HUKUM
KPK Tangkap Bupati Musi Banyuasin
Jakarta, (FNN) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Bupati Musi Banyuasin (Muba) Dodi Reza Alex Noerdin bersama lima orang lainnya dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Muba, Sumatera Selatan, Jumat, 15 Oktober 2021. Penangkapan terkait dugaan suap pengadaan barang dan jasa infrastruktur di wilayah yang dipimpinnya. Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, OTT yang dilakukan KPK tersebut terkait dugaan suap pengadaan barang dan jasa infrastruktur di Kabupaten Muba. "Dalam kegiatan tersebut, tim KPK mengamankan beberapa pihak pejabat di lingkungan Pemkab Muba. Sejauh ini ada sekitar enam orang di antaranya Bupati Muba dan beberapa ASN di lingkungan Pemkab Muba," kata Pelaksana tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, di Jakarta, Sabtu, 16 Oktober 2021. Dodi merupakan anak dari mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin. Ali mengatakan, tim KPK telah selesai memeriksa pihak-pihak yang telah ditangkap tersebut. "Informasi yang kami peroleh, tim selesai melakukan pemeriksaan beberapa pihak dimaksud di Kejaksaan Tinggi Sumsel. Mereka akan segera dibawa ke Jakarta guna dilakukan pemeriksaan lanjutan. Perkembangannya akan diiinfokan," ucap Ali. Sesuai KUHAP, KPK memiliki waktu 1x24 jam, menentukan status dari para pihak yang ditangkap tersebut. (MD).
KPK Tetapkan Adik Mantan Bupati Lampung Utara Tersangka Gratifikasi
Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi mengumumkan Akbar Tandaniria Mangkunegara (ATMN), adik mantan Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara yang notabene aparatur sipil negara, sebagai tersangka kasus penerimaan gratifikasi di Pemerintah Kabupaten Lampung Utara pada tahun 2015—2019. "Dengan telah dilakukannya pengumpulan keterangan dari berbagai pihak serta fakta persidangan dari perkara Agung Ilmu Mangkunegara dilanjutkan dengan penyelidikan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dan meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan pada bulan April 2021," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat. Atas perbuatannya, tersangka Akbar disangkakan melanggar Pasal 12B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 KUHP. Untuk kepentingan penyidikan, kata Karyoto, tim penyidik mehanan tersangka Akbar selama 20 hari pertama terhitung mulai 15 Oktober sampai dengan 3 November 2021 di Rutan KPK Kavling C1 berlokasi di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta. "Dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari sebagai upaya antisipasi penyebaran COVID-19 di dalam lingkungan Rutan KPK," ucap Karyoto. Sebelumnya, KPK telah menetapkan dua tersangka terkait dengan kasus tersebut, yaitu Agung Ilmu Mangkunegara dan mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara Syahbudin. Kasus yang menjerat Akbar saat ini merupakan pengembangan dari kasus dua orang tersebut. "Perkara keduanya telah diputus oleh pengadilan tipikor dan telah berkekuatan hukum tetap," ucap Karyoto. (sws, ant)
Komnas HAM: Nama Dosen USK Saiful Mahdi Harus Dipulihkan
Banda Aceh, FNN - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI menyatakan bahwa nama dosen Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh Saiful Mahdi yang telah mendapatkan amnesti harus dipulihkan oleh pihak manapun, termasuk kampus. "Pemulihan nama Saiful Mahdi harus dipulihkan, sebagai pengajar di USK dan juga berbagai aktivitas lainnya," kata Komisioner Komnas HAM RI Beka Ulung Hapsara, di Banda Aceh, Rabu. Terhadap kasus Saiful Mahdi ini, Komnas HAM memandang bahwa yang bersangkutan memang tidak layak dipidana hanya karena nilai kritisnya terhadap situasi dan persoalan yang terjadi di kampus. Menurut Beka, pemberian amnesti terhadap Saiful Mahdi juga menjadi penanda bahwa tidak ada unsur pidana yang dilakukan oleh dosen MIPA USK Banda Aceh tersebut. "Karena itu saya kira Komnas HAM harus mendorong nama dan hak-hak Saiful Mahdi segera dipulihkan oleh siapapun, termasuk dari USK," ujarnya. Beka juga menuturkan, kasus Saiful Mahdi ini telah memberikan pelajaran terhadap semua pihak bahwa UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) sudah sepatutnya direvisi mengingat banyak orang dipenjara akibat peraturan tersebut. Beka meminta kepada Pemerintah dan DPR RI untuk mempercepat proses revisi UU ITE tersebut, supaya kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara sebagai hak konstitusional warga itu terlindungi, serta tidak dikriminalisasi dengan mudah. "Apalagi dalam kasus Saiful Mahdi ini, Komnas HAM sudah dari awal menyatakan pendapat bahwa ini tidak layak dipidanakan," kata Beka Ulung. Seperti diketahui, dosen MIPA USK Unsyiah Saiful Mahdi itu divonis bersalah berdasarkan hasil Kasasi Mahkamah (MA) yang menguatkan putusan PN Banda Aceh, ia harus menjalani hukuman penjara selama tiga bulan dan denda Rp10 juta. Saiful Mahdi dihukum atas kritikannya di grup whatsapp internal USK Banda Aceh terkait hasil seleksi atau tes CPNS dosen Fakultas Teknik kampus tersebut, ia dituntut dengan UU ITE. Lalu, Presiden Joko Widodo memberikan amnesti kepada Saiful Mahdi dengan memberikan surat ke DPR RI tertanggal 29 September 2021 perihal permintaan pertimbangan atas permohonan amnesti Saiful Mahdi. Melalui rapat paripurna, DPR RI telah mengetuk palu tanda menyetujui pemberian amnesti tersebut, Keppres nya juga telah ditandatangani Presiden Jokowi, dan kini Saiful Mahdi telah dibebaskan dari jeruji besi Lapas Kelas II A Banda Aceh. (ant, sws)
Bea Cukai Kudus Selamatkan Potensi Kerugian Negara Rp7,3 Miliar
Kudus, FNN - Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Cukai Kudus, Jawa Tengah, berhasil menyelamatkan potensi kerugian negara dari hasil penindakan selama triwulan kedua 2021 sebesar Rp7,3 miliar. "Adapun nilai barang bukti yang berhasil diamankan sebesar Rp11,1 miliar dari total barang bukti yang diamankan berupa rokok tanpa dilekati pita cukai atau dengan pita cukai diduga palsu sebanyak 10,8 juta batang," kata Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi KPPBC Tipe Madya Kudus Dwi Prasetyo Rini di Kudus, Rabu. Ia mencatat selama triwulan ketiga tahun 2021 berhasil menindak 75 kali kasus pelanggaran pita cukai rokok di berbagai daerah yang menjadi wilayah kerja KPPBC Kudus. Jumlah pengungkapan tersebut masih lebih rendah dibandingkan tahun 80 kasus dengan jumlah barang bukti sebanyak 18,48 juta batang rokok. Dari puluhan kasus pelanggaran pita cukai rokok, terbanyak dari Kabupaten Jepara yang hampir setiap tahun mendominasi temuan kasus. Jumlah penindakan pelanggaran pita cukai rokok tersebut, dipastikan bertambah karena pada bulan Oktober 2021 juga sudah beberapa kali melakukan penindakan rokok ilegal. Adanya penindakan tersebut, diharapkan KPPBC Kudus bisa mencegah rokok ilegal tidak sampai beredar di pasaran, dan potensi kerugian negara yang berupa pungutan cukai dan PPN hasil tembakau dapat diselamatkan. Dalam rangka menyadarkan masyarakat di Kabupaten Jepara agar tidak terlibat dalam peredaran rokok ilegal, pemda setempat juga berupaya mensosialisasikan tentang pemberantasan rokok ilegal bersama dengan KPPBC Kudus. Selain itu, pemda setempat juga berencana membangun kawasan industri hasil tembakau (KIHT) untuk menampung para pengusaha ilegal agar menjadi legal. Bahkan, Pemkab Jepara juga berkomitmen memberikan kemudahan izin bagi pelaku peredaran rokok ilegal yang ingin membuat usaha rokok secara legal. Harapannya hal itu bisa menekan angka kasus peredaran rokok ilegal. (sws)
Kemenkumham Kalbar Dorong Harmonisasi Raperda Kabupaten Sekadau
Pontianak, FNN - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Barat melalui Bidang Hukum mendorong dan melakukan koordinasi harmonisasi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) di Kabupaten Sekadau, Selasa. Kepala Bidang Hukum Kanwil Kemenkumham Kalbar, Edy Gunawan di Sekadau, mengatakan bahwa koordinasi itu dilaksanakan dalam rangka mendorong kerja sama pihaknya dengan DPRD Sekadau dalam fasilitasi pembentukan produk hukum daerah. "Selain itu juga mendorong Badan pembentukan peraturan daerah (Bapemperda) untuk mengharmonisasikan Raperda Inisiatif DPRD ke Kanwil Kemenkumham Kalbar, sebelum dilakukan pembahasan dengan eksekutif," katanya. Tim Kanwil Kemenkumham Kalbar dipimpin Kepala Bidang Hukum, Edy Gunawan didampingi Kasubbid Fasilitasi Pembentukan Produk Hukum Daerah Kanwil Menkumham Kalbar Dini Nursilawati berkoordinasi dengan DPRD Kabupaten Sekadau. Tim tersebut disambut Sekretaris DPRD Kabupaten Sekadau, Sapto Utomo, Kabag Hukum dan Persidangan Zulkifli serta anggota Bapemperda DPRD Kabupaten Sekadau Bambang Setiawan. Dia menambahkan, anggota Bapemperda DPRD Kabupaten Sekadau menyambut baik kehadiran pihaknya dan berharap ke depan dapat meningkatkan kerja sama dalam pembentukan produk hukum daerah yang dapat dilaksanakan dan bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu, tim juga bertemu Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Sekadau yang disambut oleh Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Sekadau, Radius dan Plt Kasubbag Perundang-undangan Etna. Kabag Hukum Sekda Kabupaten Sekadau, Radius menyampaikan bahwa untuk program pembentukan perda tahun 2021 direncanakan sebanyak 12 raperda, dimana delapan raperda sudah diharmonisasikan ke Kanwil Menkumham Kalbar pada tahun 2020 dan sudah disetujui bersama antara eksekutif dan legislatif. "Sedangkan sisanya empat raperda sedang dievaluasi apakah akan dibahas tahun ini atau ditunda," katanya. Dia menyatakan, diperkirakan yang akan dilanjutkan adalah Raperda tentang RPJMD tahun 2021-2025, sedangkan tiga lainnya yaitu Raperda Wajib Belajar 9 Tahun, Pendidikan PAUD dan pemajuan Kebudayaan akan dibahas di tahun 2022. Selain itu Radius juga menyampaikan masih banyaknya perangkat daerah yang kurang memahami proses pengajuan rancangan peraturan daerah, sehingga perlu dilakukan sosialisasi yang lebih gencar lagi. (sws)
Kejari Jambi Terima Tersangka Penggelapan Data Pertamina EP Jambi
Jambi, FNN - Kejaksaan Negeri (Kejari) Jambi menerima pelimpahan berkas perkara dan lima tersangka kasus penipuan atau penggelapan data laporan kerja sama pengeboran minyak oleh rekanan dengan anak perusahaan Pertamina yakni Pertamina EP Jambi, dari Kejaksaan Agung (Kejagung). Dalam kasus itu kerugian mencapai Rp6 miliar lebih selama tujuh tahun. Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Jambi Irwan S, di Jambi, Rabu, mengatakan hari ini jaksa penuntut umum menerima pelimpahan berkas perkara dan tersangka dari penyidik Kejagung atas kasus penipuan atau penggelapan data kerja sama antara rekanan dengan Pertamina EP Jambi, dan lima tersangka langsung ditahan untuk proses persidangan di pengadilan. "Hari ini kami menerima pelimpahan tahap dua dari penyidik Kejagung untuk empat berkas perkara dengan lima orang tersangka B, RB, AS, DBF dan S atas kasus penggelapan, pemalsuan surat di sebuah anak perusahaan Pertamina yaitu Pertamina EP Jambi," kata Irwan. Kelima tersangka oleh Jaksa Penuntut Kejari Jambi ditahan dengan dititipkan ke sel tahanan Polresta Jambi guna proses pelimpahan ke pengadilan dalam proses persidangan nanti. Kasus ini terjadi dari 2011-2018 dengan modus operandinya, para pelaku sebagai rekanan Pertamina EP Jambi melakukan kerja sama dalam bentuk pengeboran atau pengolahan minyak mentah secara fiktif yang hasil kerjanya dibebankan pembayarannya dengan anak usaha Pertamina ini. Irwan menjelaskan, dia memang ada kerja sama dan ada kontrak antara Pertamina dan para kontraktor tersebut, dan ke belakang ini akhirnya mereka memanipulasi data yang seharusnya misalnya hari ini bisa mendapat berapa barel minyak hasil pengeboran dilaporkannya tidak sesuai atau dikurangi. "Dan bahkan ada beberapa titik lokasi yang bulan-bulan tertentu tidak ada pengeboran, malah dibilang ada pengeboran, tetapi beban anggaran beban pembayarannya tetap ditagihkan ke Pertamina." kata Irwan S. Namun pada akhirnya 2015 , anak usaha Pertamina itu, Pertamina EP Jambi melakukan investigasi internal yang didapatkan ketidaksinkronan data yang disebabkan oleh perbuatan kelima tersangka sebagai perusahaan rekanan yang melakukan pengeboran minyak tersebut di Jambi. Perusahaan yang mengadakan kontrak dengan Pertamina itu adalah PT Westreng Petroleum kemudian PT Gorindo yang mengadakan kontrak dengan Pertamina, untuk bekerjasama dalam bidang pengeboran di Jambi selama beberapa tahun, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Atas perbuatannya para tersangka dikenakan Pasal 263 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP tentang pemalsuan dokumen itu, dengan alternatif yang kedua para tersangka disangkakan Pasal 263 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP tentang penggelapan dan pasal 378, Pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara. (sws)
Polisi Tangkap Mantan Anggota Polri Jadi Pengedar Ganja
Rejang Lebong, Bengkulu, FNN - Kepolisian Resor (Polres) Rejang Lebong, Polda Bengkulu menangkap seorang mantan anggota Polri yang diduga menjadi pengedar dan pelaku penanaman ratusan batang ganja dalam polybag di wilayah itu. Kapolres Rejang Lebong AKBP Puji Prayitno diwakili Kasat Reskrim AKP Sampson Sosa Hutapea didampingi Kasat Reserse Narkoba Iptu Susilo, di Rejang Lebong, Rabu, mengatakan tersangka yang ditangkap sekitar pukul 12.30 WIB tersebut berinisial AY (39), warga Jalan Batu Galing, RT01 RW04, Kelurahan Batu Galing, Kecamatan Curup Tengah. Pengungkapan kasus peredaran dan penanaman ganja itu, kata Sampson, dilakukan oleh tim gabungan reskrim dan satuan narkoba serta resmob ini berawal dari laporan pencemaran nama baik yang dilakukan tersangka di media sosial. "Tim gabungan satreskrim, satnarkoba dan resmob berhasil mengungkap kasus narkotika jenis ganja, pelaku juga menjadi tersangka pelanggaran Undang-Undang ITE berupa pencemaran nama baik. Terduga pelaku ini merupakan mantan anggota," kata dia. Dia menjelaskan, pengungkapan kasus itu berawal dari pengusutan kasus pelanggaran UU ITE yang diduga dilakukan tersangka, dengan cara mendatangi kediaman AY, dan saat dilakukan penggerebekan untuk mencari barang bukti HP dan laptop yang digunakan tersangka, petugas menemukan ganja kering dan tanaman ganja yang ditanam dalam polybag. Kasat Reserse Narkoba Polres Rejang Lebong Iptu Susilo menambahkan dari rumah tersangka AY ini, petugas menemukan barang bukti berupa tanaman narkotika jenis ganja yang baru ditanam dalam 160 polybag serta ganja siap pakai sebanyak 160 paket ukuran kecil. Sejauh ini pihaknya, kata Susilo, masih melakukan pendalaman terkait dengan kepemilikan tanaman ganja dan ganja siap pakai itu. Ujang Bani, Ketua RT01 RW04 Kelurahan Batu Galing menyebutkan tersangka ini sudah beberapa tahun belakangan tidak lagi menjadi anggota Polri, dan sejak beberapa bulan telah bercerai dengan istrinya. "Kalau dia pakai narkoba kita tidak tahu, memang dia ini sering meresahkan warga sini seperti berkata-kata kasar di media sosial, sehingga ada yang melapor kepada saya," katanya pula. (sws)
Kejati Bali Tahan Oknum Mengaku Jaksa Kejagung RI Menipu
Denpasar, FNN - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menahan seorang berinisial SM yang mengaku sebagai Jaksa Agung Muda Intelijen bekerja di Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, diduga untuk melakukan penipuan. "Motifnya ngaku jadi jaksa ya biar mempermudah orang (korban) percaya, sehingga berpikir ah sudah bertemu dengan aparat penegak hukum, pasti bisa membantu permasalahannya," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bali A Luga Harlianto saat konferensi pers, di Kejari Denpasar, Bali, Rabu. Luga menjelaskan awalnya ada laporan permintaan konfirmasi terkait identitas SM yang mengaku sebagai jaksa pada 11 Agustus 2021. Selama mengaku sebagai jaksa, SM diduga melakukan penipuan terhadap korban berinisial LR dengan kerugian mencapai Rp256.510.000. "Kenapa bisa kenal korban, karena saling dikenalin dari teman ke teman, nah selama kenal tahu kalau tersangka ini jaksa," katanya pula. Dari perkenalan itu, korban LR bertemu dengan SM dan menceritakan masalah hukum perdata yang sedang dialaminya kepada SM. SM yang sebenarnya berprofesi sebagai dokter ini, menawarkan diri kepada LR untuk membantu menyelesaikan masalah hukumnya. "Supaya meyakinkan kemampuannya, maka SM mengaku adalah jaksa yang bertugas di Kejaksaan Jakarta dan menunjukkan Surat Keterangan Perjalanan kepada SM yang tertera sebagai Direktur Tindak Pidana Khusus Bidang Politik Keamanan," katanya lagi. Dari surat itu, lalu LR percaya bahwa SM sebagai jaksa dan menyerahkan uang secara bertahap kepada SM dengan jumlah keseluruhan Rp256.510.000. Luga menegaskan SM bukanlah seorang jaksa, dan Surat Keterangan Perjalanan atas nama SM bukanlah produk Jaksa Agung Muda Intelijen dan tidak ditandatangani oleh Jaksa Agung Muda Intelijen. Setelah itu, dilakukan pengecekan dan terkonfirmasi bahwa SM bukan pegawai Kejaksaan RI, dilanjutkan dengan identifikasi keberadaan SM sehingga diperoleh keberadaan SM di Kota Denpasar, Bali. "Dari tim Intelijen Kejati Bali melakukan pengintaian terhadap keberadaan SM di sebuah rumah di Kota Denpasar. Lalu, SM berpindah meninggalkan rumah tersebut. Tidak selang berapa lama Intelijen Kejati Bali mengamankan SM di Jalan Kebo Iwa, Denpasar pukul 20.30 WITA," ujarnya pula. Selanjutnya, SM diserahkan kepada Polresta Denpasar untuk diproses penyidikan, dan dilakukan penahanan oleh penyidik Polresta Denpasar selama 20 hari ke depan. Ia mengatakan kurang lebih selama dua bulan dilakukan penyidikan terhadap tersangka SM, jaksa yang mengikuti perkembangan penyidikan menyatakan berkas lengkap (P-21). Atas perbuatannya, tersangka dikenakan Pasal 372 KUHP atau Pasal 378 KUHP dengan ancaman pidana paling lama 4 tahun. "Hari ini sudah dilakukan penyerahan tahap II tersangka dan barang bukti. Dari tersangka juga membenarkan identitas dan barang bukti terkait perkara ini," kata Luga menjelaskan. (sws)
KY: Perbandingan Dengan "HCJ" Penting untuk Penguatan Lembaga
Jakarta, FNN - Ketua Bidang Sumber Daya Manusia (SDM), Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan Komisi Yudisial Binziad Kadafi mengatakan bahwa perbandingan dengan the Belgian High Council of Justice (HCJ) penting untuk dilakukan dalam kerangka penguatan kelembagaan Komisi Yudisial. "Terutama dengan memberikan titik tekan pada beberapa faktor pembanding yang dapat dijadikan pembelajaran," kata Kadafi yang dikutip dari laman resmi Komisi Yudisial di Jakarta, Rabu. Kadafi mengatakan bahwa baik HCJ maupun KY adalah buah langsung dari gerakan reformasi. Kedua lembaga tersebut mengemban ekspektasi publik yang tinggi untuk mendorong integritas peradilan dan memulihkan kepercayaan publik pada pengadilan. "Ditambah lagi, keduanya dibentuk di tengah sistem ketatanegaraan yang konvensional, terutama dalam konteks pemisahan kekuasaan," ucap Kadafi ketika memberi paparan dalam seminar bertajuk "The Judicial Commissiom and the Independence of Judiciary: Lessons Learned from Indonesia and Belgium," Selasa (12/10). KY dan HCJ menyandang posisi sebagai lembaga mandiri yang bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun, atau dalam istilah HCJ, merupakan lembaga sui generis yang kadang terjadi kesalahpahaman secara sepihak dengan yang mengkualifikasikan lembaga tersebut sebagai organ pendukung negara. Meskipun kedua lembaga tersebut dibentuk dengan kerangka hukum yang sangat kuat, yaitu konstitusi dan undang-undang, tutur Kadafi melanjutkan, tetapi tantangan kerap muncul dalam dinamika hubungan dengan lembaga peradilan, khususnya terkait penentuan batas-batas kewenangan. Keadaan tersebut menjadi potensi adanya tumpang tindih kewenangan, namun di sisi lain, juga dapat menjadi peluang kolaborasi. "Faktor pembelajaran lain yang perlu diperhatikan adalah kontestasi yang inheren, terutama dari komposisi dan kualifikasi keanggotaan, di mana keanggotaan KY dan HCJ terdiri dari unsur hakim, praktisi hukum, akademisi hukum, dan masyarakat, yang mensyaratkan pola kepemimpinan serta mekanisme pengambilan keputusan yang kolektif kolegial," tambahnya. Meski kewenangan keduanya bisa berbeda, seperti kewenangan advokasi hakim yang khas KY, tetapi terdapat beberapa prinsip dan kewenangan dasar yang dapat ditarik sebagai ciri utama judicial councils seperti HCJ dan KY, yaitu posisi dan komposisinya, kewenangan dalam menyelenggarakan seleksi hakim yang objektif, kewenangan dalam melakukan pengawasan terhadap hakim, serta kontribusi aktif bagi reformasi peradilan. “Satu-satunya pilihan untuk memperkuat peran KY bagi perwujudan independensi peradilan ke depan adalah meningkatkan relevansinya dengan menjadi lembaga yang semakin efektif dan efisien," tutur Kadafi menjelaskan. KY akan terus relevan karena fungsi pengawasan terhadap independensi peradilan yang dijalankannya berbasis pada argumen akuntabilitas demokrasi, dorongan ketaatan hakim terhadap hukum, dan dorongan kepatuhan hakim pada etika dan pedoman perilaku. Relevansi tersebut harus ditingkatkan dengan menjadikan KY berorientasi pada pelayanan prima, customer focused, memiliki desain organisasi yang meskipun ramping (kecil), tetapi smart, yakni berbasiskan penelitian dan data, dan terus mengembangkan jejaring, termasuk dunia akademik, masyarakat sipil, KY negara sahabat dan komunitas KY internasional.(sws)
Pemprov Babel Bentuk Tim Pencegah Korupsi Terintegrasi
Pangkalpinang, FNN - Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Pemprov Babel) membentuk pencegahan korupsi terintegrasi 2021 sebagai tindak lanjut arahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mewujudkan pemerintahan bersih dan bebas korupsi. "Segera kami bentuk tim untuk menindaklanjuti arahan dari Koordinasi Supervisi Pencegahan (Korsupgah) KPK," kata Gubernur Kepulauan Babel Erzaldi Rosman Djohan, di Pangkalpinang, Rabu. Ia menegaskan ada beberapa hal yang menjadi catatan rekomendasi, harus segera diberikan perhatian penuh dan segera ditindaklanjuti oleh seluruh perangkat daerah dalam mencegah korupsi terintegrasi di lingkungan pemerintah provinsi ini, di antaranya capaian program Monitoring Center of Prevention (MCP) yang masih rendah. Selain itu, perencanaan dan penganggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pengadaan barang dan jasa, pelayan terpadu satu pintu, kapabilitas Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN), optimalisasi pajak daerah, dan manajemen aset daerah. "Saya minta tim pelaksana rencana aksi ini untuk segera mengumpulkan data pendukung MCP, agar pelaksanaan sesuai dengan rencana," katanya. Ia meminta Sekda Naziarto untuk mengkoordinir dan mengawasi apa yang sudah menjadi ketetapan bersama. "Kalau ada kegiatan yang bersifat membutuhkan konsolidasi dan sinergisitas, Pak Sekda langsung yang mengambil alih," ujarnya pula. Wakil Gubernur Kepulauan Babel Abdul Fatah menegaskan bahwa tujuh area yang menjadi fokus MCP dan harus segera ditindaklanjuti oleh seluruh perangkat daerah. "Capaian MCP 2020 memiliki progres yang cukup baik, yakni 75 persen. Namun, pada pada Oktober 2021 belum mencapai target. Oleh karenanya, ia meminta untuk mempercepat melakukan verifikasi dan pengunggahan data yang yang dibutuhkan," ujarnya lagi. (sws)