HUKUM
Polda NTT Akan Tindak Tegas Pelaku Pemberi Pinjaman Daring Ilegal
Kupang, FNN - Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) Irjen Pol Lotharia Latif telah menegaskan akan menindak tegas para pelaku pemberi pinjaman daring ilegal di NTT, kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda NTT, Kombes Pol Johannes Bangun. "Bagi masyarakat yang terjebak pinjaman online ilegal bisa melapor di Polda NTT dan polres jajaran NTT. Kapolda sudah memerintahkan kami untuk menindak tegas pelaku pinjaman online yang merugikan masyarakat," kata Dirreskrimsus Johannes kepada wartawan di Kupang, Selasa. Mantan Kapolres Kupang Kota itu mengatakan agar masyarakat tidak termakan tipuan pinjaman daring, ada beberapa diri-ciri dari pinjaman daring ilegal itu. Beberapa cici-cirinya adalah tidak memiliki badan hukum, bentuk koperasi atau Perseroan Terbatas. "Pinjaman online ilegal ini tidak memiliki badan hukum. Pada saat proses/negosiasi pinjaman diminta akses kontak nomor handphone, media dan galeri. Mereka juga melakukan pemotongan biaya admin kepada peminjam dengan besaran tidak wajar saat pencairan dilakukan," jelasnya. Ciri lainnya memberikan penawaran kepada calon nasabah dengan persyaratan yang mudah tanpa perlu bertemu secara langsung. Kemudian memaksa para nasabah untuk mengikuti kebijakan dan ketentuan dalam aplikasi pinjaman daring, yakni dengan mengizinkan data kontak telepon pribadi nasabah bisa dibuka oleh pemberi pinjaman. Kemudian juga pada pinjaman daring ilegal itu, saat dilakukan penagihan pembayaran dan mengubah jangka waktu pinjaman tidak sesuai perjanjian. Apabila terlambat membayar cicilan atau melunasi pinjaman, pemberi pinjaman tidak saja melakukan penagihan kepada penerima pinjaman tetapi melakukan penagihan kepada kontak handphone yang telah diakses oleh pemberi pinjaman. 'Penagihan juga dilakukan dengan melakukan ancaman/intimidasi disertai menerbitkan gambar daftar pencarian orang yang memuat wajah peminjam," ujar dia. "Penagihan tidak dilakukan dengan tata cara penagihan sesuai dengan ketentuan OJK Nomor 77 POJK 01 2016 tentang Penyelenggara Jasa Layanan Pinjam Berbasis Teknologi," tambahnya. Ada juga kasus di mana nasabah sudah membayar pinjamannya namun data pinjaman tidak dihapus. Dengan alasan tidak masuk dalam sistem. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTT sejak tahun 2018 hingga Juli 2021, Satgas waspada investasi OJK sudah menutup 3.365 pinjaman daring ilegal. (sws)
Polisi Buru Pelaku Teror Bom Palsu di Pematangsiantar
Medan, FNN - Pihak kepolisian masih menyelidiki pemilik tas mencurigakan yang bertuliskan "awas bom" yang ditemukan warga di sebuah tiang di Jalan Gunung Simanuk-Manuk, Pematangsiantar, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu. "Kami cari pelaku teror bom ini, meskipun isi tas tersebut bukan bom," kata Kepala Polres Pematangsiantar, AKBP Boy Sutan Binanga, Selasa. Ia menyebut, mereka bersama TNI setempat sedang mengumpulkan informasi dan memeriksa sejumlah saksi untuk mencari pelaku teror bom palsu itu. "Kami sudah memintai keterangan sejumlah saksi terkait sejak jam berapa tas tersebut berada di lokasi," ujarnya. Ia berharap peristiwa seperti ini tidak terulang kembali karena dapat mengganggu aktifitas dan kenyamanan masyarakat di Pematangsiantar. Sebelumnya, sebuah tas mencurigakan bertuliskan "awas bom" ditemukan warga di tiang di Jalan Gunung Simanuk-Manuk, Kota Pematangsiantar, Senin (30/8). Setelah dilakukan pemeriksaan oleh tim penjinak bahan peledak Polda Sumatera Utara, tas itu ternyata berisi sebongkah batu besar. (sws)
Polisi Periksa Lima Saksi Kasus Pemerasan Pejabat Pemkot Solo
Solo, FNN - Tim Penyidik Satuan Reskrim Polres Kota Surakarta, Jawa Tengah telah memeriksa lima saksi termasuk dua saksi korban yang melaporkan terkait kasus pemerasan pejabat di lingkungan pemerintah kota setempat. Tim penyidik sudah meminta keterangan lima saksi termasuk dua saksi korban yang melaporkan ke kepolisian, kata Kepala Polresta Surakarta Kombes Pol Ade Safri Simanjutak di Markas Polresta Surakarta, di Solo, Selasa. Menurut Kapolres termasuk saksi korban pejabat Pemkot Surakarta, yakni Tm, dan Selasa ini, ada satu lagi pejabat dari Pemkot Surakarta, Hw, hadir untuk melaporkan kejadian serupa yang menimpa dirinya terkait dengan kasus pemerasan dengan tersangka AS (40) warga Pasar Kliwon Solo. "Kami sedang melakukan proses lidik dan sidik terhadap korban kasus pemerasan pejabat di Pemkot Surakarta. Ada dua pejabat Pemkot Surakarta yang sudah melaporkan kasus ini. Kami akan melakukan penegakan hukum secara profesional akuntabel. Tersangka kasus pemerasan yakni AS, warga Pasar Kliwon, juga sudah dilakukan pemeriksaan di Mapolresta Surakarta," kata Kapolres. Kendati demikian, Kapolres mengingatkan masyarakat agar kasus tidak terulang lagi, mereka tidak langsung percaya terhadap orang-orang yang mengatasnamakan dekat dengan seseorang atau pejabat tertentu. "Jangan langsung percaya, tetapi mari dihimpun untuk mengklarifikasi terlebih dahulu, terkait dengan orang yang dimaksud. Karena, hal ini, sudah sering sekali banyak yang menyasar para pejabat di pemerintahan dan ujungnya untuk meminta sejumlah uang," kata Kapolres. Menurut Kapolres lebih parahnya lagi hal tersebut menjadi modus tersangka untuk melakukan pemerasan kepada pejabat. Hal ini, yang diimbau agar semua pejabat tidak mudah percaya, klarifikasi dahulu. Apabila masih juga ragu silahkan menghubungi kepolisian terdekat akan membantu melacak orang hendak melakukan pemerasan atau meminta pejabat tertentu imbalan uang. "Polri siap mendukung itu, kami berharap tidak satupun orang melakukan pemerasan atau mengganggu kinerja pemerintahan dalam melaksanakan tugas pokok fungsinya," kata Kapolres. Sebelumnya, Tim Jatanras Polda Jawa Tengah mengungkap kasus pemerasan pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Surakarta dengan menangkap seorang pelaku di sebuah indekos belakang Rumah Sakit (RS) Dr Oen Kandang Sapi Solo, Minggu (29/8). Menurut Kepala Subdit 3 Jatanras Polda Jawa AKBP Agus Puryadi pihaknya menangkap pelaku kasus pemerasan berinisial AS (40), warga Pasar Kliwon Solo, yang dibekuk di indekosnya dan kini ditahan di Mapolresta Surakarta untuk diproses hukum. Agus Puryadi mengatakan kasus tersebut berawal adanya laporan dari salah seorang kepala dinas di lingkungan Pemkot Surakarta berinisial Tm yang melaporkan kepada kepolisian bahwa dirinya diperas seorang berinisial AS. Pelaku mengaku orang dekat mantan pejabat di Pemkot Surakarta kemudian meminta sejumlah uang kepada korban yang katanya untuk biaya rumah sakit dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan tersangka sejak bulan Juli 2021 hingga lima kali ditransfer uang sebesar Rp60 juta. Dari hasil pengakuan pelaku, ternyata tidak hanya Tm yang menjadi korban pemerasan, namun ada dua pejabat lain di lingkungan Pemkot Surakarta diperas pelaku yakni Ts dan Hw. Menurut dia, dua pejabat lain yang menjadi korban tersebut seprti Hw menyerahkan uang kepada pelaku senilai Rp2,5 juta dan Ts menyerahkan uang Rp250 ribu kepada tersangka. Semua dikirim via rekening milik adik AS kemudian baru dikirim ke rekeningnya. (sws)
KPK Tahan Bupati Purbolinggo dan Suaminya
Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan lima tersangka kasus dugaan suap terkait seleksi jabatan kepala desa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, tahun 2021. "Para tersangka dilakukan penahanan rutan selama 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 31 Agustus 2021 sampai dengan 19 September 2021," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa dini hari, 31 Agustus 2021. Lima tersangka, yaitu Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari (PTS) ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Anggota DPR RI Hasan Aminuddin (HA) yang juga suami Puput ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 (Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK). Selanjutnya, Doddy Kurniawan (DK) selaku Aparatur Sipil Negara (ASN)/Camat Krejengan, Kabupaten Probolinggo ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat, Muhammad Ridwan (MR) selaku ASN/Camat Paiton, Kabupaten Probolinggo ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan. Sumarto (SO) selaku ASN/Pejabat Kepala Desa Karangren, Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur. "Sebagai pemenuhan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran wabah Covid-19, para tersangka akan dilakukan isolasi mandiri pada rutan masing-masing," kata Alex, sebagaimana dikutip dari Antara. Diketahui, KPK menetapkan 22 orang sebagai tersangka. Sebagai penerima, yakni Puput Tantriana Sari, Hasan Aminuddin, Doddy Kurniawan, dan Muhammad Ridwan. Sebanyak 18 orang sebagai pemberi merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkab Probolinggo, yaitu Sumarto, Ali Wafa (AW), Mawardi (MW), Mashudi (MU), Maliha (MI), Mohammad Bambang (MB), Masruhen (MH), Abdul Wafi (AW), Kho'im (KO). Kemudian, Ahkmad Saifullah (AS), Jaelani (JL), Uhar (UR), Nurul Hadi (NH), Nuruh Huda (NUH), Hasan (HS), Sahir (SR), Sugito (SO), dan Samsudin (SD). KPK menyebut tarif untuk menjadi pejabat kepala desa di Kabupaten Probolinggo Rp 20 juta ditambah dalam bentuk upeti penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp 5 juta/hektare. Alex mengimbau kepada para tersangka lain bersikap kooperatif mengikuti proses hukum yang sedang dilakukan oleh KPK. "Ini ada 22 tersangka sementara yang ditahan baru lima. Yang lain ke mana? Mungkin masih di rumahnya karena pada saat kami melakukan OTT (operasi tangkap tangan), kami tidak menangkap secara keseluruhan 22 orang itu. Akan tetapi, kami menangkap terhadap orang-orang yang kebetulan menyerahkan uang, yang membawa uang," ujarnya. "Dalam pemeriksaan di KPK dan di Polda Jawa Timur diketahui uang itu berasal dari mana. Ternyata, uang itu kan berasal dari para calon pejabat kepala desa yang bersedia memberikan sebesar Rp 20 juta per orang," ujarnya. Adapun sebagai pemberi, Sumarto dan kawan-kawan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan sebagai penerima, Puput Tantriana Sari dan kawan-kawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (MD).
Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial Dituntut Tiga Tahun Penjara
Jakarta, FNN - Wali Kota Tanjungbalai nonaktif, M. Syahrial dituntut tiga tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia dituntut karena terbukti menyuap eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Stepanus Robinson Pattuju sebesar Rp 1,695 miliar agar tidak menaikkan kasus dugaan korupsi ke penyidikan. "Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyatakan terdakwa Muhammad Syahrial terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Muhammad Syahrial dengan pidana penjara selama 3 tahun dan pidana denda sebesar Rp 150 juta subsider 6 bulan kurungan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Agus Prasetya, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Medan, Senin, 30 Agustus 2021. Syahrial mengikuti persidangan tersebut melalui fasilitas video conference dari Gedung Pusat Edukasi AntiKorupsi KPK, di Jakarta. Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan alternatif kedua dari Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. JPU KPK juga menolak permohonan M Syahrial untuk menjadi saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum atau justice collaborator. "Penuntut Umum berpendapat tidak dapat mengabulkan permohonan justice collaborator yang diajukan terdakwa. Alasanya, karena belum memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku, yaitu ketentuan Pasal 4 dan Pasal 8 SEMA No. 4 Tahun 2011," tambah Jaksa Agus, sebagaimana dikutip dari Antara. Dalam perkara ini, JPU KPK menyatakan M Syaharial selaku Wali Kota Tanjungbalai yang merupakan kader Partai Golkar terbukti berkunjung ke rumah dinas Wakil Ketua DPR RI yang juga merupakan petinggi Partai Golkar Muhammad Azis Syamsudin di Jalan Denpasar Raya, Kuningan Jakarta Selatan. Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk meminta dukungan M Azis Syamsuddin dalam mengikuti Pildaka Tanjungbalai 2021-2026. "Dan menyampaikan permasalahan hukum yang sedang dihadapi terdakwa terkait jual beli jabatan di Pemerintahan Kota Tanjungbalai yang sedang ditangani KPK," ujar jaksa. Syahrial lalu dikenalkan kepada Stepanus Robin Pattuju selaku penyidik KPK oleh Azis Syamsudin. Stepanus Robin Pattuju diketahui sering datang ke rumah dinas Azis Syamsuddin. Syahrial meminta Stepanus Robin supaya membantu tidak menaikkan proses penyelidikan perkara jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai yang melibatkan Syahrial ke tingkat penyidikan sehingga dapat mengikuti proses Pilkada Tanjungbalai. Beberapa hari kemudian, Stepanus Robin menghubungi temannya bernama Maskur Husain. Ia merupakan advokat dan menyampaikan ada permintaan bantuan untuk mengurus perkara dari daerah Tanjungbalai, Sumatera Utara. Maskur lalu menyanggupi membantu pengurusan perkara tersebut asalkan ada dananya sebesar Rp 1,5 miliar. Permintaan Maskur tersebut disetujui Stepanus Robin untuk disampaikan ke Syahrial. Atas permintaan tersebut, Stepanus Robin bersedia membantu permintaan uang sejumlah Rp 1,5 miliar untuk pengamanan perkara. Permintaan uang itu, sudah dilaporkanStepanus Robin kepada Azis Syamsuddin. Setelah itu, Stepanus Robin menyampaikan kepadaSyahrial bahwa ia sudah mengamankan supaya Tim Penyidik KPK tidak jadi ke Tanjungbalai dengan mengatakan "Perkara Pak Wali sudah aman". Selanjutnya, sekitar Januari 2021 dan Februari 2021, Stepanus Robin menyampaikan kepada Syahrial bahwa perkara yang sedang ditangani KPK mengenai dugaan jual beli jabatan di Pemerintahan Kota Tanjungbalai yang melibatkan Syahrial sudah diamankannya. Syahrial lalu memberikan uang secara bertahap dengan total sejumlah Rp 1,695 miliar kepada Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain. Pertama, pada 17 November 2020 sampai 12 April 2021 ke rekening BCA atas nama Riefka Amalia sejumlah Rp 1,275 miliar. Kedua, pemberian uang secara transfer kepada Stepanus Robin dan Maskur Husain secara bertahap pada 22 Desember 2020 ke rekening BCA Nomor 03420081552 atas nama Maskur Husain sejumlah Rp 200 juta Ketiga, pemberian uang secara tunai kepada Stepanus Robin dan Masku Husain pada 25 Desember 2020 sejumlah Rp 220 juta di rumah makan Warung Kopi Mie Balap, di Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara. Sselanjutnya, uang tersebut diserahkan Stepanus Robin kepada Maskur Husain dan pada Maret 2021. Syahrial memberikan uang kepada Stepanus Robin Rp 10 juta di Bandara Kualanamu, Medan. Atas tuntutan tersebut, Syahrial akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi) pada 6 September 2021 (MD).
Koruptor Juliari Batubara tidak Mengajukan Banding
Jakarta, FNN - Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara tidak mengajukan upaya hukum banding terhadap vonis 12 tahun penjara yang dijatuhkan hakim kepadanya dalam perkara penerimaan suap Rp 32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bantuan sosial sembako Covid-19 di wilayah Jabodetabek. "Beliau sudah memutuskan tidak banding," kata penasihat hukum Juliari Batubara, Maqdir Ismail, saat dihubungi di Jakarta, Senin, 30 Agustus 2021. Sebagaimana dikutip dari Antara, pada 23 Agustus 2021 lalu, majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Juliari Batubara. Juliari juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 14.597.450.000 yang bila tidak dibayar maka akan dipidana selama 2 tahun. Politikus PDIP tersebut juga dicabut hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak selesai menjalani pidana pokok. Vonis tersebut lebih berat dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang meminta agar Juliari Batubara divonis 11 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Juliari lalu memutuskan untuk pikir-pikir selama 7 hari terhadap vonis itu. Dalam perkara tersebut, Juliari P Batubara selaku Menteri Sosial RI periode 2019-2024 dinyatakan terbukti menerima uang sebesar Rp 1,28 miliar dari Harry Van Sidabukke, sebesar Rp 1,95 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja serta uang sebesar Rp 29, 252 miliar dari beberapa penyedia barang lain. Tujuan pemberian suap itu adalah karena Juliari menunjuk PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude yang diwakili Harry Van Sidabukke, PT Tigapilar Agro Utama yang diwakili Ardian Iskandar serta beberapa penyedia barang lainnya menjadi penyedia dalam pengadaan bansos sembako. Sedangkan mengenai langkah hukum yang akan dilakukan KPK dalam perkara Juliari, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata telah mengatakan KPK menunggu keputusan Juliari. "Dari sisi tuntutan dan putusan hakim sudah lebih dari apa yang kami tuntut, bila terdakwa banding kami juga akan mengajukan memori banding, kalau terdakwa terima yang kami harus 'fair', apa yang kami tuntut sudah dipenuhi hakim jadi kami sikap terdakwa apakah akan melakukan banding atau tidak," kata Alexander pada 24 Agustus 2021. (MD).
Pembangunan Masjid At Tabayyun Makin Mulus Setelah PTUN Tolak Gugatan Non-Muslim
Jakarta, FNN - Gugatan yang diajukan terhadap pembangunan Masjid At-Tabayun, di Taman Villa Meruya (TVM), Jakarta Barat kandas. Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dalam Keputusan bernomor 76/G/2021/PTUN.JKT menolak gugatan yang dilakukan sebagian kecil warga non-muslim perumahan tersebut. Keputusan Majelis Hakim yang diumumkan Senin, 30 Agustus 2021 itu juga menghukum penggugat membayar biaya perkara sebesar Rp 510.000. Majelis Hakim yang dipimpin Andi Muh. Ali Rahman menyatakan, menerima eksepsi yang disampaikan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus IbuKota (Pemprov DKI) Jakarta sebagai tergugat yang pada pokoknya mengatakan bahwa objek sengketa bukan termasuk Keputusan Tata Usaha Negara karena merupakan perbuatan hukum perdata. "Alhamdulillah, gugatan penggungat dinyatakan tidak dapat diterima," kata kuasa hukum dari Panitia Pembangunan Masjid At-Tabayuun, Rahmatullah, SH kepada FNN.co.id, Senin sore. Ditolaknya gugatan tersebut membuat semakin mulusnya pembangunan Masjid At-Tabayyun yang peletakan batu pertamanya dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, Jumat (27/8). Acara yang dirangkai dengan shalat Jumat tersebut dihadiri sejumlah tokoh, antara lain Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Muhammad Cholil Nafis yang bertindak menjadi Khatib dan Imam shalat tersebut. Acara peletakan batu pertama tersebut juga disambut dengan demo kecil yang dilakukan non-muslim. Mereka membentangkan sejumlah spanduk di jalan menuju lokasi masjid. Bahkan, di sejumlah rumah pun terpampang spanduk penolakan. Seusai peletakan batu pertama, Anies Baswedan yang antara lain didampingi Ketua Panitia Pembangunan Masjid At-Tabayyun, Mara Sakti Siregar, dan Ketua Dewan Pembina Masjid At-Tabayyun menggelar keterangan pers, menjelaskan tentang posisi hukum pembangunan rumah ibadah di perumahan mewah itu. Setelah itu, Anies kemudian keluar dari pagar area lahan fasilitas sosial menjumpai perwakilan pendemo keturunan Cina. Anies terlihat samtai saat berdialog. Malah, seusai berdialog, mereka malah meminta berfoto bersama Anies. Sang gubernur pun meladeni permintaan warganya itu. Dalam persidangan yang berlangsung secara tatap muka pada tanggal 27 Juli 2021 lalu, Ketua Majelis Hakim Andi Muh. Ali Rahman menerangkan posisi hukum Masjid At Tabayyun. SK Gubernur No. 1021/2020 tanggal 9 Oktober dan izin lain termasuk rekomendasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) adalah payung hukum yang sah dan berlaku, sampai ia dibatalkan pengadilan. Persidangan kasus terseut juga menjadi semacam kotak pandora yang membuka praktik manipulasi yang dilakukan pihak Penggugat. Kuasa hukum Penggugat mengklaim mendapatkan kuasa dari 292 warga TVM. Belakangan ada warga yang mengadu ke Polda Metro Jaya karena namanya dimanipulasi sebagai penggugat, padahal tidak. Warga yang keberatan itu telah melaporkan manipulasi ini ke Polda Metro Jaya dan laporannya dicatat dalam surat bernomorLP/B/4.058/VIII/2021/SPKT/Polda Metro Jaya, tanggal 20 Agustus 2021. Sebagai terlapor dalam kasus manipulasi itu adalah pengacara Hartono SH dan sepuluh Ketua RT TVM. Mereka diduga melanggar Pasal 263 KUHP tentang Tindak Pidana Pemalsuan Surat yang ancaman hukumannya selama enam tahun penjara. Selain pemalsuan surat kuasa yang sudah dilaporkan, pengurus masjid juga berencana melaporkan ujaran kebencian yang beredar di WhatsApp Grup (WAG). "Juga ada ujaran kebencian di WAG RT 1. Besok (Selasa, 30 Agustus 2021) Insya Allah, kami polisikan," kata Marah Sakti Siregar, dalam WA-nya kepada FNN.co.id. (MD).
Dewas KPK: Lili Pintauli Perjuangkan Uang Jasa untuk Saudaranya
Jakarta, FNN - Dewas KPK menyatakan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar terbukti memperjuangkan pembayaran uang jasa sebesar Rp53.334.640 untuk saudaranya bernama Ruri Prihatini Lubis yang pernah menjabat Plt Direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirto Kualo Kota Tanjungbalai. "Apa yang dilakukan terperiksa adalah memperjuangkan agar uang jasa pengabdian saudaranya dibayarkan, maka menurut pendapat majelis hal tersebut adalah juga masuk ke dalam pengertian kepentingan peribadi," kata Anggota Majelis Etik Albertina Ho di Gedung KPK Jakarta, Senin. Dalam sidang diputuskan Lili Pintauli terbukti melakukan pelanggaran etik sehingga dijatuhi sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan. "Terperiksa kenal dengan Ruri Prihatini Lubis pada Desember 2019 dalam hubungan keluarga datang ke rumah terperiksa pada acara keluarga dan menceritakan permasalahan mengenai uang jasa pengabdian sebagai mantan Plt Direktur PDAM Tirta Kualo Tanjung Balai yang belum dibayarkan," kata Anggota Majelis Etik Harjono. Lili Pintauli lalu menyarankan kepada Ruri Prihatini agar mengirim surat kepada Direktur PDAM Tirta dengan tembusan kepada KPK RI. Atas saran Lili, Ruri mengirim surat ke Direktur PDAM Tirta Kualo pada 20 April 2020 dan surat ditembuskan ke KPK dan diterima pada 5 Mei 2020 perihal pembayaran uang jasa pengabdian "Majelis berpendapat perbuatan terperiksa meminta bantuan kepada saksi M Syahrial agar uang jasa pengabdian saksi Ruri Prihatini Lubis dibenarkan namun menurut pendapat majelis petunjuk terperiksa kepada saksi Ruri untuk membuat surat kepada Yudhi Gobel selaku Direktur PDAM Tirta dengan menyampaikan tembusan ke KPK adalah sangat berlebihan," kata Albertina Ho. Alasannya, karena masalah uang jasa pengabdian yang belum dibayarkan adalah urusan keperdataan seseorang dengan perusahaan daerah, tidak ada kaitannya dengan tugas dan kewenangan KPK baik dari sisi kegiatan pencegahan maupun penindakan. "Karena petunjuk tersebut berlebihan dan tidak ada hubungan dengan tugas dan kewenangan KPK maka majelis berpendapat terperiksa memberikan pengaruh kuat kepada M Syahrial selaku Wali Kota Tanjungbalai dan Yudhi Gobel selaku Direktur PDAM Tirto Kualo untuk membayar uang jasa pengabdian saudaranya Ruri Prihatini Lubis," tambah Albertina Yudhi Gobel, menurut Albertina, dalam persidangan menerangkan kaget mengapa permasalahan internal PDAM harus ditembuskan kepada KPK sehingga Yudhi Gobel menjawab surat Ruri Prihatini Lubis juga menembuskan ke KPK. Apalagi saat Ruri minta uang jasa pengabdiannya dibayarkan, kondisi PDAM Tirta Kualo belum memadai dan diperkuat dengan keterangan Yudhi Gobel dan Yusmada di persidangan yang menerangkan bahwa PDAM Tirta Kualo merupakan perusahaan sakit dan banyak tunggakan pembayaran gaji pegawai. "Akhirnya uang jasa pengabdian dibayar ke Ruri Prihatini Lubis dengan cara dicicil sebanyak 3 kali yang seluruhnya Rp53.334.640 sehingga majelis berpendapat dibayarkannya uang jasa pengabdian tersebut setidaknya karena pengaruh terperiksa meminta bantuan kepada Syarial selaku Wali Kota Tanjung Balai dan bagi Yudhi Gobel pembayaran tersebut setidaknya karena ada permintaan dari Syahrial selaku Wali Kota Tanjungbalai serta ada surat saksi Ruri Prihatini Lubis yang ditembuskan ke KPK," jelas Albertina. Majelis etik pun menyatakan Lili Pintauli terbukti melanggar Pasal 4 ayat 2 huruf b Peraturan Dewan Pengawas KPK No. 2 tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK. Pasal itu mengatur mengenai "Dalam mengimplementasikan Nilai Dasar Integritas, setiap Insan Komisi dilarang: menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan pribadi". (mth)
Ketua KPK: OTT Bupati Probolinggo Komitmen KPK Berantas Korupsi
Jakarta, FNN - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Probolinggo, Jawa Timur Puput Tantriana Sari dan kawan-kawan merupakan komitmen lembaganya memberantas korupsi. "KPK tetap berkomitmen melakukan pemberantasan dan tidak pernah berhenti sampai Indonesia bersih dari praktik-praktik korupsi," kata Firli dalam keterangannya di Jakarta, Senin. Puput ditangkap bersama Anggota DPR RI dari Fraksi Partai NasDem Hasan Aminuddin yang juga suaminya dan delapan orang lainnya. "Untuk kegiatan tangkap tangan di Probolinggo, direktur penyelidikan dan anggota masih bekerja. Tolong berikan waktu untuk kami bekerja," ucap Firli. Ia mengatakan KPK akan memberikan penjelasan secara utuh setelah mengumpulkan keterangan dan barang bukti. "Karena kami bekerja berdasarkan bukti-bukti dan dengan bukti-bukti tersebut lah membuat terangnya suatu peristiwa pidana dan menemukan tersangka," ucap Firli. Sebelumnya, KPK menginformasikan telah menangkap 10 orang terkait OTT di Kabupaten Probolinggo. "Sejauh ini, ada sekitar 10 orang yang diamankan di antaranya kepala daerah, beberapa ASN Pemkab Probolinggo, dan pihak-pihak terkait lainnya," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri. Ali mengatakan pihak-pihak yang telah ditangkap tersebut sudah dibawa ke Gedung KPK, Jakarta untuk diperiksa secara intensif. Sesuai KUHAP, KPK memiliki waktu 1x24 jam untuk menentukan status dari pihak-pihak yang ditangkap tersebut. (mth)
Pakar Hukum Nilai Sanksi Dewas KPK terhadap Lili Pintauli Ringan
Purwokerto, FNN - Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Hibnu Nugroho menilai sanksi yang dijatuhkan Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberatasan Korupsi kepada Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar terlalu ringan. "Menurut saya, ini sebagai warning bahwa seorang pimpinan itu harus zero permasalahan, zero sanksi. Oleh karenanya, itu (sanksi yang diberikan kepada Lili Pintauli) bukan sanksi berat kalau hanya pemotongan gaji dan sebagainya," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin. Hibnu mengatakan hal itu terkait dengan putusan Dewas KPK yang menyatakan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku sehingga dijatuhi sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan. Menurut dia, sanksi berat dapat berupa penundaan pangkat jika yang melakukan pelanggaran merupakan pegawai negara, sedangkan bagi seorang pimpinan dapat diberi sanksi dengan menonaktifkan dari segala kegiatan dalam kurun waktu tertentu. Akan tetapi jika sanksi yang diberikan kepada Lili Pintauli hanya berupa pemotongan gaji, kata dia, hal itu hanyalah sanksi sedang, bukanlah sanksi berat. "Sanksi berat itu berarti dibebaskan dari kegiatan pimpinan selama setengah tahun. Ini baru sanksi, ini masih menjabat kepemimpinannya. Dengan demikian, apapun yang terjadi, ini sebagai warning bagi KPK atau suatu tantangan tersendiri bagaimana seorang pemimpin KPK itu zero dari permasalahan," katanya menegaskan. Ia mengatakan jika permasalahan tersebut berkaitan dengan tugasnya, hal itu merupakan suatu yang tidak bisa diteladani dan tidak bisa menjadi suatu rujukan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. "Oleh karena itu, sangat disayangkan kalau sanksi yang diberikan hanya berupa pemotongan gaji, artinya enggak tegas. Itu hanya sanksi seperti sanksi administrasi, padahal yang dilakukan terkait dengan tugas dan fungsinya," kata Hibnu. Terkait dengan hal itu, dia mengaku sepakat dengan tuntutan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta agar Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengundurkan diri dari KPK setelah terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku. Menurut dia, apa yang dilakukan Lili Pintauli merupakan noda bagi KPK yang dapat menurunkan kewibawaan lembaga antirasuah tersebut termasuk menurunkan kewibawaan presiden. "Apa yang dilakukan Lili Pintauli juga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat kepada KPK dalam pemberantasan korupsi," kata pegiat antikorupsi itu. Berdasarkan putusan Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan, pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Lili Pintauli adalah penyalahgunaan pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani. Adapun yang dimaksud dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani adalah Wali Kota nonaktif Tanjung Balai M Syahrial yang tersandung perkara dugaan suap lelang jabatan. Atas pelanggaran kode etik berat yang dilakukan oleh Lili Pintauli, Dewas KPK memberi sanksi berupa pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan. Menurut MAKI, putusan Dewas KPK ini adalah hasil dari sebuah proses yang telah dijalankan berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Revisi UU KPK. (mth)