HUKUM

KPK Panggil Tiga Saksi Terkait Kasus Pengadaan Tanah Munjul DKI

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, memanggil tiga saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur. Ketiganya dijadwalkan diperiksa untuk tersangka Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar (RHI) dan kawan-kawan. "Hari ini, pemeriksaan saksi dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, DKI Jakarta Tahun 2019 dengan tersangka RHI dan kawan-kawan," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, di Jakarta, Kamis. Mereka yang dipanggil, yaitu Rafli Akbar Rafsabjani selaku Staf Penilai di KJPP Wahyono Adi dan Rekan serta dua saksi dari pihak swasta Minan dan Parid Ridwan. "Pemeriksaan dilakukan di Kantor KPK Jalan Kuningan Persada Kaveling 4, Setiabudi, Jakarta Selatan," ujar Ali. Selain Rudy, KPK juga telah menetapkan empat tersangka lainnya, yakni mantan Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan (YRC), Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian (TA), Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene (AR), dan satu tersangka korporasi PT Adonara Propertindo (AP). Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Rudy meminta Anja dan Tommy melakukan pendekatan pada Yayasan Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus dengan kesepakatan penawaran tanah ke Sarana Jaya. Anja bersama Tommy menemui Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus dan menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah Pondok Ranggon seluas 41.921 m2 dengan harga Rp2,5 juta/m2, dan saat itu juga langsung disetujui Rudy dengan membayarkan uang muka pertama sebesar Rp5 miliar kepada Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus. Selanjutnya, Yoory memerintahkan stafnya untuk menyiapkan pembayaran 50 persen pembelian tanah Munjul sebesar Rp108,99 miliar, padahal belum dilakukan negosiasi harga antara Yoory dengan Anja yang mengaku sebagai pemilik tanah. Penandatanganan PPJB dilakukan di Kantor Sarana Jaya antara Yoory dengan Anja, dan di hari yang sama, Sarana Jaya mentransfer 50 persen pembayaran pembelian ke rekening Anja sebesar Rp108,99 miliar. Selanjutnya, dengan menggunakan rekening perusahaan PT Adonara Propertindo, Rudy dan Anja kembali menyetujui dan memerintahkan Tommy mengirimkan dana sebesar Rp5 miliar sebagai uang muka tahap II kepada Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus. Setelah ditandatangani PPJB dan dilakukan pembayaran sebesar Rp108,9 miliar, Sarana Jaya baru melakukan kajian usulan pembelian tanah di Munjul dengan lebih dari 70 persen tanah tersebut masih berada di zona hijau untuk ruang terbuka hijau (RTH) yang tidak bisa digunakan untuk proyek hunian atau apartemen. Meskipun lahan tersebut tidak bisa diubah zonasinya ke zona kuning, pihak Sarana Jaya tetap melakukan pembayaran sebesar Rp43,59 miliar kepada Anja di rekening Bank DKI atas nama Anja, sehingga total yang telah dibayarkan sebesar Rp152,5 miliar. Atas pembayaran oleh Sarana Jaya tersebut, Rudy meminta Anja dan Tommy untuk mengalirkan dana yang di antaranya digunakan untuk pembayaran BPHTB Pengadaan Tanah Pulogebang pada Sarana Jaya. Kemudian, dimasukkan ke rekening perusahaan lain milik tersangka Rudy dan penggunaan untuk beberapa keperluan pribadi Rudy dan Anja. Atas perbuatan para tersangka tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp152,5 miliar. (mth)

KPK Geledah Tiga Lokasi Kantor dan Rumah Dinas Bupati Banjarnegara

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan berbagai dokumen dari penggeledahan pada tiga lokasi di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Selasa (10/8). Tiga lokasi tersebut, yaitu Kantor Bupati Banjarnegara, rumah dinas Bupati Banjarnegara, dan sebuah rumah di Krandegan, Kecamatan Banjarnegara, Kabupaten Banjarnegara. "Selasa (10/8), tim penyidik telah selesai melakukan penggeledahan di tiga lokasi. Pada tiga lokasi tersebut, tim penyidik menemukan dan mengamankan berbagai barang bukti di antaranya berbagai dokumen yang diduga terkait dengan perkara," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu. Penggeledahan dilakukan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kabupaten Banjarnegara Tahun 2017-2018, dan penerimaan gratifikasi. Ali mengatakan barang bukti tersebut akan dianalisa lebih lanjut, dan dilakukan penyitaan untuk menjadi salah satu bagian dalam pemberkasan perkara penyidikan. "Penyitaan nantinya akan dilakukan terhadap berbagai barang bukti tersebut, untuk menjadi salah satu bagian dalam pemberkasan perkara penyidikan ini," kata dia. Sebelumnya, KPK pada Senin (9/8) juga menggeledah Kantor Dinas PUPR Kabupaten Banjarnegara dan Kantor PT Bumirejo. Diketahui, PT Bumirejo berada di kediaman pribadi Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono. Dari dua lokasi itu, tim penyidik KPK mengamankan berbagai dokumen dan barang bukti elektronik yang diduga terkait dengan kasus tersebut. Dengan adanya kegiatan penyidikan di Kabupaten Banjarnegara, KPK telah menetapkan tersangka terkait kasus tersebut. Kendati demikian, mengenai kronologi kasus dan pihak-pihak yang dijadikan tersangka belum dapat diumumkan oleh KPK saat ini. Sebagaimana kebijakan Pimpinan KPK bahwa untuk publikasi konstruksi perkara dan pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka akan dilakukan pada saat telah dilakukan upaya paksa baik penangkapan maupun penahanan terhadap tersangka. (mth)

Kanwil Kemenkumham Kalteng-BNNP Tingkatkan Sinergi Tangani Narkoba

Palangka Raya, FNN - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kalteng meningkatkan sinergi penanganan narkoba. Kepala Kanwil Kemenkumham Kalteng Ilham Djaya, di Palangka Raya, Rabu, mengatakan upaya meningkatkan sinergi tersebut dilakukan saat pihaknya menerima kunjungan pihak BNNP Kalteng. "Kunjungan Kepala BNNP Kalteng ini merupakan suatu kehormatan bagi jajaran Kanwil Kemenkumham Kalteng sebagai wujud sinergitas serta saling membantu dalam menyelesaikan permasalahan narkoba khususnya yang berada di Kalimantan Tengah," kata Ilham Djaya. Dia mengatakan pemberantasan narkoba ini tidak dapat dilaksanakan sendiri, melainkan harus dilaksanakan sinergitas antarinstansi. Menurut dia, permasalahan narkoba bukan hanya merusak generasi yang ada saat ini, tetapi juga merusak generasi yang akan datang apabila tidak segera diselesaikan. Pihaknya pun siap dan berkomitmen berpartisipasi aktif serta siap bersinergi dengan berbagai pihak, termasuk BNNP Kalteng dalam upaya pencegahan peredaran dan penanganan narkoba di wilayah Kalteng. Kepala BNNP Kalteng Brigjen Pol Roy Hardi Siahaan didampingi Kabid Berantas Agustiyanto mengatakan koordinasi dan sinergi antarinstansi penting dilakukan. Penguatan dan kerja sama dengan berbagai pihak juga menjadi bagian penting sehingga upaya penanganan narkoba semakin kuat, luas dan menyeluruh di berbagai sektor dan aspek kehidupan bermasyarakat. "Kami juga mengharapkan partisipasi dari masyarakat dalam memberikan informasi terkait peredaran narkoba, sehingga permasalahan yang timbul akibat narkoba tersebut dapat lebih cepat terselesaikan," katanya. Di antara bentuk partisipasi itu, seperti memberikan informasi kepada petugas terkait jika masyarakat mengetahui adanya indikasi peredaran narkoba. Masyarakat juga tidak perlu takut memberikan informasi, karena identitas akan dilindungi. Masyarakat juga diminta meningkatkan peran keluarga, sekolah, komunitas, lingkungan kerja dan organisasi masyarakat, lingkungan keagamaan serta aspek lain dalam upaya membentengi kehidupan sosial masyarakat dari dampak negatif peredaran narkoba. Apalagi peredaran narkoba juga kian mengancam kehidupan, tak terkecuali para generasi muda di wilayah Provinsi Kalteng selaku calon penerus kepemimpinan bangsa.(sws)

KPK Periksa M Taufik Dalami Anggaran Pengadaan Tanah di Munjul DKI

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik untuk mendalami perihal pengusulan dan pembahasan anggaran pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur. KPK, Selasa (10/8), telah memeriksa Taufik sebagai saksi untuk tersangka mantan Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan (YRC) dan kawan-kawan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur, DKI Jakarta tahun 2019. "Tim penyidik mendalami pengetahuan saksi terkait dengan pengusulan dan pembahasan anggaran untuk BUMD di Pemprov DKI Jakarta yang salah satunya pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur," kata Pelaksana Tugast Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu. Selain itu, kata Ali, saksi Taufik juga dikonfirmasi mengenai pengetahuannya terkait proses jual beli tanah di Munjul tersebut, dan perkenalan saksi dengan tersangka Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar (RHI). KPK pada Selasa (10/8), juga memeriksa seorang saksi lainnya untuk tersangka Yoory dan kawan-kawan, yaitu Pelaksana Harian (Plh) Badan Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah (BP BUMD) periode 2019 Riyadi. "Didalami mengenai pengetahuan saksi terkait bagaimana proses regulasi terkait program DP nol rupiah," ujar Ali. Selain Yoory dan Rudy, KPK juga telah menetapkan tiga tersangka lainnya, yakni Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian (TA), Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene (AR), dan satu tersangka korporasi PT Adonara Propertindo (AP). Atas perbuatan para tersangka tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp152,5 miliar. Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Terkait pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul, KPK menjelaskan bahwa Sarana Jaya diduga dilakukan secara melawan hukum, yakni tidak adanya kajian kelayakan terhadap objek tanah, tidak dilakukannya kajian appraisal, dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait. Selanjutnya, beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai standar operasional prosedur (SOP) serta adanya dokumen yang disusun secara "backdate" dan adanya kesepakatan harga awal antara pihak Anja dan Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dilakukan. Dalam perkembangan kasus tersebut, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan lembaganya bakal mendalami berapa anggaran yang sebenarnya diterima Sarana Jaya terkait pengadaan tanah di Munjul tersebut. "Jadi tentu itu akan didalami, termasuk berapa anggaran yang sesungguhnya yang diterima oleh BUMD Sarana Jaya karena cukup besar, misalnya angkanya sesuai dengan APBD itu ada Surat Keputusan Nomor 405 itu besarannya kurang lebih Rp1,8 triliun. Terus ada Surat Keputusan 1684 itu dari APBD Perubahan sebesar Rp800 miliar, ini semuanya kami dalami," kata Firli saat jumpa pers, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (2/8). (sws)

BPOLBF-Pemkab Manggarai Barat Bahas Tapal Batas Kawasan Pariwisata

Labuan Bajo, FNN - Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPOLBF) bersama Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur membahas rencana teknis penentuan tapal batas antara lahan milik negara yang akan diserahkan kepada BPOLBF untuk dikelola demi peningkatan kualitas pariwisata. "Proses penanaman tapal batas pada 121 titik lokasi ditujukan untuk memperjelas batas-batas lahan yang akan dikelola oleh BPOLBF dengan lahan milik Pemkab Manggarai Barat, maupun batas-batas dengan desa penyangga," kata Direktur Utama BPOLBF Shana Fatina dalam keterangan, di Labuan Bajo, Rabu. Ia menjelaskan, tapal batas akan ditempatkan juga pada titik batas dengan lahan Tora milik Desa Golo Bilas yang telah mengantongi SK serta titik batas lahan milik Desa Gorontalo dan Kelurahan Wae Kelambu. Ia memastikan penanaman tapal batas serta semua tahapan akan melibatkan pihak desa penyangga, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Manggarai Barat, unsur TNI dan Polri, pihak BPN Manggarai Barat, serta instansi terkait. Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi menekankan, tujuan penggunaan lahan negara yang pengelolaannya diserahkan kepada BPOLBF melalui Perpres 32 harus mampu memberikan jaminan kesejahteraan baik bagi masyarakat pada desa penyangga maupun masyarakat Manggarai Barat pada umumnya. "Harapan kami, seluruh tanah baik HPL maupun tanah yang statusnya punya negara akan berdampak pada kesejahteraan rakyat baik di sekitar kawasan maupun rakyat Manggarai Barat seluruhnya. Keterlibatan masyarakat bukan di penataan tapi pada saat pengelolaannya," ujar Bupati Edistasius dalam kesempatan rapat Persiapan Panitia Tata Batas Tukar Menukar Kawasan Hutan (TMKH) untuk Kawasan Pariwisata BPOLBF tersebut. Bupati Edi berharap terwujudnya kesepahaman kerangka berpikir bagi setiap forkopimda dengan fungsi dan tugas masing-masing dalam menyukseskan program pemerintah pusat demi tujuan kesejahteraan masyarakat. Ketua DPRD Manggarai Barat Marthen Mitar meminta kegiatan penanaman tapal batas dapat disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat, agar tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari. (sws)

Polres Rejang Lebong Kembangkan Pengusutan Kasus Investasi Bodong

Rejang Lebong, Bengkulu, FNN - Penyidik Polres Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, tengah mengembangkan pengusutan kasus investasi bodong yang merugikan ratusan warga daerah itu, hingga mencapai Rp850 juta. Kasat Reskrim Polres Rejang Lebong AKP Rahmat Hadi Fitrianto didampingi Kanit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Ipda Ibnu Sina Alfarobi di Mapolres Rejang Lebong, Selasa mengatakan dua tersangka terkait investasi bodong yang diamankan pihaknya pada Jumat (6/8) adalahYN (19), warga Kecamatan Curup, serta VA (20), warga Kecamatan Curup Tengah. "Saat ini kasusnya masih dalam pengembangan guna mengetahui masih ada tidaknya jaringan mereka serta kemungkinan korban lainnya," kata Rahmat Hadi. Dia menjelaskan, pengembangan kasus yang dilakukan pihaknya itu dengan melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap tersangka, sejumlah saksi-saksi korban serta pihak perbankan guna menelusuri aliran dana itu kemana saja. Uang yang dihimpun kedua tersangka ini, kata dia, mencapai Rp861 juta dengan jumlah korbannya sebanyak 135 orang. Uang itu disimpan dalam empat rekening bank, yakni BCA, BRI, BNI dan Mandiri. "Setelah kami telusuri saldo empat rekening bank ini sudah kosong. Dana nasabah ini, selain untuk membayar investasi yang sudah jatuh tempo, juga dipakai untuk membeli barang-barang elektronik, seperti HP, jalan-jalan dan perhiasan," ujarnya. Menurut dia, berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan penyidik terhadap YN yang berstatus pengangguran dan VA (mahasiswi salah satu PTN di Kota Curup) ini, mereka hanya memutar dana yang disetorkan nasabahnya kepada nasabah lainnya dan hanya mengambil keuntungan dari biaya administrasi. "Modusnya tersangka ini mengumpulkan uang nasabah dan kemudian memutarnya kembali dari nasabah ke nasabah lainnya. Para nasabah ini dijanjikan keuntungan sebesar 35 persen dari nilai uang yang disetor, misalnya Rp1 juta menjadi Rp1.350.000 dalam 10 hari," ucapnya. Sementara itu, tersangka YN, di hadapan wartawan mengaku investasi itu telah dilakukannya sejak Januari 2021, di mana awalnya mengajak calon korbannya untuk berinvestasi yang mereka namakan arisan dengan keuntungan yang dijanjikan mencapai 35 persen dari besaran dana yang disetorkan. "Kalau setoran Rp1 juta itu kami mengembalikannya Rp1,5 juta dalam 10 hari, kemudian dipotong biaya administrasi Rp150 ribu, namun setelah itu kami tidak dapat uang admin lagi. Jadi kalau ada yang jatuh tempo, kami pakai duit investasi orang lain," kata YN. Kedua tersangka itu sendiri oleh penyidik Tipidter Polres Rejang Lebong dijerat atas pelanggaran pasal 46 ayat (1) juncto pasal 16 dan 17 UU No.10/1998, tentang perubahan atas UU No.7/1992, tentang Perbankan dengan ancaman pidana 15 tahun penjara. (mth)

Selama Pandemi Mahkamah Syar'iyah Aceh Terima 268 Perkara Jinayat

Banda Aceh, FNN - Mahkamah Agung (MA) mencatat selama pandemi Covid-19 Mahkamah Syar'iyah (MS) di Aceh telah menerima dan menyidangkan sebanyak 268 perkara jinayat (tindak pidana dalam ajaran Islam) "Sepanjang 2020 Mahkamah Syar'iyah di seluruh Aceh telah menerima 268 perkara jinayat. Meningkat 3,47 persen dari tahun 2019 sebanyak 229 perkara," kata Ketua Mahkamah Agung, M. Syarifuddin secara virtual, di Banda Aceh, Selasa, 10 Agustus 2021. Pernyataan itu disampaikan Syarifuddin melalui pidatonya saat membuka kegiatan seminar internasional dalam rangka Milad ke-19 Mahkamah Syar'iyah. Syarifuddin mengatakan, sejak dikeluarkan UU Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Aceh, eksistensi Mahkamah Syar'iyah Aceh juga memasuki babak baru. Pelimpahan kewenangan perkara jinayat telah dilaksanakan secara optimal. Terbukti, kata Syarifuddin, hasilnya cukup menggembirakan. Hal itu bisa terlihat dari keseluruhan perkara jinayat yang ditangani, rasio tingkat produktivitas dalam memutuskan perkaranya mencapai angka 96,42 persen. "Bahkan, dengan ketetapan waktu memutus perkara 100 persen, yakni diputus dalam tenggat waktu paling lama lima bulan sebagaimana ketentuan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2014," ujarnya, sebagaimana dikutip dari Antara. Selain itu, kata Syarifuddin, dari keseluruhan perkara yang sudah diputuskan Mahkamah Syar'iyah di Aceh itu semuanya telah berkekuatan hukum tetap, serta tidak ada upaya pada tahapan pengajuan peninjauan kembali. "Saya berharap semoga kinerja positif Mahkamah Syar'iyah di Aceh tetap dipertahankan, atau ditingkatkan pada masa-masa yang akan datang," katanya. Syarifuddin menuturkan, masyarakat Aceh terus memantau dan memperhatikan proses peradilan di Mahkamah Syar'iyah. Terlebih di era keterbukaan informasi, maka keadaan seperti itu tentunya menjadi pekerjaan rumah. Terhadap perkembangan itu, Mahkamah Agung akan terus berusaha meningkatkan fungsi pembinaan dan pengawasan bagi badan peradilan yang ada di bawahnya, termasuk Mahkamah Syar'iyah. Karena, ujarnya, pemanfaatan teknologi informasi di lembaga peradilan adalah harga mati yang tidak dapat ditawar. Artinya, tidak boleh mundur atau mempertahankan cara kerja profesional yang kurang efektif maupun efisien. "Momentum peringatan Milad Mahkamah Syar'iyah yang bertepatan dengan Tahun Baru Hijriah 1443 ini harus dimaknai, kita berani hijrah, berbuat yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya," katanya. (MD).

Mahkamah Agung Vonis Penjara Dua Terdakwa Korupsi di Bank NTT

Kupang, FNN - Mahkamah Agung Republik Indonesia memvonis hukuman penjara terhadap dua terdakwa dalam kasus korupsi dana kredit investasi dan modal kerja pada Bank NTT Cabang Surabaya yang merugikan negara lebih dari Rp128 miliar. "Berdasarkan petikan putusan kasasi dari Mahkamah Agung RI dua orang terdakwa divonis hukuman penjara dalam kasus korupsi fasilitas kredit di Bank NTT Cabang Surabaya," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur Abdul Hakim di Kupang, Selasa. Terdakwa Muhammad Ruslan divonis 8 tahun penjara dengan Putusan Nomor 2554 K/Pid.Sus/2021 tanggal 9 Agustus 2021. Selain itu, MA menghukum Muhammad Ruslan dengan denda sebesar Rp500 juta atau subsider 6 bulan kurungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp9.509.924.588,00. Terhadap terdakwa Bong-Bong Suharso, MA memvonis 7 tahun penjara dan denda sebesar Rp750 juta atau subsider selama 6 bulan kurungan. Dengan adanya putusan kasasi dari Mahkamah Agung, menurut Abdul Hakim, Kejati NTT dan Kejaksaan Negeri Kota Kupang akan segera melakukan eksekusi terhadap kedua terdakwa untuk menjalani hukuman penjara yang telah ditetapkan MA. "Putusan itu sudah final sehingga kedua terdakwa segera menjalankan hukuman sesuai dengan putusan MA," kata Abdul Hakim. (mth)

PN Bandung Siapkan Jadwal Sidang Bupati Bandung Barat Aa Umbara

Bandung, FNN - Pengadilan Negeri Bandung menyiapkan jadwal sidang tindak pidana korupsi Bupati Bandung Barat nonaktif Aa Umbara usai menerima pelimpahan berkas perkara dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Panitera Muda Tipikor PN Bandung Yuniar mengatakan bahwa saat ini masih dalam penunjukan hakim yang akan memimpin jalannya sidang Aa Umbara tersebut. "Jadwal belum ada, sekarang baru mau penunjukan hakim," kata Yuniar di Bandung, Jawa Barat, Selasa. Setelah hakim ditunjuk, kata dia, jadwal sidang Aa Umbara pun perlu disesuaikan. Pasalnya, para hakim memiliki jadwal sidang yang padat. "Kalau enggak padat (biasanya berselang) satu minggu (untuk sidang)," katanya menjelaskan. Adapun perkara Aa Umbara telah teregistrasi di PN Bandung dengan Nomor Perkara 55/pid.sus-tpk/2021/pn bdg. Selain Aa, ada juga terdakwa terkait lainnya, yakni Andri Wibawa dengan Nomor Perkara 56/pid.sus-tpk/2021/pn bdg dan M Totoh Gunawan dengan Nomor Perkara 57/pid.sus-tpk/2021/pn bdg. Sebelumnya, KPK pada hari Senin (9/8) melimpahkan berkas perkara tiga terdakwa perkara korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos) di Kabupaten Bandung Barat ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung. Tiga terdakwa, yaitu Bupati Bandung Barat nonaktif Aa Umbara Sutisna, Andri Wibawa dari pihak swasta/anak Aa Umbara, dan M. Totoh Gunawan selaku pemilik PT Jagat Dirgantara (JDG) dan CV Sentral Sayuran Garden City Lembang (SSGCL). Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan pada bulan Maret 2020 karena adanya pandemi COVID-19, Pemkab Bandung Barat menganggarkan sejumlah dana untuk penanggulangan pandemi COVID-19 dengan melakukan refocusing anggaran APBD 2020 pada belanja tidak terduga (BTT). Dari kegiatan pengadaan tersebut, Aa Umbara diduga telah menerima uang sejumlah sekitar Rp1 miliar yang sumbernya disisihkan oleh M. Totoh dari nilai harga per paket sembako yang ditempelkan stiker bergambar Aa Umbara untuk dibagikan kepada masyarakat Kabupaten Bandung Barat. Selain itu, Aa Umbara juga diduga menerima gratifikasi dari berbagai dinas di Pemkab Bandung Barat dan para pihak swasta yang mengerjakan berbagai proyek di Kabupaten Bandung Barat sejumlah sekitar Rp1 miliar. (mth)

Hakim Mahkamah Konstitusi Minta Pemerintah Hadirkan Ahli Dalam Uji Materi UU Narkotika

Jakarta, FNN - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo meminta pemerintah menghadirkan ahli yang relevan untuk memberikan penjelasan yang lebih lengkap dalam sidang pembuktian uji materi UU Narkotika berikutnya. "Ketika (agenda sidang) pembuktian mohon Mahkamah diberikan pandangan pemerintah bisa mendatangkan ahli pengobatan terkait narkotika golongan I dan ahli yang bisa memberikan data," kata Suhartoyo dalam sidang uji materi Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan presiden, Selasa, 10 Agustus 2021. Suhartoyo mengatakan, kehadiran ahli tersebut untuk memberikan pandangan yang lebih komprehensif mengenai irisan antara kekhawatiran pemerintah mengenai penggunaan narkotika untuk pengobatan dan manfaat narkotika golongan I yang kemungkinan punya dampak positif meskipun harus sangat terbatas tata cara penggunaannya. Dia menerangkan, Pasal 8 ayat (2) UU Narkotika sudah membuka bahwa narkotika golongan I dapat digunakan dalam keperluan terbatas itu bisa diberikan dan ada ambiguitas di dalam norma Pasal 6 dan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2). Kuasa hukum presiden atau pemerintah Ariani sebelumnya menjelaskan dampak-dampak negatif dari narkotika golongan I, termasuk ganja ketika disalahgunakan baik untuk tujuan rekreasi maupun pengobatan. Ariani menjelaskan, kondisi geografis Indonesia yang luas juga menyulitkan pengawasan atas penyalahgunaan narkotika. Dia mengatakan, ganja tidak digunakan untuk tujuan medis di Indonesia karena belum ada bukti manfaat klinis. "Dampak yang jauh lebih merugikan dibandingkan manfaatnya. Penggunaan ganja memiliki kecenderungan digunakan untuk kebutuhan rekreasi ketimbang medis," katanya. Oleh karena itu, Ariani mengatakan, pemerintah memohon kepada majelis Hakim Konstitusi untuk memberikan keputusan yakni menerima keterangan presiden secara keseluruhan dan menyatakan para pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum. Selain itu, pemerintah juga memohon kepada Hakim Konstitusi menolak permohonan pengujian para pemohon seluruhnya atau menyatakan permohonan pengujian para pemohon tidak dapat diterima, dan menyatakan permohonan pengujian UU Narkotika tidak bertentangan dengan UUD 1945. Sebelumnya, uji materi penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) terhadap UUD 1945 diajukan oleh Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, Nafiah Murhayanti, Perkumpulan Rumah Cemara, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat atau Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM). Norma yang diujikan adalah Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) UU Narkotika. Dalam sidang 20 April 2021 lalu, pemohon menyampaikan narasi ilmiah sehubungan dengan perbandingan dari negara-negara lainnya di dunia yang menggunakan terapi ganja sebagai bagian dari pengobatan untuk penderita celebral palsy atau lumpuh otak. Menurut pemohon, ketentuan penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) UU Narkotika tersebut telah mengakibatkan hilangnya hak para pemohon untuk mendapatkan manfaat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berupa hasil penelitian tentang manfaat kesehatan dari narkotika golongan I. (MD).