HUKUM

Kodim 0911/Nunukan Siapkan Personil Jaga Jenazah COVID-19 di RS

Nunukan, FNN - Kodim 0911/Nunukan siap mengerahkan personil untuk menjaga jenazah Covid-19 di rumah sakit agar tidak mendapatkan gangguan dari keluarganya. Hal ini disampaikan Komandan Kodim 0911/Nunukan, Letnan Kolonel CZI Eko Pur Indriyanto, Selasa, sehubungan kekhawatiran penolakan dari keluarga pasien yang meninggal dunia untuk memakamkan jenazah keluarganya itu seturut protokol kesehatan. Ia menuturkan penjagaan itu akan dilakukan khususnya pada ruangan ICU perawatan pasien Covid-19 di RSUD Nunukan dan rumah sakit lain tempat perawatan. "Kami dari Kodim Nunukan tentukan siap membantu dengan menyiapkan pengamanan di ruang ICU pasien Covid-19 di rumah sakit," ujar dia. Personil yang akan dikerahkan menjadi pengamanan jenazah pasien Covid-19 sebagai bentuk antisipasi jika suatu saat ada keluarganya yang menolak dimakamkan sesuai SOP Covid-19. Sebelumnya, Bupati Nunukan, Hj Asmin Laura Hafid, menyambut baik keinginan Kodim 0911/Nunukan yang akan menyediakan pengamanan jenazah Covid-19 di rumah sakit. Laura mengatakan peran serta TNI dan Polri selama ini sangat membantu pemda dalam penegakan keamanan dan ketertiban selama pandemi Covid-19. "Memang kita sangat terbantu oleh komitmen TNI-Polri yang bekerja bersama-sama selama pandemi Covid-19 ini," ucap dia. (sws)

Hakim Tipikor Makassar: Uang Pilkada NA Hanya Sumbangan Pilkada

Makassar, FNN - Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar, Sulawesi Selatan, Ibrahim Palino mengatakan permintaan uang oleh Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah (NA) untuk pemenangan pilkada hanya sebagai sumbangan politik. "Menimbang bahwa perbuatan itu hanyalah merupakan sumbangan politik saja. Karenanya, maka dengan itu, UU Tipikor tidak bisa diberlakukan untuk sumbangan pilkada," ujar Ibrahim Palino di Makassar, Selasa. Penegasan mengenai permintaan uang itu terungkap saat Ibrahim Palino membacakan putusan perkara korupsi suap dan gratifikasi oleh terdakwa Agung Sucipto pada pejabat negara Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah. Dalam putusan perkara itu ia menjelaskan jika fakta tersebut sudah dicermati majelis hakim dan diputuskan bahwa fakta itu hanyalah merupakan sumbangan politik sehingga tidak dapat dijerat dengan Undang-Undang Tipikor. Pada persidangan Kamis (10/6), terdakwa Agung Sucipto mengungkapkan jika dirinya telah menyerahkan uang sebesar 150 ribu dolar Singapura untuk kepentingan membiayai pasangan calon tertentu pada Pilkada Bulukumba. Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah yang menjadi saksi kasus suap untuk terdakwa Agung Sucipto mengakui telah menerima uang sebanyak 150 ribu dolar Singapura pada 2019. "Benar uang itu dibawa oleh Pak Anggu dan itu untuk kepentingan Pilkada Bulukumba," ujar Nurdin Abdullah menjawab pertanyaan JPU KPK Ronald Ferdinand Worotikan secara virtual. Ia mengatakan uang sebanyak 150 ribu dolar Singapura itu diterimanya untuk pemenangan salah satu pasangan calon Bupati Bulukumba Tommy Satria-Andi Makkasau pada Pilkada 2020. Namun, Nurdin membantah jika uang 150 ribu dolar Singapura itu digunakan sebagai suap untuk mendapatkan proyek infrastruktur yang dilelang oleh Pemprov Sulsel. Sementara pada sidang putusan terhadap terdakwa Agung Sucipto, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun dan denda Rp150 juta untuk terdakwa Agung Sucipto dalam sidang putusan perkara suap Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah. "Secara sah dan terbukti melakukan tindak pidana dengan menyediakan dan kemudian memberikan uang sebesar 150 ribu dolar Singapura ditambah Rp2,5 miliar pada Nurdin Abdullah yang kala itu masih menjabat sebagai Gubernur Sulsel," ujar Ketua Majelis Hakim Ibrahim Palino. Atas putusan itu, baik jaksa penuntut umum maupun penasihat hukum terdakwa mengaku belum memutuskan upaya hukum lanjutan ke Pengadilan Tinggi Sulsel. Pada sidang itu, terdakwa divonis melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut, sebagaimana diatur dalam dakwaan alternatif pertama, dalam Pasal 5 ayat (1) huruf (a), Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana diubah dengan Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (sws)

Firli Pastikan KPK Tak Pandang Bulu Usut Kasus Korupsi Tanah di Munjul

Jakarta, FNN - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri memastikan lembaganya tidak pandang bulu dalam mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur, DKI Jakarta Tahun 2019. "KPK masih terus bekerja untuk menyelesaikan pemeriksaan atas tersangka RHI (Rudy Hartono Iskandar) dan para pihak-pihak yang diduga terlibat. KPK tidak pernah ragu dan pandang bulu untuk menyelesaikan perkara korupsi, siapapun, dan apapun status jabatan seseorang," ucap Firli dalam keterangannya di Jakarta, Senin. Kendati demikian, kata dia, lembaganya tetap berpegang pada prinsip kecukupan bukti dalam menangani kasus tersebut. "KPK memahami keinginan dan harapan masyarakat agar ada penuntasan perkara-perkara korupsi sampai ke akar-akarnya termasuk kasus korupsi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta," katanya. Sementara saat dikonfirmasi apakah lembaganya sudah menentukan waktu pemanggilan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk dimintai keterangan terkait kasus itu, Firli mengatakan bahwa hal tersebut tergantung dari kepentingan penyidikan. "Langkah pemanggilan tentu dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan penyidikan, melengkapi alat bukti atau memberi keterangan sebagai saksi berkaitan tersangka sebelumnya ataupun bisa ditemukan potensi pengembangan baru dari kasus tersebut," ujar Firli. Ia menyatakan KPK memang akan menjadwalkan untuk memanggil para pihak yang terkait kasus tersebut. "Beri waktu KPK untuk bekerja, pada saatnya KPK akan menyampaikan kepada publik secepatnya, mungkin minggu ini atau minggu depan. Semua sangat bergantung pada proses yang berlangsung tetapi KPK terus melakukan yang terbaik," kata Firli. Pada prinsipnya, kata dia, demi kepentingan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi dengan kebutuhan yang benar di mata hukum dan memiliki relasi yang jelas dengan suatu kasus, siapapun bisa dipanggil tanpa terkecuali. Sebelumnya, Firli mengatakan keterangan Gubernur DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta diperlukan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul. "Terkait program pengadaan lahan, tentu dalam penyusunan program anggaran APBD DKI tentu Gubernur DKI sangat memahami. Begitu juga dengan DPRD DKI yang memiliki tugas kewenangan menetapkan RAPBD menjadi APBD bersama Pemda DKI mestinya tahu akan alokasi anggaran pengadaan lahan DKI. Jadi, tentu perlu dimintai keterangan sehingga menjadi terang benderang," kata Firli dalam keterangannya di Jakarta, Senin (12/7). KPK total menetapkan lima tersangka terkait kasus itu, yakni mantan Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan (YRC), Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian (TA), Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene (AR), Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar (RHI), dan satu tersangka korporasi PT Adonara Propertindo. KPK menduga ada kerugian keuangan negara setidak-tidaknya Rp152,5 miliar. (mth)

KPK Panggil Bupati Bandung Barat Nonaktif

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin, 26 Juli 2021 memanggil Bupati Bandung Barat nonaktif Aa Umbara Sutisna (AUM). Pemanggilan terkait dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi Covid-19 pada Dinas Sosial Bandung Barat Tahun 2020. Aa Umbara dipanggil sebagai saksi untuk tersangka M Totoh Gunawan (MTG) selaku pemilik PT Jagat Dirgantara (JDG) dan CV Sentral Sayuran Garden City Lembang (SSGCL). "Hari ini (Senin) pemeriksaan saksi MTG tindak pidana korupsi terkait pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi Covid-19 pada Dinas Sosial Kabupaten Bandung Barat Tahun 2020 atas nama Aa Umbara Sutisna/Bupati Bandung Barat periode 2018-2023," kata Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, di Jakarta, Senin, 26 Juli 2021. Pemeriksaan Aa Umbara, kata Ali, dilakukan di Gedung KPK, Jakarta. Aa Umbara juga salah satu tersangka kasus tersebut, Akan tetapi, tim penyidik memanggilnya sebagai saksi. Selain pemeriksaan Aa Umbara, KPK pada hari Senin juga memanggil M Totoh dalam kapasitas sebagai tersangka. Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK, Jakarta. Selain Aa Umbara dan M Totoh, KPK menetapkan Andri Wibawa (AW) dari swasta/anak Aa Umbara sebagai tersangka. Dalam konstruksi perkara disebut pada Maret 2020 karena adanya pandemi Covid-19, Pemkab Bandung Barat menganggarkan sejumlah dana untuk penanggulangan pandemi Covid-19 dengan melakukan "refocusing" anggaran APBD Tahun 2020 pada Belanja Tidak Terduga (BTT). Dengan menggunakan bendera CV Jayakusuma Cipta Mandiri (JCM) dan CV Satria Jakatamilung (SJ), Andri mendapatkan paket pekerjaan dengan total nilai Rp 36 miliar untuk pengadaan paket bahan pangan Bantuan Sosial Jaring Pengaman Sosial (Bansos JPS). Sedangkan M Totoh dengan menggunakan PT JDG dan CV SSGCL mendapakan paket pekerjaan senilai Rp 15,8 miliar untuk pengadaan bahan pangan Bansos JPS dan Bantuan Sosial terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (Bansos PSBB). Dari kegiatan pengadaan tersebut, Aa Umbara diduga telah menerima uang sejumlah sekitar Rp 1 miliar. Sumbernya disisihkan oleh M Totoh dari nilai harga per paket sembako yang ditempelkan stiker bergambar Aa Umbara untuk dibagikan pada masyarakat Kabupaten Bandung Barat. Sedangkan M. Toto diduga telah menerima sekitar Rp 2 miliar dan Andri diduga menerima keuntungan sekitar Rp 2,7 miliar. Selain itu, Aa Umbara diduga menerima gratifikasi dari berbagai dinas di Pemkab Bandung Barat dan para pihak swasta yang mengerjakan berbagai proyek di Kabupaten Bandung Barat sejumlah sekitar Rp 1 miliar dan fakta ini masih terus akan didalami oleh tim penyidik KPK. (MD).

Novel Baswedan Khawatir Dewan Pengawas KPK Dikelabui

Jakarta, FNN - Penyidik KPK Novel Baswedan menyampaikan kekhawatirannya mengenai Dewan Pengawas (Dewas) lembaga antirasuah tersebut dikelabuhi saat memeriksa aduan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan KPK dalam proses alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). "Saya juga berpikir karena beliau-beliau (anggota Dewas) terlalu senior jadi mudah dikelabui oleh pihak-pihak terperiksa. Saya khawatirnya itu karena dari jawaban Dewas, beliau-beliau bertindak seperti kuasa hukum terperiksa. Hal itu yang sangat serius menurut saya," kata Novel dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Sabtu, 24 Juli 2021. Jumat (23/7), Dewas KPK melalui konferensi pers tidak dapat melanjutkan laporan pegawai antirasuah mengenai dugaan pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan KPK terkait pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) ke sidang etik. Sebab, Dewas lembaga tersebut tidak memiliki cukup bukti untuk mlenajutkan laporan tersebut. "Sejelas itu perbuatannya, sekonkrit itu bukti-buktinya tetapi direspon kurang bukti, jadi pertanyaan ada apa dengan Dewas? Apa beliau-beliau tidak punya kompetensi untuk melakukan pemeriksaan atau pendalaman? Saya kok kurang yakin," kata Novel sebagaimana dari Kantor Berita Antara. Novel menilai poin-poin pengaduan 24 orang pegawai KPK yang mewakili 75 orang pegawai yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) setelah gagal lolos TWK sudah jelas dan terang. "Bukti-bukti begitu nyata, begitu terang, tetapi seolah-olah seperti tidak ada apa-apa. Tentu kita harap ke depannya Dewas bisa memperbaiki diri. Beliau-beliau adalah orang-orang yang punya dedikasi baik. Saya beberapa kali bekerja dengan beliau dan tentu kita berharap tidak mempermalukan diri sendiri dengan hal itu," ujar Novel. Novel secara pribadi mengaku sedih dengan pernyataan Dewas KPK yang punya pandangan berbeda mengenai laporan dan bukti yang diajukan para pegawai. "Dewas seharusnya bekerja sesuai tugas dan fungsinya yaitu pengawasan. Akan tetapi, ketika hal yang sangat besar dan serius di depan mata tidak kelihatan, ini masalah besar untuk Dewas, dan kalau Dewas bermasalah, maka berbahaya untuk KPK dan perjuangan pemberantasan korupsi ke depan," jelas Novel. Ia menyebut, Dewas adalah satu-satunya kanal untuk mengadukan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan maupun pegawai di KPK. "Tidak ada cara lain dan Dewas KPK itu menjadi pemeriksanya, juga penuntutnya dan hakimnya. Ja. Jadi, penentunya di sana (Dewas) semua. Ketika tidak ada jalan lagi apalagi yang bisa dilakukan? Ini memang masalah serius," tutur Novel. Ia khawatir jika Dewas KPK tidak bekerja sesuai fungsinya maka akan menambah pelanggaran lainnya. "Saya khawatir hal tersebut juga malah membuat pimpinan KPK semakin berani melakukan pelanggaran-pelanggaran. Kenapa? Karena Dewasnya sangat berpihak," kata Novel. Apalagi dari 75 pegawai yang dinyatakan TMS termasuk juga penyidik dan penyelidik yang sedang menangani sejumlah kasus dugaan korupsi. "Itu bukan tiba-tiba menuduh. Akan tetapi, hal tersebut sesuatu yang mudah diteliti. Kita lihat setelah merasa berhasil melemahkan KPK dan orang-orang yang bekerja baik di KPK, kemudian perkara-perkara yang berjalan juga semakin lemah. Tuntutan juga semakin ringan, perkara yang berjalan banyak yang tidak mengusut aktor intelektual. Kita berharap, semua bisa menjadi perhatian karena kalau itu terjadi maka kerugian untuk kita semua. Kerugian bagi pemberantasan korupsi," jelas Novel. (MD).

Polresta Jayapura Tangkap Warga Negara PNG Pembawa 24 Paket Ganja

Jayapura, FNN - Satuan Reserse Narkoba Polresta Jayapura Kota menangkap warga negara Papua Nugini (PNG) yang membawa 24 paket ganja di seputaran Expo Waena, Distrik Heram, Jayapura, Papua. Kasat Resnarkoba Polresta Jayapura Iptu Alamsyah Ali di Jayapura, Sabtu, mengatakan, SK (20) yang berkebangsaan PNG ditangkap Rabu malam (21/7) beserta 24 paket ganja. Sebanyak 24 paket ganja tersebut dikemas dalam dua ukuran yakni kecil dan besar sudah siap edar. Diduga ganja tersebut akan diedarkan di sekitar Waena, kata Iptu Alam, seraya menambahkan bahwa penangkapan tersebut berkat informasi dari masyarakat yang menyatakan ada orang membawa ganja. Saat ini SK sudah ditahan di Mapolresta Jayapura Kota beserta barang buktinya berupa 24 paket ganja. SK akan dijerat pasal 111 ayat (1) Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman 12 tahun kurungan penjara, jelas Iptu Alamsyah. (sws)

Menkopolhukam: Pemerintah Tindak Tegas Demonstrasi Tidak Sesuai Prokes

Jakarta, FNN - Pemerintah akan menindak tegas demonstrasi yang tidak sesuai protokol kesehatan (prokes) karena melanggar hukum dan membahayakan keselamatan masyarakat, kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, di Jakarta, Sabtu. Oleh sebab itu, Mahfud menegaskan aparat penegak hukum menjadi faktor penting yang membantu pemerintah menjaga keselamatan masyarakat. “Pemerintah dengan segala daya dan upaya terus menangani COVID-19. Dalam menerapkan kebijakan mengenai penanggulangan pandemi, pemerintah berpedoman pada substansi Undang-Undang Dasar kita, yaitu menjaga keselamatan rakyat,” kata Mahfud MD saat jumpa pers secara virtual di Jakarta. Dalam kesempatan itu, Mahfud menjelaskan pemerintah tidak melarang kegiatan menyampaikan aspirasi selama itu dilakukan sesuai dengan protokol kesehatan. “Pada prinsipnya, pemerintah itu terbuka dan merespons segala aspirasi masyarakat. Namun, sebaiknya aspirasi pada masa pandemi disampaikan melalui jalur-jalur komunikasi yang sesuai dengan protokol kesehatan,“ kata dia. Ia mengatakan pemerintah mendengar seluruh aspirasi masyarakat dan tanggap terhadap berbagai usulan tersebut. “Pemerintah mendengar semua aspirasi itu dan menjadikannya pertimbangan dalam berbagai keputusan. Tidak ada yang diabaikan,” tegas Mahfud MD. Contohnya, kata dia, pemerintah bertindak cepat merespons usulan rakyat terkait vaksin berbayar dan tenaga kerja asing, katanya. Oleh karena itu, ia mengingatkan masyarakat agar mewaspadai kelompok tertentu yang ingin memanfaatkan situasi keresahan warga. “Pemerintah mengetahui sekelompok orang memiliki keinginan memanfaatkan situasi. Ada kelompok murni dan kelompok yang tidak murni. Mereka hanya ingin menentang saja, memanfaatkan situasi, apa pun itu pemerintah diserang. Oleh sebab itu, kita harus hati-hati,” ujar dia. Mahfud meminta masyarakat tetap tenang dan saling bekerja sama menanggulangi dampak pandemi COVID-19. “Kepada seluruh masyarakat diharapkan tetap tenang menjaga ketertiban dan keamanan di wilayah masing-masing. Kami akan terus bekerja sama dengan tokoh-tokoh masyarakat, dan berbagai kelompok masyarakat untuk membangun kebersamaan tanpa kotak-kotak politik,” ujar dia. (sws)

Polrestabes Bandung Minta Warga Tidak Lakukan Aksi 24 Juli

Bandung, FNN - Kapolrestabes Bandung, Jawa Barat, Kombes Pol Ulung Sampurna Jaya meminta masyarakat agar tidak melakukan aksi pada 24 Juli 2021 karena berpotensi meningkatkan penyebaran COVID-19. Menurut Ulung, penyampaian aspirasi bisa dilakukan dengan tidak membuat kerumunan, bahkan pihaknya akan memfasilitasi penyampaian aspirasi itu namun dengan ketentuan protokol kesehatan (prokes). "Kalau ada masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasinya silakan, beberapa orang ditunjuk, bisa kita arahkan, tidak harus mengajak massa sehingga berkerumun," kata Ulung di Bandung, Sabtu. Ulung mengatakan potensi penyebaran COVID-19 di tengah kerumunan massa yang melakukan aksi itu terbukti setelah ditemukan tujuh pemuda yang mengikuti aksi pada Rabu (21/7) dinyatakan reaktif COVID-19 dari tes antigen. "Kemarin (Rabu) pada saat kita bubarkan yang diamankan kita periksa, ternyata hasilnya reaktif, kita lakukan PCR dan hasilnya positif, kita bawa ke rumah sakit," kata dia. Saat ini, menurutnya, marak ajakan di media sosial untuk melakukan aksi unjuk rasa dengan isu-isu yang tak bisa dipertanggungjawabkan. Untuk itu, masyarakat diminta tak terprovokasi atas ajakan tersebut. "Karena kita ketahui bersama yang unjuk rasa itu memang hanya ingin membuat situasi Kota Bandung tidak kondusif atau kacau, apabila dilihat dari akun, dan ajakannya," kata dia. Sementara itu, Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung membantah adanya ajakan dari mahasiswanya untuk melakukan aksi pada 24 Juli 2021. Kepala Kehumasan dan Protokoler Unpar Magenta Paramita mengatakan adanya poster yang beredar di media sosial memojokkan salah seorang mahasiswanya yang dituding sebagai provokator aksi itu adalah tidak benar. "Pemberitaan sosial media tersebut ditengarai merupakan pencatutan nama atau identitas saudara Taffarel yang dilakukan oleh pihak tidak bertanggung jawab dan belum dapat diketahui maksud dan tujuannya," kata Magenta dalam keterangan resminya. Pihaknya telah melakukan konfirmasi terhadap Taffarel yang merupakan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Unpar. Magenta mengatakan menurut pengakuan Taffarel, poster di media sosial itu adalah keliru. "Yang bersangkutan menyatakan tidak berkaitan, tidak berencana, ataupun tidak mendalangi aksi demonstrasi pada tanggal 24 Juli 2021," kata Magenta. (sws)

Kejati Maluku Tutup Penyidikan Kasus Pengadaan Mobil Damkar

Ambon, FNN - Kejaksaan Tinggi Maluku menutup penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi anggaran pengadaan mobil pemadam kebakaran di Dinas Perhubungan dan Infokom Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun Anggaran 2016 senilai Rp5,5 miliar. "Setelah dilakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan, jaksa tidak menemukan adanya unsur kerugian keuangan negara dalam perkara ini," kata Aspidsus Kejati Maluku M. Rudy, di Ambon, Sabtu. Dengan demikian Kejati Maluku menutup kasus anggaran pengadaan satu unit mobil pemadam kebakaran itu, katanya. Pengadaan satu unit mobil damkar tipe 4 tersebut, kat dia, secara khusus ditempatkan di dalam kawasan Bandara Tiakur, Kabupaten Maluku Barat Daya. Selain memeriksa sejumlah saksi, tim penyidik Kejati Maluku turun ke lapangan untuk melihat kondisi riil mobil pemadam kebakaran tersebut. Menurut dia, pengadaan barang berupa mobil pemadam kebakaran di lapangan memang ada dan spesifikasinya sesuai dengan kontrak yang dibuat. "Jaksa penyidik juga telah meminta keterangan secara resmi Odi Orno selaku mantan Kepala Dinas Perhubungan dan Infokom Maluku Barat Daya," ujarnya. Odi Orno saat itu memenuhi panggilan jaksa untuk dimintai keterangan pada tanggal 29 Januari 2021 dan yang bersangkutan langsung berhadapan dengan jaksa penyidik. (mth)

Edhy Prabowo Ajukan Banding Atas Vonis 5 Tahun Penjara

Jakarta, FNN - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengajukan banding terhadap vonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan dalam perkara penerimaan suap senilai 77 ribu dolar AS dan Rp24,6 miliar dari pengusaha terkait ekspor benih bening lobster (benur). "Pak Edhy mengajukan banding," kata penasihat hukum Edhy Prabowo, Soesilo Aribowo di Jakarta, Jumat. Pada Kamis (15/7), majelis hakim Albertus Usada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis kepada Edhy Prabowo. Selain pidana badan selama 5 tahun, majelis hakim juga mewajibkan Edhy untuk membayar uang pengganti sekitar Rp9,6 miliar dan 77 ribu dolar AS subsider 2 tahun penjara. Majelis hakim juga memutuskan untuk mencabut hak Edhy Prabowo untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun sejak selesai menjalani hukuman pidana. Ia dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana melanggar Pasal 12 huruf a UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat 1 KUHP. "Alasan pengajuan banding adalah karena pasal yang diputuskan tidak tepat," tambah Soesilo. Soesilo menyatakan kliennya lebih tepat dikenakan Pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. pasal 65 ayat 1 KUHP. Salah satu anggota majelis hakim yaitu Suparman Nyompa juga menyatakan Edhy Prabowo terbukti melanggar Pasal 11 karena menurut Suparman tidak ada arahan dari Edhy Prabowo dan hanya hanya menekankan agar setiap permohonan yang masuk untuk budidaya dan ekspor benih bening lobster (BBL) tidak boleh dipersulit tapi dipermudah begitu juga izin tangkap ikan, izin diberikan bukan karena ada perintah dari Edhy. Suparman berpendapat Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan tidak ada meminta atau menyuruh bawahan meminta atau menerima sejumlah uang. Dalam perkara ini, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dinyatakan terbukti menerima suap senilai 77 ribu dolar AS dan Rp24.625.587.250 bersama-sama dengan Andreau Misanta Pribadi dan Safri (staf khusus Edhy Prabowo), Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy), Ainul Faqih (sekretaris pribadi Iis Rosita Dewi yaitu istri Edhy Prabowo) dan Siswadhi Pranoto Loe (pemilik PT Aero Cipta Kargo) dari Direktur PT Duta Putra Perkasa Pratama Suharjito dan perusahaan pengekspor BBL lain. Uang diterima melalui Safri yaitu 26 ribu dolar AS, Siswadhi Pranoto Loe menerima totalnya Rp13.199.689.193, Andreau Misanta Pribadi menerima Rp10.731.932.722 dan Amiril Mukminin menerima Rp2.369.090.000. Terkait perkara ini Andreau Misanta Pribadi dan Safri divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan; Amiril Mukminin divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan; Siswadhi Pranoto Loe divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan dan Ainul Faqih divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 4 bulan. (sws)