NASIONAL
Produsen Hoak Tukang Dawet, Ternyata Eks Pengurus PSI
SUPRAPTI, wanita yang mengaku menjadi saksi mata dalam tragedi Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, ternyata bekas pengurus Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Dalam pengakuannya yang ia rekam lalu diviralkan, Prapti mengaku melihat sendiri para suporter membawa minuman keras ke dalam stadion. Keruan saja pengakuan abal-abal ini membuat keluarga korban dan Aremania marah. Prapti dianggap tak punya empati. Belakangan ini, karena tidak kuat menahan gempuran netizen, Prapti akhirnya minta maaf. Dialog Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief dengan pengamat politik Rocky Gerung dalam Kanal Rocky Gerung Offcial, Kamis (13/10/2022), membahas soal tewasnya 131 orang Aremania. Berikut petikannya. Halo halo Bung Rocky, kembali kita ngobrol ya. Ini hari Kamis ya. Kemarin ada berita yang kita tunggu-tunggu, tukang cendol itu setelah diuber oleh Komnas HAM, oleh TGIPF, oleh Polisi, oleh Aremania, ketemu juga tukang cendolnya. Tukang cendolnya rupanya politisi PSI dan pernah jadi pengurus di Malang. Dan itu yang lebih lucu lagi, kemudian ternyata kan itu satu rangkaian, sebelumnya juga dikatakan bahwa ditemukan miras gitu, nyambung dengan tukang cendol yang cerita bahwa mabok semua aremania itu. Ternyata, yang polisi emukan itu botol obat-obatan untuk sapi punya Dispora. Jadi, ini benar-benar deh, jadi antiklimaks tapi lucu, tapi sekaligus itu membuat kita miris ya dengan situasi semacam ini. Ya, jadi semua hal akhirnya berupaya disambung-sambungkan dan hal yang paling berbahaya adalah kalau kerumitan tersebut akhirnya murni carikan penyelesaian dengan cerita-cerita yang akhirnya tidak tersambung sebetulnya. Ini saya lagi di Malang, lagi kasih ceramah, di komunitas-komunitas. Dan, kalau saya bicara dengan teman-teman di sini, itu di setiap gang ada poster yang meminta pertanggungjawaban Pak Polisi itu. Beberapa saya kirim nanti. Dan, itu terhubung lagi dengan ketidakpercayaan orang bahwa ini bukan sekadar kejadian yang tidak terkendali, tapi ada semacam kesengajaan itu. Itu yang saya anggap bahwa agak telat sebetulnya polisi melakukan pemetaan terhadap kesan di dalam masyarakat Malang. Memang ada polisi Malang yang mengambil inisiatif untuk minta maaf dengan bersujud, tapi sebetulnya itu harusnya diikuti oleh seluruh polisi nasional supaya ada kelegaan. Dan, kalau kita anggap bahwa polisi ramai-ramai bersujud di satu Indonesia, itu lebih terasa pengalaman batin kita untuk berempati pada korban itu. Tapi itu nggak terjadi dan tegangan itu ada di semua gang, termasuk di kampung-kampung kecil itu orang pasti merasa ini ada yang sengaja ditutup-tutupi oleh negara. Jadi, sudah sampai di situ sebetulnya kecurigaan masyarakat Aremania ini terhadap kemungkinan penyelesaian kasus di Malang ini. Saya mengambil kesimpulan bahwa untuk memulihkan ini panjang karena ada batin yang tergores besar di dalam masyarakat Malang. Ya, jadi itu hampir semua gang ya di kota-kota Malang. Jadi mood publik terhadap polisi sekarang ini lagi betul-betul sangat tidak bagus di Malang. Iya. Itu semua jalan-jalan besar itu, poster, baliho gede-gede itu bertuliskan usut tuntas, ini pembunuhan segala macam. Itu dengan mudah kita lihat. Kalau saya tanya pada mereka ini jadi bagaimana membersihkan kota ini, oh nggak mungkin dibersihkan. Dicopot hari ini spanduknya besok muncul lagi tuh. Jadi, ini akan lama, saya menganggap akan lama karena sudah sampe pada semacam kesadaran bahwa pengabaian itu menyebabkan bangsa ini retak sebetulnya. Dan, dia kemudian terkait dengan isu-isu lain bahwa ini persaingan di dalam tingkat elit kepolisian kenapa harus kami yang tanggung getahnya. Kira-kira begitu. Jadi, orang mulai mencium bahwa masyarakat Malang itu membaca dengan cara yang berlapis-lapis, bukan sekadar itu kriminal, tapi di belakang itu ada upaya untuk mendorong bagaimana kita (menangkap ya). Jadi, bagi mereka ini bukan sekedar apa yang ada di lapangan tapi ada desain yang tak terbaca. Kira-kira begitu. Dan mereka yang jadi korban. Oke. Bisa jadi ini potret yang terjadi di Malang. Tapi, sebenarnya potret yang sama tapi dengan penyebab yang berbeda juga terjadi di seluruh nasional. Ya, itu intinya tuh. Bahkan, ada yang menganggap kenapa soal semacam ini terjadi ketika ada kasus Sambo, ketika ada kenaikan BBM. Jadi, seolah-olah seluruh peristiwa di Malang itu dikaitkan dengan upaya menutupi kasus-kasus besar yang lain. Itu sudah jadi semacam pola berpikir. Tapi, bagi masyarakat Malang sendiri, lebih dari itu bahwa kalau orang lewat di stadion itu lalu orang nggak mau nengok ke kiri enggak mau nengok kanan, mau cepat-cepat saja berlalu dari peristiwa itu. Jadi, bekas batin itu betul-betul dalam dan itu yang saya anggap berupaya untuk dihilangkan, tapi muncul lagi. Begitu cara mereka melihat masalah ini. Dan itu yang kemarin kita bahas ya bagaimana tercermin dari media sosial mereka bahwa mereka, orang yang begitu cinta mati dengan bola, tiba-tiba sejak peristiwa itu dia memutuskan mereka tidak akan lagi kembali untuk nonton bola. Boro-boro nonton, lewat saja mereka nggak mau negok ke arah stadion. Iya, itu saya bicara dan kesan saya begitu, berupaya menghilangkan trauma tapi dengan cara itu juga semacam dendam sebetulnya. Dendam yang masih belum bisa mereka pahami itu. Bahwa ada yang kehilangan anak, ada yang menganggap bahwa masa depan kota Malang akhirnya jadi runyam. Jadi, seperti kota yang kehilangan kegembiraan lagi. Dasarnya itu. Ya, jadi ini kalau tahapan-tahapan psikologinya kita sebut mereka dalam tahapan angry gitu. Ya, dan mau melepaskan angry itu ke mana tuh kalau angry itu hanya terhadap kepolisian ya itu mungkin lebih mudah dilakukan. Karena polisi sudah minta maaf di tingkat lokal. Tapi mereka masih merasa ada hal yang masih disembunyikan tuh. Jadi, PSSI lain cara mereka melihat PSSI, tim yang dibuat juga disinisin, jadi belum dapat semacam merasa tenang batinnya itu selama ... kan mereka masih menduga betul 271, 231, ada yang anggap enggak itu pasti 700 orang atau 400 orang. Jadi tetap mereka menduga kok bisa tuntas ya. Jadi, mereka menduga bahwa lebih dari itu yang meninggalkan di situ. Kita mau bayangkan misalnya bagaimana memulihkan kepercayaan bagi publik Malang yang merasa bahwa Istana kok nggak tulus ya merasakan kepedihan kami. Kira-kira itu deep psikologinya, psikologi dalamnya begitu. Ya, jadi prosesnya saya kira masih lama ya. Dari denial, angry, sampai tahap acepted atau menerima itu prosesnya panjang sekali itu. Ya, betul. Saya tadi seharian itu ada di tiga komunitas, diundang oleh LSM, ada lembaga lain, lembaga pendidikan semacam pendidikan mental itu, dimulai dengan minta saya untuk terangkan apa sebetulnya dilihat dari luar itu kejadian di Malang ini apa? Jadi, saya ikut hanyut sebetulnya, karena mereka anggap mereka enggak mengerti apa yang terjadi itu. Jadi, bayangkan misalnya saya mesti ngomong tentang politik, ngomong tentang ilmu pengetahuan, tapi dimulai dengan pertanyaan itu. Pita hitamnya ada di dalam spanduk mereka lalu mereka meminta keterangan apa yang terjadi. Ya saya hanya bisa terangkan seperti yang berkali-kali saya terangkan di FNN bahwa ini bukan tragedi, karena tragedi itu di luar kapasitas manusia untuk memikirkan akibatnya. Jadi, ini adalah kejahatan bahkan saya sebut seperti itu. Dan mereka merasa iya memang ini kriminal tapi kami bahkan mengucapkan kata kriminal, kami nggak mampu lagi. Jadi, betul-betul kayak orang gagu yang enggak tahu apa sih yang terjadi. Jadi, kebingungan tersebut yang kemudian diliputi dengan berbagai macam pertanyaan yang akhirnya pertanyaannya itu jadi kecurigaan bahwa ini suatu perbuatan konspiratif. Kira-kira begitu alam pikirannya. Itu pentingnya ada semacam tim psikologi untuk membaca emosi yang tertahan ini apa? Nah, itu emosi bisa berubah menjadi sesuatu yang justru destruktif di dalam situasi kesulitan ekonomi hari-hari ini. Itu yang saya dapat, tangkap dari cara mereka berbicara. Bahkan, ada yang bisik-bisik, ini bagaimana Pak Rocky, nanti kalau Pak Rocky terangkan mungkin di sekitar kita ada polisi yang berkeliaran segala macam. Jadi, dalam forum akademis pun dianggap begitu tuh. Itu intinya tuh. Jadi, ketakutan yang dibalut oleh ketidakpercayaan terhadap makna peristiwa ini. Jadi, bagi mereka ini sesuatu yang kira-kira dia mau bilang bahwa ini sudah direncanakan. Saya musti katakan ini karena begitu semacam tapisan yang saya dapat dari mental mereka. Karena keterangannya simpang siur maka mereka menganggap ini artinya ada yang direncanakan untuk satu upaya menjebloskan seseorang atau ini suatu upaya untuk menutupi kasus-kasus lain yang ada di dalam politik Indonesia. Sudah sampai di situ kecurigaan publik. Saya sulit membayangkan, karena kalau kita bicara misalnya ada 131 atau 132 keluarga yang mengalami trauma dan saya kira lebih dari itu, termasuk yang luka-luka, itu saja kita sulit membayangkan. Apalagi, kemudian kalau ini satu kota atau satu wilayah kan selalu disebutnya Malang Raya, yang mengalami semacam itu. Saya kira ini memang beban yang luar biasa, terutama untukk para pemangku kepentingan di sana, Walikotanya, Bupatinya, dan sebagainya. Ya, itu beredar sampai ke pelosok Jawa Timur sebetulnya. Saya ngomong dengan orang Pasuruan, beberapa wakil walikota misalnya itu dan berapa pejabat yang bertemu di airport, itu karena mungkin mereka tahu saya bicara dengan FNN, lalu saya sikerubuti untuk diskusi. Jadi, cara mereka berdiskusi itu lain, ada bisik-bisik, tapi kemudian terlihat bahwa ada kecurigaan terhadap keadaan itu. Itu bahasanya begitu. Dan yang saya ceritakan tadi, itu di mulut-mulut gang itu spanduk semua. Dan, ada yang besar, ada yang kecil, tetapi bahkan tuduhan kami dibunuh, usut tuntas segala macam. Jadi, keterangan sosiologisnya kira-kira bahwa ada keadaan anomi itu, keadaan yang tak bisa diterangkan dengan urutan yang lengkap. Jadi, keadaan yang semacam ini yang bsa membuat frustrasi itu bercampur dengan kecurigaan. Kalau sekadar frustasi pada peristiwa itu mudah saja stratnya itu diusut. Tapi, ini frustrasi yang terkait dengan kecurigaan. Itu susahnya tuh. Nah, itu pentingnya presiden misalnya lakukan tindakan yang lebih, sebut saja, lebih komprehensif bahwa kepolisian harus betul-betul diarahkan untuk, luka batin ini hanya bisa diobati oleh kalau ada pepatah mengatakan kira-kira bunyinya begini nih: luka itu hanya bisa dibuat diobati oleh tombak yang melukainya. Kira-kira begitu kalau mengutip salah seorang filsuf, menganggap bahwa hanya pembuat luka yang bisa mengobati luka yang ia lakukan itu pada pihak lain. Ya. Dan saya kira ini nggak akan tertangkap ya kalau mereka tidak langsung menyelami, menyempatkan waktu untuk menangkap aspirasi masyarakat itu. Kalau sekadar kunjungan-kunjungan yang hanya sekilas saja, saya kira nggak dapet ya feelnya mood publik tadi. Ya, itu, bahkan saya mesti bayangkan misalnya bagaimana memberi nama peristiwa ini. Kan sesuatu yang betul-betul out of the blue, tiba-tiba meledak, lalu orang merasa sebanyak itu kejadian di lapangan yang terbatas itu, dan kenapa tidak misalnya kok tidak diantisipasi. Kalau memang betul-betul gas air mata itu berbahaya dan akan digunakan nggak ada soal. Bagi mereka ya sudah memang potensi kerusuhan. Tapi disiapkan mitigasinya, misalnya di semua pintu itu yang 13 pintu itu misalnya ditaruh satu ambulans masing-masing, karena dianggap ini akan ada kejadian yang membahayakan maka dokter-dokter disiapkan. Ternyata tidak. Jadi, orang merasa atau masyarakat Malang merasa bahwa memang apa ini didesain untuk menjebak kami, tewas di dalam lapangan. Jadi, sampai di situ mereka mendalami keadaan dirinya sendiri. Saya bisa membayangkan, dalam kondisi semacam itu, bagaimana mereka tidak tambah frustrasi menghadapi sikap dari para petinggi negara kita, juga sepak bola, juga PSSI, dan lain-lain yang semuanya seolah-olah kemudian saling lempar tanggung jawab. Saya membaca pernyataan dari Pak Mahfud MD yang memimpin TGIPF, bahwa saling lempar tanggung jawab, baik liga, PSSI, juga penyelenggara tayangan, dalam hal ini Indosiar. Ya, yang saya sebut tadi, ada sikap fatalistis sebetulnya, dan merasa apa pun yang diucapkan ya sudahlah, suka-suka kalian deh mau ngapain. Kira-kira begitu. Jadi frustrasinya sudah sampai di situ, menganggap bahwa kami dipermainkan, kami semacam menuntut somasi tapi dianggap itu sekedar ingin cari gara-gara. Jadi, hal yang akhirnya orang musti kalau kita gambarkan psikologinya, diserap ke dalam batin sendiri dan seringkali batinnya enggak cukup lega untuk menyimpan masalah ini secara tertib dan suatu saat dia bisa meledak lagi. Jadi, trauma itu kalau tidak ada outlet, itu bahayanya. Dia akan disalurkan di dalam kasus yang lain. Itu kira-kira begitu keterangan akademisnya. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan akan disimpan sebagai trauma dan trauma itu selalu ingin cari jalan keluar, dan jalan keluar itu bisa di jalan keluar yang betul-betul tanpa kita duga, tumpah di dalam peristiwa yang lain atau peristiwa berikutnya nanti. Dalam politik kita kan banyak betul peristiwa yang bisa berlangsung hanya karena keresahan sosial, tidak bisa dijelaskan, dan manusia itu punya ruang hidup yang kalau dia sesak dia akan meledak. Ya, saya bisa menangkap dan memahami apa yang Anda sampaikan, tapi saya sampai sekarang memang juga kesulitan untuk mendefinisikan gitu, apa yang terjadi di Malang. Kita bisa bayangkan, bagaimana mungkin kita melakukan trauma healing gitu terhadap satu kota, satu wilayah, atau bahkan juga satu provinsi. Ya, itu betul harus dapat istilah itu, trauma healing untuk satu wilayah itu. Satu kayak ruang gelap yang tiba-tiba hampir di depan kita. Jadi, ini betul-betul ruang gelap dan kita bisa bayangkan di luar ruang gelap itu orang saling menduga yang di samping saya ini musuh atau kawan. Jadi itu intinya. Komunitas yang bertumpuk-tumpuk di sini, itu mulai menyusun semacam strategi untuk melupakan, tapi kemudian diingat lagi. Strategi untuk minta pertanggungjawaban tapi kemudian pasrah bahwa ya nggak ada gunanya juga. Jadi, dari apatisme jadi fatalisme, fatalisme menjadi anomi. Kalau kita pakai istilah psikologi, kira-kira begitu. Suatu keadaan yang tanpa aturan lagi itu, batin yang digores terlalu dalam lalu merasa sudah nanti alam semesta akan selesaikan. Kira-kira kepasraan itu terhubung dengan ketidakpercayaan pada lembaga-lembaga yang mungkin masih ditugaskan oleh negara untuk meneliti soal ini. Ya, apalagi temuan-temuan tadi kemudian yang saya sampaikan di depan soal tuduhan miras dan sebagainya, itu menunjukkan bahwa itu merupakan sebuah kekonyolan gitu kan dalam mendeteksi. Masa’ nggak bisa membedakan antara minuman keras dengan obat-obatan untuk menggemukkan sapi dan sebagainya. Ini kan membuat mereka tambah frustrasi. Saya kira saya ingin menyampaikan kepada teman sahabat-sahabat di Malang, Aremania, dan warga Malang, saya bisa memahami apa yang Anda rasakan. Tetapi saya tidak bisa mengatakan, karena ini terlalu complicated persoalannya. Iya, itu kira-kira begitu, betul sekali. Karena kalau saya bereaksi nanti seolah-olah ada jalan keluar, tapi bagi mereka itu sebenarnya hanya ingin mengeluh saja. Kira-kira itu. Dia mengeluh, tanpa dia tahu didengar apa nggak didengar, susah juga tuh. Tapi, bagi kita yang dari luar, kan kita cuma nonton di televisi segala macam. Begitu saya bertemu secara riil dengan masyarakat di sini, Malang itu kayak kota yang kehilangan cahaya. Itu kira-kira. Baik, terima kasih Bung Rocky, dan saya kira kita bersama dengan warga Malang. Dan Mari kita doakan mudah-mudahan mereka bisa segera melalui duka cita ini ya. (ida/sws)
Luhut Ingin Perkuat Persatuan Bangsa, Rocky Gerung: Basis Sosial Kita Retak
Jakarta, FNN – Resesi ancam perekonomian dunia. Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi meminta bangsa ini menyatu dan gunakan istilah “Perang Rakyat Semesta” untuk hadapi inflasi. Sementara itu, Rocky Gerung pada kanal Youtube-nya, Rocky Gerung Official Kamis (13/10/2022) mengatakan basis sosial bangsa ini sudah retak. Saat Luhut menghadiri Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah pada Selasa (30/8/2022), ia meminta kepada rakyat untuk kompak dan menanam bawang, cabai, tomat sebagai langkah meredam inflasi. Menurutnya, rakyat tak perlu cara yang canggih, cukup tanam dan berusaha untuk tidak kekurangan cabai dan tomat di rumah. Kekompakan inilah yang ia sebut sebagai “Perang Rakyat Semesta”. “Kita dalam menghadapi keadaan sekarang ini harus kompak, saya ulangi kompak!. Kata kompak seperti bahasa tentara itu perang rakyat semesta, semua kita bersatu padu mengahadapi ini (inflasi),” jelas Luhut. Di lain pihak, Rocky mengaku memang ada ancaman krisis atau bahkan saat ini sedang berlangsung. Ia juga berpendapat jika kurs Rupiah bermasalah, itu bisa diselesaikan dengan cara teknis. Namun, yang jadi masalah menurutnya adalah basis sosial kita retak. “Jadi kalau Pak Luhut bilang Perang Semesta, sebetulnya juga bukan sekadar ada frontline yang dipersiapkan untuk menghadapi badai dari luar. Tetapi juga untuk menemukan mampu gak kohesivitas bangsa ini menghadapi badai yang lagi datang ke kita. Kalau gak ada pemilu, mungkin lebih mudah untuk atasi masalah ekonomi,” kata Rocky. Rocky juga mengatakan masih banyak orang membicarakan politik identitas dan ini juga yang membuat kondisi sosial kita berbahaya. Menurutnya, saat ini Luhut sedang berusaha memberikan rasa aman, padahal kondisi sosial tidak memungkinkan rakyat bersatu. Resesi diperkirakan akan merugikan perekonomian global hingga 4 triliun dollar pada 2026 menurut International Monetary Fund (IMF). Pada 2023, diprediksikan pertumbuhan ekonomi global hanya akan mencapai 2,9%. Kedepannya, ekonomi global terlihat gelap akibat resesi dan ketidakstabilan keuangan. (Fer)
Jari Manies untuk Masa Depan Indonesia Bersama Anies
Jakarta, FNN – Relawan Anies Rasyid Baswedan mendeklarasikan Jari Manies (Jaringan Rakyat Indonesia Bersama Anies) sekaligus diskusi \"Mencari Figur Cawapres Anies Baswedan\" di Warunk Upnormal, Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat pada Kamis (13/10/2020). Jari Manies yang diinisiatori oleh Rahman Toha akan menjadi sebuah tim pemenangan Anies dalam kontestasi pemilihan presiden 2024 yang berada di 34 provinsi Indonesia. \"Untuk me-launch, mendeklarasikan kecil bahwa kita akan menjadi bagian penting bagi kemenangan Anies Baswedan,\" ucap Rahman membuka acara. Rahman Toha dalam kata pengantarnya mengatakan bahwa Anies adalah tokoh yang tepat sebagai pemimpin Indonesia karena Anies merupakan tokoh yang modern, visioner, dan terlihat dari kepemimpinannya menjadi gubernur DKI Jakarta yang membuat Jakarta menjadi kota yang maju dengan sistem interkoneksi. \"Pak Anies Baswedan telah sukses memimpin DKI Jakarta. Sehingga, bisa membuat Jakarta aman, nyaman, modern dan harmonis. Ditambah tantangan global Indonesia ke depan kita perlu pemimpin yang cerdas, memiliki visi dan narasi serta kemampuan memimpin yang kuat, dan itu ada pada sosok Anies Baswedan,\" tegas Rahman. Dan, di akhir pernyataannya, Toha menegaskan bahwa orang baik harus dukung orang baik dan Anies adalah orang baik. Dia juga menjelaskan bila orang baik tidak berbaris dengan rapih, maka tidak akan bisa melakukan perbaikan sistem yang buruk. (Rah)
LPSK Sampaikan Seluruh Hasil Investigasi Tragedi Kanjuruhan
Jakarta, FNN – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah menyampaikan seluruh hasil investigasi yang dilakukan terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Kamis (13/10/22) pukul 10.30 WIB. Dalam konferensi persnya secara daring, Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo menyampaikan sudah menurunkan tim ke Jawa Timur dan Malang untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi terhadap para korban. “Kami menemui korban, termasuk mendatangi jering LPSK seperti koalisi advokat dan berkunjung ke polisi (Polres Malang dan Polda Jatim,” kata Hasto. Hasto mengkonfirmasi bahwa laporan yang didapat lembaganya masih bersifat sementara atau interim report dan belum final. “Tim dari LPSK saat ini belum selesai dalam pekerjaan untuk melakukan investigasi dan atensi, LPSK akan terus mengumpulkan informasi dan identifikasi terhadap para korban,” sambungnya. Hasto menambahkan, jatuhnya korban jiwa dalam kericuhan di Stadion Kanjuruhan Malang itu bukan saja menjadi duka nasional. Semua pecinta olahraga di dunia, khususnya sepak bola, menaruh perhatian dan memberikan atensi. Satu di antara hasil investigasi yang disampaikan LPSK ialah soal jumlah orang yang melayangkan permohonan perlindungan perihal Tragedi Kanjuruhan. Wakil Ketua LPSK, Maneger Nasution menyatakan, hingga kini setidaknya ada 20 orang yang melayangkan permohonan perlindungan kepada LPSK untuk dijadikan terlindung. “Ada 20 orang yang melakukan permohonan kepada LPSK, 14 laki-laki, dan 6 perempuan. Dari 20 orang ini, 3 diantaranya pelajar,” tutur Maneger. Keseluruhan orang yang melayangkan permohonan itu, bukan karena mendapatkan ancaman dan intimidasi, melainkan karena mereka memiliki keterangan dan menyatakan kesediaan untuk dimintakan keterangan sebagai saksi dengan jaminan keselamatan dan kesehatan mereka terjamin. Maneger juga menyebut LPSK menemukan 32 cctv yang semuanya dalam pantuan LPSK masih berfungsi. Selain itu, Maneger menjelaskan mengenai perhitungan kapastitas Stadion Kanjuruhan yang dapat menampung 38.054 orang penonton. Untuk kapasitas berdiri sebanyak 14.928 orang dan tempat duduk sebanyak 23.126 yang terdiri dari bangku VVIP 602 orang, tribun VIP 2.804 orang, tribun ekonomi 19.720 orang. Kemudian, dalam update terbaru, Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Nasution mengungkapkan korban meninggal dunia hingga kini sebanyak 131 orang, korban yang mengalami luka berat 26 orang dan luka ringan hingga sedang 557 orang. Edwin juga menyampaikan terkait temuan cctv yang ditemukan LPSK dan beberapa sumber video lainnya yang cukup menggambarkan situasi lapangan dari sudut pandang yang cukup luas. Menurutnya, temuan ini penting untuk mengukur kapan gas air mata ditembakan oleh anggota kepolisian dalam Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 131 orang tersebut. Edwin menilai supporter Arema FC yang masuk ke lapangan hanya ingin memeluk kipper Arema Adilson Maringa pasca kekalahan yang dialami dari Persebaya 2-3. Edwin menjelaskan sekitar pukul 22.03 WIB ada penonton dari arah tribun timur yang melompat memasuki lapangan dan mencoba menghampiri pemain Arema FC. Di area masuknya penonton tersebut terlihat tidak ada steward maupun aparat keamanan yang berjaga sehingga penonton tersebut bisa masuk ke tengah lapangan. Kemudian ada penonton kedua yang juga turun ke lapangan untuk menghampiri pemain Arema FC dan berhasil memeluk sang kiper Arema FC. Penonton yang pertama turun ke lapangan justru gagal menghampiri pemain Arema. “Ada suporter yang turun ke lapangan tapi suasananya masih terkendali. Mereka hanya ingin memberikan semangat kepada pemain,” ujar Edwin. Edwin menyebut, pemain Arema FC yang terakhir masuk ke ruang ganti adalah sang kiper Adilson Maringa. Kemudian pukul 22.05 WIB ada flare nyala di depan tribun VIP. “Kita lihat ada konsentrasi massa di depan tribun VIP, ada nampak massa dihalau, tidak terlihat jelas, dan terlihat dalam penghalauan tersebut dari orang yang berseragam,” tuturnya. Dari arah tribun utara, antara arah tribun 6-7 ada lagi massa yang berusaha masuk ke lapangan. Terlihat juga massa yang berusaha berfoto di depan gawang dengan memakai spanduk. Namun massa tersebut masih bisa dihalau dan kembali di tribun asalnya secara damai, tanpa ada benturan fisik. “Kita lihat juga tadi sebagian besar massa itu kembali ke tribunnya ke arah utara dengan damai, tidak ada benturan fisik,” jelas Edwin. Kemudian di pukul 22.08 terlihat massa dari tribun timur antara arah tribun 8-9 mengarah ke tengah dan dihalau aparat berseragam kembali ke asal. Ketika massa dari arah selatan didorong aparat untuk kembali ke asalnya, massa dari utara kembali ke tengah dan berujung pada penghalauan dari aparat dengan menggunakan kekerasan. Di pukul 22.08 WIB dari sekitar detik 24-32 nampak massa dari tribun timur antara arah tribun 8-9 ini mengarah ke tengah dan kemudian oleh aparat berseragam di tengah lapangan pakai tameng dan tongkat dihalau kembali ke arah asalnya. “Ketika yang diarah selatan sedang didorong, dari utara kembali ke arah tengah. di bagian ini kita bisa lihat kekerasan yang dilakukan aparat berseragam yang menggunakan tameng dan tongkat,” pungkasnya. (Lia)
HUMANIKA Tuntut Satgas Tuntaskan Tagihan Obligor BLBI
Jakarta, FNN – Dimulai dari krisis moneter (krismon) yang saat itu melanda Asia, Negara kita pun terkena imbasnya. Ekonomi collapse meruntuhkan per-Bank-an nasional. Untuk itulah atas nasehat IMF, Pemerintah mengucurkan skema Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Bermula pada 1997-1998, ketika Bank Indonesia (BI) memberikan pinjaman kepada bank-bank yang hampir bangkrut akibat diterpa krisis moneter. Pada Desember 1998, Bank Indonesia kemudian menyalurkan dana bantuan Rp 147,7 triliun kepada 48 bank. “BLBI terbesar ke Salim Grup (Rp 52 triliun, Gajah Tunggal (RP 40 triliun), Bank Intan (Rp 1,4 triliun) dan bank-bank lainnya,” ungkap Sobarul Fajar, Koordinator Presidium Himpunan Masyarakat untuk Kemanusiaan dan Keadilan (HUMANIKA) kepada FNN, Kamis (13/10/2022). Namun, dana BLBI justru banyak diselewengkan oleh para penerimanya. Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Agustus 2000, ditemukan kerugian negara mencapai Rp 138 triliun. “Akibatnya Pemerintah terbebani lagi dengan rekapitalasi yang membuat bengkaknya kerugian keuangan negara. Hingga saat ini kita menanggung sekitar 60 triliun di APBN sampe tahun 2030,” lanjut Sobarul Fajar. Presiden Joko Widodo sendiri telah menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI dengan Ketua Pengarah Satgas BLBI Mahfud MD. Menurut Sobarul Fajar, di bawah kepemimpinan Mahfud MD ada sedikit titik terang terkait penyelesaian kasus BLBI dengan menyita atas harta dan kekayaan lain yang terkait dengan obligor antara lain PT Bank Asia Pasific atas nama Setiawan Harjono/Hendrawan Haryono dan pihak lain yang terafiliasi, berupa tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya atas nama PT Bogor Raya Development; PT Asia Pasific Permai, dan PT Bogor Raya Estatindo seluas total keseluruhan 89,01 hektare, berikut lapangan golf dan fasilitasnya, serta dua bangunan hotel. Penyitaan ini dilakukan sebagai upaya penyelesaian hak tagih negara dana BLBI yang berasal dari obligor PT Bank Asia Pasific sebesar Rp3,57 triliun. Sedikit informasi dalam data Kemenkeu dan BPK, disebutkan bahwa per Desember 2020 Bank Intan masih memiliki utang kepada negara sebesar Rp 136,43 miliar. Namun kepada Pansus BLBI DPD, Fadel bersikeras bahwa masalah utang BLBI Bank Intan sudah selesai. Sayangnya pengakuan Fadel tersebut tidak didukung bukti berupa Surat Keterangan Lunas (SKL) oleh Badan Penyehatan perbankan nasional (BPPN). “Dari data di atas kami menghimbau kepada Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI yang dipimpin oleh Bapak Mahfud MD segera telusuri dan tindak kasus BLBI yang sangat merugikan negara ini dan sesuai dengan target Pak Mahfud MD yang menargetkan kasus BLBI harus tuntas pada tahun 2023 nanti. Untuk itulah Humanika menuntut!” tegasnya. 1. Segera di tuntaskan kasus BLBI terhadap semua Obligor tanpa pandang bulu tercatat masih ada 335 Obligor lagi. 2. Khusus BLBI Bank Intan agar segera prioritas diutamakan mengingat sang Obligor Fadel Muhammad yang saat ini anggota DPD masih tertunggak Rp 136 miliar. 3. Segera berikan ultimatum dalam batas waktu, jika tidak dibayarkan segera sita hartanya untuk mendukung keuangan negara. (mth/*)
Humanika Desak Tuntaskan Kasus BLBI, Sita Asset Fadel Muhammad
Jakarta, FNN – Kasus penyelewengan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kembali menuai demonstrasi dari masyarakat. Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika) melakukan unjuk rasa untuk mendesak satuan tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI di bawah kepemimpinan Mahfud MD, Menteri Koordinator Politik, Pertahanan, dan Keamanan (Menko Polhukam) untuk menuntaskan kasus BLBI. Kasus yang bermula sejak krisis moneter itu merugikan keuangan negara sebesar Rp138 triliun sejak dikucurkannya dana sebesar Rp147,7 triliun kepada 48 bank pada Desember 1998. Dalam aksi yang digelar di depan kantor Kemenko Polhukam pada Kamis (13/10/2022) itu, Humanika mendesak Ketua Satgas BLBI untuk menyita harta Fadel Muhammad agar segera melunasi hutang sebesar Rp136 miliar sebagai obligasi Bank Intan yang mengaku telah melunasi hutang tanpa didukung Surat Keterangan Lunas (SKL) oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Desakan tersebut disebabkan Fadel adalah anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang merupakan wakil rakyat. Imbauan lain dari Humanika kepada satgas BLBI adalah menyegerakan untuk menuntaskan kasus BLBI tanpa pandang bulu terhadap 335 obligor dan memberikan ultimatum untuk melunasi dalam batas waktu, bila tidak dibayarkan maka segera situ hartanya. (Rac)
Bertemu Dubes dan Perwakilan Kadin di Singapura, Ketua DPD RI Bicara Cita-Cita Masa Depan Indonesia
Singapura, FNN - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mencita-citakan Indonesia masa depan adalah negara yang menjadi Lumbung Pangan Dunia dengan mengoptimalkan keunggulan komparatif iklim, kesuburan tanah, dan potensi lautnya. Indonesia juga diharapkan menjadi harapan hidup penduduk bumi dengan penyediaan Oksigen melalui Biodiversity Hutan dan menjadi surga pariwisata alam natural di dunia. \"Inilah yang sekarang saya kampanyekan, untuk menata ulang Indonesia, agar Negara kembali berdaulat, berdikari dan mandiri. Agar cita-cita itu bisa diwujudkan,\" kata LaNyalla saat bertemu perwakilan Kadin dalam kunjungan kerjanya di Singapura, Rabu (12/10/2022). Hadir juga dalam kesempatan itu Duta Besar Indonesia untuk Singapura, Suryo Pratomo, perwakilan atase ekonomi, atase perdagangan & perwakilan BKPM. Menurut LaNyalla, Indonesia sebenarnya negara kaya raya karena memiliki keunggulan Komparatif Sumber Daya Alam dan Biodiversity Hutan serta iklim dan tanah yang subur serta hasil laut yang melimpah. \"Namun sejak tahun 80-an, ada upaya sistematis yang membuat negara harus melepaskan diri dari penguasaan atas Sumber Daya Alam dan cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak,\" ucap Senator asal Jawa Timur itu. Bahkan, lanjutnya, negara seolah dipaksa untuk menyerahkan penguasaan SDA kepada Swasta Nasional maupun Swasta Asing, atau share holder antara mereka. Sehingga tidak ada lagi pemisahan yang tegas antara public goods dan commercial goods atau kuasi di antara keduanya. \"Negara ibaratnya hanya sebagai “host” atau master of ceremony alias “MC” untuk investor yang akan mengeruk Sumber Daya Alam dan lahan hutan di Indonesia. Hal itu dilakukan hanya demi angka Pertumbuhan Ekonomi yang ekuivalen dengan Tax Ratio. Padahal seharusnya Negara dengan keunggulan Komparatif seperti Indonesia, lebih mengutamakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),\" paparnya. Itulah, kata LaNyalla, kesalahan paradigma. Sehingga banyak sekali “Paradoksal” yang terjadi di Indonesia. Dimana negara yang kaya raya dengan sumber daya alam ini, justru memiliki ratusan juta penduduk miskin dan rentan miskin. Sementara segelintir orang menjadi sangat kaya raya. Puncak dari kesalahan sistem itu terjadi saat Indonesia melakukan Amandemen Konstitusi tahun 1999 hingga 2002, dimana telah mengganti isi pasal-pasal Konstitusi Indonesia lebih dari 95 persen. \"Akibatnya Indonesia sudah meninggalkan Konsep Bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa. Kita justru menjabarkan ideologi baru, bukan lagi Pancasila, tetapi Individualisme dan Liberalisme. Karena itu hari ini Indonesia menjadi negara dengan sistem ekonomi Kapitalis Liberal,\" tuturnya. Oleh karena itu, di berbagai kesempatan, dirinya selalu mengkampanyekan untuk menata ulang Indonesia demi menghadapi tantangan masa depan yang akan semakin berat bagi anak cucu. \"Arah perjalanan bangsa ini semakin menjauh dari cita-cita yang tertuang dalam nilai-nilai Pancasila dan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk itu kita harus kembali kepada Pancasila. Agar kita tidak menjadi bangsa yang durhaka kepada para pendiri bangsa. Agar tidak menjadi bangsa yang tercerabut dari akar bangsanya. Agar kita tidak menjadi bangsa yang kehilangan jati diri dan karakter,\" ungkap dia. (mth/*)
Politik Makin Gaduh, Bakal Reda Jika Jokowi Turun
TIADA hari tanpa gaduh. Itulah kenyataan yang terjadi sejak Joko Widodo menjadi presiden. Maklum ada sebagian masyarakat yang merasa kelahiran Jokowi sebagai pemimpin tidak dikehendaki. Untuk mengakhiri kegaduhan tanpa ujung itu, pengamat politik Rocky Gerung menyarankan Jokowi turun saja, agar semua keributan berhenti. “Sebaiknya Pak Jokowi turun saja supaya lebih mulus pertandingan politik. Karena selama Pak Jokowi masih berupaya untuk punya pengaruh di dalam persaingan politik, ya itu memancing keributan,\" kata Rocky kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Rabu (12/10/22). Rocky juga menyoroti akrobat Ganjar Pranowo yang terus berkeliling Indonesia sebagai upaya mempertahankan kekuasaan Jokowi pasca lengser. Bagaimana analisis Rocky terkait Buku Jokowi Undercover-2, Anies Baswedan, dan Airlangga Hartarto, berikut wawancara lengkapnya. Apakabar Bung Rocky? Ini baru dari trans Sulawesi ya? Ya, saya habis muter-muter Sulawesi Tengah dengan masyarakat akademis. Seperti biasa, ditolak di Universitas Islam Negeri, tapi mahasiswanya pinter, mereka semua ke hotel akhirnya. Akhirnya, tiket kuliah saya dijual, dan yang masuk berebut juga tuh. Jadi menang banyak mahasiswa. Ini Universitas Negeri yang ini di bawah Depag. Padahal, saya berteman sama Menteri Agama, tetapi nggak tahu, rektornya menolak. Ya sudah mahasiswa pindahin ke hotel dengan konsekuensi mereka jual tiket dan tiket habis. Jadi saya dapat honor karena dianggap menguntungkan. Bagaimana Anda mengobrol sepanjang perjalanan bertemu sama mereka? Mood publik tuh seperti apa sih sekarang? Ya, itu berupaya untuk saya baca di situ, Palu ini kan unik, ada begitu banyak partai ideologi di situ, tapi selalu ada percakapannya tegang terus. Tapi di ujungnya mereka saling paham bahwa kita berbeda, jadi ada yang langsung menyatakan saya Nasdem, saya Anies. Ada yang seberangnya pantai itu. Jadi saya kasih kuliah umum di dua tempat, satu di kampus yang ditolak tapi pindahin ke hotel, satu lagi di warung kopi. Di Palu ada warung kopi di mana semua partai ada di situ. Mahasiswa dan semua ormas juga ada di situ, dari HMI sampai PRD ada di situ. Dan biasa di situ. Orang ratusan datang juga tuh. Kayaknya di sana musti menikmati Kalemdo (Kaki Lembu Donggala). Oke, kita balik lagi ke Jakarta, dan akhirnya Universitas Gadjah Mada memberikan pengumuman secara resmi bahwa Pak Jokowi itu adalah alumni dari Fakultas Kehutanan. Ini kenapa sih dibiarkan lama mengambang dan baru sekarang Rektor memberikan penjelasan gitu? Saya kira itu jadi clear, dan semua isu itu kan pada ujungnya musti ada yang kasih keterangan tuh. Jadi, kalau ibu Rektor UGM sudah bilang, ya sudah terima saja itu kan. Mau diapain lagi. Kan itu intinya. Jadi, kita mau ngorek-ngorek sesuatu yang sebetulnya juga dangkal juga korek-korekannya. Ya, ini soal Jokowi Undercover. Dulu yang pertama jilid 1 saya menyatakan justru saya protes karena Pak Tito bilang itu tidak karya ilmiah. Lalu saya protes. Kalau begitu Pak Tito Mendikbud dong. Kan karya ilmiah itu ditentukan di Universitas. Pak Bambang Tri itu dulu terbitin seri pertama, saya bilang bahwa harusnya kalau itu karya ilmiah dibahas di Universitasnya. Universitasnya kan menolak waktu itu. Ya sudah, itu kontroversi. Yang sekarang juga masih kontroversi karena baru beredar versi barunya tuh. Tapi karena sudah diterangkan oleh ibu rektornya, sudah terima saja. Bahwa itu kemudian akan jadi bukti di pengadilan negeri, ya sudah silakan saja kan. Jadi lebih jelas lah keadaan kita. Tentu orang merasa bahwa isu politik akhirnya nyerempet ke segala hal. Orang juga musti paham bahwa apapun isu yang akan terjadi, kan nggak bisa dibatalkan. KPU sudah menyatakan Pak Jokowi Presiden. Itu tinggal soal moral saja sebetulnya itu, bener apa nggak. Tapi klarifikasi datang dari Lembaga resmi UGM. Dan saya sebenarnya juga mikir-mikir apa pentingnya sekarang meributkan ijazah Pak Jokowi di akhir masa jabantannya. Ini kan jadi nonfaktor, yang tidak bisa mempengaruhi harga beras untuk naik atau turunlah, kira-kira begitu. Atau harga bahan pokok turun juga nggak ada pengaruhnya kan gitu. Iya, dan Pak Jokowi juga turun nggak ada pengaruhnya karena dianggap bahwa ya sebaiknya Pak Jokowi turun saja supaya lebih mulus pertandingan politik. Karena selama Pak Jokowi masih berupaya untuk punya pengaruh di dalam persaingan politik, ya itu memancing keributan juga. Keributan di PDIP, keributan di dalam kabinet sendiri. Jadi ribut-ribut di istana justru disebabkan oleh Pak Jokowi masih ingin mengendalikan politik. Padahal, etikanya harusnya Pak Jokowi sudahlah, biarkan saja mereka yang bersaing di situ. Supaya orang juga menjadi teduh. Ganjar juga mencari kepastian, ini mau didukung Jokowi apa enggak? Kalau enggak didukung ya dia mau jalan sendiri saja kira-kira, karena relawannya juga siap siaga untuk mem-backup Ganjar. Oke. Karena Anda menyinggung Ganjar, ini kan menarik. Ini saya baca ternyata Ganjar baru saja melakukan roadshow, nggak main-main. Dari Bali, kemudian ke Makasar, kemudian ke Sulawesi Barat, Mamuju. Kan kita ingat dulu dia termasuk yang sudah diingatkan oleh PDIP untuk agar selalu berkoordinasi dengan PDIP kalu mau keliling-keliling ke luar daerah. Kita sebutnya dulu sebagai tahanan kota gitu. Apakah ini kaitannya dengan pertemuan Pak Jokowi dengan Ibu Mega kemarin, yang kemudian Pak Jokowi menyatakan bahwa belum ada calonnya di PDIP gitu? Itu juga efek dari Pak Jokowi mengucapkan gak ada calonnya atau belum ada calonnya di PDIP. Itu berarti bahwa bagi Ganjar ya dia nggak akan dicalonkan oleh PDIP, maka dia berupaya untuk mencari konstituen sendiri. Itu reaksi Ganjar saja. Kan Ganjar enggak mungkin menunggu dicalonkan oleh PDIP sementara secara pribadi dia merasa dukungan dia itu berlanjut terus. Dan Anies juga berlanjut terus. Jadi, sebetulnya itu hal yang normal bagi Ganjar untuk memilih jalannya sendiri. Dan kita dukung Ganjar beredar ke mana-mana, karena bagi kita itu urusan PDIP ya urusan dialah. Tetapi kita mau lihat ada figur yang akan bertanding nanti, jangan sampai Anies nggak ada penanding sebetulnya kan. Begitu ceritanya. Kalau dibilang nggak etis, itu urusan PDIP. Etis nggak etis yang penting menjelang tahun pemilu sudah ada seseorang yang menyatakan diri ingin maju dalam pilpres. Anies Baswedan dengan tegas mengatakan ingin maju. Ini lepas dari soal tukar tambah koalisi ya. Tapi kan kita mau lihat keberanian orang untuk tampil. Kalau ada 0% saya juga mau tampil. Kalau kita lihat ini kelihatannya memang pasca pencalonan Anies, kemudian tensi politik menjadi naik. Golkar, meskipun dibantah oleh Agung Laksono bahwa Pak Akbar Tanjung dia tegak lurus dengan Airlangga Hartarto, tapi berbagai sumber internal di Golkar menyebutkan yang memang terjadi perpecahan itu. Jadi polarisasi mereka juga mereka realistislah Ganjar. Sorry, maksud saya Airlangga Hartarto ini secara elektabilitas enggak mungkin juga dihadapkan dengan kandidat-kandidat yang lain. Kemudian PDIP juga masih terus baper, terus menyerang Nasdem, dan juga menyerang Anies. Dan yang enggak sehat ini soal politik identitas lagi yang dibawa-bawa. Kan yang kita mau jangan ngomongin politik identitas, ngomongin soal kinerja saja deh. Ya, Golkar gamang karena jelas secara organisasi, hak untuk mencalonkan Presiden itu akan tiba pada ketua partainya tuh. Tapi, Golkar tahu juga ya bagaimana, Golkar itu nggak bertumbuh elektabilitasnya kan. Dia musti koalisi itu. Dan saya lihat Golkar itu partai yang modern sebetulnya dan punya standar kepemimpinan. Kalau enggak bisa dia enggak akan paksa. Itu sebetulnya lebih baik ya lakukan itu, ucapkan itu, walaupun coba-coba masih ada tuh. Tapi kan ini masih 3 semester ke depan. Kan kita enggak tahu siapa yang kena sprindik duluan kan di antara ketua-ketua partai ini. Sudahlah, itu biarin saja karena Pak Airlangga juga punya dimensi lain untuk mengukur kapasitasnya tuh. Mungkin ada pembicaraan dengan Pak SBY atau macam-macam lah. Tapi itu kita nggak peduli sebetulnya. Yang kita peduli adalah medan politik yang harusnya sama itu. Nah, kalau Ibu Mega misalnya kasak-kusuk dengan Pak Jokowi, itu artinya benar, PDIP enggak ada kader. Kalau ada kader kan mau diangkat Jokowi kek atau mau didukung Jokowi, bilang saja kan, kami ingin mencalonkan Ibu Puan tuh. Tapi Ibu Puan kan kurang. Ya enggak ada soal, yang penting kami punya tiket. Ngototnya begitu saja kan. Kalau enggak, terlihat PDIP itu nyari pinjaman elektabilitas dari Jokowi akhirnya tuh. Padahal Jokowi lagi berpikir ya dia sendiri mampu untuk menuntun Ganjar masuk di dalam pertandingan dengan Puan pada akhirnya. Jadi kira-kira begitu. Walaupun mungkin semacam pragmatisme PDIP akan jatuh ke Ganjar juga, tapi itu juga tidak etis karena Ganjar udah dinyatakan sebagai tahanan, tapi Ganjar masih beredar sendiri. Jadi Ganjar tahu bahwa dia sekarang, bukan dia ditawan oleh PDIP, tapi PDIP ditawan oleh dia. Jadi, satu waktu dalam logika pencarian konstituen, kalau Ganjar misalnya sudah melampaui Anies maka masuk akal kalau Ganjar akhirnya merasa dipinang kembali oleh PDIP kan. Nah, itu memalukan nanti. Bahwa Ganjar sebetulnya merasa bahwa ya sudah, nggak perlu lagi, karena saya sudah bisa sendirian. Cuma, sialnya Ganjar enggak punya partai kalau dia sendirian. Jadi tetap bagi Ganjar, itu bagus buat Ganjar untuk tetap roadshow untuk tunjukkan bahwa di luar PDIP nama dia itu masih kuat. Sama seperti Anies. Anies juga belum ada partai pendukung yang fiks, baru Nasdem. Dna Nasdem kan cuman merdekarasikan, bukan akan mengongkosi Anies. Anies disuruh cari uang sendiri juga. Itu taktik Nasdem saya kira begitu, untuk menaikkan elektabilitas Nasdem dipasang Anies. Tapi untuk Anies jadi presiden, kapasitas Anies itu harus didampingi dengan orang lain yang belum selesai itu siapa wapresnya. Dan itu terhubung dengan cara mencari uang untuk membiayai kampanye kan. Jadi kalau Anies sendiri ya pasti nggak nyampe tuh. Anies tergantung pada wakil presiden, calon wakil presidennya, yang juga punya jaringan untuk mengumpulkan dana Pemilu. Nah, ini menarik ya ketika Anda menyinggung soal dana Pemilu. Kan kita tahu bahwa selama ini biaya politik yang mahal itu membuat para politisi ini, para kandidat ini, terjebak kepentingan oligarki. Karena, mau nggak mau, ketika mereka bicara soal Pemilu, itu bicara duat duit dan duit itu larinya pasti oligarki. Tetapi, apakah Anda tidak melihat potensi itu sekarang, yang kita sebut sebagai potensi volunternya dari masyarakat untuk katakanlah dulu dalam skala kecil juga pernah dilakukan pada zaman Pak Prabowo dengan Sandi, sumbangan sumbangan. Mungkin enggak kalau Anda lihat dari Anda keliling-keliling ke daerah-daerah ini Bung Rocky. Walau Anies relawannya itu lebih otonom tuh. Nggak tergantung pada dana pusat. Saya perhatikan bahwa orang membentuk relawan dan langsung mengumpulkan uang atau materi untuk bikin model kampanye. Jadi, Anies relatif lebih independen dalam soal relawannya tuh, tetapi di ujungnya tetap diperlukan misalnya dana untuk saksi itu. Dana yang dipersiapkan untuk hari-hari terakhir. Dan itu sangat rentan. Kan dana itu pasti habis di ujung Pemilu kan dan itu yang diintai oleh oligarki untuk disulap supaya berpindah kan nantinya di ujung. Kalau sekarang euforia pada Anies relatif nggak memerlukan dana karena semua orang datang ke situ untuk bikin deklarasi. Kan itu nggak mahal. Tapi, begitu mulai tahun pemilu yang kampanye beneran itu mobilisasi itu diperlukan. Diperlukan mobil, fasilitas kampanye, segala macam karena Anies mungkin akan kewalahan. Kalau dia konsisten, dia akan kewalahan. Kalau dia pragmatis, dia akan cari investor. Dan investor itu pasti cuman 2-3 orang yang juga menginvestasi pada caleg yang lain. Itu mudah sekali kita baca bahwa Anies akan ada kesulitan untuk mencari investor. Supaya dia bisa, ya pasti investor itu balik lagi pada oligarki. (sof/sws)
John Mempi Soroti Hubungan Eskalasi Kehancuran Polri dengan Kasus Korupsi Lukas Enembe
Jakarta, FNN – Pengamat Intelijen, John Helmi Mempi menyebut eskalasi kehancuran Polri dalam kasus korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe. Hal tersebut disampaikannya dalam acara yang diselenggarakan oleh Kolaborasi Peduli Indonesia (KOPI Party Movement) bertemakan \"Korupsi, Judi, Money Laundering dan Kekebalan Hukum Lukas Enembe\" di Dapoe Pejaten, Jakarta Selatan, Rabu (12/10). Dalam pandangannya, kesalahan analisis KPK terhadap kasus Lukas Enembe yang tidak membaca situasi dan kondisi sehingga malah mempermalukan negara. John menyinggung tentang eskalasi kehancuran Polri. Ia memaparkan berbagai isu, mulai dari kasus Sambo ke persoalan Anies dan Lukas yang masih bertaraf nasional, hingga tragedi Kanjuruhan yang memasuki ke ranah internasional. \"Ini menunjukkan bahwa eskalasi dari kehancuran Polri,\" ujar John dalam obrolan KOPI Party Movement yang diselenggarakan secara luring dan daring pada Rabu, 12 Oktober 2022. \"Artinya, Polri hancur di mata nasional maupun internasional,\" tambahnya. John juga membahas peralihan masa orde baru yang ditopang oleh TNI hanya terjadi pelanggaran HAM dengan perbedaannya di masa reformasi, di mana segala macam kasus muncul tanpa penyelesaian. Oleh karena itu, ia menyebut bahwa Polri tidak mampu menopang kewenangan yang diberikan masyarakat. \"Ternyata integritas, kapasitas, kapabilitas Polri tidak mampu untuk menopang kewenangan yang demikian besar yang diberikan masyarakat,\" ungkap John. John menyebut Firli Bahuri, Ketua KPK, secara tidak sadar hanya menghancurkan Polri dengan belum ditangkapnya Lukas Enembe. Hilangnya kasus-kasus yang tidak terselesaikan juga menyebabkan hilangnya wibawa negara. \"Apa yang harus dilakukan ketika wibawa sudah tidak ada lagi? Harus diganti rezimnya. Sebab ketika orang sudah tidak percaya dengan suatu rezim, apapun yang diinginkan rezim itu, dia tidak akan percaya. Dan semua rentetan ini nanti berujungnya di G20,\" papar John. Diketahui, Lukas Enembe diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi, suap, dan gratifikasi. Hingga kini, KPK belum menangkap terduga dikarenakan Lukas masih menjalani perawatan di Singapura. (oct)
Demo Partai Buruh Beri 6 Tuntutan, Orator: Musuh Kita Omnibus Law
Jakarta, FNN – Partai Buruh dan organisasi serikat pekerja melakukan aksi di kawasan Patung Kuda pada Rabu (12/10/2022). Helmi, seorang orator aksi mengatakan Omnibus Law adalah musuh bagi buruh dan yang menyebabkan perjuangan buruh hilang dalam sekejap. Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, demo kali ini diikuti puluhan ribu buruh, petani, nelayan, guru honorer dan aktivis gerakan sosial lainnya. Ia juga mengaku demo ini dilakukan secara serentak di 34 provinsi Orator demo, Helmi mengatakan perjuangan buruh sudah semakin sulit akibat kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah beserta kroninya. Ia juga berpendapat bahwa UU Omnibus Law adalah musuh buruh. \"Lahirnya Omnibus Law, inilah yang menjadi common enemy semua buruh. Musuh kita semua, musuh kita bersama yaitu Omnibus Law,” tegas Helmi. Helmi mencoba mengingat pada 2012 saat buruh merasa menang dan bangga. Kala itu jika buruh ingin menaikkan uang makan dan menaikkan uang gaji, yang dibutuhkan adalah berunding. \"Kita ajak berunding. Bawa sedikit masalah selesai. Tapi pengesahannya itu 1 tahun atau 2 tahun,” jelas Helmi. Dalam demo ini, Omnibus Law UU Cipta Kerja mendapat penekanan sejak awal orasi. Selain itu, ada tuntutan lainnya seperti penolakan harga BBM, kenaikan UMK/UMP tahun 2013 sebesar 13%, menolak PHK massal, sampai tuntutan untuk mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). (Fer)