pada (5/7). Namun, Lili mangkir dari panggilan Dewas di tanggal itu. Alasannya, ia sedang menjalankan tugas dalam pertemuan Anti-Corruption Working Group (ACWG) G20 di Nusa Dua, Bali. Dewan Pengawas (Dewas) KPK juga telah memeriksa sejumlah karyawan Pertamina yang diduga terkait dengan kasus ini.  Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Nicke Widyawati juga ikut diperiksa Dewas KPK di Gedung ACLC KPK pada Rabu (27/4). Nicke yang dikawal beberapa pegawai PT Pertamina memilih meninggalkan awak media tanpa membuka suara sedikit pun. Hersubeno Arief menilai kasus dugaan penerimaan gratifikasi Lili seharusya dapat ditindaklanjuti sebagai dugaan tindak pidana meskipun ia sudah mengundurkan diri.  “Tetapi seperti saya sampaikan tadi, kalau berkaitan dengan kasus gratifikasi, bukankah ini juga kasus pidana, jadi harusnya tidak sama dengan soal sidang di Dewan Pengawas KPK yang berkiatan dengan kode etik dinyatakan tidak bisa dilanjutkan karena dia sudah bukan lagi insan KPK. Tetapi kalau kasus gratifikasi tentu saja kasusnya masih terus harus berlanjut, bukan hanya Lili tetapi yang memberi juga harus diusut,” katanya (Lia)