NASIONAL

Radikalisme, Cadar, Celana Cingkrang, dan Agama Pembebas

Oleh Edy Mulyadi* Jakarta, FNN - "Jihad yang paling utama adalah mengatakan kebenaran di hadapan penguasa zalim.” (HR Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah) *** Harus diakui, penguasa negeri ini telah sukses memberi pekerjaan rumah (PR) kepada rakyat Indonesia, khususnya ummat Islam. Rezim terbukti berhasil mengecoh perhatian publik dengan isu radikalisme, cadar, celana cingkrang, jenggot, dan lainnya. Kita pun dibuat ‘sibuk menari di kendang’ yang ditabuh penguasa. Sedangkan masalah utama negeri berupa ekonomi yang nyungsep dan korupsi brutal, terus melenggang tanpa ada hambatan berarti. Tulisan ini hendak mengingatkan kita semua, lagi-lagi khususnya ummat Islam, lebih khusus lagi para ulama, habaib, kyai, asatidz, dan para tokoh lainnya, bahwa Islam turun sebagai agama pembebas. Ya, Islam yang dibawa sejak Nabi Adam AS hingga Muhammad SAW, adalah agama pembebas. Untuk memeluk Islam, kita hanya diminta berikrar bahwa tidak tuhan selain Allah dan mengakui Muhammad SAW adalah utusanNya. Inilah yang dimaksud dengan agama pembebas. Membebaskan penuhanan atas manusia terhadap manusia lain, agar manusia hanya menuhankan Allah belaka. Karena selain Allah bukanlah Tuhan, dan sama sekali tidak layak serta tidak berhak dipertuhankan. Segala bentuk ketidakadilan dan kezaliman harus dilawan, karena hal itu bentuk lain dari wujud penghambaan manusia atas manusia lainnya. Islam dikenal sebagai agama yang menyandang tugas amar ma’ruf nahi munkar. Menyeru pada kebaikan dan menolak kejahatan, kezaliman, ketidakadilan. Gagal, zalim, tidak adil Indonesia, kini rakyatnya mengalami kezaliman luar biasa. Penguasanya memeras rakyat dengan beraneka pajak dan pungutan. Pejabat publiknya mencuri bahkan merampok sumber daya alam (SDA) dan APBN yang sejatinya milik rakyat. Ini adalah kejahatan, ketidakadilan, dan kezaliman! Penguasa negeri ini gagal menyejahterakan rakyat sebagaimana diawajibkan oleh konstitusi. Mereka gagal melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Negara gagal memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana amanat paragraf ke-4 UUD 1945 kita. Pemerintah gagal menjamin tiap-tiap warga negara memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (pasal 27 ayat 2). Penguasa gagal memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar (pasal 34 ayat 1). Negara gagal menjamin tiap warga negara memperoleh jaminan dan pelayanan kesehatan yang layak (pasal 34 ayat 3). Pemerintah gagal menjamin kemerdekaan berpendapat, berkumpul dan berserikat (pasal 28E ayat3). Yang ada penguasa memberangus hak azasi ini dan menebar teror dengan pasal-pasal karet UU ITE. Konstitusi kita dengan tegas menjamin adanya persamaan kedudukan dalam hukum. Passal 27 ayat (1) menyebutkan, ”Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Tapi apa yang terjadi? Hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Hukum hanya berlaku bagi mereka yang berseberangan dengan penguasa. Sedangkan di hadapan para pendukung dan penjilat kekuasaan hukum menjadi mandul. Penguasa gagal menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu (pasal 29 ayat 2). Bukan cuma itu, rezim bahkan berusaha mengriminalisasi orang-orang yang ingin menjalankan ajaran agamanya. Di era kekuasaannya yang kedua, berbagai pernyataan dan para menteri Joko Widodo menunjukkan rezim ini menjadikan Islam dan ummat Islam sebagai musuh negara. Mengurangi bahkan menghapus anggaran belanja sosial di APBN adalah bentuk ketidakadilan yang nyata. Pada saat yang sama penguasa justru terus menambah pos pembayaran cicilan dan pokok utang yang menghisap rakyat sumber daya negeri ini. Menaikkan harga berbagai kebutuhan dasar, seperti gas, BBM, listrik, dan lainnya di tengah kian beratnya kehidupan rakyat adalah kezaliman yang nyata! Menaikkan premi (ingat, premi; bukan IURAN) BPJS adalah ketidakadilan yang nyata! Mengancam rakyat yang terlambat membayar premi BPJS dengan menghentikan pelayanan SIM, Paspor, mengurus anak sekolah dan lainya adalah kezaliman yang nyata! Membuka pintu lebar-lebar bagi banjirnya tenaga kerja asing adalah kezaliman yang nyata! Terus menimbun utang hingga ribuan triliun, jelas menunjukkan rendahnya kemampuan dan kreativitas penguasa dalam mengelola anggaran. Membuat utang berbunga sangat tinggi dalam jumlah superjumbo adalah ketidakadilan yang nyata! Betapa tidak, bukankah pada akhirnya semua beban itu rakyat yang harus membayar? Pemakzulan Parade kegagalan penguasa tersebut adalah pelanggaran amat serius terhadap amanat konstitusi. Kalau kita mau tegas, rentetan kegagalan itu sudah lebih dari cukup jadi alasan untuk memakzulkan presiden sebagai pimpinan eksekutif tertinggi. Bukankah dalam sumpahnya setiap presiden yang dilantik berjanji akan mematuhi serta menjalankan konstitusi dan UU dengan selurus-lurusnya? Jadi, perkara menghentikan presiden (dan wakil presiden) di tengah masa jabatannya bukanlah makar, seperti yang jadi koor andalan rezim ini. Memakzulkan presiden adalah konstitusional. Silakan baca pasal 7a UUD 1945 kita. Persoalan persayaratan dan prosedurnya dibuat rumit-ruwet hingga nyaris mustahil, ini hal lain lagi. Jadi, sekali lagi, berhentilah kita ikut kendang penguasa tentang radikalisme, cadar, celana dan cingkrang. Ini adalah isu murahan untuk mengalihkan fokus rakyat terhadap kegagalan penguasa di bidang ekonomi dan pemberantasan korupsi. Kepada para ulama, habaib, kyai, dan tokoh ummat, ganti tema-tema ceramah anda dengan ketidakadilan dan kezaliman penguasa yang terpampang di depan mata. Ingatkan ummat, bahwa uang yang dikorupsi adalah milik rakyat. Cerahkan pemahaman publik, bahwa SDA yang dirampok secara brutal oleh para pejabat publik itu milik rakyat dan warisan bagi generasi masa datang. Karenanya, semua itu harus dilawan! Islam mengajarkan, bahwa mempertahankan harta yang dirampas adalah hak setiap individu dan suatu tindakan mulia. Mati karena mempertahankan harta dinilai sebagai mati syahid. Allah janjikan masuk surga tanpa hisab, in sya Allah. Membaca shalawat atas Rasulullah SAW itu penting. Kita wajib melakukannya. Allah dan para malaikat pun bersahalawat kepada nabi Muhammad SAW. Berzikir kepada Allah, baik sendiri-sendiri maupun berjamaah, itu penting. Kita harus melakukannya. Memperingati Maulid Nabi itu penting, dan kita boleh melakukannya. Tapi berjihad memberantas kezaliman dan ketidakadilan juga lebih penting. Berjuang merebut hak-hak rakyat yang dirampas itu sangat penting. Jihad menegakkan agama Allah, membebaskan penuhanan manusia atas manusia lain jauh lebih penting. Jadi, tidak tepat lagi kita mengatakan kepada ummat dan rakyat, kalau ada pejabat korupsi, biarlah itu urusan dia. Dia berdosa dan kelak akan mendapat siksa dari Allah. Begitu juga dengan jika penguasa yang zalim dan sewenang-wenang, tidak bisa lagi dengan semata-mata itu urusan privat yang bersangkutan dengan Allah. Urusan kepemimpinan, apalagi bernegara, adalah urusan publik. Kezaliman dan ketidakadilan penguasa wajib diluruskan. Risiko? Pasti ada. Sebagai pendakwah, risiko terdekat adalah tidak diundang lagi berceramah. Jika sudah punya agenda rutin, kemungkin jadwal dicoretnya jadwal kita di masjid atau kantor tersebut. Risiko lainnya, kita akan berhadapan dengan penguasa. Ini lebih besar dan lebih berat ketimbang risiko pertama. Sangat mungkin akan ditangkap, dipenjara, bahkan nyawanya dihilangkan. Tentu saja, kita sama sekali tidak berharap akan mengalaminya. Namun inilah risiko dakwah yang harus ditapaki setiap pelakunya. Inilah jalan dakwah para nabi, termasuk nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang mulia. Itulah sebabnya, Rasulullah SAW bersabda, seperti di pembuka tulisan ini. “Jihad yang paling utama adalah mengatakan kebenaran di hadapan penguasa zalim.” Bagaimana? [*] Jakarta, 11 November 2019 *) Edy Mulyadi, Sekretaris Jenderal GNPF-Ulama

Jangan Ragukan ke-Islaman Kapolri Idham Azis

Jujur harus diakui, belum pernah ada calon Kapolri di negeri ini, yang ketika menjalani fit and proper test di Komisi III DPR, mau mengutip ayat-ayat Al-Quran seperti yang dilakukan Bang Idham Azis. Itu artinya, Al-Qur’an bakal dijadikan sebagai panduan, sandaran nilai dan moral dalam memimpin kelembagaan Polri selama satu satu tahun dua bulan ke depan. By M. Naufal Dunggio Jakarta, FNN - Akhir-akhir ini viral di medsos tetang jejak digital Kapolri Baru Jendral Polisi Drs. Idham Azis. Lengkap dengan segala bumbu masaknya. Yang intinya meragukan komitmen beliau dalam memimpin Polri yang diucapkan pada saat fit and proper test beberapa hari lalu. Terlebih lagi keraguan publik tentang sikapnya kepada umat Islam. Ucapan dan sikap beliau tentang radikalisme yang sangat cukup membawa angin segar bagi umat Islam. Jangan hanya dianggap sebagai liv service belaka. Jangan juga hanya dengan dimunculkan jejak digital yang menyudutkan beliau. Seakan-akan dengan jejak digital tersebut, ingin mengabarkan pada publik bahwa ke-Islamannya dan perhatian pada umat Islam patut diragukan. Sebagai anak Sulawesi, bang Idham (panggilan akrabnya) seperti layaknya anak-anak di pulau Sulawesi pada umumnya, tidak ada yang bodoh tentang pelajaran agama Islam. Para orang tua kampung di Pulau Sulawesi, selalu mendidik anak-anaknya agar bisa dan lancar dalam membacakan Al-Qur’an sampai khatam Juz 30 atau Juz Amma. Setelah itu, harus memahami pelajaran agama Islam. Jangan coba-coba sehabis shalat magrib, anda tidak ikut mengaji di surau, mushollah atau di rumahnya para guru mengaji. Kalau sampai anda tidak mengaji, dipastikan kayu sepanjang satu meter atau ikat pinggang siap-siap melayang di kaki atau pantat. Bagitulah kerasnya didikan para orang tua tentang pentingnya mengaji. Aib bagi keluarga bila ada anaknya yang tidak bisa mengaji. Anak-anak Sulawesi, biar badung dan nakal, namun mereka pada umumnya tetap saja pintar-pintar pengetahuan agamanya. Pintar mengaji juga menjadi kewajiban, walaupun mereka bukanlah ustadz atau guru mengaji. Sehingga walaupun bergeser dalam pergaulan saat sudah besar, mereka tetap saja kokoh dalam mempertahankan nilai dan moral agama. Semua itu bisa terjadi, karena anak Sulawesi dididik oleh orang tuanya dengan nilai-nilai agama Islam sejak kecil. Tidak mengherankan kalau mereka bisa menunjukkan kelasnya, bahwa mereka memang mengerti tentang ajaran agama Islam. Mengerti yang diajarkan di kampung sewaktu kecil. Apalagi kalau sekarang ini, kedua orang tuanya masih hidup. Bapak atau ibu, atau kedua-duanya pasti sangat dimuliakan. Kedua orang tuanya pasti sangat dijunjung tinggi kehormatannya. Karena anak tersebut pasti akan kembali ke jalan yang Allah inginkan. Walaupun, menurut pandangan orang lain, agak kelam pejalanan hidupnya. Kondisi seperti inilah yang juga terjadi pada Kapolri baru Idham Azis. Kalau beliau tidak pernah mengaji atau ta'lim sejak kecil, mana mungkin ketika mengikuti fit and proper test di Komisi III DPR, fasih dalam mengutip Al-Qur’an, Surat Yasin, Ayat 65. Yang artinya, "pada hari ini Allah menutup mulut kita, dan tangan kita yang berbicara, dan kaki kita menjadi saksi terhadap apa yang dikerjakan semasa hidup kita". Subhanallah. Ayat ini kalau dibaca oleh para imam di waktu shalat maghrib, isya atau subuh, biasanya suka bergetar suara sang imam. Suasana ini biasanya diikuti dengan tangisan akibat dahsyatnya pengaruh ayat ini. Orang kalau tidak meresapi ayat ini, mana mungkin mau dijadikan acuan dalam menjalankan amanah Allah di muka bumi. Penyanyi sekelas almarhum Chrisye saja tidak bisa mengulangi ayat ini untuk kedua kalinya. Perintiwa itu terjadi saat Chrisye melakukan rekaman, dengan menyanyikan lagu yang ditulis oleh penyair top Taufik Ismail, dengan mengambil syair dari Ayat 65 Surat Yasin ini. Badannya Chrisye bergetar dan menggigil, saat meresapi syair-syair yang diambil dari Surah Yasin tersebut. Bang Idham, dengan lisannya sudah menyampaikan kepada kita bangsa Indonesia, bahwa dia akan memimpin institusi Polri sesuai dengan nafasnya Ayat 65 Surat Yasin tersebut. Suatu pernyataan mungkin saja langka untuk ukuran modern dan melanial sekarang. Namun itulah fakta yang bisa kita saksikan dan dengan belum lama ini dari mulutnya bang Idham Azis. Jujur harus diakui, belum pernah ada calon Kapolri di negeri ini, yang ketika menjalani fit and proper test di Komisi III DPR, mau mengutip ayat-ayat Al-Quran seperti yang dilakukan Bang Idham Azis. Itu artinya, Al-Qur’an bakal dijadikan sebagai panduan, sandaran nilai dan moral dalam memimpin kelembagaan Polri selama satu satu tahun dua bulan ke depan. Soal nantinya beliau tidak menempati janjinya atau mengingkari sendiri ucapannya, itu urusan Pak Kapolri Idham Azis dengan Ilahi Rabbi. Namun yang jelas beliau telah menunjukkan kepada kita, siapa dirinya yang sebenarnya. Untuk jangan lagi kita meragukan ke-Islamannya. Beliau pasti akan mempertanggung jawabkan jabatannya sebagai Kapolri bukan hanya di hadapan manusia. Namun di hadapan pengadilan akhirat kelak. Begitulah kira-kira begitu pesan yang ingin disampaikan oleh pak Kapolri dengan mengutip Al-Qur’an, Surat Yasin ayat 65 tersebut, ketika menjalani uji kalayakan dan kepatutan di Komisi III DPR. Bang Idham Azis adalah sosok anak Sulawesi pertama yang menjadi orang nomor satu di tubuh Polri. Semoga saja dia menjadi acuan yang bagus, dan indah ke depan. Menjadi teladan untuk bagi adik-adik dari Indonesia Tengah dan Timur. Menjadi teladan juga bagi adak-adiknya di polisi. Paling kurang Polri ketika di tangan Jendral Idham Azis bisa tampil lebih soft di masyarakat. Semoga Polri ke depan lebih manusiawi kepada rakyat dan umat Islam, yang menjadi pemegang saham utama institusi Polri. Polisi yang lebih bermartabat dalam mengamankan NKRI kita. Untuk itu, hanya kepada Allah jualah kita berserah diri. Selamat bekerja Bang Idham. Semoga saja, Allah SWT selalu melindungimu, merahmatimu dan menuntunmu. Penulis adalah Aktivis dan Ustadz Kampong

Jangan Dzalimi Umat Muhammad SAW Dengan Jabatan, Nanti Tersiksa

Belajarlah dari Mustafa Kemal Attaturk. Presiden Turki yang berkuasa tahun 1924-1947 itu sudah merasakan penyiksaan di dunia. Dimana jasadnya mantan mantan Presiden Mustafa Kemal Attaturk tidak diterima oleh bumi untuk dikuburkan dalam tanah. Akibatnya, jasadnya hanya ditaruh di atas bukit. Jasad Mustafa ditaruh di atas tumpuan bebatuan, dan kemudian ditutup lagi dengan batu. By M. Naufal Dunggio Jakarta, FNN - Suatu ketika dikala Nabi Muhammad SAW lagi duduk dengan sahabat-sahabatnya, kemudian beliau berkata "aku rindu dengan saudaraku". Para sahabat bertanya, bukankah kami saudaraku. Rasulullah SAW menjawab, “kalian bukan saudaraku, te tapi kalian adalah sahabatku. Saudaraku itu adalah mereka tidak pernah melihatku, tetapi mereka beriman kepadaku. Ini artinya sebelum umat Muhammad SAW itu lahir ke dunia, kita-kita yang ngaku Islam sekarang ini, sudah dirindukan oleh Rasulullah SAW. Bigitulah gambaran betapa cintanya Rasulullah SAW kepada umatnya. Dari 25 Nabi dan Rasul, hanya Nabi Muhammad SAW yang selalu ingin bersama-sama dengan umatnya sampai hari kiamat nanti. Bukan itu saja. Bahkan saat menghadapi sakratul maut sekalipun, Rasulullaah SAW tidak bertanya tentang anaknya. Tidak juga bertanya tentang istrinya, apalagi hartanya. Tidak ada permintaan apa-apa kepada malikat Jibril dan malaikat Izrail yang menjemput nyawanya selain menyebut dan memanggil-manggil umatnya. Lebih dari sekali Rasulullaah SAW dengan menyebut-nyebut ummatii, ummatii, ummatii. Betapa cintanya Nabi Muhammad SAW kepada umatnya. Maka tidaklah berlebihan bila di bulan kelahirnnya ini, kita menyampaikan shawalat kepada Rasulullaah SAW. Allahumma Shallii 'Alaa Muhammad. Sekarang ini ada semacam koor berssama yang menyakitkan dan melukai perasaan bagi umat Islam Indonesia. Padahal umat Islam Indonesia adalah pemegang saham utama kemerdekaan negeri ini. Koor itu memang sengaja diciptakan oleh penguasa negeri. Mereka ramai-ramai berteriak tentang “radikalisme dan anti khilafah”. Dengan sasaran yang dituju adalah umat Islam. Walaupun Kapolri Jendral Idham Azis sudah menegaskan bahwa radikalisme tidak boleh ditujukan pada umat Islam. Sayangnya para pejabat pemerintah yang gila dengan jabatan, masih tetap saja asyik dan masyuk dengan isu radikalisme itu. Karena isu radikalisme masih sexy, sesexy wanita-wanita Pekerja Seks Komersial di Alexis yang sudah ditutup Gubernur Anis Baswedan itu. Para pejabat pemerintah, tolong jangan diterusin upaya-upaya untuk menyiksa hati dan perasaan Umat Islam yang mendirikan negeri ini. Hukumannya nanti sangat berat, baik hukuman di dunia maupun akhirat nanti. Selain itu, umat Islam yang tadinya tidak radikal, bisa berubah menjadi radikal benaran Belajarlah dari Mustafa Kemal Attaturk. Presiden Turki yang berkuasa tahun 1924-1947 itu sudah merasakan penyiksaan di dunia. Dimana jasadnya mantan mantan Presiden Mustafa Kemal Attaturk tidak diterima oleh bumi untuk dikuburkan dalam tanah. Akibatnya, jasadnya hanya ditaruh di atas bukit. Jasad Mustafa ditaruh di atas tumpuan bebatuan, dan kemudian ditutup lagi dengan batu. Jangan juga menganggap remeh-temeh soal Khutbah Jumat yang tidak lagi membaca shalawat. Itu bukan persoalan khilafiyah, tetapi sebuah kesengajaan. Kalau tidak mau dibilang jahil, bodoh dan dungu. Sebab itu bentuk lain dari upaya menghilangkan jejak Nabi SAW dalam kehidupan kaum muslimin. Musuh-musuh Allah bersama kaum munafikun di dalam Islam, rupanya tidak henti-hentinya, satu kali dua puluh empat jam mengintai dan muslimin. Setelah berupaya dengan segala cara untuk dijauhkan dari agamanya. Umat Islam mau dijauhkan dari Allah dan Rasul-Nya. Dengan kekuasaan yang mereka miliki saat ini, memudahkan mereka berbuat apa saja. Kapan saja dan dimana saja bisa mendzalimi umat Islam. Jangan dikira umat Islam akan takut. Salah besar kalau punya anggapan dungu seperti itu. Sebab umat Islam semakin kuencang kalian tekan, maka semakin kuencang juga perlawanannya untuk menghancurkan kekuasaan kalian. Tidak ada dalam sejarah, penguasa yang dzalim kepada Umat Islam, dia bisa hidup dengan tenang sambil berlenggang kangkung. Yang telah terjadi malah sebaliknya. Bagi penguasa yang dzalim, hidup kalian bakal klar dalam merintih kesakitan yang panjang sekali. Anda dan keluarga anda akan merana tersiksa sepanjang hidup kalian. Apalagi jika hobbymu dengan kekuasaan yang di tanganmu, hanya untuk menyakiti umat islam dan agamanya. Bumi bakal muntah dan marah menerima bangkaimu tidur diatas punggungnya. Maka berhentilah memusuhi Umat Islam. Gak bakal kuat dikau melawan Umat. Bakal modar kau dalam keadaan hina dina nanti. Jadilah abdi negara yang baik. Abdi negara Yang membahagiakan rakyatnya. Insya Allah, Allah akan bantu kekuasaanmu. Namun kalau anda ingkar, maka tunggulah ketentuan Allah pada kalian. Hanya kepada Allah jualah kita berserah diri. Selamat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Allhumma Shallii 'Alaa Muhammad. Penulis adalah Utazd Kampong

Jika Anies Yang Lempar Botol Air Itu ke Lapangan

Kejadian pelemparan itu sayangnya dilakukan oleh Gubernur Kalteng. Coba bayangkan, kalau saja kejadian tersebut dilakukan oleh goodberneeer Indonesia Anies Baswedan. Wah pasti ngga bisa tidur deh para politisi ingusan yang dungu bin togog dari Partai Syaiton dan Iblis (silahkan disingkat saja sendirilah) sudah bereaksi berjamaah. Dipastikan mereka beramai-ramai akan membully Bang Anies selama tujuh siang tujuh malam, dikali tujuh lagi. Oleh M. Naufal Dunggio Jakarta, FNN - Lagi ramai di media sosial Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran melempar botol dari arah tribun VVIP ke tengah lapangan. Saat itu sedang terjadi pertandingan sepakbola antara Kalteng Putra melawan Persib Bandung. Posisi score ketika itu dimenangkan oleh Persib Bandung. Akibatnya Pak Gubernur Sugianto Sabran pun kuciwa berat, karena keseblasan kesayangan masyarakat Kalimantan Tengah kalah. Entah karena emosi atau tidak. Sadar atau tidak sadar, namun terlihat dengan jelas di video yang beredar di media social, Pak Gubernur Kalimantan Tengah sedang melemparkan sebotol air ke arah tengah lapangan. Lemparan tersebut, spontasn diikuti oleh penonton. Kajadian tersebut mangkibatkan pihak keamanan harus bekerja ekstra keras. Sehingga Pak Kapolresta Palangkaraya harus turun langsung ke tengah-tengah lapangan. Pak Kapolres meminta agar penonton menghentikan pelemparan tersebut. Aksi Pak Kapolres dengan aparat kemanan ini, rupa-rupanya tidak bisa diterima oleh Pak Gubernur Sabran. Pak Gubernur marah kepada Pak Kapolres. Pak Gubernur Sugianto tidak suka ditegur sama Kapolres, sehingga dia turun dari tribun memarahi Kapolres. Sayang sekali ya. Kenapa Pak Kapolres tidak gelandang dia Gubernur Sugianto Sabran ke kantor polisi yaa? Dan Pak Kapolres perlu tahan Gubernur Sabran barang satu atau dua hari saja dulu. Bagaimana rasanya seorang Gubernur tidur di kantor polisi. Kayak polisi yang suka menangkap para mahasiswa kalau melakukan pelemparan jika sedang demonstrasi. Kejadian pelemparan itu sayangnya dilakukan oleh Gubernur Kalteng. Coba bayangkan, kalau saja kejadian tersebut dilakukan oleh goodberneeer Indonesia Anies Baswedan. Wah pasti ngga bisa tidur deh para politisi ingusan yang dungu bin togog dari Partai Syaiton dan Iblis (silahkan disingkat saja sendirilah) sudah bereaksi berjamaah. Penulias pastikan mereka beramai-ramai akan membully Bang Anies selama tujuh siang tujuh malam, dikali tujuh lagi. Mereka, para pembenci Bang Anies tidak bisa tidur-tidur. Kalaupun mereka tidur pun, tidak bakalan bisa nyanyak. Mereka, sepanjang siang dan malam 1 x 24 jam secara bergantian menjaga dan memantau terus kinerja Bang Anies. Kapan saja selalu dicari-cari, damana saja salahnya Bang Anies? Tampaknya uang yang digelontorkan oleh sang Opung cukup besar untuk menghajar Bang Anies. Targetnya, supaya Bang Anies keok dan modar sebelum Pilpres tahun 2024 nanti. Contohnya uang biaya aibon dan pulpes yang ramai di media sosial itu. Mereka jadinya melototin terus kinerja Bang Anies. Melototin kesalahan Bang Anies itu ada duitnye. Itu kan kagak gratis. Bayangkan saja. Masak anggota DPRD DKI bisa langsung meributkan anggaran yang baru direncanakan. Anggarannya saja belum dibahas oleh DPRD. Sampai-sampai politisi muda dari PDIP yang bekas penyanyi cilik Tina Toon dengan lagu bolo-bolanya berkomentar pedes. “Boleh jadi bodoh, tapi jangan sampai jadi dungu permanen dong. Bikin malu lembaganya sendiri yang terhormat”. Kebencian kepada seseorang dikarenakan dendam kesumat, plus dibayar agar dendam itu tetap terpelihara sama sekali tidak mengenakkan. Bayangkan, orang yang dibenci tersebut tetap saja tersenyum dan tidak membalas. Dia juga tidak pernah marah. Sebaliknnya, dia menunjukkan kinerja yang sangat positif untuk kemashlahatan warga dan kotanya. Mending dinilai buruk, tetapi hasil kerjanya baik, dari pada dinilai baik tapi hasil kerjanya hancur-hancuran. Itulah motto dari Bang Anies. Dan motto ini membikin para politisi ingusan ini menderita batin, sampai pantat jadi ireng. Masih ada tiga tahun lagi penderitaan ini akan mereka alami. Kelihatannya, duit dari Opung susah bisa mereka nikmati, walau duitnya tak berseri. Duit itu akan membiayai otak dan hati mereka di rumah sakit, karena kraaam nggak bisa menemukan kesalahan Bang Anies dalam menakhodai Jakarta. Menuju pulau yang indah, yang menjadikan maju kotanya dan bahagia warganya. Kacuali warga di partai syaitan dan iblis. Saking banyak itu duit dikeluarin oleh si Opung, ada dosen Universitas Indonesia yang menjadi togog permanen. Baru kali ini di UI ada dosen jadi bloon setengah mampus. Menghina Bang Anies dengan membuat gambar Joker, dengan wajah goodberneer Indonesia. Dan dia bangga bikin seperti itu karena dia merasa kebal hukum walau sudah banyak laporan yang masuk ke polisi. Ah belum aja kau kena apes Ade Armando. Ini istidraj buat kamu. Ada suatu waktu sebelum kau mati, kau akan merasakan bagaimana perih dan pedihnya hukuman penghinaanmu pada agamamu. Pada manusia seperti pak Prabowo dan Bang Anies. Termasuk kepada yang lain. Semoga kita semua umur panjang, dan bisa menyaksikan itu. Tidak ada daun kering yang jatuh ke bumi lepas dari perhatian Ilahi Rabbi. Kita tinggal tunggu tanggal mainnya. Lambat atau cepat itu pasti terjadi. Semoga kita bisa menyaksikannya sebagai bahan i'tibar dan pembelajaran bagi hidup kita dan anak cucu kita. Hanya kepada Allah jualah kita berserah diri.

Cadar, Cingkrang dan Kebangkitan Peradaban Islam

Melihat gejala atau fenomena ini, sebenarnya apa dan siapa yang dirugikan dari kebangkitan peradaban Islam di Indonesia sih? Peradaban Islam, selain menentang dominasi kapitalisme, juga menentang sisi negatif liberalisme kehidupan. Seperti free sex, homosexual, pornografi, dan sejenisnya. Oleh Dr. Syahganda Nainggolan Jakarta, FNN - Presiden Jokowi bereaksi menanggapi pandangan dan pernyataan Din Syamsudin, Rizal Ramli, dan lain lain tentang radikalisme. Terkahir adalah Said Aqil Siraj beberapa hari kemarin. Reaksi Presiden Jokowi ini telah meruntuhkan agenda aksi Jokowi terkait pemusnahan radikalisme. Jokowi langsung meralat istilah radikalisme yang terlanjur menjadi perbincangan hangat umat Islam. Radikalisme diganti Jokowi dengan "manipulator agama". Masih di bulan yang sama, akhir Oktober lalu, perintah Jokowi kepada Menteri Agama tentang radikalisme. Namun kemudian dia mencoba untuk menganulirnya sendiri. Pemimpin, seperti Jokowi, cenderung tanpa pengetahuan yang cukup tentang narasi besar bangsa ini ke depan. Merasa gampang memainkan kata-kata, yang konsepnya, hanya bisa dipahami melalui kajian yang dalam atas konsep dan definisi tersebut. Akibatnya, kata radikalisme itu, harus ditarik kembali. Sayangnya, Menteri Agama Fahrul Rozi asal ngerocos. Merasa mendapatkan tugas, sudah bergerak lebih cepat. Sebelum adanya penganuliran sendiri. Dia sudah menterjemahakan sendiri radikalisme itu kepada simbol. Seperti cingkrang (celana yang dipake sampe batas bawah lutut, dan di atas tumit) dan cadar (berjiblab dengan ikut menutup wajah kecuali mata). Menteri Agama mengatakan, pegawainya yang pake cingkrang dilarang masuk kantor, alias keluar dari pegawai negeri. Meskipun Menteri menganulir lagi, bahwa itu bukan pelarangan. Hanya sebagai rekomendasi. Namun giliran Wakil Menteri Agama yang harus menunjukkan loyalitasnya. Lebih bersikp estrim. Wakil Menteri melarang penggunaan cadar dan cingkrang di lingkungan Kementerian Agama. Pekerjaan Menteri Agama yang “membreak down" radikalisme kepada simbol berpakaian merupakan kemajuan besar. Ini juga sangat luar biasa. Meskipun sikap itu dilakukan dengan terburu-terburu. Sebab akibatnya adalah salah. Setelah itu menganulisnya sendiri. Clifford Geertz dalam "Religion as a cultural system", 1993, mengetengahkan pentingnya memperhatikan simbol dalam sebuah konsep budaya. Simbol menurutnya, merupakan alat atau metoda manusia berkomunikasi, mengembangkan pengetahuan dan sikap dalam kehidupan. Agama menurut Geertz adalah "a system of symbols". Menurutnya, simbol agama, merupakan kode atau "bahasa isyarat" keterhubungan antara manusia. "a symbolism relating man's sphere of existence to a wider sphere within which it is conceived to rest, that both the affirmation and denial are made". Cadar dan Cingkrang merupakan dua simbol pakaian muslim yang berkembang di Indonesia saat ini. Cadar merupakan varian hijab seperti berselendang di masa lalu dan jilbab saat ini. Cingkrang sendiri merupakan ajaran agama Islam yang menutup aurat lelaki. Variasi penafsiran penutupan ini sampai di bawah lutut, dan di atas mata kaki. Namun sebagiannya tidak mengharuskan batas bawah tersebut. Disamping cingkrang, trend ummat Islam di Indonesia saat ini adalah gamis, serta sebagiannya menggunakan (lagi) sarung. Lalu apakah cadar dan cingkrang dua buah simbol kejahatan? Simbol iblis? Ataukah keduanya simbol kesalehan? Geerzt yang menekankan simbol dalam kajian budaya tentu terkait dengan "symbol" dan "meaning" dalam pendekatan "symbolic-interactional", gang dikembangkan para sosologi, khususnya Max Weber. "Meaning" atau makna dari simbol penting untuk melihat sejauh apa interaksi sosial akan berjalan baik. Jadi pertanyaan di atas harus mampu membongkar makna dari simbol cadar dan cingkrang tersebut. Beberapa tahun lalu penggunaan cadar di eropa dilarang. Denda diberlakukan terhadap wanita muslim yang menggunakan cadar di beberapa area tertentu atau kantor publik. Ketidaksukaan masyarakat barat terhadap symbol-simbil yang berasosiasi dengan Islam dapat ditarik jauh dalam sejarah permusuhan Kristen dan Islam di masa lalu. Pembantaian 50 orang jemaah Masjid beberapa waktu lalu di Christchurch, New Zealand, misalnya sebagai bagian dari ketiksukaan orang-orang barat. Karena terdapat jejak digital. Pembunuhnya terinspirasi kelanjutan perang Salib terhadap ummat Islam. Disamping konflik Kristen vs. Islam di era pertengahan lalu, membuat kapitalisme barat, yang non agama juga mempunyai permusuhan kepada Islam. Ketidaksesuaian konsep mereka dengan pandangan Islam soal peradaban. Sebab, kolonialisme barat terhadap negara-negara Islam menghadapi perlawanan konsisten dari organ perjuangan Islam. Islam di barat, sebagai agama migran disana. Islam harus beradaptasi dengan peradaban barat tersebut. Beberap pengusaha keturunan arab di Prancis dan Belgia, misalnya, meski membayar berapapun denda yang dikenakan kepada perempuan muslim terkena denda. Itu sebagai bentuk empati. Namun, akan sampai kapan pelarangan cadar ini? Belum diketahui. Indonesia, kesadaran baru ataupun "invention atau redefinition” atas penutupan aurat wanita dalam Islam sangat gencar dilakukan sejak era tahun 1980-an. Mun'im Sirry, orientalis liberal dari Notre Damme University of USA, yang membiayai 7 riset terkait agama di Indonesia saat ini, menyatakan bahwa kesadaran berhijab ini merupakan "silent revolution" selama puluhan tahun. Kesadaran yang didukung juga oleh fashion industry. Silent revolution karena hal itu ketika disadari, ternyata telah berlangsung dengan dominan. Bercadar sendiri adalah konsep berhijab yang bukan hanya menutup seluruh tubuh, kecuali tangan dan wajah. Namun bercadar hanya membiarkan mata saja yang boleh terbuka buat wanita di ruang publik. Varian penafsiran soal hijab di kalangan ulama, meskipun mayoritas menganggap berhijab dengan jilbab adalah sesuai perintah agama. Sedangkan cadar sebagai bentuk ekstrim, atau berlebihan. Namun kesalehan orang-orang yang bercadar tidak dapat dikecilkan. Konsep berhijab atau menutup aurat bagi wanita bukanlah kepentingan wanita itu sendiri, namun merupakan bagian konsep keluarga. Konsep keluarga bagi wanita, yang selama ini mengambil peran (agency) membesarkan anak-anaknya, ketika suaminya fokus di luar rumah mencari nafkah. Dengan berhijab, wanita dapat melindungi dirinya dari pergaulan terbuka. Juga memberi pesan nyaman kepada suaminya yang terpisah sepanjang hari. Penutupan wajah kecuali mata dan tangan, atau bercadar, merupakan tindakan wanita yang dapat difahami dalam perluasan atau ekstensi kenyamanan wanita dan keluarganya tersebut. Jika penafsiran agama yang mereka yakini hal ini pula sebagai hijab yang sempurna, tentu kita harus mengapresiasi hal tersebut. Sebagai bentuk kesalehan wanita Indonesia, sesuai sila pertama Pancasila. Islam di Indonesia, adalah ajaran utama yang menaungi 80% penduduknya. Jika di barat Islam adalah pendatang, maka di Indonesia Islam adalah tuan rumah. Sehingga menjadi ganjil rasanya orang-orang bercadar dan bercelana cingkrang dianggap "outsider". Bukannya dilindungi dan dimanjakan oleh kekuasaan yang ada. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Kebangkitan Peradaban Islam Vedi Hadiz, professor sosiologi dari Melbourne University dalam wawancaranya dengan Balairung Press, selain mengkhawatirkan populisme Islam ditunggangi oligarki pemilik modal. Profesor Vedi juga menunjukkan vacumnya narasi kelompok sosialis kiri dalam menjawab ketidak adilan sosial yang menganga saat ini. Sebelumnya, dalam riset yang komprehensip tentang “Populisme Islam di Indonesia dan Timur Tengah", Hadiz yang melakukan pendekatan Socio-history dan political-economy, memperlihatkan kebangkitan Islam di Indonesia menjadi suatu fakta. Tingginya semangat masyarakat untuk kembali dan mengamalkan Islam itu adalah nyata. Kenyataan ini berbeda dengan di bawah Turki dan Mesir. Yang ukurannya adalah pencapaian penguasaan kapital oleh orang-orang Islam. Namun, riset Hadiz tentang populisme Islam dan Mun'im Sirry tentang "contending modernity" untuk "peaceful co-existence" menunjukkan bahwa kebangkitan Islam di Indonesia sudah tidak dapat dihancurkan lagi. Kebangkitan Islam di Indonesia mempunyai rentang, dari upaya mendominasi kultur, melawan neoliberalisme barat dan ketidakadilan social. Selain itu, mendorong demokrasi tetap berkembang sebagai sistem politik. Cadar dan cingkrang merupakan simbol kultural dari kesalehan warganegara. Sedangkan demokrasi, partisipasi politik ummat Islam dalam pemilu bersifat total. Melihat gejala atau fenomena ini, sebenarnya apa dan siapa yang dirugikan dari kebangkitan peradaban Islam di Indonesia sih? Peradaban Islam, selain menentang dominasi kapitalisme, juga menentang sisi negatif liberalisme kehidupan. Seperti free sex, homosexual, pornografi, dan sejenisnya. Kontestasi symbol-simbol dan narasi Islam versus sisi negatif liberalisme terus berlangsung. Jadi kebencian terhadap kebangkitan peradaban Islam berpusat pada kapitalisme dan ajaran negatif liberalisme itu. Namun, negara sebagai wakil dari sebuah "kontrak sosial", harus pertimbangkan keinginan dominan dalam masyarakat, khususnya jika tidak bertentangan dengan Pancasila. Penutup Cadar dan cingkrang merupakan simbol yang merepresentasikan budaya kesalehan dalam Islam. Kesalehan sendiri merupakan hak-hak dasar manusia yang diyakini sebagai "system of belief" yang sakral. Negara harus mengapresiasi kesalehan seseorang jika tidak mengganggu sistem kepercayaan terhadap arus utama masyarakat. Radikalisme yang diartikan negatif, lalu diterjemahkan dalam simbol cadar dan cingkrang sudah melampaui batas negara mencampuri kehidupan masyarakatnya. Negara, sebagai bagian dari konsensus kontrak sosial bukan mempunyai hak tak terbatas mengatur rakyatnya. Pemerintah harus membuang isu cadar dan isu cingkrang dari keinginan negatif. Negara tidak perlu terlalu jauh mencoba “mengexercise" kekuasaannya. Tidak lagi pada tempatnya, Sebaiknya narasi ke depan disesuaikan dengan agenda "peaceful co-existence" antara ummat Islam dan kekuatan sosial lainnya. Dalam setting agenda persatuan nasional dan tentunya "shared prosperity". Jika tidak, situasi kebangsaan kita akan terus kacau. Kita hanya menjadi mangsa ekploitasi imperium asing. Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle

Menteri “Bernoda” Korupsi (3): Zainudin Amali dan Wisnu Trenggono?

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Dua nama lainnya yang “bernoda” korupsi adalah Menpora Zainudin Amali dan Wamenhan Wisnu Sakti Trenggono. Zainudin Amali, politisi Partai Golkar, termasuk salah seorang yang dipanggil Presiden Joko Widodo sebelum ditetapkan sebagai menteri. Setelah itu, Rabu (23/10/2019), Zainudin Amali ditunjuk sebagai Menpora menggantikan Imam Nahrawi yang tersangkut skandal korupsi di Kemenpora dan kini diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta. Ia punya pengalaman di organisasi kepemudaan. Menurut Presiden Jokowi, sebagai Menpora, Zainudin Amali juga bertugas di kewirausahaan pemuda, sport industry dan sport tourism, “RUU Sistem Keolahragaan Nasional dan perbaiki peringkat SEA Games,” pesan Presiden Jokowi saat pengumuman. Sebelum menjabat Menpora, Zainudin Amali tercatat sebagai Ketua Komisi II DPR RI dari Golkar. Bagaimana dengan Wamenhan Wisnu Sakti Trenggono? Berikut jejak digital news yang menulis tentang keduanya di media selama ini. Zainudin Amali Melansir Tempo.co, Selasa (22 Oktober 2019 15:46 WIB), nama politisi Golkar ini pernah muncul dalam dua kasus korupsi di KPK. Juru Bicara KPK Febri Diansyah membenarkan bahwa Zainudin pernah diperiksa KPK. “Memang ada beberapa nama yang kita tahu terkait dengan beberapa kasus korupsi yang pernah ditangani KPK, bahkan ada yang pernah masuk di komunikasi tersangka yang diperdengarkan di persidangan,” kata Febri, Selasa (22/10/ 2019). Kasus pertama yang menyeret nama Zainudin Amali ialah kasus suap sengketa Pilkada yang membuat mantan Ketua MK Akil Mochtar dihukum penjara seumur hidup oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Melalui percakapan BBM, keduanya diduga melakukan negosiasi soal pengurusan sengketa Pilkada Jatim pada 2014. Ketika itu, ada permintaan uang Rp 10 miliar dari Akil Mochtar. Ia mengakui adanya percakapan dengan Akil Mochtar seusai diperiksa KPK, 20 Januari 2014. Ia tidak membantah kabar bahwa Akil Mochtar meminta Rp10 miliar untuk memenangkan pasangan calon Soekarwo-Saifullah Yusuf. Namun, Zainudin Amali mengaku percakapan itu hanya gurauan. “Tidak ada negosiasi, (arahan itu) kayak kita lagi bercanda-bercanda gitu,” ujar Zainudin Amali setelah diperiksa di KPK, kala itu. Perlu dicatat, dalam sengketa Pilkada Jatim 2013 tersebut, akhirnya dimenangkan oleh Soekarto-Saifullah Yusuf. Zainudin Amali, juga pernah terseret kasus korupsi di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Tersangka dalam kasus itu ialah Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Waryono Karno. Penyidik KPK pernah menggeledah ruang kerja dan rumah anggota Komisi Energi DPR itu di Jakarta pada Januari 2014. KPK menengarai ada jejak-jejak tersangka di kedua tempat tersebut. “Saya kira itu juga sudah terbuka ya informasinya,” kata Febri. Saat itu Zainudin Amali menjabat Wakil Ketua Komisi VII DPR. Kasus ini merupakan pengembangan penyidikan atas perkara dugaan suap di lingkungan SKK Migas yang menjerat mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini. Zainudin Amali saat itu diperiksa untuk tersangka mantan Sekjen ESDM Waryono Karno. begitu keterangan Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha, Senin (20/1/2014). Ketua DPD Partai Golkar Jatim itu ditanya oleh penyidik KPK mengenai praktik korupsi dan suap di kementerian ESDM yang saat itu dipimpin Menteri Jero Wacik. KPK menggeledah kediaman serta kantor Zainuddin Amali dan menginterogasi seorang stafnya. Liputan6.com, Selasa (22 Okt 2019, 15:09 WIB) menulis, penyidik KPK juga menggeledah ruangan Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana dan rumahnya di Bogor, ruangan anggota Komisi VII Tri Yulianto, ruang rapat Komisi VII, serta ruangan Fraksi Partai Demokrat. Wahyu Trenggono Sebuah tulisan menarik berjudul Korupsi Telkom – TBIG & Kriminalisasi Raden Nuh – Edi Syahputra di Kompasiana.com, Minggu (22 Okt 2019, 15:09 WIB), yang ditulis oleh Ridha Taqaballah menyingkap tabir gelap “permainan” Wahyu Sakti Trenggono. Akun yang menyebut diri sebagai “Tukang Bongkar Korupsi” itu mengungkap banyak hal terkait sepak terjang Wahyu Trenggono yang kini diangkat Presiden Jokowi menjadi Wakil Menteri Pertahanan, wakilnya Menhan Prabowo Subianto. Penunjukan mantan Bendahara TKN Joko Widodo – Ma’ruf Amin ini, untuk ngurusi terkait industri pertahanan, melenceng dari bisnis yang ditekuni Wisnu Trenggono selama ini. Entah mengapa pada akhirnya Presiden Jokowi memilihnya. Bagaimana ceritanya Wisnu Trenggono dan Abdul Satar (PT Tower Bersama Infrastruktur Tbk/TBIG – PT Solusindo Kreasi Pratama) bersama Arief Yahya (PT Telkom) sampai akhirnya bisa “menyingkirkan” Direksi PT Telkom. Berawal dari Keputusan RUPS PT Telkom pada 11 April 2012 yang menetapkan bahwa PT Telkom43e selaku Holding Company PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) akan berusaha mewujudkan Mitratel sebagai Perusahaan Terbesar di Asia Tenggara di sektor infrastruktur telekomunikasi/BTS Provider pada 2014. Dengan rencana itu akan diwujudkan melalui aksi korporasi strategis berikut: Merealisasi rencana Mitratel Go Public (IPO) pada akhir 2012; Telkom selaku holding company akan menambah Ekuitas Rp 2 triliun untuk Mitratel sebagai tambahan modal investasi; Menambah portofolio kredit perbankan untuk modal kerja dan investasi Mitratel hingga Rp 10 triliun; Mengalihkan pengelolaan menara BTS Telkom Group (Telkom, Telkomsel, Flexy dan lain-lain) yang berjumlah > 50.000 unit secara bertahap ke Mitratel hingga menjadikan Mitratel sebagai perusahaan pengelola menara BTS terbesar di Asia Tenggara; Terakhir, dengan mengakuisisi perusahaan sejenis seperti PT Tower Bersama, Protelindo, dan lain-lain. Keputusan RUPS Telkom terkait pengembangan bisnis Mitratel tersebut sudah disetujui dewan komisaris dan pemegang saham/pemerintah. Direksi Telkom sendiri menargetkan kapitalisasi market Mitratel melalui IPO dan seterusnya sebagaimana diputuskan RUPS Telkom 11 April 2012 akan mencapai Rp 100 triliun pada 2013, Rp 250 triliun pada akhir 2014; Dan, Rp 400 triliun pada Rp 2016 dengan penguasaan pangsa pasar di atas 80 persen dengan realisasi seluruh rencana aksi koporasi Telkom terkait Mitratel termasuk rencana mengakuisi TBIG, Protelindo, dan lain-lain. ‎​​Jelas, rencana itu merupakan ancaman terbesar terhadap kelangsungan hidup/eksistensi/bisnis kompetitornya /perusahaan sejenis: PT Tower Bersama Infrastruktur Tbk dan PT Solusindo Kreasi Pratama (milik Wahyu Trenggono/Abdul Satar Cs), Protelindo, dan seterusnya. ‎​​Rencana mewujudkan Mitratel sebagai perusahaan infrastruktur telekomunikasi terbesar di Asia Tenggara terbukti telah digagalkan melalui perubahan mendadak di jajaran manajemen puncak/Direksi PT Telkom Indonesia Tbk. Rinaldi Firmansyah, Dirut Telkom dan 5 direksi Telkom lainnya diberhentikan mendadak, digantikan oleh Arief Yahya yang sebelumnya Direktur Enterprise Whole Sales PT Telkom, melalui RUPSLB 9 Mei 2012 (kurang sebulan setelah RUPS Telkom 11 April 2012). ‎​Alasan resmi penggantian tersebut tidak pernah diketahui secara pasti, padahal Rinaldi Firmansyah Cs baru diperpanjang masa jabatannya sebagai Direksi Telkom untuk periode kedua karena kinerjanya yang sangat memuaskan. ‎​Berdasarkan pengakuan langsung Wahyu Trenggono dan Abdul Satar, pihaknyalah yang jadi aktor intelektual pemecatan Rinaldi Cs secara mendadak tersebut. Wahyu Trenggono melobi intensif Menteri Perekonomian dan Menteri BUMN. Posisi Wahyu Trenggono sebagai Bendahara PAN saat itu, sumbangan Rp 15 miliar ke PAN dan komitmen Wahyu Trenggono akan membantu likuiditas logistik PAN, sumbangan Rp 15 miliar untuk kegiatan Menteri BUMN yang disalurkannya melalui Staf Menteri BUMN Budi Rahman Hakim, menjadi faktor utama keberhasilannya menggusur Rinaldi dari jabatan Dirut Telkom. Wahyu Trenggono berhasil memperdaya Menko Perekonomian Hatta Rajasa guna mengganti Rinaldi Firmansyah Cs dengan Arief Yahya Cs. Melalui uang suap Rp 30 miliar (untuk PAN dan Menteri BUMN) dalam rangka memuluskan pemecatan Rinaldi Firmansyah Cs dan menjadikan Arief Yahya 'boneka' Wahyu Trenggono/ Abdul Satar sebagai Dirut Telkom. Uang itu berasal dari uang hasil korupsi Proyek Mobil Penyedia Layanan Internet (MPLIK) BP3TI Kementerian Kominfo yang paketnya dimenangkan PT Telkom, yaitu Rp 520 miliar dari total proyek Rp 1,4 triliun TA 2011. ‎​​Uang suap Rp 30 miliar untuk PAN (Menko Perekonomian) dan Menteri BUMN itu, Rp 28,5 miliar berasal dari uang muka proyek MPLIK Telkom yang dibayar PT Telkom kepada rekanan PT Telkom dalam pengerjaan proyek MPLIK, yakni PT Geosys Alexindo. Sisanya, ditalangi oleh Wahyu Trenggono dan Abdul Satar. PT Geosys sendiri diduga adalah milik Wahyu Trenggono dan Alex J Sinaga (eks Dirut PT Pramindo Ikat Nusantara/sekarang Dirut Telkomsel).​ Berdasarkan temuan internal audit dan LHP BPK diketahui PT Geosys Alexindo ternyata perusahaan fiktif/abal-abal, ditunjuk sebagai rekanan dalam pengerjaan proyek MPLIK oleh Arief Yahya, Direktur EWS Telkom dan Abdus Somad, VP EWS Telkom secara melanggar hukum dan prosedur di PT Telkom serta tanpa sepengetahuan dewan direksi Telkom. ‎​​Temuan audit internal Telkom dan LHP BPK, diketahui penunjukan dan penandatangan kontrak PT Telkom - PT Geosys Alexindo dilakukan Arief Yahya - Abdussomad tanpa melibatkan dan/atau tanpa persetujuan rapat Dewan Direksi Telkom. Demikian juga pembayaran uang muka proyek MPLIK Rp 28,5 miliar dari Telkom kepada PT Geosys dilakukan atas perintah Arief Yahya yang bukan merupakan kewenangannya selaku Direktur EWS Telkom. Belakangan diketahui PT Geosys Alexindo memang direncanakan sebagai SPV (special purpose vehicle) untuk mendapat cash money dalam rangka menyuap Menko Perekonomian/PAN dan Menteri BUMN agar Rinaldi Firmansyah Cs dipecat dan Arief Yahya Cs ditunjuk sebagai pengganti Dirut/Direksi Telkom. Temuan audit internal Telkom dan LHP PK terkait pelanggaran hukum dan korupsi Arief Yahya, Abdus Somad, Wahyu Sakti Trenggono dan Abdul Satar pada proyek MPLIK BP3TI Kementerian Kominfo di PT Telkom Indonesia Tbk ini sudah disidik oleh Kejaksaan Agung. Penyidik Kejagung sudah memanggil Arief Yahya pada 27 Desember 2013 dan 27 Januari 2014, namun Arief Yahya mangkir atau menolak hadir diperiksa di Kejagung. Janji Jaksa Agung, Jampidsus, dan Dirdik Jampidsus untuk memanggil paksa Arief Yahya pada awal 2014 dan penetapan sebagai tersangka tidak pernah ditepati. Anehnya, penyidik Kejagung tiba-tiba menghentikan penyidikan atas Arief Yahya, Abdus Somad, Wahyu Trenggono, dan Alex J Sinaga. Benarkah yang ditulis Ridha Taqaballah di Kompasiana.com tersebut? Jika Kejagung sudah menghentikan penyidikan skandal ini, KPK wajib turun tangan! Ingat, pesan Presiden Jokowi, jangan korupsi! (SELESAI). Penulis adalah wartawan senior. ***

Idham Azis Cukup Menghibur Umat Islam

Semoga saja dengan Kapolri di tangan beliau, hubungan Umat Islam dengan polisi yang sempat merenggang dan retak itu, bisa terrajut dan tersambung kembali. Semoga Umat Islam bisa kembali menjadi mitra aktif dari polisi. Hubungan yang saling membutuhkan untuk bersama-sama menjaga keamanan negeri ini, agar tetap aman dan kondusif. Oleh M. Naufal Dunggio Jakarta, FNN - Statement ini tampaknya cukup menghibur hati umat Islam. Pernyataan itu datang dari mulut calon Kapolri Idham Izis. Kenapa dibilang cukup menghibur? Karena melihat perkawanan polisi dengan umat Islam mengalami kerenggangan, yang begitu jauuuh. Padahal sebelumnya umat Islam menjadi mitra aktif polisi dalam menjaga keamanan negeri ini. Penangkapan para Ulama, Ustadz dan Habaib merupakan bukti nyata adanya kerenggangan hubungan antara polisi dengan umat Islam. Adapun orang-orang yang dekat dengan penguasa dan pendukung penguasa seperti Abu Janda, Denny Siregar, Ade Armado dan para penista Agama Islam yang lain, toh mereka aman dan tentram saja. Padahal sudah lebih dari puluhan laporan polisi masuk ke polisi dan. Namun alhamdulillah mereka tidak diproses. Bang Idham, begitu panggilan para aktivis pada beliau. Dia manusia yang cukup religius. Beliau suka membantu teman-teman dalam kesusahan, terutama kepada kalangan aktivis jalanan. Beliau tidak memilih dan memilah bila membantu seseorang. Mungkin inilah kekuatan akhlaq beliau, yang sangat suka memberi dan membantu kepada orang lain. Dampaknya, bang Idham dipilih Presiden untuk menakhodai Polisi Indonesia dalam empat belas bulan ke depan. Sampai dengan Januari 2021 nanti Suatu waktu, penulis pernah bersama dengan bang Idham mendampingi Pak Makbul Padmanegara, ketika itu sebagai Kabareskrim. Kami berkunjung ke Tentena Poso yang saat itu lagi bergejolak. Penulis menyaksikan gaya bang Idham. Orangnya tenang, fokus, detail. Tidak terlalu banyak bicara, namun sangat bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas. Wajar saja kalau sekarang ini beliau diamanahkan untuk menjadi orang nomor satu di tubuh Polisi. Karena punya talenta untuk menjadi pimpinan. Sudah terlatih sejak berpangkat mayor polisi. Itu sekilas cerita tentang bang Idham yang penulias saksikan sendiri. Semoga saja dengan Kapolri di tangan beliau, hubungan Umat Islam dengan polisi yang sempat merenggang dan retak itu, bisa terrajut dan tersambung kembali. Semoga Umat Islam bisa kembali menjadi mitra aktif dari polisi. Hubungan yang saling membutuhkan untuk bersama-sama menjaga keamanan negeri ini, agar tetap aman dan kondusif. Polisi yang baik, dan dianggap sukses itu bukan karena dia bisa menangkap penjahat. Tetapi lebih dari itu, bagaimana polisi bisa menjadikan para penjahat itu menjadi malu dan takut untuk melakukan kejahatankembali. Dan penulis yakin, bang Idham Azis bisa melakukan itu. Semoga Allah memudahkan segala tugas dan urusan Kapolri baru. Terutama dalam menjaga keamanan negeri ini tanpa harus mencederai umat beragama. Siapapun umat beragama itu. Semoga saja. Hanya kepada Allah jualah kita berserah diri. Insyaa Allaah. Penulis adalah Aktivis dan Ustadz Kampung

Soal Radikalisme, Idham Azis Tampak Cerdik

Tidak gampang memang membicarakan soal radikalisme itu. Apalagi sampai sekarang, belum jelas, apa saja definisi atau batasan yang terang dan jelas. Apa itu pengertian radikalime dan intolerasi? Dengan pemahaman yang seperti apakah, sebutan soal radikalisme dan instolerasi itu ditempelkan kepada seseorang atau kelompok orang? By Luqman Ibrahim Soemay Jakakrta FNN - Soal redikalisme, terlihat Kapolri Jendral Polisi Drs. Idham Azis punya sikap yang jelas dan tegas. Idham mengatakan, redikalime tidak bisa diindentikan dengan Agama Islam. Radikalisme itu adalah persoalan pribadi setiap orang. Bahkan ada juga kelompok orang yang berpaham radikalisme. Yang bisa dipastikan adalah radikalisme bukan itu Agama Islam Jendral Polisi Drs. Idham Azis membuat penegasan itu ketika mengikuti fit and proper test di Komisi III DPR. Uji kapatutan dan kelayakan adalah syarat yang harus dilewati dan diikuti Idham untuk bisa menjadi Kapolri. Kegiatan fit and profer test juga terbuka untuk diikuti masyarakat umum. Bisa dilihat, didengar dan disaksikan siapa saja. Selama menjalani rangkain fit and profer test di Komisi III sebagai calon Kapolri, tampaknya radikalisme adalah salah satu isu yang paling menarik dan penting disampaikan Idham. Radikalisme, satu diantara tujuh program kerja Idham Azis bila terpilih menjadi Kapolri. Dengan ruang sisa waktu, yang hanya empat belas bulan, Idham perlu kerja keras untuk bisa merealisasikan tujuh program kerja lainnya . Cara memilih tempat yang pas untuk menyampaikan persoalan radikalisme dan Islam, sejauh ini tampak Kapolri Idham Azis mengerti dan memahami betul masalah yang sangat sensitiv tersebut. Sebab bila keliru mengelola isu sensitiv ini, bisa jadi bukan menyelesaikan masalah, atau memperkecil masalah. Sebaliknya, bisa memproduksi dan manambah masalah baru. “Tidak boleh radikalisme itu diidentikkan dengan Agama Islam. Sebab radikalisme itu hanya ulah dari perorangan atau kelompok orang yang bersifat kejahatan, ”tegas Idham. Ini pernyataan hebat dan berkelas dari seorang Kapolri. Pernyataan itu menggambarkan, Idham orang yang mengerti dan faham, bagaimana memilih diksi dan tempat yang pas untuk membahasakan radikalisme ke publik. Memang tidak gampang bicara persoalan radikalisme. Apalagi sampai sekarang, belum jelas apa saja definisi atau batasan yang terang dan jelas soal radikalisme. Apa itu pengertian radikalime dan intolerasi? Dengan pemahaman yang seperti apakah, sebutan soal radikalisme dan instolerasi itu ditempelkan kepada seseorang atau kelompok orang? Walaupun demikian, isu sekitar radikalime telah memperlihatkan relasi determinan kepada Agama. Dan determinan yang saat ini terlihat mengarah kepada Agama Islam. Bila tidak pas dalam memilih diksi dan tempat untuk membicarakannya, soal ini bisa meluber ke mana-mana. Banyak orang yang awalnya tidak marah dan tersinggung, bisa bersikap sebaliknya. Paktanya hari ini, isu radikalime dan intoleransi itu, yang sekarang ini mengakibatkan pernyataan membahana terjadi di masyarakat. Pernyataan yang telah membelah realitas kemesraan tradisional antara Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, melawan Kementerian Agama, “ujar Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis. Bicara soal radikalime itu, Pak Din Syamsudin pun menanggapinya. Apalagi Kementerian Agama ditugaskan Presiden Jokowi untuk nmengurusi radikalime. Profesor pintar dan berintegritas top ini mengatakan, “seharusnya Kementerian Agama bukan hanya mengurus radikalisme”. Kementerian Agama itu memiliki peranan yang jauh lebih penting dan besar, daripada sekedar hanya mengurusi soal radikalisme. Kementerian Agama juga jangan sampai disalahfungsikan. Tugasnya lebih luas, yaitu membangun moral bangsa. Sebab radikalisme tidak hanya ada di seputaran agama saja. Lebih jaun dan kritis, tampaknya Pak Din mendorong isu radikalime ke dalam pemahaman konstitusi bernegara. Misalnya, mengapa tidak boleh disebut radikalime ekonomi? Padahal mereka yang melakukan kekerasan dan pelarian modal. Sangatlah pas dan pantas saja untuk mereka disebut sebagai pelaku atau lelompok radikalisme. Sebab perbuatan mereka telah menimbulkan kesenjangan ekonomi. Mereka yang memperlebar jurang antara yang kaya dengan miskin. Yang kaya kamin kaya. Sebaliknya, yang miskin makin miskin. Mengapa juga mereka tidak disebut dengan radikalisme politik atau radikalime hukum? Padahal dua bentuk radikalime ini bisa mengakibatkan bangsa dan negara berantakan. Contohnya, banyaknya politisi yang dijebloskan KPK ke penjara. Kenyataan itu membuktikan bahwa radikalisme di bidang hukum dan politik sangat masif dan membahayakan. Itu bisa terjadi karena menipisnya moral bangsa. Melihat resksi yang kuat tentang radikalism itu, Jendral Idham Azis terlihat cukup cerdik dan pandai dalam memilih tempat, waktu dan pilihan diksi untuk berbicara tentang radikalisme. Idham juga tampaknya faham bagaiamana menangani radikalisme. Sebab bila salah dalam membuat treatment, hampir dipastikan akan menambah masalah baru. Itulah yang harus dihindari Penulis adalah Wartawan Senior

Guru Besar Marah, Nadiem Hanya Setara Dengan Guru Paling “Dlosor”

Taruhlah prestasi inovatifnya Nadiem adalah dengan buat aplikasi GoJek. Kategori kompleks menurut peraturan bersama Mendikbud dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), angka kredit Nadiem hanya 4 x 1. Maka total Kum (Komulatif) angka kredit Nadiem adalah 154. Angka kredit ini hanya cukup untuk naik pangkat dari guru pertama golongan IIIa ke guru pertama yang golongan IIIb. Oleh M. Juhri Jakarta, FNN - Bila Guru Besar itu Jenderal, maka Mendikbud Nadiem yang baru dilantik ini masih berpangkat Letenan. Bagi sebagian orang, hal itu tak soal. Alasannya bisa saja nanti Nadiem lebih hebat dari para Guru Besar. Tetapi yang begini jangan ditanya ke militer atau polisi. Sebab bisa ditempeleng. Mana mau Jenderal dipimpin oleh panglima yang pangkatnya hanya seorang Letenan. Oh, ternyata itu sama. Guru Besar juga begitu sebenarnya. Meraka Marah. Ya para Guru Besar marah. Hanya mereka tak bersuara, karena rejim ini terbukti represif. Beberapa profesor yang kritis di periode pertama Jokowi berkuasa, banyak yang diamputasi dari tugas pengabdian akademiknya. Bukan hanya Guru Besar yang gelar akademisnya profesor yang marah. Banyak pemangku kepentingan pendidikan, termasuk emak-emak juga marah. Mereka tidak suka dengan pengangkatan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Memang, pengangkatan Nadiem sesuai dengan janji Jokowi di periode pertama yang mau mengangkat Mendikbud dari Persastuan Guru Reoublik Indonesia (PGRI). Nadiem juga PGRI. Malah Nadiem pendiri malah. Tetapi, Nadiem bukan dari organisasi guru pejuang atau PGRI. Nadiem berasal dari Persatuan Gojek Republik Indonesia. PGRI juga yang oleh pejabat Malaysia saja dianggap "hina”. Flashback ke cerita lama. Dulu, di sebuah perguruan tinggi negeri, mahasiswanya ogah lulus hanya karena rektornya belum profesor. Banyak mahasiswa dilama-lamain kuliahnya menunggu rektornya berganti dengan professor. Tidak masalah harus menghabiskan waktu tujuh tahun di kampus menunggu rektor profesor. Meskipun sang rektor bergelar S1 Belanda. Dokterandur di jaman dulu sudah sangat hebat. Mahasiswa tidak mau ternoda ijazahnya dengan tandatangan rektor yang hanya bergelar dokterandus tanpa embel-embel gelar profesor. Meskipun untuk itu mereka rela berlama-lama, hanya mengambil empat Satuan Kreditr Semester (SKS) untuk satu semester lagi. PPL atau KKN yang bisa diambil dalam satu semester, dipisah menjadi sendiri-sendiri. Untuk semester berikutnya 7 SKS metodologi penelitian dan seminar. Lalu lanjut ke semester berikutnya, yaitu skripsi yang ditempuhnya bisa dua semester. Kalau strategi berlama-lama ini susah dipenuhi, maka mahasiswa merubah strategi. Mahasiswa biasanya memilih mengambil cuti dua semester tidak berturut-turut. Dulu, cara ini bisa dilakukan, karena SPP hanya Rp 60.000 per semester. Ya demi ijazah harus ditandatangani oleh rector yang bergelar profesor. Kalau sekarang, berlama-lama di bangku kuliah, bisa membuat bangkrut orang tua. Saking mahalnya biasa kuliah per semester. Gambaran para mahasiswa itu, kini menjadi kegundahan yang melanda para calon Guru Besar. Betapa tidak, nanti Surat Keputusan (SK) pengangkatan Guru Besarnya ditandatangani oleh oknum yang setara dengan pangkat guru paling "dlosor", alias paling bawah. Dengan persyaratan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang dinaikkan, maka pangkat paling dlosor itu bukan hanya guru SMP dan SMA saja. Namun guru SD juga dlosor. Malah tidak sedikit guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Taman Kanak-Kanak (TK) yang sudah S1, pangkatnya sekarang setara dengan golongasn IIIa. Jadi kalau Mendikbud Nadiem Makarim yang usianya 35 tahun ini diangkat PNS, maka termasuk Aparat Sipil Negara (ASN) yang baru diangkat. Nilai angka kreditnya 100 untuk pendidikan yang S1 bergelar BA. Sedngkan S2-nya yang bergelar MBA, angka kreditnya 50. Jadi total kreditnya baru 150. Itu pun harus memperoleh persyaratan penyetaraan lulusan luar negeri. Taruhlah prestasi inovatifnya Nadiem adalah dengan buat aplikasi GoJek. Kategori kompleks menurut peraturan bersama Mendikbud dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), angka kredit Nadiem hanya 4 x 1. Maka total Kum (Komulatif) angka kredit Nadiem adalah 154. Angka kredit ini hanya cukup untuk naik pangkat dari guru pertama golongan IIIa ke guru pertama yang golongan IIIb. Bandingkan dengan profesor pemula, Pembina Utama Madya yang golongan IVd. Profesor pemula yang naik dari doktor atau gelar S3, sudah jadi syarat pendidikan formal dengan Kum angka kreditnya 850. Sedangkan Kum 1.050 wajib untuk guru besar dengan pangkat Pembina Utama golongan IVe. Itu pun dengan syarat minimal 35% adalah pengajaran, dan 45% penelitian. Tidak boleh lebih 10% pengabdian dan tidak boleh lebih 10% penunjang. Syarat penting yang sering menjadi kendala diangkatnya dosen sebagai Guru Besar adalah tulisan di jurnal Internasional yang berindeks scopus. Nilai angka kreditnya harus memenuhi 0,15 yang masuk kategori Q3 atau Q4. Dengan mengikuti angka kredit di Perguruan Tinggi ini, maka jabatan yang paling pas untuk Nadiem Makarim hanya Asisten Ahli, dengan pangkat Penata Muda Tingkat I golongan IIIb. Jabatan ini juga termasuk yang paling dlosor di antara sesame dosen. Jauh di bawah Guru Besar yang dipimpinnya. Aneh memang, sebab professor Pembina Utama akan dibina oleh Mendikbud yang masih Asisten Ahli. Soal Mendikbud yang belum profesor ini sebenarnya bukan hal baru. Dulu, Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro menjadi profesor setelah menjadi Mendikbud. Tetapi mendongkraknya tidak terlalu menimbulkan kecemburuan yang besar, karena dari usia dan pengabdiannya mencukupi. Mendikbud kelahiran Pamekasan ini bertutur dalam Buku Biografinya berjudul “Sepanjang Jalan Kenangan”. Seperti ini Wardiman berujar “ketika itu, Wardiman sudah sepuluh tahun memperoleh gelar doktor dari Technische Hogeshool (TH) Delft Belanda. Namun ditegor oleh BJ Habibie, ‘Man, kenapa tidak sekalian menjadi profesor?” Kata Wardiman, yaya hanya mengangguk dan tersenyum. Saat itu, saya menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Saya pun menanyakan tentang persyaratan untuk diangkat menjadi guru besar. Staf Wardiman di Depdikbud mengatakan, Kum saya sudah melebihi kriteria sebagai guru besar. Wardiman lalu menghubungi Rektor Universitas Padjajaran. Apakah tidak keberatan menjadi tempat bagi promosi gelar profesor bagi saya? Wardimana minta ditetapkan sebagai Guru Besar, dan akan menyampaikan orasi ilmiah dalam upacara pengukuhannya sebagai Guru Besar tahun 1994. Padahal Wardiman diangkat menjadi Mendikbud untuk periode 1993 – 1998. Namun untuk Mendikbud Nadiem hanya yang setara dengan pangkat atau golongan guru dan dosen yang paling dlosor ini, yaitu Asisten Ahli. Kalau langsung diangkat sebagai professor, akan menimbulkan gonjang-ganjing pada tatanan kepangkatan fungsional di Kemendikbud. Bisa saja sebagai pemegang kuasa, Nadiem bisa saja "meminta" Perguruan Tinggi (PT) memberinya gelar Guru Besar Kehormatan, seperti Puan Maharani, yang diprotes oleh Guru Gesar. Atau mungkin seperti SBY yang mendapat gelar profesor tidak tetap. Entah apa maksudnya dengan profesor tidak tetap tersebut. Apa guru besar belum permanen? Bisa saja gelar Guru Besarnya berubah-ubah. Kadang bisa mengecil, kadang juga bisa membesar. Bila MenPan-RB mempersyaratkan dosen dengan angka kredit yang ketat sebagai ukuran kualitas dosen dan perguruan tinggi. Dipastikan Mendikbud Nadiem sebagai pimpinan para rektor, para guru besar tidak memenuhi standar mutu. Dengan begitu, seharusnya MenPAN-RB mengkategorikan Kemendikbud sebagai kementerian yang tidak bermutu dari sisi reformasi birokrasi. Dengan syarat yang begitu berat tersebut, Jokowi sama sekali tidak bertenggang rasa dengan para profesor di Indonesia, karena mengangkat Nadiem menjadi Mendikbud. Karena untuk menjadi professor itu, tidak mudah. Tahun lalu 2018 lalu, ada 2.750 dosen tidak memenuhi syarat sebagai guru besar. Sedangkan dengan karya inovatif Gojek tersebut, sebanarnya banyak guru besar yang tidak kalah hebatnya. Banyak Guru Besar yang menjadi memegang banyak hak paten. Sementara ijazah luar negeri pun tidaklah memperoleh pengakuan penyetaraan di dalam negeri. Seharusnya, dengan diangkatnya Nadiem menjadi Mendikbud, maka sepertinya semua syarat-syarat untuk menjadi Guru Besar juga harus dibebaskan. Guru dikembalikan kepada kenaikan pangkat otomatis berkala. Dihitung dari tahun pengabdian sang guru. Perguruan Tinggi juga perlu diberikan kebebasan bebas sebebasnya. Mereka bisa sesuka sukanya saja mengangkat sesorang menjadi Guru Sesar. Toh, sama seperti Pak Jokowi yang suka-sukanya mengakat Nadiem sebagai Mendikbud. Kata orang Jawa seenak udele dewe. Penulis adalah Wartawan Senior

Radikalisme Said Aqil Siroj

Oleh Dr. Syahganda Nainggolan Jakarta, FNN - Pimpinan utama organisasi Islam terbesar di dunia, Nahdatul Ulama, Said Aqil Siroj, kemarin, sebagai mana diberitakan berbagai media, meminta kita menghormati dan mendoakan Imam Besar Front Pembela Islam Habib Rizieq Sihab (HRS) . Ini berita pertama yang melibatkan suara ketua umum NU itu sejak Jokowi melantik menteri agama dari kalangan eks militer dan menugaskannya untuk membasmi radikalisme. Suara Said Agil ini tentunya menambah besar polemik dan diskursus radikalisme di Indonesia. Sebab, yang diminta untuk dihormatinya adalah tokoh paling radikal di Indonesia. Sebelumnya kita mendengar pandangan Professor Din Syamsudin, mantan ketua umum Muhammadiyah, terkait penugasan Jokowi yang utama pada menag soal radikalisme ini, agar pemerintah mengganti kementerian agama menjadi kementerian urusan radikal. Dan isu radikal itu harus mempertimbangkan dimensi lain selain agama, seperti radikalisme ekonomi, dll. Sebelumnya juga ekonom Dr. Rizal Ramli telah mensinyalir bahwa isu radikalisme ini sengaja dimainkan rezim Jokowi untuk menutupi situasi perekonomian nasional yang bobrok dan akan semakin buruk. Adhi Masardi, mantan juru bicara Gus Dur, dalam tulisannya "Isu Radikal, Permainan Politisi Lokal", menekankan kekonyolan permainan isu ini. Menurutnya ini seperti anak kecil yang dimarahi orang tuanya lalu keluar rumah dan melempari rumahnya sendiri, alias merusak rumahnya sendiri dan memalukan di mata tetangga. Margarito Kamis, dalam "Jokowi Bicara Radikalisme" (fnn. co.id), menyoroti bahayanya Jokowi memainkan isu radikalisme ini tanpa difinisi/konsep yang jelas soal radikalisme ini. Jokowi disebutkan bisa saja membelakangi konstitusi. Sebab, sebelum konsep itu mempunyai landasan hukum yang tegas, isu itu dapat menyasar kepada kebencian tehadap umat Islam. Suara Said Aqil ini mengandung beberapa pesan penting yang perlu kita kaji, 1) penghormatan terhadap HRS adalah penghormatan terhadap tokoh yang paling radikal di Indonesia- dalam perspektif rezim Jokowi selama ini. 2) NU arus utama menganulir sikap sikap mereka sebelumnya terhadap pandangan dan aksi FPI maupun 212, yang selama ini dikecamnya. 3) mendoakan dan menghormati HRS dapat berarti mendukung radikalisme gerakan HRS. Mispersepsi Radikalisme Radikal adalah sebuah kata latin "radic" yang berarti dalam atau keakar-akarnya. Sebuah pandangan radikal dikaitkan dengan konsep transformasi sosial yang dalam, sampe keakar2nya. Di barat, kosa kata ini awalnya dilabelkan pada gerakan kiri dan komunis yang ingin mengganti sistem negara kapitalis barat menjadi sosialistik. Namun, label itu kemudian disematkan juga pada gerakan2 lain yang prinsipnya menghancurkan sistem sosial yang dominan. Di Amerika misalnya, gerakan supermasi kulit putih (white supremacy), juga dilabeli dengan radikal. Alex Schmid, dalam "Radicalization , De-Radicalization, Counter-Radicalization: A Conceptual Discussion and Literature Review", 2013, mengemukakan perbedaan konsep antara radikal dan ekstrimis. Radikal dapat dengan kekerasan dan tanpa kekerasan, namun radikal merupakan kelompok "open-minded" atau berpikir terbuka, sebaliknya ekstrimist mempunyai pandangan sempit atau "closed minded", yang cenderung meyakini sesuatu kebenaran dalam versi dia sendiri (mono-causal interpretation) serta cenderung menganjurkan kekerasan. Radikal cenderung bisa demokratik dan "historically," tend to be more open to rationality and pragmatic compromise.. " Sebagai professor bergengsi dalam bidang radikalisme dan terorisme, Schmid menyarankan agar pembahasan soal radikalisme ini mengaitkan konteks agar tidak "misleading" dalam membuat kesimpulannya. Seraphin Alava et. al dalam "Youth and Violent Extrimism On Social Media: Mapping The Research", UNESCO, 2017, juga menyarankan pentingnya penggunaan isu radikalisme dalam konteks nasional tertentu. Di China, misalnya, radikalisme dan ekstrimisme hanya diarahkan pada orang-orang Uighur atau radikalisme lebih diidentikkam dengan separatisme. Di Indonesia, penggunaan kata radikal, ekstrimis dan teroris seringkali tertukar dan tidak merujuk pada suatu definisi yang pasti. Sehingga ini membahayakan dalam agenda aksi pemerintah menangani keselamatan warganya. Di Mana Bahayanya? Agenda aksi pemerintahan Jokowi. membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tanpa melalui pengadilan dalam kacamata barat disebut sebagai "illiberal democracy". Suatu cara yang diasumsikan sebagai praktik non demokrasi dalam menegakkan atau mempertahankan demokrasi. Dalam sepuluh tahun pemerintahan SBY, misalnya, semua kejahatan politik berakhir melalui pengadilan. Karena dalam demokrasi hakim adalah orang terakhir yang menyatakan "kebenaran". Dan HTI tidak terbukti di pengadilan melakukan kekerasan. Bersamaan dengan pembubaran HTI, rezim Jokowi jilid satu terindikasi menyasar pada pembubaran FPI. Pemerintahan Jokowi saat itu mengulur-ulur perpanjangan ijin ormas FPI dikementerian dalam negeri. Bahaya yang dimaksudkan di atas adalah antara "illiberal democracy" dan "freedom of speech & freedom to organize" dapat semakin kabur, tergantung dari kacamata sempit rezim penguasa. Dan ini akan mungkin mendorong negara menjadi "state-actor terrorism". Kejahatan negara terhadap rakyatnya setidaknya mulai terindikasi dengan penemuan-penemuan Amnesti Internasional, LBH, Kontras dll bahwa negara bertanggung jawab atas kematian dan kekerasan yang dialami demontran yang menolak hasil pemilu pada 21-22 Mei 2019 dan mahasiswa yang menolak revisi UU KPK lalu. Berbeda dengan urusan terkait ormas Islam itu, pengamat barat, khususnya kelompok Indonesianis di Australia, melihat rezim Indonesia yang berkuasa saat ini sudah kembali menjadi rezim otoritatian (Authoritarian-turn), sebagai mana dinyatakan professor Aspinal dkk dari Australia National University. Radikal dalam konteks nasional tertentu dapat di musuhi oleh sebuah negara, namun dapat dipahami komunitas human rights internasional, terutama terkait aksi membela diri kelompok masyarakat dari kekerasan negara (state-actor terrorism). Kelompok bersenjata di Irlandia, IRA, misalnya, beberapa dekade lalu, mendapatkan dukungan berbagai kelompok internasional, khususnya Gereja Katolik, karena dianggap mempertahankan diri dari kekejaman pemerintah dan dukungan Inggris kala itu. Begitu juga kelompok bersenjata di Papua, yang melakukan kekerasan terhadap penduduk Indonesia non Papua dan militer/polisi, mendapat dukungan internasional, khususnya komunitas masyarakat Israel, Australia, Ingrris, negara-negara pasifik dan Amerika. Untuk menghindari mispersepsi pada konsep radikalisme, kembali perlu melihat konteks dalam lingkup sosial politik nasional yang sedang berlangsung. Radikal dalam konteks nasional tertentu dapat di musuhi oleh sebuah negara, namun dapat dipahami komunitas human rights internasional, terutama terkait aksi membela diri kelompok masyarakat dari kekerasan negara (state-actor terrorism). Kelompok bersenjata di Irlandia, IRA, misalnya, beberapa dekade lalu, mendapatkan dukungan berbagai kelompok internasional, khususnya Gereja Katolik, karena dianggap mempertahankan diri dari kekejaman pemerintah dan dukungan Inggris kala itu. Begitu juga kelompok bersenjata di Papua, yang melakukan kekerasan terhadap penduduk Indonesia non Papua dan militer/polisi, mendapat dukungan internasional, khususnya komunitas masyarakat Israel, Australia, Ingrris, negara2 pasifik dan Amerika. Melihat radikalisme dalam konteks sebuah bangsa akan melengkapi pemahaman atas mana yang benar benar menjadi musuh bersama sebuah bangsa dan mana yang hanya menjadi komoditas politik kekuasaan tertentu. Penutup Said Aqil telah mendoakan dan menghormati Habib Rizieq. Habib Rizieq Sihab adalah manusia paling radikal di Indonesia. Karena perjuangan HRS adalah untuk merombak struktur sosial yang dikuasai segelintir ologarki, khususnya menurut dia Sembilan Naga. Rizieq bersumpah akan menjadikan sembilam naga menjadi sembilan cacing. Dan gerakan Rizieq mendapat apresiasi besar dari ummat Islam. Masa lalu organisasi FPI yang pro kekerasan, selama 5 tahun terakhir ini berkembang ke arah demokrasi. Yakni melibatkan diri pada kontestasi politik via pemilu dan pilkada. Meskipun pergeseran ini belum menghilangkan luka dan keraguan kelompok2 minoritas atas FPI, yang dipersepsikan masih memasukkan kekerasan dalam aksinya. Sejauh ini kita sudah melihat radikalisme itu dapat tanpa kekerasan tapi dapat juga dengan kekerasan. Namun radikalisme tidak harus mengarah pada ekstrimisme. Ekstrimisme, seperti gerakan Abubakar Baasyir, misalnya, tidak juga sama dengan gerakan radikalisme HRS. Radikalisme mengutuk teorisme sedangkan ekstrimisme dapat mendorong ke arah terorisme. Pertanyaan besar kemudian, bagaimana jika ulama pimpinan utama Nahdatul Ulama mendukung dan mendoakan Habib Rizieq Sihab? Bagaimana lebel yang harus diberikan pada Said Aqil Siroj? Ini merupakan misteri dari radikalisme Said Aqil Siroj tentunya. Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle