HUKUM

KPK Membantah Pemberhentian Endar Priantoro Gegara Formula E

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah pemberhentian Brigjen Pol Endar Priantoro dari jabatan Direktur Penyelidikan terkait dengan kasus Formula E.\"Kami pastikan rotasi dan promosi jabatan struktural di KPK sama sekali tidak ada kaitan dengan proses penanganan perkara di KPK,\" kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu.Ali membenarkan soal kabar perbedaan pendapat antar-Penyidik KPK dalam penanganan perkara Fomula E, namun menyebut perbedaan pendapat internal adalah hal biasaDia menyebut hal itu adalah ciri khas penanganan perkara oleh KPK yang menjunjung asas egaliter di lingkungan lembaga antirasuah tersebut.\"Memangnya di KPK sejak berdiri sampai hari ini selalu satu pikiran semua? Kami pastikan tidak, selalu ada dinamika,\" ujarnya.Dia menyebut perbedaan pendapat adalah hak positif dalam penanganan perkara untuk memastikan pengambilan keputusan akhir dilakukan dengan matang dan dapat dipertanggungjawabkan.Diketahui, Brigjen Pol Endar Priantoro pada Selasa (4/4) melaporkan Sekretaris Jenderal KPK Cahya Harefa dan pimpinan KPK atas dugaan pelanggaran kode etik terkait pemberhentiannya dari jabatan Direktur Penyelidikan.Endar mengaku telah menerima surat perpanjangan penugasan dari Polri di KPK. Namun, pimpinan KPK memutuskan untuk tetap mencopot Endar dari jabatannya dan memulangkannya ke Korps Bhayangkara tanpa alasan yang jelas.\"Ini sudah diperpanjang, tetapi tanpa alasan yang jelas saya juga enggak tahu pertimbangannya apa. Nanti akan kami uji pertimbangan pimpinan KPK apa, sekjen lalu mengeluarkan SK. Itu nanti akan kami uji, baik di Dewas maupun di lintas hukum yang lainnya,\" kata Endar.Brigjen Pol. Endar Priantoro merupakan mantan Direktur Penyelidikan KPK yang diberhentikan dengan hormat sebagaimana Surat Sekretaris Jenderal KPK tertanggal 31 Maret 2023. Surat Sekjen KPK tersebut ditujukan untuk Polri mengenai penghadapan kembali Endar Priantoro kepada institusi Polri pada tanggal 30 Maret 2023.Namun, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menyurati kembali Ketua KPK Firli Bahuri terkait dengan jawaban atas pengembalian anggota Polri untuk bertugas di lingkungan KPK.Kapolri, dalam surat jawaban yang teregistrasi dengan Nomor: B/2725/IV/KEP./2023 per 3 April 2023 itu mempertahankan atau menugaskan Brigjen Pol. Endar Priantoro sebagai Direktur Penyelidikan KPK.Dalam surat balasan tersebut, Listyo Sigit menyampaikan kepada pimpinan KPK terhadap penghadapan kembali Brigjen Pol. Endar Priantoro yang melaksanakan penugasan sebagai Direktur Penyelidikan KPK.(sof/ANTARA)

Pemerintah Tidak Main-main Memberantas Mafia Perdagangan Orang

Batam, FNN - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI (Menkopolhukam) Mahfud MD menegaskan, pemerintah tidak main-main untuk memberantas mafia perdagangan orang.“Tindak pidana perdagangan orang itu adalah tindak pidana yang sangat keji untuk kemanusiaan dan pemerintah sudah mempunyai undang-undang tentang ini,” ujarnya di Batam Kepulauan Riau, Rabu (5/4).Kedatangannya ke Batam, juga sekaligus mengingatkan kepada mafia-mafia yang terlibat dengan kasus ini, baik itu oknum yang ada di pemerintahan maupun swasta agar jangan main-main dengan tindak pidana perdagangan orang.“Ini peringatan melibatkan jaringan-jaringan, baik di kantor-kantor pemerintah maupun di swasta. Saya sudah mempunyai daftar jaringan itu yang nanti akan diuji sahih dulu,” kata dia.Dia menyebutkan, setelah pembahasan perdagangan orang di Batam ini, pihaknya juga akan langsung mengolah data-data yang diterima untuk kemudian diproses.“Pemerintah tidak akan main-main, karena nanti itu sesudah di Jakarta, kami akan olah data-data yang diterima dari sini. Tentu sudah banyak sumber yang harus kami periksa kebenaran terlebih dahulu, sehingga nanti tindakan-tindakan dan langkah-langkah bisa ditentukan,” katanya.Yang jelas kata dia, kasus tindak pidana perdagangan orang ini sangat membahayakan dan mengancam kemanusiaan serta melibatkan uang banyak.“Bukan hanya jiwa manusianya, tapi kemanusiaan. Kalau orang dijadikan budak di tempat-tempat tertentu seperti di kapal maupun di kebun-kebun tapi tidak digaji, paspornya ditahan dan sebagainya, yang seperti itu harus ditindak secara bersama-sama,” ujar Mahfud.(sof/ANTARA)

Diundur Pembebasan Anas Urbaningrum dari Lapas Sukamiskin

Jakarta, FNN - Pembebasan Anas Urbaningrum dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, diundur menjadi tanggal 11 April 2023, pukul 14.00 WIB.\"Pembebasan AU yang direncanakan pada 10 April 2023, mundur sehari karena alasan keamanan dan kenyamanan saat penjemputan,\" kata Koordinator Nasional Sahabat Anas Urbaningrum Muhammad Rahmad dihubungi di Jakarta, Rabu.Dia meminta agar sahabat AU yang sudah merencanakan penjemputan untuk menyesuaikan dengan jadwal tersebut.Ia menyebut sejumlah elemen yang bergabung bersama Sahabat Anas Urbaningrum, di antaranya PKN, PPI, KAHMI Nasional, KAHMI Jawa Barat, Kelompok Cipayung, KNPI, Jaringan Indonesia (JARI), Masyarakat Blitar Bersatu, Barisan Pendukung Anas, Forum Lintas Generasi, Pemuda Anti Kriminalisasi.Rahmat mengatakan Sahabat Anas Urbaningrum dibentuk 15 Juli 2010 karena terpanggil oleh satu kesadaran bersama, yaitu menemani dan mengawal Anas dalam kiprahnya untuk Indonesia.Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Raihan Ariatama mengatakan mereka telah siap menjemput Anas Urbaningrum.Raihan menambahkan bahwa bebasnya Anas Urbaningrum disambut sukacita oleh para aktivis, terutama keluarga besar HMI.\"Mas Anas adalah bagian dari keluarga besar HMI, yang pernah menjadi Ketua Umum PB HMI. Bebasnya Mas Anas merupakan peristiwa yang menggembirakan bagi keluarga besar HMI,\" katanya.(ida/ANTARA)

Dugaan Korupsi dan Pencucian Uang Rp349 Triliun, Adili Sri Mulyani dan Makzulkan Jokowi

Oleh Marwan Batubara, IRESS – UI Watch PENJELASAN Menko Polhukam Mahfud MD pada RDPU dengan Komisi III DPR 29 Maret 2023 mencerahkan sekaligus membuka mata tentang betapa dahsatnya dugaan korupsi dan pencucian uang di Kementrian Keuangan (Kemkeu). Namun sebagian elit kekuasaan, termasuk sejumlah fraksi DPR dan pengurus partai, terkesan kurang nyaman dengan “temuan” Mahfud. Rakyat perlu paham masalah dan sekaligus bersikap menuntut dituntaskannya mega skandal dugaan korupsi bernilai Rp 349 trliun. Beberapa hal yang perlu dilakukan diurai berikut ini.  Pertama supaya kita fokus mengadvokasi terjadinya dugaan korupsi dan TPPU dengan nilai sangat besar. Jangan terkecoh dengan berbagai upaya pengalihan kasus dengan menyatakan Menko Mahfud melanggar hukum karena membocorkan informasi. Kita tidak boleh terpancing dengan upaya penggiringan isu yang justru akan meloloskan para penjahat dari jerat hukum.  Dari RDPU Komisi III DPR terungkap pula tambahan kejahatan pencucian uang Rp 189 triliun terkait impor emas. Hal ini telah dikonfirmasi Ketua PPATK Ivan Yustiavandana. Maka dugaan korupsi dan pencucian uang melibatkan Kemkeu bernilai Rp 539 triliun. Karena itu rakyat harus fokus menuntut penuntasan mega skandal ini.  Kedua, data dan informasi dari Menko Mahfud harus menjadi pegangan yang sangat kredibel bagi rakyat untuk menuntut penuntasan mega skandal. Jangan terkecoh manipulasi informasi dan pencitraan sempit/sektoral, termasuk mengecilkan nilai korupsi terkait ASN Kemkeu, sehingga penegakan hukum tidak berlanjut. Ketiga, Kemkeu Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai adalah satu paket lembaga yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Penggungjawab utama Sri Mulyani. Sejauh ini, tampak Sri Mulyani coba berkelit, dan lari dari tanggungjawab dengan mengatakan tidak mendapatkan laporan yang benar, serta berbagai alasan dan rekayasa informasi lain. Kita mau Menkeu Sri Mulyani, harus diproses hukum. Sebagai Kepala Pemerintahan, Presiden Jokowi juga dituntut bertanggungjawab.  Jangan terkecoh dengan pernyataan Menko Mahfud tentang kemampuan dan kredibilitas Menkeu yang terkesan melindungi. Menko Mahfud mengatakan mungkin saja laporan PPATK tidak sampai secara utuh kepada Menkeu. Sehingga dengan begitu Sri Mulyani bisa saja bebas tanggungjawab. Sementara masalah Rp539 triliun ini tidak jelas ujungnya. Memang bisa saja Mahfud hanya berbasa-basi. Namun, apa pun itu, mega skandal harus diproses hukum. Mahfud menjelaskan keterlibatan Kemkeu sangat jelas. Pertama transaksi keuangan mencurigakan pegawai Kemenkeu sebesar Rp 35,54 triliun. Kedua, transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lain Rp 53,82 triliun. Ketiga transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan Kemenkeu Rp 260,53 triliun. Jadi, dari total Rp 349,97 triliun, keterlibatan ASN Kemenkeu sangat jelas terungkap ada di semua lini, dan jumlahnya adalah 491 orang. Maka penanggungjawab utama mega skandal ini adalah Kemkeu.  Keempat pada RDPU Komisi XI DPR 27 Maret 2023, Sri Mulyani menyatakan dugaan TPPU yang melibatkan pegawai Kemkeu hanya Rp 3,3 triliun. Padahal dari keterangan Menko Mahfud di atas, nilai uang yang melibatkan ASN Kemkeu adalah Rp 349 triliun, atau bahkan Rp 539 triliun. Karena laporan Menko Mahfud telah menjadi pegangan kita, maka jelas rakyat tidak boleh terkecoh oleh Menkeu Sri Mulyani. Bahkan rakyat harus segera menggugat Sri Mulyani secara pidana, karena dinilai sengaja melakukan kebohongan publik atau manipulasi info, guna menutupi dan melindungi kejahatan dugaan korupsi. Kelima dipahami lingkungan Kemkeu, khususnya Ditjen Pajak dan Ditjn Bea Cukai merupakan lembaga-lembaga negara pengelola potensi penerimaan negara dengan nilai sangat besar, ribuan triliun. Sehingga potensi terjadinya moral hazard sangat besar pula. Diyakini moral hazard dengan berbagai modus korupsi telah dan terus berlangsung. Hasilnya sebagian terlihat pada sangat besarnya nilai uang hasil korupsi melalui besarnya nilai uang yang dicuci! Kita paham persekongkolan jahat seputar pajak dan bea cukai bukan saja melibatkan ASN di Kemkeu, tapi juga melibatkan oknum-oknum di seputar kekuasaan dan pengusaha kapitalis objek pajaknya sendiri. Maka, jika hasil korupsi yang dicuci terkait oknum-oknum Kemkeu nilainya sebesar Rp 539 triliun, tentu saja yang dikorupsi oleh oknum pengusaha oligarkis pasti JAUH LEBIH BESAR! Oleh sebab itu, seluruh ASN Kemkeu harus diproses hukum secara seksama, sehingga pengusaha oligarkis tersebut juga ikut terungkap, ditangkap dan dihukum berat.  Keenam, terjadinya moral hazard, praktek curang dan maipulasi pajak telah terkonfirmasi pula dengan terus turunnya tax ratio (penerimaan pajak dibanding PDB) Indonesia, khususnya selama pemerintahan Presiden Jokowi. Faktanya nilai rata-rata tax ratio Indonesai dalam 6 - 7 tahun terakhir hanya 9,5%. Padahal dalam 5 tahun priode ke-2 Presiden SBY, nilai rata-rata tax ratio Indonesia 11,3%. Jika dibanding negara-negara ASEAN dengan nilai tax ratio 15%, Indonesia termasuk negara dengan tax ratio terendah kedua, hanya unggul dari Myanmar. Terjadinya moral hazard di sektor pajak terkonfirmasi pula oleh laporan ADB pada 2020/2021 yang menyatakan penyebab utama rendahnya tax ratio Indonesia adalah maraknya manipulasi dan pengemplangan pajak. Indonesia termasuk lima negara pengumpul pajak terendah, tax ratio 9.5%, di banding 36 negara di Asia-Pasifik yang rata-rata tax rationya 19%. Dibanding negara-negara Eropa, rata-rata tax rationya di atas 30%, maka moral hazard sektor pajak Indonesia semakin terkonfirmasi. Ketujuh, rendahnya penerimaan APBN/negara pasti melibatkan peran oligarki kekuasaan. Kalau sudah oligarki, maka moral hazard bukan saja saat perhitungan pajak atau bea, tetapi juga sejak penyusunan kebijakan, pembuatan aturan, dsb. Dengan demikian seluruh oknum oligarki akan berupaya maksimal untuk menutup mega skandal Rp 539 triliun. Harap dicatat, kita belum mendengar kesungguhan Presiden Jokowi untuk mendorong penuntasan kasus tsb. Menkeu Sri Mulyani beberapa kali telah memperoleh gelar Finance Minister of the Year for Asia Pacific. Oligarki bisa saja menjadikan status Sri Mulyani sebagai perisai melanggengkan moral hazard seputar pajak. Ada menteri terbaik dan disematkan pula dengan predikat bersih dan kredibel, maka tidak mungkin terjadi moral hazard. Tampaknya “status” ini telah melidungi oligarki menjalankan praktik curang. Mungkin saja Sri Mulyani pun menikmati manfaat materil dan moril dari “status bergengsi” ini. Namun satu hal yang jelas: negara dirugikan dengan penerimaan APBN rendah, tingkat bunga hutang yang tinggi, dan korbannya adalah rakyat!   Dengan uraian di atas sebetulnya kita mengigatkan agar Sri Mulyani jangan dibiarkan terus berkiprah. Saat RDPU Komisi III DPR Menko Mahfud terkesan masih pasang perisai untuk Sri Mulyani. Rakyat jangan tertipu, Sri Mulyani harus bertanggungjawab. Begitu pula Presiden Jokowi, sebagai pemimpin pemerintahan, rakyat menuntut pertanggungjawabannya, dan perlu dimakzulkan. Seperti pernah kami usulkan Webinar 19 Maret 2023 yang lalu, guna menuntaskan kasus, DPR harus menggunakan Hak Angket dan segera membentuk pansus. Memang pada RDPU Komisi III 29 Maret 2023, cukup banyak Anggaota DPR yang mengusulkan pembentukan pansus. Namun akibat pengaruh oligarki kekuasaan dan berbagai kepentingan sempit, bisa saja pansus tidak terbentuk. Kami himbau rakyat terus mengadvokasi agar pansus segera terbentuk. Diusulkan nama pansus adalah Kemenkeu Gate Namun kita ingatkan pula agar barter kasus tidak terjadi: hasil pansus hanya dijadikan alat tukar-menukar berbagai kasus, sehingga selamatlah para terduga koruptor dan rezim oligarkis.  Rakyat harus menyadari kejahatan bernilai Rp 539 triliun adalah jumlah yang sangat besar dan terjadi di lingkungan yang sangat vital dan menentukan kelangsungan hidup bangsa Indonesia, yakni Kemkeu. Diyakini pelakunya adalah oligarki yang terdiri dari oknum-oknum penguasa dan elit partai bekerjasama dengan para kapitalis lokal dan global. Namun kerja sistmeik oligarki ini tidak hanya di Kemkeu, tetapi juga di Kementrian/lembaga negara yang lain. Maka, ibarat puncak gunung es, nilai dugaan korupsi dan perampokan aset negara diyakini bukan sekedar Rp 539 triliun, tetapi ribuan triliun Rp! Sebagai penutup, Menko Mahfud sudah membuka kotak pandora dugaan korupsi sistemik oligarki di Indonesia. Maka rakyat harus bersatu mendukung Mahfud dan mengadvokasi dituntaskannya mega skandal Rp 539 triliun. Oligarki yang melibatkan elit-elit politik, penguasa dan bisnis pasti berusaha menghambat, bahkan mungkin sejak di parlemen. Rakyat tidak boleh terus jadi pecundang, tetapi harus melawan. Maka tuntutan kita antara lain adalah: tuntaskan mega skandal Rp 539T, adili Sri Mulyani, makzulkan Jokowi, bentuk Kemkeu Gate, serta tangkap dan adili para oligarki perampok aset negara.[] Jakarta, 5 April 2023.

Endar Priantoro Melaporkan Firli Bahuri ke Dewas KPK

Jakarta, FNN - Mantan direktur penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Brigjen Pol. Endar Priantoro melaporkan Ketua KPK Komjen Pol. (Purn) Firli Bahuri ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK terkait pencopotan dirinya.\"Yang saya laporkan adalah terkait dengan keputusan Sekjen KPK tanggal 31 Maret 2023, yang pada prinsipnya menetapkan bahwa saya diberhentikan dengan hormat sebagai Direktur Penyelidikan KPK terhitung sejak 1 April 2023,\" kata Endar saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.Endar mengungkapkan dirinya sudah tiga tahun ditugaskan Polri di KPK dan menjelang berakhirnya masa penugasan, Polri akan selalu memberikan surat terkait penugasan tersebut.Perwira tinggi Polri bintang satu tersebut juga mengaku telah menerima surat perpanjangan penugasan di KPK. Namun, pimpinan KPK memutuskan untuk tetap mencopot Endar dari jabatannya dan memulangkannya ke Korps Bhayangkara.\"Ini sudah diperpanjang, tapi tanpa alasan yang jelas saya juga enggak tahu pertimbangannya apa. Nanti akan kami uji pertimbangan pimpinan KPK apa, sekjen lalu mengeluarkan SK. Itu nanti akan kami uji, baik di Dewas maupun di lintas hukum yang lainnya,\" jelasnya.Sementara itu, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo kembali menyurati Firli Bahuri terkait jawaban atas pengembalian anggota Polri untuk bertugas di lingkungan KPK.Surat jawaban itu teregistrasi dengan Nomor: B/2725/IV/KEP./2023 yang ditandatangani Listyo Sigit pada Senin, 3 April 2023, berisi keputusan untuk tetap mempertahankan atau menugaskan Brigjen Pol. Endar Priantoro sebagai Direktur Penyelidikan KPK.Dalam surat balasan tersebut, Listyo Sigit menyampaikan kepada pimpinan KPK terhadap penghadapan kembali Brigjen Pol. Endar Priantoro yang melaksanakan penugasan sebagai Direktur Penyelidikan KPK.Selain itu, surat tersebut juga menyampaikan Polri sedang mempersiapkan calon-calon terbaik untuk pengisian deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK.Terkait hal itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK Cahya H. Harefa mengatakan pihaknya telah mengirimkan surat penghadapan kembali kepada Polri pada 30 Maret 2023 dan memberhentikan dengan hormat Brigjen Pol. Endar Priantoro dari jabatannya sebagai Direktur Penyelidikan KPK.\"Di mana masa tugas Bapak Endar P. di KPK berakhir pada 31 Maret 2023,\" ujar Cahya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.(sof/ANTARA)

Tak Mampu Berantas Korupsi, Sejumlah Tokoh Menyerukan Pembubaran KPK

Jakarta, FNN – Reformasi 1998 salah satunya melahirkan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberantas praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme yang sangat parah. Namun, dalam 25 tahun perjalanannya, kini KPK semakin lemah dan kehilangan marwah. Independensi, profesionalitas, dan integritas telah jauh dari lembaga yang digadang-gadang menjadi lembaga superbodi dalam pemberantasan korupsi tersebut. Demikian benang merah yang bisa ditarik dari diskusi publik 25 Tahun Reforomasi bertajuk “Mengembalikan Marwah KPK sebagai Institusi Penegak Hukum yang Independen, Profesional, dan Berintegritas” di Universitas Paramadina, Senin (03/04/2023). Diskusi yang dipandu oleh Hersubeno Arief dari FNN ini menghadirkan pembicara antara lain Saut Situmorang (Wakil Ketua KPK 2014-2019), Bivitri Susanti (ahli hukum Universitas Indonesia), Hamdan Zoelva (mantan Ketua MK), Ahmad Khoirul Ulum (Ahli Politik dan Anti Korupsi Universitas Paramadina, Suparji Ahmad (Ahli Hukum Pidana Universitas Al Azhar Indonesia), Hamdani (Ahli Keuangan Negara), Soemardjijo (Ahli Keuangan Negara Tipikor), dan Sudirman Said (Penggagas Masyarakat Transparansi Indonesia). Didik J Rachbini,  Rektor Universitas Paramadina  menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo adalah satu-satunya presiden yang ikut serta melemahkan KPK. “Ia menyetujui perubahan UU KPK, di mana presiden sebelumnya tidak pernah mau menyetujuinya. Rapat dilakukan di waktu subuh saat orang tidur. Setelah Presiden Jokowi menyetujui, lalu KPK dipakai untuk membunuh lawan-lawan politik. Demokrasi betul-betul dikebiri,” katanya dalam pembukaan diskusi. Saut Situmorang, Wakil Ketua KPK 2014-2019 menyatakan bahwa KPK saat ini sudah pasti tidak independen, professional, dan berintegritas. Kalau KPK independen kata Saut, maka kita tidak akan membahas di sini.  “Hari ini ada ruang gelap yang dibuat oleh Jokowi. Ketika UU KPK diubah saya yang paling getol menolak,” katanya. Setelah UU KPK diubah kata Saut, kini orang dengan mudah menggunakan fasilitas publik, mentersangkakan orang tanpa proses hukum, Badan Pemeriksa Keuangan bisa diatur, dan lembaga negara dipimpin orang-orang yang bermasalah. “Begitu mudahnya cuci uang 349 triliun dianggap hal biasa. Ini tidak cukup sampai di sini, kita cari presiden yang benar. Ini akan sangat berbahaya kalau dibiarkan. Saya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi,” tegasnya. Saut mempertanyakan KPK selama 8 terakhir ini nilai apa yang di-create? “Indeks pemberantasan Korupi Indonesia tahun 2019 masih 40, lalu turun ke 37, dan turun lagi 34, nilai apa yang diciptakan oleh KPK saat ini,” katanya geram. Oleh karena itu Saut menyarankan agar ke depan masyarakat bisa memilih presiden yang tepat, minimal  risiko korupsinya kecil. “Saya sebut saja Anies,” tambahnya. Sementara Bivitri Susanti, ahli hukum Universitas Indonesia mengingatkan bahwa KPK yang harus dibubarkan adalah KPK sekarang yang telah dirusak dan daya rusaknya sangat hebat. KPK sebelum tahun 2019 kata Bivitri adalah KPK yang masih punya integritas, independen, dan profesional. Bivitri ingat bahwa sebelum KPK lahir ada BIAK, Badan Independen Anti Korupsi yang ia ikut melahirkannya. “Inilah embrio KPK tahun 1999,” paparnya. Sebetulnya sejak tahun 2009, KPK sudah diincar untuk dilemahkan karena terlalu berbahaya buat penguasa. Dulu ada kasus Bibit Chandra, Cicak Buaya,  Susno Duadji, dan Bambang Widjojanto. Ketika itu KPK masih kuat, akan tetapi akhirnya tahun 2019, KPK kalah. Sekarang yang dihitung bukan  soal baik buruk, tetapi soal berbahaya atau tidak bagi politisi. Independensi kata Bivitri mencerminkan posisi KPK dalam hubungannya dengan lembaga lain dalam putusan politik, dalam hal ini presiden bahwa bagaimana politisi mengizinkan atau tidak mengizinkan sebuah aturan. Hal senada dikemukakan oleh Hamdan Zoelva, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi. Ia menegakan bahwa dirinya ikut membidani lahirnya UU KPK, 25 tahun yang lalu. “Saya ikut bikin UU KPK yang mempunyai fungsi supervisi dan koordinasi. Kejaksaan dan kepolisian semua di bawah supervisi dan koordinasi KPK. Jadilah ia lembaga superbody,” paparnya. Karena superbodi itulah maka lanjut Hamdan sejak awal KPK ditolak oleh kejaksaan. Kemudian dipilihlah orang-orang yang berintegritas, profesional supaya tidak disalahgaunakan. Mereka harus kuat menghadapi institusi lain yang bermental buaya. Lembaga ini didirikan agar bisa memilih kasus dalam penindakan, karena terlalu banyak kasus korupsi di Indonesia. Faktanya kini KPK menindak kasus berdasarkan pesanan. “Berbahaya, kasus yang dipilih bukan berdasarkan pemberantasan korupsi,” tegasnya. Hamdan menegaskan bahwa cita-cita awal KPK didirikan agar korupsi berkurang. “Nyatanya sekarang tidak ada perubahan apa-apa. KPK sekarang menangani kasus berdasarkan pilihan yang penting atau tidak penting. Hukum selalu berkelindan dengan politik. Yang menang pasti penguasa, hukum jadi  rusak. KPK kini membawa masalah bagi penegakan hukum di Indonesia,” paparnya. Ahmad Khoirul Ulum, Ahli Politik dan Anti Korupsi Universitas Paramadina  menegaskan bahwa KPK lahir dari proses politik. Sebelum ada KPK, dulu ada namanya TGPTK (Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Saat itu siap menyasar elite kekuasaan, tetapi akhirnya dihentikan langkahnya. Proses penyidikan dihentikan. Ketika sudah mulai masuk ke jantung kekuasaan, maka dibredel. Sejarah selalu begitu. Sama dengan sekarang, untuk meruntuhkannya KPK dituduh sarang Taliban. Faktanya yang dihentikan banyak Nasrani dan Budha serta agama lain. Ahmad menegaskan bahwa pilar reformasi dan demokrasi telah dilemahkan dengan narasi demokrasi. Mereka katakana pembangunan baru bisa dilakukan kalau stabilitas politik terjamin, tetapi faktanya kini KPK hanya bisa menciptakan kegaduhan. Menurut Ahmad, kredibilitas KPK saat ini anjlok, kepemimpinan KPK sangat penting dan berpengaruh. Survei yang dilakukan untuk menilai kinerjak KPK menempatkan penanganan kasus Formula E rendah sekali. “Kasus ini paling tidak dipercaya oleh publik. Semua karena presiden. Dia pegang hak veto. Hati-hati dengan gimmick politik yang akan merutuhkan konteks demokrasi,” paparnya. Suparji Ahmad, Ahli Hukum Pidana Universitas Al Azhar Indonesia menegaskan bahwa marwah adalah sebuah kehormatan dan harga diri. Marwah KPK adalah independen, kredibiltas, transparansi, profesionalitas, dan obyektivitas dimana sekarang ini semua tidak ada. “Kita ingat kasus helikopter dan sprindik bocor, ini ada persoalan pada marwah KPK. Ada nuansa politik sangat kuat dalam penanganan kasus ini yang  menyebabkan marwah KPK hilang,” paparnya. Dalam kasus Formula E kata Suparji, KPK terlihat memaksakan kehendak sehingga sampai sekarang justru tidak jelas, ini bagian dari hilangnya marwah KPK. “Marwah KPK mengalami kelunturan. Semua penanganan kasus selalu dikaitkan dengan politik. Kepala negara, ekskutif dan legislatif harus punya peran dalam menjaga indepenesi KPK. Kalau tidak melakukan pengawasan, KPK akan menari-nari dengan kepentingan politik. Ini harus ada intensitas yang lebih sering mengembalikan marwah KPK. Harus ada langkah kongkret menegakkan hukum. KPK saat ini hanya menjadi sandera politik,” paparnya. Sementara Hamdani, Ahli Keuangan Negara, mantan staf ahli Mendagri menyatakan bahwa KPK saat ini hanya tenar daam kegaduhan. “Dulu penanganan hukum oleh KPK tidak perlu gaduh. Sekarang penuh kegaduhan. Kita bisa lihat poisis Presiden Jokowi dalam menempatkan pimpinan dan dewan pengawas,” paparnya. Khusus Formula E menurut  Hamdani, KPK tampaknya kehabisan akal, perlu dua alat bukti tapi tak bisa membuktikan, salah satu pun. Penanganan Formulas E merpakan perkara terlama dan terpanjang. Ada ketidaksesuaian antara komisioner dan penyidik. Hal senada dikemukakan oleh Soemardjijo, Ahli Keuangan Negara Tipikor. Ia menegaskan bahwa KPK saat ini hanya bikin gaduh. “Sebagai ahli akuntan saya yakin Formul E tidak ada satu rupiah kerugian negera. Semua proses pembuatan sesuai UU 23 tahun 2014 soal Keuangan Negara.   Kalau ada korupsi di Formula E maka Mendagri juga terlibat. Firli tidak melihat kondisi riil di lapagan.” katanya. Soemardjijo mengisahkan bahwa kerja penydikan perlu kehati-hatian. “Di kejaksaan kerja 3 tahun dengan sunyi, bukan gaduh. Setelah BPK melakukan PDTT, baru memberi masukan pada penyidik untuk menjadi tersangka, butuh waktu 6 bulan, baru masuk pengadilan. Ini sekarang semua kok instan,” tegasnya. Sudirman Said, penggagas Masyarakat Transparansi Indonesia menyatakan KPK sekarang sudah tidak kredibel, maka ia menyarankan  untuk dibubarkan. Keberadaan KPK lebih banyak melaiharkan mudarat dari pada manfaat. Lewat KPK diharapkan seluruh penyelengaraan negara bebas dari praktek korupsi. Dulu yang dipilih kasus kasus yang super, yang punya fenomena perhatian publik agar jera. Dalam perjalanan semua mengalami penurunan.  Selama 8 tehaun terakhir, intrumen kontrol mengalami pembusukan. Saat ini kita sangat berbahaya sekali. Tetapi oleh pimpinan politik pura-pura tidak sadar. “KPK segera dibubarkan karena sudah tidak ada unsur idelialistik yang dibanggakan,” tegasnya. Menyitir studi Kompas, Sudiran Said menegaskan bahwa salah satu penentu kredibilitas turun adalah kepemimpinan. Sejak di masa Presiden SBY sudah ada usaha pelemahan KPK. Bahkan terjadi berulang ulang, tapi SBY selalu menolak. Aneh, Presiden Jokowi merestui revisi UU KPK. (sws)

Moeldoko Mengajukan PK untuk Putusan MA Terkait Kudeta Demokrat

Jakarta, FNN - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan Kepala Staf Presiden Moeldoko telah mengajukan peninjauan kembali (PK) untuk putusan Mahkamah Agung (MA) terkait kudeta Partai Demokrat.\"KSP Moeldoko mengajukan PK pada tanggal 3 Maret 2023,\" katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Senin.Dia menjelaskan PK yang diajukan Moeldoko dan Jhoni Allen Marbun di MA, untuk menguji putusan kasasi MA dengan Nomor Perkara No 487 K/TUN/2022, yang telah diputus pada tanggal 29 September 2022.Kata AHY, Moeldoko mengajukan PK dengan mengklaim telah menemukan empat Novum atau bukti baru. Namun, menurutnya bukti yang diklaim KSP Moeldoko itu bukanlah bukti baru. Keempat Novum itu menurut AHY telah menjadi bukti persidangan di PTUN Jakarta, khususnya dalam perkara No.150/G/2021/PTUN.JKT, yang telah diputus, tanggal 23 November 2021 lalu.\"Secara resmi, hari ini, tim hukum kami akan mengajukan kontra memori atau jawaban atas pengajuan PK tersebut. kami yakin, Demokrat berada pada posisi yang benar,\" katanya menegaskan.Sementara itu, kuasa hukum Demokrat Hamdan Zoelva mengatakan telah mempelajari semua dalil-dalil dalam memori PK yang diajukan Moeldoko.\"Kami sudah mempelajari, dalam dalilnya terdapat empat novum yang diajukan, tetapi setelah kami mempelajari dengan seksama, keempat novum itu sudah pernah diajukan dalam sidang di PTUN,\" katanya.Harusnya kata dia, novum atau bukti baru, yang memberikan informasi baru. Dimana jika pada sidang pengadilan pertama diajukan, maka putusannya akan berbunyi berbeda.\"Kami yakin dari aspek hukum, permohonan PK ini tidak memiliki dasar dan secara hukum, harusnya ditolak,\" harapnya.Terpisah, Kepala Staf Presiden Moeldoko mengaku tidak mengurus pengajuan Peninjauan Kembali (MK) terhadap putusan kasasi yang memenangkan Partai Demokrat versi Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).\"Ora ngerti (tidak paham) aku urusannya,\" kata Moeldoko di Gedung Krida Bakti Jakarta pada Senin.(ida/ANTARA)

Apabila Kembali Mangkir, KPK Mengancam Jemput Paksa Dito Mahendra

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengancam akan menjemput paksa Mahendra Dito Sampurno alias Dito Mahendra apabila yang bersangkutan kembali mangkir dari panggilan penyidik lembaga antirasuah tersebut.\"Sesuai dengan mekanisme di dalam hukum, KPK juga dapat menjemput paksa terhadap saksi dimaksud bila kemudian kembali mangkir dari panggilan tim penyidik KPK,\" kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin.Ali mengungkapkan penyidik KPK menjadwalkan kembali pemeriksaan terhadap Dito Mahendra sebagai saksi pada Kamis (6/4) dan mengingatkan kepada Dito untuk kooperatif dan hadir untuk memberikan keterangan kepada penyidik.\"Pada kesempatan ini, kami kembali mengingatkan terhadap saksi ini untuk kooperatif hadir memenuhi tim penyidik KPK,\" ujarnyaAli menerangkan Dito akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tersangka mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi.Penyidik KPK sebelumnya menjadwalkan pemeriksaan Dito Mahendra pada Jumat (31/3), namun yang bersangkutan kembali mangkir dari panggilan penyidik.Dito hanya sekali memenuhi panggilan penyidik KPK, yakni pada Senin (6/2). Saat itu dia juga diperiksa oleh penyidik KPK sebagai saksi kasus dugaan suap dan TPPU untuk tersangka Nurhadi.Saat itu penyidik juga mengonfirmasi soal aset yang berkaitan dengan tersangka Nurhadi, salah satunya terkait dengan kepemilikan satu unit kendaraan roda empat.Nama Dito Mahendra menjadi sorotan publik setelah penyidik KPK menggeledah rumah yang bersangkutan di Jakarta Selatan, pasalnya tim penyidik KPK malah menemukan 15 pucuk senjata api yang sebagian, di antaranya diduga senjata api ilegal.Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menyebut sembilan dari 15 senjata api yang ditemukan dalam rumah milik Dito adalah senjata tanpa izin atau ilegal.Kesembilan senjata api ilegal itu dijadikan barang bukti dalam perkara terkait dugaan pelanggaran tindak pidana Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat  Nomor 12 Tahun 1951.(ida/ANTARA)

Penahanan Rafael Alun Tinggal Menunggu Waktu

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut penahanan terhadap mantan pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Rafael Alun Trisambodo hanya tinggal menunggu waktu. \"Jadi ini kan soal waktu, kapan tahanan atau kapan tersangka itu bisa dilakukan penahanan,\" kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin. Ali mengatakan yang bersangkutan akan ditahan atau tidak akan ditetapkan oleh penyidik berdasarkan alasan subjektif maupun objektif.  Namun, Ali mengatakan penyidik akan mengumumkan status penahanan Rafael sore ini juga.  \"Tentu nanti Tim Penyidik KPK setelah melakukan pemeriksaan akan menganalisis lebih lanjut apakah ada keperluan untuk dilakukan penahanan terhadap tersangka ini,\" ujarnya.  Ali menyebut KPK hampir selalu melakukan penahanan terhadap pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. \"Tetapi yang perlu kami sampaikan, teman-teman tahu bahwa hampir tidak ada yang kemudian dinyatakan tersangka oleh KPK tidak dilakukan penahanan,\" ujarnya.  Diketahui, Rafael Alun Trisambodo hari ini memenuhi panggilan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi.  Rafael tiba di Gedung Merah Putih KPK tepat pukul 10.00 WIB dengan didampingi oleh kuasa hukumnya.  Meski demikian Rafael sama sekali tidak berkomentar soal kedatangannya, yang bersangkutan hanya memberikan gestur salam dan memilih langsung masuk ke Lobi Gedung Merah Putih dan setelah menunggu kurang dari 10 menit, Rafael langsung dipanggil ke Ruang Pemeriksaan di Lantai 2 Gedung Merah Putih.  Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meningkatkan status kasus Rafael Alun Trisambodo ke tahap penyidikan dan menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka.  KPK telah menemukan dugaan pidana korupsi yang dilakukan mantan Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan II itu.  KPK memperkirakan Rafael Alun menerima gratifikasi hingga puluhan miliar rupiah selama periode 2011-2023.  Angka tersebut diperoleh berdasarkan perhitungan penyidik dari alat bukti yang ditemukan penyidik, salah satunya adalah safe deposit box (SDB) milik Rafael.(ida/ANTARA)

DPW PKS Sumsel Dilaporkan Erza Saladin ke Polrestabes Palembang, Diduga Rampas Aset Pribadi Miliknya

JAKARTA, FNN  - Ketua DPW Partai Gelombang Rakyat (Partai Gelora) Indonesia Sumatera Selatan (Sumsel) Erza Saladin melaporkan DPW Partai Keadilan Sejahtera ke Polrestabes Palembang, karena diduga telah melakukan penyerobotan dan perampasan aset pribadi miliknya. Laporan tersebut disampaikan Erza Saladin melalui empat kuasa hukumnya yang diketuai oleh Muhamad Ahsan, S.H pada Minggu (2/4/2023). Kuasa hukum lainnya yang mendampingi adalah Amri Farizal, S.H., M.H. Erwan, S.H dan M. Alwan Pratama Putra, S.H. Adapun aset pribadi milik Erza Saladin yang dirampas DPW PKS adalah dua buah unit ruko dan satu bidang tanah. Dua ruko tersebut, satu asetnya atas nama Erza Saladin dan satu ruko atas nama Muhamamd Tukul. Kedua ruko tersebut yang beralamat di Jalan Demang Lebar Daun Nomor 2599 Kelurahan Bukit  Baru, Kecamatan IB I Palembang, Sumsel yang kini menjadi kantor DPW PKS Sumsel. Sedangkan satu bidang tanah aset Erza Saladin itu atas nama Muhammad Tukul yang terletak di Jalan Demang Lebar Lebar Daun, Kelurahan Bukit Lama, Kecamatan IB I Palembang dengan luas 1.400 meter persegi. \"Kepemilikan aset ini dibeli dari uang pribadi klien kami. Tidak ada dari uang lain dalam hal ini atau pihak lain turut serta membeli kepemilikan aset ini,\" kata Muhamad Ahsan, S.H kepada dalam keterangannya, Senin (3/4/2023). Ahsan mengatakan, DPW PKS Sumsel dilaporkan ke Polrestabes Palembang dengan  pasal 362 KUHP. \"Jadi kami melaporkan DPW PKS Sumsel dengan pasal 362 KUHP, dimana setiap perbuatan mengambil barang milik orang lain dapat dianggap sebagai \'Melawan Hukum\' dan  perbuatan tersebut dilakukan dengan niat jahat, dan kami telah mengadukan tindak pidana tersebut pada November 2022,\" katanya. Sementara terkait pasal 266, kata Ahsan, DPW PKS Sumsel telah mengadukan Erza Saladin ke Polrestabes Palembang, bahwa tiga aset tersebut bukan milik pribadi Ketua DPW Partai Gelora Indonesia Sumsel, melainkan aset DPW PKS Sumsel. \"Jadi klien kita juga diadukan pihak DPW PKS Sumsel dengan pasal 266 di Polrestabes Palembang. Kita melaporkan balik DPW PKS dengan pasal 362 KUHP\" ujar Ahsan yang juga sebagai Ketua Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Bulan Bintang Sumsel ini mengaku sudah mendapat jawaban dari penyidik Polrestabes Palembang, bahwa laporannya akan segera ditingkatkan pada tahap penyidikan pada pekan depan, karena bukti-bukti yang disampaikannya lengkap. Ahsan mengungkapkan, asal mula dugaan perampasan aset milik kliennya berawal ketika Erza Saladin menjadi Ketua DPW PKS Sumsel. Sebagai Ketua DPW PKS Sumsel saat ini, Erza Saladin lantas meminjamkan asetnya sebagai kantor DPW PKS Sumsel tanpa syarat, karena PKS Sumsel tidak memiliki kantor untuk sekretariat operasionalnya. \"Tetapi dalam perjalanan klien kami ini, sebagai Ketua DPW PKS Sumsel tahun 2018, tiba-tiba diberhentikan secara sepihak tanpa prosedur sebagai ketua partai. Maka, wajar kalau kliennya meminta aset yang kini dijadikan Sekretariat  DPW PKS Sumsel agar dikembalikan, tapi pihak DPW PKS Sumsel menolak untuk mengembalikan,\" katanya. Ia menilai DPW PKS Sumsel telah melakukan kezaliman dengan merampas aset milik kliennya, Erza Saladin. Ahsan juga tidak habis pikir, bagaimana PKS yang dikenal sebagai partai Islam penjaga moral umat, justru mengambil dan merampas aset yang bukan milik mereka. \"Ini saya kira adalah bentuk kezaliman yang seharusnya tidak dilakukan oleh DPW PKS Sumsel dan kami sebagai kuasa hukum Erza Saladi, kami akan lawan bentuk kezaliman ini dimanapun dalam koridor hukum yang berlaku,\" katanya. Ahsan mengatakan, usai dipecat dari PKS pada 2018, Erza Saladin kemudian bergabung dengan Partai Gelora pimpinan Anis Matta dan Fahri Hamzah pada 2019. Erza Saladin lantas mendirikan Partai Gelora di Sumsel dan ditunjuk sebagai Ketua DPW. \"Pada tahun 2019 kliennya masuk Partai Gelora dan beliau ditunjuk sebagai Ketua DPW Partai Gelora Provinsi Sumsel. Karena itu, klien kami minta agar aset miliknya yang dirampas DPW PKS Sumsel agar dikembalikan, karena aset tersebut hanya dipinjamkan,\" pungkasnya. (sws)