HUKUM

Kapolres Luwu Utara Diperiksa Propam Terkait Penembakan

Makassar, FNN - Devisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan telah melakukan pemeriksaan secara maraton terhadap enam orang personil Polri, termasuk Kapolres Luwu Utara AKBP Irwan Sunuddin, terkait penembakan buronan kasus penganiayaan berinisial IL. "Kapolresnya sudah diperiksa, tapi masih jabat kapolres. Semua sudah terperiksa dalam penanganan Propam sesuai terkait dugaan pelanggaran kode etik," ujar Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol E Zulpan disela kegiatan Collaborator Justice di Makassar, Kamis. Meski sejauh ini belum ada hasil pemeriksaan resmi Propam Polda Sulsel terhadap personil Polri yang diduga melakukan pelanggaran kode etik atas penembakan itu, Zulpan mengatakan tentunya bila terbukti akan dikenakan sanksi tegas. "Ada enam terperiksa, Kapolres, Kasat Reskrim dan anggota yang lain. Untuk Kasat dan anggota ditarik ke Polda, dimutasi dan pemeriksaan," paparnya kepada wartawan. Pemeriksaan yang melibatkan Kapolres Luwu Utara itu diduga merekayasa peristiwa saat penangkapan buronan pelaku penganiayaan yang berbuntut penembakan saat melaporkan kepada Kapolda Sulsel Irjen Pol Merdisyam. Sebagai pimpinan di wilayah kerja Kabupaten Luwu Utara, Kapolres juga dianggap tidak memeriksa dan mengawasi anggotanya saat eksekusi penangkapan pelaku disertai penembakan sebanyak lima kali. Padahal bersangkutan diketahui tidak melakukan perlawanan saat ditanggal hingga akhirnya mengalami kritis saat dibawa ke rumah sakit setempat. Kapolres juga dinilai lalai dengan tidak mencari kebenaran atas kejadian itu, baik memeriksa dokumen dan fakta yang sesungguhnya terjaditerjadi sesuai Standar Operasional Prosedur atau SOP. Sebelumnya, korban IL (30) dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Andi Djemma, Masamba, Kabupaten Luwu Utara, karena mengalami luka serius hingga kritis usai ditembak polisi sebanyak lima kali ketika penangkapan pada Sabtu, 9 Oktober 2021. Timah panas yang ditembakkan petugas itu bersarang di lutut, bagian bawah perut, dan dua luka di paha, hingga mendapat delapan jahitan di tubuhnya. Bersangkutan terlibat dua kasus tindak pidana yaitu penganiayaan pada November 2020 dan pembakaran pada Januari 2021. (mth)

KPK Dalami Pembagian "Fee" untuk Tersangka Budhi Sarwono

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami pembagian persentase "fee" untuk tersangka Bupati Banjarnegara nonaktif Budhi Sarwono (BS). KPK, Rabu (27/10) memeriksa lima saksi untuk tersangka Budhi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan pada Dinas PUPR Pemkab Banjarnegara, Jawa Tengah Tahun 2017-2018 dan penerimaan gratifikasi. "Didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan hadir langsungnya tersangka BS maupun tersangka KA (Kedy Afandi/orang kepercayaan Budhi) dalam memberikan pengarahan untuk para pengusaha yang akan mengerjakan berbagai proyek di Pemkab Banjarnegara," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis. Arahan itu, kata Ali, diduga terkait adanya pembagian persentase "fee" untuk tersangka Budhi. Lima saksi yang diperiksa, yaitu Wahyudiono selaku ajudan bupati, wiraswasta Susmono Dwi Santoso, Febriana Eriska Putri selaku Staf Keuangan PT Adi Wijaya, Prihono selaku Direktur CV Pilar Abadhi, dan Cion Pramundita selaku Sekretaris Kecamatan Kalibening, Banjarnegara. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Ditreskrimsus Polda Jateng, Kota Semarang, Jawa Tengah. Dalam konstruksi perkara, KPK menyebut pada September 2017, Budhi memerintahkan Kedy memimpin rapat koordinasi (rakor) yang dihadiri oleh para perwakilan asosiasi jasa konstruksi di Kabupaten Banjarnegara. Dalam pertemuan tersebut, disampaikan sebagaimana perintah dan arahan Budhi, Kedy menyampaikan bahwa paket proyek pekerjaan akan dilonggarkan dengan menaikkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai 20 persen dari nilai proyek dan untuk perusahaan-perusahaan yang ingin mendapatkan paket proyek dimaksud diwajibkan memberikan komitmen "fee" sebesar 10 persen dari nilai proyek. Pertemuan lanjutan kembali dilaksanakan di rumah pribadi Budhi yang dihadiri oleh beberapa perwakilan Asosiasi Gapensi Banjarnegara dan secara langsung Budhi menyampaikan diantaranya menaikkan HPS senilai 20 persen dari harga saat itu. Dengan pembagian lanjutannya adalah senilai 10 persen untuk Budhi sebagai komitmen "fee" dan 10 persen sebagai keuntungan rekanan. Selain itu, Budhi juga berperan aktif dengan ikut langsung dalam pelaksanaan pelelangan pekerjaan infrastruktur di antaranya membagi paket pekerjaan di Dinas PUPR Kabupaten Banjarnegara, mengikutsertakan perusahaan milik keluarganya, dan mengatur pemenang lelang. Kedy juga selalu dipantau serta diarahkan oleh Budhi saat melakukan pengaturan pembagian paket pekerjaan yang nantinya akan dikerjakan oleh perusahaan milik Budhi yang tergabung dalam grup Bumi Rejo. Penerimaan komitmen "fee" senilai 10 persen oleh Budhi dilakukan secara langsung maupun melalui perantaraan Kedy. KPK menduga Budhi telah menerima komitmen "fee" atas berbagai pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara sekitar Rp2,1 miliar. Atas perbuatannya, Budhi dan Kedy disangkakan melanggar Pasal 12 huruf i dan atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (sws, ant)

ELSAM: Penolakan Uji Materi Pasal 40 UU ITE Batasi Hak Atas Informasi

Jakarta, FNN - Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar mengkhawatirkan penolakan permohonan pengujian materi Pasal 40 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dapat mengakibatkan pembatasan hak atas informasi. "Kekhawatirannya, putusan ini dapat menjadi pemicu semakin terancamnya kebebasan berekspresi dan hak memperoleh informasi di Indonesia," kata Wahyudi Djafar dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis. Wahyudi menyayangkan putusan tersebut, mengingat saat ini, Indonesia tercatat sebagai negara yang paling banyak mengajukan permintaan penghapusan konten dari hasil pencarian Google dan platform lainnya dari perusahaan tersebut. Laporan transparansi Google menyebutkan, sejak 2011, pemerintah Indonesia setidaknya telah mengajukan permintaan penghapusan konten sebanyak 257 ribu konten. Menurut Wahyudi, situasi tersebut mungkin terjadi karena pengaturan konten internet di Indonesia memerlukan kejelasan. "Tidak ada aturan jelas mengenai jenis konten yang dapat dibatasi aksesnya," tutur Wahyudi. Selain itu, prosedur mengenai tindakan pembatasan yang lawful menurut hukum HAM juga masih belum diatur dengan jelas, mengingat hak atas informasi dan kebebasan berekspresi merupakan bagian dari hak asasi manusia. Hal tersebut berimplikasi pada ketidaktepatan otoritas yang legitimit untuk melakukan tindakan pembatasan. Menurut Wahyudi, negara bukan merupakan satu-satunya aktor pengambil keputusan yang tersedia dalam melakukan pembatasan terhadap konten internet. Sebab, platform di mana konten tersebut dipublikasi memiliki peran yang lebih besar dalam mengatur lalu lintas informasi yang ada di internet, sesuai dengan karakteristik unik internet. Terakhir, adalah kurangnya kejelasan terkait mekanisme banding atas tindakan pembatasan, sebagai aplikasi dari prinsip judicial scrutiny. "Semestinya, Mahkamah Konstitusi dapat menggunakan pendekatan perbandingan untuk melihat pembelajaran dari negara lain. Memastikan adanya checks and balances dalam tindakan pembatasan terhadap konten internet untuk mencegah terjadinya praktik yang sewenang-wenang," tutur Wahyudi. ((sws, ant)

MAKI Nilai Bukan Hanya Polri, Kejaksaan Juga Harus Berbenah

Jakarta, FNN - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai bukan hanya Polri yang harus berbenah, namun kejaksaan juga harus guna meningkatkan integritas aparat penegak hukum di Tanah Air. "Jaksa juga bagian dari aparat penegak hukum sehingga juga harus berbenah," kata dia kepada wartawan di Jakarta, Kamis. Hal itu ia sampaikan terkait beragam keluhan masyarakat soal rendahnya integritas aparat penegak hukum yang belakangan menjadi sorotan publik. Upaya penindakan dan perbaikan sudah dilakukan oleh Polri, namun beberapa pihak melihat bukan hanya Korps Bhayangkara saja, namun oknum-oknum jaksa nakal juga harus ditindak Kejaksaan Agung sebagaimana yang dilakukan Polri terhadap anggotanya. Boyamin berharap sorotan publik terhadap aparat penegak hukum jadi momentum Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) untuk membersihkan oknum-oknum jaksa nakal di daerah. Pada intinya, Boyamin sepakat penegak hukum perlu perbaikan secara besar-besaran karena upaya penegakan hukum berada di tangan mereka terutama soal penindakan korupsi. Oleh karena itu, Boyamin menilai perbaikan tersebut harus menyeluruh bukan hanya polisi saja, namun juga jaksa melalui Kejaksaan Agung ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) hingga ke Kejaksaan Negeri (Kejari). Sementara itu, Direktur Indo Strategi Research and Consulting Arif Nurul Iman mengatakan persoalan penegak hukum terutama mengenai oknum jaksa nakal di daerah, saat ini banyak KPU di daerah sedang bermasalah dengan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) setempat usai Pilkada serentak Desember 2020. Persoalannya adalah upaya Kajari setempat menggali adanya dugaan korupsi terkait penggunaan dana hibah untuk Pilkada serentak 2020. Upaya mencari dugaan korupsi itu satu hal yang bagus, namun apabila dilakukan dengan tidak tepat, justru bisa memunculkan pertanyaan. "Yang dikhawatirkan adanya insinuasi lain dari upaya pemberantasan korupsi tersebut," ucap dia. Menurut aturan yang ada, ketika Kejari di daerah memeriksa hingga menggeledah dan menyegel kantor KPU setempat untuk mendapatkan alat bukti, harus diaudit terlebih dahulu oleh Inspektorat KPU RI. Ia juga menyinggung soal tim penyidik antikorupsi Kejari Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang menggeledah KPU daerah setempat terkait dugaan korupsi anggaran dana hibah Pilkada serentak 2020 sebesar Rp19 miliar. (sws, ant)

Praktisi Hukum Nilai Penolakan Banding Jhoni Allen oleh PT DKI Sudah Tepat

Jakarta, FNN - Praktisi hukum Heru Widodo menyatakan penolakan banding Jhoni Allen Marbun oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta merupakan tindakan hukum tepat. "Ditolaknya gugatan Jhoni Allen sebuah keputusan hukum yang tepat, menandakan bahwa keputusan yang diambil oleh Ketua Umum AHY juga tepat dan sudah sesuai dengan undang-undang dan aturan yang berlaku," kata Heru dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Rabu. Keputusan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memecat Jhoni Allen Marbun dikukuhkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan menolak gugatan banding yang diajukan Jhoni. Penolakan ini dinyatakan dalam Putusan PT Jakarta Nomor 547/PDT/2021/PT DKI yang diumumkan melalui Direktori Mahkamah Agung (18/10). Pengadilan Tinggi menghukum Jhoni Allen untuk membayar biaya perkara. Heru menegaskan penolakan gugatan Jhoni Allen telah terjadi dua kali. Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada bulan Mei 2021 lalu sudah menolak gugatan Jhoni Allen atas keputusan Ketum AHY memecat dirinya dari keanggotaan Partai Demokrat. Jhoni Allen dipecat dengan tidak hormat, karena turut mendalangi upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat melalui Kongres Luar Biasa (KLB) ilegal yang diselenggarakan di Deli Serdang awal Maret lalu. Heru menyatakan keputusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta ini menegaskan kembali bahwa Jhoni Allen Marbun memang melanggar hukum dan aturan yang berlaku, sehingga layak dipecat. Sementara itu, para ketua DPD dan DPC Partai Demokrat di seluruh Indonesia menegaskan kembali loyalitas dan kesetiaan kepada Ketum AHY. “Fatsun politik kami tegak lurus kepada Ketum AHY yang sah dan sesuai dengan hukum. Tidak ada dualisme di Partai Demokrat. Ketum hanya satu, AHY. Kalau ada yang ngaku-ngaku, kami lawan,” ujar Anwar Hafidz, Ketua DPD PD Sulawesi Tengah menegaskan. (sws, ant)

Jejak Digital Ungkap, Haji Isam Diduga Terlibat Pembunuhan Guru

Oleh: Mochamad Toha Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menyatakan ada 2 kejadian di Kalimantan Selatan yang perlu dikritisi dan dicermati selama satu pekan terakhir antara Presiden Joko Widodo dan Haji Isam. Pertama, pada Kamis (21/10/2021), Presiden Jokowi dalam kunjungannya ke Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, meresmikan pabrik biodiesel yang didirikan PT Jhonlin Group milik Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam. Kedua, keesokan harinya, Jumat (22/10/2021) lalu, Advokat Jurkani yang sedang melakukan langkah advokasi atas suatu penambangan ilegal juga di daerah Tanah Bumbu, dibacok oleh sekelompok orang hingga luka parah di di kaki dan tangannya. Menurut Denny, kedua peristiwa itu, meski seakan terpisah, sebenarnya menunjukkan satu benang merah, bagaimana politik bisnis batubara bisa masuk ke dalam kepentingan politik dan penegakan hukum di tanah air. Yang pertama, kehadiran Presiden Jokowi meresmikan proyek milik Johnlin Grup, seakan-akan tidak ada masalah – dalam kondisi normal. Namun, sudah menjadi pemberitaan luas bahwa anak perusahaan Johnlin Grup sedang diduga terjerat perkara korupsi suap pembayaran pajak yang kasusnya sedang disidik KPK, dan kasusnya sedang disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Nama Haji Isam sempat menyita perhatian rakyat karena tertarik dalam pusaran kasus korupsi pejabat pajak. Haji Isam diduga 'bermain mata' dengan pejabat pajak berkaitan dengan nilai pajak perusahaannya. Hal itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Senin 4 Oktober kemarin. Sidang itu mengadili terdakwa Angin Prayitno Aji selaku mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Dadan Ramdani selaku Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan di Ditjen Pajak. Sidang menghadirkan seorang saksi atas nama Yulmanizar sebagai mantan anggota Tim Pemeriksa Pajak di Ditjen Pajak. Dari kesaksian Yulmanizar dalam Berita Acara Perkara nomor 41 itulah nama Haji Isam muncul. Yulmanizar mengaku sempat bertemu orang bernama Agus Susetyo selaku konsultan pajak PT Jhonlin. Disebutkan, dalam pertemuan itu dia meminta agar nilai perhitungan pajak PT Jhonlin dikondisikan pada Rp 10 miliar. Dalam pertemuan itu, menurut kesaksian Yulmanizar, adalah permintaan langsung dari pemilik PT Jhonlin Baratama yang tidak lain dan tidak bukan adalah Samsuddin Andi Arsyad atau Haji Isam. Pihak Haji Isam sempat melancarkan serangan balik, PT Jhonlin Baratama (JB) sebagai anak usaha dari Jhonlin Group yang berpusat di Kabupaten Tanah Bumbu. Bidang usaha PT JB di sektor pertambangan batubara. Belakangan, Haji Isam melalui kuasa hukumnya Junaidi membantah soal kesaksian dalam persidangan itu. Bahkan pihak Haji Isam melaporkan saksi itu ke Bareskrim Polri dengan tudingan kesaksian palsu. “Keterangan yang disampaikan oleh saudara Yulmanizar selaku saksi pada persidangan terdakwa Angin Prayitno tertanggal 4 Oktober 2021 adalah keterangan yang tidak benar dan menyesatkan serta kesaksian tersebut merupakan kesaksian de auditu," kata Junaidi dalam keterangannya. Ia menyebut, Haji Isam tidak kenal dengan Agus Susetyo, yang di dalam surat dakwaan disebut sebagai konsultan pajak dari PT JB. Haji Isam juga mengaku tidak pernah memerintahkan untuk merekayasa pajak. “Klien kami hanya pemegang saham ultimate di holding company yang tidak terlibat dalam kepengurusan dan operasional JB sehingga tidak mengetahui hal-hal terkait pemeriksaan pajak PT Jhonlin Baratama," papar Junaidi. Mengejar Pembunuh Tempo mencatat, Andi Syamsudin Arsyad alias Haji Isam bukan sembarang pengusaha di kota air Banjarmasin. Ia dikenal sebagai "raja batubara", lahir di Batulicin, 1 Januari 1977. Kariernya sebagai pengusaha dimulai sebagai sopir pengangkut kayu. Haji Isam memang berdarah pedagang. Ayahnya, Andi Arsyad, adalah pedagang tembakau asal Bugis yang merantau ke Kalimantan Selatan. Kemajuan bisnisnya tersebut tidak bisa lepas dari perkenalannya dengan Johan Maulana, penambang batubara lokal di Kalimantan Selatan. Lewat bendera PT Jhonlin Baratama, Haji Isam memulai bisnisnya sebagai kontraktor pelaksana tambang di PT Arutmin Indonesia, anak perusahaan PT Bumi Resources milik Bakrie Group. Empat tahun kemudian perusahaan tersebut melebarkan sayap ke ladang batubara lain, seperti PT Alta70, PT Berkat Benua Inti, dan PT Praditya Baramulya. Kini PT Jhonlin menambang hingga 400 ribu ton batubara per bulan. Omzetnya sekitar Rp 40 miliar per bulan. Bisnis Isam juga merambah sektor properti, penerbangan, dan perkapalan. Jhonlin Air Transport kini memiliki 2 Fokker dan 2 helikopter. Dalam bisnis perkapalan, Haji Isam mendirikan Jhonlin Marine, dengan armada 16 kapal tongkang pengangkut batubara. Di balik semua cerita sukses itu, kabar miring tentang dirinya ternyata banyak berembus. Ia disebut-sebut kerap menggunakan kekuatan aparat kepolisian untuk menguasai bisnis batu bara yang diincarnya. Dalam wawancara dengan Tempo pada Juni 2010, Isam membantah semua ini. Tapi, semua bantahan Haji Isam ini sepertinya bisa dimentahkan Lilik Dwi Purwaningsih, 59 tahun. Ny. Lilik adalah istri dari almarhum Hadriansyah, seorang guru olahraga di SD tewas dibantai pada 9 Februari 2004 di sebuah rumah kawannya dekat SDN I Desa Sarigadung, Kecamatan Simpang Empat, Tanah Bumbu. Sabetan golok ke sejumlah bagian tubuhnya membuat nyawanya melayang. Pembantaian itu terjadi tak berapa lama setelah Hadriansyah memprotes kegiatan perusahaan batubara milik Haji Isam. Jika Lilik ngotot meminta dalang pelakunya ditangkap, itu karena ia kini mengaku memiliki bukti yang dinilainya sangat sahih. Bukti itu bukanlah datang dari sembarang orang, tetapi justru dari pelaku pembunuhan itu: Muhammad Aini alias Culin. Melansir Tempo, 23 Mei 2011, dalam pengakuannya itu, Culin bersumpah bahwa dialah yang membunuh Hadriansyah. Ia menyatakan melakukan itu atas perintah Haji Isam. “Kayak apa mun orangnya melawan, Ji? (bagaimana kalau melawan, Ji?)”. “Selesaikan aja, paling sebiji alat habis?” demikian tanya-jawab antara anak buah dan bosnya itu, beberapa saat sebelum Culin membunuhnya. Culin mengaku melakukan pembunuhan itu atas perintah Haji Isam. Saat itu ia membeberkannya kepada Gusti Suriansyah, salah satu tokoh pemuda Tanah Bumbu yang bersimpati pada nasib Lilik. Pengakuan itu kemudian dibuat di atas kertas bermeterai Rp 6.000 dan ia tanda-tangani. "Semua rekaman pengakuannya itu ada pada saya," ungkap Gusti kepada Tempo. Dalam testimoninya, Culin bercerita, pada hari tewasnya Hadriansyah itu, sebelumnya ia tengah berada di rumahnya. Saat itu warga, termasuk Hadriansyah, tengah gencar-gencarnya berunjuk rasa di jalan eks Kodeco Km 8 RT 6 Desa Sarigadung, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu. Tidak berapa lama muncul di rumahnya Haji Isam bersama 5 karyawannya: Babak, Asyid, Amat, Ansyah, dan seorang lainnya sebagai sopir. Kepadanya Isam menyatakan ada seseorang yang menantangnya berkelahi. Pengusaha muda itu meminta Culin meladeni tantangan tersebut. "Pukuli saja," ujar Culin, menirukan perintah Isam, seperti tertulis dalam dokumen pengakuan. Dengan menggunakan Toyota Kijang, rombongan Haji Isam tersebut tiba di SDN Sarigadung. Inilah tempat berkonsentrasinya warga yang tengah unjuk rasa. Begitu turun dari mobil, Isam langsung berteriak dan menunjuk seseorang. Tanpa pikir panjang, Culin langsung lari memburu target yang ditunjukkan Isam, yakni Hadriansyah, yang saat itu langsung lari menyelamatkan diri. Menurut Culin, dalam aksi kejar-kejaran itu, dirinya sempat membacokkan parangnya ke punggung Hadriansyah. Ia terus berlari masuk rumah dinas seorang guru. Terpojok di sebuah kamar, ayah tiga anak itu dihabisi Culin. Beberapa saat kemudian terdengar letusan senjata api dari luar rumah, disertai teriakan Isam, yang memerintahkan anak buahnya segera pergi dari tempat itu. Culin mengungkapkan, di dalam mobil yang melaju kencang meninggalkan Sarigadung, Haji Isam memintanya mengakui bahwa dirinyalah pembunuh Hadriansyah. Culin, yang terkejut atas perintah itu, langsung bertanya tentang hukuman apa yang akan diterimanya. "Paling hanya beberapa bulan,” katanya dalam testimoninya, mengutip jawaban Isam. Culin kemudian menyerahkan diri ke Kapolres Tanah Bumbu. Ternyata, “ramalan" Isam terbukti. Ia ditahan beberapa pekan, kemudian diajukan ke kejaksaan, disidang di pengadilan, belakangan Culin hanya dihukum empat bulan penjara. Rekannya yang lain, Ardi alias Babak, yang turut serta dalam pembunuhan itu, bahkan lebih ringan, tujuh hari. Padahal, dalam KUH Pidana, mereka yang terbukti melakukan pembunuhan hukumannya minimal 15 tahun. Sebelumnya, pada pertengahan Maret 2011, misalnya, Ny. Lilik mendatangi Komnas HAM. Ia juga sudah mengadu ke Mabes Polri, Komisi Yudisial, dan juga Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Kepada sejumlah instansi itu ia serahkan bukti-bukti yang dimiliki tentang kasus dan dalang pembunuhan suaminya tersebut, yang hingga kini belum tersentuh. Ia berharap, dengan dokumen itu, aparat segera meringkus otak pembunuh Hadriansyah. "Saya ingin aparat hukum juga ditindak," kata Lilik. “Masa’, hukuman untuk seorang pembunuh hanya tiga sampai empat bulan." Isam sebenarnya pernah membantah sebagai otak pembunuhan itu. Dalam wawancaranya dengan Tempo pada Juni 2010, ia menegaskan tidak terlibat sama sekali dalam pembunuhan Hadriansyah. Untuk memastikan ketidakterlibatan Haji Isam, testimoni Culin harus diuji secara hukum. Tapi, mengapa hingga kini koq tak ada kelanjutannya? Penulis Wartawan FNN.co.id

Kapolda NTB Ancam Pecat Oknum Anggota Penembak Rekannya Hingga Tewas

Mataram, FNN - Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, Inspektur Jenderal Polisi Mohammad Iqbal, mengeluarkan ancaman pecat terhadap Brigadir Polisi Kepala berinisial MN, oknum anggota yang melakukan penembakan terhadap rekan kerjanya, Brigadir Polisi Satu HT, hingga tewas. "Saya selaku kepala Polda NTB akan memproses sesuai aturan yang berlaku, dengan tegas, dan saya pastikan oknum tersebut di proses pidana dan akan saya pecat sesuai dengan mekanismenya," kata Iqbal, di Mataram, Rabu. Mekanisme dari pelanggaran yang dilakukan MN ini berkaitan dengan sanksi disiplin dan kode etik Polri sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 2/2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri dan Peraturan Kapolri Nomor 43/2004 tentang Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Bagi Anggota Polri. Sanksi pecat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia ini diputuskan melalui Sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri. Hal tersebut diatur dalam pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 2/2003 tentang Peraturan Disiplin Polri. Insiden penembakan yang dilakukan MN kepada HT ini terjadi pada Senin (25/10), di salah satu rumah yang beralamatkan di BTN Griya Pesona Madani, Kabupaten Lombok Timur. Berdasarkan hasil olah TKP, korban diduga tewas pada pukul 11.20 Wita, sekitar empat jam setelah salah seorang saksi menemukan jenazahnya tergeletak dengan bersimbah darah. Dari hasil autopsi di RS Bhayangkara Mataram, korban dinyatakan meninggal dunia akibat luka tembak yang bersarang di bagian dada sebelah kanan. Hasil itu dikuatkan dengan temuan di TKP, yakni dua selongsong peluru yang diduga berasal dari senapan serbu perorangan SS-V2 Sabhara. Aksi penembakan terhadap anggota Humas Polres Lombok Timur ini pun terungkap dari pengakuan MN. Terkait dengan motif dari kasus pembunuhan ini diduga karena persoalan asmara. MN cemburu kepada HT yang diduga memiliki hubungan gelap dengan istrinya. (mth)

Hakim PN Jaksel Ambil Sumpah 7 Saksi Sidang Unlawfull Killing

Jakarta, FNN - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengambil sumpah tujuh orang saksi dalam lanjutan sidang "unlawful killing" atau kasus penembakan laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek. Sidang yang digelar di ruang sidang utama PN Jakarta Selatan, Selasa, berlangsung hybrid atau sebagian dalam jaringan (daring) dan luar jaringan (luring). Sidang kasus "unlawful killing" dimulai sekitar pukul 10.20 WIB dengan agenda mendengarkan keterangan saksi. Dalam sidang tersebut satu orang terdakwa hadir yakni Brigadir Polisi Satu (Briptu) Fikri Ramadhan. Sidang tersebut dipimpin langsung oleh M Arif Nuryanta selaku Hakim ketua serta dua hakim anggota masing-masing Haruno dan Elfian. Di awal sidang, majelis hakim terlebih dahulu menanyakan kepada tujuh orang saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ketujuh orang saksi memberikan kesaksian secara daring. Terhadap saksi, majelis hakim menanyakan apakah mengenal terdakwa atau tidak. Dari tujuh orang saksi, enam di antaranya mengaku sama sekali tidak kenal sementara satu saksi mengenal terdakwa karena seprofesi. Selain Briptu Fikri Ramadhan, Ipda M Yusmin O juga ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus "unlawful killing" yang menewaskan beberapa orang laskar FPI sebuah organisasi masyarakat yang saat ini sudah dibubarkan oleh pemerintah. Sebagai tambahan kedua terdakwa merupakan anggota polisi di Polda Metro Jaya dan masih berstatus aktif hingga saat ini. Sebelumnya, dalam surat dakwaan JPU, Briptu Fikri Ramadhan didakwa dengan Pasal 351 ayat (3) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke (1) KUHP. (sws, ant)

Anak Buah Terlibat Asusila Kapolda Sulteng Akhirnya Minta Maaf

Kota Palu, FNN - Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulawesi Tengah, Irjen Pol Rudy Sufahriadi, meminta maaf kepada seluruh masyarakat Sulteng, terkait kasus asusila yang menjerat anggotanya. Pernyataan Kapolda itu menyusul tindakan dugaan asusila yang dilakukan oleh anggotanya, eks kapolsek di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), berinisial Iptu IDGN. “Selaku Kapolda Sulteng saya menyampaikan permohonan maaf saya kepada masyarakat karena masih ada anggota yang melakukan pelanggaran disiplin,” kata Rudy di Palu, Minggu. Baca juga: Kepala Polsek di Parigi Moutong dipecat berdasarkan sidang etik Rudy menegaskan, sesuai dengan instruksi Kapolri untuk menindak dan memberikan hukuman tegas kepada anggota Polri yang melakukan kesalahan maupun pelanggaran hukum lainnya. “Sesuai dengan instruksi Kapolri, kita tidak boleh ragu-ragu untuk menindak dan memberikan hukuman,” tegas Rudy. Kata Rudy, pemberian sanksi hukum juga berlaku untuk semua anggota yang terbukti melakukan kesalahan maupun pelanggaran hukum lainnya. “Kami akan tegas menangani anggota yang terbukti salah,” sebutnya. “Kita sudah datang ke rumah korban untuk meyakinkan bahwa saya akan profesional menangani anggota yang salah,” tambahnya. Sebelumnya, sidang kode etik terhadap oknum Kapolsek di Kabupaten Parigi Moutong yang diduga melakukan tindakan asusila digelar, Sabtu (23/10). Dari hasil sidang tersebut, kapolsek berpangkat Iptu itu dinyatakan melanggar etik dan direkomendasikan untuk pemberhentian tidak dengan hormat atau dipecat. Kapolsek berinisial IDGN telah terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 dan pasal 14 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.1 tahun 2003 tentang Pemberhentian anggota Polri. Dan pasal 7 ayat (1) huruf b dan pasal 11 huruf c Peraturan Kapolri No.14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri. Namun, dari putusan yang merekomendasikan untuk dilakukan pemecatan, Iptu IGDN akan melakukan banding. "Terhadap putusan rekomendasi PTDH tersebut Iptu IDGN menyatakan banding," jelas Kapolda Sulteng. Sebelum putusan sidang etik itu, eks kapolsek Iptu IDGN tersebut telah dibebastugaskan dari jabatannya sejak 15 Oktober 2021 dan digantikan dengan pejabat sementara. Iptu IDGN terlibat kasus asusila dengan seorang remaja perempuan berinisial S yang berdomisili di Kabupaten Parimo. IDGN diduga memanfaatkan jabatannya dan berjanji kepada S akan membebaskan ayahnya yang terjerat kasus pidana pencurian hewan ternak jika menuruti keinginannya. Hingga perbuatan tersebut dilakukan, IDGN tidak kunjung membebaskan ayah S. (sws, ant)

KPK Jebloskan Mantan Bupati Bengkalis ke Rutan Pekanbaru

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi mantan Bupati Bengkalis Amril Mukminin ke Rutan Kelas I Pekanbaru. "Pada hari Jumat (22/10), Leo Sukoto Manalu selaku jaksa eksekusi telah melaksanakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap atas nama terpidana Amril Mukminin dengan cara memasukkannya ke Rumah Tahanan Negara Kelas I Pekanbaru untuk menjalani pidana penjara selama 4 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta. Selain itu, terhadap Amril dibebankan juga untuk membayar pidana denda sebesar Rp300 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan. Eksekusi tersebut berdasarkan putusan putusan MA RI Nomor: 2941-26/06/2021 tanggal 26 Agustus 2021 juncto putusan Pengadilan Tipikor pada PT Pekanbaru Nomor: 24/PID.SUS.TPK/2020/PT PBR tanggal 21 Januari 2021 jo. putusan Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru Nomor: 27/Pid.Sus-TPK/ 2020/ PN Pbr tanggal 9 November 2020. Sebelumnya, KPK mengajukan upaya hukum kasasi atas putusan banding Pengadilan Tinggi Pekanbaru terhadap Amril. Adapun alasan kasasi, jaksa memandang ada kekeliruan dalam pertimbangan putusan hakim tersebut, terutama dalam hal tidak terbuktinya dakwaan penerimaan gratifikasi sebagaimana Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Diketahui bahwa Pengadilan Tinggi Pekanbaru mengurangi hukuman Amril dari 6 tahun menjadi 4 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan. Pada tingkat pertama, Pengadilan Tipikor Pekanbaru menjatuhkan vonis terhadap Amril selama 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Amril terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Ia terbukti secara bertahap menerima uang Rp5,2 miliar agar PT Citra Gading Asritama mengerjakan proyek peningkatan Jalan Duri-Sei Pakning Kabupaten Bengkalis, Riau. (sws, ant)