HUKUM
Anggota DPR Minta Penyelidikan Pascakebakaran Lapas Tangerang
Jakarta, FNN - Anggota Dewan Pewakilan Rakyat, Aboebakar Alhabsyi meminta aparat penegak hukum melakukan penyelidikan pascakebakaran lembaga pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang, Banten. Apalagi, kebakaran tersebut menewaskan 41 orang warga binaan lapas tersebut. "Sangat menyayangkan terjadinya kebakaran itu. Saya meminta aparat keamanan melakukan penyelidikan yang mendalam terhadap penyebab kebakaran lapas tersebut," kata Aboebakar dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Rabu, 8 September 2021. Aboebakar menegaskan, sebagai anggota Komisi III DPR, dirinya meminta Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen Pas) segera membuat langkah tanggap darurat. Kemudian, pihak kemenkumham perlu segera memberikan kabar kepada keluarga warga binaan, mengenai kondisi keluarga mereka. "Dapat pula dibuat call centre oleh Lapas Kelas 1 Tangerang, agar masyarakat bisa memantau kondisi keluarga, tanpa mendatangi lapas. Dengan demikian, dapat dihindari terjadinya kerumunan di lokasi Lapas Tangerang," tutur Aboebakar, sebagaimana dikutip dari Antara. Kemudian, perlu pengaturan secara khusus untuk prosedur indentifikasi dan pengembalian jenazah warga binaan yang meninggal. Sehingga protokol kesehatan tetap terjaga dengan baik. Pengaturan itu diperlukan agar pengambilan jenazah tidak menimbulkan antrean atau kerumunan. Sekjen PKS itu meminta Dirjen Pas melakukan penyelidikan mengenai penerapan SOP serta evaluasi penanganan kebakaran di lapas. "Harus dilakukan audit, bagaimana sebenarnya kejadian kebakaran itu. Kenapa sangat banyak korban yang meninggal dunia? Apakah memang ada SOP yang tidak dilakukan? Atau ada kelalaian dari petugas yang menyebabkan warga binaan tidak tertolong," ujarnya. Ia mengucapkan turut berduka yang mendalam atas wafatnya 41 warga binaan. Dia juga meminta agar 73 warga binaan yang terluka, segera diberikan perawatan terbaik. Sebelumnya, sebanyak 41 orang tewas dan 73 orang terluka, dan delapan di antaranya luka berat atas insiden kebakaran Lapas klas I Tangerang, Banten, Rabu (8/9) dini hari. Kebakaran terjadi di salah satu blok di dalam lapas yang berlokasi di Jalan Veteran, Kota Tangerang tersebut. (MD).
Keluarga Narapidana Datangi Lapas Tangerang Terkait Insiden Kebakaran
Tangerang, FNN - Sejumlah keluarga narapidana Lapas Kelas 1 Tangerang, Banten mulai berdatangan setelah mendengar peristiwa kebakaran yang menewaskan 41 orang. Haerudin yang mengaku sebagai orang tua dari narapidana Slamet Haryanto di Tangerang, Rabu (8/9/2021) mengatakan, dirinya datang ke Lapas Tangerang guna mengetahui kondisi anaknya. "Ketika mendengar informasi dari berita, saya langsung datang ke Lapas untuk memastikan kondisi anak saya," katanya, sebagaimana dikutip dari Antara. Dirinya pun bergegas masuk ke ruangan crisis center Lapas Kelas 1 Tangerang dan posko ante mortem untuk mengetahui kepastiannya. "Petugas mengaku belum tahu data korban. Tetapi saya masih berusaha mencari informasi memastikan kondisi anak saya," ujarnya. Perlu diketahui sebanyak 41 narapidana di Lapas Kelas 1 Tangerang tewas akibat insiden kebakaran. Saat ini kondisi di lapas masih dijaga ketat aparat kepolisian. Sejumlah pejabat datang untuk melihat dan memastikan kondisi terkait. (MD).
Penelusuran 1.665 LHKPN 95 Persen Laporannya tidak Akurat
Jakarta, FNN - Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan mengakui dari 1.665 Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diperiksa oleh kedeputiannya, 95 persen menunjukkan ketidakakuratan laporan. "Sejak 2018-2020, kami diminta memeriksa 1.665 LHKPN oleh teman-teman Kedeputian Penindakan. Pemeriksaan itu untuk pro justicia. Ternyata 95 persen yang kami periksa detail isinya tidak akurat," kata Pahala Nainggolan dalam diskusi virtual "Apa Susahnya Lapor LHKPN Tepat Waktu dan Akurat", di Jakarta, Selasa, 7 September 2021. Menurut Pahala, KPK memiliki sistem elektronik yang menghubungkan KPK dengan perbankan, asuransi, bursa hingga Otoritas Jasa Keuangan. Sehingga, ketika KPK memasukkan satu nama, akan muncul kepemilikan rekening, asuransi, bursa dari orang tersebut beserta keluarganya. "Ini semua dengan sistem elektronik, jadi bisa dicek dengan cepat. Tentu, semua dijaga kerahasiannya, termasuk kami bekerja sama dengan BPN (Badan Pertanahan Negara)untuk mengecek sertifikat tanah dan kepemilikan kendaraan di samsat," ujar Pahala, sebagaimana dikutip dari Antara. Hasil analisis tim pencegahan KPK, sebanyak 95 persen dari 1.665 LHKPN tidak melapor dengan lengkap tanah, bangunan, rekening bank maupun investasi lain. "Dari 95 persen ini, selain tidak akurat melaporkan, juga melaporkan penghasilan yang agak aneh dibanding transaksi banknya. Jadi, 15 persen dari 95 persen menunjukkan profil yang tidak fit dengan data keuangan," kata Pahala. KPK, menurut Pahala, sejak 2021 juga sudah tidak menerima LHKPN yang laporannya tidak lengkap. "Yang tidak lengkap itu, jika nilainya tidak benar atau lampiran tidak lengkap atau surat kuasa anak, istri dan yang bersangkutan tidak ada, maka kami tidak diterima. Era sekadar menyampaikan sudah selesai, sekarang mulai ke akurasi, tidak boleh LHKPN diisi seenaknya," ujar Pahala pula. KPK selanjutnya juga melakukan analisis rata-rata, nilai harta terendah serta harta tertinggi dari 365.925 LHKPN yang diserahkan hingga 31 Juli 2021. Kekayaan rata-rata anggota DPR/MPR adalah Rp 23,43 miliar, dengan kekayaan tertinggi Rp 78,776 miliar dan terendah Rp 47,681 juta. Sedangkan rata-rata kekayaan anggota DPRD kabupaten/kota sebesar Rp 14,065 miliar, dengan nilai tertinggi kekayaan Rp 3 triliun dan terendah minus Rp 778,195 miliar. Selanjutnya rata-rata kekayaan wajib lapor dari BUMN adalah Rp 3,687 miliar, dengan kekayaan tertinggi Rp 2 triliun dan terendah minus Rp 280,861 miliar Sedangkan rata-rata kekayaan penyelenggara negara dari kementerian/lembaga adalah sebesar Rp 1,519 miliar, dengan harta tertinggi Rp 8,743 triliun dan terendah minus Rp 1,759 triliun "Umumnya yang kekayaannya tinggi adalah bekas pengusaha yang masuk ke dalam pemerintahan, tapi pada saat yang sama ada yang melaporkan minus Rp 1,759 triliun. Pengusaha biasanya isi harga sahamnya saja, bukan perusahaannya jadi kemungkinan di lapangan berbeda," kata Pahala pula. Pahala juga menyebut keanehan pelaporan harta penyelenggara negara yang menyebut hartanya minus Rp 1,759 triliun. Berdasarkan hasil analisis pelaporan LHKPN 2019-2020, sebanyak 70,3 persen penyelenggara negara melaporkan hartanya bertambah selama pandemi. Pertambahannya rata-rata Rp 1 miliar, sedangkan 6,8 persen kekayaannya tetap, dan 22,9 melaporkan penurunan. "Berdasarkan hasil analisis tersebut, kenaikan harta tidak dipengaruhi oleh penerimaan bersih," ujar Pahala. Pahala menegaskan, LHKPN yang nilainya besar bukanlah dosa, dan adanya kenaikan harta juga belum tentu menunjukkan perilaku korup. "Karena kenaikan itu dapat terjadi oleh beberapa hal. Seperti apresiasi nilai aset misalnya punya tanah NJOP naik, maka dilaporkan di LHKPN naik. Memang yang kami soroti secara khusus misalnya kalau rutin mendapat hibah, kenapa kok dapat hibah ke yang bersangkutan sebagai penyelenggara negara," kata Pahala. Selain itu, nilai harta juga dapat mengalami penurunan karena depresiasi nilai aset, penjualan aset, pelepasan aset, penambahan utang, ada harta yang telah dilaporkan sebelumnya tetapi tidak dilaporkan kembali pada pelaporan terbaru "Jadi mohon masyarakat jangan cepat-cepat mengatakan selama menjabat hartanya naik berarti korup, tidak. Silakah lihat e-Annoucement di sebelah mana kenaikannya. Kalau rendah juga belum tentu bersih.Akan tetapi, dalamnya harus dilihat apakah profilnya sudah cocok dengan hartanya. Kalau jumlahnya sudah pas, apakah transaksinya cocok sebagai penyelenggara negara," kata Pahala. (MD).
Terdapat Unsur Plagiarisme dalam Putusan Terhadap Habib Rizieq Shihab
Jakarta, FNN - Direktur HRS Center, Abdul Chair Ramadhan menyebut terdapat unsur plagiarisme dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur atas kasus Rizieq Shihab dalam perkara tes usap RS Ummi Bogor. "Pada putusan perkara Habib Rizieq Shihab terdapat unsur plagiarisme dalam pertimbangan hukumnya," kata Abdul Chair, di Jakarta, Senin, 6 September 2021. Dia menjelaskan, unsur plagiarisme tersebut ada dalam merujuk pada uraian penjelasan ajaran atau doktrin "kesengajaan dengan kemungkinan" yang berasal dari internet. "Setidaknya dari dua sumber, yakni hukumonline dan skripsi mahasiswa fakultas hukum yang tidak ada menyebutkan sumber referensinya," kata Abdul Chair. Dia menyebut hakim-hakim yang memeriksa fakta persidangan tidak menggunakan keterangan ahli hukum pidana yang dihadirkan di persidangan yang menjelaskan perihal kesengajaan. "Padahal, keterangan ahli merupakan salah satu alat bukti yang sah sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 184 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana," ujar dia, sebagaimana dikutip dari Antara. Abdul Chair berharap agar pihak-pihak terkait, seperti Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY), dan Komisi III DPR RI supaya menindaklanjuti temuan plagiat dalam putusan pengadilan tersebut sesuai dengan kewenangannya. Selain itu, dengan adanya tindakan plagiat tersebut, dapat menjadi salah satu dalil bagi Majelis Hakim MA untuk membatalkan putusan pemidanaan Pengadilan Negeri Jakarta Timur terhadap para terdakwa Habib Rizieq Shihab, Andi Atat, dan Habib Hanif Al-Atas. "Plagiarisme dalam putusan pengadilan tersebut memberikan contoh yang tidak patut," ujar Abdul Chair. Sebelumnya, masa penahanan Rizieq Shihab diperpanjang selama satu bulan berdasarkan penetapan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 1831/Pen.Pid/2021/PT.DKI tanggal 5 Agustus 2021 tentang penahanan pada tingkat banding dalam perkara RS Ummi dengan Perkara Nomor 225/Pid.Sus/2021/PN.Jkt.Tim atas nama Habib Rizieq Shihab. Untuk perkara tes usap RS Ummi Bogor, Rizieq Shihab tetap divonis empat tahun penjara yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, setelah banding yang diajukan kuasa hukumnya ditolak oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada akhir bulan Agustus lalu. (MD).
KPK Didesak Tetapkan Azis Syamsuddin Jadi Tersangka
Jakarta, FNN - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Salestinus meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menetapkan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin sebagai tersangka. Petrus, dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Sabtu.menyebut fakta keterlibatan Azis dalam dugaan kasus korupsi jual beli jabatan yang melibatkan Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara M Syahrial dan mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju sudah sangat terang-benderang. "Fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan Syahrial dan pemeriksaan Dewan Pengawas (Dewas) KPK terhadap Robin semakin memperjelas peran dan keterlibatan Azis. Azis terlihat berusaha merintangi penyidikan dugaan korupsi Syahrial di KPK," kata Petrus. Ia pun mengutip pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri pada 24 April 2021 yang menyebut peran Azis dalam memfasilitasi dan membantu mempertemukan Robin dengan Syahrial. Diketahui, pada 24 April 2021 adalah jumpa pers KPK dihadiri oleh Firli terkait penahanan Syahrial yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka bersama Robin dan advokat Maskur Husain dalam kasus dugaan suap terkait penanganan perkara Wali Kota Tanjungbalai Tahun 2020-2021. Kemudian, kata dia, dalam pembacaan surat dakwaan terhadap Syahrial oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK pada 12 Juli 2021 telah membeberkan peran Azis untuk menghentikan perkara. Disebutkan juga Azis berperan memfasilitasi Syahrial bertemu dengan Robin di rumah jabatan Wakil Ketua DPR. Selanjutnya, fakta persidangan terkait kesepakatan Syahrial membayar uang sebesar Rp1,5 miliar kepada Robin untuk menghentikan penyidikan. Fakta lain, lanjut Petrus, adalah hasil penelusuran dan putusan Dewas KPK yang menyebut Robin menerima uang dari Azis sebesar Rp3,15 miliar. Uang itu diduga untuk menghentikan perkara di Lampung Tengah terkait dengan Aliza Gunado. "Dari fakta-fakta itu, ada beberapa peristiwa pidana korupsi yang melibatkan Azis. Mulai dari suap, permufakatan jahat untuk menghentikan penyidikan dan larangan bagi pegawai KPK bertemu pihak yang sedang diperiksa KPK. Jadi, sudah cukup kuat alasan untuk naikan status Azis dari saksi menjadi tersangka disertai penahanan, mengingat masa cekal Azis akan segera berakhir," ujar Petrus. Oleh karena itu, ia mengingatkan KPK tidak mengulur-ulur waktu untuk melakukan penindakan terhadap Azis. Alasannya, bisa melahirkan rekayasa "post factum" yang merupakan modus baru menyangkal fakta-fakta hasil penyidikan. "Post factum" akan mengacaukan fakta-fakta hasil penyidikan KPK bahkan hasil pemeriksaan Dewas KPK yang menyebut total dana yang diterima oleh Robin dari Syahrial sebesar Rp10 miliar. "Azis menyebut hanya memberikan Rp200 juta kepada Robin sebagai pinjaman. Padahal selama penyidikan dan pemeriksaan Dewas KPK tidak terungkap. Ini modus baru dalam bentuk "post factum", tutup Petrus. (sws)
Bambang Widjojanto: Unsur Korupsi Gubernur Sumbar Perlu Kajian
Padang, FNN - Praktisi hukum Bambang Widjojanto mengemukakan, unsur korupsi dalam surat permintaan sponsor penerbitan buku profil Sumatera Barat (Sumbar) yang menggunakan kop dan ditandatangani oleh Gubernur Mahyeldi masih perlu kajian. "Ada pertanyaan yang muncul apakah surat tersebut terdapat unsur korupsi mengacu kepada pasal 12 huruf e UU Tipikor. Untuk menjawabnya perlu diajukan beberapa pertanyaan yang harus didiskusikan," kata dia saat dihubungi dari Padang, Sabtu. Dalam pasal 12 huruf e UU Tipikor dinyatakan "pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri" Menurut mantan wakil Ketua KPK tersebut, bila melihat perihal surat penerbitan profil dan potensi Sumbar maka perlu diajukan pertanyaan, apakah surat ditujukan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. "Sebab surat itu ditujukan justru untuk kepentingan dan keuntungan pembangunan Sumatera Barat," kata dia. Kemudian jika dilihat cara tindakannya, yaitu dengan suatu surat dan isi dari surat perlu dipertanyakan, apakah ada atau tidak ada "job desk" gubernur atau aturan di pemerintahan daerah yang dilanggar dalam kaitannya dengan penerbitan surat tersebut. "Ini perlu diperiksa karena surat itu sudah dikaji dan dirumuskan lebih dulu oleh SKPD di bawahnya yang juga disetujui oleh sekda," katanya. Dengan begitu, menurut dia, sulit untuk menjelaskan pertanyaan apa ada unsur melawan hukum atau dugaan penyalahgunaan kewenangan serta adanya kepentingan dari penandatangan surat itu. Selain itu, dia melihat ujung dari tujuan surat berupa permohonan dengan kalimat diharapkan kesediaannya untuk dapat berpartisipasi dan kontribusi dalam mensponsori penyusunan dan penerbitan buku. "Maka apakah bisa dibuktikan dan bisa dilihat adanya unsur paksaan yang dilakukan oleh pembuat isi surat itu," kata dia. Sebelumnya, Polresta Padang mengamankan lima orang yang mengedarkan surat permohonan sponsorship penerbitan buku profil dan potensi Sumbar bertandatangan Gubernur Sumbar Mahyeldi. Kasatreskrim Polresta Padang, Kompol Rico Fernanda menyampaikan lima orang yang diamankan bukan ASN Pemprov Sumbar yang kemudian berstatus sebagai saksi. Rico menyampaikan hingga saat ini pihaknya telah memeriksa 10 saksi dari kalangan pemerintah provinsi (Bappeda), lima orang sebagai terlapor dan lainnya. Selain itu, Kepolisian juga mengamankan ratusan surat yang rencananya disebar ke berbagai instansi ataupun lembaga di daerah setempat. Surat tersebut tertanggal 12 Mei 2021 bernomor 005/3904/V/Bappeda-2021, sedangkan perihalnya adalah penerbitan profil dan potensi Provinsi Sumatera Barat. Di dalam surat terbubuh tanda tangan Gubernur Mahyeldi itu, digunakan oleh lima orang untuk meminta uang kepada sejumlah pihak. Dalam surat dibunyikan agar penerima surat berpartisipasi dan kontribusi dalam mensponsori penyusunan dan penerbitan buku profil "Sumatera Barat "Provinsi Madani, Unggul dan Berkelanjutan" dalam versi Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris serta Bahasa Arab serta dalam bentuk "soft copy". Surat itu menjadi polemik karena ada warga yang melapor ke polisi dan menemukan keanehan. Warga tersebut merasa aneh karena surat bertandatangan gubernur disebarkan oleh orang yang bukan pegawai serta uang untuk dukungan sponsor pun disetor ke rekening pribadi bukan rekening daerah atau dinas. Laporan itu kemudian ditindaklanjuti dengan penelusuran serta mengamankan kelima orang berikut surat-surat yang dibawa. Hingga saat ini penyidik Kepolisian Resor Kota (Polresta) Padang belum menentukan status untuk kasus permintaan sponsor dengan bermodalkan surat bertandatangan Gubernur Sumbar Mahyeldi. (sws)
Gugatan KLB Ilegal Deli Serdang Kadaluarsa dan Tidak Berdasar Hukum
Jakarta, FNN - Sidang perkara No. 154/G/2021/PTUN-JKT di PTUN Jakarta sudah masuk dalam tahapan Bukti Surat, dimana para pihak, Penggugat (KLB Deli Serdang) dan Tergugat Intervensi (DPP Partai Demokrat), masing-masing telah menyerahkan bukti-bukti. KLB Deli Serdang pimpinan Moeldoko dan DPP Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono telah menyerahkan bukti-bukti dokumen kepada Majelis Hakim yang dipimpin oleh Bambang Soebiyantoro, SH. MH, Kamis, 2 September 2021. Hamdan Zoelva, Kuasa Hukum DPP Partai Demokrat pimpinan AHY menegaskan kembali, “Pertama, gugatan pihak KLB Ilegal Deli Serdang yang ditujukan kepada Menkumham Yasonna Laoly di PTUN Jakarta telah kadaluarsa dan tidak berdasar hukum.” Hal tersebut berlandaskan UU No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang telah tegas menyatakan, tenggat waktu untuk menggugat Putusan Pejabat Tata Usaha Negara dalam hal ini Menkumham tidak boleh melewati batas waktu 90 hari sejak diputuskan. Menurut Hamdan, pihak KLB Deli Serdang telah melakukan gugatan terhadap Menkumham terkait SK pengesahan AD/ART Partai Demokrat pada 18 Mei 2020 dan SK Kepengurusan DPP Partai Demokrat (2020 – 2025) pada 27 Juli 2020. Dengan telah diterbitkannya Lembaran Berita Negara RI No.15 pada 19 Februari 2021 terkait kedua SK Menkumham RI itu maka berdasarkan Azas Publisitas, setiap orang/kader/anggota partai dan masyarakat dianggap telah mengetahui kedua objek yang diterbitkan Menkumham. “Kedua, gugatan pihak KLB Ilegal ini juga tidak mempunyai legal standing. Sebab, para Penggugat telah diberhentikan secara tetap sebagai anggota Partai Demokrat”. “Ketiga, gugatan ini juga kabur dan tidak jelas karena dalil gugatan para penggugat telah mencampuradukkan antara dalil gugatan objek TUN dengan dalil gugatan perselisihan internal partai yang menjadi ranah dan kewenangan Mahkamah Partai”. Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut, PTUN Jakarta tidak memiliki kewenangan untuk mengadili perkara ini karena dalil gugatannya itu mempermasalahkan internal Partai Demokrat. Padahal UU Parpol secara tegas menyatakan bahwa Perselisihan Partai Politik diselesaikan internal Partai Politik yang dilakukan oleh Mahkamah Partai. Dimana Keputusan Mahkamah Partai bersifat final dan mengikat. Anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan yang turut menghadiri sidang bukti tersebut menyatakan, “Untuk mematahkan upaya manipulasi fakta yang dilakukan Gerombolan KSP Moeldoko, DPP Partai Demokrat yang sah di bawah kepemimpinan AHY telah menyerahkan 31 bukti.” (mth)
Pemprov DKI Kalah di MA dalam Kasus Reklamasi Pulau H
Jakarta, FNN - Pemprov DKI Jakarta menyiapkan langkah-langkah lanjutan terkait putusan Mahkamah Agung (MA) soal kasus izin reklamasi Pulau H yang terletak di Teluk Jakarta. "Ya nanti kita lihat dan cek kembali, tentu kami menghargai putusan MA, nanti Biro hukum akan mempelajari dan mempersiapkan apa langkah-langkah yang diperlukan dan akan diambil Pemprov DKI," kata Riza di Balai Kota Jakarta, Kamis malam. Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang dilayangkan PT Taman Harapan Indah melawan Gubernur DKI Anies Baswedan terkait izin reklamasi pulau H, di Teluk Jakarta. "Kabul PK, Batal Judex Juris, Adili Kembali, Tolak Gugatan (CF.JF.PT) (Kabul PK, batal judex juris/kasasi, adili kembali, tolak gugatan, confirm judex factie pengadilan tinggi)," dikutip dari situs MA, Kamis (2/9). Judex juris dalam perkara ini merupakan putusan di tingkat MA sebelumnya, yang adalah kasasi, yang memenangkan pihak Anies. Perkara PK tersebut diputus pada 19 Agustus 2021 dengan komposisi hakim yang mengadili perkara adalah Yosran, Yulius, dan Ketua Majelis Hakim Supandi. Permohonan dengan nomor register 84 PK/TUN/2021 ini tercatat memiliki pemohon atas nama PT Taman Harapan Indah, dengan termohon adalah Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Sengketa ini bermula saat Anies menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 1409 Tahun 2018 pada 6 September 2018 yang berisi pencabutan izin 13 pulau reklamasi, termasuk izin reklamasi Pulau H. Tidak terima hal itu, PT Taman Harapan Indah menggugat hal yang berkaitan dengan pencabutan izin reklamasi Pulau H dalam SK tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 18 Februari 2019. Dalam gugatannya, PT Taman Harapan Indah memohon pada PTUN untuk memerintahkan Anies membatalkan SK yang terkait pencabutan izin Pulau H. Pengembang tersebut juga meminta PTUN memerintahkan Anies menerbitkan perpanjangan izin reklamasi Pulau H. Gayung bersambut. Pada 9 Juli 2019, PTUN mengabulkan gugatan PT Taman Harapan Indah. Majelis hakim membatalkan SK pencabutan izin reklamasi Pulau H dan memerintahkan Anies memproses perpanjangan izin reklamasi tersebut. Tidak terima, Anies kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta, namun tidak membuahkan hasil. Anies dan PT Taman Harapan Indah sama-sama mengajukan kasasi ke MA. Anies mengajukan kasasi karena SK yang diterbitkan untuk dibatalkan oleh PT TUN, sementara itu, PT Taman Harapan Indah mengajukan kasasi karena PTTUN tidak memerintahkan Anies memperpanjang izin reklamasi Pulau H. Di tingkat kasasi, MA memenangkan Anies. Mendapati hal itu, giliran PT Taman Harapan Indah yang tidak terima dan mengajukan PK yang kemudian dikabulkan. ( sws)
Kasasi Ditolak, Dosen Universitas Syiah Kuala Aceh Ditahan
Banda Aceh, FNN - Akademisi Universitas Syiah Kuala (USK) Aceh Saiful Mahdi segera menjalani masa tahanan. Hal tersebut dilakukan setelah pengajuan Kasasi ditolak Mahkamah Agung (MA) atau menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh, yakni tiga bulan penjara. "Putusan MA menguatkan putusan PN Banda Aceh. Tidak ada yang berubah putusannya sama tiga bulan penjara plus Rp 10 juta subsider 1 bulan kurungan," kata Kuasa Hukum Saiful Mahdi dari Lembaga Bantuan Hukum Banda Aceh, Syahrul, di Banda Aceh, Kamis, 2 September 2021. Sebelumnya, PN Banda Aceh menjatuhkan hukuman tiga bulan penjara terhadap akademisi USK Saiful Mahdi. Ia didakwa melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dosen Fakultas MIPA USK itu dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mentransfer muatan pencemaran nama baik tentang hasil tes CPNS Dosen Fakultas Teknik kampus tersebut. Pasca putusan PN Banda Aceh, Saiful Mahdi juga telah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh hingga Kasasi ke MA, Akan tetapi, semua putusan menguatkan hasil keputusan PN Banda Aceh. Syahrul mengatakan, pekan lalu pihaknya dihubungi JPU untuk mengantarkan Saiful Mahdi kepada Jaksa guna dilakukan eksekusi hari ini. "Kita tidak akan mengelak, saya dan beliau (Saiful Mahdi) sadar ini negara hukum,. Kami memutuskan tetap mengantarnya hari ini pukul 14.00 WIB ke Kejari Banda Aceh," ujarnya, seperti yang dikutip dari Antara. Dalam kesempatan ini, Syahrul menyampaikan, Saiful Mahdi sebenarnya masih ingin berjuang dengan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan tersebut. Namun, PK tidak dapat menunda eksekusi. Syahrul menuturkan, saat ini akademisi se-Indonesia yang tergabung dalam Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menggelar eksaminasi terhadap putusan Saiful Mahdi. "Pada prinsipnya, para akademisi itu menilai tidak adanya unsur keadilan dari hakim, tidak mempertimbangkan kompetensi melakukan itu, maksudnya apa yang Saiful lakukan adalah kran keilmuan dalam ruang lingkup akademik," kata Direktur LBH Banda Aceh itu. Tidak hanya itu, lanjut Syahrul, teman-teman akademisi Saiful Mahdi se-Indonesia yang tergabung dalam advokasi juga akan mengajukan amnesti kepada Presiden. "Artinya kita terus melawan, terus berjuang mencari keadilan, karena sebenarnya apa yang dia sampaikan bukan tindak pidana. Keluarga sudah siap untuk beliau dieksekusi," demikian Syahrul. (MD).
Sahroni Dukung Langkah Cepat Polri Usut Dugaan Pelecahan di KPI
Jakarta, FNN - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendukung langkah cepat Polri yang langsung turun tangan dalam mengusut kasus dugaan pelecehan seksual dan perundungan terhadap seorang pegawai di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat berinisial MS oleh rekan kerjanya. Ahmad Sahroni menilai kasus perundungan di tempat kerja adalah tindakan yang tidak bisa ditoleransi karena menimbulkan efek luar biasa terhadap korban. "Apalagi kita tahu bahwa kasus perundungan itu sudah dialami secara bertahun-tahun dan terjadi di salah satu lembaga negara. Ini tidak bisa dibiarkan. Oleh karena itu, kenapa kami di NasDem gencar memperjuangkan RUU PKS? Agar pelaporan-pelaporan kasus seperti ini bisa lebih efektif penindakannya," kata Sahroni dalam keterangannya di Jakarta, Kamis. Ia juga menyoroti pengakuan korban yang sudah mengadu ke Polsek Gambir namun justru pihak kepolisian meminta korban mengadukan ke atasan dan penyelesaiannya secara internal lembaga. Menurut dia, tugas polisi adalah memproses laporan yang masuk, apalagi jika tindakan yang diadukan ada unsur pidana. Oleh karena itu, Sahroni menyayangkan sikap Polsek Gambir yang justru tidak menganggap serius laporan korban. Sahroni menegaskan bahwa tugas polisi adalah memproses laporan masyarakat, dan laporan korban MS diduga mengandung unsur pidana, yaitu penganiayaan. "Kalau begini, sangat disayangkan karena nantinya korban perundungan jadi enggan mengadu ke polisi, lalu kita mau membiarkan saja tindakan seperti ini terjadi? Bagaimana kalau yang dirundung anak kita sendiri? Karenanya polisi juga harus telusuri jajarannya yang dimaksud," ujarnya. Politikus Partai NasDem itu juga meminta terduga pelaku dipecat dan dihukum seberat-beratnya sesuai dengan tindakan yang telah dilakukan. Menurut dia, korban MS juga wajib mendapatkan perlindungan hukum dan bantuan perawatan untuk memulihkan mentalnya yang tertekan. "Saya tegaskan bahwa kami menolak keras perundungan di tempat kerja atau di mana pun, dan negara harus berdiri bersama korban," katanya. Sebelumnya, seorang pria yang mengaku sebagai pegawai KPI Pusat mengaku sebagai korban perundungan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh tujuh pegawai di Kantor KPI Pusat dalam kurun waktu 2011 hingga 2020. Pengakuan korban itu muncul ke publik lewat siaran tertulis yang diterima oleh sejumlah media nasional di Jakarta, Rabu (1/9). Dalam pengakuan itu, korban mengaku mengalami trauma dan stres akibat pelecehan seksual dan perundungan yang menjatuhkan martabat dan harga diri korban. Ketua KPI Pusat Agung Suprio mengatakan bahwa pihaknya tidak akan menoleransi segala bentuk pelecehan seksual dan perundungan dalam bentuk apa pun. KPI mendukung kepolisian mengusut kasus pelecehan seksual dan perundungan yang diduga dilakukan oleh tujuh pegawainya terhadap seorang pegawai KPI Pusat. Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol. Agus Andrianto mengatakan bahwa Bareskrim akan menyelidiki kasus dugaan pelecehan seksual dan perundungan yang terjadi di Kantor KPI Pusat. Menurut dia, penanganan perkara tersebut akan diarahkan ke Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri. (mth)