HUKUM

Bangun Dermaga Pribadi, Wakil Walikota Bima Langgar UU Lingkungan Hidup

Mataram, FNN - Wakil Wali Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, Fery Sofyan, didakwa melanggar Undang-Undang RI Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terkait pembangunan dermaga jetty milik pribadi. Kepala Kejari Bima Suroto yang dihubungi melalui sambungan telepon pada Kamis di Mataram,, mengatakan, dakwaan terhadap Fery Sofyan telah tersampaikan oleh jaksa penuntut umum dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Negeri Bima. "Jaksa penuntut umum, mendakwa Fery Sofyan dengan Pasal 109 Undang-Undang RI Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau Pasal 22 Angka 36 UU RI Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja tentang perubahan atas Pasal 109 Huruf a UU RI Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," kata Suroto. Pasal tersebut, kata dia, menjelaskan pidana yang dilakukan perorangan atau badan usaha terkait kegiatan yang tidak mengantongi izin lingkungan. "Ancaman pidananya paling singkat satu tahun dan paling berat tiga tahun penjara, serta pidana denda paling banyak Rp3 miliar," ujarnya. Dalam dakwaannya, lanjut Suroto, jaksa penuntut umum menyebutkan pembangunan dermaga di Teluk Bonto, Kelurahan Kolo, Kecamatan Asakota, Kota Bima, ini tidak disertai dengan kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL/UPL). Hal itu dilihat dari tidak adanya tertera dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dalam syarat administrasi pembangunannya. Karenanya, kegiatan pembangunan dermaga jetty milik terdakwa itu terindikasi berjalan secara ilegal. Dari sidang perdananya, Suroto mengatakan bahwa terdakwa menanggapi dakwaan tersebut dengan mengajukan eksepsi (nota keberatan). Dengan tanggapan yang demikian, majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menyampaikan materi eksepsinya pada sidang lanjutan pekan depan, Kamis (10/6). Untuk selanjutnya, kata Suroto, majelis hakim meminta agar terdakwa yang tidak ditahan sejak penyidikannya di kepolisian dapat dipastikan hadir dalam sidang penyampaian materi eksepsi pekan depan. (ant)

Kades Bekasi Pemalsu Surat Tanah Dituntut 8 Bulan

Cikarang, FNN - Kepala Desa Taman Rahayu, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi berinisial AW yang melakukan tindak pidana pemalsuan surat tanah dituntut 8 bulan penjara dalam sidang ketujuh beragendakan pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Cikarang, Kamis. "Selain oknum kepala desa AW, aparatur desa setempat berinisial AR, IF, dan SA juga kami tuntut 8 bulan penjara," kata jaksa penuntut umum Danang Yudha Prawira usai persidangan. Mereka didakwa melanggar Pasal 263 KUHP terkait pemalsuan surat. Tuntutan itu berdasarkan fakta persidangan, baik fakta memberatkan maupun meringankan para terdakwa. "Hal yang memberatkan terdakwa adalah meresahkan masyarakat dan sebagai perangkat desa seharusnya mereka mengayomi warga," katanya. Danang mengatakan bahwa Pasal 263 KUHP tidak menyebutkan ancaman minimal, tetapi ancaman maksimal 6 tahun penjara. Keluarga ahli waris Novi merasa tidak puas atas tuntutan jaksa yang dianggap terlalu ringan mengingat ancaman maksimal atas perbuatan yang dimaksud adalah hukuman penjara selama 6 tahun. "Saya ingin hukuman seadil-adilnya karena kami masyarakat kecil. Tolonglah bantu kami yang merasa terinjak-injak dan dirugikan Kades. Dia harus mendapat hukuman setimpal," katanya. Massa dari keluarga ahli waris yang berjumlah puluhan orang itu terlihat kecewa saat meninggalkan area ruang persidangan. Mereka kemudian melanjutkan aksi ke Kantor Kecamatan Setu. "Kami kecewa lantaran tuntutan jaksa terlalu ringan. Kami meminta pemerintah daerah dan Kecamatan Setu menonaktifkan kepala desa," kata Midun. Diketahui kasus yang menyeret oknum kepala desa berikut aparatur desa itu berawal dari sengketa tanah di Kampung Serang RT 03/03 Desa Taman Rahayu. Keluarga ahli waris Ontel bin Teran menggugat kepala desa atas kepemilikan tanah mereka seluas 1.100 meter yang dipindahnamakan atas nama Utar bin Elon, kemudian diwakafkan ke desa dengan menggunakan surat akta ikrar wakaf yang dikeluarkan KUA Kecamatan Setu. (ant)

Kerabat eks Sekretaris MA Didakwa Bantu Bersembunyi dari Penyidik KPK

Jakarta, FNN - Ferdy Yuman selaku kerabat dari mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi didakwa membantu Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono untuk menghindari pemeriksaan dari penyidik KPK terkait perkara hukum yang menjerat keduanya. "Terdakwa Ferdy Yuman mencari dan menyewakan rumah sebagai tempat Nurhadi dan Rezky Herbiyono untuk menghindari pemeriksaan atau tindakan hukum lainnya terhadap Nurhadi dan Rezky Herbiyono yang pada saat itu sudah berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh penyidik KPK," kata jaksa penuntut umum KPK Nur Haris Arshadi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis. Ferdy diketahui adalah sepupu Rezky Herbiyono yang sejak 2018 bekerja sebagai supir dan orang kepercayaan Rezky yang mengurus kebutuhan Rezky dan Nurhadi beserta keluarganya. Atas pekerjaan tersebut, Ferdy mendapat gaji sebesar Rp20 juta per bulan dari Rezky Herbiyono. Pada 6 Desesmber 2019, terbit Surat Perintah Penyidikan perkara tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji yang dilakukan oleh Nurhadi bersama-sama dengan Rezky Herbiyono dan perbuatan penerimaan gratifikasi terkait jabatan. Tiga panggilan KPK terhadap Nurhadi dan Rezky yaitu pada 13 Desember 2019, 3 Januari 2020 dan 23 Januari 2020 tidak dipenuhi keduanya. "Karena surat panggilan baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka tidak dipenuhi Nurhadi dan Rezky Herbiyono maka pada 28 Januari 2020 KPK mengeluarkan surat perintah penangkapan kepada Nurhadi dan Rezky," ungkap jaksa. Penyidik lalu mendatangi kediaman dan lokasi lainnya diduga tempat persembunyian Nurhadi dan Rezky namun tidak diketemukan sehingga pada 11 Februari 2020 penyidik mengajukan penerbitan Daftar Pencarian Orang (DPO) ke Polri atas nama Nurhadi dan Rezky. Bareskrim Polri lalu menerbitkan DPO terhadap Nurhadi dan Rezky. "Sejak Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka, untuk menghindari penangkapan, Nurhadi dan Rezky Herbiyono beserta seluruh keluarga pindah tempat tinggal sementara dengan menyewa apartemen di The Residences at Dharmawangsa I unit 1707 selama 3 bulan," tambah jaksa. Setelah tinggal di tempat tersebut, Rezky meminta Ferdy untuk tinggal di apartemen itu juga untuk memenuhi keperluan Nurhadi, Rezky dan keluarga. Pada awal Januari 2020, Rezky meminta Francesco Kolly Mally untuk mencarikan rumah sewa dengan kriteria halaman luas dan jumlah kamar banyak sehingga didapat rumah di Jalan Simprug Golf 17 suites No. 1 Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Setelah Rezky merasa cocok, Ferdy berkomunikasi dan menegosiasikan harga dengan Adiwono Dewantoro selaku agen pemasaran rumah tersebut dan dicapai kesepakatan harga sewa rumah sejumlah Rp360 juta per tahun ditambah uang jaminan Rp70 juta dan Rp60 juta sebagai komisi agen pemasaran sehingga total seluruhnya adalah Rp490 juta. Ferdy lalu menandatangani perjanjian sewa dengan Ni Putu Nena selaku kuasa pemilik rumah sekaligus menyerahkan biaya sewa Rp490 juta yang uangnya berasal dari Rezky. Nurhadi dan Rezky memulai proses perpindahan rumah pada 28 Februari 2020, Ferdy pun ikut pindah ke rumah tersebut sekaligus mengurus kebutuhan Nurhadi, Rezky dan keluarga padahal mengetahui Nurhadi dan Rezky sedang berperkara di KPK dan masuk DPO. Ferdy juga tidak melaporkan kepindahan Nurhadi, Rezky dan keluarga kepada ketua RT setempat agar keberadaan mereka tidak diketahui orang lain. Pada Mei 2020, penyidik mendapat informasi keberadaan Nurhadi dan REzky kemudian pada 1 Juni 2020, tim penyidik mendatangi lokasi tersebut untuk melakukan penangkapan. "Namun setiba di lokasi terdakwa telah bersiap-siap menunggu di depan pintu gerbang rumah memakai mobil Toyota Fortuner nomor polisi B 1187 Q dengan kondisi mesin kendaraan yang menyala sebagai upaya untuk melarikan Nurhadi dan Rezky Herbiyono, namun sebelum terlaksana, terdakwa melihat mobil tim Penyidik KPK mendekat, terdakwa langsung menjalankan kendaraannya sehingga tidak terkejar oleh penyidik dan selanjutnya terdakwa pulang ke Surabaya," jelas jaksa. Penyidik lalu menggeledah rumah tersebut dan mendapati Nurhadi sedang bersembunyi di salah satu kamar dan Rezky bersembunyi di kamar lain sehingga Nurhadi dan Rezky bisa diamankan dan dibawa ke KPK. "Bahwa serangkaian perbuatan terdakwa tersebut dilakukan dengan maksud agar Nurhadi dan Rezky Herbiyono selaku tersangka Tindak Pidana Korupsi tidak diketahui keberadaannya serta untuk menghindari pemeriksaan atau tindakan hukum lainnya terhadap Nurhadi dan Rezky Herbiyono oleh Penyidik KPK," ungkap jaksa. Ferdy pun didakwa dan diancam pidana dengan pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut mengatur tentang orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta. (ant)

Faisal Basri Dijadikan Ahli untuk Terangkan Jumhur Tidak Berbohong

Jakarta, FNN - Tim kuasa hukum Jumhur Hidayat menghadirkan ekonom senior Faisal Basri sebagai ahli pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis, demi menerangkan cuitan terdakwa bukan berita bohong sebagaimana dituduhkan oleh jaksa. “Ini ingin memberi konteks dan menunjukkan bahwa cuitan Jumhur bukan berita bohong,” kata anggota tim kuasa hukum Jumhur, Arif Maulana, saat ditemui usai sidang di PN Jakarta Selatan, Kamis. Dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Agus Widodo, Faisal Basri menerangkan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, yang dikritik oleh Jumhur lewat media sosial Twitter memuat sejumlah masalah. Dari berbagai masalah yang disampaikan Faisal, kesejahteraan buruh dan pelindungan terhadap lingkungan dari ancaman kerusakan jadi isu yang banyak dibahas dalam sidang. Faisal berpendapat UU Cipta Kerja memudahkan tenaga kerja asing masuk bekerja di dalam negeri sehingga pada periode Januari-April 2021 ada lebih dari 6.000 TKA asal China yang masuk ke Indonesia melalui Bandara Sam Ratulangi, Sulawesi Utara. Faisal menyebut angka itu ia peroleh dari data resmi Badan Pusat Statistik (BPS). Namun, pihak BPS belum dapat langsung dihubungi untuk diminta konfirmasinya terkait data tersebut. Di samping mengancam kesejahteraan buruh, Faisal juga menyoroti bahwa UU Cipta Kerja juga melemahkan pelindungan terhadap lingkungan mengingat adanya perubahan pada aturan terkait analisis dampak mengenai lingkungan (amdal). “Standar-standar lingkungan juga dilonggarkan dalam Omnibus Law ini. Amdal tidak perlu lagi melibatkan masyarakat sipil, civil society, kemudian merembet ke aturan-aturan turunannya. Misalnya, limbah batu bara tidak masuk lagi dalam kategori B3 atau limbah berbahaya,” terang Faisal Basri. Dalam sidang, kuasa hukum Jumhur yang menamakan diri sebagai Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) juga bertanya mengenai isi cuitan kliennya itu yang disebut oleh jaksa sebagai berita bohong. “(Pendapat ahli, Red) ini akan membuktikan bahwa pendapat tersebut bukan berita bohong, karena ahli ekonomi sudah membenarkan hal itu dalam persidangan,” terang Koordinator TAUD Oky Wiratama saat ditemui di luar ruang sidang, Kamis. Pendapat yang disebut Oky merujuk pada cuitan Jumhur di media sosial Twitter pada 7 Oktober 2020. Cuitan Jumhur, yang menjadi sumber dakwaan jaksa, menyebut “UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTORS dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini: 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja. Klik untuk baca: kmp.im/AGA6m2”. Cuitan Jumhur juga mengutip tautan (link) berita yang disiarkan oleh Kompas.com berjudul “35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja”. Terkait pertanyaan itu, Faisal membenarkan isi berita yang disiarkan oleh Kompas.com bahwa ada keresahan dari 35 investor asing mengenai pengesahan UU Cipta Kerja. Ia juga berpendapat bahwa sebutan “Primitive Investors” pada cuitan Jumhur kemungkinan merujuk pada penanam modal sektor ekstraktif. Industri ekstraktif, yang izinnya dipermudah oleh UU Cipta Kerja, merupakan sektor yang eksploitatif dan kurang menguntungkan bagi Indonesia, demikian pendapat Faisal sebagaimana disampaikan dalam sidang. Jumhur Hidayat, petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sekaligus wakil ketua umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), didakwa oleh jaksa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang menimbulkan kericuhan. Jaksa dalam dakwaannya juga menuduh Jumhur berusaha menciptakan kebencian antargolongan pengusaha dan buruh lewat cuitannya itu. Terkait dakwaan itu, Jumhur dijerat dua pasal alternatif, yaitu Pasal 14 Ayat (1) juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A Ayat (2) jo. Pasal 28 Ayat (2) UU No.19/2016 tentang Perubahan UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun, Jumhur beserta kuasa hukumnya mengatakan bahwa cuitan itu merupakan kritik dan pengingat buat pemerintah bahwa UU Cipta Kerja bermasalah. (ant)

Hakim Ancam Saksi Korupsi Bansos untuk Ditahan Karena Tidak Jujur

Jakarta, FNN - Ketua majelis hakim Muhammad Damis mengancam Agustri Yogasmara untuk ditahan seusai bersaksi di persidangan karena memberikan keterangan yang tidak jujur. "Ini peringatan kedua kepada saksi agar saksi memberikan keterangan yang benar, bersungguh-sungguh, tidak usah melindungi seseorang dalam perkara ini agar saudara selamat, jika tidak beri keterangan yang tidak benar diancam minimal 3 tahun penjara dan maksimal 12 tahun," kata Damis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu. Damis menyampaikan hal tersebut kepada Agustri Yogasmara alias Yogas yang menjadi saksi untuk dua terdakwa yaitu mantan Kepala Biro Umum Kementerian Sosial Adi Wahyono dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bansos sembako COVID-19 Matheus Joko Santoso yang didakwa bersama-sama dengan eks Menteri Sosial Juliari Batubara menerima suap sebesar Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos. "Saya bisa meminta panitera menurut ketentuan hukum acara bahwa boleh saudara tidak pulang malam ini karena bila dua terdakwa ini mengatakan hal yang berbeda dengan saudara akan jadi urusan, berapa banyak orang di sini yang saudara bohongi," tambah Damis. Dalam sidang untuk terdakwa Juliari pada Senin (31/5) Adi Wahyono mengatakan Yogas adalah pemilik jatah 400 ribu paket untuk paket bansos ke-7 hingga ke-12 bersama-sama dengan mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR dari fraksi PDIP Ihsan Yunus dan adik Ihsan Yunus bernama Muhamad Rakyan Ikram alias Iman Ikram. "Jangan hanya karena ingin menyelamatkan seseorang lalu mencelakakan diri sendiri, mekanisme untuk keterangan palsu di sidang tinggal kami selesaikan berita acara pemeriksaan lalu kirim ke penuntut umum kemudian sudah selesai, tidak panjang urusannya, saya ingatkan saudara," tegas Damis. Yogas yang dalam pelaksanaan bansos pada periode April-November 2020 masih bekerja sebagai "Senior Asisstant Vice President" Bank Muamalat Indonesia itu hanya mengakui dirinya sebagai perantara. "Saat itu saya hanya menawarkan ayam dalam kemasan, tapi ditolak oleh Pak Adi karena tidak ada di pasaran," kata Yogas. Yogas juga mengaku menawarkan untuk menyediakan biskuit tanpa merek untuk ibu menyusui, alat kesehatan, hingga beras ke Kemensos. "Sales seharusnya bisa memperkenalkan produk kok ini tidak bisa memperkenalkan merek barangnya. Saudara sales atau broker kalau benar menawarkan beras, beras apa? Kan ada mereknya saat diambil?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK M Nur Azis. "Beras medium, beras koperasi petani Cianjur," jawab Yogas tanpa menyebut merek beras tersebut. Yogas juga mengaku sempat menawarkan goodybag dari PT Perca milik Ikram serta susu dari PT Indoguardika. "Kan aneh lagi, ada barang baru lagi tadi sarden, biskuit, beras, alat kesehatan, susu, sebenarnya broker apa sih?" tanya jaksa Azis. "Palugada Pak," jawab Yogas.

Korupsi Bansos, Pengusaha Bakso Kembalikan 1,6 Miliar ke Kemensos

Jakarta, FNN - Direktur CV Bahtera Asa Riski Riswandi menyebut perusahaannya mengembalikan Rp1,6 miliar sebagai kelebihan bayar pengadaan paket bantuan sosial sembako COVID-19 di Kementerian Sosial. "Sudah dikembalikan seluruhnya Rp1,6 miliar ke bendahara kementerian karena ada kelebihan bayar," kata Riski di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu. Riski menyampaikan hal tersebut kepada Agustri Yogasmara alias Yogas yang menjadi saksi untuk dua terdakwa yaitu mantan Kepala Biro Umum Kementerian Sosial Adi Wahyono dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bansos sembako COVID-19 Matheus Joko Santoso yang didakwa bersama-sama dengan eks Menteri Sosial Juliari Batubara menerima suap sebesar Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos. Kelebihan itu menurut Riski berdasarkan pemeriksaan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) saat melakukan audit untuk tujuan tertentu. "Saat itu menurut BPKP ada kelebihan pembayaran karena paket yang saya tawarkan," ungkap Riski. CV Bahtera Asa disebut Riski mengerjakan paket untuk pengadaan tahap 1 di Jakarta, tahap 2 di Bodetabek, tahap 3 dan tahap komunitas sebanyak 170.424 paket. "Di BAP Nomor 6 saudara mengatakan paket-paket yang dikerjakan Bahtera Asa adalah milik saudara Kukuh?" tanya jaksa penuntut umum KPK. "Rekomendasi dari Kukuh, setahu saya dia staf ahli menteri," jawab Riski. Kukuh yang dimaksud adalah Kukuh Ary Wibowo selaku tim teknis bidang komunikasi Menteri Sosial Juliari Batubara. "Tidak ada fee yang diberikan ke Kukuh dari saya," ungkap Riski. Riski hanya mengaku memberikan Rp140 juta kepada Matheus Joko di ruang ULP Kementerian Sosial. "Saya berikan Rp140 juta sekali, yang menyerahkan saya sendiri karena Pak Joko pernah minta perhatian buat anak-anak yang kerja," tambah Riski. (ant)

Kejagung Tangkap 4 Tersangka Anak Perusahaan Antam

Jakarta, FNN - Kejaksaan Agung (Kejagung) menahan empat dari enam tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan dalam proses pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) batubara seluas 400 hektare di Kabupaten Sarolangun, Jambi, dari anak perusahaan PT Antam Tbk. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Rabu malam, mengatakan, keempat tersangka yang ditahan adalah AL selaku Direktur Utama PT Antam Tbk periode 2008-2013, HW selaku Direktur Operasional PT Antam Tbk, BM selaku mantan direktur utama PT ICR periode 2008-2014 dan MH selaku komisaris PT Tamarona Mas Internasional periode 2009-sekarang. "Tim penyidik telah menetapkan para tersangka untuk dilakukan penahanan selama 20 hari terhitung sejak 2 Juni 2021 sampai dengan 21 Juni 2021 ditempatkan di Rutan Salemba cabang Kejagung tiga orang dan satu orang di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan," kata Leonard. Sebelum melakukan penahanan Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) terlebih dahulu melakukan pemeriksaan terhadap enam orang, empat di antaranya tersangka dan dua orang sebagai saksi. Dua orang saksi yang diperiksa, yakni BT selaku karyawan PT Antam Tbk dan DM selaku senior manajer legal PT Antam Tbk 2007-2019. Keenam orang tersebut diperiksa terkait mekanisme/Standard Operating Procedure (SOP) akuisisi PT. Citra Tobindo Sukses Perkasa (CTSP) oleh PT. Indonesia Coal Resources (ICR) anak perusahaan PT Antam Tbk. Leonard menyebutkan, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi ini, penyidik telah menetapkan enam orang tersangka. "Hari ini yang hadir empat orang tersangka. Dua orang tidak hadir," kata Leonard. Dua orang tersangka yang tidak hadir tersebut, yang pertama tersangka AT selaku Direktur Operasional PT. Indonesia Coal Resources (ICR) dan tersangka MT pihak penjual saham atau direktur PT CTSP (pihak penjual). "Alasan tidak hadir satu karena sakit, yang satunya belum ada keterangan. Pemeriksaan kepada yang bersangkutan akan dilanjutkan pada minggu depan," kata Leonard. Dalam perkara ini, dilakukan perjanjian jual beli saham pada tanggal 12 Januari 2011, tersangka MH mendapat pembayaran sebesar Rp35 miliar dan tersangka MT mendapatkan pembayaran Rp56,5 miliar. Sebelumnya, tersangka BM melakukan pertemuan dengan tersangka MT selaku penjual (kontraktor batubara) pada tanggal 10 November 2010 dan telah ditentukan harga pembelian yaitu Rp. 92,5 miliar padahal belum dilakukan 'due dilligence'. Lalu pada 19 November 2010 di Jakarta dilaksanakan MOU antara PT. ICR-PT. CTSP-PT.TMI-PT. RGSR dalam rangka akuisisi saham PT. CTSP yang memiliki IUP dengan luas lahan 400 hektare. Tersangka BM dan tersangka ATY tidak pernah menunjukkan IUP asli atas lahan tambang batubara yang menjadi objek akuisisi. Perbuatan tersangka BM bersama-sama dengan tersangka ATY, saksi AA, tersangka HW, tersangka MH dan tersangka MT tersebut telah sebagaimana hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) Pupung Heru merugikan keuangan negara sebesar Rp. 92,5 miliar. Keenam tersangka dikenakan pasal primair Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ant)

Polisi Surabaya Ungkap Penipuan Investasi Properti Smartkost

Surabaya, FNN - Aparat Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya mengungkap kasus penipuan investasi properti dengan konsep "Smartkost" yang dikelola oleh pengembang PT Indo Tata Graha. Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Surabaya Komisaris Polisi (Kompol) Ambuka Yudha menjelaskan investasi tersebut ditawarkan sejak tahun 2018 seharga Rp1,2 miliar per unit. "Lokasinya cukup strategis, yaitu di kawasan Mulyosari Surabaya, yang dekat dengan sejumlah kampus ternama," katanya kepada wartawan di Surabaya, Rabu sore. Sebanyak sebelas orang yang telah membeli dengan cara mengangsur dan sebagian telah melunasi merasa tertipu karena hingga kini unit "Smartkost" yang dijanjikan tidak pernah terealisasi. Menurut penyelidikan polisi, lahan untuk pembangunan "Smartkost" di wilayah Mulyosari hingga kini masih belum menjadi hak milik pengembang PT Indo Tata Graha. Direktur PT Indo Tata Graha Dadang Hidayat pun ditangkap, dan polisi telah menetapkannya sebagai tersangka kasus penipuan. "Perusahaannya resmi bergerak di bidang pengembang properti. Sebelumnya juga pernah bangun perumahan. Tetapi ketika dia menawarkan 'Smartkost' di Mulyosari ini tidak sesuai dengan yang dijanjikan," ucap Kompol Yudha. Sementara itu, tersangka Dadang berdalih pembangunan "Smartkost" terkendala masalah sengketa tanah. Semula dia menjanjikan serah terima kunci terhadap para pembeli dalam jangka waktu dua tahun terhitung sejak pertama kali dipasarkan tahun 2018. "Kami menerima gugatan di lahan tersebut. Dampaknya proses sertifikat dan perizinan tidak berjalan dengan baik sehingga kami tidak bisa membangun," katanya. Penyidik Polrestabes Surabaya menghitung total kerugian yang diderita oleh sebanyak 11 pembeli yang menjadi korbannya sebesar Rp11,3 miliar. Polisi menduga masih banyak pembeli lain yang menjadi korbannya dan diimbau segera melapor ke Polrestabes Surabaya. (ant)

KPK Akan Tindaklanjuti Informasi Keberadaan Harun Masiku di Indonesia

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindaklanjuti adanya informasi yang menyebut mantan Caleg PDIP Harun Masiku (HM) berada di Indonesia. "Kemudian mungkin beberapa waktu lalu ada informasi bahwa dia (Harun) masuk ke sini, ada yang menyampaikan seperti itu. Ya tentunya informasi itu kami tindak lanjuti," kata Plh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Setyo Budiyanto di Gedung KPK, Jakarta, Rabu. Harun adalah tersangka kasus dugaan suap terkait penetapan Anggota DPR RI terpilih Tahun 2019-2024 yang sudah berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak Januari 2020 tersebut. "Jadi, DPO itu sudah terbit sejak 17 Janauri 2020, kemudian ditindaklanjuti lagi ada juga proses pencegahan (ke luar negeri) kemudian pencegahan karena ada mekanismenya sampai dua kali maka tidak bisa kami lanjutkan yang ketiga," kata dia. Merujuk Pasal 97 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian bahwa jangka waktu pencegahan berlaku paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang paling lama 6 bulan. KPK telah memperpanjang pencegahan terhadap Harun sebanyak dua kali, yang terakhir terhitung sejak 10 Juli 2020 sampai dengan 6 bulan ke depan. Setyo menyatakan sejak diterbitkannya DPO terhadap Harun sampai pencegahan ke luar negeri, pihaknya juga tetap berusaha mencari keberadaan Harun, salah satunya menggeledah beberapa tempat di wilayah Sulawesi Selatan. "Tetapi di antara proses itu namanya melakukan pencarian berusaha untuk mengetahui posisinya di mana. Ya tentu sekali lagi kami mohon maaf itu tidak pernah dipublikasikan memang kecuali kegiatan yang sifatnya terbuka seperti penyidik melakukan penggeledahan di beberapa tempat di wilayah Sulawesi Selatan, mungkin itu terpublikasi kegiatannya tetapi kemudian mencari informasi dan lain-lain sebenarnya sifatnya adalah "silent", ujar Setyo. Sebelumnya diinformasikan, KPK telah mengirimkan surat ke National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia agar dapat menerbitkan "red notice" terhadap Harun. "Sebagai salah satu langkah nyata KPK untuk segera mencari dan menemukan keberadaan DPO atas nama HM, Senin (31/5), KPK telah mengirimkan surat ke National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia agar dapat diterbitkan "red notice", kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu. Upaya tersebut, kata Ali, dilakukan agar DPO segera ditemukan sehingga proses penyidikan kasus dengan tersangka Harun tersebut dapat segera diselesaikan. (ant)

Sejumlah Pejabat Polda Sumbar Dimutasi

Padang, FNN - Sejumlah pejabat utama di Mapolda Sumatera Barat dimutasi yakni jabatan Direktur Samapta, Direktur Pamobvit, dan Direktur Reserse Narkoba Polda Sumatera Barat melalui Surat Telegram Kapolri yang diterbitkan pada Rabu (1/6). Kepala Bidang Humas Polda Sumbar Kombes Pol Satake Bayu dalam keterangan tertulis di Padang, Kamis mengatakan mutasi jabatan ini sesuai dengan Surat Telegram Kapolri (ST) tentang pemberhentian dan pengangkatan dalam jabatan di lingkungan Polri. Ia mengatakan beberapa Pejabat Utama Polda Sumbar dan Kapolres di jajaran Polda Sumbar juga masuk dalam ST dengan nomor ST/1129/VI/KEP./2021 tanggal 1 Juni 2021 yang ditandatangani oleh As SDM Kapolri Irjen Pol Drs. Sutrisno Yudi Hermawan. Untuk jabatan Direktur Samapta Polda Sumbar yang sebelumnya dijabat Kombes Pol Tafianto Eko Atmojo digantikan AKBP Achmadi yang sebelumnya menjabat Wadirsamapta Polda Banten, sementara Kombes Pol Tafianto akan bertugas sebagai Direktur Samapta Polda Kepulauan Riau. Kemudian jabatan Direktur Pengamanan Objek Vital (Dirpamobvit) Polda Sumbar yang sebelumnya dijabat Kombes Pol Agus Krisdiyanto digantikan AKBP Ardian Indra Nurinta yang sebelumnya menjabat Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Lampung. Sementara Kombes Pol Agus Krisdiyanto akan bertugas sebagai Direktur Lalu Lintas Polda Maluku. Setelah itu Direktur Reserse Narkoba Polda Sumbar dari Kombes Pol Ade Rahmad Idnal digantikan Kombes Pol Roedy Yulianto yang sebelumnya menjabat Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda DIY. Kombes Pol Roedy sebelumnya juga pernah menjabat sebagai Wadir Reserse Narkoba Polda Sumbar, Kapolres Dharmasraya dan Kapolres Padang Pariaman. Selanjutnya, Kapolres Dharmasraya AKBP Aditya Galayudha akan digantikan AKBP Anggun Cahyono yang sebelumnya menjabat Kakorsis SPN Polda Metro Jaya. Sementara AKBP Aditya Galayuda akan menjabat Kapolres Gunung Kidul Polda DIY. "Mutasi dalam tubuh Polri merupakan kebutuhan organisasi untuk promosi dan degradasi peningkatan kapasitas sumber daya manusia Polri," kata dia. (ant)