HUKUM
Mantan Penyidik KPK Minta Teman Wanita Carikan Safe House
Jakarta, FNN - Mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju disebut meminta seorang teman wanitanya bernama Rizky Cinde Awaliyah untuk mencarikan lokasi safe house. "Saya lupa kapan. Tapi, Robin membuat tulisan safe house di Apartemen Golden Mansion. Waktu itu disampaikan dicari tempat untuk perkumpulan antara terdakwa Robin, Maskur, dan Agus Susanto," kata Rizky Cinde Awaliyah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin, 20 September 2021. Dalam dakwaan disebutkan Stepanus Robin Pattuju mencari lokasi safe house guna menjadi tempat bertemu Robin dan Maskur Husain dan pihak lain untuk melakukan serah terima uang. "Kalau Agus Susanto itu setahu saya orang yang antar-antar Robin," ungkap Rizky, sebagaimana dikutip dari Antara. "Dalam BAP Nomor 20 saudara mengatakan 'Maksud Robin membuat tulisan safe house adalah Robin meminta saya survei apartemen di Jakarta Barat untuk tempat berkumpul Agus Susanto, Stepanus Robin, dan Maskur Husain terkait penyerahan uang dari orang yang memberikan uang kepada Stepanus Robin dan dari Stepanus Robin kepada Maskur Husain', benar?" tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Heradian Salipi. "Benar, Robin mengatakan harus dekat dekat money changer," jawab Rizky. "Apakah safe house jadi disewa?" tanya jaksa. "Tidak tahu. Saya hanya cari-cari dan dicatat hasilnya lalu saya kasih kepada Robin. Tetapi, apakah dipakai atau tidak saya tidak tahu," ujar Rizky. Rizky mengaku ia hanya tahu bahwa Robin mengurus perkara tapi tidak tahu detailnya. "Ada perkara yang diurus tapi tidak tahu perkara siapa. Robin tidak cerita tapi ada telefon yang ketika diangkat baru diceritakan, dia hanya mengatakan lagi urus kasus tapi terkait pekerjaannya, soal penyerahan uang tidak tahu," ucap Rizki. Rizky Cinde mengaku sejak Juni 2020 ia tinggal di sejumlah apartemen yang dibayari Robin. "Saya tinggal di Apartemen Mangga Besar, Apartemen Semanggi, Golden Mansion, semua yang bayari sewa terdakwa," kata Rizky. Rizky mengaku tidak terlalu intens berkomunikasi dengan Robin. "Tidak begitu intens komunikasi tapi bertemu dan saat berkomunikasi hanya menyampaikan ada pekerjaan di kantor dan kerja sama dengan Maskur," tambah Rizky. Dalam perkara ini, Robin dan Maskur didakwa menerima dari M Syahrial sejumlah Rp 1,695 miliar, Azis Syamsudin dan Aliza Gunado sejumlah Rp 3.099.887.000 dan 36.000 dolar AS, Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp 507,39 juta, Usman Effendi sejumlah Rp 525 juta, dan Rita Widyasari sejumlah Rp 5.197.800.000 sehingga total suap mencapai Rp 11,5 miliar. M. Syahrial adalah Wali Kota Tanjungbalai nonaktif; Azis Syamsudin adalah Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar; Aliza Gunado adalah kader Golkar yang pernah menjabat sebagai mantan Wakil Ketua Umum PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG); Ajay Muhammad Priatna adalah Wali Kota Cimahi nonaktif; Usman Effendi adalah Direktur PT. Tenjo Jaya yang juga narapidana kasus korupsi hak penggunaan lahan di Kecamatan Tenjojaya, Sukabumi, Jawa Barat; dan Rita Wisyasari adalah mantan Bupati Kutai Kartanegara. (MD).
PolisiTetapkan Tiga Tersangka Kebakaran Lapas Kelas 1 Tangerang
Jakarta, FNN - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menetapkan tiga orang tersangka terkait kasus kebakaran yang menewaskan 49 warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Tangerang, Banten. "Tadi pagi penyidik melakukan gelar perkara, menentukan tersangka. Ada tiga tersangka yang ditetapkan," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisais Besar (Kombes) Yusri Yunus di Jakarta, Senin, 21 September 2021. Yusri menjelaskan, pasal yang dipersangkakan terhadap tiga tersangka itu, yakni Pasal 359 KUHP tentang kealpaan yang mengakibatkan korban jiwa. "Kesemuanya (tersangka) adalah pegawai lapas yang bekerja saat itu," ujar Yusri, sebagaimana dikutip dari Antara. Sedangkan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Tubagus Ade Hidayat menyebut penetapan tiga orang tersebut didasarkan pada tiga alat bukti. "Ada tiga alat bukti dalam rangka mendukung (penetapan tersangka) pertama keterangan saksi, dua keterangan ahli, ketiga dokumen," ujar Tubagus. Dia menegaskan tiga tersangka itu merupakan pegawai Lapas Kelas I Tangerang yang bertugas saat terjadi kebakaran. "Yang ditetapkan tersangka sementara tiga orang yang semuanya petugas lapas. Inisialnya RU, S dan Y," tutur Tubagus. Sebanyak 49 narapidana meninggal dunia akibat kebakaran yang terjadi di Blok C2 Lapas Kelas 1 Tangerang, Banten pada Rabu (8/9) sekitar pukul 01.45 WIB. Seluruh jenazah korban tewas telah teridentifikasi dan diserahkan kepada pihak keluarga untuk dimakamkan. Pihak kepolisian telah memeriksa 53 saksi terkait musibah tersebut. Beberapa di antaranya pejabat lapas, yakni Kepala Lapas dan Kepala Tata Usaha, Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP), Kelapa Bidang Administrasi, Kepala Sub Bagian Hukum, Kepala Seksi Keamanan, dan Kepala Seksi Perawatan. (MD).
Hakim Perntahkan Yahya Waloni Dihadirkan Ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Jakarta, FNN - Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Anry Widyo Laksono memerintahkan kepada kepolisian dan Yahya Waloni hadir pada sidang praperadilan kedua di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (27/9). Hakim memanggil secara resmi perwakilan dari kepolisian sebagai pihak termohon dalam gugatan praperadilan terkait penangkapan Waloni dan penetapan dia sebagai tersangka kasus penistaan agama. Hakim juga meminta kepolisian menghadirkan Yahya Waloni ke persidangan guna menjelaskan surat pencabutan praperadilan yang dia layangkan ke Ketua PN Jakarta Selatan, pada 13 September 2021. "Saya akan memanggil pihak termohon, juga pada Yahya Waloni supaya meng-clear surat pencabutan ini," kata hakim kepada tim pengacara saat sidang pertama praperadilan di PN Jakarta Selatan, Senin, 20 September 2021. Hakim sebelum menutup sidang mengatakan, "Tolong untuk persidangan ini tidak berpanjang-panjang lagi. Sidang berikutnya ditunda seminggu, kami panggil termohon dan Yahya Waloni. Seandainya ada yang keberatan, silahkan tulis dalam kesimpulan." Ia menyebut sidang berikutnya akan berlangsung sekitar pukul 12.00 WIB. Walaupun demikian, hakim tidak dapat memastikan Waloni dapat hadir secara fisik sebagaimana diminta oleh tim pengacara dari Ikatan Advokat Muslim Indonesia. "Semuanya dalam rangka pandemi. Semua ada kebijakan mengenai masalah itu. Kami coba dahulu. Perkara ini menarik perhatian masyarakat. Jika habis sidang kasus Covid-19 tinggi, siapa yang disalahkan. Kami lanjutkan sidang. Kami panggil secara formal Yahya Waloni," kata hakim kepada tim pengacara yang menuntut Waloni dihadirkan ke persidangan. Kepolisian bulan lalu menangkap Waloni. Ia ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim Polri, Jakarta. Waloni telah ditetapkan sebagai tersangka kasus penistaan agama dan penyebaran ujaran kebencian sejak Mei 2021. Penetapan tersangka itu merujuk pada laporan ke Bareskrim Polri pada tanggal 27 April 2021. Setelah ditahan, Waloni memberi kuasa kepada Abdullah Al Katiri. Ia bersama puluhan pengacara yang tergabung dalam Ikatan Advokat Muslim Indonesia, menjadi pembela Waloni. Menurut tim pengacara, yang ditemui di luar ruang sidang di Jakarta, Senin, 19 September 2021, Waloni memberi kuasa pendampingan dan kuasa permohonan praperadilan ke PN Jakarta Selatan. Namun, pada sidang pertama praperadilan, hakim membacakan surat pencabutan praperadilan yang diteken oleh Waloni. Dalam surat itu, ia menyampaikan telah mencabut kuasa kepad tim pengacara, Abdullah Al Katiri, dan puluhan pengacara dari Ikatan Advokat Muslim Indonesia pada tanggal 6 September 2021. "Permohonan praperadilan didaftarkan oleh mantan kuasa hukum saya pada tanggal 7 September, saya sudah mencabut kuasa sejak 6 September 2021. Surat pencabutan kuasa terlampir," kata hakim Anry membacakan surat Waloni, sebagaimana dikutip dari Antara. Waloni lewat suratnya mengatakan, "Adapun permohonan praperadilan saya tidak pernah diberi tahu. Saya baru tahu (permohonan praperadilan) 8 September dari keluarga. Saya sangat keberatan atas permohonan praperadilan yang diajukan mantan kuasa hukum atas nama saya." Koordinator Tim Pengacara Abdullah Al Katiri menjelaskan kepada hakim, Waloni mencabut surat kuasa pendampingan, bukan surat kuasa praperadilan. Namun, tim pengacara dan hakim tidak dapat menerima penjelasan secara langsung dari Yahya, yang masih mendekam di Rutan Bareskrim Polri. Tim pengacara mengaku tidak diberikan akses oleh kepolisian untuk menemui kliennya sejak mereka ditunjuk sebagai kuasa hukum Waloni. Oleh karena itu, hakim memutuskan memanggil Waloni secara langsung ke persidangan pada hari Senin pekan depan. (MD).
Harun Masiku, Bu Mega, dan Hasto
By Asyari Usman SUDAH 20 bulan Harun Masiku (HM), kader istimewa PDIP, menghilang. Sampai hari ini belum juga tertangkap. Padahal, Indonesia punya 34 polda, 504 polres, hampir 4,000 polsek dan lebih dari 470,000 personel kepolisian. Tersebar di seluruh pelosok republik. Entah di mana salahnya, kepolisian nomor dua terbesar di dunia ini tak berdaya dibuat Masiku. Sekadar mengingatkan, Harun Masiku adalah tersangka kasus sogok (mantan) komisioner KPU, Wahyu Setiawan (WS), yang dihukum penjara enam (6) tahun. Masiku dituduh menyuap Wahyu untuk membantu agar dia (Masiku) ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR penggantian antar-waktu (PAW) menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia setelah terpilih menjadi anggota legislatif PDIP 2019-2024 dari Dapil Sumatera Selatan 1. Namun, KPU menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin karena meraih suara terbanyak kedua. Mengapa Masiku belum bisa ditangkap? Sehebat apa politisi PDIP ini sampai dia mampu bertahan 20 bulan di persembunyian? Masiku bukan buronan biasa. Di tangan mantan caleg ini diduga ada informasi penting tentang kronologi kasus suap Wahyu. Diduga kuat, kejahatan sogok yang dia lakukan melibatkan nama-nama besar di PDIP. Nama-nama besar yang diduga terlibat itu adalah orang-orang yang sangat penting. Bukan orang-orang yang hanya populer di media. Kalau nama-nama besar yang diduga terlibat kasus sogok Masiku itu hanya kader biasa, Masiku tidak akan hilang atau menghilang. Pasti para kader itu sudah mendekam di penjara. Mereka akan dibiarkan diproses hukum. Tetapi, karena orang-orang penting itu memang sangat penting, maka tidak ada cara lain kecuali “memotong” aliran informasi dari Masiku. Jangan sampai ada yang keluar dari mulutnya. Karena itu, membiarkan Masiku hilang atau menghilang adalah satu-satunya jalan yang tersisa. Ada yang berpendapat dia dihilangkan. Bagimanapun, Harun Masiku tidak akan hilang dari ingatan publik. Dia bisa menghilang, tapi persoalan besar yang ditinggalkannya tidak akan sirna. Semakin lama dia menghilang, maka semakin yakinlah publik bahwa orang-orang yang terlibat kasus sogok itu sangat tinggi posisi mereka. Dalam proses untuk menjadikan Masiku sebagai anggota DPR PAW, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan ada tiga surat permintaan dari PDIP kepada KPU agar melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA). Putusan itu membolehkan pimpinan parpol menentukan PAW. Surat ketiga ditandatangani oleh Ketum Megawati dan Sekjen Hasto Kristiyanto. PDIP ingin Masiku yang menggantikan Nazarudin Kiemas. Tetapi KPU menetapkan Riezky Aprilia. Setelah ditolak KPU, ada pihak yang melakukan “usaha lain”. Inilah yang kemudian terungkap sebagai kasus suap terhadap Wahyu Setiawan --komisioner KPU waktu itu. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada pada 8 Januari 2020. Di tiga tempat secara simultan. Wahyu Setiawan ditangkap di bandara Soekarno-Hatta. Kembali ke Masiku, dua mantan penyidik KPK yang tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) yakin buronan yang belum bisa ditangkap itu ada di Indonesia saat ini. Ronald Sinyal, yang menangani pencarian Masiku, mengatakan dia pulang ke Indonesia setelah cegah-tangkalnya berakhir Januari 2021. Cegah-tangkal imigrasi itu berlaku enam bulan dan hanya bisa diperpanjang satu kali. Penyidik KPK lainnya yang juga disingkirkan lewat TWK, Harun Al-Rasyid, mengatakan dia pernah tahu lokasi Masiku. Tetapi karena waktu itu dia berstatus non-aktif, Harun Al-Rasyid tak bisa berbuat apa-apa. Sebagai penutup, ada hal menarik dari kronologi sogok Masiku kepada Wahyu. Dalam sidang pengadilan, tersangka Saeful Bahri (kader PDIP) mengatakan kepada hakim bahwa dia melaporkan perihal uang sogok itu kepada Sekjen Hasto Kristiyanto. Seperti ditulis Kompasdotcom: Karena beberapa kali Saeful meminta uang ke Harun, Hasto disebut sempat menegurnya dan meminta agar segala permintaan uang dari Harun dilaporkan kepada Hasto. "Saya sempat ditegur Pak Hasto karena saya minta dana operasional ke Pak Harun. Kemudian karena peristiwa itu, ya saya akhirnya kalau setiap peristiwa saya laporkan," jawab Saeful. Ia melanjutkan, Hasto hanya menjawab 'ok sip' atas laporan penerimaan uang dari Harun Masiku tersebut. (Kompasdotcom). Hari ini, publik hanya bisa memutar-ulang drama ini. Tidak bisa ikut campur untuk meluruskan adegan-adegan aneh yang berlangsung tanpa koreksi. Tapi, Anda masih beruntung. Sebab, drama Masiku yang spektakuler itu menyandang nama besar di PDIP, yaitu Bu Megawati dan Hasto Kristiyanto. Di mana beruntungnya? Beruntungnya adalah begitu teringat Masiku, otomatis Anda akan ingat Bu Mega dan Hasto.[] (Penulis wartawan senior FNN)
Digugat Artis Melanie Subono, Presiden Jokowi dan Enam Pejabat Lainnya Kalah di PN Jakpus
Jakarta, FNN - Presiden Jokowi dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kalah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun tak banyak yang tahu siapa penggugat Jokowi dan Anies. Satu di antaranya adalah musisi Melanie Subono. Jokowi dan Anies divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait pencemaran udara di wilayah DKI Jakarta. Gugatan terhadap Jokowi dan Anies didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 4 Juli 2019. Dalam gugatan tersebut, ada tujuh pejabat negara dinilai tidak menanggapi dan membahas tuntutan 32 warga negara yang telah mengirimkan notifikasi sejak 5 Desember 2018 silam. Tujuh pejabat itu yakni Presiden RI Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Banten (turut tergugat I), dan Gubernur Jawa Barat (turut tergugat II). Satu di antara 32 warga negara yang menggugat tujuh pejabat negara itu adalah musisi Melanie Subono. Berdasarkan catatan Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL), sepanjang persidangan terdapat proses mediasi antara tim kuasa hukum 32 warga dengan kuasa hukum masing-masing tergugat. Terjadi lima kali pertemuan mediasi di dalam persidangan, dan dua kali pertemuan mediasi di luar persidangan, hanya dengan perwakilan dari tergugat 5 yakni Gubernur DKI Jakarta. Dalam pertemuan kelima mediasi pada 12 Desember 2019, hakim mediator menyatakan bahwa para pihak tidak menemukan kesepakatan dan persidangan dilanjutkan ke tahap pembacaan gugatan. Jokowi Dan Anies Kalah, Melania Subono Senang Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Presiden Jokowi dan Anies Baswedan melakukan perbuatan melawan hukum terkait pencemaran udara di wilayah DKI Jakarta. Hakim juga memvonis Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Kesehatan, melakukan perbuatan melawan hukum. Hakim menilai para tergugat telah lalai dalam pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat di wilayah DKI Jakarta. “Mengadili, dalam pokok perkara, menyatakan tergugat I, tergugat II, tergugat III, tergugat IV, dan tergugat V telah melakukan perbuatan melawan hukum,” ujar hakim ketua Saifuddin Zuhri saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Majelis hakim menghukum Presiden untuk menetapkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan dan ekosistem, termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Majelis hakim juga menghukum Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar melakukan supervisi terhadap Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat dalam melakukan inventarisasi emisi lintas batas provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Hakim memutuskan agar Menteri Dalam Negeri melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap kinerja Gubernur DKI Jakarta dalam pengendalian pencemaran udara. Majelis hakim menghukum Gubernur DKI Jakarta untuk melakukan pengawasan terhadap ketaatan setiap orang mengenai ketentuan perundang-undangan di bidang pengendalian pencemaran udara dan atau ketentuan dokumen lingkungan hidup. Anies diminta menjatuhkan sanksi terhadap setiap orang yang melakukan pelanggaran ketentuan perundangan-undangan di bidang pencemaran udara dan atau ketentuan dokumen lingkungan hidup. Hakim juga menghukum Anies agar menyebarkan evaluasi pengawasan dan penjatuhan sanksi berkaitan dengan pengendalian pencemaran udara kepada masyarakat. “Menetapkan baku mutu ambien daerah untuk Provinsi DKI yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan dan ekosistem termasuk kesehatan populasi berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,” lanjut hakim. Melania Subono mengapresiasi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memvonis bersalah Presiden Jokowi dan Anies Baswedan beserta lima pejabat negara lainnya. Melanie Subono mengatakan vonis terhadap Jokowi dan Anies adalah kemenangan rakyat. “People power. Setelah dua tahun sidang mulu, diulur ulurlah akhirnya kemarin kita, kalian menang!,” ungkap Melania Subono di laman Instagram-nya, Jumat (17/9/2021). Cucu Presiden ke-RI, BJ Habibie ini mengakui awalnya risih saat sidang, hakim memanggil para petinggi tersebut, termasuk namanya juga sebagai penggugat. Melanie Subono sendiri menjelaskan gugatan yang mereka layangkan sejatinya berangkat dari rasa sedih melihat Jakarta bolak balik jadi kota terpolusi di dunia. “Padahal kita bahkan enggak ada pabrik. Makanya kota-kota sebelah yang mengirimkan kita imbas, pun tergugat. Plus KLHK (Kementrian Lingkungan Hidup). Sedih liat angka kematian bayi tinggi dll. ISPA. Orang lansia. dan lainnya,” tandas Melanie Subono. (SWS dari sumber asal Repelita)
Alex Noerdin Batal Ditahan di Rutan KPK
Jakarta, FNN - Alex Noerdin, tersangka dugaan tindak pidana korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumsel periode 2010-2019 tak jadi ditahan di Rutan Kelas I Cipinang Cabang Rutan KPK, karena penuh. Direktur Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung RI Supardi, saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu, mengatakan Alex Noerdin bersama Muddai Mandang, tersangka lainnya ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. "Enggak jadi di Rutan KPK, kami sudah bawa ke sana, tiba-tiba berubah katanya penuh, akhirnya kami bawa ke sini (Rutan Kejaksaan Agung-red)," kata Supardi. Sebelumnya, Penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung menetapkan dua orang tersangka dugaan korupsi PDPDE Gas Sumatera Selatan, yakni Mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin dan Muddai Mandang selaku Direktur PT Dika Karya Lintas Nusa (DKLN) merangkap Direktur Utama PDPDE Gas Sumsel. Setelah ditetapkan sebagai tersangka keduanya langsung dilakukan penahanan, Alex di Rutan Kelas I Cipinang Cabang Rutan KPK, sedangkan Muddai di Rutan Salembang Cabang Kejaksaan Agung RI. Menurut Supardi, pada hari penahanan pihaknya telah membawa Alex ke Rutan KPK, karena ada perubahan lantaran kondisi rutan sudah penuh. Terpaksa dialihkan ke Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. "Saya ndak mau banyak berdinamika, ya sudahlah dibawa ke Rutan Kejagung. Yang pasti mereka berdua berbeda sel, tidak disatukan," ucap Supardi. Alex dan Muddai Mandang ditahan selama 20 hari terhitung dari tanggal 16 September sampai dengan 5 Oktober 2021. Supardi mengatakan pihaknya segera merencanakan pemeriksaan Alex Noerdin dan Muddai Mandang sebagai tersangka. "Pemeriksaan pastinya dilakukan di Gedung Bundar," ujarnya. Dalam perkara ini, Alex Noerdin berperan menyetujui kerja sama antara PDPDE Sumsel dengan PT Dika Karya Lintas Nusa (DKLN) membentuk PDPDE Gas dengan maksud menggunakan PDPDE-nya untuk mendapatkan gas alokasi bagian negara. Sedangkan tersangka Muddai Madang, ditersangkakan atas perannya menerima pembayaran yang tidak sah berupa "fee" pemasaran dari PT PDPDE Gas. Alex Noerdin dan Muddai Madang dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 3 dan Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Baik Alex maupun Muddai Mandang juga pernah diperiksa sebagai saksi terkait dugaan penyelewengan dana hibah Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan tahun anggaran 2015 dan 2017 senilai Rp130 miliar yang diperuntukkan untuk pembangunan Masjid Raya Sriwijaya. Sebelumnya, penyidik 'Gedung Bundar' telah menetapkan mantan Direktur Utama PDPDE Sumsel Caca Isa Saleh S dan A Yaniarsyah Hasan sebagai tersangka. Dalam perkara ini, Yaniarsyah juga menjabat sebagai Direktur DKLN merangkap Direktur PT PDPDE Gas. Adapun komposisi kepemilikan saham proyek tersebut adalah 15 persen untuk PDPDE Sumsel dan 85 persen untuk DKLN. Dari perhitungan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut sebesar 30,194 juta dolar AS. Nominal itu berasal dari hasil penerimaan penjualan gas dikurangi biaya operasional selama 2010-2019. Adapun kerugian lain sebesar 63.750 dolar AS dan Rp2,13 miliar merupakan setoran modal yang tidak seharusnya dibayarkan oleh PDPDE Sumsel. (ant, sws)
Napoleon Bonaparte Terlapor Penganiayaan M. Kece
Jakarta, FNN -Laporan penganiayaan yang dilayangkan oleh Muhammad Kosman alias Muhammad Kece, tersangka kasus dugaan penistaan terhadap agama akhirnya terungkap, terlapor yang merupakan sesama tahanan di Rutan Bareskrim Polri, yakni Irjen Pol. Napoleon Bonaparte. Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu membenarkan bahwa terlapor dalam laporan polisi yang dibuat oleh Muhammad Kece adalah jenderal bintang dua tersebut. "Napoelon Bonaparte," jawab Brigjen Andi, saat ditanya nama terlapor dalam laporan polisi yang dilayangkan Muhammad Kece. Seperti diberitakan sebelumnya, Bareskrim Polri menerima Laporan Polisi LP Nomor 0510/VIII/2021/Bareskrim.Polri pada tanggal 26 Agustus 2021, pelapor atas nama Muhammad Kosman yang tak lain adalah Muhammad Kece. Lebih lanjut Brigjen Andi menyebutkan, penyidik masih bekerja mendalami laporan tersebut, termasuk kronologi penganiayaan yang dilakukan apakah dilakukan sendiri oleh Napoleon atau ada yang membantu. Menurut Brigjen Andi, sudah ada tiga orang saksi yang dimintai keterangan, ketiganya merupakan tahanan yang ada di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Bareskrim Polri. "Penyidik sedang mendalami apakah dilakukan sendiri atau ada yang membantu. Nanti ya motifnya. Saksi tiga orang, semuanya napi," ucap Andi. Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono menyebutkan, penyidik Bareskrim Polri sudah menindaklanjuti laporan polisi tersebut dengan memeriksa tiga orang saksi dan mengumpulkan alat bukti yang relevan. Menurut dia, kasus tersebut saat ini sudah tahap penyidikan, dan penyidik sedang mengumpulkan alat bukti lainnya yang relevan untuk menuntaskan kasus tersebut. "Nanti dari alat bukti itu akan dilakukan gelar perkara dan akan menentukan tersangkanya," ujar Rusdin. Rusdi menegaskan, kasus tersebut telah ditangani oleh kepolisian dan akan dituntaskan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan informasi yang diperoleh, penganiayaan itu terjadi pada saat Muhammad Kece sedang berada di ruang isolasi. Sesuai protokol kesehatan, setiap tahanan yang baru masuk, menjalani masa isolasi selama 14 hari. Sebagaimana diketahui, Muhammad Kosman alias Muhammad Kece ditangkap oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Polri bersama Polda Bali di tempat persembunyiannya usai video penghinaan terhadap simbol agama viral di media sosial. Penangkapan itu berlangsung di Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, pada Selasa (24/8) pukul 19.30 WIB. Kece lalu diterbangkan ke Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan dan penahanan di Rutan Bareskrim Polri pada Rabu (25/8). Setelah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka, M. Kece lantas ditahan selama 20 hari terhitung dari tanggal 25 Agustus sampai 13 September 2021. Hingga kini masa penahanannya diperpanjang. Tersangka M. Kece, disangkakan dengan Pasal 28 ayat (2) dan junto Pasal 45 a ayat (2) dapat juga dijerat dengan peraturan lainnya yang relevan yakni Pasal 156 a KUHPidana tentang Penodaan Agama, ancaman hukuman enam tahun penjara. (ant, sws).
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan Jadi Tersangka
Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan Tahun 2021-2022. Tiga tersangka, yaitu Maliki (MK) selaku Plt Kepala Dinas PU pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Kabupaten Hulu Sungai Utara sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Marhaini (MRH) dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas, dan Fachriadi (FH) dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru. "Setelah dilakukan berbagai bahan keterangan dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, KPK selanjutnya melakukan penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup maka KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan," ucap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 16 September 2021. Sebagai pemberi, kata Alex, tersangka Marhaini dan Fachriadi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP. Sedangkan tersangka Maliki selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 65 KUHP. Untuk proses penyidikan, Alex mengatakan tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan terhadap tiga tersangka tersebut untuk 20 hari pertama terhitung mulai 16 September sampai dengan 5 Oktober 2021 di Rutan KPK. Tersangka Maliki ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, Marhaini ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, dan Fachriadi ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 (Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK). "Untuk upaya antisipasi penyebaran COVID-19 di lingkungan Rutan KPK, para tersangka akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari pada rutan masing-masing," ujar Alex. (MD).
Anggota DPR RI Minta Kasus Kekerasan Seksual di Papua Dituntaskan
Jakarta, FNN - Anggota DPR RI Robert Rouw mendesak aparat kepolisian agar menuntaskan kasus kekerasan seksual terhadap empat siswi SMU di Papua yang diduga dilakukan oleh oknum pejabat daerah dan politisi. "Penegak hukum harus menuntaskan kasus ini. Tidak boleh pandang bulu. Siapa pun yang melakukan pelanggaran hukum harus diusut tuntas termasuk pejabat. Aparat harus memproses sesuai dengan hukum dengan tanpa memandang status sosialnya," kata Robert Rouw dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Kamis Dia menduga ada upaya untuk menyelesaikan kasus pidana ini dengan cara kekeluargaan atau tidak diproses secara hukum. "Jangan ada upaya untuk jalan perdamaian. Sebab, saya melihat kasus pelecehan atau pemerkosaan ini sepertinya ada satu upaya untuk menutup kasus ini dari pelaku. Ada intimidasi kepada korban maupun keluarga korban," ujarnya. Menurut dia, bila penyelesaian kasus dilakukan dengan "perdamaian", maka akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum yang ada di Indonesia. Nantinya, lanjut dia, para pejabat dan orang yang mempunyai banyak uang dengan mudahnya lolos dari kasus pidana karena berdamai dengan korban. "Nanti semua begitu. Kalau ada pejabat dan orang mempunyai kedudukan ekonomi yang baik, ada perdamaian, ada upaya untuk menutup tindakan hukum. Apakah perdamaian itu menutup kasus hukumnya? Ini tidak boleh terjadi. Ini kasus pidana. Apalagi korbannya adalah anak sekolah yang masih di bawah umur. Mereka punya masa depan. Akibat kasus ini masa depannya terganggu," papar anggota Komisi V DPR ini. Ia mengingatkan agar aparat hukum melakukan tindakan hukum, bukan melegalkan mediasi atau sebagai penengah dengan menempuh jalur damai. "Ini tidak boleh," ucapnya. Dia menambahkan, semua pihak harus melakukan perhatian khusus agar kasus ini tidak sampai dipetieskan. "NasDem bisa hadir dengan memberikan bantuan hukum, kalau aparat tidak bisa atau tidak mau menyelesaikan kasus ini," tutur Robert. Robert juga meminta kepada lembaga negara seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak agar mengawal kasus ini sampai tuntas. Seperti diketahui, kasus ini mencuat ke publik karena pihak keluarga korban melaporkan 5 orang terduga pelaku pemerkosaan dan penculikan ke SPKT Polda Papua di Kota Jayapura, Sabtu (11/9). Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Ahmad Mustofa Kamal, Minggu (12/9) membenarkan laporan tersebut. Saat ini, aparat masih melakukan pendalaman dengan mendengarkan keterangan para saksi. Kamal menambahkan, apabila nantinya penyidik menetapkan adanya tersangka, maka yang bersangkutan bakal dijerat dengan Pasal 81 UU No. 34 Tahun 2014 dengan perubahan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindugan Anak. (mth)
Harga Emas yang Digondol Perampok Senilai Rp 6,5 Miliar
Medan, FNN - Perampok menggondol emas 6,8 kg senilai Rp 6,5 miliar. Barang mewah tersebut berasal dari dua toko, yaitu Toko Emas Aulia Chan dan Toko Emas Masrul F., yang berada di Pasar Simpang Limun, Jalan Sisingamangaraja, Medan, Sumatera Utara. "Harga emas yang mencapai nilai miliaran rupiah itu berasal dari kedua toko emas tersebut," kata Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Kapolda Sumut), Inspektur Jenderal RZ Panca Putra Simanjuntak, di Mapolda. Lima pelaku perampongan telah ditangkap aparat kepolisian. Ia menyebutkan, emas seberat 6,8 kg yang dipegang perampok H sempat dibawa ke Kabupaten Dairi, dan disimpan di rumah orang tuanya. "Jadi emas seberat 6,8 kg itu dalam keadaan utuh dan belum ada yang dijual oleh perampok tersebut," ujar Kapolda Sumut, sebagaimana dikutip dari Antara, Kamis, 16 September 2021. Sebelumnya, Personel Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) meringkus lima pelaku perampokan bersenjata terhadap dua toko emas, yaitu Toko Emas Aulia Chan dan Toko Emas Masrul F, di Pasar Simpang Limun, Jalan SM Raja Medan, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan. Kelima pelaku yang ditangkap itu H (38) warga Jalan Paluh Kemiri Lubuk Pakam, P (32) warga Jalan Menteng VII Medan Denai, F (21) warga Jalan Garu I Medan Amplas, PG (26) warga Medan Johor, dan D (28) warga Medan. Pada saat dilakukan prarekonstruksi, salah seorang pelaku perampokan, yakni H mencoba melawan petugas sehingga dilakukan tindakan tegas dan akhirnya meninggal dunia. Peristiwa perampokan tersebut terjadi Kamis (26/8/2021). Dalam aksinya, para pelaku menggunakan dua unit sepeda motor. Sebelum meninggalkan tempat kejadian perkara, pelaku H sempat menembak seorang juru parkir atas nama Julius yang mencoba menghalangi aksi perampokan tersebut. (MD).