HUKUM

KPK Ajukan Banding Atas Vonis Walikota Cimahi Ajay Priyatna

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding terhadap vonis Wali Kota Cimahi, Jawa Barat, nonaktif Ajay M Priyatna dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap untuk memuluskan perizinan proyek rumah sakit. "Setelah kami pelajari pertimbangan majelis hakim, Tim Jaksa KPK telah menyatakan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Bandung," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu. Pada 25 Agustus 2021, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung menjatuhkan vonis 2 tahun dan pidana denda Rp100 juta subsider 3 bulan penjara kepada Ajay. Majelis hakim menilai Ajay hanya terbukti bersalah sesuai Pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut agar Ajay divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan. JPU KPK juga menuntut Ajay agar membayar uang pengganti sebesar Rp7 miliar dan pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah selesai menjalani pidana pokok. Tuntutan tersebut berdasarkan dua dakwaan, yaitu Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. "Alasan banding antara lain putusan majelis hakim kami nilai belum memenuhi rasa keadilan masyarakat utamanya dalam hal penjatuhan amar pidana baik pidana penjara maupun pidana tambahan berupa jumlah pembebanan uang pengganti hasil korupsi yang dinikmati terdakwa serta pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik," ungkap Ali. Alasan lainnya adalah tidak terbuktinya dakwaan jaksa mengenai pembuktian Pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor terkait suap dan gratifikasi. "Kami berpendapat, majelis hakim dalam pertimbangannya telah mengabaikan fakta hukum yang terungkap di persidangan," tambah Ali. Ali menyebut JPU KPK akan menyusun alasan lengkapnya dalam memori banding. "Kami akan segera menyusun memori banding berisi alasan lengkapnya dan menyerahkan kepada Pengadilan Tinggi melalui Kepaniteraan PN Bandung," ungkap Ali. (sws).

Jaksa Tangkap Buron Kasus Korupsi Penyaluran Kredit Usaha Rakyat

Jakarta, FNN - Hasan, buron kasus korupsi penyaluran fasilitas kredit usaha rakyat (KUR) ditangkap penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. Koruptor yang sejak 2018 masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) itu diciduk petugas di wilayah Cengkareng Timur, Jakarta Barat. “Yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat penetapan tersangka Nomor 08 tertanggal 13 Maret 2018. Ia dan masuk daftar pencarian orang sejak 4 Juli 2018,” kata Asisten tindak pidana khusus (Aspidsus) Kejati DKI Jakarta, Abdul Qohar AF dalam keterangan pers yang disiarkan akun YouTube Kejati DKI Jakarta. Hasan adalahburon kasus korupsi penyaluran fasilitas KUR pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Timur Cabang Pembantu Wolter Mongonsidi, Jakarta. Kasus Hasan tersebut berawal dari dua orang tersangka lain yang juga sudah ditetapkan sebagai DPO, yakni Ng Sau Ngo dan Heryanto Nurdin mendapat informasi penyaluran fasilitas KUR di BPD Jawa Timur Kantor Cabang Pembantu Walter Mongonsidi Jakarta pada 2011. Kemudian, Hasan menyediakan data fiktif sebanyak 82 calon debitur yang telah direkayasa dengan jumlah plafon masing-masing Rp 500 juta. Lalu, Hasan menyediakan data orang-orang tersebut yang akan diajukan sebagai debitur pemohon KUR di BPD Jatim Wolter Mongonsidi Jakarta atas permintaan dari Heryanto Nurdin. “Data tersebut diserahkan kepada Heryanto Nurdin. Kemudian mengajukan permohonan KUR di BPD Jatim Cabang Jakarta yang seluruhnya berjumlah 82 debitur dengan masing-masing plafon sebesar Rp 500 juta,” tutur Abdul, sebagaimana dikutip dari Antara, Rabu, 1 September 2021. Abdul menjelaskan, dalam mempermudah aksi itu, para tersangka memberikan data palsu itu kepada Riyad Prabowo Edy guna pembuatan administrasi kredit kepada paracalon debitur. Saat itu Riyad menjabat sebagai Analis Kredit BPD Jawa Timur. Guna mempermudah transaksi keuangan dan penemuan uang yang diperoleh dari 82 debitur KUR, kata Abdul, tersangka menggunakan rekening atas nama Radiman Raidit dan Marlian yang dikuasai oleh Ng Sau Ngo yang saat ini masih DPO. “Atas kemajuan KUR pada BPD Jawa Timur Cabang Wolter Mongondisi Jakarta atas nama 82 debitur, kredit dimaksud dinyatakan macet oleh pihak BPD Jatim tahun 2012-2013 sehingga mengalami kerugian sebesar Rp 41 miliar ,” ungkap Abdul. Atas perbuatannya itu, tersangka dijerat dengan Pasal 2, Pasal 3 juncto Pasal 19 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. (MD).

Antara Habib Rizieq dan Pinangki, Keadilan Suka-suka yang Dipertontonkan

Oleh Ady Amar *) AKHIRNYA Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, menguatkan putusan PN Jakarta Timur kepada Habib Rizieq Shihab, yaitu hukuman 4 tahun penjara, Senin, 30 Agustus. Itu berkaitan dengan perkara tes swab RS Ummi Bogor. Habib Rizieq dianggap bohong karena mengatakan dirinya sehat, dan karenanya menimbulkan keonaran. Putusan PT DKI Jakarta itu tidak terlalu mengejutkan, sepertinya sudah seharusnya diberikan pada Habib Rizieq. Sehingga suara PN Jakarta Timur dan PT DKI Jakarta seperti koor saja. Pokoknya ia harus dihukum, dan itu 4 tahun. Jika lalu orang berasumsi, itu agar pelaksanaan Pilpres 2024 tidak "direcoki" manusia satu ini, itu pun tidak salah. Mengadangkan dalam sel Habib Rizieq sampai Pilpres berlangsung, itu kesan yang ditangkap publik. Keonaran apa yang ditimbulkan Habib Rizieq dengan bohong atas kesehatannya, itu tidak ada yang bisa membuktikan. Pokoknya tuduhan ada keonaran yang ditimbulkan, dan jaksa penuntut umum (JPU) bisa leluasa menjerat dengan pasal tuntutan memberatkan, 6 tahun. PN Jakarta Timur memvonis 4 tahun penjara, lalu dikuatkan PT DKI Jakarta dengan vonis yang sama. Bohong dengan menyatakan diri sehat, yang kemudian hasil tes swab PCR positif Covid-19, itu tidak dapat dikatakan bohong. Saat itu Habib Rizieq merasa sehat, maka ia katakan sehat, itu sebelum hasil tes keluar. Dan setelah hasil tes keluar dan positif, maka ia melakukan isoman di rumah. Bohong itu jika hasil tes sudah keluar dan jelas hasilnya positif, tapi ia mengatakan sehat, maka itu disebut bohong. "Bohong" yang tidak dapat dikatakan bohong, itu sebenarnya pintu masuk saja untuk memenjarakannya. Ditambah tuntutan bohong yang menimbulkan keonaran, itu agar majelis hakim bisa memvonis seberat-beratnya. Jadi, sekali lagi, tidak ada yang aneh. Itu hal yang memang sepertinya sudah "ditetapkan", agar hukuman tetap ditetapkan 4 tahun penjara. Hukuman itu diberikan untuk perbuatan yang tidak diperbuat Habib Rizieq. Tidak bohong tapi nalar publik dipaksa untuk menganggap ia berbohong, dan juga tidak ada keonaran, tapi lagi-lagi itu mesti dianggap ada keonaran yang ditimbulkan. Hukum suka-suka pada Habib Rizieq Shihab terang benderang ditampakkan, dan itu mencederai rasa keadilan. Manusia satu ini seolah manusia berbahaya, dan karenanya harus dipenjara meski tanpa kesalahan. Habib Rizieq Shihab, lewat pengacaranya melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Kita lihat saja nanti, apakah MA akan membebaskannya karena ia tidak terbukti bersalah, atau... Istimewanya Pinangki Ada tiga tuntutan pada jaksa Pinangki Sirna Malasari. Ia terpidana kasus suap, melakukan tindak pidana pencucian uang, dan melakukan permufakatan jahat dalam perkara pengurusan fatwa bebas untuk Djoko Tjandra. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), menjatuhkan vonis 10 tahun, dari tuntutan JPU yang 4 tahun. (Bandingkan kasus Habib Rizieq Shihab pada perkara "bohong" dan "keonaran" yang tidak terbukti, itu dituntut JPU 6 tahun). Pinangki memang terpidana istimewa. Meski perbuatannya perbuatan nista berat, ia tetap diistimewakan dengan suka-sukanya pengadilan. Ia yang semula divonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Pusat 10 tahun penjara, melakukan banding pada PT DKI Jakarta. Maka PT DKI Jakarta memberinya korting 6 tahun. Hukumannya ditetapkan jadi 4 tahun. Alasannya, karena yang bersangkutan masih punya anak kecil. Kok enak .tenan. Dan JPU tentu tidak berkehendak kasasi ke MA, karena terpidana mendapat keistimewaan pemotongan hukuman luar biasa. JPU tampak "melindungi" garong Pinangki, yang sesama korps Adhyaksa. Jika orang lalu membandingkan "kesalahan" tidak bersalah Habib Rizieq itu dengan garong Pinangki, yang sama-sama divonis PT DKI Jakarta 4 tahun penjara. Maka keduanya mustahil bisa diperbandingkan, kecuali pada hukumannya yang sama-sama sesuka-sukanya. Tapi yang pasti keduanya memang sama-sama ditarget. Yang satu (Habib Rizieq Shihab) ditarget hukuman berat meski ia tidak melakukan kesalahan. Dan satunya lagi (Pinangki) meski garong, ia ditarget dengan hukuman seringan mungkin. Garong memang tampak dimuliakan, itu terbukti dengan kasus Pinangki. Sedang penegak amar ma'ruf nahi munkar, semacam Habib Rizieq, itu seolah musuh yang mesti dipenjarakan. Masih berharap pada MA? Tentu berharap keadilan akan diputus MA atas kasus Habib Rizieq Shihab dengan putusan pembebasannya. Optimistis dalam mencari keadilan atas kasus Habib Rizieq, ini mesti terus diikhtiarkan. Tidak perlulah umat terlampau larut dalam kesedihan panjang atas putusan PT DKI Jakarta. Mengetuk pintu langit wajib terus digelorakan, agar bantuan-Nya segera ditampakkan. Kita semua jadi saksi atas pengadilan sesat yang terus dimunculkan, yang itu pantas diakhiri dengan campur tangan Tuhan. Meminta Tuhan ikut hadir, itu sebuah pengharapan tidak sia-sia, bahkan seharusnya. (*) *) Kolumnis

Polri Bantu Selidiki Dugaan Kebocoran Data Pengguna Aplikasi eHAC

Jakarta, FNN - Bareskrim Polri turut serta membantu menyelidiki dugaan kebocoran data diri pengguna pada aplikasi Electronic Health Alert Card (eHAC), yakni kartu kewaspadaan kesehatan versi modern yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan. "Polisi bantu lidik," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono, saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa. Menurut Argo, Polri memiliki Direktorat Tindak Pidana Siber yang dapat melakukan penyelidikan terkait kebocoran data. Namun ia tidak merinci proses penyelidikan yang telah berjalan seperti apa. "Secara teknis biarkan penyidik siber bekerja," tutur Argo. Sebelumnya, VPN Mentor, situs yang fokus pada Virtual Private Network (VPN), melaporkan adanya dugaan kebocoran 1,3 juta data pada eHAC. Data- data yang bocor tidak hanya sekadar data yang ada di KTP, tapi juga sampai menyentuh data hasil tes COVID-19, paspor, data rumah sakit dan klinik yang telah melakukan pengetesan pada pengguna, hingga data pembuatan akun eHAC. Dugaan kebocoran data tersebut terjadi karena pembuat aplikasi menggunakan database Elasticsearch yang tidak memiliki tingkat keamanan yang rumit sehingga mudah dan rawan diretas. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) telah menonaktifkan database tersebut terhitung sejak 24 Agustus 2021, maka dari itu laporan ini baru diterbitkan seminggu setelah database tersebut seharusnya tidak lagi dapat akses. Kementerian Kesehatan pun menyebutkan data yang diduga mengalami kebocoran itu merupakan aplikasi eHAC yang lama yang tidak lagi digunakan sejak Juli 2021. Demi kenyamanan dan keamanan lebih optimal, para pengguna aplikasi eHAC versi lama dan belum terhubung dengan aplikasi pedulilindungi.id diminta untuk menghapus akun dan aplikasi tersebut dari gawai. (mth)

Polda NTT Akan Tindak Tegas Pelaku Pemberi Pinjaman Daring Ilegal

Kupang, FNN - Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) Irjen Pol Lotharia Latif telah menegaskan akan menindak tegas para pelaku pemberi pinjaman daring ilegal di NTT, kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda NTT, Kombes Pol Johannes Bangun. "Bagi masyarakat yang terjebak pinjaman online ilegal bisa melapor di Polda NTT dan polres jajaran NTT. Kapolda sudah memerintahkan kami untuk menindak tegas pelaku pinjaman online yang merugikan masyarakat," kata Dirreskrimsus Johannes kepada wartawan di Kupang, Selasa. Mantan Kapolres Kupang Kota itu mengatakan agar masyarakat tidak termakan tipuan pinjaman daring, ada beberapa diri-ciri dari pinjaman daring ilegal itu. Beberapa cici-cirinya adalah tidak memiliki badan hukum, bentuk koperasi atau Perseroan Terbatas. "Pinjaman online ilegal ini tidak memiliki badan hukum. Pada saat proses/negosiasi pinjaman diminta akses kontak nomor handphone, media dan galeri. Mereka juga melakukan pemotongan biaya admin kepada peminjam dengan besaran tidak wajar saat pencairan dilakukan," jelasnya. Ciri lainnya memberikan penawaran kepada calon nasabah dengan persyaratan yang mudah tanpa perlu bertemu secara langsung. Kemudian memaksa para nasabah untuk mengikuti kebijakan dan ketentuan dalam aplikasi pinjaman daring, yakni dengan mengizinkan data kontak telepon pribadi nasabah bisa dibuka oleh pemberi pinjaman. Kemudian juga pada pinjaman daring ilegal itu, saat dilakukan penagihan pembayaran dan mengubah jangka waktu pinjaman tidak sesuai perjanjian. Apabila terlambat membayar cicilan atau melunasi pinjaman, pemberi pinjaman tidak saja melakukan penagihan kepada penerima pinjaman tetapi melakukan penagihan kepada kontak handphone yang telah diakses oleh pemberi pinjaman. 'Penagihan juga dilakukan dengan melakukan ancaman/intimidasi disertai menerbitkan gambar daftar pencarian orang yang memuat wajah peminjam," ujar dia. "Penagihan tidak dilakukan dengan tata cara penagihan sesuai dengan ketentuan OJK Nomor 77 POJK 01 2016 tentang Penyelenggara Jasa Layanan Pinjam Berbasis Teknologi," tambahnya. Ada juga kasus di mana nasabah sudah membayar pinjamannya namun data pinjaman tidak dihapus. Dengan alasan tidak masuk dalam sistem. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTT sejak tahun 2018 hingga Juli 2021, Satgas waspada investasi OJK sudah menutup 3.365 pinjaman daring ilegal. (sws)

Polisi Buru Pelaku Teror Bom Palsu di Pematangsiantar

Medan, FNN - Pihak kepolisian masih menyelidiki pemilik tas mencurigakan yang bertuliskan "awas bom" yang ditemukan warga di sebuah tiang di Jalan Gunung Simanuk-Manuk, Pematangsiantar, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu. "Kami cari pelaku teror bom ini, meskipun isi tas tersebut bukan bom," kata Kepala Polres Pematangsiantar, AKBP Boy Sutan Binanga, Selasa. Ia menyebut, mereka bersama TNI setempat sedang mengumpulkan informasi dan memeriksa sejumlah saksi untuk mencari pelaku teror bom palsu itu. "Kami sudah memintai keterangan sejumlah saksi terkait sejak jam berapa tas tersebut berada di lokasi," ujarnya. Ia berharap peristiwa seperti ini tidak terulang kembali karena dapat mengganggu aktifitas dan kenyamanan masyarakat di Pematangsiantar. Sebelumnya, sebuah tas mencurigakan bertuliskan "awas bom" ditemukan warga di tiang di Jalan Gunung Simanuk-Manuk, Kota Pematangsiantar, Senin (30/8). Setelah dilakukan pemeriksaan oleh tim penjinak bahan peledak Polda Sumatera Utara, tas itu ternyata berisi sebongkah batu besar. (sws)

Polisi Periksa Lima Saksi Kasus Pemerasan Pejabat Pemkot Solo

Solo, FNN - Tim Penyidik Satuan Reskrim Polres Kota Surakarta, Jawa Tengah telah memeriksa lima saksi termasuk dua saksi korban yang melaporkan terkait kasus pemerasan pejabat di lingkungan pemerintah kota setempat. Tim penyidik sudah meminta keterangan lima saksi termasuk dua saksi korban yang melaporkan ke kepolisian, kata Kepala Polresta Surakarta Kombes Pol Ade Safri Simanjutak di Markas Polresta Surakarta, di Solo, Selasa. Menurut Kapolres termasuk saksi korban pejabat Pemkot Surakarta, yakni Tm, dan Selasa ini, ada satu lagi pejabat dari Pemkot Surakarta, Hw, hadir untuk melaporkan kejadian serupa yang menimpa dirinya terkait dengan kasus pemerasan dengan tersangka AS (40) warga Pasar Kliwon Solo. "Kami sedang melakukan proses lidik dan sidik terhadap korban kasus pemerasan pejabat di Pemkot Surakarta. Ada dua pejabat Pemkot Surakarta yang sudah melaporkan kasus ini. Kami akan melakukan penegakan hukum secara profesional akuntabel. Tersangka kasus pemerasan yakni AS, warga Pasar Kliwon, juga sudah dilakukan pemeriksaan di Mapolresta Surakarta," kata Kapolres. Kendati demikian, Kapolres mengingatkan masyarakat agar kasus tidak terulang lagi, mereka tidak langsung percaya terhadap orang-orang yang mengatasnamakan dekat dengan seseorang atau pejabat tertentu. "Jangan langsung percaya, tetapi mari dihimpun untuk mengklarifikasi terlebih dahulu, terkait dengan orang yang dimaksud. Karena, hal ini, sudah sering sekali banyak yang menyasar para pejabat di pemerintahan dan ujungnya untuk meminta sejumlah uang," kata Kapolres. Menurut Kapolres lebih parahnya lagi hal tersebut menjadi modus tersangka untuk melakukan pemerasan kepada pejabat. Hal ini, yang diimbau agar semua pejabat tidak mudah percaya, klarifikasi dahulu. Apabila masih juga ragu silahkan menghubungi kepolisian terdekat akan membantu melacak orang hendak melakukan pemerasan atau meminta pejabat tertentu imbalan uang. "Polri siap mendukung itu, kami berharap tidak satupun orang melakukan pemerasan atau mengganggu kinerja pemerintahan dalam melaksanakan tugas pokok fungsinya," kata Kapolres. Sebelumnya, Tim Jatanras Polda Jawa Tengah mengungkap kasus pemerasan pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Surakarta dengan menangkap seorang pelaku di sebuah indekos belakang Rumah Sakit (RS) Dr Oen Kandang Sapi Solo, Minggu (29/8). Menurut Kepala Subdit 3 Jatanras Polda Jawa AKBP Agus Puryadi pihaknya menangkap pelaku kasus pemerasan berinisial AS (40), warga Pasar Kliwon Solo, yang dibekuk di indekosnya dan kini ditahan di Mapolresta Surakarta untuk diproses hukum. Agus Puryadi mengatakan kasus tersebut berawal adanya laporan dari salah seorang kepala dinas di lingkungan Pemkot Surakarta berinisial Tm yang melaporkan kepada kepolisian bahwa dirinya diperas seorang berinisial AS. Pelaku mengaku orang dekat mantan pejabat di Pemkot Surakarta kemudian meminta sejumlah uang kepada korban yang katanya untuk biaya rumah sakit dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan tersangka sejak bulan Juli 2021 hingga lima kali ditransfer uang sebesar Rp60 juta. Dari hasil pengakuan pelaku, ternyata tidak hanya Tm yang menjadi korban pemerasan, namun ada dua pejabat lain di lingkungan Pemkot Surakarta diperas pelaku yakni Ts dan Hw. Menurut dia, dua pejabat lain yang menjadi korban tersebut seprti Hw menyerahkan uang kepada pelaku senilai Rp2,5 juta dan Ts menyerahkan uang Rp250 ribu kepada tersangka. Semua dikirim via rekening milik adik AS kemudian baru dikirim ke rekeningnya. (sws)

KPK Tahan Bupati Purbolinggo dan Suaminya

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan lima tersangka kasus dugaan suap terkait seleksi jabatan kepala desa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, tahun 2021. "Para tersangka dilakukan penahanan rutan selama 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 31 Agustus 2021 sampai dengan 19 September 2021," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa dini hari, 31 Agustus 2021. Lima tersangka, yaitu Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari (PTS) ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Anggota DPR RI Hasan Aminuddin (HA) yang juga suami Puput ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 (Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK). Selanjutnya, Doddy Kurniawan (DK) selaku Aparatur Sipil Negara (ASN)/Camat Krejengan, Kabupaten Probolinggo ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat, Muhammad Ridwan (MR) selaku ASN/Camat Paiton, Kabupaten Probolinggo ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan. Sumarto (SO) selaku ASN/Pejabat Kepala Desa Karangren, Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur. "Sebagai pemenuhan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran wabah Covid-19, para tersangka akan dilakukan isolasi mandiri pada rutan masing-masing," kata Alex, sebagaimana dikutip dari Antara. Diketahui, KPK menetapkan 22 orang sebagai tersangka. Sebagai penerima, yakni Puput Tantriana Sari, Hasan Aminuddin, Doddy Kurniawan, dan Muhammad Ridwan. Sebanyak 18 orang sebagai pemberi merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkab Probolinggo, yaitu Sumarto, Ali Wafa (AW), Mawardi (MW), Mashudi (MU), Maliha (MI), Mohammad Bambang (MB), Masruhen (MH), Abdul Wafi (AW), Kho'im (KO). Kemudian, Ahkmad Saifullah (AS), Jaelani (JL), Uhar (UR), Nurul Hadi (NH), Nuruh Huda (NUH), Hasan (HS), Sahir (SR), Sugito (SO), dan Samsudin (SD). KPK menyebut tarif untuk menjadi pejabat kepala desa di Kabupaten Probolinggo Rp 20 juta ditambah dalam bentuk upeti penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp 5 juta/hektare. Alex mengimbau kepada para tersangka lain bersikap kooperatif mengikuti proses hukum yang sedang dilakukan oleh KPK. "Ini ada 22 tersangka sementara yang ditahan baru lima. Yang lain ke mana? Mungkin masih di rumahnya karena pada saat kami melakukan OTT (operasi tangkap tangan), kami tidak menangkap secara keseluruhan 22 orang itu. Akan tetapi, kami menangkap terhadap orang-orang yang kebetulan menyerahkan uang, yang membawa uang," ujarnya. "Dalam pemeriksaan di KPK dan di Polda Jawa Timur diketahui uang itu berasal dari mana. Ternyata, uang itu kan berasal dari para calon pejabat kepala desa yang bersedia memberikan sebesar Rp 20 juta per orang," ujarnya. Adapun sebagai pemberi, Sumarto dan kawan-kawan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan sebagai penerima, Puput Tantriana Sari dan kawan-kawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (MD).

Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial Dituntut Tiga Tahun Penjara

Jakarta, FNN - Wali Kota Tanjungbalai nonaktif, M. Syahrial dituntut tiga tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia dituntut karena terbukti menyuap eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Stepanus Robinson Pattuju sebesar Rp 1,695 miliar agar tidak menaikkan kasus dugaan korupsi ke penyidikan. "Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyatakan terdakwa Muhammad Syahrial terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Muhammad Syahrial dengan pidana penjara selama 3 tahun dan pidana denda sebesar Rp 150 juta subsider 6 bulan kurungan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Agus Prasetya, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Medan, Senin, 30 Agustus 2021. Syahrial mengikuti persidangan tersebut melalui fasilitas video conference dari Gedung Pusat Edukasi AntiKorupsi KPK, di Jakarta. Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan alternatif kedua dari Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. JPU KPK juga menolak permohonan M Syahrial untuk menjadi saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum atau justice collaborator. "Penuntut Umum berpendapat tidak dapat mengabulkan permohonan justice collaborator yang diajukan terdakwa. Alasanya, karena belum memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku, yaitu ketentuan Pasal 4 dan Pasal 8 SEMA No. 4 Tahun 2011," tambah Jaksa Agus, sebagaimana dikutip dari Antara. Dalam perkara ini, JPU KPK menyatakan M Syaharial selaku Wali Kota Tanjungbalai yang merupakan kader Partai Golkar terbukti berkunjung ke rumah dinas Wakil Ketua DPR RI yang juga merupakan petinggi Partai Golkar Muhammad Azis Syamsudin di Jalan Denpasar Raya, Kuningan Jakarta Selatan. Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk meminta dukungan M Azis Syamsuddin dalam mengikuti Pildaka Tanjungbalai 2021-2026. "Dan menyampaikan permasalahan hukum yang sedang dihadapi terdakwa terkait jual beli jabatan di Pemerintahan Kota Tanjungbalai yang sedang ditangani KPK," ujar jaksa. Syahrial lalu dikenalkan kepada Stepanus Robin Pattuju selaku penyidik KPK oleh Azis Syamsudin. Stepanus Robin Pattuju diketahui sering datang ke rumah dinas Azis Syamsuddin. Syahrial meminta Stepanus Robin supaya membantu tidak menaikkan proses penyelidikan perkara jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai yang melibatkan Syahrial ke tingkat penyidikan sehingga dapat mengikuti proses Pilkada Tanjungbalai. Beberapa hari kemudian, Stepanus Robin menghubungi temannya bernama Maskur Husain. Ia merupakan advokat dan menyampaikan ada permintaan bantuan untuk mengurus perkara dari daerah Tanjungbalai, Sumatera Utara. Maskur lalu menyanggupi membantu pengurusan perkara tersebut asalkan ada dananya sebesar Rp 1,5 miliar. Permintaan Maskur tersebut disetujui Stepanus Robin untuk disampaikan ke Syahrial. Atas permintaan tersebut, Stepanus Robin bersedia membantu permintaan uang sejumlah Rp 1,5 miliar untuk pengamanan perkara. Permintaan uang itu, sudah dilaporkanStepanus Robin kepada Azis Syamsuddin. Setelah itu, Stepanus Robin menyampaikan kepadaSyahrial bahwa ia sudah mengamankan supaya Tim Penyidik KPK tidak jadi ke Tanjungbalai dengan mengatakan "Perkara Pak Wali sudah aman". Selanjutnya, sekitar Januari 2021 dan Februari 2021, Stepanus Robin menyampaikan kepada Syahrial bahwa perkara yang sedang ditangani KPK mengenai dugaan jual beli jabatan di Pemerintahan Kota Tanjungbalai yang melibatkan Syahrial sudah diamankannya. Syahrial lalu memberikan uang secara bertahap dengan total sejumlah Rp 1,695 miliar kepada Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain. Pertama, pada 17 November 2020 sampai 12 April 2021 ke rekening BCA atas nama Riefka Amalia sejumlah Rp 1,275 miliar. Kedua, pemberian uang secara transfer kepada Stepanus Robin dan Maskur Husain secara bertahap pada 22 Desember 2020 ke rekening BCA Nomor 03420081552 atas nama Maskur Husain sejumlah Rp 200 juta Ketiga, pemberian uang secara tunai kepada Stepanus Robin dan Masku Husain pada 25 Desember 2020 sejumlah Rp 220 juta di rumah makan Warung Kopi Mie Balap, di Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara. Sselanjutnya, uang tersebut diserahkan Stepanus Robin kepada Maskur Husain dan pada Maret 2021. Syahrial memberikan uang kepada Stepanus Robin Rp 10 juta di Bandara Kualanamu, Medan. Atas tuntutan tersebut, Syahrial akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi) pada 6 September 2021 (MD).

Koruptor Juliari Batubara tidak Mengajukan Banding

Jakarta, FNN - Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara tidak mengajukan upaya hukum banding terhadap vonis 12 tahun penjara yang dijatuhkan hakim kepadanya dalam perkara penerimaan suap Rp 32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bantuan sosial sembako Covid-19 di wilayah Jabodetabek. "Beliau sudah memutuskan tidak banding," kata penasihat hukum Juliari Batubara, Maqdir Ismail, saat dihubungi di Jakarta, Senin, 30 Agustus 2021. Sebagaimana dikutip dari Antara, pada 23 Agustus 2021 lalu, majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Juliari Batubara. Juliari juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 14.597.450.000 yang bila tidak dibayar maka akan dipidana selama 2 tahun. Politikus PDIP tersebut juga dicabut hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak selesai menjalani pidana pokok. Vonis tersebut lebih berat dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang meminta agar Juliari Batubara divonis 11 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Juliari lalu memutuskan untuk pikir-pikir selama 7 hari terhadap vonis itu. Dalam perkara tersebut, Juliari P Batubara selaku Menteri Sosial RI periode 2019-2024 dinyatakan terbukti menerima uang sebesar Rp 1,28 miliar dari Harry Van Sidabukke, sebesar Rp 1,95 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja serta uang sebesar Rp 29, 252 miliar dari beberapa penyedia barang lain. Tujuan pemberian suap itu adalah karena Juliari menunjuk PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude yang diwakili Harry Van Sidabukke, PT Tigapilar Agro Utama yang diwakili Ardian Iskandar serta beberapa penyedia barang lainnya menjadi penyedia dalam pengadaan bansos sembako. Sedangkan mengenai langkah hukum yang akan dilakukan KPK dalam perkara Juliari, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata telah mengatakan KPK menunggu keputusan Juliari. "Dari sisi tuntutan dan putusan hakim sudah lebih dari apa yang kami tuntut, bila terdakwa banding kami juga akan mengajukan memori banding, kalau terdakwa terima yang kami harus 'fair', apa yang kami tuntut sudah dipenuhi hakim jadi kami sikap terdakwa apakah akan melakukan banding atau tidak," kata Alexander pada 24 Agustus 2021. (MD).