HUKUM
Polisi Tetapkan Guru Besar USU Prof Yusuf Henuk Tersangka UU ITE
Medan, FNN - Penyidik Polres Tapanuli Utara (Taput), Sumatera Utara, menetapkan Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Yusuf L Henuk sebagai tersangka kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). "Ditetapkan sebagai tersangka pelanggaran UU ITE karena diduga mencemarkan nama baik pelapor atas nama Alfredo Sihombing dan Martua Situmorang," kata Kasubag Humas Polres Taput Aiptu Walpon Baringbing yang dikonfirmasi Rabu. Kasus tersebut berawal dari laporan Alfredo Sihombing pada tanggal 22 April 2021 terkait unggahan di akun Facebook milik Prof Yusuf Henuk yang dianggap mencemarkan nama baik. Dalam postingan tersebut, ia menuliskan 'Saya buat surat terbuka saya ke presiden Jokowi pada tanggal 24 Maret 2021, lalu meminta ijin Prof. Lince Sihombing untuk beri kesempatan saya untuk tampil melawan para bandit yang dipimpin Bupati Taput & hebatnya Alfredo Sihombing sok jagoan kampung datang cari saya di IAKN-Tarutung jadi saya tampil semakin beringas buat surat/laporan polisi di Polres Taput pada tanggal 26 April 2021'. Kemudian pada 17 Mei 2021, Prof Yusuf Henuk dilaporkan oleh Martua Situmorang atas postingan Facebook yang diduga mencemarkan nama baik. Atas laporan tersebut, penyidik melakukan penyelidikan dan menemukan bukti permulaan yang cukup atas laporan tersebut Kemudian penyidik melakukan gelar perkara dan hasilnya meningkatkan penyelidikan tersebut menjadi penyidikan dan menetapkan Prof Yusuf Henuk sebagai tersangka UU ITE. "Penetapan tersangka ini sesuai dengan Pasal 27 ayat (3) Jo 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," ujarnya. (mth)
Ada Mafia Proyek dan Jabatan di Kota Cilegon, KPK Harus Turun!
Jakarta, FNN - Center for Budget Analysis (CBA) mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera turun ke Kota Cilegon. Hal ini berkaitan dugaan jual beli jabatan dan praktik mafia proyek dalam internal pemerintahan Kota Cilegon. Di mana KPK diminta melakukan pendalaman atas dugaan praktik jual beli jabatan yang dilakukan oleh oknum ASN berinisial F. Oknum ASN ini diduga memiliki hubungan dengan salah pejabat di pemerintahan Kota Cilegon sehingga berani melakukan praktik kotor tersebut Di mana semua ASN Kota Cilegon yang mau naik pangkat atau pengen jabatan basah harus melalui seorang pejabat berinsial F. Tanpa melalui F, kemungkinan susah mendapat jabatan yang diinginkan meskipun ASN tersebut sangat berpretasi. Selain dugaan praktik jual beli jabatan, KPK juga harus segera melakukan penyelidikan atas dugaan mafia proyek oleh pelaku berinisial AA. AA diduga sebagai orang kepercayaan Walikota Cilegon sehingga berlagak jawara ia datang ke setiap OPD Kota Cilegon meminta jatah proyek. Dan Praktik preman minta jatah proyek sangat merugikan APBD Kota Cilegon, karena APBD Kota Cilegon, bukan punya insial AA. APBD Kota Cilegon adalah punya rakyat Cilegon. CBA juga mengingatkan dengan jargon dan cita-cita Walikota Cilegon Helldy Agustian yang selalu didengungkan yakni “mencanangkan Cilegon Baru dan bermartabat”, sayangnya jargon dan praktif di lapangan ternyata berlawanan. “Maka untuk itu, adanya dugaan mafia proyek APBD dan Jual beli jabatan, sudah sebaiknya KPK untuk segera mengirim Tim pemtauan di Kota Cilegon,” tegas Direktur CBA Uchok Sky Khadafi. (mth)
Edhy Prabowo Dituntut 5 Tahun Penjara
Jakarta, FNN - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dengan 5 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa meyakini terbukti menerima 77 ribu dolar AS dan Rp24,625 miliar sehingga total-nya mencapai sekitar Rp25,75 miliar dari para pengusaha pengekspor benih benur lobster (BBL) terkait pemberian izin budi daya dan ekspor. "Menyatakan terdakwa Edhy Prabowo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP," kata JPU KPK Ronald Worotikan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa. "Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan," lanjut Ronald. Adapun hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa Edhy tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan KKN dan terdakwa Edhy selaku penyelenggara negara, yaitu sebagai menteri tidak memberikan teladan yang baik. Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa Edhy bersikap sopan dalam persidangan, belum pernah dihukum, dan sebagian aset telah disita. Selain itu, jaksa menuntut Majelis Hakim menjatuhkan pidana tambahan terhadap Edhy untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp9.687.447.219 dan 77 ribu dolar AS dengan ketentuan dikurangi seluruhnya dengan uang yang dikembalikan terdakwa dan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut dalam 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap maka harta bendanya akan disita jaksa dan dilelang untuk menutupi hal tersebut. Dalam hal jika terdakwa tidak mempunyai harta maka dipidana penjara selama 2 tahun. Terhadap Edhy, jaksa juga menuntut Majelis Hakim menjatuhkan pidana tambahan terhadap berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya. Jaksa menyebut Edhy menerima suap melalui Andreau Misanta Pribadi dan Safri (staf khusus Edhy Prabowo), Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy), Ainul Faqih (sekretaris pribadi istri Edhy, Iis Rosita Dewi) dan Siswadhi Pranoto Loe (pemilik PT Aero Cipta Kargo). Selain itu, jaksa juga menuntut Andreau dan Safri selama 4 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan, Amiril selama 4 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan serta Ainul dan Siswadhi selama 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan. ( sws)
Vonis Mati Belasan Bandar Narkoba Dibatalkan Hakim
Jakarta, FNN - Hakim kembali berulah dengan membatalkan vonis mati bandar narkoba. Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Polisi Wadi Sa'bani menyesalkan hakim membatalkan vonis mati terhadap para terpidana kasus narkoba di Banten dan Bandung. "Pembatalan tuntutan hukuman mati terhadap bandar besar narkoba ini melukai rasa keadilan masyarakat," kata Wadi Sa'bani di Jakarta, Senin. Apalagi, saat momentum peringatan Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) 2021, lanjut dia, bertentangan dengan semangat memberantas barang haram itu. Sebelumnya, penyelundupan sabu-sabu seberat 402 kg ke Indonesia melalui Sukabumi, Jawa Barat digagalkan Satgas Merah Putih pada 3 Juni 2020. Narkotika golongan I itu diselundupkan jaringan internasional dengan dikemas mirip bola. Sebanyak 14 warga Iran, Pakistan dan Indonesia dibekuk. Pengadilan Negeri Cibadak kemudian memvonis 13 dari 14 terdakwa dengan hukuman mati. Namun, Pengadilan Tinggi (PT) Bandung meloloskan enam dari 13 terpidana kasus sabu 402 kg dari hukuman mati menjadi kisaran hukuman 15-18 tahun penjara. Tak hanya di Bandung, Pengadilan Tinggi (PT) Banten juga menganulir hukuman mati dua terpidana Bashir Ahmed dan Adel menjadi 20 tahun penjara. Keduanya terjerat kepemilikan sabu-sabu seberat 821 kilogram yang dikirim dari Iran melalui perairan Tanjung Lesung, Banten Selatan. Bashir Ahmed bin Muhammad Umear adalah WNA asal Pakistan dan Adel bin Saeed Yaslam Awadh WNA asal Yaman. (sws)
Ketua DPD RI Soroti Terpidana 402 Kg Sabu Lolos Hukuman Mati
Jakarta, FNN - Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud menyoroti lolos-nya enam terpidana kasus narkoba jenis sabu-sabu seberat 402 kilogram dari hukuman mati. AA La Nyalla Mahmud Mattalitti dalam keterangannya di Jakarta, Senin, mempertanyakan Pengadilan Tinggi Bandung yang meloloskan para terpidana tersebut, mengingat Indonesia darurat narkoba dan bahayanya sudah merusak berbagai sendi kehidupan. Enam orang terpidana kasus narkoba jenis sabu-sabu seberat 402 kilogram itu diungkap oleh Satgas Merah Putih pada Rabu 3 Juni 2020. Barang haram dari kasus tersebut diselundupkan jaringan internasional dengan dikemas mirip bola. Pihak berwajib membekuk sebanyak 14 warga Iran, Pakistan dan Indonesia. Sebelumnya, para pelaku mendapat vonis hukuman mati di Pengadilan Negeri Cibadak pada 6 April 2021, namun mendapat keringanan hukuman jadi belasan tahun penjara setelah pengajuan banding yang dilakukan oleh kuasa hukum pelaku diterima majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung. Meski kecewa dengan putusan hakim, LaNyalla mengaku menghormati proses hukum yang berjalan. Menurutnya, independensi hakim harus dihormati, namun dia berharap agar dilakukan upaya hukum selanjutnya. "Masih ada langkah Jaksa untuk melakukan kasasi. Saya kira hal itu perlu diambil. Ini demi keadilan dan melindungi generasi yang lebih besar lagi," ucap La Nyalla. La Nyalla mengatakan, para pelaku kejahatan narkoba seharusnya diberikan hukuman yang berat. Hal ini perlu dilakukan karena sudah menjadi tugas negara untuk melindungi masyarakat dan menyelamatkan anak-anak bangsa dari bahaya penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang. "Kita sekuat tenaga berjibaku menangkap pengedar narkoba, diperlukan tenaga yang ekstra juga agar dapat menekan laju peredaran barang yang merusak anak bangsa tersebut. Tetapi dengan mudahnya terpidana narkoba dengan barang bukti dalam jumlah besar terhindar dari hukuman mati. Sangat ironis," ucap La Nyalla. Senator Jawa Timur itu menilai, dengan ringannya hukuman pengedar atau bandar narkoba kelas kakap, hal tersebut bisa menjadi preseden buruk bagi masa depan Indonesia dalam penegakan hukum terkait narkoba. "Bagi saya pribadi, ini tentu cukup mengherankan dan menimbulkan tanda tanya besar. Saya kira perlu ditelusuri keputusan hakim ini. Jangan-jangan ada mafia peradilan yang bermain," ucap-nya menduga. Indonesia sendiri, menurut La Nyalla, telah terikat dengan konvensi internasional narkotika dan psikotropika yang telah diratifikasi menjadi hukum nasional dalam Undang-undang Narkotika. Dengan kondisi tersebut, Indonesia mempunyai kewajiban untuk menjaga warganya dari ancaman jaringan peredaran gelap narkotika skala internasional, dengan menerapkan hukuman yang efektif dan maksimal. "Dalam konvensi internasional itu Indonesia telah mengakui kejahatan narkotika sebagai kejahatan luar biasa. Sehingga, penegakan hukumnya butuh perlakuan khusus, efektif dan maksimal. Salah satunya dengan penerapan hukuman berat pidana mati," tutur La Nyalla. Mantan Ketua Umum PSSI itu juga meminta masyarakat untuk ikut serta mengawasi proses hukum dalam setiap peradilan narkotika. Jika ada proses yang tidak sepantasnya terjadi, apalagi memberikan hukuman ringan kepada terpidana narkoba, menurut La Nyalla masyarakat bisa melaporkan ke pihak yang berwajib atau kepada Komisi Yudisial. "Bukan tidak percaya pada hakim, tetapi sudah sewajarnya Komisi Yudisial juga terus melakukan pengawasan intensif terhadap hakim-hakim, ini kan tugas pokoknya, tugas rutin," ujarnya. Apalagi menurut La Nyalla keputusan Pengadilan Tinggi Bandung membebaskan terpidana narkoba yang menyelundupkan 402 kilogram sabu-sabu dari hukuman mati jadi sorotan dan banyak dipertanyakan. (mth)
Adelin Lis Jalani Eksekusi Pidana 10 Tahun di Lapas Gunung Sindur
Jakarta, FNN - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (JAMPidsus Kejagung) memindahkan terpidana kasus pembalakan liar Adelin Lis dari Rutan Salemba cabang Kejagung ke Lembaga Pemasyarakatan Khusus Kelas II A Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan pemindahan Adelin Lis ke Lapas Gunung Sindur mendapat pengamanan maksimal (maximum security), mengingat terpidana merupakan buronan dengan risiko tinggi yang pernah melarikan diri dari Rutan sebanyak 2 (dua) kali yakni pada tahun 2006 dan pada tahun 2008. "Jaksa Eksekutor segera membawa terpidana Adelin Lis ke Lapas Khusus Kelas II A Gunung Sindur Kabupaten Bogor guna menjalani hukuman badan berupa pidana penjara selama 10 tahun," kata Leonard dalam keterangan tertulis-nya. Berdasarkan putusan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum, Adelin Lis diputus bersalah pada tanggal 31 Juli 2008 dan dihukum dengan pidana antara lain, pidana penjara selama 10 tahun, denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan, uang pengganti Rp119,8 miliar, dan 2.938.556,24 dolar AS. "Jika dalam waktu satu bulan uang tidak dibayar dikenai hukuman lima tahun penjara," ucap Leonard. Adelin Lis berhasil dipulangkan dari Singapura ke Jakarta pada Sabtu (19/6), setelah menjadi buronan selama 10 tahun lebih. Adelin Lis merupakan terpidana tindak pidana korupsi dan tindak pidana kehutanan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi serta Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan. Pengusaha asal Sumatera Utara ini dipindahkan ke Lapas Gunung Sindur setelah dinilai cukup dalam menjalani masa karantina kesehatan dan menjalani pemeriksaan kesehatan maupun swab antigen dan PCR ("Polymerase Chain Reaction") setelah proses pemulangannya ke Tanah Air. Selama menjalani karantina kesehatan di Rumah Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, terpidana Adelin Lis menempati ruang sel isolasi seorang sendiri dengan pengawasan kesehatan maksimal, dimana sejak pulang dari Singapura Sabtu (19/6) lalu, telah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan tes cepat anti-COVID-19 sebanyak empat kali. Setelah berhasil mengamankan Adelin Lis, Jaksa Eksekutor Kejaksaan Negeri Medan telah bergerak melakukan penelusuran harta benda ("asset tracing") milik terpidana di Kota Medan. Hari ini Tim penelusuran asset Kejari Medan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan dan unsur terkait lainnya untuk menemukan aset-aset milik Adelin Lis. Leonard menjelaskan, penelusuran aset (asset tracing) dilakukan untuk mengetahui keberadaan dan jenis aset yang disembunyikan oleh terpidana yang akan digunakan untuk penggantian kerugian negara. "Dideteksi ada tiga aset harta berupa tanah dan bangunan yang berstatus Hak Guna Usaha (HGU) / Sertifikan Hak Milik (SHM) yang tercatat atas nama Adelin Lis di Kota Medan," tutur-nya. Terhadap barang bukti milik terpidana Adelin Lis yang sita pada tahap penyidikan, pada tahun 2007 dan 2009 telah dilakukan lelang, yakni tanggal 05 Maret 2007 oleh Penyidik Dari Polda Sumut. Nilai aset yang telah dilelang dan disetor ke Kas Negara sebesar Rp 1,4 miliar. Berikutnya lelang aset tanggal 30 Oktober 2009 oleh Kejaksaan Negeri Medan. Nilai asset yang telah dilelang dan disetor ke Kas Negara sekitar Rp 1 miliar. Sehingga total nilai asset milik Adelin Lis yang telah dilelang dan disetor ke Kas Negara adalah Rp25 miliar. "Tim Jaksa Eksekutor pada Kejaksaan Negeri Medan terus bergerak melaksanakan pencarian / penelusuran aset-aset milik Adelin Lis," kata Leonard. (mth)
Polrestro Jaksel Bantah Terbitkan Surat Pemeriksaan Nikita Mirzani
Jakarta, FNN - Polres Metro Jakarta Selatan membantah menerbitkan surat pemeriksaan terhadap artis Nikita Mirzani sekaligus penetapan tersangka atas kasus dugaan pencemaran nama baik melalui media elektronik. "Saya sendiri mencermati itu belum teregister secara resmi. Jadi, saya juga tidak memastikan surat itu," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan Komisaris Polisi Achmad Akbar di Jakarta, Senin. Ia juga sudah melakukan pemeriksaan penerbitan surat di Polres Jakarta Selatan dan dipastikan tidak menerbitkan surat tersebut. "Saya sudah 'cross check' di dalam internal kami juga belum ada," imbuhnya. Sebelumnya, beredar foto surat pemanggilan kepada Nikita Mirzani untuk didengar keterangan pada Senin (21/6) di Polres Metro Jakarta Selatan pukul 14.00 WIB. Dalam surat tersebut juga disebutkan bahwa Nikita Mirzani sebagai tersangka atas kasus pencemaran nama baik melalui media elektronik, Dalam surat itu ditandatangani oleh Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Selatan yang lama yakni Ajun Komisaris Besar Polisi Jimmy Christian Samma yang kini sudah dimutasi menjadi Kepala Polres Tapanuli Tengah. Namun, dalam foto surat tersebut belum memiliki nomor surat yang lazim sebagai bukti register. Sementara itu, terkait kasus yang menyeret artis tersebut, Achmad menyebutkan kasus itu masih didalami penyidik dan belum ada gelar perkara penetapan tersangka. Kasus dugaan pencemaran nama baik melalui media elektronik dilaporkan Indra Tarigan pada Maret 2019 di Polda Metro Jaya dan dilimpahkan ke Polres Metro Jakarta Selatan. "Kami tegaskan proses kami masih berjalan dan belum ada tahapan penetapan tersangka," ucapnya. (mth)
Gubernur Akmil Dikenal Sebagai Sosok Yang Memimpin dengan Hati
Jakarta, FNN - Gubernur Akademi Militer Mayjen TNI Candra Wijaya dikenal oleh para prajurit sebagai sosok pemimpin yang memimpin dengan hati. Kasubdis Penmedonline Kolonel Arm Anang Krisna dalam siaran TNI AD di Jakarta, Minggu, menceritakan bagaimana sosok Mayjen TNI Candra Wijaya ketika memimpin Dinas Penerangan TNI AD. "Namanya komandan, Kadispen pada waktu itu, bayangan kita itu kan pasti galak, karena menginginkan tentara itu serba cepat dan tepat. Tetapi Pak Candra itu dia memimpin kalau boleh saya bilang memimpin dengan hati," kata dia. Mayjen TNI Candra Wijaya ketika memimpin Dispenad menurut Kolonel Arm Anang Krisna mengerti kekurangan dan kelebihan prajurit yang dipimpinnya. Candra Wijaya juga bagus dalam mengarahkan bawahannya. "Beliau mengarahkan para anggota itu enak, tanpa membuat tersinggung, atau dalam bahasa tentara itu tanpa membuat dongkol. Justru kita kadang malu sendiri kalau kita ada salah, ditegur saja kita sudah merasa salah, tidak perlu sampai beliau itu marah-marah," kata Anang. Kemudian Mayjen TNI Candra Wijaya juga dikenal sebagai sosok yang mengenali bawahannya, bahkan mengenali prajuritnya satu per satu. "Kita seperti menemukan sosok bapak di lapangan, Pak Candra itu mau turun ke bawah. Seorang anggota kalau dipanggil namanya langsung itu rasanya beda dengan dipanggil 'hei kamu-kamu', rasanya akan beda jika dipanggil nama, rasanya pimpinan kenal saya. Dan Pak Candra mengenali anggotanya satu per satu," kata Anang. Setelah memimpin Dispenad Mayjen TNI Candra Wijaya kemudian dipercaya sebagai Kasdam IX/ Udayana. Pada 2021 ini, Mayjen TNI Candra Wijaya mendapatkan kepercayaan menjadi Gubernur Akademi Militer (Akmil). Mayjen TNI Candra Wijaya usai pelantikannya mengatakan bertekad akan mempersiapkan para personel TNI AD yang berjiwa saing kuat menjadikan pemimpin tangguh di masa yang akan datang. (sws)
Hendra Subrata Buron 10 Tahun Tertangkap di Singapura
Jakarta, FNN - Setelah 10 tahun menghilang sejak divonis empat tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat atas kasus percobaan pembunuhan, terpidana Hendra Subrata yang kini berusia 81 tahun tiba di Jakarta, Sabtu malam. Hendra Subrata alias Anyi diterbangkan dari Singapura menggunakan pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 837 pukul 18.45 WIB. Dari gambar yang beredar di internet, Hendra Subrata dibawa menggunakan kursi roda menuju kabin pesawat. Setibanya di Jakarta, Hendra Subrata selanjutnya menjalani eksekusi pidana kurungan atas kasus percobaan pembunuhan terhadap Hermanto Wibowo yang tak lain rekan bisnis-nya. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan Hendra Subrata alias Anyi adalah buronan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan Negeri Jakarta Barat. "Saat ini berada di Singapura dia menggunakan paspor atas nama Endang Rifai," ucap Leonard Keberadaan Hendra Subrata terdeteksi di Singapura saat hendak memperpanjang paspor pada Februari 2021 di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura. Namun, saat itu Hendra sudah berganti identitas dengan menggunakan paspor atas nama Endang Rifai. Saat wawancara dan penelitian berkas, petugas Atase Imigrasi KBRI Singapura curiga dengan Endang Rifai. Ditambah yang bersangkutan mulai gelisah dan marah saat proses wawancara berlangsung lama. Petugas mencoba menelusuri dengan menanyakan nama istri-nya, karena Hendra mengaku harus buru-buru kembali untuk merawat istri-nya yang sedang sakit. Ketika petugas Atase Imigrasi menanyakan siapa nama istri-nya, Hendra menyebutkan nama Linawaty Widjaja. Dari penelusuran petugas Atase Imigrasi didapati nama Linawaty Widjaja, namun nama suami yang dituliskan bukan Endang Rifai melainkan Hendra Subrata. Hasil cek ulang yang dilakukan Atase Imigrasi dan Atase Kepolisian dengan Direktorat Jenderal Imigrasi dan Kepolisian RI mendapati bahwa Endang Rifai adalah Hendra Subrata yang sudah DPO selama 10 tahun. Jaksa Agung Republik Indonesia tanggal 19 Februari 2021 telah berkomunikasi dan meminta bantuan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Indonesia untuk Singapura agar dapat membantu pemulangan buronan terpidana Hendra Subrata alias Anyi alias Endang Rifai ke Indonesia. "Semula direncanakan pemulangan DPO Hendra Subrata dilakukan bersamaan dengan pemulangan buronan terpidana Adelin Lis dengan menggunakan pesawat khusus yang telah dipersiapkan Kejaksaan Republik Indonesia (pesawat Charter)," papar Leonard. Tetapi karena pemulangan Adelin Lis tidak diizinkan menggunakan pesawat yang disewa Kejaksaan Agung, maka keduanya dipulangkan terpisah. Bedanya, Hendra Subrata lebih kooperatif dibanding Adelin Lis saat dipulangkan sesuai jadwal kepulangan dari Kejaksaan Agung. Perlakuan pemulangan Imigrasi Singapura kepada Hendra nisbi sama. Ia diberangkatkan dari Kantor ICA di Kallang dan langsung masuk ke dalam pesawat. Proses check-in dilakukan oleh petugas ICA sebelumnya. Pengadilan Negeri Jakarta Barat memvonis Hendra selama empat tahun penjara pada 2010. Upaya banding dan kasasi yang dilakukan ditolak. Ketika akan dieksekusi sesuai putusan kasasi Mahakamah Agung dia melarikan diri. Polda Metro Jaya menerbitkan surat daftar pencarian orang dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat pada 28 September 2011. Selama 10 tahun Hendra menghilang dan tidak pernah menjalani hukumannya. Setibanya di Indonesia, Hendra Subrata akan menjalani hukuman pidana empat tahun seperti putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat. (sws)
BNN Sumut: Kawasan Sungai Deli Jadi Lokasi Peredaran Narkoba Terbesar
Medan, FNN - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sumatera Utara Brigjen Pol Atrial mengatakan bahwa lokasi peredaran narkoba terbesar di Kota Medan berada di sepanjang aliran Sungai Deli. "Hampir sebagian besar peredaran narkoba itu banyak di sepanjang Sungai Deli," ungkap-nya saat acara talkshow Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) 2021 di Taman Lili Suheri, Medan, Sabtu. Ia mengatakan bahwa pihaknya bersinergi bersama pemerintah daerah terus melakukan upaya-upaya untuk mencegah peredaran narkoba, khususnya di tempat-tempat yang menjadi markas transaksi jual beli narkoba. "Maunya setiap kelurahan untuk membersihkan pinggiran Sungai Deli, banyak gubuk-gubuk liar itu tempat pakai narkoba. Jadi wajibkan lurah atau kepling (kepala lingkunagan)-nya bersihkan itu," ujarnya. Untuk mengatasi masalah peredaran narkoba di kawasan Sungai Deli, Pemerintah Kota Medan telah membuat sejumlah kegiatan yang digelar di kawasan Sungai Deli dalam rangka pemanfaatan sungai dengan melibatkan masyarakat setempat. "Hari ini yang dibutuhkan (memberantas narkoba-red) adalah kegiatan, kegiatan untuk mencintai sungai. Nanti kita buat di situ kegiatan ekonomi yang memanfaatkan sungai sebagai tempat penarik pengunjung," kata Wali Kota Medan Bobby Nasution yang juga hadir pada acara tersebut.