HUKUM

Akademisi: Perlindungan Data Pribadi Sangat Penting

Jakarta, FNN - Akademisi Universitas Terbuka Daryono menegaskan pentingnya perlindungan terhadap data pribadi dari kemungkinan terjadinya penyalahgunaan data. "Data pribadi digital seperti kunci, kalau data pribadi kita diketahui oleh orang lain atau diambil alih secara melawan hukum, tentunya sudah bisa diketahui apa akan terjadi," kata Daryono dalam webinar perlindungan data pribadi elektronik di Jakarta, Selasa. Guru besar Ilmu Hukum itu menyatakan data pribadi digital berhubungan dengan berbagai aset, baik yang memiliki nilai ekonomi maupun tidak, sehingga sangat berpotensi terjadi penyalahgunaan. Kata dia, dalam transaksi digital selalu menggunakan "identifer" data pribadi sebagai validator. "Perlindungan tidak hanya dilakukan dari sisi teknologi, namun yang paling penting juga dari aspek hukum," jelas Daryono. Menurut Daryono, aspek hukum mengatur tata kelola dan bagaimana menghindari penyalahgunaan data pribadi dari berbagai aspek. Daryono mengungkapkan perkembangan digital transaksi di Indonesia begitu masih setiap tahunnya berdasarkan data Bank Indonesia. Tahun 2018 sebanyak 40 juta transaksi digital dengan nilai sebesar Rp47,1 triliun. Angka itu meningkat di tahun 2019 sebanyak 80 juta transaksi digital dengan nilai sebesar RpRp156,2 triliun. Pada tahun 2020, sebanyak 140 juta transaksi digital dengan nilai sebesar Rp204,9 triliun. Sementara hingga pertengahan tahun 2021, sebanyak 573 juta transaksi digital dengan nilai Rp3.114 triliun. "Mungkin akibat dari pandemi, sehingga sebagian besar transaksi dilakukan secara digital," ungkap Daryono. Daryono berharap kedepannya, perlindungan digital aset begitu sangat penting. Apalagi kata dia, dengan digodoknya Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi bisa menjadi salah satu upaya perlindungan data pribadi. (sws)

Dua Pria di Bali Membobol Vila Turis Asing Hingga Ratusan Juta Rupiah

Badung, 22/6 (ANTARA) - Dua pria di Bali bernama Muhammad Defri Hermanto (26) dan Adi Maola Buana (32) membobol vila yang ditempati oleh turis asing di wilayah Kuta Utara, Badung, Bali dengan kerugian hingga ratusan juta rupiah. "Kedua pelaku berasal dari luar Bali dan mereka tidak berkaitan ya, beda laporan. Dari tersangka Adi Maola diperoleh Rp41 juta sedangkan dari tersangka Muhammad Defri diperoleh Rp300 juta," kata Kapolres Badung AKBP Roby Septiadi dalam konferensi pers di Polsek Kuta Utara, Bali, Selasa. Ia mengatakan ada dua turis asing yaitu berasal dari Inggris dan Swedia yang menjadi korban dari kasus pencurian dengan pemberatan ini. Awalnya dari tersangka Muhammad Defri masuk ke dalam vila dan mencari brankas yang berisi barang-barang berharga berupa uang tunai dan perhiasan emas. Selanjutnya, pada Minggu (20/06) sekitar pukul 11.00 Wita, korban bernama Simon Andrew Crowe sedang dalam perjalanan pulang dari Surabaya menuju ke Bali dan mendapat kabar beberapa dollar dan perhiasannya telah hilang. Untuk itu, turis asal Inggris ini mengalami kerugian Rp300 juta dan kalung emas. Kedua, dari tersangka Adi Maola Buana yang merupakan mantan pekerja di vila tersebut mengintai lokasi tempat korban tinggal. Kemudian, pada 12 Juni 2021 sekitar jam 11.00 Wita ketika suasana sepi tersangka langsung mengambil barang-barang korban. Korban bernama Malin Karllsson asal Swedia mengalami kerugian hingga Rp41 juta, dengan barang bukti berupa laptop dan telepon genggam masing-masing satu buah. Atas perbuatan tersebut, kedua pelaku dikenakan Pasal 363 KUHP dengan ancaman maksimal 7 tahun penjara, kata Kapolres Badung. (sws)

LSP KPK Tambah Jumlah Penyuluh Antikorupsi Untuk Bangun Integritas

Jakarta, FNN - Lembaga Sertifikasi Profesi Komisi Pemberantasan Korupsi (LSP KPK) kembali memperkuat upaya pembangunan integritas dengan menambah jumlah penyuluh antikorupsi tersertifikasi. "Dengan metode asesmen jarak jauh, LSP KPK hari ini (Selasa) akan menambah lagi 19 penyuluh antikorupsi kompeten sehingga dalam kurun satu semester terakhir LSP KPK mencetak total 188 penyuluh antikorupsi tersertifikasi," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya di Jakarta, Selasa. Ipi menjelaskan sertifikasi yang diselenggarakan Selasa (22/6) diikuti 12 peserta dengan menggunakan jalur pendidikan dan pelatihan (diklat). Sedangkan, sisanya tujuh peserta melalui jalur pengalaman dengan beragam latar belakang profesi. Proses sertifikasi dibagi dalam dua sesi, yakni pukul 08.00 WIB-12.00 WIB dan pukul 13.00 WIB-17.00 WIB. "Jika peserta mengikuti jalur diklat maka setelah menyelesaikan diklat, maka peserta diwajibkan untuk melakukan penyuluhan antikorupsi. Bukti-bukti bahwa peserta telah melakukan penyuluhan tersebut akan menjadi portofolio sebagai syarat mengikuti tahapan sertifikasi," ucap Ipi. Ia mengatakan sebanyak 12 peserta yang kali ini mengikuti sertifikasi sebelumnya telah menyelesaikan diklat pada tahun 2020. Mayoritas adalah Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). "Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pengakuan kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji kompetensi yang mengacu kepada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) penyuluh antikorupsi," kata dia. Selama tiga tahun penyelenggaraan sertifikasi oleh LSP KPK, kata dia, saat ini KPK telah memiliki 1.499 penyuluh antikorupsi. "Untuk melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan penyuluhan oleh para penyuluh yang sudah tersertifikasi, KPK membangun aplikasi 'aksesku interaksi'. Melalui aplikasi tersebut, para penyuluh antikorupsi di seluruh Indonesia mendokumentasikan kegiatan penyuluhan antikorupsi yang telah dilakukan dan dipantau LSP KPK," kata Ipi. Ia mengatakan sertifikasi penyuluh antikorupsi yang diselenggarakan LSP KPK atau di instansi yang bekerja sama dengan LSP KPK tidak dipungut biaya apa pun. "KPK mengajak masyarakat memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan kompetensi bagi masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi," tuturnya. (sws)

Sinting, "Bohong" HRS Kok Lebih Dahsyat dari Pembunuhan KM-50

By Asyari Usman Medan, FNN - Para pengelola negara ini sudah ‘confirmed’ mengalami gangguan akal sehat berkenaan dengan “bohong” swab test Habib Rizieq Syihab (HRS). Coba Anda renungkan ini. Katakanlah HRS benar berbohong soal hasil test di RS Ummi, Bogor. Tapi, apakah tuduhan berbohong itu lebih dahsyat dari pembunuhan 6 (enam) pengawal HRS di KM-50? Sinting total para pengelola negara ini, khususnya para penegak hukum. Sudah jelas-jelas Komnas HAM (walaupun tercium subjektif), menyimpulkan ada pelanggaran HAM level “extrajudicial killing” dalam kasus KM-50 itu. Sebanyak 6 orang dibunuh oleh aparat ketika para pengawal Habib itu berada di dalam kawalan (custody) polisi. Kemudian, Komnas juga mengisyaratkan sangat mungkin ada lembaga lain di luar kepolisian yang terlibat dalam pembunuhan KM-50 itu. Ada orang penting di mobil Land Cruiser warna gelap yang berada di TKP pada saat peristiwa terjadi. Mobil itu sampai hari ini belum terungkap. Komnas HAM meminta agar ditelusuri. Tapi rekomendasi ini tidak dilaksanakan. Sekarang, kenapa kasus HRS yang dituduh berbohong itu menjadi lebih besar dan lebih penting bagi penegak hukum? Habib dituduh menyebarkan kabar bohong dan bisa menimbulkan keonaran. Nah, apakah “bohong” itu sudah menyebabkan keonaran? Keonaran apa? Di mana? Siapa korbannya? Edan betul. Pembunuhan KM-50 dengan 6 korban tak bersalah itu malah hilang dari proses penyelidikan. Ada kesan penegak hukum mau mengendapkan pembunuhan sadis itu. Sangat menakjubkan! Habib Rizieq dituntut 6 tahun penjara hanya karena berbohong. Sementara para pelaku pembunuhan KM-50 menjadi tak jelas kelanjutannya. Padahal, Polri secara resmi telah mengakui anggota merekalah yang melakukan pembunuhan biadab tersebut dan telah menetapkan dua tersangka (semula tiga tersangka, tapi satu orang “meninggal dunia”). Seandainya pun Habib benar berbohong soal test swab RS Ummi, akal sehat standar apa yang bisa menjustifikasi hukuman penjara 6 tahun? Juris prudensi mana yang dijadikan rujukan oleh jaksa penuntut umum (JPU)? Luar biasa zalimnya para penguasa negeri ini. Dua tersangka pembunuh pengawal HRS tidak ditahan. Dengan alasan kooperatif. Dan bahwa mereka diyakini tidak ada melarikan diri atau menghilangkan barang bukti. Sekali lagi, mereka itu tersangka pembunuhan. Bukan tersangka kasus berbohong. Bukan pidana ringan. Mau disebut apa rangkaian proses yang aneh ini kalau bukan muslihat politik yang berbungkus kasus hukum. Orang gila pun akan geleng-geleng kepala mendengar kasus berbohong dituntut 6 tahun penjara. Orang gila pun pusing memikirkan kenapa kasus berbohong dianggap lebih urgen dari pembunuhan KM-50.[] (Penulis wartawan senior FNN.co.id)

KPK Konfirmasi Saksi Dokumen Lelang Proyek Stadion Mandala Krida

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi saksi Tri Haryati mengenai proses penyusunan addendum dokumen lelang untuk proyek pembangunan Stadion Mandala Krida Tahun Anggaran 2016-2017. KPK, Senin (21/6) memeriksa Tri Haryati yang merupakan Petugas Akuntasi dan Pelaporan Balai Pemuda dan Olahraga Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan Stadion Mandala Krida APBD Tahun Anggaran 2016-2017 pada Pemprov DIY. "Dikonfirmasi antara lain terkait dengan proses penyusunan addendum dokumen lelang Tahun 2016 dan 2017 untuk proyek pembangunan Stadion Mandala Krida APBD Tahun Anggaran 2016-2017 pada Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa. Adapun, kata Ali, pemeriksaan saksi Tri Haryati dilakukan di Gedung KPK, Jakarta. KPK saat ini sedang melakukan penyidikan dugaan kasus korupsi pekerjaan pembangunan Stadion Mandala Krida tersebut. Kendati demikian, KPK saat ini belum bisa memberikan informasi spesifik siapa saja pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Sebagaimana kebijakan Pimpinan KPK, pengumuman penetapan tersangka akan dilakukan bersamaan dengan upaya paksa penangkapan atau penahanan para tersangka tersebut. KPK juga telah menggeledah di beberapa lokasi dalam penyidikan kasus tersebut seperti Kantor Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY serta Badan Pemuda dan Olahraga DIY. Tim penyidik KPK mengamankan dokumen yang terkait dengan kasus dalam penggeledahan tersebut. (mth)

KPK Dalami Pertemuan Wali Kota Tanjungbalai dengan Eks Penyidik Robin

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi mendalami pertemuan Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M Syahrial (MS) dengan mantan penyidik KPK asal Polri Stepanus Robin Pattuju (SRP) untuk pengurusan perkara. KPK, Senin (21/6), memeriksa Syahrial sebagai saksi untuk tersangka Robin dan kawan-kawan dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait penanganan perkara Wali Kota Tanjungbalai Tahun 2020-2021. "Tersangka MS diperiksa sebagai saksi sekaligus sebagai tersangka, dikonfirmasi terkait dengan dugaan adanya beberapa pertemuan lain yang dilakukan oleh yang bersangkutan dengan tersangka SRP untuk pengurusan perkara yang sedang ditangani KPK," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa. Selain Syahrial dan Robin, KPK juga menetapkan pengacara Maskur Husain (MH) sebagai tersangka. Dalam konstruksi perkara disebut pada Oktober 2020, Syahrial menemui Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin di rumah dinas Azis di Jakarta Selatan dan menyampaikan permasalahan adanya penyelidikan yang sedang dilakukan oleh KPK di Pemkot Tanjungbalai, Sumatera Utara. Azis langsung memperkenalkan Syahrial dengan Robin. Dalam pertemuan tersebut, Syahrial menyampaikan permasalahan terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemkot Tanjungbalai yang sedang dilakukan KPK agar tidak naik ke tahap penyidikan dan meminta agar Robin dapat membantu agar permasalahan penyelidikan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh KPK. Robin bersama Maskur sepakat membuat komitmen dengan Syahrial terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemkot Tanjungbalai untuk tidak ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyiapkan uang Rp1,5 miliar. Syahrial menyetujui permintaan Robin dan Maskur tersebut dengan mentransfer uang secara bertahap sebanyak 59 kali melalui rekening bank milik Riefka Amalia, teman Robin. Syahrial juga memberikan uang secara tunai kepada Robin hingga total uang yang telah diterima Stepanus Rp1,3 miliar. Dari uang yang telah diterima oleh Robin dari Syahrial kemudian diberikan kepada Maskur sebesar Rp325 juta dan Rp200 juta. (mth)

Polres Bengkulu Wajibkan Vaksinasi Sebagai Syarat Peroleh SIM dan SKCK

Bengkulu, FNN - Kepolisian Resor (Polres) Bengkulu, Senin, mulai menerapkan kebijakan sertifikat vaksinasi COVID-19 sebagai syarat untuk pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Kepala Satuan (Kasat) Lalu Lintas Polres Bengkulu AKP Kadek Suwantoro menjelaskan dengan pemberlakuan itu, maka setiap masyarakat yang ingin mengajukan pembuatan SIM dan SKCK wajib menunjukkan sertifikat selesai mengikuti vaksinasi COVID-19. "Kalau mereka sudah ada sertifikat vaksin, maka bisa langsung menuju (loket) pelayanan SKCK atau SIM, namun bila belum ada kami imbau dan anjurkan untuk vaksin terlebih dahulu," kata Kadek, di Bengkulu, Senin. Kadek menegaskan masyarakat yang belum melakukan vaksinasi dan tidak bisa menunjukkan sertifikat selesai vaksinasi, untuk sementara tidak akan dilayani dalam pembuatan SIM dan SKCK. Kecuali, kata Kadek, masyarakat yang berdasarkan aturan memang tidak bisa mengikuti vaksinasi, seperti memiliki riwayat penyakit tertentu atau baru sembuh dari COVID-19 sehingga belum bisa dilakukan penyuntikan. Petugas nantinya akan mengarahkan masyarakat yang belum disuntikkan vaksin untuk melakukan vaksinasi di Rumah Sakit Bhayangkara Kota Bengkulu atau ke pelayanan Biddokkes Polda Bengkulu. Pelayanan ini tidak dipungut biaya. "Nanti yang akan melakukan pemeriksaan atau screening itu di penjagaan depan. Jadi ketika di dalam tidak dicek lagi, karena yang bisa masuk yaitu yang memenuhi syarat. Termasuk memakai masker, mencuci tangan, dan pemeriksaan suhu tubuh," ujarnya pula. Menurut Kadek, penerapan kebijakan ini mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Pananggulangan Pandemi COVID-19. Pasal 13 A ayat 4 dalam regulasi itu mengatur tentang sanksi administratif bagi masyarakat yang telah ditetapkan sebagai penerima vaksin, namun menolak atau tidak melakukan vaksinasi. Sanksi administratif yang diberikan berupa penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial, penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan, dan atau denda. Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Bengkulu Kombes Pol Sudarno menyebut tujuan dari penerapan kebijakan ini, yaitu untuk memotivasi masyarakat agar mau mengikuti vaksinasi. "Kita ingin cakupan vaksinasi ini tinggi, dengan demikian diharapkan COVID-19 bisa kita cegah. Tujuannya begitu," kata Sudarno. Ia menyebut untuk sementara kebijakan penerapan sertifikat vaksinasi sebagai syarat pembuatan SIM dan SKCK baru dilakukan di Polres Bengkulu. Ke depan, kata Sudarno, pihaknya akan melakukan evaluasi terhadap kebijakan itu untuk melihat apakah juga bisa diterapkan di polres jajaran lainnya. Sementara itu, Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri memastikan syarat bikin SIM dan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) wajib divaksin adalah berita bohong atau hoaks. "Itu hoaks, jangan percaya," kata Kepala Sub Direktorat SIM Korlantas Polri Kombes Djati Utomo, di Jakarta, Senin. Informasi yang beredar di media sosial menyebut ada syarat baru dalam pembuatan SIM dan SKCK per 1 Juli 2021, yakni masyarakat harus memiliki surat keterangan vaksinasi COVID-19 atau sudah divaksin COVID-19. Djati menyayangkan beredarnya kabar hoaks tersebut, karena belum semua warga Indonesia divaksin COVID-19, sehingga kebijakan itu tak mungkin diberlakukan. "Kan vaksinasi belum semua masyarakat Indonesia divaksin," katanya lagi. (sws)

Korlantas Polri Bantah Wajib Vaksin untuk Pengurusan SIM dan SKCK

Jakarta, FNN - Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri memastikan syarat bikin SIM dan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) wajib divaksin adalah berita bohong atau hoaks. "Itu hoaks, jangan percaya," kata Kepala Sub Direktorat SIM Korlantas Polri Kombes Djati Utomo di Jakarta, Senin. Informasi yang beredar di media sosial menyebut ada syarat baru dalam pembuatan SIM dan SKCK per 1 Juli 2021, yakni masyarakat harus memiliki surat keterangan vaksinasi COVID-19 atau sudah divaksin COVID-19. Djati menyayangkan beredarnya kabar hoaks tersebut, karena belum semua warga Indonesia divaksin COVID-19 sehingga kebijakan itu tak mungkin diberlakukan. "Kan vaksinasi belum semua masyarakat Indonesia divaksin," katanya. Informasi mewajibkan pendaftar SIM dan SKCK menyertakan sertifikat vaksin beredar di Aceh. Terpisah, Kabid Humas Polda Aceh Kombes Pol Wendy menegaskan informasi yang berkembang terkait dengan sertifikat vaksin menjadi syarat mendaftar SIM dan SKCK adalah informasi tidak benar. "Secara resmi kami nyatakan informasi itu tidak benar," Polda Aceh, kata dia, belum mengeluarkan aturan terkait syarat wajib vaksin tersebut bagi pengurusan SIM dan SKCK. Pihaknya justru mendorong masyarakat untuk mengikuti program vaksinasi yang telah dicanangkan oleh pemerintah. Bahkan, Polresta Banda Aceh menggelar vaksinasi massal terbuka untuk umum. Guna mendorong minat masyarakat untuk divaksin, diberi doorprize mulai dari motor, televisi hingga hadiah menarik lainnya. (sws)

Pemkab Kediri Sanksi Tegas Pungutan Ilegal di Objek Wisata

Kediri, FNN - Pemerintah Kabupaten Kediri, Jawa Timur, memberikan sanksi tegas bagi pelaku pungutan ilegal di fasilitas publik, termasuk objek wisata, mengingat saat ini sudah diterapkan transaksi nontunai untuk masuk objek wisata. Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana di Kediri, Senin, mengemukakan bahwa pihaknya mendapatkan laporan di lokasi objek wisata terjadi praktik pungutan ilegal. Untuk itu, pemkab telah mengeluarkan surat yang isinya imbauan tidak ada pungutan ilegal. "Saya menegaskan bahwa tidak boleh ada lagi praktik pungutan liar, terutama di sejumlah objek wisata di Kabupaten Kediri," katanya. Di daerah ini, kata dia, untuk masuk objek wisata sudah diterapkan transaksi nontunai. Hal itu juga sebagai upaya demi mencegah terjadinya praktik pungutan ilegal. "Untuk pengelolaan wisata, kami sudah menggunakan sistem TNT (transaksi nontunai). Pada sistem ini semuanya sudah berbasis elektronik sehingga meminimalisasi terjadinya praktik pungutan liar," katanya. Pemerintah Kabupaten Kediri memutuskan memanfaatkan layanan pembayaran nontunai untuk transaksi pajak daerah sehingga mempercepat layanan dan mengurangi risiko kontak langsung, mengingat saat ini masih pandemi COVID-19. Kebijakan tersebut dibuat sebagai tindak lanjut dari Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) Kabupaten Kediri yang telah dibentuk sebelumnya. Selain itu, kebijakan ini juga meminimalisasir risiko kontak langsung mengingat saat ini masih pandemi COVID-19. Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kediri Sofwan Kurnia juga mengapresiasi langkah pemkab setempat yang memanfaatkan digitalisasi dalam transaksi pajak daerah. Dalam praktiknya, pelaksanaan transaksi nontunai sementara di dua lokasi wisata, yakni Gunung Kelud (1.371 meter di atas permukaan laut) di Kecamatan Ngancar dan Air Terjun Dolo di Dusun Besuki, Desa Jugo, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri. Sebelumnya, transaksi digital dilakukan di pasar tradisional, termasuk di area Kampung Inggris, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri. Perseroan Terbatas (PT) Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. (Bank Jatim) juga ikut mendorong digitalisasi wisata Gunung Kelud (1.731 meter di atas permukaan laut) dengan meluncurkan e-Ticketing berbasis aplikasi mobile untuk mempermudah wisatawan yang berkunjung ke gunung tersebut. Direktur TI dan Operasi Bank Jatim Tonny Prasetyo mengatakan bahwa wisatawan dapat melakukan pembayaran nontunai menggunakan layanan Quick Response Indonesia Standard (QRIS) Bank Jatim. Ia menjelaskan inovasi tersebut merupakan langkah konkret dalam meminimalisasi penyebaran virus COVID-19 melalui uang tunai yang beredar di tengah masyarakat. (sws)

Polisi Tangkap Dua Anak "Punk" Pelaku Pengeroyokan di Tulungagung

Tulungagung, Jatim, FNN - Aparat kepolisian di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, menangkap dua anak "punk" yang mengeroyok Chandra Dwi Santoso karena melindungi TM (17), gadis "punk" dari kelompok yang sama dari percobaan perkosaan para pelaku. "Ya kami sudah mengamankan dua tersangka pengeroyokan setelah mendapat pengaduan dari korban Chandra Dwi Santoso,” kata Kasubbag Humas Polres Tulungagung Iptu Trisakti Saiful Hidayat di Tulungagung, Senin. Kedua pelaku pengeroyokan sekaligus percobaan perkosaan itu berinisial JN (18) dan ANA (18). Keduanya menghajar Chandra yang sebenarnya masih rekan-nya sendiri sesama punk. Rupanya JN dan ANA kesal terhadap Chandra yang menghalangi upaya mereka menodai TM. "Kedua tersangka ini marah karena rencananya gagal lantaran saksi TM ini dilindungi korban," papar-nya. Dijelaskan Trisakti, tersangka pertama diamankan di Pos Kemuning dekat dengan Jembatan Sembung, Tulungagung sepekan lalu, Senin (14/6). Sementara tersangka kedua diamankan saat mendatangi Polsek Tulungagung Kota, terkait tindak pidana ringan yang dilakukannya. Peristiwa pengeroyokan itu sendiri terjadi di area lahan kosong depan Indomaret, Kelurahan Sembung, Tulungagung pada Sabtu (12/6) pagi menjelang subuh, sekitar pukul 02.30 WIB. Kedua pelaku, JN dan ANA beritikad buruk menodai TM, temannya sesama anak punk yang tertidur pulas di tempat yang sama. Menyadari dalam ancaman, TM kemudian meminta perlindungan pada Chandra, rekan-nya sesama punk yang ada di lokasi yang sama. Sikap korban yang menghalang-halangi itu membuat JN dan ANA emosi dan kemudian mengeroyok Chandra hingga babak belur. Korban pun mengalami luka lebam dan robek pada bibir kiri serta benjol pada bagian kepala. Kasus itu lalu dilaporkan ke Polsek Tulungagung Kota. (sws)