HUKUM

Diduga Ada Jejak Jenderal di Pembantaian 6 Anggota Laskar FPI

by Tarmidzi Yusuf Bandung FNN - Hari ini, 7 Juni 2021 tepat enam bulan kasus pembantaian dan pembunuhan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI). Belum juga ada titik terang terkait proses penegakan hukum terhadap para pelaku dan dalang kejahatan kemanusian dan politik tersebut. Diduga dalangnya adalah jenderal polisi yang dibantu jenderal tentara. Namun tidak mudah untuk dibuktikan Rumornya, tidak lama lagi akan terjadi promosi jendral tentara naik menjadi Kepala Staf Angkatan. Padahal seharusnya mereka ditangkap dan diadili. Indikasi rezim terlibat? Wallaahu Alam. Yang pasti hanya Allaah Subhaanahu Wata’ala, pelaku dan dalang yang mungkin tau persis. Sddebelumnya disampaikan pelakunya tiga anggota polisi dari Polda Metro Jaya. Namun salah satu diantara tiga anggota polisi yang menjadi tersangka tersebut sudah meninggal. Aneh lagi, pelaukunya sampai sekarang belum ditahan. Tidak juga diumumkan penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri ke publik. Entah apa pertimbangan Bareskrim. Apakah ketiga anggota polisi yang disebut-sebut Polisi sebagai tersangka itu pelaku pembunuhan yang sesungguhnya? Atau mereka bertiga hanya mau dijadikan sebagai “tumbal” dari kejahatan kemanusiaan dan kejahatan politik dari sang jenderal? Yang pasti pelakukanya sampai sekarang masih mesterius. Sudah menjadi tersangka. Namun publik tidak tau seperti apa mukanya. Penyidikan polisi terhadap kejadian pembunuhan atau pembantaian terhadap enam anggota laskar FPI di kilometer 50 tol Jakarta-Cikampek (Japek) ini, tidak berbeda dengan pelaku penyiraman air keras ke mata penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Bahkan Novel menduga ada jendral dibalik pelaku penyiramnan Mungkin saja ada tarik menarik antara tersaka versi Polisi dengan otak aktor dibalik pelaku pembunuhan enam laskar FPI. Ada ketakutan bila kedua polisi yang masih hidup sebagai tersangka tersebut akan “bernyanyi” di pengadilan kelak tentang kasus yang sebenarnya terjadi. Bisa berantakan semua alibi di pengadilan. Akibatnya dapat menyeret-nyaret jendral nantinya. Jangan-jangan pula, kedua polisi yang disebut-sebut sebagai tersangka akan mengikuti jejak rekannya, EPZ meninggal dunia awal tahun 2021. Satu dari tiga orang polisi yang telah ditetapkan sebagai tersangka bernama Elwira Priadi Zendrato meninggal dunia karena kecelakaan. Flashback kasus pembunuhan terhadap aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Munir Said Thalib tahun 2004. Munir meninggal karena diracun. Konon Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot Garuda, bukan pelaku yang sebenarnya. Disebut-sebut pelaku yang sebenarnya seorang jenderal Angkatan Darat. Sampai kini, sang jenderal itu tak tersentuh hukum. Lagi-lagi namanya kembali disebut dalam tragedi kilometer 50. Berkaca dari kasus pembunuhan terhadap Munir Said Thalib, bisa saja ketiga polisi yang telah ditetapkan sebagai tersangka menjadi tumbal kejahatan kemanusiaan dan politik dari sang jenderal. Yang disebut-sebut berada di dalam Toyota Land Cruiser hitam saat kejadian di rest area kilometer 50 tol Japek. Saat ini, rest area itu sudah diratakan dengan tanah. Upaya menghapus jejak kejahatan sang jenderal? Diduga target pembunuhan yang sebenarnya adalah Imam Besar Habib Rizieq Shihab (HRS). Namun terlanjur dibocorkan oleh teman-teman HRS di jajaran intelijen, yang mengingatkan HRS agar kalau bepergian membawa anak-istri, disertai pengawalan yang ketat. Alhamdulillah Allah Subhanahu Wata'ala menyelamatkan IB HRS dan keluarga dari rencana keji dan tak berperikemanusiaan itu. Saat sang jenderal yang tidak tersentuh hukum dalam peristiwa pembantaian dan pembunuhan enam laskar FPI, justru berada dibalik penuntutan terhadap IB HRS dan menantunya oleh Jaksa Penunut Umum (JPU) selama 6 tahun dan 2 tahun penjara dalam kasus Rumah Sakit Ummi Bogor. Tragisnya, nasib Munarman setelah ditangkap Densus 88 pada 27 April 2021 lalu tak jelas dimana rimbanya. Kabarnya jenderal yang berbau bangkai bersama kelompok kiri radikal sedang merancang skenario “siram bensin” untuk membakar emosi ummat Islam. Caranya? Salah satunya diduga dengan melalui kaki tangan mereka mempengaruhi tuntutan jaksa terhadap IB HRS dan menantunya, Habib Hanif al-Athos dalam kasus RS Ummi. Tuntutan di luar nalar dan logika hukum. Bakal menyulut emosi pendukung IB HRS untuk bangkit dan bergerak dengan caranya sendiri. Ajakan kepung Kejaksaan Negeri di setiap kota dan kabupaten di seluruh Indonesia sudah banyak beredar di media sosial. Apalagi sang jenderal masih bebas berkeliaran memproduksi dan mempertontonkan ketidakadilan dan kedzaliman terhadap ummat Islam. Sementara pembantaian dan pembunuhan enam laskar FPI tidak diproses hukum sama sekali. Sepertinya sang jenderal dan kelompok kiri radikal sedang memancing emosi ummat Islam untuk bertindak anarkis dan rusuh. Jenderalnya sangat sombong. Merasa mentang-mentang TNI dan POLRI sudah dalam genggamannya. Pembantaian dan pembunuhan enam laskar FPI membuat ummat Islam terjaga dari tidur yang panjang. Ada yang tidak beres dengan Indonesia hari ini. Bangkit melawan atau diam ditindas! Penulis adalah Pegiat Da’wah dan Sosial.

Juliari Ubah Pola Bansos Karena Fee Tidak Mencapai Target

Jakarta, FNN - Mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako COVID-19 Matheus Joko Santoso mengungkapkan realisasi "fee" setoran dan operasional yang berasal dari perusahaan-perusahaan penyedia bansos sembako COVID-19 di Kementerian Sosial pada April-Juni 2020 mencapai Rp19,132 miliar. "Realisasi yang saya terima dari 'fee' setoran sejumlah Rp14,014 miliar, sedangkan 'fee' operasional adalah Rp5,117 miliar sehingga total putaran pertama 'fee'-nya adalah Rp19,132 miliar dan yang sudah kita setorkan adalah Rp11,2 miliar," kata Matheus Joko di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin. Joko menyampaikan hal tersebut saat menjadi saksi untuk terdakwa mantan Mensos Juliari Batubara yang didakwa menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos COVID-19. Joko bertugas untuk mengutip Rp10 ribu/paket sembako sebagai "fee" setoran dan Rp1.000/paket sembako sebagai "fee" operasional dari para perusahaan vendor penyedia bansos sembako. Pagu anggaran per paket sendiri adalah Rp300 ribu/paket dengan jumlah paket per tahap adalah 1,9 juta paket. Putaran pertama pengadaan bansos sembako berlangsung pada April-Juni 2020 untuk 6 tahap pengadaan. "Yang sudah diserahkan ke Pak Juliari dalam 5 kali penyerahan total-nya Rp11,2 miliar dan ada sisa Rp2,815 miliar masih saya simpan sedangkan 'fee' operasional yang sudah dipakai adalah Rp4,825 miliar sisanya masih ada Rp292 juta," tutur Joko. Joko sendiri mengaku "fee" operasional digunakan untuk pembayaran biaya operasional dan untuk para pejabat di Kemensos. "Hanya disampaikan secara umum terkait dengan pembayaran biaya-biaya operasional juga terkait penyerahan uang ke Pak Sekjen, ke Pak Adi dan saya, hanya disampaikan untuk itu," ungkap Joko. Namun, Joko juga mengaku ia ditugaskan untuk membayar biaya operasional menteri. "Seperti bayar sewa pesawat jet, juga bayar tes 'swab', saat itu saya serahkan ke ajudan, Pak Eko Budi Santoso," ucap Joko. Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara mengubah pola kuota pengadaan bansos sembako COVID-19 pada tahap II yaitu Juli-Desember 2020 karena target "fee" tidak memuaskan. "Yang menyampaikan Pak Juliari katanya di putaran kedua ada perubahan pola, saya tidak disampaikan detail alasannya karena waktu itu yang mengkoordinasikan Pak Kukuh dan Pak Pepen serta pejabat Kemensos lainnya tapi dirasakan Pak Menteri (fee) kurang memuaskan," kata Matheus Joko di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin. Joko menyampaikan hal tersebut saat menjadi saksi untuk terdakwa mantan Mensos Juliari Batubara yang didakwa menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos COVID-19. Kukuh yang dimaksud Joko adalah Tim Teknis Juliari Batubara untuk bidang komunikasi, sedangkan Pepen adalah Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Pepen Nazaruddin. "Perubahan polanya dari 1,9 juta paket per tahap, 1 juta paket dikoordinir oleh Pak Herman Hery, yang 400 ribu paket dikoordinir Pak Ihsan Yunus, 200 ribu paket oleh Pak Juliari sendiri dan 300 ribu istilahnya bina lingkungan," ungkap Joko. Herman Hery diketahui adalah Ketua Komisi III DPR dari fraksi PDI-Perjuangan, sedangkan Ihsan Yunus merupakan bekas Wakil Ketua Komisi VIII DPR yang juga berasal dari fraksi PDI-Perjuangan. "Bina lingkungan itu sebenarnya mengakomodir vendor-vendor yang belum pernah mendapat kuota pekerjaan, jadi untuk mengakomodir vendor-vendor lain yang belum dapat, pengelolaannya saya dan Pak Adi," tambah Joko. Adi saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Umum Kemensos sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran. "Pada intinya Pak Adi yang mengumpulkan atensi-atensi dan saya yang merekap. karena daftar vendor disetujui Pak Juliari dulu sesuai permintaan terkait kuota-kuota yang sudah memberikan rekomendasi," papar Joko. "Dalam BAP saudara mengatakan untuk pengadaan bansos tahap 7-12 memang saya dan Pak Adi merekap atensi-atensi termasuk pembagian kuota yang dikoordinir dan setelah kita buat draf saya serahkan ke Pak Adi untuk dilaporkan ke Pak Juliari untuk dikoreksi dan setelah ada persetujuan oleh Pak Juliari, daftar tersebut disampaikan ke saya dan ketika disampaikan ke saya, Pak Adi sekaligus menjelaskan pemilik paket, nama vendor, kuota dan PIC-nya siapa, apakah keterangan saudara ini benar?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ikhsan Fernandi. "Benar," jawab Joko. Menurut Joko, untuk pembagian 1 juta paket milik Herman Hery, yang menjadi operator bernama Ivo, Yogi, Stevano dan Budi Pamugnkas; untuk paket 400 ribu milik Ihsan Yunus, operatornya adalah Yogas dan Iman serta paket 200 ribu milik Juliari yang menjadi operator adalah Kukuh. "Kukuh itu jadi operator mulai tahap 1, 3, 5, 6 tapi untuk tahap 7-12, perusahaan-perusahaan vendornya tidak berkoordinasi dengan saya, jadi saya tidak tahu," ungkap Joko. Namun, Joko mengetahui dua perusahaan yang mendapat jatah kuota milik Juliari tersebut yaitu PT. Bismacindo Perkasa dan PT. Asricitra Pratama. "Untuk Asricitra biasanya ke Pak Kuncoro berdasarkan draf dari Pak menteri, setelah disetujui Pak Juliari lalu draf diberikan ke saya untuk dibuat SPPBJ (Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa)," ujar Joko. (sws)

Saksi: Rp11,2 Miliar "Fee" Bansos Sudah Diterima Juliari Batubara

Jakarta, FNN - Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara disebut telah menerima Rp11,2 miliar sebagai "fee" pengadaan bansos sembako COVID-19. "Di putaran pertama jumlah 'fee' setoran tahap 1, 3, komunitas, 5, 6 adalah Rp14,014 miliar untuk 'fee' setoran dan sudah diserahkan sebanyak 5 kali ke Pak Juliari sebesar Rp11,2 miliar," kata Mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako COVID-19 Matheus Joko Santoso di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin. Joko menyampaikan hal tersebut saat menjadi saksi untuk terdakwa mantan Mensos Juliari Batubara yang didakwa menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos COVID-19. Joko bertugas untuk mengutip Rp10 ribu/paket sembako sebagai "fee" setoran dan Rp1.000/paket sembako sebagai "fee" operasional dari para perusahaan vendor penyedia bansos sembako. Pagu anggaran per paket sendiri adalah Rp300 ribu/paket dengan jumlah paket per tahap adalah 1,9 juta paket. Putaran pertama pengadaan bansos sembako berlangsung pada April-Juni 2020 untuk 6 tahap pengadaan. "Saya serahkan langsung ke Pak Adi Wahyono, Pak Adi serahkan ke Pak Eko atau Bu Selvy," tambah Joko. Eko yang dimaksud adalah Eko Budi Santoso yang adalah ajudan Juliari, sedangkan Selvy adalah Selvy Nurbaety yang merupakan sekretaris pribadi Juliari. "Saya konfirmasi ke terdakwa untuk memastikan uang yang diberikan ke Pak Eko dan Bu Selvy apa sudah diterima atau belum, kemudian dari beberapa pertemuan atau menghadap (Juliari) kita juga diminta untuk melanjutkan pengumpulan 'fee' sampai bulan Juni-November," ungkap Joko. Namun, Joko mengaku tidak pernah menyerahkan "fee" secara langsung.

KPK Minta Penundaan Sidang Praperadilan SP3 BLBI

Jakarta, FNN - KPK meminta penundaan sidang gugatan praperadilan antara Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melawan KPK untuk membatalkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) Bantuan Langsung Bank Indonesia Bank Dagang Nasional Indonesia (BLBI BDNI). "Terkait dengan sidang praperadilan SP3 perkara BLBI, KPK telah berkirim surat kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tertanggal 31 Mei 2021 untuk meminta penundaan sidang karena tim Biro Hukum KPK masih menyiapkan surat-surat dan administrasi persidangan terlebih dahulu," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin. Ali menyebut permintaan penundaan tersebut sama sekali tidak ada kaitannya dengan polemik tes wawasan kebangsaan (TWK). "Kami memastikan pada persidangan berikutnya KPK akan hadir sebagaimana penetapan hakim praperadilan dimaksud," kata Ali. MAKI mengajukan gugatan terhadap SP3 BLBI BDNI dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim. SP3 tersebut diterbitkan KPK dengan alasan bebasnya Syafruddin Arsyad Temenggung dalam perkara BLBI. Atas SP3 tersebut, MAKI mendaftarkan gugatan pada tanggal 30 April 2021. "MAKI yakin akan memenangi gugatan ini karena hukum Indonesia tidak menganut putusan seseorang dijadikan dasar menghentikan perkara orang lain (yurisprudensi) seseorang tersangka bisa dihukum bersalah atau bebas setelah melalui proses persidangan, bukan atas dasar SP3 oleh penyidik KPK," kata koordinator MAKI Boyamin Saiman. SP3 tersebut diterbitkan karena KPK ingin menghadirkan kepastian hukum setelah penolakan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan KPK ke Mahkamah Agung (MA) terhadap putusan kasasi Syafruddin Arsyad Temenggung pada tanggal 16 Juli 2020. PK itu diajukan KPK karena pada tanggal 9 Juli 2019 setelah MA mengabulkan kasasi Syafruddin dan menyatakan Syafruddin terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan kepadanya. Akan tetapi, perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana sehingga melepaskan Syafruddin dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging). Penerbitan SP3 sendiri adalah produk hukum KPK terbaru berdasarkan Undang-Undang KPK edisi revisi, yaitu UU No. 19 Tahun 2019. Sebelumnya, KPK tidak diberi hak untuk mengeluarkan SP3 seperti penegak hukum lain, yaitu Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung. (sws)

Polri Masih Dalami Keterangan Saksi BPJS Kesehatan Terkait Data Bocor

Jakarta, FNN - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) masih mendalami keterangan saksi-saksi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terkait kebocoran data. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono, di Mabes Polri, Jakarta, Senin, mengatakan belum ada pemeriksaan saksi lanjutan setelah penyidik meminta keterangan lima vendor di BPJS Kesehatan. "Tentunya dari perkembangan yang terakhir kita telah memeriksa beberapa saksi dari BPJS kesehatan dan juga vendor yang mengatakan daripada teknologi informasi di BPJS Kesehatan hasil dari keterangan para saksi ini masih didalami oleh penyidik," kata Rusdi. Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri telah memeriksa lima vendor penyedia layanan teknologi informasi di BPJS Kesehatan pada Rabu (2/6). Sebelumnya, penyidik telah meminta keterangan empat orang saksi, yakni dua saksi dari BPJS Kesehatan dan dua saksi lainnya dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Rusdi mengatakan keterangan dari para saksi menjadi dasar bagi penyidik dalam melakukan langkah selanjutnya untuk menuntaskan persoalan kebocoran data tersebut. "Penyidik masih mendalami keterangan-keterangan saksi untuk terus menyelesaikan kasus ini bersama-sama dengan instansi yang lain tentunya nanti apabila ada perkembangan-perkembangan akan disampaikan ke publik," ujar Rusdi. Penyelidikan soal kebocoran data ini telah bergulir sejak isu kebocoran data mencuat di masyarakat. Kabareskrim Polri Komjen Agus Adrianto memerintahkan Direktorat Tindak Pidana Siber untuk menelusuri-nya. Pada Senin (24/5) lalu, Bareskrim Polri telah meminta klarifikasi pejabat di BPJS Kesehatan yang menangani penggunaan teknologi informasi di instansi tersebut. Hasil dari klarifikasi tersebut nantinya menjadi dasar Polri untuk melakukan tindak lanjut dalam menuntaskan kasus kebocoran data tersebut. Belakangan ini publik kembali menerima kabar kebocoran data pribadi. Sebanyak 1.000.000 data pribadi yang kemungkinan adalah data dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diunggah (upload) di internet. Akun bernama Kotz memberikan akses download (unduh) secara gratis untuk file sebesar 240 megabit (Mb) yang berisi 1.000.000 data pribadi masyarakat Indonesia. File tersebut dibagikan sejak 12 Mei 2021. Bahkan, dalam sepekan ini ramai menjadi perhatian publik. Akun tersebut mengklaim mempunyai lebih dari 270 juta data lainnya yang dijual seharga 6.000 dolar Amerika Serikat. (sws)

Pengamat Ragukan PT TMI Bisa Monopoli Alutsista Rp1.760 Triliun

Jakarta, FNN - Pengamat Pertahanan Andi Widjajanto meragukan dugaan PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) bisa memonopoli pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) senilai Rp1.760 triliun, sebab modal awal yang harus dimiliki terlalu besar dan sukar bagi perusahaan mana pun untuk memenuhi. "Kalau dibilang PT TMI akan ambil semua Rp1,7 kuadriliun, saya yakin pasti tidak bisa," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin. Ia mengatakan hitungannya sederhana dari Rp1,7 kuadriliun maka penyertaan modal kira-kira harus 30 persen dari jumlah tersebut atau sekitar Rp600 triliun. Dari Rp600 triliun tersebut, lanjut Andi, PT TMI harus menyediakan dana paling tidak Rp200 triliun. Jumlah itu terlalu besar. Bahkan, diyakini tidak ada perusahaan di Tanah Air yang bisa memenuhi termasuk BUMN sekalipun. "Jadi, mengambil keseluruhan proyek senilai Rp1,7 kuadriliun dengan hitungan bisnis normal tidak akan bisa. Tidak bisa dicari cara cepat untuk menguasai Rp1,7 kuadriliun di tangan satu entitas," tutur-nya. Menteri Pertahanan diyakini akan melihat BUMN dan Badan Usaha Milik Swasta dan diatur bersama-sama. Di sisi lain, Andi menilai berdirinya PT TMI dalam memeriahkan industri alutsista merupakan hal wajar. Perusahaan tersebut dinilai melihat adanya peluang perluasan bisnis di bidang industri pertahanan seiring dengan disahkan-nya Undang-Undang tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). "UU Ciptaker menyatakan sekarang boleh swasta jadi 'lead integrator' memproduksi senjata. Sebelum ada UU Ciptaker yang boleh hanya delapan BUMN," ujarnya menjelaskan. Meski demikian, ia mengingatkan swasta diperkenankan menjual dan memproduksi senjata atas izin Menteri Pertahanan. Kemudian wajib ada alih teknologi sesuai mandat UU Industri Pertahanan. Selain swasta, merujuk UU Ciptaker investor asing kini juga diperkenankan menanamkan modal pada industri pertahanan. Sebelumnya, sektor ini termasuk terlarang atau tercantum dalam daftar negatif investasi (DNI). "Jadi, bisa saja Pindad dapat 'investment joint venture', misalnya, dengan Jerman seperti yang dilakukan Rheinmetall ke Turki. PT Dirgantara Indonesia juga bisa saja ke Lockheed Martin," ujar dia. (sws)

Oknum ASN Pemkot Tanjungpinang Akui Tipu Korban Seleksi Masuk IPDN

Tanjungpinang, FNN - Seorang oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kota (Pemkot) Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri) yang menjadi tersangka kasus penipuan Vina Saktiani mengakui perbuatannya telah menipu seorang warga Tarmizi, dengan iming-iming anak korban lulus seleksi masuk Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). "Saya berupaya membantu, karena korban datang meminta bantuan agar anaknya bisa masuk IPDN. Sebelumnya ada saudara yang masuk IPDN dan lulus, setelah mengikuti bimbel IPDN,” kata Vina, di Kantor Polres Tanjungpinang, Sabtu. Kepada korban, Vina meminta uang pelicin sebesar Rp300 juta untuk disetor kepada Panitia Penerimaan Praja Baru IPDN. Namun, kenyataannya anak korban tetap gagal masuk ke IPDN. Vina mengakui uang Rp300 juta itu telah dibagikan sebesar Rp60 juta kepada A, seorang pengajar dan kepala seksi pemegang soal seleksi. "Selain A, uang sebesar Rp200 juta dibagikan kepada Z, seorang dosen dan kabag IPDN," ujarnya. Kasatreskrim Polres Tanjungpinang AKP Rio Reza Parindra menyatakan hasil penyelidikan tidak ditemukan oknum-oknum penerima uang yang dimaksud oleh tersangka Vina. Polisi menduga uang itu digunakan tersangka Vina untuk kebutuhan pribadinya. “Kami sudah selidiki orang-orang yang dimaksud berada di Jatinangor itu tidak ada, dan pengakuan tersangka baru sekali ini, melakukan perbuatannya. Jika ada korban lain yang merasa dirugikan oleh tersangka, silakan melapor,” kata Kasatreskrim. Menurut Reza, Vina telah mengembalikan uang korban sebesar Rp190 juta yang diberikan dengan dua kali pembayaran, sehingga kerugian korban tinggal Rp110 juta. Namun hingga diancam korban melapor ke polisi, tersangka belum juga mengembalikan sisa kerugian korban, sehingga, akhirnya korban melaporkan tersangka ke polisi. Saat ini Vina sudah ditahan di sel tahanan Polres Tanjungpinang. Atas perbuatannya, tersangka dikenakan Pasal 378 dan atau Pasal 372 KUHP dengan ancaman pidana empat tahun penjara. (sws)

BPK Perintahkan Audit Harga Barang/Jasa Penanganan COVID-19 Sultra

Kendari, FNN - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia memerintahkan Inspektur Provinsi Sulawesi Temggara untuk melakukan audit atas kewajaran harga pengadaan barang/jasa dalam kegiatan penanganan pandemi COVID-19. Hal tersebut disampaikan Auditor Utama Keuangan Negara II Laode Nusriadi di Kendari, Sabtu usai menyerahkan laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah dan kinerja atas pengelolaan PKB BBNKB. BPK juga merekomendasikan perhitungan selisih harga satuan atas kegiatan belanja barang medis habis pakai dan bobat-obatan pada Dinas Kesehatan serta belanja barang yang diserahkan kepada masyarakat pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setelah memperhitungkan persentase keuntungan yang wajar yang telah ditentukan oleh PPK. "Kalau Inspektur Pemerintah Provinsi Sultra telah melakukan audit maka segera sampaikan ke BPK," kata Laode Nusriadi. Meskipun Sultra menyandang predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) delapan kali berturut-turut namun BPK menyimpulkan pemeriksaan kinerja Pemprov Sultra kurang efektif mengelolah pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor tahun angggaran 2019 dan 2020. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Hj. Isma mengatakan rekomendasikan BPK menjadi perhatian serius pemerintah untuk ditindaklanjuti. "Penilaian pelaporan untuk dua versi, yakni laporan keuangan dan kinerja atas pengelolaan pajak kendaraan. Ini yang membedakan dengan tahun-tahun sebelumnya," kata Isma.

Ini Alasan Firli Tak Hadiri Debat Terbuka Soal TWK

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan alasan Ketua KPK Firli Bahuri tidak menghadiri undangan debat terbuka soal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dengan Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK Giri Suprapdiono, Jumat. "KPK benar menerima undangan debat terbuka Wawasan Kebangsaan dari Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi pada 3 Juni 2021," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat. Ali mengatakan lembaganya telah merespons surat tersebut bahwa Firli tidak bisa memenuhi undangan tersebut karena ingin mengakhiri polemik di ruang publik terkait dengan alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Sesuai dengan undangan yang tercantum, lanjut dia, debat publik tersebut dilaksanakan di pelataran Gedung Merah Putih KPK yang merupakan area publik. Namun, KPK menyayangkan acara debat tersebut kemudian dilakukan di ruang pers Gedung Merah Putih KPK tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. "Kami berharap dukungan publik untuk menciptakan situasi yang kondusif demi kelancaran tugas-tugas pemberantasan korupsi oleh KPK," ujar Ali. Sebelumnya diinformasikan, Firli tidak memenuhi undangan debat terbuka dengan Giri membahas polemik TWK. "Kami coba panggil peserta debat TWK pertama, yaitu Bapak Giri Suprapdiono. Selanjutnya, kami panggil untuk datang ke debat TWK karena sebelumnya surat sudah dikirimkan secara resmi ke KPK untuk mengundang Ketua KPK Pak Firli Bahuri untuk bisa datang pada siang hari ini. Namun, tampaknya belum terlihat sosok Pak Firli di ruangan ini," kata Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana yang menjadi pembawa acara debat tersebut. Kurnia pun selanjutnya memulai acara membahas masalah TWK tersebut dengan Giri. Giri diketahui merupakan salah satu dari 75 Pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat dalam TWK tersebut. *(sws)

KPK Eksekusi Dua Terpidana Penyuap Juliari Batubara ke Lapas

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi dua terpidana penyuap mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara ke lembaga pemasyarakatan (lapas) berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Dua terpidana tersebut, yaitu Harry Van Sidabukke yang berprofesi sebagai konsultan hukum, dan Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja. Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pada Kamis (3/6), Jaksa Eksekusi KPK Rusdi Amin telah selesai melaksanakan eksekusi putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 8/Pid.Sus-TPK/2021/PN. Jkt. Pst tanggal 5 Mei 2021 yang berkekuatan hukum tetap dari terpidana Harry Van Sidabukke. "Dengan cara memasukkannya ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IA Sukamiskin untuk menjalani pidana penjara selama 4 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan," kata Ali dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat. Pada Kamis (3/6), kata Ali, juga sekaligus dilakukan eksekusi putusan Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat Nomor: 9/Pid.Sus-TPK/2021/PN. Jkt. Pst tanggal 5 Mei 2021 yang berkekuatan hukum tetap dari terpidana Ardian Iskandar Maddanatja. "Dengan cara memasukkannya ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Cibinong untuk menjalani pidana penjara selama 4 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan," ujar Ali. Selain itu, masing-masing terpidana juga dibebankan kewajiban untuk membayar denda sejumlah Rp100 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan. Sebelumnya, pada Rabu (5/5), Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan vonis terhadap Harry selama 4 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan, karena terbukti menyuap Juliari senilai Rp1,28 miliar. Suap tersebut diberikan terkait penunjukan PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude (MHS) sebagai penyedia bansos sembako COVID-19 tahap 1, 3, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10 yang seluruhnya sebanyak 1.519.256 paket. Sedangkan pada Rabu (5/5), Ardian juga divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan, karena terbukti menyuap Juliari senilai Rp1,95 miliar terkait penunjukan PT Tigapilar Agro Utama sebagai penyedia bansos sembako COVID-19 tahap 9, 10, tahap komunitas dan tahap 12 sebanyak 115.000 paket. Keduanya terbukti melakukan perbuatan berdasarkan dakwaan pertama dari Pasal 5 ayat 1 huruf b UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. (sws)