HUKUM

Kendari Batasi Jam Operasi Pelaku Usaha Hingga Pukul 8 Malam saat PPKM

Kendari, FNN - Pemerintah Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, membatasi jam operasi pelaku usaha saat penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Mikro akibat pandemik COVID-19. Perwira Pengendali Operasi Tim Yustisi Kendari AKP Yusuf Muluk Tawang di Kendari, Kamis malam, mengatakan pembatasan kegiatan masyarakat merujuk pada Surat Keputusan Wali Kota Kendari Nomor: 574 Tahun 2021 tentang Pengetatan PPKM berbasis mikro dan Surat Edaran Wali Kota Nomor: 440/4541/2021 tentang PPKM Mikro dalam rangka pengendalian penyebaran COVID-19. "Bahwa pukul 20.00 WITA sudah waktu untuk setop kegiatan masyarakat termasuk para pelaku usaha," ucap dia. Tim Yustisi gabungan TNI-Polri dan Satpol PP menyasar pelaku usaha yang berdagang di kawasan pelataran Tugu Eks MTQ, toko-toko yang berada di Jalan Ahmad Yani, pedagang buah kawasan Pertamina Rabam, hingga penjual gorengan dan sari laut menjadi sasaran untuk diminta ditutup. "Yang kami lakukan saat ini adalah humanis, tetap humanis penindakannya. Masih mengimbau. Penindakan secara humanis akan dilakukan sampai tanggal 20 Juli 2021," ujarnya. Dalam menegakkan Surat Keputusan dan Surat Edaran Wali Kota Kendari tentang PPKM Mikro, operasi yustisi dibagi menjadi tiga tim yakni tim pagi dimulai pukul 08.00 sampai pukul 11.00 WITA; tim sore dimulai pukul 15.00 sampai pukul 17.00 WiITA; dan tim malam dimulai pukul 20.00 sampaikan pukul 22.00 WITA. Sementara di atas pukul 22.00 WITA operasi penegakan pengetatan PPKM Mikro akan dilanjutkan Satgas COVID-19 tingkat kecamatan meliputi Polsek, Koramil, pihak kecamatan dan kesehatan sesuai wilayah masing-masing. "Kalau pagi sampai sore sasaran kami adalah rumah makan, warkop, pusat perbelanjaan, karena memang batas waktunya mereka sampai 17.00 WITA, selain itu kegiatan sekolahan, karena di situ (SE Wali Kota) sudah ditegaskan sekolah secara daring, artinya tidak ada kegiatan tatap muka. Terus pada malam harinya ia pelaku-pelaku usaha lainnya," tutur-nya. Tim Yustisi gabungan TNI-Polri dan Satpol PP melakukan operasi menyuruh para pelaku usaha di kota itu agar menutup usahanya maksimal pukul 20.00 WITA, Kamis (8/7/2021) malam. ANTARA/Harianto Menurut dia, PPKM berbasis mikro tidak akan terjadi jika masyarakat sadar untuk menerapkan protokol kesehatan dengan ketat, sehingga tidak terjadi penambahan kasus COVID-19 seperti yang terjadi saat ini. "Sebenarnya kami tidak ingin melakukan tindakan represif. Kami selalu mengimbau masyarakat sadar protokol kesehatan, sehingga aktivitas bisa berjalan seperti biasa. Protokol kesehatan terjamin, ekonomi bisa kuat, keluarga dan yang lainnya terjaga dari COVID-19," ujarnya Ia juga mengimbau bagi warga dari luar Kota Kendari, agar sementara waktu tidak datang di kota itu jika tidak ada kepentingan yang mendesak, terutama pada saat penerapan PPKM Mikro guna menekan angka kasus COVID-19. "Kami berharap sama (warga) kabupaten lain kalau datang di Kota Kendari saat ini tolong menyesuaikan. Yang jelas kegiatan di Kota Kendari saat ini mulai jam 17.00 sampai jam 20.00 WITA sudah tidak ada aktivitas. Jadi kalau yang mau datang berpikir dulu karena sudah ndak ada kegiatan dan sebaiknya kami sangat mengharapkan lebih baik di rumah saja dulu," ucap-nya berharap. Ketentuan pengetatan PPKM Mikro di Kota Kendari terdapat 11 poin di antaranya kegiatan restoran untuk makan di tempat (dine in) dibatasi hanya 25 persen dan maksimal sampai pukul 17.00 WITA. Sementara untuk take away dan pesan antar dibatasi sampai pukul 20.00 WITA, serta Tempat Hiburan Malam (THM) dibatasi sampai pukul 20.00 WITA. Selanjutnya, pusat perbelanjaan, mal diperbolehkan buka sampai maksimal pukul 17.00 WITA dengan kapasitas 25 persen. Ketentuan tersebut telah ditandatangani oleh Wali Kota Kendari ter tanggal 6 Juli 2021 dan akan berlaku 6-20 Juli 2021, namun dapat diperpanjang atas pertimbangan jumlah kasus COVID-19 yang terkonfirmasi. (sws)

KPK Panggil Sekda Bandung Barat

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis memanggil sembilan saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi COVID-19 pada Dinas Sosial Kabupaten Bandung Barat Tahun 2020. Mereka dipanggil untuk tersangka Bupati Bandung Barat nonaktif Aa Umbara Sutisna (AUM) dan kawan-kawan. Salah satu saksi yang dipanggil adalah Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bandung Barat Asep Sodikin. "Kamis, bertempat di Kantor Pemkab Bandung Barat, tim penyidik mengagendakan pemanggilan saksi-saksi untuk tersangka AUM dan kawan-kawan," ucap Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya di Jakarta, Kamis. Delapan saksi lainnya yang dipanggil, yaitu Ketua Badan Amil Zakat Kabupaten Bandung Barat Hilman Farid, Ketua Dewan Kemakmuran Masjid Agung Ash-Shiddiq Kabupaten Bandung Barat KH Agus Saefur Romdoni, Inspektur Pembantu Wilayah Khusus Inspektorat Daerah Kabupaten Bandung Barat/Kabid Bina Marga 2017-2019 Moch Ridwan Evi. Selanjutnya, Staf Honorer Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat Aji Rusmana, Rini Rahmawati dari pihak swasta, dan tiga PNS masing-masing A Fauzan Azzima, Chandra Kusuma, dan Aan Sopian Gentiana. Selain Aa Umbara, KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yakni Andri Wibawa (AW) dari pihak swasta/anak Aa Umbara dan pemilik PT Jagat Dir Gantara (JDG) dan CV Sentral Sayuran Garden City Lembang (SSGCL) M Totoh Gunawan (MTG). Dalam konstruksi perkara disebut pada Maret 2020 karena adanya pandemi COVID-19, Pemkab Bandung Barat menganggarkan sejumlah dana untuk penanggulangan pandemi COVID-19 dengan melakukan "refocusing" anggaran APBD Tahun 2020 pada Belanja Tidak Terduga (BTT). Dengan menggunakan bendera CV Jayakusuma Cipta Mandiri (JCM) dan CV Satria Jakatamilung (SJ), Andri mendapatkan paket pekerjaan dengan total senilai Rp36 miliar untuk pengadaan paket bahan pangan Bantuan Sosial Jaring Pengaman Sosial (Bansos JPS). Sedangkan M Totoh dengan menggunakan PT JDG dan CV SSGCL mendapakan paket pekerjaan dengan total senilai Rp15,8 miliar untuk pengadaan bahan pangan Bansos JPS dan Bantuan Sosial terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (Bansos PSBB). Dari kegiatan pengadaan tersebut, Aa Umbara diduga telah menerima uang sejumlah sekitar Rp1 miliar yang sumbernya disisihkan oleh M Totoh dari nilai harga per paket sembako yang ditempelkan stiker bergambar Aa Umbara untuk dibagikan pada masyarakat Kabupaten Bandung Barat. Sementara M Totoh diduga telah menerima keuntungan sejumlah sekitar Rp2 miliar dan Andri juga diduga menerima keuntungan sejumlah sekitar Rp2,7 miliar. Selain itu, Aa Umbara juga diduga menerima gratifikasi dari berbagai dinas di Pemkab Bandung Barat dan para pihak swasta yang mengerjakan berbagai proyek di Kabupaten Bandung Barat sejumlah sekitar Rp1 miliar dan fakta ini masih terus akan didalami oleh tim penyidik KPK. (sws)

Satpol PP DIY Dorong DPRD Susun Perda Penegakan Protokol Kesehatan

Yogyakarta, FNN - Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Daerah Istimewa Yogyakarta Noviar Rahmad mendorong DPRD segera menyusun Peraturan Daerah (Perda) tentang Penegakan Protokol Kesehatan agar penindakan pelanggaran bisa efektif. "Kami mendesak DPRD DIY membuat payung hukum dalam bentuk perda," kata Noviar saat konferensi pers secara virtual bersama Forum Wartawan Kepatihan Yogyakarta, Rabu. Selama ini penegakan prokes di DIY mengacu Peraturan Gubernur Nomor 24 Tahun 2021 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan. Dalam pergub tersebut, sanksi untuk pelanggar perorangan hanya mencakup teguran lisan hingga sanksi kerja sosial, sedangkan sanksi untuk kegiatan usaha dan fasilitas umum mencakup teguran lisan hingga penutupan sementara. Ia menilai seluruh sanksi tersebut belum memberikan efek jera terhadap para pelanggar. Buktinya saat penerapan PPKM darurat, pelanggaran masih tinggi. "Rata-rata 100 pelanggaran per hari karena (sejak 3 Juli 2021) hingga hari ini sudah terjadi lebih dari 600 pelanggaran," kata Noviar yang juga Koordinator Bidang Penegakan Hukum Satgas COVID-19 DIY. Dengan memiliki Perda Penegakan Protokol Kesehatan terhadap para pelanggar, katanya,. maka sanksi bisa dijatuhkan hingga pemberian denda dan tindak pidana ringan (tipiring). "Pelanggaran ini bisa kita bawa secara yustisi ke pengadilan, baik sifatnya tipiring atau peradilan singkat," kata dia. Meski dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 terkait karantina kesehatan telah mengatur mengenai sanksi denda, namun aturan tersebut hanya dapat diterapkan apabila DIY menerapkan PSBB. "Untuk itu kami berharap bisa segera ditetapkan Perda Penegakan Protokol Kesehatan agar bisa dilakukan dengan tipiring karena proses tipiring lebih cepat. Apakah hakim memutuskan hukuman badan atau denda, itu bisa dilakukan," ujar Noviar. (sws)

KPK Periksa Empat Mantan Anggota DPRD Jambi Dalami Penerimaan Uang

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa empat mantan Anggota DPRD Jambi untuk mendalami dugaan penerimaan sejumlah uang dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun 2017. Empat mantan Anggota DPRD Jambi tersebut, yaitu Fakhrurozi, Arrakhmat Eka Putra, Wiwid Iswhara, dan Zainul Arfan. KPK memeriksa mereka di Gedung KPK, Jakarta, Rabu. "Keempatnya diperiksa untuk saling menjadi saksi. Tim penyidik mendalami terkait dengan dugaan penerimaan sejumlah uang oleh para saksi dari pihak yang terkait dengan perkara ini," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu. Keempatnya juga telah ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut, namun KPK memeriksa mereka dalam kapasitas sebagai saksi. KPK, Kamis (17/6) lalu, telah mengumumkan empat orang tersebut sebagai tersangka. Dalam konstruksi perkara, diduga para unsur pimpinan DPRD Jambi meminta uang "ketok palu", menagih kesiapan uang "ketok palu", melakukan pertemuan untuk membicarakan hal tersebut, meminta jatah proyek dan/atau menerima uang dalam kisaran Rp100 juta atau Rp600 juta per orang. Para unsur pimpinan fraksi dan komisi di DPRD Jambi diduga mengumpulkan anggota fraksi untuk menentukan sikap terkait dengan pengesahan RAPBD Jambi, membahas, dan menagih uang "ketok palu", menerima uang untuk jatah fraksi sekitar dalam kisaran Rp400 juta hingga Rp700 juta untuk setiap fraksi, dan/atau menerima uang untuk perorangan dalam kisaran Rp100 juta, Rp140 juta atau Rp200 juta. Khusus untuk para tersangka yang duduk di Komisi III diduga telah menerima masing-masing Fakhrurozi sekitar Rp375 juta, Arrakhmat Eka Putra sekitar Rp275 juta, Wiwid Iswhara sekitar Rp275 juta, dan Zainul Arfan Sekitar Rp375 juta. Sebelumnya dalam kasus tersebut, KPK telah menetapkan 18 tersangka dan saat ini telah diproses hingga persidangan. Adapun para pihak yang diproses tersebut terdiri dari Gubernur, pimpinan DPRD, pimpinan fraksi DPRD, dan pihak swasta. Kasus tersebut diawali dengan kegiatan tangkap tangan pada 28 November 2017. Dalam perkembangannya, KPK mengungkap bahwa praktik uang "ketok palu" tersebut tidak hanya terjadi untuk pengesahan RAPBD Tahun Anggaran 2018, namun juga terjadi sejak pengesahan RAPBD Tahun Anggaran 2017. (sws)

Wonosobo Lakukan Penyekatan di Sejumlah Titik Perbatasan

Wonosobo, FNN - Tim gabungan di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, terdiri atas Polres, Kodim, Satpol PP, dan Dinas Perkimhub melakukan penyekatan di sejumlah titik perbatasan antardaerah terkait pelaksanaan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. Kabag Ops Polres Wonosobo AKP Harjono di Wonosobo, Rabu, menyampaikan Pemkab Wonosobo bersama TNI dan Polri mengambil langkah tegas dalam rangka menekan laju penyebaran COVID-19 yang mengalami lonjakan akhir-akhir ini. Selama masa PPKM darurat sejumlah ruas jalan yang menjadi pintu masuk Wonosobo dilakukan penyekatan dan dijaga puluhan personel gabungan untuk memudahkan pemeriksaan bagi para pelintas. Harjono menyebutkan penyekatan dilakukan di perbatasan Wonosobo-Banjarnegara atau di Pos Terminal Sawangan, Dieng, dan Kledung. Ia menegaskan pihaknya tidak kompromi kepada siapa pun yang melintas tidak dapat menunjukkan bukti surat keterangan sehat atau bukti surat keterangan telah vaksin diminta untuk putar balik. "Mohon pengertiannya, kami tegaskan bahwa untuk para pelintas yang hendak masuk Kabupaten Wonosobo, wajib menunjukkan surat keterangan sehat atau surat bukti telah divaksin kepada para petugas dan kalau tidak memiliki maka harus putar balik," katanya. Ia menyampaikan pertimbangan penyekatan di perbatasan ini demi menurunkan potensi risiko penyebaran COVID-19, yang hingga saat ini telah menginfeksi sekitar 8.600 orang di Kabupaten Wonosobo, 370 orang di antaranya meninggal dunia. Laju penambahan kasus COVID-19, katanya, dari hari ke hari sangat mengkhawatirkan, bahkan pada hari ini tercatat kasus terkonfirmasi positif mencapai 329 orang. Menurut dia, dengan upaya melakukan penyekatan tersebut, pemerintah berharap masyarakat juga menyadari adanya ancaman bahaya COVID-19 yang kini telah menyebabkan pelemahan pada segala sendi kehidupan itu. "Kami imbau agar seluruh masyarakat benar-benar berhati-hati dengan menjalankan protokol kesehatan secara disiplin, kenakan masker saat keluar rumah, kurangi aktivitas yang tidak terlalu mendesak dan penting, jauhi keramaian dan kerumunan, serta jaga jarak dan selalu mencuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizer," katanya. Ia menyampaikan, selain di perbatasan antardaerah, penyekatan juga akan dilakukan di sejumlah ruas jalan protokol di wilayah kota Wonosobo. Sejumlah titik yang menjadi akses masuk kota, seperti Simpang Plaza, Simpang Klentheng, dan beberapa ruas lainnya akan ditutup pada malam hari. "Masyarakat diimbau untuk tidak masuk kota Wonosobo saat mulai diberlakukan jam malam, yaitu pukul 20.00 WIB sehingga potensi-potensi kerumunan akan dapat ditekan," katanya. Selama masa PPKM darurat pada 3-20 Juli 2021, pihaknya juga meminta agar para pelaku usaha memahami batas waktu operasional pada pukul 20.00 WIB, kecuali untuk sektor usaha-usaha esensial seperti apotek 24 jam atau stasiun pengisian BBM. (sws)

Kota Bogor Berlakukan Penyekatan Kendaraan Bermotor 24 Jam

Bogor, FNN - Satgas Penanganan COVID-19 Kota Bogor memberlakukan penyekatan kendaraan bermotor masuk ke Kota Bogor pada pelaksanaan PPKM Darurat di Kota Bogor selama 24 jam mulai Rabu hari ini. Warga dari luar Kota Bogor yang masuk ke Kota Bogor tanpa tujuan penting atau hanya sekadar jalan-jalan, maka diminta untuk memutarbalik," kata Bima Arya saat menjadi narasumber pada diskusi virtual "PPKM Darurat: Lindungi Keluarga" di Kota Bogor, Rabu. Menurut Bima, diberlakukannya penyekatan kendaraan bermotor di Kota Bogor selama 24 jam dan dengan wilayah yang lebih luas, sasarannya untuk menurunkan mobilitas warga sampai 50 persen, guna menekan kasus positif COVID-19 yang melonjak tinggi. Warga yang tidak bekerja pada sektor esensial dan kritikal serta tidak memiliki kepentingan yang mendesak, katanya, maka kendaraannya diminta untuk diputarbalik arah. "Dengan pelaksanaan penyekatan bermotor 24 jam ini, maka warga dari luar Kota Bogor yang hanya sekadar ingin jalan-jalan ke Bogor, tidak bisa masuk ke Kota Bogor," katanya. Menurut dia, Satgas Penanganan COVID-19 Kota Bogor menyiapkan lokasi penyekatan di banyak tempat, sampai ke batas kota. Sebelumnya, Satgas melakukan penyekatan kendaraan bermotor pada malam hari, pukul 21:00 WIB hingga 24.00 WIB. "Pada pelaksanaan penyekatan di malam hari, sudah menurunkan mobilitas warga sampai sekitar 20 persen. Namun, hal ini belum efektif menekan lonjakan kasus positif COVID-19," katanya. Sebelumnya, Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Susatyo, di Kota Bogor, Selasa (6/7), mengatakan Satgas Penanganan COVID-19 Kota Bogor memperluas dan memperketat pelaksanaan penyekatan kendaraan bermotor dengan menambah enam lokasi penyekatan di batas kota. "Dari hasil evaluasi pelaksanaan PPKM Darurat di Kota Bogor, selama tiga hari pada 3-5 Juli 2021, disimpulkan bahwa mobilitas warga menurun 21 persen," katanya. Menurut Susatyo, persentase penurun mobilitas warga tersebut dinilai belum optimal untuk menekan lonjakan kasus positif COVID-19 sehingga perlu diturunkan sampai 50 persen. Untuk menurunkan mobilitas warga sampai 50 persen tersebut, kata dia, Satgas Penanganan COVID-19 Kota Bogor sepakat, untuk memperluas dan memperketat pelaksanaan penyekatan kendaraan bermotor. "Kalau sebelumnya dilakukan penyekatan di 10 lokasi di dalam kota pada pukul 21:00 Wib hingga 24:00 WIB, maka mulai Selasa (6/7) ditambah dengan enam lokasi penyekatan di batas kota," katanya. Susatyo menambahkan, pelaksanaan penyekatan kendaraan bermotor agar lebih efektif maka Satgas Penanganan COVID-19 Kota Bogor telah berkoordinasi dengan Satgas Penanganan COVID-19 Kabupaten Bogor untuk melakukan penyekatan bersama di wilayah Bogor Raya. (sws)

Dugaan Korupsi dan Pungli di DBMSDA Kota Bekasi

Jakarta, FNN - Koordinator Center for Budget Analysis (CBA) Jajang Nurjaman meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dan memeriksa Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) Kota Bekasi Arief Maulana terkait dugaan penyimpangan anggaran dan dugaan pungli. Ditemukan dugaan penyimpangan anggaran dalam proyek Lanjutan Tahap 2 Pembangunan Fly Over Jalan Siliwangi Simpang Cipendawa – Bojong Menteng yang dilaksanakan tahun 2019 dengan nilai proyek Rp142.048.549.600 dan dugaan praktik pungli kepada warga terkait pekerjaan DBMSDA di Kelurahan Kranji Kecamatan Bekasi Barat. Dalam pelaksanaan proyek Lanjutan Tahap 2 Pembangunan Fly Over Jalan Siliwangi Simpang Cipendawa – Bojong Menteng, CBA menduga dibumbui permainan kotor oleh oknum DBMSDA. Pertama, dugaan markup anggaran sebesar Rp 39,8 miliar karena nilai kontrak yang disepakati pihak DBMSDA sangat mahal. Kedua dalam pekerjaan proyek oleh PT MWT tidak sesuai perjanjian kontrak, sedikitnya terdapat 7 pekerjaan yang bermasalah. Misalnya pengecoran tiang bor beton diameter 1.200 mm yang seharusnya dikerjakan 948 meter sama sekali tidak dikerjakan, Pengecoran Tiang Bor Beton Diameter 1.500 mm yang seharusnya dikerjakan 700 meter juga tidak dikerjakan, atau pemancangan tiang pancang beton pratekan pracetak diameter 600 mm yang seharusnya dikerjakan 5.960 meter yang dkerjakan hanya 2.957 meter. Seperti tidak puas dengan dugaan "permainan proyek bernilai ratusan miliar", Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bekasi juga diduga melalukan pungli kepada warga melalui Surat permohonan bantuan dana dengan kepala surat Rukun Tetangga 001 RW 002 Kelurahan Kranji Kecamatan Bekasi Barat tanda tangan lurah kranji pada tanggal 01 Juni 2021. Berdasarkan temuan di atas, CBA mendorong KPK segera turun tangan melakukan penyelidikan atas proyek Lanjutan Tahap 2 Pembangunan Fly Over Jalan Siliwangi Simpang Cipendawa – Bojong Menteng, dan dugaan pungli terkait proyek DBMSDA di Kranji. Panggil dan periksa pihak-pihak terkait khususnya Arief Maulana selaku Kepala Dinas DBMSDA Kota Bekasi. (mth)

Kejati Sumut Masih Teliti Dokumen PDAM Tirta Lihou Simalungun

Medan, FNN - Tim penyidik dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara hingga kini masih memeriksa dokumen PDAM Tirta Lihou Simalungun yang baru saja disita terkait dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pemasangan sambung rumah (SR) untuk masyarakat berpenghasilan rendah tahun 2018 dan 2019. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut Sumanggar Siagian ketika dikonfirmasi, di Medan, Selasa, mengatakan dari dokumen yang disita itu dan berupa alat bukti lainnya nantinya akan disimpulkan perkaranya oleh penyidik. Ia menyebutkan dokumen yang telah disita tersebut tidak diperbolehkan untuk dipublikasikan di media massa, karena bagian materi dari perkara dan harus dirahasiakan. "Tim penyidik juga akan minta bantuan pihak BPK atau BPKP untuk melakukan audit mengenai kerugian negara akibat korupsi yang terjadi di PDAM Tirta Lihou Simalungun," kata mantan Kasi Pidum Kejari Binjai itu. Sebelumnya, Tim penyidik Kejati Sumut melakukan penggeledahan Kantor Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Lihou yang terletak di Jalan Jon Horailam Saragih, Kabupaten Simalungun terkait dalam penanganan perkara dugaan korupsi. Selain kantor PDAM itu, juga digeledah rumah dinas Direktur PDAM yang terletak di kompleks pegawai PDAM Tirta Lihou di Jalan Horailam Saragih.Penggeledahan tersebut untuk mencari dokumen-dokumen yang diperlukan dalam nyelidikan.Dalam perkara ini, tim penyidik Kejati Sumut belum menetapkan tersangka. Penggeledahan tersebut terkait penanganan perkara tindak pidana korupsi pada proyek pemasangan SR untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dengan total sebanyak 4.637 sambungan yang terdiri dari 2.637 SR tahun 2019, dan 2.000 SR tahun 2018.Kemudian pemungutan liar dalam pemasangan SR kepada MBR yang dilakukan oleh PDAM Tirta Lihou Simalungun. Total dana hibah yang dikelola untuk pemasangan SR-MBR mencapai Rp14.100.000.000 yang terdiri dari hibah senilai Rp6.000.000 pada tahun 2018, dan hibah senilai Rp8.100.000.000 pada tahun 2019. (mth)

Seorang Mahasiswi Divonis Enam Bulan Penjara Karena Aniaya Jurnalis

Denpasar, FNN - Seorang mahasiswi bernama Maria Christine Yuta Nukul (23) divonis enam bulan penjara karena terbukti secara sah melakukan pemukulan terhadap seorang perempuan yang berprofesi sebagai wartawan di Bali. "Terdakwa divonis enam bulan penjara dan sebelumnya dituntut selama 10 bulan penjara," kata Juru bicara Pengadilan Negeri Denpasar Bali Gede Astawa saat dikonfirmasi melalui telepon di Denpasar, Selasa malam. Ia mengatakan untuk hal-hal yang meringankan terdakwa adalah belum pernah dihukum dan mengakui terus terang perbuatannya. Sedangkan hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa adalah meresahkan masyarakat. Dalam perkara ini terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 351 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Sebelumnya, dalam dakwaan penuntut umum menjelaskan bahwa kejadian ini terjadi pada awal Maret 2021 ketika korban yang berprofesi sebagai jurnalis ini berusaha melerai pertengkaran antara terdakwa dengan adik teman korban. Awalnya korban bernama Ayu (30) dimintai tolong oleh temannya bernama Damiaen untuk menjemputnya di lokasi kejadian sekitar pukul 10.45 Wita. Setelah tiba di TKP, korban juga bertemu dengan adik Damiaen yang bernama Alberta. Selanjutnya, saat korban hendak pulang ke rumah, tujuh orang mahasiswa datang ke TKP mencari Alberta dan mengaku memiliki masalah yang harus diselesaikan. Selama proses penyelesaian masalah itu terdakwa bersama teman-temannya mau menarik Alberta untuk dibawa pergi meninggalkan lokasi. Lalu, korban berupaya menasehati agar permasalahan diselesaikan dengan baik. Salah satu teman terdakwa kemudian melontarkan kata-kata kasar kepada korban. Lalu, mengetahui hal itu, terdakwa juga berusaha menyerang korban. Pada pukulan pertama bisa dihindari korban, namun kedua kalinya terdakwa memukul korban hingga luka-luka pada bagian bibir korban. Lalu korban langsung dibawa ke Rumah Sakit Bali Mandara (RSBM) untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. (mth)

Buku Putih Pelanggaran HAM Berat KM 50 Diterima Pemerintah

Jakarta, FNN - Pada hari Jumat, 2 Juli 2021 Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan Enam Pengawal HRS (TP3) telah menyerahkan temuan dan hasil kajian atas pembunuhan enam pengawal HRS secara resmi kepada Pemerintah RI. Temuan dan hasil kajian tertuang dalam buku berjudul “Buku Putih – Pelanggaran HAM Berat, Pembunuhan Enam Pengawal HRS”, telah diserahkan melalui Menko Polhukam Mahfud MD. Penyampaian buku ini merupakan wujud komitmen TP3 menindaklanjuti tawaran Presiden Jokowi saat audiensi dengan TP3 pada 9 Maret 2021 di Istana Merdeka. Pada saat itu Presiden Jokowi menyatakan bersedia menerima temuan dan hasil kajian TP3, terutama jika berbeda dengan laporan pemantauan yang telah disampaikan oleh Komnas HAM.. Amat disayangkan, belakangan Presiden Jokowi berubah sikap, dan justru meminta Kemenko Polhukam untuk menerima temuan dari TP3 tersebut. Sebelumnya, permohonan TP3 untuk beraudiensi dengan Presiden Jokowi guna menyampaikan temuan dan hasil kajian telah dilayangkan melalui Surat TP3 Nomor 20/A/TP3/11/2021 tanggal 27 Mei 2021. Setelah hampir sebulan berlalu, TP3 memahami bahwa ternyata Presiden Jokowi tidak mempunyai keinginan beraudiensi sesuai komitmen semula.. Sebagai gantinya TP3 diminta untuk menyampaikan temuan kepada Kemenko Polhukam. Temuan dan hasil analisis TP3 memberikan petunjuk kuat bahwa pembunuhan terhadap 6 (enam) warga negara Indonesia di KM 50 Tol Cikampek telah dilakukan secara sistematis oleh aparat negara. Dari analisis yang dilakukan, TP3 menilai pembunuhan sistemik, sadis, dan sarat penganiayaan tersebut adalah *suatu kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM berat yang harus diproses sesuai UU No.26/2000 tentang Pengadilan HAM*. Sebaliknya, TP3 menilai Laporan Pemantauan yang diakui Komnas HAM sebagai Laporan Penyelidikan tidak berisi fakta dan informasi yang utuh sebagaimana terjadi di lapangan. TP3 telah menyatakan perbedaan sikap secara terbuka terhadap temuan dan rekomendasi Komnas HAM, yang menyatakan pembunuhan tersebut sebagai pelanggaran HAM biasa dan tindak pidana biasa. Bagi TP3, laporan Komnas HAM tersebut bersifat bias, tidak objektif, tidak konsisten antara fakta-fakta hukum dengan rekomendasi, sehingga tidak kredibel dan tidak valid. Karena itu, TP3 sangat prihatin dan menolak dengan tegas jika Pemerintah, terutama Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung tetap menjadikan laporan Komnas HAM sebagai dasar dan rujukan dalam proses penegakan hukum terhadap aparat negara pelaku pembunuhan enam pengawal HRS. TP3 menuntut agar proses penyelidikan dan penyidikan yang sedang berlangsung saat ini (sekiranya ada) agar segera ditingkatkan menjadi penyelidikan Pelanggaran HAM Berat dan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan sesuai aturan dalam UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Lahirnya Buku Putih tentang peristiwa pembunuhan enam pengawal HRS merupakan bentuk tanggungjawab moral dan sosial TP3 kepada para korban tewas dan keluarganya, guna terciptanya kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai Pancasila, UUD 1945 dan cita-cita kemerdekaan Republik Indonesia. Kegiatan TP3 ini dijamin pula dalam UUD 1945, terutama terkait dengan hak-hak berupa: a) pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum; b) kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nurani; dan c) kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. TP3 kembali mengingatkan, saat audiensi pada 9 Maret 2021, Presiden Jokowi menyatakan siap menerima masukan-masukan dari TP3. Presiden juga berjanji mendukung penuntasan kasus secara adil transparan dan dapat diterima rakyat. Menimpali tanggapan Presiden, Menko Polhukam juga mempersilahkan TP3 memberi masukan berdasar bukti bukan berdasar keyakinan. Melalui Buku Putih ini, TP3 datang dengan temuan-temuan dan hasil kajian yang dapat dipertanggungjawabkan, bukan atas keyakinan tanpa dasar, yang diharapkan dapat ditindaklanjuti oleh Pemerintah. TP3 memiliki berbagai temuan dan masukan yang isinya jauh berbeda dengan laporan Komnas HAM. Laporan Komnas HAM bukan hasil penyelidikan, tetapi hanyalah laporan hasil pemantauan yang diberi label Laporan Hasil Penyelidikan. Karena itu, TP3 menuntut Komnas HAM untuk memulai “Proses Penyelidikan” kasus pembunuhan sesuai perintah UU Nomor 26 Tahun 2000, yang sebenarnya dan secara faktual belum pernah dilakukan oleh Komnas HAM. TP3 menuntut Pemerintah, DPR dan Komnas HAM agar konsisten menegakkan hukum di Indonesia sesuai amanat Pasal 1 UUD 1945. TP3 menuntut agar kasus pembunuhan sadis tersebut tidak diselesaikan melalui proses yang sarat rekayasa yang melanggar hukum. TP3 akan terus berjuang untuk memberi pemahaman dan kesadaran kepada publik, akademisi, praktisi hukum, LSM dan ormas-ormas, baik dalam maupun luar negeri, bahwa apa yang dilakukan oleh aparat negara terhadap enam laskar pengawal HRS merupakan pelanggaran HAM berat dan kejahatan terhadap kemanusiaan (grave breaches of human rights and crime against humanity). TP3 menuntut agar asas-asas Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan Yang Adil Beradab, sebagai sila-sila dalam Pancasila, benar-benar diwujudkan dalam dunia nyata, bukan sekedar slogan kosong tanpa makna. Rakyat menanti konsistensi ucapan dengan perbuatan yang akan diambil Pemerintah, terutama Presiden Joko Widodo, dalam proses hukum penuntasan kejahatan kemanusiaan, yakni Pelanggaran HAM Berat terhadap enam pengawal HRS oleh aparat negara. Demikianlah Siaran Pers ini kami sampaikan demi Tegaknya Hukum dan keadilan bagi sesama anak bangsa di bumi NKRI. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa melindungi segenap tumpah darah dan tanah air Indonesia, termasuk anak-anak bangsa yang berupaya menuntut Tegaknya Hukum dan Keadilan bagi enam orang pengawal HRS.