HUKUM
Bantuan Psikososial Korban Kekerasan Seksual di Jombang dari LPSK
Jakarta, FNN - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan bantuan psikososial kepada salah satu korban kekerasan seksual serta keluarganya di Jombang, Jawa Timur.\"Bantuan psikososial disiapkan sendiri oleh LPSK. Model seperti ini memberikan kemudahan dan manfaat bagi penyintas yang menjadi terlindung LPSK,\" kata Wakil Ketua LPSK Antonius P.S. Wibowo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.Proses bantuan psikososial tersebut, lanjutnya, bisa lebih cepat karena diputuskan oleh LPSK dan menyesuaikan kebutuhan korban. Sebagai bentuk pemulihan ekonomi korban dan keluarga, LPSK juga memberikan bantuan berupa mesin jahit agar roda perekonomian mereka terus berjalan.Secara umum, kasus kekerasan seksual di Jombang dengan pelaku yang merupakan ayah kandung korban itu sudah divonis Majelis Hakim Pengadilan Jombang dengan hukuman pidana penjara 16 tahun, dari tuntutan awal 18 tahun penjara oleh penuntut umum.\"Secara persentase, vonis pidana penjara ini tinggi dan sudah maksimal,\" tegasnya.Selain itu, dia mengatakan ke depan LPSK perlu memikirkan anggaran khusus untuk pemenuhan bantuan psikososial bagi korban. Dia juga berharap putusan pidana majelis hakim untuk kasus kekerasan seksual serupa dapat maksimal.Hal serupa juga diharapkan terjadi di lingkup lembaga pendidikan seperti Pondok Pesantren Shiddiqiyyah Jombang dan Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Batu.Menurut dia, terdapat beberapa kesamaan pada kasus kekerasan seksual di Ponpes Shiddiqiyyah Jombang dan Sekolah SPI Batu, yakni kejadian tersebut terjadi berulang beberapa kali dengan korban masih berusia anak-anak.Kesamaan lain, lanjutnya, ialah hubungan antara pelaku dan korban dengan relasi kuasa. Kasus kekerasan seksual di Ponpes Shiddiqiyyah Jombang dan Sekolah SPI Batu, hubungan relasi kuasanya adalah antara tenaga pendidik dan siswa.\"Kenapa perlu penghukuman berat? Karena di saat Pemerintah sedang perang dengan kekerasan seksual, justru banyak kasus sejenis yang terjadi,\" ujarnya. (Ida/ANTARA)
Gibran Akan Tindak Oknum Jual Beli Tanah Bong Mojo
Solo, FNN - Pemerintah Kota Surakarta akan menindak oknum yang terlibat dalam kasus dugaan jual beli tanah eks pemakaman Bong Mojo di Kelurahan Jebres, Jebres, Solo.\"Saya sudah dapat dua nama yang menjualbelikan tanah di situ,\" kata Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka di Solo, Rabu.Ditekankan pula bahwa tindakan tegas perlu dilakukan karena ada proses jual beli yang dilakukan oleh oknum tanpa sertifikat resmi dari pemerintah.Bahkan, kata Gibran, saat ini di lokasi tersebut sudah berdiri beberapa bangunan permanen meski tidak ada sertifikat tanahnya. Padahal, lahan eks Bong Mojo merupakan milik pemerintah kota (pemkot) setempat yang rencananya untuk pembangunan pasar mebel.\"Ada lebih dari 10 bangunan permanen. Mengko tak uruse (nanti saya urus), tenang saja,\" katanya.Berdasarkan informasi yang diperolehnya, warga ada yang beli tanah di eks Bong Mojo dengan harga Rp8 juta.Terkait dengan hal itu, camat dan lurah setempat, termasuk instansi terkait (Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman serta Pertanahan Kota Surakarta) sudah memberikan imbauan kepada keluarga yang sudah telanjur membeli tanah dan mendirikan bangunan agar memahami kondisi yang sebenarnya. \"Nanti segera kami ambil keputusan,\" katanya.Menyinggung soal pelaporan oleh Pemkot Surakarta kepada pihak kepolisian terkait dengan dugaan jual beli aset milik pemerintah tersebut, dia mengatakan bahwa pihaknya sedang mengumpulkan kuitansi pembelian.\"Kami kumpulkan kuitansi-kuitansinya, yo, tunggu wae (ditunggu saja). Intinya tanah ini \'kan tanah pemerintah, enggak bisa seenaknya membangun bangunan permanen di situ,\" katanya.Sementara itu, Lurah Jebres Lanang Aji Laksito mengatakan bahwa kawasan tersebut seharusnya untuk ruang terbuka hijau sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW).\"Kami sudah berkoordinasi dengan Satpol PP, \'kan sempat digaris polisi. Akan tetapi, kami juga tidak bisa selama 24 jam mengawasi Bong Mojo,\" katanya.Ia mengatakan bahwa hunian yang berdiri di lokasi tersebut ada yang sudah lama dan ada sebagian yang masih baru.\"Kemarin sudah dipasang MMT pengumuman bahwa ini lahan milik pemerintah, dilarang mendirikan bangunan,\" ujarnya.Selain itu, lanjut dia, juga akan ada pendataan atau pengukuran, misalnya, dahulu ada berapa hektare, sekarang berapa hektare.\"Dari Perkim (Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman serta Pertanahan Kota Surakarta) memang akan melakukan penataan. Akan tetapi, kapannya kami belum tahu,\" katanya. (Ida/ANTARA)
Draft RKUHP: Ngaku Dukun Bisa Dipenjara 1,5 Tahun
Jakarta, FNN - Salah satu ketentuan yang tercantum dalam draft Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) adalah mengenai seseorang yang mengaku sebagai dukun atau mengklaim dirinya mempunyai kekuatan gaib akan dihukum selama 1 tahun 6 bulan. Berdasarkan draft RKUHP yang diserahkan Kemenkumham ke DPR rumusan itu tertuang dalam pasal 252, yang mengatur tentang pidana soal praktik ilmu magis alias dukun santet. Diketahuinya dalam Pasal 252 disebutkan bahwa: (1) Setiap Orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV. (2) Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga). Sementara dalam pasal 252 ayat 1 dijelaskan: Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap seseorang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib dan mampu melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan penderitaan bagi orang lain. Menurut wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Rabu (13/7) ini adalah persoalan yang serius, RKUHP ini semua orang bisa kena, termasuk di media, karena ini akan berdampak secara keseluruhan pada sektor kehidupan kita, bahkan termasuk orang yang mengaku-ngaku punya kemampuan gaib. (Lia)
Kejanggalan Tewasnya Ajudan Sang Jendral, Benarkah Ada Motif Asmara?
Jakarta, FNN – Keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang tewas ditembak oleh Bharada E menyebut menemukan banyak kejanggalan dalam kasus ini. Khususnya berkaitan dengan kronologi peristiwa hingga luka mencurigakan yang dialami korban. Ayah Brigadir Yosua, Samuel kini hanya menginginkan kebenaran atas tewasnya anaknya, ia sangat ingin bisa melihat rekaman CCTV baku tembak di tempat kejadian perkara. Dia menyebut di rumah perwira tinggi seharusnya memiliki CCTV dan pengawasan yang ketat. Keluarga Brigadir Yosua juga mengklaim bahwa anaknya seorang sniper khusus yang biasanya ditempatkan di titik rawan, otomatis anaknya jago menembak. Tentunya keluarga merasa aneh dengan penembakan tersebut. Polisi menyebut Brigadir Yosua tewas dalam baku tembak itu, tetapi pada saat Brigadir Yosua Hutabarat melepaskan 7 kali tembakan, dan tidak sekalipun mengenai Bharada E, atau akurasi 0 persen. Dengan latar belakang Brigadir Yosua sebagai sniper, Samuel pun menganggap tidak mungkin tembakan anaknya sama sekali tidak mengenai Barada E. Namun saat ini beredar lagi kabar terbaru, insiden baku tembak itu disebut-sebut terkait motif asmara. Brigadir Yosua dikabarkan memendam hubungan spesial dengan istri Kadiv Propam, Putri Candrawati. Bahkan, desas-desus tersebut mengarah ke hal sensitif yang tidak bisa dijawab secara cepat oleh kepolisian. Sebab, informasi itu dinilai masih bersifat itu yang belum dapat dipastikan kebenarannya. “Tentunya isu itu (dugaan selingkuh) masuk dalam materi penyidikan yang tidak dapat kami ungkap ke publik,” kata Kapolres Metro Jaksel Kombes Budhi Herdi Susianto kepada wartawan Budhi mengaku tidak mau berasumsi. Terlebih, masalah tersebut dinilai menyangkut kehidupan pribadi. Wartawan senior FNN Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Rabu (13/7) mengomentari seharusnya pihak kepolisian bisa mendeteksi dari awal kasus ini, kalau seandainya kematiannya wajar tetapi dalam kondisi tidak wajar, maksudnya wajar dalam arti memang kejadiannya seperti itu. Nah kalau seperti sekarang ini kan, orang kemudian berspekulasi lagi kenapa seolah-olah ada intimidasi. “Ini sekarang satu kepada polisi tentunya muncul ketidak percayaan dari publik terhadap versi yang resmi dari polisi, kemudian kan media banyak mewawancarai narasumber yang kemudian makin meneguhkan ketidak percayaan publik terhadap informasi yang diberikan kepolisian, saya kira ini tantangan serius bagi kepolisian,” lanjut Hersubeno Arief, wartawan senior FNN. Hersubeno juga mengingatkan juga kepada publik jangan segera begitu mendapat informasi dari WhatsApp Group langsung percaya, tetapi tidak melakukan klarifikasi. (Lia)
Lili Pintauli Mundur di Tengah Skandal Etik KPK, Hersu: Itu Lebih Baik Ketimbang Dipecat
Jakarta, FNN – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar memilih mundur dari jabatan pada saat akan disidangkan oleh Dewan Pengawas KPK. Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean menyatakan sidang etik terlapor Lili Pintauli Siregar gugur karena Lili telah mundur sebagai Wakil Ketua KPK. Jadi ia sudah bukan lagi bagian dari KPK. Wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Sabtu (9/7) mengatakan keputusan Lili untuk mengundurkan diri adalah keputusan yang terbaik ketimbang dia dipecat, jadi lebih baik mundur. Lili mengundurkan diri lantaran kasus dugaan pelanggaran etik penerimaan gratifikasi MotoGP Mandalika di Nusa Tenggara Barat, pada Maret 2022. Lili diduga menerima gratifikasi dari perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT Pertamina. Berdasarkan informasi yang diterima, Lili mendapatkan tiket MotoGP Mandalika di Grandstand Premium Zona A-Red dan fasilitas penginapan di Amber Lombok Beach Resort selama kurang lebih satu minggu. Lili awalnya dijadwalkan mengikuti sidang perdana pada (5/7). Namun, Lili mangkir dari panggilan Dewas di tanggal itu. Alasannya, ia sedang menjalankan tugas dalam pertemuan Anti-Corruption Working Group (ACWG) G20 di Nusa Dua, Bali. Dewan Pengawas (Dewas) KPK juga telah memeriksa sejumlah karyawan Pertamina yang diduga terkait dengan kasus ini. Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Nicke Widyawati juga ikut diperiksa Dewas KPK di Gedung ACLC KPK pada Rabu (27/4). Nicke yang dikawal beberapa pegawai PT Pertamina memilih meninggalkan awak media tanpa membuka suara sedikit pun. Hersubeno Arief menilai kasus dugaan penerimaan gratifikasi Lili seharusya dapat ditindaklanjuti sebagai dugaan tindak pidana meskipun ia sudah mengundurkan diri. “Tetapi seperti saya sampaikan tadi, kalau berkaitan dengan kasus gratifikasi, bukankah ini juga kasus pidana, jadi harusnya tidak sama dengan soal sidang di Dewan Pengawas KPK yang berkiatan dengan kode etik dinyatakan tidak bisa dilanjutkan karena dia sudah bukan lagi insan KPK. Tetapi kalau kasus gratifikasi tentu saja kasusnya masih terus harus berlanjut, bukan hanya Lili tetapi yang memberi juga harus diusut,” katanya (Lia)
Mengapa Tewasnya Novriansyah Terkesan Ditutup-tutupi?
Jakarta, FNN - Tewasnya Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo bilangan Duren Tiga, Jakarta Selatan menjadi misteri yang terus menyisakan tanda tanya. Peristiwa penembakan yang dilakukan Bharada E dan berujung tewasnya Brigadir Yosua terjadi Jum’at 8 Juli 2022 sekitar pukul 17.00 WIB atau lima sore. Tetapi kasus ini baru muncul ke publik setelah pihak keluarga Brigadir Yosua buka suara, Senin (11/7). Diketahui Brigadir Yosua bertugas sebagai driver istri Kadiv Propam. Sedangkan Bharada E merupakan ajudan pribadi dari Kadiv Propam. Meski kejadian sudah berlangsung selama tiga hari, namun dalam konferensi pers pertama Karopenmas Div Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan seperti menutup-nutupi informasi dan memberikan keterangan berbeda. Wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Selasa (12/7) menyampaikan kejadian ini penting untuk dibukakan ke publik karena bagaimana pun saat ini adalah era keterbukaan. Dalam konfrensi pers kedua, Ramadhan memberikan keterangan berbeda dari sebelumnya. Ia memberikan informasi bahwa Brigadir Yosua telah melecehkan istri Kadiv Propam. “Peristiwa itu terjadi ketika Brigadir Yosua memasuki kamar pribadi Kadiv Propam di mana saat itu istri dari Kadiv Propam yang bernama Putri sedang istirahat. Kemudian Brigadir Yosua melakukan tindakan pelecehan dan menodongkan dengan menggunakan senjata pistol ke kepala istri Kadiv Propam. Sontak seketika ibu Kadiv Propam berteriak minta tolong, akibat teriakan tersebut Brigadir Yosua panik dan keluar dari kamar,” ujar Ramadhan. Teriakan tersebut langsung direspons Bharada E dengan pertanyaan ada apa dan langsung dijawab dengan tembakan oleh Brigadir Yosua. Lebih lanjut Ramadhan mengatakan bahwa pada saat Bharada E mendengar teriakan dari ibu maka ia yang saat itu berada di lantai atas menghampiri, dari atas tangga kurang lebih 10 meter bertanya ada apa, namun direspons dengan tembakan yang dilakukan Brigadir Yosua. Akibat tembakan tersebut kemudian terjadilah saling tembak dan berakibat Brigadir Yosua meninggal dunia. Ramadhan mengungkapkan saat penembakan terjadi Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo sedang berada di luar rumah untuk melakukan tes PCR COVID-19. Kadiv Propam mengetahui kejadian setelah terjadi penembakan pada saat istrinya memberitahu ditelpon. Kemudia ia langsung menuju ke rumah dan setelah itu melaporkannya ke Polres Jakarta Selatan. Pada saat jenazah Brigadir Yosua sampai di rumah duka, Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi, Sabtu (9/7/22). Keluarga tidak menerima satu pun penjelasan dari pihak kepolisian mengenai penyebab atau kronologi terjadinya penembakan. Keluarga sempat dilarang aparat untuk melihat kondisi jenazah, namun setelah keluarga terus mendesak ingin melihat sang putra untuk terakhir kali aparat baru mengizinkannya. Pihak keluarga mengatakan ada empat luka tembak di jenazah, dua luka ada di dada, satu luka tembak di tangan, dan satu luka tembak lain di bagian leher. Bukan hanya luka tembak, keluarga juga mengatakan adanya luka sayatan senjata tajam di bagian mata, hidung, mulut, dan kaki. Hal ini berbeda dengan keterangan Ramadhan mengatakan Brigadir Yosua mengalami tujuh luka dari lima tembakan. Dua luka yang ia maksud berasal dari sayatan proyektil yang ditembakan Bharada E ke Brigadir Yosua. Ramadhan berkali-kali mengatakan bahwa apa yang dilakukan Bharada E adalah upaya pembelaaan diri karena ditembak terlebih dahulu oleh Brigadir Yosua. Berbagai macam kejanggalan soal tewasnya Brigadir Yosua di kediaman Ferdy Sambo membuat Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Menurut Hersubeno, dari kasus ini sekarang muncul berbagai spekulasi, penting saya kira ini didorong lebih transparan, sehingga publik paham apa yang terjadi dan jangan lupa ini kalau untuk publik adalah hak untuk mengetahui, karena bagaimanapun mereka ini abdi negara yang dibayar dengan pajak. “Karena kalau melihat kasus ini, posisi almarhum ini belum ada pernyataan ia benar bersalah, sedangkan mayat atau jenazah mana bisa membela diri sendiri, itu salah satu menjadi point bahwa kasus ini harus dibuka,” lanjut wartawan senior FNN Agi Betha. (Lia)
Saksi: Saya Orang Pertama yang Memaafkan Edy Mulyadi
Jakarta, FNN - Ketua Lembaga Adat Paser (LAP) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Musa, menyebut terdakwa kasus penyebaran berita yang membuat onar Edy Mulyadi, menghina masyarakat Kalimantan Timur. Edy menyebut mengenai lokasi Ibu Kota Negara (IKN) sebagai tempat jin buang anak. “Saudara Edy mengatakan IKN tempat jin buang anak otomatis kami dan masyarakat setempat merasa tersinggung,” kata Musa dalam lanjutan persidangan kasus \'Jin Buang Anak\' di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (12/7). Musa menyebut perkataan Edy bisa dianggap bahwa masyarakat di sekitar IKN disamakan sengan jin, kuntilanak dan gendoruwo. Perkataan Edy dinilai mengada-ada. Musa dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Di muka persidangan Musa mengaku kepada Hakim Ketua Adeng Abdul Kohar sebagai saksi pelapor Edy Mulyadi tetapi hal ini berbeda dengan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP). “Di BAP tertulis bahwa saudara sebagai saksi biasa atas laporan Bintang dan Kaleb, bukan sebagai saksi pelapor,” ujar Hakim Adeng Tapi Musa mengatakan bahwa ia melaporkan terdakwa atas desakan masyarakat setempat bahkan hingga dua kali, pertama di Polda Kaltim dan kedua di Polres PPU. Pertanyaan selanjutnya dari Hakim Anggota Bakri, yang menanyakan sebenarnya sanksi apa saja yang ada di masyarakat adat Kaltim. “Sebagai tokoh adat apakah sanksi yang ada di masyarakat adat Kaltim dan ada berapa?” tanya Hakim Bakri Musa menyampaikan bahwa sanksinya dapat berupa memotong hewan sesuai dengan kesalahannya, dapat juga berupa uang dan barang. Tetapi Musa tidak mengetahui lebih banyak lagi tentang sanksi adat tersebut dan ada berapa jumlah sanksi adat yang berlaku. Itu membuat Hakim Bakri heran. “Sebagai tokoh adat kok tidak tau sanksi dari lembaga adat?\" tanya Hakim Bakri. Ia juga bertanya apakah tidak mungkin lembaga adat membuka pintu maaf untuk Edy, mengingat dalam tanggapannya Edy bersikukuh dia sama sekali tidak bermaksud menghina, tak ada kata Kalimantan dalam vidio unggahannya dan kembali meminta maaf di persidangan. Musa pun mengatakan apabila terdakwa datang ke Kalimantan tepatnya di PPU untuk meminta maaf atas pernyataannya, yang membuat masyarakat marah, maka saya adalah orang pertama yang memaafkan Edy. (Lia)
RKUHP Urgen Bila Membawa Paradigma Baru dan Modern
Jakarta, FNN - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dapat dikatakan urgensi apabila membawa paradigma baru, modern, dan kekinian tentang hukum pidana.\"Jadi, jangan hukum pidana yang semuanya kita tidak boleh dan ketakutan karena bisa dikenakan sanksi pidana seperti halnya hukum zaman Kolonial Belanda,\" kata Bivitri Susanti yang merupakan salah satu pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) itu, di Jakarta, Selasa.Pada saat zaman Kolonial Belanda, ujarnya, pribumi ditekan supaya tidak boleh memberontak dan kritis terhadap pemerintah. Hal itu bisa dilihat dari pengasingan Soekarno ke Boven Digoel dan Banda Neira. \"Itu karena hukum kolonial menekan kita,\" ujar Bivitri.Oleh karena itu, paparnya, saat ini meskipun Indonesia butuh pengaturan agar lebih tertib, paradigma hukum pidana harus berbeda dari warisan Kolonial Belanda tersebut.\"Jadi, kalau dibilang urgensi ya urgensi tapi kalau kontennya itu bersifat kekinian,\" katanya.Namun, ujarnya, apabila RKUHP saat ini masih membawa semangat kolonialisme, maka dinilai belum mendesak dan perlu dilakukan pembahasan mendalam.Ia mengatakan meskipun KUHP saat ini sudah berusia 105 tahun namun tidak semua paradigma di dalamnya bisa diterapkan di Indonesia dalam konteks kekinian.Sebelumnya, anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto meminta pemerintah khususnya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia lebih masif menyosialisasikan terkait 14 pasal krusial dalam RKUHP yang masih menjadi perdebatan publik.\"Sosialisasi yang dilakukan pemerintah harus lebih masif terkait 14 pasal yang menjadi sorotan publik. Ini sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat,\" kata Didik. (Sof/ANTARA)
Kapolri Berjanji untuk Transparan Menyelesaikan Kasus Baku Tembak Antaranggota
Jakarta, FNN - Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menyatakan pihaknya bakal transparan dan objektif dalam menyelesaikan kasus baku tembak antaranggota kepolisian yang terjadi di Rumah Dinas Kepala Divisi Propam Polri Irjen Pol. Ferdy Sambo, Jumat (8/7).Menurut jenderal bintang empat itu, penanganan kasus ini dilakukan secara serius melibatkan tim gabungan yang akan mengawasi proses penyelidikan, penyidikan maupun hal-hal lain sehingga nantinya bisa dipertanggungjawabkan kepada publik.“Kami yakinkan bahwa kami institusi Polri akan melakukan semua proses ini secara objektif, transparan, dan akuntabel,” ujar Sigit di Mabes Polri, Jakarta, Selasa.Kapolri telah membentuk tim gabungan khusus yang dipimpin Wakapolri bersama Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum), Kabaresrim, Kabaintelkam, Asisten Kapolri Bidang SDM, melibatkan fungsi dari Provost, dan Paminal.Bahkan, tim ini akan melibatkan mitra eksternal Polri, yakni Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komnas HAM.Menurut Sigit, ada dua laporan polisi dalam kejadian ini, yang pertama laporan polisi terkait dengan percobaan pembunuhan dan yang kedua terkait ancaman kekerasan terhadap perempuan atau Pasal 289 KUHP.Sigit memastikan kasus ini ditangani menggunakan prinsip-prinsip yang berlaku dengan mengedepankan penyelidikan berbasis ilmiah atau \"scientifi crime investigation\". Kasus ditangani Polres Jakarta Selatan yang diasistensi oleh Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri.“Dua kasus ini ditangani Polres Jaksel dan saya sudah meminta agar penanganan betul-betul dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip yang berlaku, yaitu bagaimana kami mengedepankan \'scientific crime investigation\',” ujarnya.Meski telah membentuk tim khusus, melakukan langkah-langkah penyelidikan, dan penyidikan, Sigit menegaskan bahwa Polri terbuka dengan laporan dari unsur lainnya dan akan dicermati secara objektif, transparan, dan memenuhi kaidah-kaidah penyelidikan, serta penyidikan sesuai yang diatur dalam \"scientific crime investigation\".“Kami harus melindungi dan memberikan ruang terhadap kelompok rentan, dalam hal ini yang kebetulan menjadi korban adalah istri Kadiv Propam, tentunya kaidah-kaidah tersebut harus kami jaga, memenuhi hak asasi manusia, dan diatur undang-undang,” ujarnya.Peristiwa penembakan antaranggota Polri terjadi di Rumah Dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Pol. Ferdy Sambo di Komplek Polri Duren Tiga No. 46 Kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (8/7), pukul 17.00 WIB.Penembakan terjadi antara Brigadir Pol Nopryansah Yosua Hutabarat (Brigadir J) Ajudan Drive Caraka (ADV) Istri Kadiv Propam Polri dengan Bharada E, ADV Kadiv Propam Polri. Kejadian tersebut mengakibatkan Brigadir Pol. Nopryansah tewas tertembak dengan tujuh lubang peluru di tubuhnya.Adapun peristiwa itu dilatarbelakangi pelecehan dan penodongan pistol yang dialami istri Kadiv Propam Polri Putri Ferdy Sambo. (Sof/ANTARA)
Pendiri ACT Ahyudin Penuhi Panggilan Penyidik untuk Kedua Kali
Jakarta, FNN - Pendiri Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin untuk kedua kalinya tiba di Gedung Bareskrim Mabes Polri, guna memberikan keterangan dalam penyidikan dugaan penyalahgunaan dana sosial di lembaga tersebut, Senin. Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) IV Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri Kombes Pol. Andri Sudarmaji mengatakan Ahyudin sudah tiba di Gedung Bareskrim dan sedang proses pemeriksaan. \"Ahyudin sudah hadir, yang lainnya belum,\" kata Andri. Menurut Andri, hari ini ada empat orang yang dimintai keterangan. Selain Ahyudin, penyidik juga melanjutkan pemeriksaan terhadap Presiden ACT Ibnu Khajar. Kemudian penyidik juga memanggil manajer operasional, serta bagian keuangan lembaga filantropi tersebut. Pemeriksaan terhadap empat pengurus ACT tersebut dijadwalkan mulai pukul 10.00 WIB. \"Pemeriksaan sama kayak kemarin mulai jam 10 an, hari ini yang dimintai keterangan termasuk manajer operasional dan bagian keuangan ACT,\" kata Andri. Sementara itu, Ahyudin tiba di Gedung Bareskrim Polri didampingi pengacaranya Teuku Pupun Zulkifli. Keduanya masuk lewat pintu yang terpisah. Sehingga hanya pengacara yang dapat ditemui oleh wartawan. Kepada wartawan Teuku Pupun Zulkifli mengatakan kliennya masih menjalani tahap pemeriksaan untuk menerangkan seputar akta dan legalitas ACT. Menurut dia, masih ada beberapa tahapan yang akan dilalui pihaknya, dan sesegera mungkin akan diselesaikan. Terkait dugaan penyelewengan dana sosial ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610, Pupun menyebut hal itu masih dugaan. \"Ya itu kan masih dugaan belum ada pembuktiannya, tentu akan di pemeriksaan ini akan kami jelaskan sejauh mana kapasitasnya, ini kan masih dugaan semua. Ia menegaskan dugaan penyelewengan itu tidak benar. Dan menilai, dugaan tersebut diarahkan kepada kliennya. Terkait aliran dana ke Al Qaeda, Pupun juga menyatakan hal itu sebagai fitnah. \"Ohh tidak ada itu, itu semua fitnah itu. Itu semua tidak ada itu yang pada Al Qaeda, karena yayasan ini tidak ada afiliasi dengan teroris semua dalam bentuk kemanusiaan itu semua fitnah,\" ujarnya. (Ida/ANTARA)