HUKUM
Korban Menewaskan Dua Begal Tak Bisa Dilabeli Tersangka
Jakarta, FNN - Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, menyatakan Murtede atau Amaq Sinta yang menewaskan dua begal di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, tidak bisa dilabeli tersangka dan dikenakan pasal pidana.\"Terkait tindakan korban begal yang menewaskan dua pelaku begal demi pembelaan dirinya atas penggeroyokan komplotan begal yang dilakukan seketika oleh para begal maka tidak patut dilabelin Tersangka,\" katanya kepada ANTARA yang menghubungi dari Mataram, Jumat malam. Hal itu, kata dia, mengingat perbuatan atau keadaannya bukanlah sebagai pelaku tindak pidana.Penyidik dalam kasus ini kurang teliti dalam memetakan dan mencari termasuk mengumpulkan bukti. Kalau penyidik teliti dan cermat semestinya akan membuat terang dan jelas atas peristiwa pidana ini, sehingga tidak menimbulkan dialektika publik seperti saat ini.Karenanya mengacu Pasal 49 KUHP menyebutkan orang yang melakukan pembelaan darurat, sekaligus sebagai upaya dari dirinya yang tidak dapat dihindarinya atas sebuah keadaan yang terpaksa.Sehingga berdasarkan perintah pasal ini dan fakta yang ada, maka perbuatan ini semestinya oleh penyidik sejak awal menjadi pengecualian dan harus dihentikan demi hukum karena tindakannya ini tidak dapat dihukum bukan pula melabeli status tersangka.Adapun payung hukum yang dapat digunakan penyidik Pasal 7 huruf i KUHAP dan Pasal 109 KUHAP, yang memberikan kewenangan pada penyidik untuk menghentikan penyidikan.Jadi tidak perlu perkara dengan karakteristik seperti ini, bagi korban begal yang membela diri ditahan apalagi sampai tahap pengadilan, ini tidak efektif.Apalagi bukti dan fakta ini secara umum dapat dibayangkan dan sudah diketahui penyidik, bahwa ini adalah daya paksa absolut mengingat ia tidak dapat berbuat lain, dan ini sudah tergambar pada posisi kasus dan hasil pemeriksaan polisi yang telah clear, bahwa ia adalah korban begal dan demi membela diri.Selanjutnya bagi begal yang sudah terbiasa melakukan pencurian dengan cara-cara kekerasan sampai para begal pun sudah tahu risiko maksimal-nya jika ketahuan atau ada perlawanan akan membunuh atau terbunuh.Apalagi begal yang mabuk dan sudah menyiapkan senjata tajam. \"Jadi, sangat relevan yang dilakukan oleh Murtede sebagai membela diri, kehormatan atas badan atau barangnya,\" ucapnya.Karenanya jika memang penyidik sudah menemukan fakta, bahwa perbuatan tersebut guna pembelaan diri yang darurat atau keadaan terpaksa, maka dalam hukum memperbolehkan apa yang tadinya dilarang oleh hukum.Sehingga perbuatan tersebut dianggap sah, termasuk dalam pembelaan terpaksa juga menghapuskan elemen melawan hukumnya perbuatannya dalam hal ini atas perbuatannya yang membunuh kedua begal tersebut, tuturnya. (Sof/ANTARA)
Polda Sumut Perketat Pengamanan 160 Objek Wisata Saat Libur Paskah
Jakarta, FNN - Kepolisian Daerah Sumatera Utara memperketat pengamanan seluruh objek wisata di wilayah hukumnya selama perayaan kebaktian dan misa Jumat Agung dan Minggu Paskah mendatang. Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Hadi Wahyudi di Medan, Jumat, mengatakan ada sebanyak 160 lokasi wisata di Sumut yang mereka jaga selama rangkaian perayaan Jumat Agung dan Paskah. \"Sebanyak 619 personel yang disebar ke tempat-tempat wisata untuk melakukan pengamanan,\" katanya. Dalam pengamanan tersebut, para personel juga memantau penerapan protokol kesehatan para pengunjung, seperti memakai masker, jaga jarak, dan menghindari kerumunan. \"Tetap patuhi protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan COVID-19,\" ujarnya. Hadi menambahkan, pihaknya juga mengerahkan sebanyak 4.240 personel untuk menjaga sejumlah gereja di wilayah hukum Polda Sumut selama perayaan Jumat Agung dan Minggu Paskah. \"Penjagaan ini dilakukan guna memberikan rasa aman dan nyaman kepada umat Kristiani yang menjalankan ibadah tanpa ada gangguan kamtibmas,\" katanya. (Sof/ANTARA)
Kepemilikan Aset Bupati PPU Diusut KPK Menggunakan Identitas Orang Kepercayaan
Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan kepemilikan aset dari tersangka Bupati Penajam Paser Utara (PPU) nonaktif Abdul Gafur Mas\'ud (AGM) yang menggunakan identitas dari beberapa orang kepercayaannya.Untuk mendalaminya, KPK telah memeriksa dua saksi, yakni Mohammad Syaiful selaku pegawai negeri sipil (PNS) dan Ruslan Sangadji dari pihak swasta untuk tersangka Abdul Gafur dan kawan-kawan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (14/4).\"Kedua saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dugaan kepemilikan aset dari tersangka AGM yang menggunakan identitas tersangka NAB (Nur Afifah Balqis) dan beberapa orang kepercayaan lainnya dari tersangka AGM,\" kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.Selain itu, KPK juga memeriksa tiga saksi lainnya untuk tersangka Abdul Gafur dan kawan-kawan, yaitu Kadaruullah selaku staf yang ditunjuk/mewakili Direktur Utama PT Berkah Sukses Sejati, Meiliawati Kartoyo selaku staf yang ditunjuk/mewakili Account Director PT Intertel Media Prima, dan karyawan swasta/\"freelance\" PT Mitratel di Kabupaten PPU Paradizs Perysa Putra.\"Perwakilan ketiga saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan proses pengajuan izin untuk pembangunan jaringan komunikasi selular \'BTS (Base Transceiver Station) broadband\' di Kabupaten Penajam Paser Utara,\" ucap Ali.Sedangkan saksi Bermot Silitonga selaku General Manager PT Petronisia Benimel tidak menghadiri panggilan. Ia mengonfirmasi kepada tim penyidik untuk dijadwalkan ulang pemanggilannya.Hingga kini, KPK telah menetapkan enam tersangka kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten PPU, Kalimantan Timur.Kelima tersangka selaku penerima suap ialah Abdul Gafur Mas\'ud (AGM), Plt Sekretaris Daerah Kabupaten PPU Mulyadi (MI), Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten PPU Edi Hasmoro (EH), Kepala Bidang Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten PPU Jusman (JM), dan Nur Afifah Balqis (NAB) dari pihak swasta/Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan. Sedangkan seorang tersangka selaku pemberi suap adalah Achmad Zuhdi alias Yudi (AZ) dari pihak swasta. (Ida/ANTARA)
Polisi Menangkap Terduga Pengedar Uang Palsu
Jakarta, FNN - Jajaran Polsek Batukliang Utara, Polres Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, menangkap terduga pengedar uang palsu (upal) inisial R (20) yang bertransaksi di warung kecamatan setempat.\"Terduga pelaku ini merupakan warga Desa Peteluan Indah, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat dan bekerja sebagai tukang servis HP,\" kata Kepala Polres Lombok Tengah, AKBP Hery Indra Cahyono, melalui keterangan tertulisnya di Praya, NTB, Kamis.Kasus peredaran uang palsu pada Ramadhan ini berawal ketika anggota Babinkamtibmas Desa Aik Bukak mendapat informasi dari warga yang berjualan di kios depan SDN Seganteng menerima uang palsu saat R membeli rokok dengan pecahan uang Rp20.000. Selanjutnya personel bergerak cepat dan menangkap R saat bersama temannya di suatu berugak sawah di Dusun Seganteng Bat, Desa Aik Bukak. \"Dari hasil interogasi awal R mengaku mendapatkan uang palsu itu melalui media sosial Facebook,\" katanya.Uang palsu itu didapatkan R dengan cara dipesan dan dikirim melalui jasa pengiriman barang, setelah pesanannya sampai diambil sendiri R di kantor J&T Bujak Desa Mantang. Selanjutnya, R memakai uang palsu itu di beberapa titik lokasi di Kabupaten Lombok Tengah tepatnya di Pancor Dao, Kembang Kerang, Aik Darek, Sengkol, Perempatan Mantang, Selebung, Otak Dese dan Desa Bagu.\"Barang bukti yang disita sebanyak dua pecahan uang Rp50.000, yang diduga palsu. Kasus ini masih dikembangkan untuk membongkar jaringan pelaku lainnya,\" katanya.Atas kejadian itu, Polres Lombok Tengah juga mengimbau kepada masyarakat tetap waspada dan berhati-hati ketika ada orang yang tidak dikenal dan berbelanja di warung atau toko nya.\"Ketika ada yang belanja, uang yang digunakan pembeli itu harus diperhatikan lebih teliti,\" katanya. (Ida/ANTARA)
Penyalahguna Tabung Elpiji Bersubsidi di Jabodetabek Diungkap
Jakarta, FNN - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri mengungkap kasus tindak pidana penyalahgunaan tabung gas elpiji bersubsidi (3 kg) dengan cara menyuntikkan atau memindahkan isi tabung tersebut ke tabung nonsubsidi 12 kg dan 50 kg.Dalam pengungkapan tersebut, penyidik menangkap dua orang berinisial FR dan JG, kemudian menetapkan mereka sebagai tersangka penyalahgunaan tabung gas elpiji bersubsidi.\"Penegakan hukum di dua lokasi di Bekasi Jawa Barat dan DKI Jakarta,\" kata Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Brigjen Pol. Pipit Rismanto dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Rabu petang.Pipit mengatakan bahwa penegakan hukum pertama di Jalan Burangkeng Setu Bekasi, Kampung Cinyosong RT 04/RW 02, Desa Burangkeng, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi Jawa Barat. Lokasi kedua di Jalan Pulo kambing 3 No. 12, Jatinegara, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur.Dari lokasi penangkapan tersebut, penyidik menemukan dan menyita sejumlah barang bukti berupa 2.214 tabung gas elpiji ukuran 3 kg, 702 tabung gas elpiji nonsubsidi ukuran 12 kg, 54 tabung gas ukuran 50 kg, 168 selang regulator, enam timbangan elektronik, dan dua unit kendaraan roda empat untuk mengantarkan gas elpiji hasil penyuntikan kepada konsumen, serta buku catatan.\"Mereka melakukan pemindahan melalui penyuntikan, jadi isi tabung gas elpiji subsidi 3 kg dipindahkan dengan cara disuntikkan ke gas elpiji nonsubsidi ukuran 12 kg dan 50 kg dengan selang regulator,\" kata Pipit.Selanjutnya, gas elpiji nonsubsidi yang telah diisi gas dari penyuntikan gas elpiji bersubsidi itu dijual dengan harga di bawah standar ke pasar kecil, seperti warung-warung.Pelaku memanfaatkan disparitas harga tinggi antara gas elpiji bersubsidi dan nonsubsidi yang selisihnya mencapai Rp11 ribu untuk mencari keuntungan.Penyidik masih mendalami berapa keuntungan yang sudah diperoleh kedua tersangka.Tidak hanya itu, penyidik juga terus mendalami keterangan dan melakukan penelusuran untuk mengetahui siapa pengguna dari gas elpiji nonsubsidi hasil penyuntikan tersebut. Menurut dia, penyidikan yang komprehensif dapat mengubah kebijakan subsidi yang sudah ada agar tepat sasaran.“Yang jelas ini masih dalam pendalaman, kemarin baru penangkapan, dan hari ini lakukan pengembangan,\" ujarnya.Dalam proses ini, pihaknya tetap melakukan pengembangan sampai kepada tujuan user-nya siapa. Hal ini diharapkan dapat pengaruhi kebijakan-kebijakan.Kedua pelaku disangkakan dengan beberapa pasal, yaitu Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta Pasal 8 ayat (1) huruf b dan c tentang pelindungan konsumen dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 2 miliar. (Sof/ANTARA)
Bareskrim Memastikan Kasus Manipulasi Data WAL Naik ke Penyidikan
Jakarta, FNN - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri memastikan status perkara dugaan manipulasi data pemegang polis WanaArtha Life (WAL) masuk ke tahap penyidikan.Kasubdit V Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Pol. Ma\'mun mengatakan pihaknya telah memeriksa puluhan saksi terkait kasus tersebut. \"Sudah naik sidik. Banyak saksi diperiksa, puluhan (orang) ya,\" kata Ma\'mun kepada wartawan di Jakarta, Rabu.Bareskrim memproses perkara tersebut berdasarkan laporan polisi LP Nomor R/LI/51/III/RES.1.24/2022/Dititipideksus pada 18 Maret 2022, dengan terlapor petinggi PT WanaArtha Life berinisial YM. YM dilaporkan atas dugaan penipuan dan pemalsuan data pemegang polis asuransi PT WanaArtha Life.Di saat bersamaan, para nasabah masih menunggu kepastian lantaran aset WanaArtha Life dibekukan Kejaksaan Agung terkait kasus korupsi Asuransi Jiwasraya.Meski sudah ada putusan pengadilan yang mengabulkan permohonan keberatan atau pemblokiran rekening perusahaan, para pemegang polis masih harus menunggu kepastian sembari menanti putusan kasasi.Dihubungi secara terpisah, pakar hukum Universitas Al Azhar Suparji Achmad mendorong Kejaksaan Agung melakukan verifikasi secara menyeluruh terkait pembekuan aset WanaArtha Life. \"Dalam kasus WAL ini, memang kasihan nasabah yang tidak ada hubungan dengan kasus ini,\" kata Suparji.Dengan melakukan verifikasi secara menyeluruh tersebut, menurutnya, aset yang tidak ada hubungan dengan unsur kejahatan tidak perlu dibekukan. \"Makanya, agar semua fair, perlu ada verifikasi,\" tukasnya.Pembekuan rekening di kasus WAL itu ialah bagian dari upaya pembuktian untuk mencegah kehilangan jika nantinya ada pengembalian kerugian negara, tambahnya.Kalau kekhawatiran itu tidak terjadi dan dana yang ada bukan bagian dari hasil kejahatan serta tidak untuk pembuktian, lanjutnya, maka tidak perlu semua digeneralisasikan untuk pembekuan. \"Jangan semuanya disamaratakan, prinsipnya klarifikasi dan verifikasi dilakukan dengan benar sehingga fair,\" katanya.Dia juga berharap Kejagung tidak menunda verifikasi tersebut karena banyak nasabah WAL menunggu uangnya kembali. \"Pembuktian ini memang perlu hati-hati, namun tidak sampai berlarut-larut. Seperti konsep presisi (Polri) kan, secepat mungkin dilakukan verifikasi dan tidak terkatung-katung,\" tegasnya.Sementara itu, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Tarumanegara Ahmad Sudiro juga berpendapat Kejaksaan Agung wajib menindaklanjuti putusan pengadilan yang mengabulkan permohonan keberatan atas pemblokiran rekening perusahaan. Terlebih, jika benar sudah ada putusan pengadilan yang memutuskan rekening terkait tidak terkait Jiwasraya.\"Kejaksaan Agung wajib menindaklanjuti putusan tersebut. Itu norma hukumnya, karena tidak ada alasan untuk menahan apalagi sudah diputuskan tidak terkait Jiwasraya,\" ujar Ahmad. (Sof/ANTARA)
Tragedi Ade Armando Tamparan Keras Bagi Penegakan Hukum Rezim Ini
Jakarta, FNN - Peristiwa pengeroyokan yang menimpa pegiat sosial Ade Armando di depan Gedung MPR/DPR pada aksi demo mahasiswa, Senin, 11 April 2022, cukup menghentak kalangan cendikia, politisi dan masyarakat umum. \"Ini merupakan tamparan keras bagi penegakan hukum di Indonesia saat ini,\" kata Advokat Juju Purwantoro yang juga Ketua Bidang Advokasi- Hukum DPP Parpol UMMAT kepada FNN di Jakarta, Rabu, 13 April 2022. Menurut Juju, emosi masyarakat yang tidak terkontrol, kurangnya pemahaman, kesadaran dan kepatuhan hukum termasuk kepada penegak hukum, mengakibatkan rasa ketidakpercayaan masyarakat kepada keadilan dan hukum. Hal itu terlihat dari para pelaku yang main hakim sendiri (eigenrichting) terhadap Ade Armando. Kelihatannya masyarakat sudah sangat jengah dan kesal yang mendalam, karena dia selama ini dianggap manusia super yang kebal hukum. Padahal pelaku main hakim sendiri secara kekerasan fisik, misal memukul, menendang, menyiksa hingga menyebabkan terluka parah, dapat dijatuhi hukuman sesuai sesuai hukum yang berlaku. Juju menegaskan dalam KUHP pasal 351 pelaku bisa dituntut berdasarkan \'tentang penganiayaan\'. Juga kalau dilakukan dengan kekerasan, maka pelakunya pun dapat dijerat dengan \'Pasal 170 KUHP tentang kekerasan\'. Konstitusi UUD 1945 menggunakan ungkapan “persamaan kedudukannya di dalam hukum” (Pasal 27) dan “perlakuan yang sama di hadapan hukum” (Pasal 28D). Contoh peristiwa Ade Armando tersebut, dapat mengganggu nilai- nilai asasi manusia diakibatkan oleh praktik buruk penggunaan hukum selama ini, yang sekedar untuk melayani kepentingan penguasa belaka. Praktek diskriminasi hukum juga berlawanan dengan prinsip pengakuan HAM, misalnya (pasal 2, Deklarasi HAM 1948). Tindakan kekerasan yang dialami Ade Armando yang sering dicap sebagai buzzeRp, adalah sebagai korban peradilan jalanan dan main hakin sendiri (street justice). Peristiwa tersebut terjadi bisa sebagai akibat kepercayaan publik (destrust) terhadap institusi Kepolisian yang sangat rendah, diskriminatif dan tidak adil. Sedangkan sebagian lagi masyarakat terutama kelompok oposisi, merasakan (diskriminasi hukum), jika ada kesalahan dengan gampang dicari-cari untuk dihukum. Faktanya, menurut Juju sebagai kuasa hukum pada akhir tahun 2017, Ade Armando juga pernah disidangkan Pra Peradilan kasusnya di PN Jaksel atas penistaan AlQuran dan Aqidah Islam. Walau majelis memerintahkan sidang untuk dilanjutkan, dan ditetapkan sbg Terdakwa, tapi pihak penyidik malah mengeluarkan SP3. Juga pada kasus gugatan pelecehan Islam 2017, lagi- lagi SP3 kasus dibatalkan dan jg mandek. Juju menyarankan peristiwa yang menimpa Ade Armando diharapkan menjadi pelajaran berharga, untuk dilakukannya penegakan dan proses hukum yang adil sesuai hukum ( equalty before the law) Termasuk juga terhadap oknum buzzer lain seperti; Abu Janda, Denny Siregar, Habib Kribo, Eko Kuntadhi. (sws)
Polres Ternate Membebaskan Enam Mahasiswa Terkait Demo
Jakarta, FNN - Kepolisian Resort (Polres) Ternate, Maluku Utara (Malut) akhirnya membebaskan enam mahasiswa yang diduga sebagai provokator dalam aksi 11 April 2022 di depan Kantor Wali Kota Ternate yang berujung ricuh.\"Enam mahasiswa ini mereka telah dipulangkan ke rumahnya siang tadi setelah mendapatkan pembinaan dari Binmas, sehingga tidak melakukan lagi tindakan-tindakan yang tidak bertanggung jawab,\" kata PS Kasi Humas Polres Ternate Ipda Wahyuddin kepada ANTARA, Rabu.Selain itu, kata Wahyuddin, Polres Ternate juga tidak mau mempublikasikan nama enam mahasiswa dan asal kampusnya dan hanya diberikan pembinaan serta membuat surat pernyataan.\"Bahkan, untuk nama-nama enam mahasiswa yang sempat ditahan ini tidak disebutkan, karena dikhawatirkan berdampak pada mental mereka, terutama di lingkungan kampus,\" ujarnya.Baca juga: Polisi bubarkan demo mahasiswa ricuh dengan gas air mataMenurut dia, Polres Ternate memulangkan enam orang pendemo yang sempat diamankan saat aksi unjuk rasa pada 11 April 2022 karena diduga sebagai provokator dalam aksi mahasiswa tersebut.Selan itu, enam pendemo berusia 17 hingga 23 tahun setelah mendapatkan pembinaan oleh Tim Resmob dan Anggota Polres Ternate.Untuk itu, Polres Ternate mengimbau agar setiap warga ingin sampaikan pendapat di muka umum agar tidak melakukannya dengan cara anarkis serta tidak mengganggu aktivitas masyarakat lainnya.Demonstrasi ribuan mahasiswa berbagai kampus di Kota Ternate mengatasnamakan Komite Berjuang Bersama Rakyat (BBM) Malut pada Senin lalu berakhir ricuh karena massa menolak kehadiran Sekkot Ternate Jusuf Sunya untuk menemui massa aksi.Aksi demo berawal dari perwakilan mahasiswa menemui Pemkot Ternate yang difasilitasi Kapolres Ternate AKBP Andik Purnomo Sigit untuk menemui massa aksi di depan Kantor Wali Kota Ternate dan Pemkot Ternate diwakili Sekkot Ternate Jusuf Ternate.Akan tetapi, kehadiran Sekkot Ternate mendapat penolakan dan terjadilah aksi saling dorong antara aparat keamanan dengan mahasiswa dan mengakibatkan pagar kantor Wali Kota Ternate alami kerusakan. (Ida/ANTARA)
Kekerasan Bisa Membuka Pintu Masuk Paham Radikal dan Terorisme
Jakarta, FNN - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengatakan apabila kekerasan dan kebencian dianggap wajar maka sangat berbahaya bagi bangsa karena bisa memperlebar pintu masuk paham radikal dan terorisme.\"BNPT mengecam segala bentuk aksi kekerasan yang merugikan masyarakat sipil baik secara individu maupun kelompok dalam bentuk apa pun,\" kata Kepala BNPT Komjen Polisi Boy Rafli Amar melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.Hal tersebut disampaikan Kepala BNPT menanggapi kekerasan yang terjadi dalam aksi unjuk rasa mahasiswa pada Senin (11/4). Diketahui Dosen Universitas Indonesia (UI) Ade Armando dipukuli hingga babak belur oleh sekelompok pengunjuk rasa yang bukan mahasiswa di depan Kompleks Parlemen DPR/MPR, Senayan.Sepatutnya, ujar dia, sebagai anak bangsa, maka semua pihak harus saling bergandengan tangan dan memperlakukan sesama dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, BNPT menyesalkan aksi kekerasan yang terjadi dari sebagian pengunjuk rasa saat jutaan umat Muslim Indonesia sedang menjalankan ibadah Suci Ramadhan.BNPT mengecam segala bentuk aksi kekerasan yang merugikan masyarakat sipil, baik secara individu maupun kelompok dalam bentuk apa pun, tegas dia.Kekerasan bukanlah jati diri bangsa Indonesia sehingga dikhawatirkan apabila kekerasan dan kebencian dianggap wajar karena berbahaya bagi negeri ini, jelas dia.\"Bulan Suci Ramadhan seharusnya dijadikan waktu yang tepat untuk memperkuat keimanan sekaligus memperkuat persatuan kita sebagai anak bangsa,\" kata dia. (Sof/ANTARA)
Kobar Makassar Mendesak Pembebasan Pengunjuk Rasa yang Diamankan Polisi
Jakarta, FNN - Koalisi Bantuan Hukum Rakyat (Kobar) Kota Makassar, Sulawesi Selatan mendesak pihak kepolisian membebaskan para pengunjuk rasa yang diamankan pihak kepolisian saat unjuk rasa pada Senin, 11 April 2022.\"Kami menilai tidak jelas adanya dugaan tindak pidana dilakukan para peserta aksi yang ditangkap. Mereka hanya menyuarakan pendapat dengan cara berdemonstrasi, sehingga penangkapan terhadap peserta aksi merupakan pelanggaran HAM,\" ujar Juru Bicara Kobar Makassar Muhammad Heidir kepada wartawan, Selasa.Selain itu, pelaksanaan tes urine tanpa dugaan tindak pidana disertai barang bukti narkotika, kata Direktur LBH Makassar ini, ada dugaan upaya kriminalisasi dan melegitimasi penangkapan serta penahanan tanpa dasar, seperti pola dilakukan pada aksi demonstrasi sebelumnya.Bahkan, informasi yang dihimpun tercatat 32 orang yang ditangkap, belum diketahui kabarnya. Dua di antaranya pelajar dan tiga perempuan. Begitu pula ada dugaan penghalang-halangan akses bantuan hukum kepada mereka oleh pihak berwajib.Hal tersebut merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan bertentangan dengan UUD 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil Politik, serta Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHP) .\"Kami mendesak Kapolda Sulsel dan jajarannya membuka akses bantuan hukum kepada mereka, karena ditangkap tanpa alasan jelas. Kami juga meminta seluruh peserta aksi yang ditahan di kantor Satuan Brimob Polda Sulsel di bebaskan segera,\" ucapnya menegaskan.Dikonfirmasi terpisah, Kepala Seksi Humas Polrestabes Makassar AKP Lando KS menyebutkan bahwa pihaknya mengamankan 64 orang, sembilan diantaranya terindikasi positif mengkonsumsi narkoba, dan tiga orang membawa senjata tajam, busur dan anak panah.\"Lainnya, sudah dipulangkan karena tidak cukup bukti melakukan tindak pidana. Tapi sebelum dipulangkan, Pak Kapolrestabes tadi menasehati mereka agar fokus kuliah, tidak menyia-nyiakan harapan orang tua, jangan ikut-ikutan,\" katanya.Namun demikian, Lando mengatakan penyampaian aspirasi itu dijamin konstitusi dan undang-undang, tetapi tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan tidak merugikan kepentingan umum.Seluruh peserta aksi yang diamankan, kata Lando, membuat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatannya, serta wajib lapor. Selain itu, aparat juga melakukan cek silang tempat kuliah mereka yang diamankan untuk memastikan kebenaran sebagai mahasiswa.\"Kita selalu berusaha memanusiakan manusia agar selalu menjadi lebih baik, harapan polisi kiranya yang diamankan bisa berubah dan menjadi pemimpin bangsa di masa yang akan datang,\" katanya menambahkan. (Sof/ANTARA)