NASIONAL
Fahri Hamzah Kritik Keras Capres dan Parpol yang Hanya Berpikir Masalah Logistik saja untuk Memenangi Pemilu 2024
Jakarta, FNN - Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 Fahri Hamzah mengkritik keras para kandidat calon presiden (capres) dan partai politik (parpol) yang hanya memikirkan masalah logistik saja, bagaimana memenangi Pemilu 2024 saja, baik itu Pemilihan Presiden (Pilpres) maupun Pemilihan Legislatif (Pileg). Padahal kondisi ekonomi pada 2023 secara global mengalami resesi, termasuk ekonomi Indonesia yang diprediksi juga akan suram. Mereka seharusnya memikirkan bagaimana cara merebut hati rakyat, dan memfasilitasi aspirasi atau kehendak rakyat yang telah memberikan mandat. \"Semakin cerdas mereka, seolah-olah cara memenangkan Pemilu itu cuma persoalan teknis, hanya sekedar dengan logistik saja,\" kata Fahri Hamzah dalam Gelora Talk bertajuk \'Waspada Resesi Ekonomi 2023 Mengintai, Bagaimana Kesiapan Indonesia?\', Rabu (19/10/2022) sore. Hal ini, kata Fahri Hamzah, tentu saja menjadi kecemasan kita bersama mengenai masa depan Indonesia agar tidak menemui jalan buntu. \"Rekonstruksi cara memenangkan hati rakyat tidak dimengerti,\" katanya. Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menegaskan, cara berpikir para kandidat capres dan parpol itu hanya mencoba untuk kritis. Mereka berpikir seolah-olah kalau ada sumber daya alam hanya terkait dengan pendapatan daerah, pendapatan negara, perekonomiam nasional dan growth (pertumbuhan) yang tinggi. \"Kalau soal growth tertinggi, sebenarnya daerahnya Lukas Enembe yang sekarang menjadi tersangka. Dibawahnya ada daerah nikel, batubara dan seterusnya. Tetapi kantong-kantong kemiskinan juga ada di sini, inilah yang jadi anomali. Ayo kita memikirkan rakyat, melakukan perubahan di Pemilu 2024,\" tegasnya. Sementara ekonom senior Rizal Ramli mengatakan, banyak keputusan strategis saat ini yang diputuskan oleh para ketua umum parpol, sehingga DPR tidak lagi independen dalam membela kepentingan rakyat. \"Sekarang ini, DPR dikendalikan oleh 9 ketua umum, mereka manut sama pak Jokowi (Presiden Jokowi). Sehingga DPR sedikit sekali yang bersuara independen seperti soal kenaikan BBM,\" kata Rizal Ramli. Rizal Ramli menegaskan, kenaikan harga BBM telah memicu inflasi makanan diatas 15,5 persen, dan bisa menjadi 17 persen. Bahkan ia memprediksi nilai tukar rupiah bakal anjlok hingga Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Mantan Menko Perekonomian era Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini juga memprediksi inflasi pada tahun ini bisa menembus 5,5 persen, tapi angka tersebut adalah secara umum karena yang paling dirasakan adalah terkait inflasi makanan. \"Inflasi biasa 5,5 persen, sementara inflasi makanan yang terpenting untuk rakyat dan buruh sebelum kenaikan BBM sudah 13,5 persen. Ini jelas anti-Pancasila, anti-NKRI, kalau sikapnya kayak begini,\" tegas Rizal Ramli. Sedangkan Managing Director Political Economic and Policy Studies (PEPS) Prof Anthony Budiawan mengatakan, kondisi ekonomi Indonesia pada 2023 diperkirakan juga akan suram seperti ekonomi global pada umumnya yang mengalami resesi. Sebab, rezim inflasi Indonesia saat ini dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga The Fed, Bank Sentral AS, kecuali apabila Bank Indonesia (BI) berani melepas spekulatif ketergantungan terhadap kenaikan suku bunga tersebut, dan berani menciptakan capital auto sendiri agar perekonomian nasional tidak mudah terkontraksi. \"Kalau ekonomi Indonesia sekarang masih baik-baik saja, karena masih tertolong dari adanya windfall profit dari harga komoditas dan batubara. Tetapi tahun 2023 belum tentu, karena kondisi secara ekonomi global mengalami resesi,\" kata Prof Anthony. Karena itu, ia menilai menaikkan suku untuk mengatasi resesi ekonomi, bukan solusi, malahan akan memperparah jurang resesi dan makin memperlemah nilai tukar rupiah. \"Hati-hati kalau mau investasikan barang-barang jangka panjang nanti akan terjebak suku bunga. Dan Semoga rakyat ini mendapatkan beberapa bantuan atau pemerintah mengalokasikan jaring pengaman sosial pada 2023,\" kata Managing Director PEPS ini. Perlu Move On Sementara itu, Ketua Bidang Kebijakan Publik DPN Partai Gelora Achmad Nur Hidayat (MadNur) saat menyampaikan Pengantar diskusi ini mengatakan, pemerintah perlu move on dalam melakukan langkah pengelolaan ekonomi Indonesia dengan model pendekatan baru agar terhindar dari tsunami resesi ekonomi pada 2023. \"Dalam kesempatan ini, Partai Gelora ingin menyampaikan agar tim ekonomi Indonesia perlu move on dari pendekatan lama ke pendekatan baru seperti mencari mitra dagang baru, selain AS, Eropa dan China,\" kata MadNur. Sebab, ekonomi AS, Eropa dan China akan mengalami resesi dan penurunan pertumbuhan, sehingga akan berpengaruh pada ekspor Indonesia ke negara tersebut. \"Pilihlah negara-negara ekspor baru, misalkan India dan Afrika bagian utara. Daya beli masyarakatnya masih bagus, sehingga kita tidak terus defisit,\" katanya. Selain itu, agar move on, pemerintah juga perlu meninggalkan spending (belanja atau pengeluaran negara yang sudah diatur oleh undang-undang/APBN) infrastruktur untuk saat ini seperti pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru supaya tidak membebani APBN. \"Lalu, spending infrakstrur tersebut diganti dengan memprioritaskan daya beli masyarakat dan tambahan subsidi BBM untuk rakyat,\" katanya. Pemerintah, lanjutnya, juga perlu move on dari suku bunga dalam pengelolaan moneter, dengan membuat resep baru untuk mengatasi inflasi yang tinggi dengan tidak menjaga suku bunga lain. \"Intinya Bank Indonesia tidak perlu naikin suku bunga, tapi cukup menjaga besaran nilainya, karena kalau suku bunga tinggi ada kewajiban membayar surat-surat berharga lebih lagi,\" kata MadNur yang juga Pengamat Kebijakan Publik Narasi Institute ini. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menambahkan, jika melihat proyeksi ekonomi 2023 berdasarkan dokumen The Fed yang dirilis bulan September lalu, maka kemungkinan kisaran titik tengah suku bunga berada di level 4,5 persen, atau bakal naik lebih dari 100 basis poin dari sekarang. Hal itu akibat permintaan masyarakat cukup tinggi dari sisi konsumsi. \"Sementara, inflasi berkepanjangan, dan ini mengakibatkan The Fed juga menaikkan tingkat suku bunga. Masalahnya ini kan The Fed menjadi sebagai acuan suku bunga dan putaran uang di pasar keuangan yang cukup besar,\" katanya. \"Kondisi ini juga menimbulkan peningkatan tingkat suku bunga secara umum di berbagai negara di Eropa. \"Mereka sudah teriak mengatasi inflasi yang berkepanjangan baik kenaikan harga energi maupun pangan. Tentu saja ini memberikan implikasi ke Indonesia dari situasi dunia yang pertama melalui jalur suku bunga begitu dan nilai tukar,\" tuturnya. Katakanlah The Fed ini, lanjut Tauhid Ahmad, menaikkan tingkat suku bunga tahun depan, maka akan membuat arus modal keluar atau capital outflow cukup tinggi pada 2023. \"Ini akan mengakibatkan nilai tukar kita tahun depan akan jauh lebih buruk dari kondisi sekarang. Ini yang dikhawatirkan mungkin berdampak terhadap banyak hal, termasuk kondisi perusahaan yang katakanlah punya utang cukup besar dalam mata uang dolar AS,\" pungkasnya. (*)
Rocky Gerung: Membangun IKN Baru Itu Sama dengan Fir'aun Bangun Piramida
PRESIDEN Joko Widodo dalam acara jajak pasar atau market sounding untuk menawarkan investasi di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara kepada investor. Kepada para pengusaha dalam negeri, Jokowi meyakinkan, peluang investasi di ibu kota baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, itu terbuka lebar. “Investasi terbuka lebar, mau di mana? Di sebelah mana? Di kawasan inti, ya harganya beda. (Di sini juga) ada financial center, healthcare center, education center, silakan,\" katanya di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Selasa malam, 18 Oktober 2022. Pemerintah mengejar pembangunan megaproyek agar pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur segera terealisasi. Sesuai rencananya, pemerintah membutuhkan dana Rp 466 triliun untuk memindahkan ibu kota sampai tahap terakhir pada 2045 mendatang. Menurut Jokowi, tak seluruh ongkos pembangunan itu didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Dari Rp 466 triliun, hanya Rp 89,4 triliun di antaranya yang akan dibiayai dengan APBN. Sedangkan sisanya, Rp 235,4 triliun, akan dipenuhi dari investor swasta melalui skema kerja sama pemerintah dan badan usaha. Kemudian Rp 123,2 triliun lainnya dari dukungan BUMN dan BUMD. Tak hanya itu. Pemerintah juga menawarkan Tax Holiday 30 Tahun dan juga HGB 160 Tahun. “Itu kelihatannya Pak Jokowi panik karena itu satu-satunya jejak yang ingin dia tinggalkan, IKN,” ungkap pengamat politik Rocky Gerung ketika berdialog dengan wartawan senior FNN Hersubeno Arief di Kanal Rocky Gerung Official, Rabu (19/10/2022). Berikut petikan dialog lengkap Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung. Halo halo, seger nih Bung Rocky, habis liburan di Bali ya? Ya, saya kasih kuliah di Universitas Udayana, Denpasar, ramai sekali, dan orang bertanya semua hal soal masa depan Anies Baswedan, soal milenial mau ngapain di 2024, soal investor yang nggak masuk ke IKN, macam-macam, soal pembangunan LPG di pinggir laut Benoa segala macam, soal lingkungan, soal politik. Jadi, mahasiswa pulih lagi sebetulnya, akal sehatnya. Demikian juga dosen-dosen. Saya ketemu banyak dosen Universitas Udayana yang menganggap bahwa momentum ini adalah momentum yang mengerikan. Kira-kira begitu. Mereka bilang, kalau Pak Jokowi bilang itu ada langit gelap, apalagi Bali, itu mengerikan. Jadi, begitu cara mereka melihat. Juga mereka melihat G20 di Bali nanti itu mau apa katanya. Buat apa sebetulnya? Apa itu cuma konsolidasi kapital global. Jadi, kritisi semua dari Udayana, bagus betul ketika saya kemarin kasih kuliah di situ. Walaupun sekarang ini ya memang lagi mau melihat ya, karena menjelang G20 saya baca tingkat hunian hotel di Bali sudah sampai 70%. Bagaimanapun ini juga seasen yang ditunggu-tunggu juga. Iya, dari segi itu ada soal, kan pasti yang pertama masuk di situ adalah CIA, segala macam intel pasti sudah masuk situ. Itu konsekuensinya kampus-kampus akan diliburkan. Kira-kira begitu. Jadi, akan ada pengendalian keamanan yang super ketat. Yes. Oke. Jadi kalau Anda mendeteksi mood publik itu, apa sekarang? Fear, anger, hopeless, atau apa? Fear. Dan, semacam frustrasi saja. Kan kalau kita bicara dengan kalangan akademis itu serius, artinya mereka merasakan. Ya kalau buzer ya tetap saja merasa ini bagus segala macam, walaupun perutnya sudah keroncongan. Tapi, kalau akademisi yang bicara itu terlihat bahwa mahasiswa itu betul-betul mengerti apa yang terjadi pada bangsa ini. Dan, aspek-aspek lingkungan kan di Bali, soal pariwisata dan lingkungan, itu betul-betul itu hidup mati wilayah itu. Keadaan itu yang saya kira perlu untuk kita perhatikan, gejala-gejala awal dari krisis ekonomi itu pasti justru terbaca di pusat-pusat pariwisata, karena nggak ada orang yang bisa masuk di situ atau ingin investasi di wilayah-wilayah yang kelihatannya tidak lokatif dalam satu ya sebut saja satu dua semester ke depan. Oke, kita bicara kemarin Presiden Jokowi dalam sebuah forum untuk promosi IKN kelihatannya kalau saya lihat ini betul-betul diobral habis IKN ini, karena Pak Jokowi ini ngomong bahwa sudah banyak yang akan masuk investasi, rumah sakit dan sebagainya, terus IKEA bahkan masuk disebut Pak Jokowi. Tapi yang juga menarik Pak Jokowi, ternyata ini saya baca rupanya diobral habis ini. Ada tax holiday sampai 30% bagi investor yang akan masuk ke sana. Kemudian juga tax reduction-nya sampai 350%. Sebelumnya kan menteri ATR menawarkan sampai HGB itu selama 160 tahun. Ini kan dahsyat Bung Rocky. Itu kelihatannya Pak Jokowi panik karena itu satu-satunya jejak yang ingin dia tinggalkan IKN, IKN, IKN. Jadi et all cost akan dilelang, barang basi yang mau dilelang itu. Kan sebetulnya orang sudah hitung tuh nggak bakal ada investor yang masuk dan akhirnya dibuka segala macam, dijual, dan makin lama tekanan pada lingkungan makin besar karena dijual murah, yang akhirnya amdalnya nggak diperlukan lagi karena siapa saja boleh masuk di situ. Juga Bambang Soesatyo bilang dia mau bikin sirkuit di situ. Artinya, akan banyak karbondioksida yang dibuang di situ, di paru-paru dunia tuh. Jadi, memang dari awal perencanaan, tidak menghitung jejak ekologi yang bakal punah di situ. Yang ada jejak ekonomi. Dan, orang merasa bahwa ya Presiden Jokowi akhirnya terbuai oleh ambisi untuk meninggalkan monumen besar di IKN. Padahal, orang nggak peduli lagi dengan itu, orang peduli dengan masa depan lingkungan, orang peduli dengan startup yang sebetulnya jadi bagian kepentingan bisnis masa depan yang juga anjlok di dunia itu. Kan startup semuanya habis sebetulnya itu. Nggak ada lagi orang bermain startup yang dibanggakan oleh Pak Jokowi dulu sebagai Unicorn, macam-macam itu. Jadi dunia lagi mengalami konsolidasi karena dua soal, krisis energi dan potensi perang dunia tuh. Sementara, Pak Jokowi mempromosikan, bahkan hampir gratis IKN untuk mengundang investor. Investor nggak bakal ke situ karena mereka punya cara berpikir bahwa dunia sedang berubah, ngapain masuk ke Indonesia yang itu- itu juga hasilnya nanti itu. Jadi, bujukan-bujukan bisnis itu enggak akan berpengaruh pada kehidupan ke depan. Dan, para investor dunia justru lagi kabur dari Indonesia. Oke, saya tadi sebut HGU, tapi maksudnya HGB. Saya tidak tahu apakah ini keterbatasan wawasan atau memang karena sekadar ambisi itu, melihat bahwa dunia sedang berubah. Sebenarnya dunia sedang bergerak ke arah kutub yang berbeda, sementara kita bergerak ke kutub yang lain dan terus-menerus itu dipromosikan dengan obral-obralan. Ya, itu yang disebut dalam keadaan kacau atau ketidakpastian, lakukan hal terbalik. Padahal, yang terbalik itu justru yang menjerumuskan kita hari ini. Jadi, mengundang kembali investor dalam keadaan dollar dipanggil pulang oleh Joe Biden karena inflasi di Amerika masih tinggi. Jadi, nggak masuk akal konsolidasi Amerika sebagai penyumbang terbesar gerak ekonomi itu masih ingin memulihkan dirinya sendiri, yang itu artinya semua orang yang punya uang itu mending balik ke Amerika dolarnya daripada masuk ke Indonesia yang kepastian politiknya juga enggak bisa dijamin. Kan orang berhitung, Anies jadi presiden enggak nih kalau 2024? Apakah Anies akan jamin bahwa 160 tahun itu akan berhasil membuat 30% tax dan segala macam insentif itu bisa sustainable. Kan tetap soalnya adalah keyakinan para investor tentang masa depan politik Indonesia. Rasa aman itu yang nggak bisa diberikan oleh pemerintah hari ini. Pemerintah hari ini masih akan ngotot, gampang investor masuk saja karena nanti Anies atau siapapun Ganjar Pranowo, itu akan teruskan proyek Jokowi. Oh, iya. Itu di dalam upaya janji kampanye begitu, tapi di ujungnya orang pasti akan tuntut Anies atau siapapun jadi presiden, dia mesti bikin kontra konsep dengan Pak Jokowi. Jadi banyak juga yang pasti akan dibatalkan oleh presiden berikutnya. Kan enggak bisa presiden sekarang mengikat kepentingan presiden berikutnya. Itu yang harusnya dilihat sebagai faktor yang akan menghambat investor karena investor selalu ingin ada kepastian politik. Ya. Oke. Jadi meskipun diobral murah seperti itu, Anda enggak yakin bahwa ini akan berhasil pembangunan ini. Kan sesuatu diobral murah itu karena nggak bermutu sebetulnya. Jadi, kalau semakin diobral murah, orang anggap ya kalau begitu tunggu saja sampai obralnya betul-betul sampai 99%. Jadi, investor juga mempermainkan kita kan. Mereka tahu kita butuh, bunganya bakal ditinggikan, atau Indonesia jual murah dengan segala macam fasilitas pajak yang dipermudah. Dan, itu sebetulnya. Itu bertentangan dengan konstitusi karena konstitusi bilang sumber daya alam kita itu dipakai untuk kepentingan rakyat, bukan diobral dengan cara murah untuk membiayai ambisi Presiden Jokowi. Selalu itu poinnya. Dan, saya selalu ingin terangkan bahwa saya beroposisi pada Pak Jokowi sebagai presiden, bukan pada menteri-menterinya. Menteri-menterinya kan disuruh saja itu. Banyak menteri juga yang terpaksa bermain oportunisme karena sudah mau habis masa jabatannya. Jadi, sekali lagi, publik mesti diajarkan bahwa masa depan republik kita itu tergantung pada perubahan politik di 2024. Apalagi kalau 2024 nggak terjadi itu, terjadi percepatan perubahan karena tekanan publik dan tekanan sosial ekonomi. Nah, investor pasti sudah tahulah gelagat permainan politik di Indonesia yang masih peras memeras. Dan, kelihatannya kalau saya baca ini, ada dua jurus yang dimainkan Pak Jokowi dalam mengobral IKN. Pertama, ngobrol IKN; kedua, dia mulai semacam menagih atau dalam tanda petik menekan sebenarnya. Dia sekarang misalnya kelompok Ciputra yang ditanya, kapan ini komitmennya masuk. Ini yang baru muncul Ciputra, tapi saya kira pasti banyak kelompok bisnis lain yang juga ditekan untuk segera masuk ke sana. Ketiga, memberikan janji-janji manis bahwa ada 9 rumah sakit itu sudah masuk, IKEA juga akan masuk. Saya membayangkan, kan biasanya produk-produk semacam ini sesuai dengan demand-nya. Kalau tidak ada masyarakat, yang masuk rumah sakit siapa. Rumah sakit itu siapa pasiennya? Terus produk-produk IKEA (perabot rumah tangga) kalau tidak ada yang membeli bagaimana? Siapa juga yang membeli di sana? Oh, itu urutan-urutan berpikirnya juga ngaco Pak Jokowi. Kan dulu Pak Jokowi janjikan bahwa itu pertama yang akan dipindahkan adalah ASN. Berapa? Lima ribu atau sepuluh ribu. Itu yang nggak ada kepastian. ASN merasa, sudahlah mending gua pensiun daripada pindah ke tempat yang modelnya nggak bisa dia bayangkan, jauh dari mana-mana segala macam. Jadi kalau itu enggak dipastikan, siapa yang membangun rumah sakit? Masa rumah sakit buat korban-korban galian beton IKN. Itu cacing masuk rumah sakit, burung yang kehabisan oksigen juga masuk rumah sakit gara-gara ambisi Pak Jokowi. Apa begitu yang dikonsepkan ya. Ciputra juga mau ngapain di situ, bikin bangunan untuk kemudian jadi hutan kembali kan. Jadi, memang prospek yang tidak dituntun dengan akal sehat, dengan variabel soal environment, soal potensi gangguan keamanan di situ, soal tekanan dunia internasional supaya Indonesia tetap mempertahankan paru-paru dunia, jadi semua itu nggak dihitung karena Presiden Jokowi putuskan pembangunan itu secara politik, tanpa mendahulukan AMDAL. Kan itu konyolnya. Dari, dulu kita sudah bilang tuh, AMDAL dulu baru keputusan politik. Ini sudah keputusan politik, baru AMDAL. Saya dapat undangan banyak juga dari kampus di Kalimantan untuk mulai mempersoalkan AMDAL, kendati mereka dapat proyek untuk membenarkan. Tapi, kira-kira para dosen dan rektor di Kalimantan berubah pikirannya, melihat bahwa dunia ogah-ogahan sebetulnya untuk mendukung piramida dari Pak Jokowi. Ini kan kayak orang membangun piramida itu, korbannya banyak betul. Membangun Ibu Kota Negara itu kayak Firaun bangun Piramida. Supaya diingat, memang diingat. Tetapi, korban-korban pembangunan itu tuh berserakan di pondasi piramida. Itu yang mestinya kita ingatkan kepada Pak Jokowi supaya bijak. Batalkan saja, kan gampang tuh. Cuma membatalkan, lalu bilang nanti dipertimbangkan oleh presiden berikutnya. Ini beliau sendiri, Pak Jokowi, nggak kena beban. Beban oleh ambisinya sendiri. Sementara beban yang sedang dia hadapi ada beban soal ijazah yang juga akan panjang ceritanya. Walaupun soal ijazah nggak penting buat saya karena apa sih kertas itu. Tapi ini soal kejujuran, dan itu yang akan dibongkar publik terus. Kira-kira itu. Jadi kita berharap Pak Jokowi lakukan kontemplasi untuk semua hal, mumpung masih ada 3 semester sebelum 2024. Sebenarnya, dari sini saja kita sudah mulai bisa membayangkan apa yang terjadi dengan Pak Jokowi menyatakan ada investor yang mau masuk, kemudian diobral, kemudian juga nagih mereka-mereka para pengembang untuk segera masuk, itu sudah bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi dengan IKN tanpa kita menyatakan gagal atau tidak. Iya, kalau itu di daftar lemarinya Menteri Bahlil, itu MoU kan ada tiga lemari besar. MoU, janji kesepakatan, itu akhirnya dibatalkan oleh keadaan ekonomi dunia dan kalkulasi para investor tentang masa depan politik Indonesia. Jadi bagian ini yang aneh, mana ada investor yang melihat kekacauan lalu dia datang untuk ambil untung. Dia berpikir, bisa kejebak di situ tuh gua, enggak balik modal gua. Itu soalnya. Dan sebenarnya, situasi dunia itu seperti situasi ekonomi rumah tangga kita secara umum gitu, rumah tangga orang-orang Indonesia, ketika ekonomi sedang memburuk maka ya mereka akan lakukan adalah tentu saja memperkuat daya tahan domestik dulu, walaupun ditawarin obral murah dan sebagainya. Tapi kita menganggap bahwa itu barang enggak penting buat kita, untuk apa. Dan situasi sekarang kan gitu, orang sekarang kann gitu. Hati-hati, beli yang hanya kebutuhan saja dan cash money itu jauh lebih aman ketimbang diinvestasikan. Ya, itu prinsip pertama dalam dalam ekonomi, yaitu kehidupan rumah tangga dulu, aturan rumah tangga yang mesti mereka diselamatkan. Tetapi juga mereka lihat ya rumah tangga Pak Jokowi juga lagi berantakan, rumah tangga negara ya. Ya, mengambil keuntungan dari rumah tangga Republik Indonesia yang lagi berantakan ngapain? Jadi dia pasti ngurus rumah sendiri. Jadi poin itu selalu dengan mudah kita tadi ilustrasikan semacam itu. Jadi, orang bisa ngertilah. Ini dunia gonjangganjing, ketidakpastian di Eropa, China, ketidakpastian hubungan Jepang dengan anggaran dia yang diusulkan untuk meningkat, inflasi di Amerika yang belum bisa terkendali, segala macam, suku bunga Federal Research dinaikkan, impact-nya ke Indonesia itu justru tekanan. Jadi, semua soal itu enggak bisa sekadar dijanjikan 160 tahun, 30 tax holiday, itu enggak ada itu. Itu bagi investor dia cuma lihat, ini saham-saham yang tadinya blue chip lagi rontok gitu. Saham-saham startup lagi rontok, enggak ada yang mau invest di situ. Sementara Pak Jokowi sudah lupa tuh bahwa dia menginginkan startup itu bergerak untuk mendukung ekonomi itu enggak jalan. Jadi, semua kekacauan variabel dunia itu enggak dipedulikan oleh Pak Jokowi karena dia tetap anggap IKN itu adalah legasi dia, pameran terakhir beliau yang pasti akan jadi puing-puing nanti. Kalau dalam dua semester ini nggak ada tanda-tanda dibangun ya sudah makin lama investor makin oke, selamat tinggal janji-janji Presiden Jokowi. (ida/sws)
Reformasi Total Polri Harus Segera Dilakukan
Jakarta, FNN – KOPI Party Movement kembali mengadakan diskusi yang bertema, “Habis Sambo dan Tragedi Kemanusian Kanjuruhan Terbitlah Teddy, Quo Vadis Reformasi Total Polri?” di Dapoe Pejaten, Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2022). Menghadirkan enam tokoh nasional sebagai pembicara utama, Komjen (Purn) Susno Duadji (Mantan Kabareskrim Polri), Dr. Margarito Kamis (Pakar Hukum Tata Negara), Kamaruddin Simanjuntak (Praktisi Hukum), Laksamana Madya (Purn) Soleman B. Ponto (Mantan Kepala BAIS TNI), Dr. Sidra Tahta (Pengamat Sosial dan Kepolisian), dan Haris Azhar (Direktur Eksekutif LOKATARU). Diskusi dibuka oleh Gigih Guntoro yang memberikan kata pengantar dan sekaligus pemantik. Selanjutnya acara dibawakan oleh Haris Rusly Moti sebagai moderator. Dalam diskusi Kolaborasi Peduli Indonesia (KOPI) Party Movement tersebut, hampir seluruhnya berpendapat bahwa masalah kepolisian adalah sistem. Pertama, sistem kepolisian di bawah presiden memberikan peluang menyalah-gunakan kewenangan. Dan satu solusi untuk mengatasi hal itu adalah dengan menempatkan Polri berada di bawah satu kementerian. Agar tidak lagi memberikan multifungsi Polri. Kedua, soal struktur belum ada perubahan. Performa polisi sampai saat ini masih sebagaimana Tentara Nasional Indonesia (TNI). Ketiga, soal kultur, hedonisme, kesombongan sebagai suatu akibat. Solusinya adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) agar membuat kajian untuk membenahi Polri, serta menempatkan Polri di bawah satu kementerian. Soleman Ponto menyatakan bahwa disiplin Polri masih sama dengan militer. Sehingga, perilaku polisi bukan pelayanan melainkan fungsi militer. “Polri tidak berubah, kata orang Aceh serupa lah tuh. Polri tetap menjadi pegawai negeri, bukan pegawai negeri sipil. Polisi sekarang bukan polisi Indonesia, tetap polisi militer,\" terang Soleman. Bahkan, Soleman memberikan pendapat satu kerusakan sistem dalam Polri berupa perbandingan bagaimana militer menentukan seorang Panglima butuh waktu enam bulan sebelum pengangkatan, berbeda dengan kasus Teddy Minahasa yang baru diangkat tetapi sudah ditangkap karena narkoba. \"Ada data dan informasi yang tidak sampai kepada Kapolri. Ada kesengajaan atau tidak ada sistem dalam polisi ini. Ini situasi yang membuktikan. Jadi, apa? Tiba hari tiba akal,\" ucap Soleman. Soleman menekankan bahwa polisi harus mengerti perasaan semua orang dan juga sesuai dengan budaya Indonesia yang beragam. Di sisi lain, Kamaruddin juga menyoroti pola rekrutmen, pola mental, dan pemberian gaji serta jabatan di Polri. \"Pola mental kepolisian sangat buruk, kalau tidak diberi uang dia tidak bekerja. Mentalnya mental uang,\" tukas Kamaruddin. \"Itu mental kepolisian kita karena berpihak pada mafia. Rebut kepolisian dari tangan mafia. Rebut pemerintah dari mafia,\" tegas Kamaruddin. Hal tersebut pun dipertegas oleh Haris Azhar yang menyatakan bahwa ada polisi dan pejabat yang memiliki jabatan dan wewenang yang tinggi, bukan hanya soal pengamanan tambang atau perkebunan sawit, tetapi juga memiliki saham di dalamnya. Dan dia pun menyarankan untuk dapat mengubah Polri dengan mengungkap kasus-kasus besar. \"Yang harus dilakukan Mabes Polri dan pimpinan adalah mengungkap kasus-kasus yang melibatkan pejabat-pejabat Polri atau anggota-anggota Polri. Itu yang harus dilakukan oleh Mabes {Polri. Ga usah ngurusin kasus-kasus yang cetek-cetek,\" ucap Haris, tegas. Adapun rekomendasi fundamental yang disarankan oleh Margarito Kamis dalam mereformasi Polri adalah dengan menempatkan Polri di bawah satu kementerian dan mengubah Undang-undang Kepolisan. Serta pengaturan ulang soal koordinasi dan pengawasan bagi kepolisian. Dan bila perlu dibuat badan yang independen untuk itu. \"Tanpa itu semua, jangan bermimpi ada perubahan,\" tegas Margarito. Dan persoalan kurangnya pengawasan tersebut juga dibenarkan oleh Susno Duadji sebagai mantan Kabareskrim. \"Pengawasan kurang, atau boleh tidak ada pengawasan eksternal. KPK yang personilnya tidak sampai 5000 saja ada tim pengawas, komisi Nasional. Hakim, ada komisi yudisial,\" ucap Susno. Susno Duadji juga menambahkan bahwa masyarakatlah yang mendesain Polri. Dan untuk dapat mengubah Undang-undang Kepolisan, perlunya dukungan politik dari DPR dan juga keseriusan Presiden. Dan sebagai pembicara terakhir, Sidra Tahta menambahkan bahwa Polri seharusnya membangun kepercayaan, kemitraan, dan pelayanan terbaik. Dia mengatakan bahwa 80 persen fungsi kepolisian adalah pelayanan. Sidra mengatakan bahwa perubahan Polri butuh dorongan dari masyarakat. Hal itu karena polisi yang dibuat pada Belanda untuk menjaga Belanda. Dan juga sistem kepolisian yang digunakan adalah sistem Eropa Kontinental. Dan satu masalah yang krusial lainnya yang dikatakan Sidra adalah masyarakat tidak mengerti cara berkomunikasi dan mengawasi kepolisian. Masalah yang sulit adalah kita menggunakan sistem kepolisian Eropa kontinental. Belanda membuat polisi di Indonesia mejadi kepolisian yang menjaga Belanda. Pertama, bahwa Polri ini perlu melanjutkan reformasi total. Polri belum bisa menempatkan diri secara profesional, akuntabel. Dan, kewenangan Polri yang luas harus segera dibatasi agar tidak terjadi kesewenangan. (Rac)
Ketua DPD RI Ungkap Kunci Utama Bangkitkan Perekonomian Indonesia saat Beri Kuliah Umum di Unitomo
Surabaya, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengatakan kunci utama membangkitkan perekonomian nasional adalah kembali kepada sistem ekonomi Pancasila. Menurut LaNyalla, sebelum konstitusi diubah tahun 1999 hingga 2002, konsep sistem ekonomi Pancasila tertuang dalam Pasal 33 naskah Asli Undang-Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya. \"Namun, bangsa ini sudah salah arah. Hanya demi mengejar angka pertumbuhan ekonomi yang ekuivalen dengan Tax Ratio, mekanisme ekonomi diserahkan kepada mekanisme pasar. Dibiarkan tersusun dengan sendirinya. Bukan lagi disusun atas usaha bersama,\" kata LaNyalla dalam Kuliah Umum Wawasan Kebangsaan dan Kewirausahaan di Universitas Dokter Soetomo, Surabaya, Jatim, Selasa (18/10/2022). Begitu pula posisi negara yang sudah tidak lagi menguasai secara mutlak bumi air dan kekayaan alam. Menurutnya, negara hanya berfungsi sebagai pemberi ijin atas konsesi-konsesi yang diberikan kepada swasta nasional yang sudah berbagi saham dengan swasta asing. \"Padahal, negara dengan keunggulan komparatif Sumber Daya Alam seperti Indonesia, seharusnya lebih mengutamakan Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP,\" ujarnya. Ditegaskan LaNyalla, konsep atau Mazhab pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan pemasukan negara dari Pajak Rakyat atas Pendapatan Domestik Bruto di beberapa negara memang sukses diterapkan. Tetapi belum tentu dapat diterapkan untuk negara seperti Indonesia. LaNyalla mencontohkan Amerika Serikat. Puluhan perusahaan raksasa dunia semua berkantor pusat dan dimiliki oleh warga negara Amerika Serikat. Mereka semua tidak memindahkan kantor atau unit usahanya keluar dari Amerika Serikat. Sehingga miliaran US Dolar keuntungan mereka terdistribusi menjadi pemasukan Pajak bagi pemerintah Amerika Serikat. Begitu pula industri lainnya, seperti industri film Hollywood yang sampai hari ini mampu mencetak laba miliaran US Dolar dari monetize royalty atas pemutaran film-film produksi mereka di ratusan negara di dunia. Belum industri-industri lain, termasuk farmasi dan obat-obatan serta senjata. \"Bagi Amerika, konsep pajak sebagai sumber pemasukan utama bisa dilakukan. Tetapi bagi negara seperti Indonesia tentu tidak. Dan memang konsep pertumbuhan ekonomi yang dikampanyekan oleh masyarakat Global, berbeda dengan konsep pemerataan ekonomi yang dirancang para pendiri bangsa kita,\" paparnya. Menurut Senator asal Jawa Timur itu, konsep dan sistem ekonomi yang dirancang para pendiri bangsa dalam Penjelasan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Naskah Asli yang sudah dihapus total, harus kembali diterapkan. \"Kunci agar Indonesia maju dalam ekonomi adalah negara harus kembali berkuasa penuh atas bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya. Termasuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak,\" ungkap dia. Kemudian tiga pilar ekonomi Indonesia yaitu koperasi atau usaha rakyat, perusahaan negara dan swasta, baik swasta nasional maupun asing melakukan proses usaha bersama secara sinergis. Tentu dengan posisi pembagian yang tegas, antara wilayah public goods dan wilayah commercial goods, serta irisan di antara keduanya. \"Makanya saya menawarkan gagasan untuk kita mengingat dan membaca kembali pikiran para pendiri bangsa. Kita harus kembali kepada Pancasila. Kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli untuk kemudian kita sempurnakan dengan cara yang benar, dengan cara adendum agar kita tidak mengulang praktek penyimpangan yang terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru. Karena kita harus selalu belajar dari sejarah,\" tuturnya. Hadir Rektor Universitas Dr Soetomo, Dr Siti Marwiyah, SH. MH, Para Wakil Rektor, mantan Anggota DPR RI, Dr Achmad Rubaie, SH. MH, Para Dekan dan mahasiswa Unitomo. (mth/*)
Tragedi Kanjuruhan Diatasi dengan Pendekatan Proyek
Oleh: Tjahja Gunawan - Wartawan Senior FNN IBARAT orang sakit kepala tapi dokternya memberi obat sakit perut. Jika pun ada yang demikian, dapat dipastikan itu dokter abal-abal alias palsu. Analogi ini sepertinya tepat untuk menggambarkan pilihan kebijakan yang diambil Presiden Jokowi dalam menyikapi terjadinya tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang pada tanggal 1 Oktober 2022. Sudah sangat jelas bahwa penyebab utama tewasnya 132 penonton dalam tragedi itu akibat tembakan gas air mata oleh aparat kepolisian, tapi Presiden Jokowi justru membuat keputusan aneh dan di luar nalar sehat yakni memerintahkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk membongkar Kanjuruhan Malang dan membangun stadion baru. Untuk membenarkan keputusannya tersebut, Jokowi sengaja mengundang Presiden FIFA Gianni Infantino ke Istana Merdeka Jakarta. Walaupun sebenarnya FIFA juga memahami bahwa penggunaan gas air mata dilarang dalam menangani keributan dalam pertandingan sepak bola dimanapun. FIFA dalam Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 menegaskan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion. Sementara itu akibat penggunaan gas air mata yang tidak sesuai prosedur, mengakibatkan suporter di tribun stadion Kanjuruhan Malang satu sama lain saling berdesakan mencari pintu keluar, sesak nafas, pingsan dan akhirnya saling bertabrakan. Hal tersebut diperparah dengan over kapasitas stadion dan pertandingan big match yang dilakukan pada malam hari. Itu loh Pak Presiden akar persoalannya! Kenapa jalan keluarnya justru stadionnya yang dirobohkan ? Supaya ada proyek baru ? Sehingga dengan begitu nanti stadion lain yang belum memenuhi standar FIFA juga bisa dirobohkan dan dibangun baru lagi. Lalu dana untuk membongkar dan membangun stadion baru dari mana? Bukankah sekarang ada masalah urgent yang perlu segera ditangani pemerintah, misalnya mengatasi jalan dan jembatan yang terputus akibat longsor dan hujan deras di berbagai akhir-akhir ini ? Kenapa cara berpikir seorang presiden selalu proyek dan proyek terus ya? Dulu Diresmikan Megawati Seharusnya menjelang berakhirnya masa jabatan sebagai Presiden, Jokowi bisa meninggalkan legacy bagi masyarakat Indonesia. Bukan malah justru mewariskan beragam persoalan bagi generasi mendatang. Jika kilas balik ke belakang, stadion Kanjuruhan, ternyata diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 9 Juni 2004. Stadion tersebut dibangun sejak tahun 1997 dengan biaya lebih dari Rp 35 miliar. Ketika Jokowi pergi ke Malang untuk mencari akar persoalan tragedi kemanusiaan di Kanjuruhan, sejak awal dia sudah \"menyalahkan\" pintu stadion yang kecil dan sebagian terkunci serta tangga stadion yang curam. Luar biasa seorang Presiden sudah seperti mandor proyek saja. Sekali kunjungan langsung bisa menyimpulkan penyebab tragedi kemanusiaan itu semata masalah teknis. Lalu untuk apa dibentuk Tim Independen Gabungan Pencari Fakta (TIGF) yang dipimpin Menko Polhukam Mahfud MD dengan wakilnya Menpora dimana para anggotanya terdiri dari berbagai unsur masyarakat yang independen. Dan hasil temuan TIGPF sebenarnya sudah cukup obyektif dan telah memenuhi harapan masyarakat terutama para pecinta sepak bola. ****
Terbongkar: Ada Tim Spesialis Perusak CCTV di KM 50, Duren Tiga, dan Kanjuruhan
KABAR mengejutkan datang dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta atau TGIPF yang mengungkap berbagai temuan soal CCTV yang merekam Tragedi Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, menyusul tewasnya 133 penonton Aremania. Salah satunya adalah adanya rekaman CCTV selama 3 jam saat kejadian yang sudah dihapus. Rekaman yang dihapus yaitu setelah pertandingan Arema FC melawan Persebaya pada 1 Oktober 2022. Usai pertandingan yang berakhir dengan skor 3 : 2 untuk Persebaya, penonton turun ke stadion, dan rangkaian Baracuda melakukan evakuasi terhadap tim Persebaya. “Dapat terekam melalui CCTV yang berada di Lobby Utama dan Area Parkir,” demikian tertuang dalam dokumen TGIPF Kanjuruhan yang sudah dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 14 Oktober. Rekaman CCTV tersebut mulai dari pukul 22.21.30 dapat merekam peristiwa dengan durasi selama 1 jam 21 menit. “Selanjutnya rekaman hilang (dihapus) selama 3 jam, 21 menit, 54 detik,” tulis dokumen TGIPF. Rekaman baru muncul kembali kemudian, selama 15 menit saja. Walhasil, hilangnya durasi rekaman CCTV ini menyulitkan atau menghambat tugas tim TGIPF untuk mengetahui fakta yang sebenarnya terjadi. Sehingga, TGIPF melaporkan bahwa mereka sedang berupaya untuk meminta rekaman lengkap ke Mabes Polri. Penghilangan (penghapusan) petunjuk rekaman CCTV di Stadion Kanjuruhan ini mengingatkan kembali “hilangnya” CCTV saat menjelang tewasnya 6 laskar Front Pembela Islam (FPI). Belakangan terungkap di persidangan Ferdy Sambo, tim JPU menyebut, nama Tim CCTV yang menghapus CCTV di rumah dinas Duren Tiga, sama dengan Tim CCTV KM 50 Tol Jakarta-Cikampek. Tak hanya itu. Sepertinya, penghilangan TKP KM 50 juga akan dilakukan atas Stadion Kanjuruhan. Konfirmasi soal ini sudah disampaikan Presiden Joko Widodo, dengan alasan disesuaikan dengan standar FIFA. Pengamat politik Rocky Gerung membahas soal ini dengan wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam Kanal Rocky Gerung Official, Selasa (18/10/2022). Halo halo, apa kabar Anda semua. Semoga selalu dalam keadaan sehat walafiat. Ketemu kita di hari Selasa. Hari selasanya cerah ini karena melihat situasi politik Indonesia yang makin dinamis. Saya memakai bahasa yang netral, makin dinamis. Ya, di luar cerah. Saya lagi di Denpasar karena mau kasih kuliah umum di Universitas Udayana. Serius nih, Anda bisa masuk di Udayana sekarang? Luhut effect. Jadi, mahasiswa sekarang merasa sudah cukup berani karena mengundang saya, Faisal Basri, dan Zainal Arifin. Dan, itu sebetulnya kan pikiran-pikiran yang pasti menghajar Jokowi lagi atau pemerintahan. Tapi, kita mau uji apakah kampus itu bisa memulihkan keyakinan bahwa poin akademis, pikiran akademis, tidak boleh dihambat oleh kepentingan politik. Mudah-mudahan. Tetapi, yang ingin kita melihat sekarang adalah peristiwa-peristiwa politik yang susul-menyusul. Betul tadi dinamis sekali tuh. Anies (Baswedan) mulai dipertanyakan ini mau continuity atau mau change sebetulnya. Oke. Kalau nggak salah sebulan yang lalu, Anda masih di tetangganya Bali sedikit, di Mataram Anda masih dicekal di kampus Universitas Mataram. Sekarang Anda sudah bicara di tengah kabinet dan di depan riil presiden gitu, jadi rupanya sekarang orang loh kalau di depannya Pak Luhut saja bisa bicara, kalau Gibran saja datang ke rumah, masa kampus enggak boleh. Gitu kira-kira ya. Betul. Selain persidangan ijazah, persidangan Sambo, macam-macam. Kan mesti ada persidangan akademis memang tempat orang bersidang akademis. Ngapain ditahan-tahan orang untuk bicara di kampus. Itu intinya tuh. Dan semua juga kampus yang lain melakukan hal yang sama. Demikian juga halnya tunjuk menunjuk Rektor, macam-macam itu, hilangin-lah. Rektor, semua calon pemimpin bisa diuji di kampus, mulai dari menguji pimpinan Universitas sendiri tuh. Jadi, money politic mesti dihilangkan. Oke Bung. Ini sekalian kita omongin supaya kalau ada mahasiswa yang mau mahasiswa PTN gitu yang menggunakan Anda enggak ragu lagi, karena dua pekan yang lalu kalau tidak salah saya dan Anda kan diundang bicara di UNJ, terus saya tanya sama mahasiswa “Ini serius, kalian mengundang saya sama Bung Rocky? Coba tanya rektornya dulu deh. Nggak lama kemudian dia bilang, oke, rektor setuju Pak Hersu, nggak ada masalah. Pemulihan politik memang mulai dari pemulihan akal sehat. Bung Rocky, kita ngomongin yang saya kira fokus publik kemarin bagaimana kepolisian kemarin sudah mulai berlangsung sidang dari Ferdy Sambo. Dan orang mencermati dengan jelas bagaimana bukan hanya konstruksi hukum, bahkan sampai gestur tubuhnya, pakaian yang digunakan, dan sebagainya itu diperhatikan orang. Itu artinya apa, memang publik betul-betul masih tetap mengawal apakah betul sudah ada keseriusan dari kepolisian untuk berubah setelah kemarin dipanggil, dimarahi oleh Pak Jokowi selama 15 menit. Ya betul. Dan efek yang bagus dari Pak Jokowi akhirnya diperlihatkan bahwa delegitimasi di dalam kepolisian itu berlangsung drastis. Walau Pak Jokowi di ujungnya itu masih memberi sinyal otoriter itu, hajar, tegas, segala macem. Presiden boleh kasih perintah melalui saluran institusi, bukan di depan publik meminta polisi untuk tegas dan dengan bahasa yang dihubungkan dengan pidato Pak Jokowi beberapa tahun lalu, bulan lalu, hajar mereka, kalau bisa door kalau sesuai dengan hukum. Itu dengan wajah yang pada akhirnya orang sambungkan, ya tidak begitu demokrasi. Demokrasi itu menuntut percakapan. Kalau bisa percakapan ngapain pakai senjata kan? Itu soalnya. Jadi, sekali lagi, ini persidangan-persidangan ini juga akan dipakai untuk memulihkan yang kita sebut akal sehat berpolitik. Nggak boleh ada saling mengintai lewat CCTV lalu kalau ternyata yang kena adalah bagian yang bisa jadi opini publik lalu disembunyikan CCTV-nya. Padahal CCTV itu dimaksudkan untuk memperjelas perkara, bukan untuk mengaburkan. Ya buat apa dikasih CCTV kalau akhirnya dikaburkan. Ya biarin saja kalau begitu. Jadi, soal-soal semacam itu yang saya…. Ini kemarin Anda menyinggung soal CCTV. Saya kira kalau soal persidangan Sambonya biar proses berjalan dan kemudian kita akan melihat fakta-fakta yang terungkap dan Anda mungkin sudah membaca di media-media lain. Tapi ada angle yang menarik yang tadi Anda sampaikan itu. Ternyata ada benang merahnya ini berkaitan dengan kepolisian. Kemarin terungkap dalam sidang-sidang Sambo bahwa itu sebenarnya tim yang menghancurkan CCTV di rumah dinas Ferdy Sambo itu ternyata sama dengan tim yang mengambil CCTV di KM 50. Itu media-media memberitakan semua seperti itu. Wah, saya jadi terkejut langsung, kita tahu benang merahnya. Tetapi, saya lebih terkejut lagi ketika TGIPF kemudian dalam dokumen yang menyebutkan bahwa CCTV di Stadion Kanjuruhan, di lobi Kanjuruhan, 3 jam lebih itu hilang, ada bagian yang hilang. Dan itu bagian yang sangat penting. Jadi, ini kelihatannya sudah menjadi semacam SOP. Nah, kalau ini baru SOP ini, setiap kali menghilangkan CCTV. Nah, menurut saya, ini sangat serius Bung Rocky. Wah, kalau itu betul-betul jadi SOP, ya dipublikasi dong bahwa polisi sekarang punya tim khusus CCTV gitu. Kan itu bahayanya, karena nanti orang nggak percaya lagi penegakan hukum. Ya, CCTV-CCTV itu kan barang bukti, kenapa dihilangkan? Menghilangkan barang bukti itu kriminal loh. Jadi, bagian-bagian itu juga mesti kita ingatkan bahwa polisi juga bisa diadukan sampai menghilangkan barang bukti. Yang lebih berbahaya, fungsi dari CCTV ini untuk menjelaskan duduk perkara yang itu bisa diedit kembali. Itu yang lebih gila lagi kan. Kalau ternyata edit- mengedit itu didasarkan pada kepentingan untuk menyelamatkan seseorang. Jadi, dalam negara demokrasi kita ingin agar semua kota kalau bisa dikasih CCTV, walau itu petanda buruk bahwa nggak ada lagi kebebasan manusia. Tetapi, justru kalau mau dibuat pengamanan, ya fair, dibuka saja apa yang tertangkap di dalam CCTV. Kan enggak ada sebetulnya rasa aman kalau di mana-mana ada CCTV. Sama seperti orang bilang di kampung gua ini aman banget, karena di mana-mana ada CCTV, di mana-mana ada polisi. Itu enggak aman artinya. Aman artinya ada kesederhanaan, ada kehangatan antara tetangga, itu fungsinya. Jadi, balik lagi pada soal tadi. Itu harus diterangkan, dijelaskan, kalau memang ada tim yang dilatih untuk memanipulasi CCTV, itu adalah kejahatan, lepas dari apapun. Nah, soal terorisme mungkin dijadikan dasar, tapi ya nggak ada terorisme di lapangan bola lah. Kira-kira begitu. Jadi, fungsi-fungsi security ini betul-betul harus diawasi justru oleh mata publik. Publik tahu, CCTV untuk kepentingan publik, bukan untuk memanipulasi peristiwa. Dan yang menarik, ini yang di KM 50 dan yang di rumah dinas Duren Tiga, itu timnya sama, dari Divisi Propam. Ini yang bikin kita kaget. Ini kan tugasnya dia juga mengawasi atau menjadi komisi etik dari polisi. Nah, kita belum tahu apakah yang terjadi di Stadion Kanjuruhan juga dilakukan oleh Divisi Propam atau tidak. Kalau itu terjadi, ini dobel-dobel ini, serius sekali Bung Rocky. Ya, itu transparansi mestinya dari awal. Kalau kita merasa bahwa kita ingin propam itu melindungi kita dari perilaku aparat kepolisian, sekarang justru propam melindungi aparat kepolisian yang berupaya untuk mengkriminalisasi rakyat. Kan itu yang kita anti sebetulnya? Kita ingin betul-betul polisi melakukan hal dengan maksud yang sempurna, yaitu rasa aman publik. Rasa aman publik itu bisa terganggu oleh kelakuan oknum-oknum yang buruk. Nah, kelakuan itu yang harusnya di-wash oleh Propam. Kan gitu. Betul, dia adalah komisi etik dari kepolisian atau bahkan offersite commitee itu yang bisa melihat semua hal dengan perspektif kejujuran. Jadi, kalau Propam sendiri enggak jujur dan sekarang Propam menjadi masalah karena ada soal Sambo, orang menganggap bahwa ya sudahlah, kita perlu polisi memang, tapi lebih baik nggak ada polisi daripada polisi menghalang-halangi kejujuran. Jadi, sinyal tersebut mesti kuat ditangkap oleh Pak Kapolri supaya kalau ada reformasi polisi, bagian-bagian ini justru yang mesti diucapkan lebih dahulu, bukan soal anggaran, bukan soal persiapan untuk persenjataan. Enggak itu. Polisi tanpa senjata itu pasti dihormati rakyat. Kan itu yang kita contoh dari Jepang, dari Inggris segala macam. Polisi itu diam-diam di pojok saja tapi semua orang memberi salam, bahkan polisi di China itu dielu-elukan oleh rakyat. Jadi, hal ini yang mesti kita ulangi, yaitu civilian value, nilai-nilai sipil, harus melekat di dalam watak publik kepolisian. Watak publik artinya begitu dia keluar rumah, Pak Polisi itu tahu bahwa dia akan menghadapi berbagai macam kepentingan publik yang beragam, dan itu yang dianggap sebagai tugas dia, memelihara keragaman pikiran publik, bukan menyatukan dengan ancaman kekerasan. Ya. Saya kira ini penting diseriusin. Orang mungkin tidak terlalu memperhatikan soal ini, tapi saya kira orang mulai tertarik begitu melihat benang merahnya, loh, kok ini sudah mulai ada modus yang sama, selalu seperti itu. Itu baru yang terungkap ke publik. Kita tidak tahu dalam kasus-kasus yang lain gitu. Dan, kebetulan kasus ini kan saya kira kasus-kasus besar yang mesti kita perhatikan dari kepolisian. Kasus KM 50, bagaimanapun itu juga masih jadi dark number karena itu walaupun sudah ada tersangkanya tapi dibebaskan. Itu juga bisa disebut dark number. Kemudian juga soal Sambo ini yang sudah mulai diadili. Nah, Kanjuruhan, kita belum tahu sampai sekarang bagaimana prosesnya. Hari ini, ketua umum PSSI yang juga polisi katanya akan dipanggil oleh kepolisian untuk diperiksa di Polda Jawa Timur. Akhirnya, satu-satu mulai terawasi. Bukan sekedar terbuka, tapi terawasi oleh publik. Publik kritis untuk melihat algoritma, di sana timnya ini, di sini timnya itu, sama, sasarannya CCTV. Jadi, ada tim khusus yang memang ahli CCTV, ahli untuk memanipulasi data. Kan itu yang ada di benak publik. Ini pertanda bahwa kita masuk di dalam republic of fears, republik kecemasan, karena diintai terus, dan bisa pengintaian itu dimanipulasi. Buku Republic of Fears itu menggambarkan aktivitas intelijen di zamannya Sadam Husein. Semua orang merasa ketakutan, semua orang merasa diawasi, tapi semua orang juga merasa ingin dilindungi. Jadi psikologi itu yang dimainkan oleh kekuasaan, ingin dilindungi supaya aman, tapi sebetulnya sedang diawasi sehingga kita cemas kan. Jadi, filosofi itu yang juga saya ingin sampaikan pada teman-teman polisi, supaya diperhatikan. Rakyat ingin dilindungi, bukan ingin diawasi. Itu soalnya. Oke. Kan sekarang orang mulai menagih gara-gara ini, ketiga di Komisi III Pak Sigit mengatakan ada novum, ada bukti baru pada kasus KM 50. Nah, orang mulai menghubungkan soal ini. Ini penting Pak Listyo Sigit. Dan kita tahu kan, setelah kemarin habis dikumpulkan di istana, itu semacam secara tidak langsung kita mendapat isyarat dari Pak Jokowi bahwa Pak Listyo Sigit aman dan diminta untuk meneruskan reformasi di Polri, memperbaiki situasi di tubuh Polri. Saya kira dengan mandat dari Pak Jokowi, walaupun sempat tidak disalami di HUT TNI, tapi tetap sekarang Pak Listyo Sigit saya kira ini untuk sementara reda, office politik ingin dongkel mendongkel Kapolri. Ya. Itu artinya orang melihat ya siapapun yang mengganti sama juga. Mending Pak Sigit saja yang nerusin. Jenderal Sigit yang paling mungkin diminta untuk memulihkan kepolisian. Ya sudah, kita harus terima kemudian Pak Sigit, tapi dengan satu alasan kuat bahwa Pak Sigit harus kembalikan polisi pada etika sipil, karena polisi itu datangnya dari orang sipil. Jadi bagian itu sebetulnya yang penting kita sampaikan kepada Pak Sigit. Yang kedua, mumpung Pak Sigit itu mungkin lagi dimusuhi oleh semua kelompok, kan semua kelompok musuhin Pak Sigit, ya sudah, tutup mata saja, jalan terus saja kan. Kan dimusuhi semua orang artinya nggak ada beban bagi dia. Lain kalau cuma dimusuhi satu pihak. Itu bahaya. Jadi, karena dia justru dimusuhi semua orang, dia ambil jalan lurus saja. Dan yang musuhan itu biarin saja berkelahi di belakang dia kan. Tapi dia ingin membenahi yang di depan tuh. Saya kira begitu masalahnya. Jadi, kalau memang masih ada perang antar geng, pasti terjadi itu. Karena yang diincar adalah kedudukan terakhir, yaitu Kapolri. Tetapi, justru dengan perang antar geng yang habis-habisan tadi, yang tersisa pasti mereka yang bersih kan. (sof/sws)
Universitas Muhammadiyah Demo Tolak Kenaikan BBM
Jakarta, FNN – Unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi masih terus berlanjut. Di depan Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat, kembali digelar aksi tolak kenaikan harga BBM dari Universitas Muhammadiyah Jakarta. Dengan jumlah massa aksi sekitar 100 orang hadir pada pukul 15.00 WIB, Selasa (18/10/2022). Terlihat massa aksi datang dengan sejumlah atribut, mulai dari jas almamater, bendera, dan spanduk yang di antaranya bertuliskan \"Tolak Kenaikan Harga Bbm Bersubsidi\" dan \"Rakyat Menjerit\". Adapun tuntutan dari aksi tersebut adalah menolak dan kembali menurunkan harga BBM bersubsidi. Dan, massa aksi akan terus melakukan unjuk rasa tolak kenaikan harga BBM bersubsidi bila Pemerintah belum juga memenuhi tuntutan yang dilayangkan. Selain dari orasi, nyanyian, dan pembacaan puisi. Massa aksi juga melakukan pembakaran ban di tengah aksi. (Rac)
Rocky Gerung: Saya Tetap Menganggap bahwa Frustrasi Publiklah yang Menyebabkan Anies Meledak sebagai Figur
AHAD, 16 Oktober 2022, menjadi hari terakhir Anies Rasyid Baswedan jadi Gubernur DKI Jakarta. Dan, Ahad itu pula, dia berpamitan tinggalkan Balai Kota Jakarta yang selama 5 tahun menjadi tempat kerjanya. Jutaan warga Jakarta melepas Anies Baswedan untuk kemudian disambut oleh rakyat Indonesia. “Itu pertanda ada kerelaan. Itu namanya relawan,” kata pengamat politik Rocky Gerung kepada Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief dalam Kanal Rocky Gerung Official, Ahad (16/10/2022). “Jadi, kelihatannya Indonesia mengubah atau publik pemilih mengubah cara berpolitik. Nggak menunggu lagi serangan fajar. Jadi betul-betul Anies adalah antitesis dari pemerintahan Pak Jokowi,” lanjut Rocky Gerung. Menurutnya, dengan cara itu, orang mengerti, semakin bisa dipastikan Anies pemenang Pemilu 2024. “Tetapi, semakin dipastikan juga Anies akan dapet rompi orange,” ungkap Rocky Gerung. Bagaimana Rocky Gerung melihat semua ini? Lebih lengkapnya ikuti dialog Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung. Halo halo, apa kabar Anda semua. Hari ini, Ahad 16 Oktober 2022. Hari ini di Jakarta dan di berbagai wilayah terjadi kemeriahan karena melepas Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Saya dapat laporan di berbagai daerah. Saya baca saja ya ini, bukannya di Jakarta, ini di Jabar, itu ada konvoi parade nelayan, di Jawa Tengah juga jalan santai di Simpang Lima, Jateng, Magelang, Jateng; di Purworejo, di Temanggung, di Wonosobo, di Surakarta, di luar Jawa Bengkulu, Sulteng, kemudian di Banyumas, ke Sulawesi Tenggara, banyak sekali. Jadi menurut saya menarik ya, bagaimana kemudian ada seseorang yang baru melepas jabatan sebagai Gubernur tapi kemudian sambutannya luar biasa di seluruh Indonesia. Ya, itu pertanda ada kerelaan. Itu namanya relawan. Saya juga dapat banyak banget undangan itu, dari nelayan yang mengundang para sastrawan. Jadi, kalau sekarang dianggap hari Pemilu, itu berbondong-bondong orang nyoblos Anies, itu bisa aklamasi. Jadi, itulah kekuatan dari kesederhanaan, kesadaran relawan, relawan yang bisa deklarasi dari pinggir pantai, dari kios-kios bengkel. Jadi, kelihatannya Indonesia mengubah atau publik pemilih mengubah cara berpolitik. Nggak menunggu lagi serangan fajar. Bayangkan kalau relawan Anies menunggu amplop, itu nggak pernah terjadi. Jadi, itu bedanya dengan peristiwa kemarin-kemarin yang proses pemilihan presiden itu penuh dengan ampop. Anies nggak pasang baliho di mana-mana tuh. Ada baliho kecil-kecil dan cuman kalimat-kalimat. Belum pasang baliho Anies sudah dimobilisasi oleh keinginan untuk mempercepat perubahan. Jadi, betul-betul Anies adalah antitesis dari pemerintahan Pak Jokowi. Dengan cara itu, orang mengerti, semakin bisa dipastikan Anies jadi pemenang Pemilu. Tetapi semakin dipastikan juga Anies akan dapet rompi orange. Kan begitu tuh jadinya. Tetapi, sekali lagi, konfrontasi ini konfrontasi etis, karena memang ada soal-soal yang kriminal itu pasti dipaksakan. Jadi, pikiran publik sudah sampai di situ. Apalagi kalau dianggap bahwa Anies bersalah. Oke, kalau begitu yang lain juga bersalah. Jadi, Pemilu enggak bisa jadi karena semua calon itu juga punya komorbit sebetulnya. Apa saja orang bisa cari-cari, tapi sekali lagi, kelegaan kita bahwa Anies bisa menyelesaikan Jakarta dan ada yang menyambut dia kembali. Nah, kita bayangkan misalnya kalau Pak Presiden Jokowi lengser pada 2024, mustinya ada yang menyambut dengan sambutan semacam ini dan sambutan itu mesti otentik, bukan sambutan yang ada panitia pusatnya. Enggak begitu tuh. Panitia pusat selalu berupaya untuk cari donor ke oligarki soalnya. Jadi, kelihatan bahwa ada oligarki, tapi oligarki hati nurani. Itu yang membuat Anies diasuh oleh oligraki hati nurani. Itu kerelaan betul. Ini dalam minggu ini saya 3-4 kali ke daerah dan kerelaan itu betul-betul datang dari keinginan untuk melihat Indonesia yang bersih. Ini supaya jangan terlalu dianggap bahwa kita bagian dari tim kampanye Anies Baswedan, saya usulkan dua sudut pandang dalam mendiskusikan fenomena hari ini karena fenomena ini tidak hanya di Jakarta, tapi betul-betul fenomena di seluruh Indonesia kalau kita lihat itu. Di luar yang saya bacakan, saya juga dapat banyak WA. Saya mengusulkan dua, tapi silakan Anda kalau nanti mau melihat dengan persepsi yang berbeda. Pertama, itu bahwa sebenarnya fenomena Anies ini adalah semacam frustrasi publik terhadap situasi saat ini sehingga mereka membutuhkan sebuah figur antitesa. Publik ingin keluar dari situ. Kedua, kita ingin mendorong bahwa ke depan harusnya politik kita ini keluar dari jeratan oligarki dan untuk keluar dari jeratan oligarki tersebut harus ada kesadaran dan kerelaan publik untuk sebagai relawan tadi. Jadi, siapapun nanti, ke depan juga, kalau presiden yang kita inginkan kita pilih dan kita rame-rame mengusungnya. Saya usul itu Bung Rocky, silakan kalau Anda mau menambahkan. Yang pertama memang frustasinya karena keadaan ekonomi, dan sosial segala macam, sehingga orang ambil jalan pintas saja bahwa Anies, apapun dia Anies saja tuh. Jadi, itu yang first image, image pertama, satu persepsi pertama publik adalah kami frustrasi dengan keadaan, keadaan ekonomi, keadaan kehidupan sosial, keadaan keberagaman, segala macam. Dan, itu orang ekspresikan Anies bisa lakukan perbaikan. Tetapi tetap kita mau bilang Anies 0% apa enggak? Anies punya potensi untuk berimpit lagi dengan oligarki apa nggak? Pasti ada impitan-impitan ke depan tuh. Tapi bagi publik ini anggap ya sudahlah nanti saja diberesin itu. Pokoknya Anies dulu deh. Jadi, kira-kira sudah sampai di situ ya. Kenapa? Karena ketidakjujuran dalam proses pemilu kan, termasuk yang menghambat 0%. Publik tentu kalau saya ngomong di mana-mana, ya benar Pak Rocky, 0% itu penting buat Anies. Tapi buat sementara sudahlah nggak usah dibikin itu, nanti toh Anies akan ubah itu. Jadi sudah segitu persepsi publik. Itu terkait juga dengan keterangan Pak Presiden kemarin pada polisi itu bahwa keadaan kita memasuki pemilu itu rentan atau sangat rawan, karena memang Pak Jokowi betul-betul tahu bahwa elu-elu pada Anies sudah nggak bisa lagi ditahankan sehingga itu memungkinkan terjadi krisis sosial. Lalu Pak Jokowi perintahkan supaya jangan ragu-ragu polisi untuk menindak yang masih kira-kira sinyal politik identitas justru yang diberikan oleh Pak Jokowi kemarin. Padahal, sebetulnya orang tahu Anies itu dipolitikidentitaskan oleh persaingan yang tidak bisa diselesaikan oleh Pak Jokowi sendiri kan. Jadi, kalau ditanya kenapa ada ketegangan sosial seperti yang dikonsentrasi Pak Jokowi kemarin, karena Pak Jokowi tak berhasil membuat perbandingan antara pemerintahan dan oposisi. Kalau oposisi jalan, nggak akan ada semacam kecurigaan bahwa oh, ini Islomofobia. Karena kita langsung tahu yang beroposisi pasti terhadap kebijakan. Yang beroposisi pasti namanya antitesis. Kan itu intinya. Jadi, sekali lagi fenomena Anies ini betul-betul fenomena keinginan untuk melihat politik yang bersih. Bahwa Anies tetap akan kita tagih 0% itu adalah problem akademis kita supaya Pemilu itu dituntun dengan rasionalitas, bukan dengan 20% yang adalah permainan tukar tambah itu. Jadi, tetap saya menganggap bahwa frustrasi publiklah yang menyebabkan Anies meledak sebagai figur. Itu intinya. Dan, kita mesti ingat bahwa politik Indonesia kadang kala di ujung dipasang palang untuk mencegah orang yang dielu-elukan rakyat. Tapi, rakyat pasti akan melawan. Itu susahnya tuh. Nah, kalau rakyat melawan dengan alasan bahwa Anies itu sudah dinyatakan sebagai calon presiden rakyat, itu susah tuh. Karena tetap akan ada upaya, ini kan calon presiden rakyat mana calon presiden partai wong dia belum punya wapresnya. Dan, threshold-nya mungkin nggak bisa dicapai kalau cuma dua partai mengusung Anies. Jadi, sekali lagi kita balik pada apa yang disebut persepsi publik yang bisa mendahului seluruh aturan Pemilu. Jadi, aturan pemilu bisa dibalik nanti karena ada tekanan publik yang besar-besar. Jadi, seperti ini sudah semi revolusi sebetulnya, sudah semi people power. Oke, tapi kita bahwa ternyata publik tetap percaya dengan sistem demokrasi. Kan kita kemarin khawatir dengan sistem demokrasi itu. Tapi ternyata mereka tetap anggap oke ini jalan yang terbaik dan kita mesti mencari, mungkin karena persoalannya figur yang salah yang kita dukung gitu ya. Ya, kalau dibahasakan secara terbalik, iya. Banyak juga yang frustrasi yang merasa kami salah pilih itu. Kenapa? Itu karena Pak Jokowi ternyata tidak memperhatikan kesejahteraan rakyat. Pak Jokowi lebih banyak memperhatikan proyek-proyek mercusuar. Jadi, kesadaran itu datang dari keadaan politik dan ekonomi sendiri yang memang digagas oleh Pak Jokowi. Kan sebetulnya Pak Jokowi nggak memenuhi janji, lepas dari isu ijazah segala macam, memang tidak dicapai. Memang pencitraan tetap dilakukan Ibu Sri Mulyani, oleh menteri-menteri. Tapi, itu kan palsu. Orang tahu itu data, bukan fakta. Orang bilang datanya bagus, iya, tapi faktanya adalah kemiskinan. Data pertumbuhan meningkat, iya, tapi faktanya subsidi dicabut, macam-macam tuh. Jadi, segala hal yang berhubungan dengan keadaan masyarakat yang real, itu dirasakan oleh para relawan Anies, itu langsung dinyatakan sebagai hak Anies untuk memperbaiki bangsa ini. Dan, itu yang saya sebut tadi, euforia yang tak tertahankan. Ini menarik Anda bicara soal ijazah. Saya sendiri itu terheran-heran gitu ya. Ijazah ini ternyata menjadi isu yang sangat besar kalau kita amati. Dan itu bukan hanya level bawah loh. Itu level kalangan atas juga sangat mempercayai soal itu. Saya cuma heran saja, pertama sudah ada bantahan dari UGM. Jadi sudah ada otoritas resmi dan itu pun tetap di-denial oleh publik. Kedua, kalau katakanlah misalnya memang betul itu ada ijazah palsu, terus apa pentingnya sekarang, karena kan itu sebagai syarat untuk maju pilpres dan Pak Jokowi kan nggak akan maju lagi gitu. Tapi orang tetap makan isu itu. Apa sebenarnya yang memahami situasi ini. Jadi, kecurigaan ada di setiap sudut gang. Bahkan, kecurigaan terhadap apa benar presiden kita kemarin itu berijazah apa tidak. Padahal, sebetulnya apa pentingnya sih ijazah. Kan kalau dia sudah memimpin, selesai. Tetapi orang menuntut justru aturan yang mensyaratkan seseorang itu harus sarjana. Jadi, bagian ini sebenarnya juga ngaco. Ngapain nuntut presiden jadi sarjana tuh. Ya bagus juga kalau dia sarjana, tapi kalau dia sarjana tapi tidak bisa berpikir, apa gunanya tuh. Kan seringkali saya katakan ijazah itu tanda seseorang pernah belajar, bukan karena dia pernah berpikir. Itu prinsipnya dulu tuh. Nah, kalau begitu, nanti kita melihat bahwa memang ada kualifikasi tertentu, yaitu kemampuan untuk membuat desain pikiran. Ibu Susi Pudjiastuti itu akhirnya mesti nyari-nyari ijazah SMA atau apa yang orang nggak pentinglah, ngapain. Jadi, nanti saja kalau betul-betul kekuatan rakyat menginginkan, ya sudah dianulir saja tuh ijazah. Sebaliknya, ada yang punya Profesor berderet-deret sebagai pemimpin, itu juga enggak bisa mikir. Kan itu yang terjadi. Dan, masih menunggu lagi dapat guru besar dari mana-mana. Tetapi, balik pada pembuktian ijazah tadi, keterangan Ibu Rektor itu nggak ada gunanya. Karena palsu tidaknya ijazah itu mudah diforensik. Jadi, kan sama dengan mencari tahu ini uang palsu atau beneran. Ya bandingkan saja dengan uang benarnya. Apa? Ya semua ijazah itu sama dengan uang, ada jejak kimianya tuh. Jadi, kertasnya palsu apa enggak? Kan kertas ijazahnya itu kan kertas yang khusus. Jadi beda. Kan saya pakai kertas yang saya punya tahun ‘50 sama kertas tahun ‘90 beda. Beda kualitasnya atau beda pabrik yang nge-print. Printing-nya juga bisa. Itu teknologi dengan mudah bisa membedakan ini uang palsu, ini uang benar, ini ijazah palsu, ini ijazah bener. Jadi, bukan karena keterangan administrasi dari Rektor. Orang juga tahu itu bahwa Rektor bisa saja beri keterangan, tetapi pembuktian palsu tidaknya itu atas barangnya. Kan itu. Jadi, nanti di pengadilan pasti akan dibuka, secara teknis ini palsu atau aspal (asli tapi palsu) karena kok kertasnya beda dengan kertas cetakan yang ada pada mereka yang betul-betul memperoleh ijazah. Tapi kita mesti kasih satu sinopsis bahwa publik memang akhirnya mengintai dan mencari-cari apa yang bisa membuat Presiden Jokowi dipermalukan, kira-kira begitu kan. Tentu kita ingin supaya ya dipermalukan tapi apa ujungnya tuh. Kan tetap, presiden Jokowi mungkin bisa bilang iya memang ini ada soal, tapi saya sudah selesai jadi presiden. Itu juga apologi. Jadi, tetap satu Indonesia itu nuntut. Nah, itu sebetulnya bagus karena Indonesia menuntut penyelesaian di pengadilan dan itu silakan berdebat di pengadilan. Saya mendorong supaya Pak Presiden juga cari arsipnya, kasih tahu saja ini ijazah saya dan silakan dideteksi pakai mungkin alat untuk memeriksa dollar palsu atau rupiah palsu, sama juga. Gampanglah secara teknis. (ida/sws)
Empat Langkah Teknis Antisipasi Krisis Pangan
Oleh Bachtiar Nasir - Ketua Umum DPP Jalinan Alumni Timur Tengah Indonesia (JATTI) RESESI global yang kian menghantui perekonomian dunia, bagaikan berlomba dengan krisis pangan dunia. Faktor iklim yang tidak menentu memang menjadi alasan utama terjadinya krisis pangan. Akan tetapi, situasi geopolitik yang semakin memanas akibat konflik Rusia-Ukraina, menjadi pemicu semakin dekatnya bencana kemanusiaan itu nyata di depan mata. Saat ini, lonjakan harga minyak dan gas, menyebabkan biaya pupuk dan panen, juga transportasi hasil bumi ikut merangkak naik. Komoditi pangan utama dunia seperti gandum sangat terpengaruh. Harga olahan makanan yang berbahan dasar gandum seperti mie dan roti juga semakin mahal. Walaupun bahan pokok makanan orang Indonesia masih beras, akan tetapi akibat efek domino kelangkaan gas dan minyak; seluruh lini produksi akan tetap terpengaruh. Muaranya, harga-harga pangan di dalam negeri juga akan tetap merangkak naik dan orang-orang yang terancam kelaparan akan semakin banyak. Data Badan Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture Organization/ FAO), patut membuat kita khawatir. FAO mengungkapkan, angka kelaparan di dunia terus meningkat dengan bertambah hingga 46 juta orang sejak 2020 atau melonjak 150 juta orang sejak 2019 dikarenakan kenaikan harga pangan. Kondisi ini diprediksi akan lebih buruk pada tahun 2022. Kondisi ini membutuhkan solusi cepat dan nyata sebelum apa yang dikhawatirkan benar-benar terjadi. Oleh karena itu, sangat penting untuk meng-up grade kualitas sumber daya manusia umat ini, untuk segera membendung masalah kerawanan pangan agar tidak semakin membesar. Yang pertama dengan meningkatkan kompotensi sumber daya dan teknologi pangan. Kita melihat bahwa sebagian besar generasi muda umat ini sangat kecil ketertarikannya untuk bergerak di sektor pertanian maupun kelautan. Itu sebabnya, pada masa mendatang, krisis petani dan nelayan menghantui bangsa Indonesia. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2019 jumlah petani di Indonesia mencapai 33,4 juta orang. Adapun dari jumlah tersebut, petani muda berusia 20-39 tahun jumlahnya hanya 8% atau setara dengan 2,7 juta orang. Kemudian, sekitar 30,4 juta petani atau 91% berusia di atas 40 tahun, dengan mayoritas usia mendekati 50-60 tahun. Kondisi ini diperparah dengan penurunan jumlah regenerasi petani muda. Dalam data yang sama, dari periode 2017 ke 2018, penurunan jumlah petani muda mencapai 415.789 orang. Melihat kondisi ini, bila dengan cara konvensional pertanian dan perikanan terlihat tidak menarik, maka diperlukan terobosan-terobosan baru untuk membuat sektor pertanian dan kelautan berteknologi tinggi dan menjadi profesi bergengsi. Yang tentunya, juga harus ditunjang dengan kompetensi generasi milenial untuk menguasai teknologi ke-agrobisnisan dan ke-agromaritiman. Seperti yang dilakukan oleh generasi milenial petani Australia yang telah menggunakan sejumlah perangkat berteknologi canggih untuk membantu proses penyemaian bibit hingga panen. Mereka menggunakan pesawat untuk menyemai bibit dan menggunakan mesin panen modern untuk memanen. Sehingga gabah dapat langsung dikeluarkan dan diolah untuk mendapatkan bulir beras. Bahkan New South Wales, negara bagian Australia, telah berhasil panen raya dengan hasil 1, 1 juta ton per tahun 2013. Padahal, Australia sendiri bukan negara pengkonsumsi beras seperti Indonesia dan negara di Asia lainnya. Intensifikasi di bidang pangan ini sangat mendesak untuk dilakukan. Semakin meningkatnya kualitas SDM akan sangat menentukan kualitas pangan yang dihasilkan dan manajemen ketahanan pangan yang diterapkan; guna menjamin ketersediaan. Kedua, dengan memanfaatkan lahan tidur. Indonesia saat ini memiliki jutaan hektare lahan tidur. Terutama di pulau Sulawesi dan Kalimantan. Adapun jenis tanaman yang ditanam atau peternakan yang diupayakan di atasnya, dapat disesuaikan dengan kondisi alam sekitar. Pemanfaatan lahan yang terlantar ini sebenarnya tidak hanya di daerah pedalaman saja, tetapi juga dapat dilakukan di daerah perkotaan dengan luas tanah yang tidak terlalu besar sekalipun. Oleh karena itu, intensifikasi sumber daya dan pemanfaatan lahan tidur ini sebenarnya membutuhkan campur tangan pemerintah. Agar tidak memunculkan konflik atau penyelewengan hasil pemanfaatan lahan. Ketiga adalah pemanfaatan sumber daya lokal. Banyak komoditi unggulan tiap daerah yang bisa dimanfaatkan untuk mempertahankan ketersediaan pangan. Alangkah baiknya, jika tiap daerah memiliki tanaman pangan unggulan dan sumber pangan hewani berkualitas yang berasal dari tanah sendiri. Dan, masyarakatnya juga mau mengkonsumsi hasil tanah sendiri itu sebagai bahan pangan pokok. Seperti di daerah yang banyak memproduksi ubi dan ketela pohon, maka bukan masalah bila hasil bumi tersebut yang lebih diutamakan untuk dikonsumsi ketimbang beras. Pemerintah pada fase ini juga harus memberikan dorongan dalam usaha memperluas kreasi pangan. Sehingga masyarakat dapat terlepas dari ketergantungan mengkonsumsi satu jenis bahan pokok. Seperti yang dilakukan oleh warga Kampung Cirendeu, Bandung, Jawa Barat yang sudah melepaskan ketergantungan mereka dari beras dan menjadikan singkong sebagai bahan makan pokok. Lebih dari seabad yang lalu, tepatnya tahun 1918. Meski, bukan berarti sama sekali menolak mengkonsumsi nasi, tetapi alangkah baiknya jika kita mulai membiasakan diri dan keluarga untuk mengkonsumsi bahan makanan pokok lain. Sehingga, pameo di masyarakat “bila belum makan nasi berarti belum makan”, bisa segera pupus. Keempat, banyak bersyukur dan tidak mubadzir. Inilah yang sebenarnya sangat diharapkan dari perilaku konsumsi umat, terutama kaum muslimin di negeri ini. Kebiasaan untuk bersyukur dan tidak mubadzir dalam mengkonsumsi makanan akan sangat positif untuk mendukung pemerataan pangan. Allah Ta\'ala berfirman, وَلَقَدْ مَكَّنَّٰكُمْ فِى ٱلْأَرْضِ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَٰيِشَ ۗ قَلِيلًا مَّا تَشْكُرُونَ \"Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.\" (Surat Al-A’raf: 10). Mari gunakan apa yang kita miliki semaksimal mungkin untuk kebaikan hidup dan optimalisasi ibadah. Apa yang masih tersisa, sangat baik jika kita gunakan untuk sedekah kepada mereka yang membutuhkan. Sejatinya, sedekah adalah resep yang paling manjur untuk pemerataan pendapatan dan penanggulangan rawan pangan. Ketika setiap orang tergerak untuk meringankan penderitaan tetangga atau orang-orang di dekatnya yang membutuhkan, maka bahaya kelaparan akan lebih mudah dihindari. Kesadaran untuk hemat dan berbagi inilah yang secara mental harus dibangun untuk menanggulangi ancaman krisis pangan, di samping berbagai langkah teknis seperti intensifikasi pertanian dan peternakan, percepatan teknologi, pembangkitan lahan tidur, serta peningkatan kualitas dan kreasi komoditi lokal unggulan. Islam sendiri menekankan pentingnya ketahanan pangan dan usaha umat manusia untuk menjaganya. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda, إن قَامَتِ السَّاعَةُ وَفِي يَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا تَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَغْرِسْهَا “Jika terjadi hari kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah tunas, jika ia mampu sebelum terjadi hari kiamat untuk menanamnya, maka tanamlah.” (Riwayat Bukhari dan Ahmad). Artinya, meski kondisi genting layaknya hari kiamat sekalipun, Rasulullah Shallallahu \'alaihi wasallam berpesan agar manusia tetap mengupayakan ketersediaan makanan; salah satunya dengan cara menanam, sebagai mana yang beliau perintahkan.
Ketua DPD RI Apresiasi Kapolri yang Tegas ke Dalam
Jakarta, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, memberikan apresiasi kepada Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang melakukan pembenahan serius dalam institusi Polri. LaNyalla menilai Jenderal Sigit tegas ke dalam, demi mengembalikan marwah dan citra kepolisian yang menurun di mata masyarakat. “Apresiasi harus diberikan kepada Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang serius membenahi institusi Polri. Ia bahkan bergerak cepat dalam pembenahan itu,” kata LaNyalla, Sabtu (15/10/2022). Senator asal Jawa Timur itu mengatakan, Kapolri tidak segan mencopot dan memecat anggota Polri yang merugikan institusinya. “Polri harus bersih dari orang-orang yang menyalahgunakan jabatan dan wewenang. Karena, Polri bertugas mengayomi dan melindungi masyarakat. Kepercayaan masyarakat harus dijaga,” tandasnya. Dengan alasan tersebut, LaNyalla memberikan dukungan atas pembenahan yang dilakukan Jenderal Listyo Sigit Prabowo. LaNyalla juga berpesan agar Polri tidak tebang pilih dalam mengusut perkara. Karena salah satu sorotan masyarakat adalah adanya perbedaan perlakuan terhadap laporan-laporan yang diajukan masyarakat. “Jenderal Sigit jangan ragu. Lurus saja. Kita pasti mendukung pembenahan yang dilakukan, agar Polri menjadi lebih baik,” katanya. LaNyalla pun berharap tidak ada lagi kasus-kasus yang dilakukan atau melibatkan anggota Polri. Belakangan ini, sorotan tajam memang sedang diterima Polri menyusul berbagai aksi yang melibatkan anggotanya. Kasus pertama adalah pembunuhan terhadap Brigadir J yang melibatkan atasannya, Irjen Ferdy Sambo. Belum selesai kasus ini, muncul Tragedi Kanjuruhan yang melibatkan sejumlah anggota polisi akibat melepaskan tembakan gas air mata ke tribun. Terbaru, Kapolda Jawa Timur Irjen Teddy Minahasa, yang baru beberapa hari dipilih menggantikan Irjen Nico Afinta, terjerat kasus narkoba. Padahal, Irjen Teddy belum dilantik menjadi Kapolda Jawa Timur. (mth/*)