HUKUM
Kodam Mulawarman Investigasi Penembakan Oknum TNI di Kalsel
Banjarmasin, FNN - Komando Daerah Militer (Kodam) VI/Mulawarman melakukan investigasi kasus penembakan warga sipil oleh orang yang diduga oknum TNI di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel). "Sesuai perintah Pangdam tim telah melakukan investigasi penanganan perkara sesuai prosedur hukum dan ketentuan yang berlaku," terang Kapendam VI/Mulawarman Letkol Inf Taufik Hanif kepada ANTARA, Jumat. Adapun tiga terduga pelaku yang merupakan oknum anggota Kipan B Yonif 623/BWU telah diamankan di Denpom VI/2 Banjarmasin beserta barang bukti berupa sebuah senjata laras panjang. "Saat ini ketiganya masih menjalani pemeriksaan mendalam di Denpom Banjarmasin," tutur Taufik. Atas perintah Pangdam VI/Mulawarman Mayjen TNI Heri Wiranto, ungkap dia, Danpomdam segera melakukan penyidikan dan proses hukum ketiga oknum TNI sesuai prosedur hukum yang berlaku. Kemudian Pangdam juga memerintahkan Dandim 1022/Tnb Letkol Cpn Rahmat Trianto untuk membantu keluarga korban serta memberikan santunan dan bantuan yang diperlukan, khususnya proses pemakaman. Dijelaskan Taufik, kasus penembakan bermula dari percekcokan antara ketiga oknum TNI dengan pegawai tempat biliar bernama Raudah beserta suaminya Hendri Jaya pada Rabu (2/6) di wilayah Km 7, RT 05, Desa Sarigadung, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel. Saat itu, ketiga oknum TNI yang diduga dalam pengaruh minuman keras tersebut marah ketika diminta pulang karena warung akan ditutup dan menyiram Raudah dengan minuman jenis tuak. Korban Hendri yang membela istrinya, terlibat percekcokan dengan ketiganya yang berujung penembakan. Hendri dinyatakan meninggal dunia di Rumah Sakit Husada Sepunggur pukul 05.00 WITA.
BEM Nusantara Minta Polemik Alih Status Pegawai Jadi ASN Dihentikan
Jakarta, FNN - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara Pulau Jawa meminta polemik alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) dihentikan dan fokus pada penanganan kasus korupsi di Tanah Air. "Kami mendorong agar isu-isu yang terkait dengan KPK segera berakhir dan KPK bisa menjalankan fungsinya sebagai lembaga independen untuk pemberantasan korupsi," kata Koordinator BEM Nusantara Pulau Jawa Ahmad Marzuki Tukan di Jakarta, Jumat. Jika isu-isu yang berkembang di media maupun gerakan-gerakan KPK seakan-akan tidak fokus menjalankan tugas penanganan korupsi atau lebih fokus pada politik internal, menurut dia, seharusnya KPK kembali pada jalurnya. Menyinggung ersoalan tes wawasan kebangsaan maupun masalah lain-lain, lanjut dia, seyogianya diselesaikan secara internal. Kalaupun 51 pegawai KPK tidak lolos, bisa menempuh jalur hukum berdasarkan konstitusi negara. Oleh karena itu, dia lebih mendukung pihak-pihak yang merasa rugi menempuh jalur hukum sesuai dengan ketentuan yang ada. Pada kesempatan itu, BEM Nusantara Pulau Jawa menyerukan agar mahasiswa tidak ikut terprovokasi mengenai kisruh yang terjadi di KPK. "Harapan kami agar teman-teman mahasiswa sendiri tidak terprovokasi dan lebih jeli lagi melihat problem yang ada di KPK saat ini," katanya. Ia menegaskan dukungannya untuk KPK supaya tetap independen dalam memberantas korupsi di Indonesia sekaligus mengajak seluruh mahasiswa di Tanah Air terus mengawal lembaga antirasuah tersebut.
Ketua KPK Tidak Hadiri Debat Terbuka Bahas TWK dengan Direktur KPK
Jakarta, FNN - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri tidak memenuhi undangan menghadiri debat terbuka dengan Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK Giri Suprapdiono membahas polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Debat terbuka tersebut digelar di ruang wartawan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat. "Kami coba panggil peserta debat TWK pertama, yaitu Bapak Giri Suprapdiono. Selanjutnya, kami panggil untuk datang ke debat TWK karena sebelumnya surat sudah dikirimkan secara resmi ke KPK untuk mengundang Ketua KPK Pak Firli Bahuri untuk bisa datang pada siang hari ini. Namun, tampaknya belum terlihat sosok Pak Firli di ruangan ini," kata Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana yang menjadi pembawa acara debat tersebut. Kurnia pun selanjutnya memulai acara membahas masalah TWK dengan Giri. Giri diketahui merupakan salah satu dari 75 Pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat dalam TWK tersebut. "Jadi, mungkin kami bisa ngobrol-ngobrol dulu dengan peserta debat kali ini dan nanti teman-teman kalau Pak Firli berani untuk mendatangi ruangan ini untuk debat TWK maka acara ini akan dimoderatori oleh Mbak Najwa Shihab yang sudah berada di platform zoom," ujar Kurnia. Dalam debat tersebut, Giri menilai bahwa TWK justru menyingkirkan pegawai-pegawai yang mempunyai kesungguhan dalam memberantas korupsi. "Yang kita saksikan dalam satu bulan ini ternyata polemik TWK ini justru menyingkirkan orang-orang yang memang mempunyai kesungguhan dalam memberantas korupsi," kata Giri. Selain itu, Giri juga meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat menyelamatkan nasib 75 Pegawai KPK tersebut. "Saya bilang saya ini siapa lah, saya tidak bisa meminta-minta Presiden tetapi Presiden juga meminta pertimbangan tidak seperti kita Mas Kurnia ditanya kemudian bereaksi. Dia mengumpulkan informasi dan harapannya informasi itu informasi yang tepat sehingga bisa menyelamatkan 75 orang ini," ujar Giri. Acara tersebut berlangsung sekitar 40 menit, namun Firli juga tak kunjung hadir di ruang wartawan Gedung Merah Putih KPK.
Gerakan Rakyat Antikorupsi Kalbar Tolak Pelemahan KPK
Pontianak, FNN - Gerakan Rakyat Antikorupsi (Gertak) Kalimantan Barat melakukan Aksi Kamisan di Bundaran Tugu Digulis Untan, Pontianak, untuk menolak adanya dugaan upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam bentuk apa pun. "Saat ini kami melaksanakan aksi untuk menjunjung tinggi keadilan sosial bagi masyarakat yang ingin sekali korupsi bisa dilenyapkan dari Indonesia, serta kami juga menyampaikan tuntutan menolak upaya pelemahan KPK dan menuntut komitmen Presiden dalam memberantas praktik korupsi di Indonesia," kata Korlap Gertak, Jimmy Abraham, di Pontianak, Kamis. Dalam aksinya, Gertak Kalbar menuntut atau menolak upaya pelemahan KPK, menuntut komitmen Presiden Joko Widodo dalam pemberantasan korupsi, menuntut Ketua KPK menghentikan polemik internal dan fokus pada pencegahan, dan menghentikan kongkalikong politisi-KPK. "Kami dengan tegas menuntut dan menolak pelemahan KPK, karena secara internal dan eksternal akan memukul mundur upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," katanya. Dia mengatakan TWK (Tes Wawasan Kebangsaan) merupakan tes yang jelas hasilnya mengundang permasalahan di publik, orang yang disingkirkan adalah mereka yang berusaha memberantas korupsi. "Jelas TWK tersebut merupakan tes yang menyingkirkan mereka yang berusaha memberantas korupsi, jumlah kasus yang ditangani datanya yang kami lihat di media yakni sebanyak 75 Pegawai KPK yang hari ini dikategorikan merah," ujar dia. Ia juga mengatakan saat ini KPK sedang mengalami permasalahan yang cukup pelik, mulai dari revisi UU KPK, isu rasisme dan gelombang aksi mahasiswa yang bertubi-tubi hingga saat ini ada 75 Pegawai KPK yang diuji dengan TWK, yang disinyalir menjadi metode aksi bersih-bersih dari oknum yang gerah dengan lembaga antirasuah itu. Hal tersebut dikarenakan adanya jalur eksternal menuju internal KPK dengan pelemahan demokrasi yang dilakukan menggunakan selubung legal formal, katanya lagi. "Setelah kalangan legislatif dan eksekutif menutup telinga dari teriakan penolakan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019, kini dihadapkan dampak revisi tersebut yang menimbulkan karut-marut Tes Wawasan Kebangsaan. Kini selubung legal formal kian tebal membelit langkah kaki para penegak hukum di KPK," katanya lagi. Dia menambahkan, aksi mereka tersebut merupakan komitmen solidaritas dengan tetap melihat perkembangan kasus dan isu yang ada di KPK, jika persoalan tersebut masih terus terjadi, Gertak Kalbar tetap berkomitmen dan mengawal dalam memberantas praktik korupsi di Indonesia. (ant)
ICW Laporkan Firli Bahuri ke Bareskrim Polri
Jakarta, FNN - Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri ke Bareskrim Polri atas dugaan penerimaan gratifikasi, Kamis. Tiga orang perwakilan ICW tiba di Bareskrim Polri, Jakarta, sekitar pukul 11.25 WIB, membawa satu bundel berkas bersampul biru bertulis "Dugaan Penerimaan Gratifikasi oleh Firli Bahuri selaku Ketua KPK RI". Ketiga perwakilan ICW tersebut diwakili Kurnia Ramadhana dan Wana Alamsyah selaku peneliti ICW. Saat dugaan korupsi apa yang dilaporkan, para peneliti ICW mengatakan bahwa pihaknya akan memberikan keterangan setelah mereka memasukkan laporan ke Bareskrim Polri. "Nanti saja setelah laporan, ya," kata Kurnia Ramadhana, peneliti ICW. Sebelumnya, ICW mewakili Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mengirimkan surat permohonan kepada Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo perihal permintaan penarikan atau pemberhentian Ketua KPK Konjen Pol. Firli Bahuri sebagai anggota Polri, Selasa (25/5). Ada beberapa laporan atau kejadian terkait dengan Firli yang disampaikan dalam surat permohonan itu, yakni pertama pada tahun 2020, ada kasus pengembalian paksa Kompol Rossa Purbobekti. Laporan yang kedua ada kasus pelanggaran etik yang bersangkutan saat mengendarai helikopter mewah. Ketiga, lanjut dia, yang paling fatal terkait dengan tes wawasan kebangsaan yang mengakibatkan 75 pegawai KPK dinonaktifkan. (ant)
KPK Panggil Wakil Kepala BPKD DKI Kasus Pengadaan Tanah
Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, memanggil empat saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, DKI Jakarta Tahun 2019. Empat saksi, yakni Wakil Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta/Kabid Pembinaan Pengelolaan Keuangan Daerah BPKD DKI Jakarta 2019 Lusiana Herawati, Plh BP BUMD periode 2019 Riyadi, Senior Manajer Divisi Pertanahan dan Hukum Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yadi Robby, dan Darzenalia Azli dari pihak swasta. "Hari ini, pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi terkait pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019, pemeriksaan dilakukan di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta Selatan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis. KPK pada 27 Mei 2021 telah menetapkan empat tersangka kasus tersebut, yakni mantan Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles (YRC), Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene (AR), Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian (TA), dan korporasi PT Adonara Propertindo (AP). Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. KPK menduga ada kerugian keuangan negara senilai Rp152,5 miliar dalam pengadaan tanah tersebut. Awalnya, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana Jaya (PDPSJ) yang bergerak di bidang properti tanah dan bangunan mencari tanah di wilayah Jakarta yang akan dijadikan unit bisnis ataupun bank tanah. Salah satu perusahaan yang bekerja sama dengan PDPSJ dalam hal pengadaan tanah di antaranya PT Adonara Propertindo (AP) yang kegiatan usahanya bergerak di bidang properti tanah dan bangunan. Pada 8 April 2019 disepakati dilakukan penandatanganan Pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di Kantor PDPSJ antara pihak pembeli, yakni Yoory Corneles dengan pihak penjual, yakni Anja Runtuwene. Selanjutnya pada waktu yang sama langsung dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau sekitar Rp108,9 miliar ke rekening bank milik Anja di Bank DKI. Selang beberapa waktu kemudian, atas perintah Yoory dilakukan pembayaran oleh PDPSJ kepada Anja sekitar sejumlah Rp43,5 miliar.
Bangun Dermaga Pribadi, Wakil Walikota Bima Langgar UU Lingkungan Hidup
Mataram, FNN - Wakil Wali Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, Fery Sofyan, didakwa melanggar Undang-Undang RI Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terkait pembangunan dermaga jetty milik pribadi. Kepala Kejari Bima Suroto yang dihubungi melalui sambungan telepon pada Kamis di Mataram,, mengatakan, dakwaan terhadap Fery Sofyan telah tersampaikan oleh jaksa penuntut umum dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Negeri Bima. "Jaksa penuntut umum, mendakwa Fery Sofyan dengan Pasal 109 Undang-Undang RI Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau Pasal 22 Angka 36 UU RI Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja tentang perubahan atas Pasal 109 Huruf a UU RI Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," kata Suroto. Pasal tersebut, kata dia, menjelaskan pidana yang dilakukan perorangan atau badan usaha terkait kegiatan yang tidak mengantongi izin lingkungan. "Ancaman pidananya paling singkat satu tahun dan paling berat tiga tahun penjara, serta pidana denda paling banyak Rp3 miliar," ujarnya. Dalam dakwaannya, lanjut Suroto, jaksa penuntut umum menyebutkan pembangunan dermaga di Teluk Bonto, Kelurahan Kolo, Kecamatan Asakota, Kota Bima, ini tidak disertai dengan kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL/UPL). Hal itu dilihat dari tidak adanya tertera dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dalam syarat administrasi pembangunannya. Karenanya, kegiatan pembangunan dermaga jetty milik terdakwa itu terindikasi berjalan secara ilegal. Dari sidang perdananya, Suroto mengatakan bahwa terdakwa menanggapi dakwaan tersebut dengan mengajukan eksepsi (nota keberatan). Dengan tanggapan yang demikian, majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menyampaikan materi eksepsinya pada sidang lanjutan pekan depan, Kamis (10/6). Untuk selanjutnya, kata Suroto, majelis hakim meminta agar terdakwa yang tidak ditahan sejak penyidikannya di kepolisian dapat dipastikan hadir dalam sidang penyampaian materi eksepsi pekan depan. (ant)
Kades Bekasi Pemalsu Surat Tanah Dituntut 8 Bulan
Cikarang, FNN - Kepala Desa Taman Rahayu, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi berinisial AW yang melakukan tindak pidana pemalsuan surat tanah dituntut 8 bulan penjara dalam sidang ketujuh beragendakan pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Cikarang, Kamis. "Selain oknum kepala desa AW, aparatur desa setempat berinisial AR, IF, dan SA juga kami tuntut 8 bulan penjara," kata jaksa penuntut umum Danang Yudha Prawira usai persidangan. Mereka didakwa melanggar Pasal 263 KUHP terkait pemalsuan surat. Tuntutan itu berdasarkan fakta persidangan, baik fakta memberatkan maupun meringankan para terdakwa. "Hal yang memberatkan terdakwa adalah meresahkan masyarakat dan sebagai perangkat desa seharusnya mereka mengayomi warga," katanya. Danang mengatakan bahwa Pasal 263 KUHP tidak menyebutkan ancaman minimal, tetapi ancaman maksimal 6 tahun penjara. Keluarga ahli waris Novi merasa tidak puas atas tuntutan jaksa yang dianggap terlalu ringan mengingat ancaman maksimal atas perbuatan yang dimaksud adalah hukuman penjara selama 6 tahun. "Saya ingin hukuman seadil-adilnya karena kami masyarakat kecil. Tolonglah bantu kami yang merasa terinjak-injak dan dirugikan Kades. Dia harus mendapat hukuman setimpal," katanya. Massa dari keluarga ahli waris yang berjumlah puluhan orang itu terlihat kecewa saat meninggalkan area ruang persidangan. Mereka kemudian melanjutkan aksi ke Kantor Kecamatan Setu. "Kami kecewa lantaran tuntutan jaksa terlalu ringan. Kami meminta pemerintah daerah dan Kecamatan Setu menonaktifkan kepala desa," kata Midun. Diketahui kasus yang menyeret oknum kepala desa berikut aparatur desa itu berawal dari sengketa tanah di Kampung Serang RT 03/03 Desa Taman Rahayu. Keluarga ahli waris Ontel bin Teran menggugat kepala desa atas kepemilikan tanah mereka seluas 1.100 meter yang dipindahnamakan atas nama Utar bin Elon, kemudian diwakafkan ke desa dengan menggunakan surat akta ikrar wakaf yang dikeluarkan KUA Kecamatan Setu. (ant)
Kerabat eks Sekretaris MA Didakwa Bantu Bersembunyi dari Penyidik KPK
Jakarta, FNN - Ferdy Yuman selaku kerabat dari mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi didakwa membantu Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono untuk menghindari pemeriksaan dari penyidik KPK terkait perkara hukum yang menjerat keduanya. "Terdakwa Ferdy Yuman mencari dan menyewakan rumah sebagai tempat Nurhadi dan Rezky Herbiyono untuk menghindari pemeriksaan atau tindakan hukum lainnya terhadap Nurhadi dan Rezky Herbiyono yang pada saat itu sudah berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh penyidik KPK," kata jaksa penuntut umum KPK Nur Haris Arshadi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis. Ferdy diketahui adalah sepupu Rezky Herbiyono yang sejak 2018 bekerja sebagai supir dan orang kepercayaan Rezky yang mengurus kebutuhan Rezky dan Nurhadi beserta keluarganya. Atas pekerjaan tersebut, Ferdy mendapat gaji sebesar Rp20 juta per bulan dari Rezky Herbiyono. Pada 6 Desesmber 2019, terbit Surat Perintah Penyidikan perkara tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji yang dilakukan oleh Nurhadi bersama-sama dengan Rezky Herbiyono dan perbuatan penerimaan gratifikasi terkait jabatan. Tiga panggilan KPK terhadap Nurhadi dan Rezky yaitu pada 13 Desember 2019, 3 Januari 2020 dan 23 Januari 2020 tidak dipenuhi keduanya. "Karena surat panggilan baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka tidak dipenuhi Nurhadi dan Rezky Herbiyono maka pada 28 Januari 2020 KPK mengeluarkan surat perintah penangkapan kepada Nurhadi dan Rezky," ungkap jaksa. Penyidik lalu mendatangi kediaman dan lokasi lainnya diduga tempat persembunyian Nurhadi dan Rezky namun tidak diketemukan sehingga pada 11 Februari 2020 penyidik mengajukan penerbitan Daftar Pencarian Orang (DPO) ke Polri atas nama Nurhadi dan Rezky. Bareskrim Polri lalu menerbitkan DPO terhadap Nurhadi dan Rezky. "Sejak Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka, untuk menghindari penangkapan, Nurhadi dan Rezky Herbiyono beserta seluruh keluarga pindah tempat tinggal sementara dengan menyewa apartemen di The Residences at Dharmawangsa I unit 1707 selama 3 bulan," tambah jaksa. Setelah tinggal di tempat tersebut, Rezky meminta Ferdy untuk tinggal di apartemen itu juga untuk memenuhi keperluan Nurhadi, Rezky dan keluarga. Pada awal Januari 2020, Rezky meminta Francesco Kolly Mally untuk mencarikan rumah sewa dengan kriteria halaman luas dan jumlah kamar banyak sehingga didapat rumah di Jalan Simprug Golf 17 suites No. 1 Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Setelah Rezky merasa cocok, Ferdy berkomunikasi dan menegosiasikan harga dengan Adiwono Dewantoro selaku agen pemasaran rumah tersebut dan dicapai kesepakatan harga sewa rumah sejumlah Rp360 juta per tahun ditambah uang jaminan Rp70 juta dan Rp60 juta sebagai komisi agen pemasaran sehingga total seluruhnya adalah Rp490 juta. Ferdy lalu menandatangani perjanjian sewa dengan Ni Putu Nena selaku kuasa pemilik rumah sekaligus menyerahkan biaya sewa Rp490 juta yang uangnya berasal dari Rezky. Nurhadi dan Rezky memulai proses perpindahan rumah pada 28 Februari 2020, Ferdy pun ikut pindah ke rumah tersebut sekaligus mengurus kebutuhan Nurhadi, Rezky dan keluarga padahal mengetahui Nurhadi dan Rezky sedang berperkara di KPK dan masuk DPO. Ferdy juga tidak melaporkan kepindahan Nurhadi, Rezky dan keluarga kepada ketua RT setempat agar keberadaan mereka tidak diketahui orang lain. Pada Mei 2020, penyidik mendapat informasi keberadaan Nurhadi dan REzky kemudian pada 1 Juni 2020, tim penyidik mendatangi lokasi tersebut untuk melakukan penangkapan. "Namun setiba di lokasi terdakwa telah bersiap-siap menunggu di depan pintu gerbang rumah memakai mobil Toyota Fortuner nomor polisi B 1187 Q dengan kondisi mesin kendaraan yang menyala sebagai upaya untuk melarikan Nurhadi dan Rezky Herbiyono, namun sebelum terlaksana, terdakwa melihat mobil tim Penyidik KPK mendekat, terdakwa langsung menjalankan kendaraannya sehingga tidak terkejar oleh penyidik dan selanjutnya terdakwa pulang ke Surabaya," jelas jaksa. Penyidik lalu menggeledah rumah tersebut dan mendapati Nurhadi sedang bersembunyi di salah satu kamar dan Rezky bersembunyi di kamar lain sehingga Nurhadi dan Rezky bisa diamankan dan dibawa ke KPK. "Bahwa serangkaian perbuatan terdakwa tersebut dilakukan dengan maksud agar Nurhadi dan Rezky Herbiyono selaku tersangka Tindak Pidana Korupsi tidak diketahui keberadaannya serta untuk menghindari pemeriksaan atau tindakan hukum lainnya terhadap Nurhadi dan Rezky Herbiyono oleh Penyidik KPK," ungkap jaksa. Ferdy pun didakwa dan diancam pidana dengan pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut mengatur tentang orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta. (ant)
Faisal Basri Dijadikan Ahli untuk Terangkan Jumhur Tidak Berbohong
Jakarta, FNN - Tim kuasa hukum Jumhur Hidayat menghadirkan ekonom senior Faisal Basri sebagai ahli pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis, demi menerangkan cuitan terdakwa bukan berita bohong sebagaimana dituduhkan oleh jaksa. “Ini ingin memberi konteks dan menunjukkan bahwa cuitan Jumhur bukan berita bohong,” kata anggota tim kuasa hukum Jumhur, Arif Maulana, saat ditemui usai sidang di PN Jakarta Selatan, Kamis. Dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Agus Widodo, Faisal Basri menerangkan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, yang dikritik oleh Jumhur lewat media sosial Twitter memuat sejumlah masalah. Dari berbagai masalah yang disampaikan Faisal, kesejahteraan buruh dan pelindungan terhadap lingkungan dari ancaman kerusakan jadi isu yang banyak dibahas dalam sidang. Faisal berpendapat UU Cipta Kerja memudahkan tenaga kerja asing masuk bekerja di dalam negeri sehingga pada periode Januari-April 2021 ada lebih dari 6.000 TKA asal China yang masuk ke Indonesia melalui Bandara Sam Ratulangi, Sulawesi Utara. Faisal menyebut angka itu ia peroleh dari data resmi Badan Pusat Statistik (BPS). Namun, pihak BPS belum dapat langsung dihubungi untuk diminta konfirmasinya terkait data tersebut. Di samping mengancam kesejahteraan buruh, Faisal juga menyoroti bahwa UU Cipta Kerja juga melemahkan pelindungan terhadap lingkungan mengingat adanya perubahan pada aturan terkait analisis dampak mengenai lingkungan (amdal). “Standar-standar lingkungan juga dilonggarkan dalam Omnibus Law ini. Amdal tidak perlu lagi melibatkan masyarakat sipil, civil society, kemudian merembet ke aturan-aturan turunannya. Misalnya, limbah batu bara tidak masuk lagi dalam kategori B3 atau limbah berbahaya,” terang Faisal Basri. Dalam sidang, kuasa hukum Jumhur yang menamakan diri sebagai Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) juga bertanya mengenai isi cuitan kliennya itu yang disebut oleh jaksa sebagai berita bohong. “(Pendapat ahli, Red) ini akan membuktikan bahwa pendapat tersebut bukan berita bohong, karena ahli ekonomi sudah membenarkan hal itu dalam persidangan,” terang Koordinator TAUD Oky Wiratama saat ditemui di luar ruang sidang, Kamis. Pendapat yang disebut Oky merujuk pada cuitan Jumhur di media sosial Twitter pada 7 Oktober 2020. Cuitan Jumhur, yang menjadi sumber dakwaan jaksa, menyebut “UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTORS dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini: 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja. Klik untuk baca: kmp.im/AGA6m2”. Cuitan Jumhur juga mengutip tautan (link) berita yang disiarkan oleh Kompas.com berjudul “35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja”. Terkait pertanyaan itu, Faisal membenarkan isi berita yang disiarkan oleh Kompas.com bahwa ada keresahan dari 35 investor asing mengenai pengesahan UU Cipta Kerja. Ia juga berpendapat bahwa sebutan “Primitive Investors” pada cuitan Jumhur kemungkinan merujuk pada penanam modal sektor ekstraktif. Industri ekstraktif, yang izinnya dipermudah oleh UU Cipta Kerja, merupakan sektor yang eksploitatif dan kurang menguntungkan bagi Indonesia, demikian pendapat Faisal sebagaimana disampaikan dalam sidang. Jumhur Hidayat, petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sekaligus wakil ketua umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), didakwa oleh jaksa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang menimbulkan kericuhan. Jaksa dalam dakwaannya juga menuduh Jumhur berusaha menciptakan kebencian antargolongan pengusaha dan buruh lewat cuitannya itu. Terkait dakwaan itu, Jumhur dijerat dua pasal alternatif, yaitu Pasal 14 Ayat (1) juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A Ayat (2) jo. Pasal 28 Ayat (2) UU No.19/2016 tentang Perubahan UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun, Jumhur beserta kuasa hukumnya mengatakan bahwa cuitan itu merupakan kritik dan pengingat buat pemerintah bahwa UU Cipta Kerja bermasalah. (ant)