HUKUM
Ruhut Apes Hina Anies & Orang Papua, PDIP Tak Mau Bela
Jakarta, FNN – Politisi PDIP Ruhut Sitompul kali ini sepertinya tidak mungkin bisa lepas dari jeratan hukum. Apalagi, PDIP sendiri terkesan lepas tangan tak akan membelanya terkait meme Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Seperti disampaikan wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam Hersubeno Point, Rabu (18/5/2022), Sekretaris DPD PDIP DKI Jakarta Gembong Warsono menanggapi tindakan Politikus PDIP Ruhut Sitompul yang mengunggah meme Gubernur Anies Baswedan menggunakan koteka. Gembong sendiri tidak ingin banyak berkomentar mengenai konten di akun Twitter milik Ruhut tersebut. Menurut dia, salah atau tidaknya Ruhut akan diputuskan oleh pihak yang berwajib. Terlebih, saat ini Ruhut memang sudah dilaporkan kepada polisi. \"Apakah yang dilakukan Pak Ruhut itu nanti dikategorikan melanggar hukum, ya, nanti penegak hukum yang menetapkan. Kami hormati, kami hargai apa yang dilakukan para pendukungnya Anies karena mereka tidak terima, ya silakan saja,\" ujar Gembong, Jumat (13/5/2022). Dia meminta agar mantan Ketua DPP Partai Demokrat itu menghadapi proses hukum tersebut dengan baik. “Apalagi sudah dilaporkan, tidak ada cara lain selain dihadapi dengan baik, taat proses hukum,\" kata dia. Ruhut Sitompul mengunggah meme Anies Baswedan di akun Twitter miliknya. Akibat unggahan tersebut, dia kemudian dilaporkan kepada polisi. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan membenarkan adanya laporan terhadap Ruhut. Ruhut dilaporkan oleh Panglima Komandan Patriot Revolusi (Kopatrev) Petrodes Mega MS Keliduan atau Mega. Sebelumnya, Ruhut mengunggah foto sekelompok orang yang mengendarai sepeda motor yang memakai kaos dengan tulisan di belakangnya, “Haram Hukum Anies Baswedan”. Kemudiam para netijen juga memberikan semacam klarifikasi bahwa foto yang pertama ketika orang naik sepeda motor dengan tulisan itu adalah semacam editan, tidak ada itu. Beda forumnya pengendara motor ini ada, tapi tidak ada yang mengenakan kaos dengan tulisan semacam itu. Jadi, unggahan foto itu berusaha menyindir Anies Baswedan yang selama ini dianggap sok paling Arab. Ruhut mengungkapkan, “Anies mempunyai darah Arab, Anies kerab memanfaatkan kesukuannya itu untuk politik identitas.” Dulu merasa paling Arab karena kakeknya begitu Arab. Sekarang dia merasa dari Jawa karena dari Jogjakarta. “Sudah itu dia datang lagi ke satu daerah mengaku paling ini paling itu semua diakui sama dia,” begitu Ruhut. “Apakah itu benar foto Pak Anies atau bukan kalau editan atau diedit maka itu maknanya blasstening atau penghinaam. Itu kata Natalius Pigai di akun twitter-nya,” kata Hersubeno Arief. “Tapi Pigai tidak menyatakan akan melaporkan Ruhut ke Polisi dan memang ini sifat dari Pigai dia tidak pernah sekalipun dia serimg dihina dengan ujaran rasis bahkan pernah ada juga menyamakan dia seperti seekor Gorila,” lanjut Hersubeno Arief. Keputusan Pigai, dia tidak pernah mau mengadukan itu, orang lain aja yang mengadukan tapi Pigai tidak. Ini yang dianggap oleh Ruhut tidak ada ysng mempersoalkan Ruhut. Ini mulai agak serius menanggapi itu ketika mengetahui ini benar-benar ada warga dari Papua yang benar-benar melaporkan. “Tadi yang saya sebut namanya Petrodes Mega Kelinduan, dia adalah Panglima Komando Patriot Revolusi. Ini sebuah organ partai rakyat yang kemudian dia atas nama warga Papua melaporkannya ke Polda Metro Jaya,” tambahnya. Pada waktu itu Mega menyatakan tidak bisa menerima maaf itu bukan tidak mau tapi dia tidak bisa, kalau kita liat permintaan maaf yang di twitter-nya ini permintaan maaf yang tidak serius dan tidak spesifik pada siapa dia meminta maaf. Ruhut pun menulis seperti ini: “Taunya aku dihujat habis-habisan tapi apa mau dikata apalagi yang dihujat pada tidak tahu permasalahannya tapi aku harus berhikmat dan untuk semua yang masih marah-marah maafkan aku manusialah yang tidak luput dari kesalahan, Merdeka”. (mth/sws)
Politisi Gerindra Minta Jokowi Bebaskan Habib Rizieq, Munarman, dan Aktivis Islam Lainnya
Jakarta, FNN – Wakil Ketua Umuim Partai Gerindra yang juga Sekjen Syarikat Islam, Ferry Juliantono mendesak Presiden Jokowi untuk membebaskan Habib Rizieq Shihab, Munarman, Edy Mulyadi, dan aktivis Islam lainnya yang saat ini ditahan. Menurutnya, orang-orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan karena masalah yang sengaja dicari-cari. \"Kita lihat bahwa penahanan Habib Rizieq Shihab, terus Munarman, sahabat saya, kemudian misalkan Edy Mulyadi dan beberapa aktivis Islam yang ditahan, dipenjarakan, itu sebenarnya disebabkan oleh masalah-masalah yang kalau dicari-cari ada aja gitu loh,\" tutur Ferry Juliantono kepada wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Rabu, 11 Mei 2022. Ferry yang aktif menjadi koordinator Desk Anti Islamophobia Syarikat Islam menyampaikan hukuman penjara yang dijatuhkan kepada Habib Rizieq Shihab dan Munarman cenderung dilatarbelakangi Islamofobia. “Dalam kasus Habib Rizieq Shihab dan Munarman, serta aktivis Islam lainnya menurut pendapat saya terlalu dipaksakan dan cenderung dilatarbelakangi dengan islamofobia,” kata Ferry. Ferry menyarankan kepada presiden untuk menggunakan semua hak yang melekat di kekuasaan, apakah itu abolisi, grasi, amnesti, atau dibebaskan dari semua konsekuensi atau akibat dari tuduhan-tuduhan yang semula disangkakan kepada mereka. Sebagai informasi aturan mengenai amnesti sudah diatur dalam Pasal 14 ayat 1 UUD 1945. Amnesti merupakan pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara kepada orang yang melakukan tindak pidana. Sementara abolisi adalah penghapusan proses hukum seseorang yang sedang berjalan. Presiden harus mempertimbangakan pertimbangan dari DPR saat memberikan abolisi. Habib Rizieq Shihab, mantan Ketua Front Pembela Islam (FPI), divonis pidana selama 4 tahun terkait kasus hasil swab di RS Ummi, Bogor. Sedangkan eks Sekertaris Umum FPI Munarman divonis tiga tahun penjara terkait tindak pidana terorisme pada April lalu. \"Masa sih bikin resepsi terus menjadi dikenai hukuman? Terus Munarman di persidangan sudah tidak terbukti, kemudian Edi Mulyadi yang terbaru,\" ucap Ferry menambahkan. Oleh karena itu Ferry menilai bahwa penangkapan Habib Rizieq Shihab hingga Munarman merupakan hal yang politis. \"Inilah dasar-dasar itu yang menurut saya kurang bisa dianggap sebagai sesuatu yang inilah, itu politislah, tapi politisnya ini dilatarbelakangi dengan islamofobia,\" kata Ferry Juliantono. Ferry mengaku sudah bertemu dengan Kapolri untuk menyampaikan bahwa perlu ada penyamaan persepsi ini tentang semangat baru anti Islamofobia ini. Pertemuannya dengan Listyo Sigit Prabowo dilakukan agar bisa menyamakan persepsi tentang terorisme, fundamentalisme, radikalisme, dan lainnya yang seringkali digunakan untuk menahan aktivis-aktivis Islam, ulama, dan lain sebagainya. \"Tapi bungkusnya itu kurang bisa jadi alasan yang cukup kuat itu, jadi diada-adakan, alasannya pun juga kurang kuat menurut saya,\" ucapnya. Ferry menyarankan pemerintah berhentilah memusuhi umat Islam, bahwa sebenarnya saat ini di tengah situasi bangsa yang sedang dalam kesulitan ekonomi, sosial, dan sebagainya, pemerintah perlu untuk mengedepankan persatuan bangsa yang jadi prioritas kita semuanya. Ferry mengatakan bahwa hal itu yang mendorong pihaknya untuk mengirim surat kepada Jokowi agar membebaskan orang-orang tersebut. \"Jadi sudahlah nggak penting lah menurut saya, jadi menurut saya surat ini kita buat resmi kepada pemerintah, Presiden dalam hal ini, supaya membebaskan lah,\" ucapnya. Ferry mengaku proses itu saat ini sedang dipersiapkan. “Sudah hampir rampung, kemudian di internal desk anti islamofobia ini kita sedang sempurnakan tapi bersama dengan pembuatan surat ini kepada presiden kita sedang juga merancang satu, namanya kita sebut eksaminasi publik,\" tutur Ferry. Dia menuturkan bahwa dalam eksaminasi publik, akan diundang para pakar dan ahli yang sudah bersedia untuk hadir. \"Jadi kita akan undang para pakar, para ahli yang sudah berkenan, bersedia untuk terlibat dalam eksaminasi publik dalam kasus Habib Rizieq Shihab, Mjunarman, Edy Mulyadi, dan lain-lainnya. Itu Mas Usman Hamid sudah bersedia, terus Insyaallah Doktor Muzakir, dan beberapa ahli hukum tata negara dan hukum pidana internasional juga akan kita libatkan,\" kata Ferry. Sedangkan terkait alasan mengapa pihaknya membela Habib Rizieq Shihab, dia mengatakan bahwa penangkapan mantan pimpinan Front Pembela Islam itu adalah politik. \"Memang dalam kasus Habib Rizieq Shihab, semua orang tahu ini politiklah, begitu beliau sampai di Jakarta dengan semua kontroversi dalam pengertian sudah dapat izin tapi karena ya nyambutnya banyak terus saya enggak tahu apa yang ada di pikiran pemerintah pada saat itu, terus mulai dicari-cari itu, kelihatan banget itu,\" pungkasnya. (ida, sws)
Advokat Juju Purwantoro: Edy Mulyadi Tidak Layak Diadili!
Jakarta, FNN – Sidang perdana wartawan senior Edy Mulyadi dari kantor berita Forum News Network (FNN), dilgelar Selasa (10/5/22) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Edy didakwa karena konten video miliknya di YouTube Bang Edy Chanel yang diunggahnya, memuat konten yang sebenarnya merupakan kritik positf dan kontruktif kepada rezim, perihal rencana memidahkan Ibu Kota Negara (IKN) ke daerah Kalimantan Timur. Sesungguhnya secara keseluruhan konten beberapa video tersebut, sama sekali bukan dengan maksud untuk menimbulkan permusuhan atau rasa kebencian berdasarkan Suku Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA). “Ujarannya itu, juga bukan dimaksudkan atau ditujukan kepada kelompok suku di Kalimantan atau kepada seseorang siapapun,” ungkap Advokat Juju Purwantoro, Kuasa Hukum Edy Mulyadi. Sepanjang pengalaman sebagai advokat, Juju juga \'surprised\', karena baru melihat materi dakwaan Edy setebal 313 halaman. Ditambah lagi dengan lampiran setebal \'bantal\' hampir 1000 lembar (995 halaman). Kutipan konten video yang diunggah oleh Terdakwa antara lain, judul: “Tolak Pindah Ibukota Negara Proyek Oligarki Merampok Uang Rakyat”. ”Indonesia Dijarah Rakyat Dipaksa Pasrah. Bersuara, Risiko Penjara”. “Cuma Bancakan Oligarki, Koalisi Masyarakat Kaltim Tolak Pemindahan IKN”. Salah satu transkrip atau konten yang didakwaan dengan narasi: “punya gedung sendiri lalu dijual pindah ke “tempat jin buang anak” dan kalau pasarnya “kuntilanak genderuwo” ngapain gue bangun di sana”. Didakwakan juga bahwa ujaran Edy itu: “Tidak memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik yaitu : Tidak Akurat, Tidak berimbang, Menghakimi, Melanggar asas praduga tidak bersalah, dan punya itikad buruk”. Juga JPU beralasan, Terdakwa pada saat acara \'konpers\' sebagai narasumber sekaligus pemilik akun youtube Bang Edy Channel, adalah “bukan dalam kapasitas profesi wartawan, dimana konten hanya berisi opini sepihak tanpa keberimbangan pihak lainnya melainkan kebohongan belaka, penghinaan, pencemaran nama baik, dan membangkitkan permusuhan atau kebencian, serta melanggar asas praduga tidak bersalah. Oleh karenanya Konten tersebut bukan proses jurnalistik juga bukan suatu produk jurnalistik tetapi \'gerakan politik\'.” Jika narasi atau ujaran Edy adalah \'gerakan politik\' seperti didakwakan JPU, maka bisa kita katakan bahwa JPU sendiri juga sudah turut membenarkan, dakwaannya yang kental dengan unsur (nuansa) politik, bukan unsur hukum materil \'ansich\'. Sejak awal pemeriksaan (BAP) pihak penyidik, peristiwa hukum Edy yang dipersoalkan terkait proyek IKN, adalah akibat ujarannya tentang \'tempat jin buang anak\'. Faktanya, ungkapan \'tempat jin buang anak\' tampaknya tidak dijadikan fokus oleh JPU dalam argumentasi dakwaannya. Sebagai contoh, dalam dakwaannya JPU malah melebar, dan bias (absurb) kemana-mana dengan menyebut-nyebut antara lain: bisnis anak presiden Jokowi, bisnis tambang Luhut Binsar Panjaitan dan Yusril Ihza Mahendra di Kalimantan. Menurut Juju, JPU justru tak mempertimbangkan bahwa dalam dakwaannya disebutkan juga ada keberatan dari Yati Dahlia, masyarakat/suku Balik di Sekayu Penajam Paser Utara, Kaltim, karena rencana pembangunan IKN yang tidak melibatkan masyarakat adat setempat. Bahkan, saat ini Yati Dahlia dan sejumlah kelompok masyarakat suku Dayak Kalimantan lainnya, sedang mengajukan permohonan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) tentang program IKN tersebut. Oleh JPU, Edy dianggap melakukan tindakan pidana primer, dan diancam 10 tahun penjara sesuai Pasal 14 ayat (1,2), dan pasal 15 UU RI No.1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana. Selanjutnya dalam dakwaan Subsider, dengan ketentuan pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) UU ITE No.19 tahun 2016, jo pasal 156 KUHP. “Susungguhnya apa yang diungkapkan oleh Edy sebagai insan pers, dilindungi oleh UU tentang Pers No.40 tahun1999,” tegas Juju. Oleh karenanya, lanjut Juju, Edy tidak layak untuk diadili, yang berpotensi menjadi peradilan yang tidak adil. Kasus tersebut jangan sampai menjadi \'peradilan sesat\', menjadi preseden buruk di negeri yang katanya berdasar hukum (rechts staat), jika seseorang menyampaikan opininya di muka umum, maka dengan mudahnya diseret ke masalah hukum. Apalagi dalam rangka melaksanakan tugas-tugas jurnalistik, dan profesinya sebagai insan pers. Sesuai prosedur hukum, kasus Edy rersebut seharusnya menjadi kewenangan Dewan Pers untuk memediasi lebih dahulu, sebelum proses peradilan (due process of law). (mth)
Narapidana di LP Kendari Diberdayakan untuk Membuat Kubus Pemecah Ombak di Wakatobi
Kendari, FNN - Lembaga Pemasyarakatan Kendari di Sulawesi Tenggara memberdayakan warga binaan atau narapidana dalam membuat kubus pemecah ombak di daerah Kabupaten Wakatobi.Kepala Subseksi Kegiatan Kerja dan Pelaporan Hasil Kerja LP Kendari, Polycarpus B Widiharso, di Kendari, Rabu, mengatakan, mereka membina para narapidana sehingga memiliki keterampilan ketika menyelesaikan masa hukumannya.\"Jadi kami bekerja sama dengan PT Mina Fajar Abadi (pemenang tender) untuk pembuatan kubus. Jadi yang buat itu warga binaan pemasyarakatan, membuat 117 unit pemecah ombak secara bertahap di Kabupaten Wakatobi,\" katanya.Ia menyampaikan, pelibatan warga binaan pemasyarakatan dalam pembuatan kubus pemecah ombak merupakan yang pertama kali dilakukan.\"Kami berkoordinasi dengan PT Mina Fajar Abadi, kalau sudah selesai kami beritahu, juga tentang kekurangannya apa, sarana dan prasarana kebutuhan dari mereka semua,\" ujar dia.Ia mengatakan, mereka siap menerima pesanan dari mana saja jika ada yang mempercayakan warga binaan dalam membuat kubus pemecah ombak. \"Rencana untuk bekerja sama dengan pemerintah daerah lainnya itu ada kita siap menampung. Dari mana saja, kami siap dan bekerja sama,\" katanya.Setiap warga binaan pemasyarakatan yang terlibat pada pembinaan keterampilan dan produknya dijual ke luar maka akan mendapatkan premi dan sisa penjualan akan diserahkan ke negara sebagai pendapatan negara bukan pajak.Ia menyebut LP Kendari telah menyumbang ke negara melalui PNBP sebanyak Rp19,5 juta pada 2020, lalu meningkat Rp20 juta pada 2021. Ia optimis PNBP pada 2022 akan kembali meningkat. (Ida/ANTARA)
Dakwaan Jaksa Melebar, Edy Mulyadi Tidak Paham
Jakarta, FNN.co.id - Dakwaan jaksa penuntut umum yang dibacakan dalam kasus wartawan Forum News Network (FNN) Edy Mulyadi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (10/5/2022), dinilai melebar ke mana-mana. \"Kalau dibilang ngerti saya nggak ngerti, nggak paham. Alasannya begini saya dilaporkan itu karena ucapan saya tempat jin buang anak, itu yang saya tahu. Tapi seperti kita ketahui dan dengar tadi jaksa mencantumkan beberapa YouTube saya yang lain, ada Kaesang, ada segala macem, itu yang membuat saya tidak paham, kenapa melebar ke mana-mana?,\" kata Edy Mulyadi dalam sidang setelah mendengar dakwaan jaksa di Pengadilan Negeri Jakpus, Jalan Bungur Besar Raya, Jakpus, Selasa (10/5/2022). Dakwaan jaksa penuntut umum setebal 300 halaman. Jika ditambah dengan lampiran jumlahnya lebih dari 900 halaman. Oleh karena itu, majelis hakim PNJakpus menawarkan kepada para pihak yang bersidang membuat kesepakatan untuk mempersingkat pembacaan berkas dakwaan JPU. Adu argumentasi Sebelum sidang ditutup, baik Edy Mulyadi maupun tim pengacaranya sempat terlibat adu argumentasi dengan para jaksa penuntut umum menyangkut surat dakwaan jaksa yang melebar kemana-mana. Untuk menengahi perdebatan dengan jaksa, majelis hakim PN Jakpus meminta kepada Edy Mulyadi maupun tim pengacaranya untuk menyampaikan keberatannya dalam eksepsi (keberatan dari terdakwa dan atau pengacara) dalam sidang berikutnya pada hari Selasa 24 Mei 2022. Edy mengatakan tidak paham dengan dakwaan jaksa terkait videonya yang mengkritik anak-anak Presiden Jokowi yakni Gibran dan Kaesang Pangarep. Sebab, lanjut Edy, pemberkasan terhadap dirinya oleh penyidik kepolisian hanya menyakut adanya laporan terkait video rencana kepindahan ibu kota negara ke Kaltim. Edy Mulyadi didakwa jaksa telah membuat kegaduhan terkait beberapa video di channel YouTubenya, salah satunya berkaitan dengan ucapan \'tempat jin buang anak\'. Edy menyatakan tidak paham dengan dakwaan jaksa yang melebar ke mana-mana. \"Jadi dengan izin yang mulia, saya minta JPU kembali menjelaskan kenapa saya sampai disini? Kenapa banyak produk jurnalistik di akun YouTube saya lainnya dimasukkan dalam dakwaan jaksa. Apakah Gibran atau Kaesang pernah mempersoalkan dan melaporkan saya? Saya kan hanya dilaporkan terkait dengan frase IKN sebagai tempat jin buang anak,\" lanjut Edy Mulyadi. Ahmad Yani selaku Ketua Tim Pengacara Edy Mulyadi, juga mempertanyakan berkas laporan yang dibuat penyidik kepolisian terkait laporan terhadap kliennya itu. Menanggapi keberatan Edy Mulyadi, jaksa menilai pernyataan Edy Mulyadi itu sudah masuk ke ranah pembuktian. Jaksa menyarankan agar Edy mengajukan nota keberatan atau eksepsi. (Tim FNN)
Berkas Dakwaan Terhadap Edy Mulyadi Seribu Halaman Seberat 10 kg, Rocky Gerung: Ini Baru "Big Data"
Jakarta, FNN - Wartawan senior Edy Mulyadi menjalani sidang perdana kasus Jin Buang Anak calon ibu kota negara (IKN) di PN Jakarta Pusat, Selasa (10/05) Tebalnya berkas dakwaan yang mencapai 900 halaman dan berat diperkirakan 10 kg tersebut dinilai layak masuk MURI (Museum Rekor Indonesia). Bahkan pengacara Edy Mulyadi, Herman Kadir menganggap ini berkas terbesar dalam sejarah dunia litigasi selama dia menangani perkara. Menanggapi hal itu pengamat politik Rocky Gerung menilai bahwa kasus ini dianggap berat padahal sesungguhnya sangat ringan. \"Ini namanya dakwaan berbasis big data. Ini kasus ringan, tapi diperlakukan seperti kasus besar. Yang dipersoalkan malah bagian yang bukan intinya yaitu dia mengucapkan jin buang anak,\" katanya kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Selasa (10/05) Rocky menegaskan frasa Jin Buang Anak tersebut adalah dalam konteks pembangunan IKN, bukan mengolok olok orang. \"Dakwaan 1000 halaman itu isinya zonk. Dakwaan itu mustinya 1 pasal saja bahwa Anda melanggar kebebasan berbicara, titik,\" paparnya Dakwaan yang berkualitas kata Rocky adalah dakwaan yang padat dan singkat. \"Ini dakwaan terlalu panjang tidak fokus dan muter-muter buat menyeret seseorang,\" tegasnya. Dakwaan ini kata Rokcy artinya malah merusak lingkungan. Bayangkan 1000 halaman kertas itu berapa pohon yang ditebang untuk bahan baku kertas. Rocky menegaskan, dari kasus Edy Mulyadi ini sesungguhnya kita akhirnya bisa mengolok-olok kekuasaan karena memaksakan dakwaan dengan menebang pohon untuk bikin ibu kota baru yang tentu merusak lingkungan. Padahal yang diucapkan Edy justru ia ingin melindungi Kalimantan dari kerusakan lingkungan. \"Ini politik membalikkan keadaan hanya untuk memperoleh headline. Kelak media media bikin headline Edy Mulyadi bersalah,\" paparnya Menurut Rocky, Edy sebagai jurnalis justru ingin membela hak orang Kalimantan, hak demokrasi dan hak terbebas dari kerusakan hutan. \"Edy harusnya dibela bukan dipenjara,\" lanjutnya. Lebih jauh Rocky menyarankan nanti Edy Mulyadi di persidangan bisa minta Kompas untuk menjadi saksi ahli karena Kompas bulan lalu membuat survei bahwa pemerintah lebih fokus ke IKN daripada kesejahteraan masyarakat. Masyarakat menganggap pemerintah tidak peduli pada kesulitan ekonomi dan hanya fokus ke IKN. Rocky membaca tulisan Roberto Robert panelis ahli di majalah Tempo yang mengritik bahwa kemampuan kiita untuk mengevaluasi diri harus diutamakan. \"Jadi kasusnya ketika Tempo harus meminta maaf hanya karena membuat laporan yang menyudutkan korban. Sementara banyak media mainstream yang setiap hari mempromosikan intoleransi didiamkan saja dan dianggap sebagai upaya untuk melindungi keluasaan. \"Nah Edy Mulyadi justru melakukan kritik terhadap pembangunan IKN,\" tegasnya. Diakui Rocky bahwa sinismenya Edy Mulyadi dalam melontarkan kritik memang tinggi sekali tetapi Edy Mulyadi mengkritik kebijakan. \"Itu intinya. Ini bagian dari pengadilan kebebasan berbicara,\" lanjutnya. Edy Mulyadi menjalani persidangan atas tuduhan pencemaran dengan kalimat yang mengatakan bahwa Ibu Kota Negara (IKN) dibangun di tempat jin buang anak. Rocky Gerung juga menyinggung soal buzzer yang berusaha membentengi istana dari kritik yang dilayangkan seseorang kepada pihak pemerintah. “Ini betul-betul pengadilan absurd kalau kita sebut pengadilan yang diatur iya memang karena seribu halaman hanya untuk mempersoalkan satu frasa bahwa IKN itu adalah lokasi tempat jin buang anak,\" pungkasnya. (Ida, sws)
Kolonel Priyanto Tolak Dakwaan Pembunuhan Berencana Handi-Salsabila
Jakarta, FNN - Kolonel Infanteri Priyanto melalui kuasa hukumnya menolak dakwaan dan tuntutan Oditur Militer yang menyebut dia melakukan pembunuhan berencana dan penculikan terhadap Handi Saputra dan Salsabila.Dalam persidangan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa, Anggota Tim Kuasa Hukum Letda Chk Aleksander Sitepu menyampaikan Priyanto saat kejadian beranggapan Handi-Salsabila telah meninggal dunia sehingga dia pun membawa kabur keduanya dan membuang mereka ke Sungai Serayu.“Kolonel Infanteri Priyanto tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Oditur Militer Tinggi pada dakwaan kesatu primer Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP dan dakwaan kedua alternatif pertama Pasal 328 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP,” kata Aleksander saat membacakan nota pembelaan (pledoi) untuk Kolonel Priyanto saat sidang.Pasal 340 KUHP yang menjadi dakwaan primer Oditur mengatur hukuman pidana pembunuhan berencana yang ancamannya maksimal pidana mati atau penjara seumur hidup.Sementara itu, Pasal 328 KUHP mengatur soal pidana penculikan yang ancaman hukumannya maksimal 12 tahun.Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wirdel Boy dalam tuntutannya yang dibacakan saat sidang bulan lalu menyampaikan Priyanto terbukti melakukan pembunuhan berencana sehingga ia meminta majelis hakim memvonis terdakwa penjara seumur hidup.Menurut kuasa hukum, Priyanto hanya bersalah melanggar Pasal 181 KUHP sebagaimana masuk dalam dakwaan subsider ketiga Oditur. Pasal 181 KUHP mengatur hukuman menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian seseorang. Perbuatan pidana itu diancam hukuman penjara maksimal 9 bulan.Oleh karena itu, kuasa hukum meminta kepada majelis hakim, yang dipimpin oleh Brigjen TNI Faridah Faisal, untuk membebaskan Kolonel Priyanto dari dakwaan primer dan dakwaan kedua alternatif pertama, serta melepaskan dia dari segala tuntutan hukum yang berpedoman pada dua dakwaan tersebut.“(Kami meminta majelis hakim) menjatuhkan hukuman yang seringan-ringannya atau apabila majelis hakim berpendapat lain, maka mohon putusan yang seadil-adilnya,” kata Letda Aleksander.Dalam nota pembelaan yang sama, kuasa hukum juga meminta majelis hakim mempertimbangkan rekam jejak Priyanto selama berdinas di TNI Angkatan Darat.“Terdakwa pernah mempertaruhkan jiwa raganya untuk NKRI melaksanakan tugas operasi di Timor-Timor (sekarang Timor Leste, Red.),” kata Aleksander.Priyanto, kata kuasa hukumnya, memperoleh tanda jasa Satya Lencana Kesetiaan 8 Tahun, 16 Tahun, dan 24 Tahun, serta Satya Lencana Seroja.Kemudian, kuasa hukum juga menyampaikan terdakwa menjalani persidangan dengan sikap yang baik, berterus terang, serta menyesal dan berjanji tidak mengulang perbuatannya. (mth/Antara)
Semoga Keadilan Itu Masih Ada
Oleh Rahmi Aries Nova - wartawan senior FNN Jakarta, FNN - Di gedung ini enam tahun silam seorang yang \'dikriminalisasi\' pemerintah akhirnya dibebaskan oleh \'negara\'. Negara yang diwakili oleh yang terhormat hakim-hakim Pengadilan Tipikor, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dan orang itu sekarang memimpin salah satu lembaga tinggi negara bahkan kini menjadi satu-satunya lembaga tumpuan masyarakat yang sudah semakin tidak percaya pada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI). Ya orang tersebut adalah La Nyalla Mahmud Mattalitti, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI). Mantan Ketua Umum PSSI yang karena mendukung mati-matian Prabowo dia harus kehilangan jabatannya sebagai Ketua Umum PSSI, PSSI dibekukan Pemerintah yang berbuntut sanksi FIFA, dan dijerat berulang-ulang dengan kasus korupsi KADIN Jawa Timur yang tidak ia lakukan. \"Saat itu saya dizolimi, dihinakan, dirusak nama baik dan kehormatan saya,\" ungkap La Nyalla di sebuah forum diskusi di Bandung. Tapi ternyata penghinaan dari manusia itu tidaklah final. Bukan akhir dari segalanya. Sidang yang panjang dan melelahkan selama tujuh bulan justru memutusnya bebas murni. La Nyalla yang ditahan di Rumah Tahanan Kejaksaan Agung di Lantai 7, dan di Kamar nomor 7, kini justru jadi pemilik mobil berpelat RI 7. Kini, Selasa (10/5) saya kembali ke gedung ini. Kalau dulu saya tidak pernah absen mengikuti jalannya persidangan La Nyalla dari awal hingga diputus bebas, semoga saya juga bisa mengikuti jalannya persidangan rekan kami Edy Mulyadi, yang menurut saya (pribadi) juga tengah dikriminalisasi oleh penguasa negeri ini, dari awal hingga akhir nanti. Kalaupun Pemerintah berlaku zholim dan tidak adil pada Edy, wartawan yang paling kritis yang saya kenal, semoga Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bersama-sama hakim-hakimnya yang mulia dan adil menjadi pelindung bagi warga negaranya yang dizholimi dan diperlakukan tidak adil oleh penguasa. Semoga keadilan itu masih ada dan hukum masih tegak di negeri ini. (*)
Sidang Edy Mulyadi Ancaman Bagi Kebebasan Pers
Jakarta, FNN.co.id - Sidang perdana wartawan Senior FNN (Forum News Network), Edy Mulyadi digelar Selasa pagi ini, 10 Mei 2022, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Ia akan dibela oleh sedikitnya 32 orang pengacara yang tergabung dalam Tim Pembela Edy Mulyadi. Berdasarkan pantauan FNN, sebagian tim pengacara sudah datang sekitar pukul 9.00. Mereka antara lain Ahmad Yani, Herman Kadir, Djudju Purwanto, Dedy Setiawan, Kurnia Tri Royani, Erman Umar, M. Hadrawi Ilham, Thorik dan Novel. Selain itu juga terlihat Ustaz Alfian Tanjung. Edy Mulyadi tiba di PN Jakpus sekitar pukul.09.45 dan langsung ke tempat transit di bassement, sebelum sidang dimulai. Edy yang mengenakan baju batik, celana hitam dibalut ikat kepala terlihat bersemangat. Dia menyalami satu per satu pengacaranya. Berkas Dakwaan Paling Tebal Edy Mulyadi diadili terkait kasus pemindahan Ibu Kota Negara yang disebutnya sebagai \'Tempat Jin Buang Anak\'. Namun menurut Tim pengacaraan Edy Mulyadi, dalam Surat dakwaan jaksa penuntut umum, tidak hanya mempersoalkan tentang kritik Edy Mulyadi terhadap rencana pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur, tetapi juga membawa-bawa produk jurnalistik karya Edy Mulyadi lainnya di akun YouTube Bang Edy Channel. Menurut Herman Kadir, Koordinator Tim Pengacara Edy Mulyadi, dalam kariernya sebagai pengacara baru kali ini melihat ada berkas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang tebalnya sampai 900 halaman. Tapi itu sinya banyak berisi lampiran. Isi surat dakwaan tersebut, kata Tim pengacara Edy Mulyadi, mengancam kebebasan pers di Indonesia karena produk-produk jurnalistik lain yang ada di YouTube, berpotensi untuk dikriminalisasi. Oleh karena itu bukan hanya menyangkut kasus produk jurnalistik Bang Edy Channel tetapi juga berpotensi merembet ke produk jurnalistik lain di kanal YouTube. Ketika diminta tanggapannya, Edy Mulyadi menyatakan, dia dilaporkan terkait dengan menyebut Fraser/kalimat tempat jin buang anak. \"Tapi dalam berkas dakwaan jaksa penuntut umum, sejumlah produk jurnalistik lainnya yang saya buat di akun YouTube Bang Edy Channel juga dilampirkan. Ini sebenarnya bisa mengancam kebebasan pers, terutama produk jurnalistik yang ada di channel YouTube,\" kata Edy Mulyadi. (TG)
Polri Perpanjang Pemberlakuan "One Way" Hingga Sabtu Pagi
Jakarta, FNN - Polri memperpanjang masa pemberlakuan sistem satu arah (one way) mulai dari Km 47 Tol Cikampek hingga Km 414 Tol Kalikangkung, hingga Sabtu (30/4) pagi pukul 08.00 WIB, sebagai rekayasa lalu lintas arus mudik Lebaran 2022.Awalnya, jadwal sistem one way diberlakukan Jumat mulai pukul 07.00 WIB sampai 24.00 WIB. Namun, dengan mempertimbangkan jumlah kendaraan yang bergerak keluar dan masuk tol masih cukup tinggi, maka Polri mengambil diskresi dengan memperpanjang waktu pemberlakuan one way.\"Pertimbangan dilakukannya perubahan rekayasa one way dari sekarang sampai besok pagi (Sabtu), kami melihat rekapitulasi kendaraan yang melalui jalur tol. Di situ terlihat ada beberapa waktu atau jam yang menunjukkan adanya peningkatan jumlah kendaraan yang melintas,\" kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol. Gatot Repli Handoko, saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Jumat.Merujuk pada data Jasa Marga, Gatot menyebutkan sekitar 30 persen lebih kendaraan yang belum bergerak; sehingga untuk mencegah terjadinya kemacetan, maka polisi memperpanjang pemberlakuan sistem one way hingga Sabtu.Polri memprediksi puncak arus mudik masih terjadi Sabtu. Oleh karena itu, normalisasi arus lalu lintas di ruas jalan tol Km 47 sampai Km 414 Tol Kalikangkung akan diberlakukan mulai pukul 08.00-16.oo WIB, Sabtu.\"Karena kalau tidak dilakukan one way akan terjadi stuck, artinya semua kendaraan berbagai kendaraan pasti tidak bisa bergerak karena per jam itu jalur tol ada kapasitas kendaraan yang bisa melintas,\" jelasnya.Setelah normalisasi arus lalu lintas, lanjutnya, maka akan diberlakukan kembali sistem satu arah mulai pukul 17.00 WIB hingga Minggu (1/5) pukul 08.00 WIB. Rekayasa lalu lintas tersebut bersifat situasional, dengan melihat kondisi arus lalu lintas yang ada di lapangan.Sehingga, masyarakat diimbau untuk memantau perkembangan informasi melalui sosial media Polri, NTMC, atau pemberitaan di media massa.\"Tapi rekayasa lalu lintas ini diberlakukan dengan melihat situasional dan melihat arus yang masuk maupun keluar tol,\" kata Gatot.Sementara itu, untuk memudahkan masyarakat mengakses jalur tol terhindar dari kemacetan, pemudik dapat menggunakan aplikasi Google Map yang sudah mengikuti strategi diskresi kepolisian dengan menerapkan rekayasa lalu lintas.Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk memeriksa Google Map sebelum melakukan perjalanan mudik.\"Cek Google Map kamu saat mudik. Jika ada rambu dilarang masuk, tandanya kepolisian masih menerapkan sistem one way,\" pesan Polri dalam selebaran. (Ida/ANTARA)