HUKUM

Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara Dituntut 11 Tahun Penjara

Jakarta, FNN - Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara dituntut 11 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bantuan sosial sembako COVID-19 di wilayah Jabodetabek. "Menuntut supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) menyatakan terdakwa Juliari Batubara terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 11 tahun ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ikhsan Fernandi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu. Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan pertama yaitu pasal 12 huruf b jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP. JPU KPK juga meminta agar Juliari juga dijatuhi hukuman untuk membayar uang pengganti. "Menetapkan agar terdakwa membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp14.557.450.000 selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap," tambah jaksa Ikhsan. Bila Juliari tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda Juliar akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. "Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 2 tahun," ungkap jaksa. Selanjutnya JPU KPK meminta pencabutan hak politik Juliari dalam periode tertentu "Menetapkan pidana tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," ungkap jaksa. Terdapat sejumlah hal yang memberatkan dalam perbuatan Juliari Batubara. "Keadaan yang memberatkan, perbuatan terdakwa sebagai menteri sosial tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme, terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan, terdakwa tidak berterus terang atas perbuatannya, perbuatan terdakwa terjadi saat kondisi darurat pandemi COVID-19. Hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum," tambah jaksa Ikhsan. Dalam perkara ini Juliari P Batubara selaku Menteri Sosial RI periode 2019-2024 dinyatakan terbukti menerima uang sebesar Rp1,28 miliar dari Harry Van Sidabukke, sebesar Rp1,95 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja serta uang sebesar Rp29,252 miliar dari beberapa penyedia barang lain. Tujuan pemberian suap itu adalah karena Juliari menunjuk PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude yang diwakili Harry Van Sidabukke, PT Tigapilar Agro Utama yang diwakili Ardian Iskandar serta beberapa penyedia barang lainnya menjadi penyedia dalam pengadaan bansos sembako. Uang suap itu menurut jaksa diterima dari Matheus Joko Santoso yang saat itu menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako periode April-Oktober 2020 dan Adi Wahyono selaku Kabiro Umum Kemensos sekaligus PPK pengadaan bansos sembako COVID-19 periode Oktober-Desember 2020. Uang "fee" sebesar Rp14,7 miliar menurut JPU KPK sudah diterima oleh Juliari dari Matheus Joko dan Adi Wahyono melalui perantaraan orang-orang dekat Juliari yaitu tim teknis Mensos Kukuh Ary Wibowo, ajudan Juliari bernama Eko Budi Santoso dan sekretaris pribadi Juliari Selvy Nurbaity. Matheus Joko dan Adi Wahyono kemudian juga menggunakan "fee" tersebut untuk kegiatan operasional Juliari selaku mensos dan kegiatan operasional lain di Kemensos seperti pembelian ponsel, biaya tes "swab", pembayaran makan dan minum, pembelian sepeda Brompton, pembayaran honor artis Cita Citata, pembayaran hewan kurban hingga penyewaan pesawat pribadi. Juliari akan mengajukan nota pembelaan pada Senin, 9 Agustus 2021. (mth)

Dua Tersangka Pemalsu Surat PCR Diringkus Polres Jaksel

Jakarta, FNN - Anggota Kepolisian Resort Metro Jakarta Selatan meringkus dua tersangka yang diduga memalsukan surat hasil tes usap COVID-19 "polymerase chain reaction" (PCR) untuk syarat perjalanan pada masa Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). "Dari penyelidikan didapatkan dua tersangka atas nama J dan atas nama ID. Dari tersangka tersebut kita mendapatkan beberapa perlengkapan di luar perlengkapan medik namun dia bisa mengeluarkan sertifikat PCR," kata Kapolres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Polisi Azis Andriansyah di Jakarta, Selasa. Azis menuturkan para tersangka menjalankan aksi dengan modus memalsukan surat tes usap yang diterbitkan oleh penyelenggara tes resmi. Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa kedua pelaku sudah menjalankan aksinya sejak April 2021 dan mengeluarkan 20 surat keterangan hasil PCR COVID-19. Aksi ini terungkap setelah penyidik melakukan penyelidikan pada beberapa akun media sosial yang menawarkan surat hasil tes PCR untuk syarat perjalanan. Kemudian penyidikan menemukan salah satu akun "Facebook" yang menawarkan sertifikat PCR tanpa melalui kegiatan medis kepada masyarakat. "Jadi dari hal tersebut diselidiki lebih lanjut oleh tim dan diketahui benar bahwa alamat akun tersebut bisa memberikan kepada masyarakat bukti sertifikat PCR tanpa melalui proses PCR yang benar," kata Azis. Atas perbuatan itu, kedua tersangka disangkakan dengan Pasal 263 dan Pasal 268 KUHP tentang pemalsuan surat atau membuat surat palsu dengan ancaman hukuman enam tahun dan atau empat tahun untuk Pasal 268. (sws)

KPK Dalami Dugaan Komunikasi Lili Pintauli Dengan M Syahrial

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mendalami keterangan saksi mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju soal adanya dugaan komunikasi Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dengan terdakwa Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M Syahrial. "Seluruh keterangan saksi maupun fakta-fakta persidangan lainnya akan dikonfirmasi kembali kepada para saksi yang akan dihadirkan dan alat bukti lainnya pada agenda persidangan berikutnya. Termasuk pada saatnya nanti juga akan dikonfirmasi kepada terdakwa MS (M Syahrial)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa. Hal itu dikatakannya menanggapi keterangan saksi Robin dalam sidang perkara suap Wali Kota Tanjungbalai bahwa adanya dugaan komunikasi Lili dengan terdakwa Syahrial. Selanjutnya, kata Ali, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK akan menyimpulkan seluruh fakta-fakta tersebut pada bagian akhir persidangan dalam analisa yuridis surat tuntutan. Sedangkan mengenai dugaan adanya pelanggaran etik oleh Lili terkait perkara M Syahrial tersebut, ia mengatakan Dewas KPK saat ini tengah memeriksa sesuai kewenangannya. "Sehingga nantinya dapat menyimpulkan ada tidaknya unsur pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku yang dilakukan oleh insan KPK dimaksud," ujar Ali. Ia mengatakan setelah merampungkan seluruh proses pemeriksaan terhadap para saksi dan bukti-bukti terkait maka sebagai akuntabilitas dan transparansi publik, Dewas KPK akan mengumumkan hasil pemeriksaannya secara terbuka. "Kami senantiasa mengajak masyarakat dapat terus mengikuti dan mengawasi persidangan yang terbuka untuk umum dengan terdakwa MS ini karena kami meyakini semangat KPK dan masyarakat sama dalam upaya pemberantasan korupsi," tuturnya. Sebelumnya, Robin menyebut Syahrial mengaku pernah ditelepon Lili terkait dengan kasus yang sedang diusut KPK. Pembicaraan antara Syahrial dan Lili tersebut terkait dengan perkara jual beli jabatan di Pemerintahan Kota Tanjungbalai yang sedang ditangani oleh KPK. "Pak Syahrial menyampaikan minta bantu kepada Fahri Aceh atas saran ibu Lili Pintauli Siregar, setahu saya dia adalah Wakil Ketua KPK," kata Robin di Gedung KPK, Jakarta, Senin (26/7). Robin menjadi saksi untuk terdakwa Syahrial yang didakwa menyuap Robin sebesar Rp1,695 miliar agar tidak menaikkan kasus dugaan korupsi ke tingkat penyidikan. Sidang melalui telekonferensi, sementara majelis hakim, sebagian JPU KPK, dan penasihat hukum terdakwa hadir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan yang berlokasi di Pengadilan Negeri Medan. (sws)

Nurdin Abdullah Dibolehkan Keluar Rutan KPK untuk Berobat

Makassar, FNN - Tersangka kasus suap Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif, Nurdin Abdullah, dibolehkan keluar Rumah Tahanan KPK untuk mendapatkan pengobatan dari dokter spesialis. Kuasa hukum Abdullah, Arman Hanis, telah mengajukan permohonan kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Makassar agar diberi izin untuk berobat di luar Rumah Tahanan KPK. "Kami sudah ajukan permohonan izinnya dan majelis hakim pengadilan telah mengabulkan permohonan kami karena klien kami itu harus berobat pada dokter spesialis," ujarnya. Pengajuan permohonan berobat itu dilakukan tim kuasa hukumnya pada sidang perdana kasus suap dan gratifikasi di Ruang Harifin Tumpa Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Makassar, Kamis (22/7). Hanis menyatakan kliennya membutuhkan terapi ortopedi dan pengajuan itu juga setelah pihaknya mendapatkan rekomendasi dari dokter yang ditunjuk KPK). Lebih jauh terkait dalih penyakit NA itu, dia enggan membeber. Ia hanya mengatakan jika pengobatan rutin kliennya itu harus ditangani dokter ortopedi. "Intinya dia memang membutuhkan pengobatan rutin dari dokter spesialis. Yaitu seorang dokter yang mengambil spesialisasi ortopedi," katanya. Sebelumnya, Abdullah didakwa telah menerima uang suap senilai 150.000 dolar Singapura (sekitar Rp1,596 miliar) dan Rp2,5 miliar dari terdakwa Agung Sucipto. Nurdin Abdullah selaku pejabat negara diduga menerima suap untuk memuluskan kontraktor Agung Sucipto dalam memenangkan proyek infrastruktur Jalan Palampang-Munte-Botolempangan poros Bulukumba-Sinjai, Sulawesi Selatan. (sws)

Polres Mukomuko Perpanjang Operasi Cegah Penyebaran COVID-19

Mukomuko, FNN - Kepolisian Resor Mukomuko, Provinsi Bengkulu, memperpanjang masa Operasi Aman Nusa II dalam rangka pencegahan penyebaran COVID-19 di daerah setempat. “Operasi Aman Nusa II ini sudah berlangsung lama, kini diperpanjang lagi dan terakhir mulai dari tanggal 12 Juli hingga 2 Agustus 2021, nanti bisa jadi diperpanjang lagi kalau COVID-19 masih ada,” kata Kabag Operasional Kepolisian Resor Kabupaten Mukomuko, Kompol Hasdi, dalam keterangannya di Mukomuko, Selasa. Personel Kepolisian Resor setempat sejak sepekan terakhir sampai sekarang melakukan sosialisasi dan imbauan terkait aturan terkait penegakan hukum protokol kesehatan kepada masyarakat setempat. Personel Polres Mukomuko menggelar operasi di sejumlah tempat dan fasilitas umum yang tersebar di daerah ini, terutama di wilayah yang masuk zona merah atau tinggi penularan virus corona. Ia mengatakan, pihaknya menggelar operasi Aman Nusa ini dengan cara melakukan sosialisasi, memberikan imbauan, dan pembatasan-pembatasan kalau ada kerumunan masyarakat di daerah ini. Kemudian pihaknya mengimbau masyarakat setempat menyiapkan tempat cuci tangan terutama kepada kelompok usaha masyarakat di daerah ini sebagai upaya untuk mencegah penularan dan penyebaran virus corona. Personel Kepolisian Resor setempat ikut serta mensosialisasikan Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2021 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan pencegahan penyebaran COVID-19 di daerah ini. Personel Kepolisian Resor Kabupaten Mukomuko mensosialisasikan Perda Nomor 5 tahun 2021 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan pencegahan penyebaran COVID-19 dengan cara berkeliling di Kecamatan Kota Mukomuko. Sementara itu jumlah kasus positif COVID-19 saat ini bertambah 17 orang yang tersebar di tujuh dari 15 kecamatan di daerah ini, sehingga total kasus COVID-19 menjadi 1.440 orang. Jumlah total spesimen yang telah diperiksa sebanyak 5.819 sampel, jumlah total spesimen yang dinyatakan positif COVID-19 ada 1.440 orang dan 40 orang di antaranya yang meninggal dunia. (sws)

Kodim 0911/Nunukan Siapkan Personil Jaga Jenazah COVID-19 di RS

Nunukan, FNN - Kodim 0911/Nunukan siap mengerahkan personil untuk menjaga jenazah Covid-19 di rumah sakit agar tidak mendapatkan gangguan dari keluarganya. Hal ini disampaikan Komandan Kodim 0911/Nunukan, Letnan Kolonel CZI Eko Pur Indriyanto, Selasa, sehubungan kekhawatiran penolakan dari keluarga pasien yang meninggal dunia untuk memakamkan jenazah keluarganya itu seturut protokol kesehatan. Ia menuturkan penjagaan itu akan dilakukan khususnya pada ruangan ICU perawatan pasien Covid-19 di RSUD Nunukan dan rumah sakit lain tempat perawatan. "Kami dari Kodim Nunukan tentukan siap membantu dengan menyiapkan pengamanan di ruang ICU pasien Covid-19 di rumah sakit," ujar dia. Personil yang akan dikerahkan menjadi pengamanan jenazah pasien Covid-19 sebagai bentuk antisipasi jika suatu saat ada keluarganya yang menolak dimakamkan sesuai SOP Covid-19. Sebelumnya, Bupati Nunukan, Hj Asmin Laura Hafid, menyambut baik keinginan Kodim 0911/Nunukan yang akan menyediakan pengamanan jenazah Covid-19 di rumah sakit. Laura mengatakan peran serta TNI dan Polri selama ini sangat membantu pemda dalam penegakan keamanan dan ketertiban selama pandemi Covid-19. "Memang kita sangat terbantu oleh komitmen TNI-Polri yang bekerja bersama-sama selama pandemi Covid-19 ini," ucap dia. (sws)

Hakim Tipikor Makassar: Uang Pilkada NA Hanya Sumbangan Pilkada

Makassar, FNN - Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar, Sulawesi Selatan, Ibrahim Palino mengatakan permintaan uang oleh Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah (NA) untuk pemenangan pilkada hanya sebagai sumbangan politik. "Menimbang bahwa perbuatan itu hanyalah merupakan sumbangan politik saja. Karenanya, maka dengan itu, UU Tipikor tidak bisa diberlakukan untuk sumbangan pilkada," ujar Ibrahim Palino di Makassar, Selasa. Penegasan mengenai permintaan uang itu terungkap saat Ibrahim Palino membacakan putusan perkara korupsi suap dan gratifikasi oleh terdakwa Agung Sucipto pada pejabat negara Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah. Dalam putusan perkara itu ia menjelaskan jika fakta tersebut sudah dicermati majelis hakim dan diputuskan bahwa fakta itu hanyalah merupakan sumbangan politik sehingga tidak dapat dijerat dengan Undang-Undang Tipikor. Pada persidangan Kamis (10/6), terdakwa Agung Sucipto mengungkapkan jika dirinya telah menyerahkan uang sebesar 150 ribu dolar Singapura untuk kepentingan membiayai pasangan calon tertentu pada Pilkada Bulukumba. Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah yang menjadi saksi kasus suap untuk terdakwa Agung Sucipto mengakui telah menerima uang sebanyak 150 ribu dolar Singapura pada 2019. "Benar uang itu dibawa oleh Pak Anggu dan itu untuk kepentingan Pilkada Bulukumba," ujar Nurdin Abdullah menjawab pertanyaan JPU KPK Ronald Ferdinand Worotikan secara virtual. Ia mengatakan uang sebanyak 150 ribu dolar Singapura itu diterimanya untuk pemenangan salah satu pasangan calon Bupati Bulukumba Tommy Satria-Andi Makkasau pada Pilkada 2020. Namun, Nurdin membantah jika uang 150 ribu dolar Singapura itu digunakan sebagai suap untuk mendapatkan proyek infrastruktur yang dilelang oleh Pemprov Sulsel. Sementara pada sidang putusan terhadap terdakwa Agung Sucipto, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun dan denda Rp150 juta untuk terdakwa Agung Sucipto dalam sidang putusan perkara suap Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah. "Secara sah dan terbukti melakukan tindak pidana dengan menyediakan dan kemudian memberikan uang sebesar 150 ribu dolar Singapura ditambah Rp2,5 miliar pada Nurdin Abdullah yang kala itu masih menjabat sebagai Gubernur Sulsel," ujar Ketua Majelis Hakim Ibrahim Palino. Atas putusan itu, baik jaksa penuntut umum maupun penasihat hukum terdakwa mengaku belum memutuskan upaya hukum lanjutan ke Pengadilan Tinggi Sulsel. Pada sidang itu, terdakwa divonis melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut, sebagaimana diatur dalam dakwaan alternatif pertama, dalam Pasal 5 ayat (1) huruf (a), Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana diubah dengan Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (sws)

Firli Pastikan KPK Tak Pandang Bulu Usut Kasus Korupsi Tanah di Munjul

Jakarta, FNN - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri memastikan lembaganya tidak pandang bulu dalam mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur, DKI Jakarta Tahun 2019. "KPK masih terus bekerja untuk menyelesaikan pemeriksaan atas tersangka RHI (Rudy Hartono Iskandar) dan para pihak-pihak yang diduga terlibat. KPK tidak pernah ragu dan pandang bulu untuk menyelesaikan perkara korupsi, siapapun, dan apapun status jabatan seseorang," ucap Firli dalam keterangannya di Jakarta, Senin. Kendati demikian, kata dia, lembaganya tetap berpegang pada prinsip kecukupan bukti dalam menangani kasus tersebut. "KPK memahami keinginan dan harapan masyarakat agar ada penuntasan perkara-perkara korupsi sampai ke akar-akarnya termasuk kasus korupsi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta," katanya. Sementara saat dikonfirmasi apakah lembaganya sudah menentukan waktu pemanggilan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk dimintai keterangan terkait kasus itu, Firli mengatakan bahwa hal tersebut tergantung dari kepentingan penyidikan. "Langkah pemanggilan tentu dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan penyidikan, melengkapi alat bukti atau memberi keterangan sebagai saksi berkaitan tersangka sebelumnya ataupun bisa ditemukan potensi pengembangan baru dari kasus tersebut," ujar Firli. Ia menyatakan KPK memang akan menjadwalkan untuk memanggil para pihak yang terkait kasus tersebut. "Beri waktu KPK untuk bekerja, pada saatnya KPK akan menyampaikan kepada publik secepatnya, mungkin minggu ini atau minggu depan. Semua sangat bergantung pada proses yang berlangsung tetapi KPK terus melakukan yang terbaik," kata Firli. Pada prinsipnya, kata dia, demi kepentingan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi dengan kebutuhan yang benar di mata hukum dan memiliki relasi yang jelas dengan suatu kasus, siapapun bisa dipanggil tanpa terkecuali. Sebelumnya, Firli mengatakan keterangan Gubernur DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta diperlukan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul. "Terkait program pengadaan lahan, tentu dalam penyusunan program anggaran APBD DKI tentu Gubernur DKI sangat memahami. Begitu juga dengan DPRD DKI yang memiliki tugas kewenangan menetapkan RAPBD menjadi APBD bersama Pemda DKI mestinya tahu akan alokasi anggaran pengadaan lahan DKI. Jadi, tentu perlu dimintai keterangan sehingga menjadi terang benderang," kata Firli dalam keterangannya di Jakarta, Senin (12/7). KPK total menetapkan lima tersangka terkait kasus itu, yakni mantan Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan (YRC), Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian (TA), Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene (AR), Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar (RHI), dan satu tersangka korporasi PT Adonara Propertindo. KPK menduga ada kerugian keuangan negara setidak-tidaknya Rp152,5 miliar. (mth)

KPK Panggil Bupati Bandung Barat Nonaktif

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin, 26 Juli 2021 memanggil Bupati Bandung Barat nonaktif Aa Umbara Sutisna (AUM). Pemanggilan terkait dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi Covid-19 pada Dinas Sosial Bandung Barat Tahun 2020. Aa Umbara dipanggil sebagai saksi untuk tersangka M Totoh Gunawan (MTG) selaku pemilik PT Jagat Dirgantara (JDG) dan CV Sentral Sayuran Garden City Lembang (SSGCL). "Hari ini (Senin) pemeriksaan saksi MTG tindak pidana korupsi terkait pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi Covid-19 pada Dinas Sosial Kabupaten Bandung Barat Tahun 2020 atas nama Aa Umbara Sutisna/Bupati Bandung Barat periode 2018-2023," kata Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, di Jakarta, Senin, 26 Juli 2021. Pemeriksaan Aa Umbara, kata Ali, dilakukan di Gedung KPK, Jakarta. Aa Umbara juga salah satu tersangka kasus tersebut, Akan tetapi, tim penyidik memanggilnya sebagai saksi. Selain pemeriksaan Aa Umbara, KPK pada hari Senin juga memanggil M Totoh dalam kapasitas sebagai tersangka. Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK, Jakarta. Selain Aa Umbara dan M Totoh, KPK menetapkan Andri Wibawa (AW) dari swasta/anak Aa Umbara sebagai tersangka. Dalam konstruksi perkara disebut pada Maret 2020 karena adanya pandemi Covid-19, Pemkab Bandung Barat menganggarkan sejumlah dana untuk penanggulangan pandemi Covid-19 dengan melakukan "refocusing" anggaran APBD Tahun 2020 pada Belanja Tidak Terduga (BTT). Dengan menggunakan bendera CV Jayakusuma Cipta Mandiri (JCM) dan CV Satria Jakatamilung (SJ), Andri mendapatkan paket pekerjaan dengan total nilai Rp 36 miliar untuk pengadaan paket bahan pangan Bantuan Sosial Jaring Pengaman Sosial (Bansos JPS). Sedangkan M Totoh dengan menggunakan PT JDG dan CV SSGCL mendapakan paket pekerjaan senilai Rp 15,8 miliar untuk pengadaan bahan pangan Bansos JPS dan Bantuan Sosial terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (Bansos PSBB). Dari kegiatan pengadaan tersebut, Aa Umbara diduga telah menerima uang sejumlah sekitar Rp 1 miliar. Sumbernya disisihkan oleh M Totoh dari nilai harga per paket sembako yang ditempelkan stiker bergambar Aa Umbara untuk dibagikan pada masyarakat Kabupaten Bandung Barat. Sedangkan M. Toto diduga telah menerima sekitar Rp 2 miliar dan Andri diduga menerima keuntungan sekitar Rp 2,7 miliar. Selain itu, Aa Umbara diduga menerima gratifikasi dari berbagai dinas di Pemkab Bandung Barat dan para pihak swasta yang mengerjakan berbagai proyek di Kabupaten Bandung Barat sejumlah sekitar Rp 1 miliar dan fakta ini masih terus akan didalami oleh tim penyidik KPK. (MD).

Novel Baswedan Khawatir Dewan Pengawas KPK Dikelabui

Jakarta, FNN - Penyidik KPK Novel Baswedan menyampaikan kekhawatirannya mengenai Dewan Pengawas (Dewas) lembaga antirasuah tersebut dikelabuhi saat memeriksa aduan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan KPK dalam proses alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). "Saya juga berpikir karena beliau-beliau (anggota Dewas) terlalu senior jadi mudah dikelabui oleh pihak-pihak terperiksa. Saya khawatirnya itu karena dari jawaban Dewas, beliau-beliau bertindak seperti kuasa hukum terperiksa. Hal itu yang sangat serius menurut saya," kata Novel dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Sabtu, 24 Juli 2021. Jumat (23/7), Dewas KPK melalui konferensi pers tidak dapat melanjutkan laporan pegawai antirasuah mengenai dugaan pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan KPK terkait pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) ke sidang etik. Sebab, Dewas lembaga tersebut tidak memiliki cukup bukti untuk mlenajutkan laporan tersebut. "Sejelas itu perbuatannya, sekonkrit itu bukti-buktinya tetapi direspon kurang bukti, jadi pertanyaan ada apa dengan Dewas? Apa beliau-beliau tidak punya kompetensi untuk melakukan pemeriksaan atau pendalaman? Saya kok kurang yakin," kata Novel sebagaimana dari Kantor Berita Antara. Novel menilai poin-poin pengaduan 24 orang pegawai KPK yang mewakili 75 orang pegawai yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) setelah gagal lolos TWK sudah jelas dan terang. "Bukti-bukti begitu nyata, begitu terang, tetapi seolah-olah seperti tidak ada apa-apa. Tentu kita harap ke depannya Dewas bisa memperbaiki diri. Beliau-beliau adalah orang-orang yang punya dedikasi baik. Saya beberapa kali bekerja dengan beliau dan tentu kita berharap tidak mempermalukan diri sendiri dengan hal itu," ujar Novel. Novel secara pribadi mengaku sedih dengan pernyataan Dewas KPK yang punya pandangan berbeda mengenai laporan dan bukti yang diajukan para pegawai. "Dewas seharusnya bekerja sesuai tugas dan fungsinya yaitu pengawasan. Akan tetapi, ketika hal yang sangat besar dan serius di depan mata tidak kelihatan, ini masalah besar untuk Dewas, dan kalau Dewas bermasalah, maka berbahaya untuk KPK dan perjuangan pemberantasan korupsi ke depan," jelas Novel. Ia menyebut, Dewas adalah satu-satunya kanal untuk mengadukan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan maupun pegawai di KPK. "Tidak ada cara lain dan Dewas KPK itu menjadi pemeriksanya, juga penuntutnya dan hakimnya. Ja. Jadi, penentunya di sana (Dewas) semua. Ketika tidak ada jalan lagi apalagi yang bisa dilakukan? Ini memang masalah serius," tutur Novel. Ia khawatir jika Dewas KPK tidak bekerja sesuai fungsinya maka akan menambah pelanggaran lainnya. "Saya khawatir hal tersebut juga malah membuat pimpinan KPK semakin berani melakukan pelanggaran-pelanggaran. Kenapa? Karena Dewasnya sangat berpihak," kata Novel. Apalagi dari 75 pegawai yang dinyatakan TMS termasuk juga penyidik dan penyelidik yang sedang menangani sejumlah kasus dugaan korupsi. "Itu bukan tiba-tiba menuduh. Akan tetapi, hal tersebut sesuatu yang mudah diteliti. Kita lihat setelah merasa berhasil melemahkan KPK dan orang-orang yang bekerja baik di KPK, kemudian perkara-perkara yang berjalan juga semakin lemah. Tuntutan juga semakin ringan, perkara yang berjalan banyak yang tidak mengusut aktor intelektual. Kita berharap, semua bisa menjadi perhatian karena kalau itu terjadi maka kerugian untuk kita semua. Kerugian bagi pemberantasan korupsi," jelas Novel. (MD).