NASIONAL
Ketua DPD RI: Viral Soal Harga BBM Malaysia Harus Dijelaskan Transparan
Surabaya, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta perbandingan harga BBM subsidi antara Indonesia dengan Malaysia yang belakangan marak di media harus dijelaskan secara transparan. Sebab, selama ini pemerintah kerap membandingkan harga BBM subsidi dengan negara lain. Yang akhirnya banyak diteruskan pendukung pemerintah di media-media sosial. Belakangan, marak di media sosial soal harga BBM di Malaysia yang disebut lebih murah dari Indonesia. \"Saya minta pemerintah terbuka terhadap harga subsidi BBM jenis Pertalite jika dibandingkan dengan subsidi BBM jenis Petrol 95 yang ada di Malaysia,” kata LaNyalla di sela kunjungan kerjanya ke Surabaya, Jumat (9/9/2022). Senator asal Jawa Timur itu menilai hal itu penting untuk dijelaskan secara rinci oleh pemerintah agar tak ada yang ditutupi. Sebab, pengamat kebijakan publik Bambang Haryo telah memberikan tanggapan dan pandangannya terkait subsidi harga BBM Petrol 95 (Oktan 95) yang ada di Malaysia dan subsidi harga BBM Pertalite Oktan 90 yang ada di Indonesia. Menurut Bambang Haryo, hasil pengecekan di Malaysia harga Petrol 95 dengan Oktan yang setara dengan Pertamax Plus dibanderol sebesar 2,05 ringgit atau Rp6.844 dengan subsidi 0,45 ringgit. Untuk harga tanpa subsidi Rp 8.347. Sedangkan di Indonesia, harga Pertalite bila tanpa subsidi diklaim sebesar Rp17.200/liter. \"Jadi terbuka sajalah. Jangan ada yang ditutup-tutupi, apalagi membandingkan dengan negara lain sebagai pembenar kebijakan pengurangan subsidi, namun ada kekeliruan di dalamnya,\" ujar LaNyalla. Tokoh berdarah Bugis yang besar di Surabaya itu melanjutkan, masyarakat mengharapkan pemerintah terbuka terkait dengan harga subsidi dan nonsubsidi agar tidak menuai polemik berkepanjangan. Sebab, kata dia, masyarakat yang merasakan secara langsung dampak dari kenaikan harga BBM tersebut. Dampak kenaikan BBM mulai dirasakan masyarakat, salah satunya dalam hal kenaikan tarif angkutan umum. Masyarakat yang menggunakan angkutan umum seperti ojek online (ojol), bus dan angkutan kapal penyeberangan, otomatis langsung terdampak. \"Polemik akan terjadi, terutama angkutan yang kurang terawasi oleh Organda, kenaikan harga bisa dua kali lipat. Kasus ini terjadi di daerah-daerah yang kurang terawasi dan ini dapat memicu permasalahan sosial. Artinya, ada potensi gejolak sosial yang bisa terjadi,\" kata Ketua Dewan Penasehat Kadin Jatim itu. Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah mengetuk aturan baru untuk tarif sejumlah angkutan umum. Hingga saat ini, ada tiga angkutan umum yang tarifnya bakal naik, yaitu ojek online atau ojol, bus angkutan antar-kota antar-provinsi (AKAP) kelas ekonomi, dan angkutan penyeberangan. (mth/*)
Rocky Gerung: Kompas Mengidap Bawah Sadar Islamophobhia
TULISAN KOMPAS edisi Kamis, 8 September 2022, semakin jelas bahwa Kompas itu Islamophobia. Tulisan yang cenderung tendensius itu pun kini sedang ramai diperbincangkan publik, bahkan trending di Twitter. Kompas ttrending di Twitter karena memasang foto Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan seusai menjalani pemeriksaan terkait penyelenggaraan e-Formula di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto Kompas itu ramai dikomentari warganet karena dinilai tidak cocok dengan isi berita yang disampaikan diuraikan Kompas sendiri. Dalam rubrik Politik dan Hukum Kompas edisi Kamis, 8 September 2022, itu Kompas memuat sebuah artikel dengan judul \'Korupsi Bukan Lagi Kejahatan Luar Biasa\', gambar Anes Baswedan dijadikan foto untuk menunjang artikel tersebut. Warganet menilai bahwa Kompas, sebagai media massa, seharusnya netral. Karena menurut sejumlah warganet, apa yang dilakukan Kompas dengan memasang foto Gubernur Anies Baswedan untuk artikel \'Korupsi Bukan Lagi Kejahatan Luar Biasa\' sangat tidak mencerminkan kenetralan Kompas. Kini, Kompas jadi sorotan hingga sudah ribuan kali dicuitkan oleh warganet di Twitter. “Jadi, dengan gampang misalnya kita (bisa) bilang itu artinya Kompas masih mengidap bawah sadar Islamophobia. Jadi seluruh rasionalitas kita suppress, kita tekan karena takut diucapkan Islamophobia, tetapi apa yang ditekan itu kemudian tiba-tiba muncul tanpa sadar, lalu muncullah foto Anies itu yang seolah bagian dari 35 orang koruptor,” kata pengamat politik Rocky Gerung. “Dan Kompas tidak bisa menghindar karena sudah keburu berlangsung. Jadi orang akan anggap itu, Kompas sebetulnya mengidap dalam bawah sadarnya, dalam subconsciousness-nya, semacam a kind of Islamophobia,” tegas Rocky Gerung dalam dialognya dengan Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief. “Hasil survei menunjukkan bahwa dukungan pada Anies di Jakarta, karena respondennya Jakarta, itu 99% karena prestasi, bukan karena agama. Dan redaksi Kompas tentu mewakili keinginan dari satu kelompok politik tertentu,” ujar Rocky Gerung. “Sebagai pendukung Presiden Jokowi, Kompas pasti merasa bahwa Jokowi sebenarnya sudah bukan lagi aset. Tetapi, keadaan di dalam kan kita ngerti fraksi-fraksi yang ada di dalam Kompas tidak tiba pada semacam kesepakatan bahwa rezim ini memang rezim yang buruk,” ungkapnya. Berikut petikan dialog lengkapnya dalam Kanal Rocky Gerung Official, Kamis (9/9/2022). Tentang Wafatnya Ratu Elisabeth II Bung Rocky, ketemu lagi Bung Rocky. Ini saya kemarin terkaget-kaget, di dunia maya heboh sekali soal Kompas dengan Anies Baswedan, Koran Kompas dan kompas.com soal Anies Baswedan dianggap buat framing karena dia rupanya membuat artikel tentang adanya 35 orang koruptor yang bebas. Kemudian, sebetulnya artikelnya menarik tapi kemudian orang mempersoalkan kenapa ilustrasinya jadi Anies yang diperiksa oleh KPK. Padahal Anies masih diperiksa saja. Dan saya agak heran kenapa Kompas dipersoalkan. Padahal kita sebetulnya membahas hal yang sama ya, persis sama sebetulnya. Cuma anglenya berbeda. Itu menarik. Tapi sebelum kita membahas soal itu saya kira kita tentu ikut mengucapkan bela sungkawa atas wafatnya Ratu Elizabeth II dalam usia 96 tahun, Kamis sore waktu setempat, dini hari waktu kita. Ya, itu saya dengar itu juga tengah malam dan kita ucapan duka cita pada seseorang yang dianggap simbol kebijaksanaan. Ratu bukan lagi memerintah, tapi peradaban British dan peradaban Inggris menganggap bahwa kedudukan beliau itu justru sebagai perekat. Kalau ada persaingan antara partai buruh dan partai konservatif selalu orang menunggu semacam bahasa tubuh dari Ratu Elizabeth II. Beliau ini hidup di dalam seluruh abad ke-20 dilalui dan dia masuk abad ke-21, dan mengerti semua. Orang anggap Eropa itu sepanjang abad ke-20 itu adalah wahana pengujian kekuatan atau wahana konflik ideologi kiri dan timur-barat, komunis, fasisme semua ada di situ segala macam. Jadi, Eropa di dalam sejarah Ratu Elizabeth II itu diingat sebagai the dark continent, benua hitam karena penuh dengan banyak peristiwa politik. Tentu itu yang diingat oleh dunia terhadap Ratu Elisabeth II. Dan dia bahagia karena keadaan sekarang memungkinkan dia untuk melihat masa depan yang lebih baik melalui tentu Pangeran Charles yang sebentar lagi jadi raja. Ya, ini usianya 96 tahun dan dia naik tahta pada usia 25 tahun. Jadi tujuh dekade dia menjadi ratu. lni pencapaian yang luar biasa dan tetap sehat sampai terakhir. Sekarang ada raja baru, tentu saja ini juga akan menarik apakah Charles masih sekuat figur ibunya dalam merepresentasikan monarki gitu. Saya kira menarik kita mengamati Inggris, sebuah negara modern, sebuah negara demokratis, tapi dengan mempertahankan monarki meski hanya sebagai simbol. Ya, itu pelajaran bahwa ada yang disebut monarki, tapi orang tinggal ingat penghargaan. Bukan seperti yang sekarang sudah sistem presiden seperti di Indonesia tetapi ada yang menjadi monarki justru. Itu bedanya. Culture Inggris itu yang kita hormati. Tetap kita tahu miris menahan opini publik ketika ada peristiwa menantunya Lady Diana yang masuk dalam skandal, lalu ketegangan psikologi di dalam keluarga itu, tapi dia bisa atasi semua itu. Karena itu, wisdom itu sebetulnya yang orang ingin lihat dari seorang yang sudah berusia dan akhirnya harus melihat problem dunia, termasuk problem keluarganya, perceraian anaknya segala macam itu. Tetapi, selalu sejarah itu memulihkan kembali ingatan bahwa seorang perempuan memimpin Inggris dan memberi wajah yang teduh pada dunia hari ini. Dengan kepergian Ratu Elizabeth kita mengenang percakapan-percakapan dia dengan dulu ada film pendek atau film seri tentang Istana Buckingham itu, dan orang lihat bahwa di dalam istana ada politik, tetapi juga ada culture di situ. Dan itu sebetulnya yang orang sebut sebagai keajaiban Inggrislah. Demokratis, tapi tetep ada orang yang menganggap bahwa itu nggak bagus dinasti. Tapi dia tetap jalan terus dan parlemen selalu menghormati posisi Ratu sebagai Dewi yang bijak dalam menuntun masyarakat Inggris. Semoga raja yang baru, Pangeran Charles, juga memperoleh wisdom yang sama. Masalah Anies Baswedan Ya. Sekarang kita balik lagi ke Indonesia soal ribut-ribut Anies. Tiba-tiba juga saya dikirimi video yang sebenarnya video percakapan kita sebelum peristiwa itu terjadi karena Anda di situ menyatakan bahwa bagaimanapun caranya Anies pasti harus digergaji. Begitu kira-kira. Dan menurut Anda nanti pasti karena ada pemred yang disogok untuk membuat opini yang negatif terhadap Anies. Tentu kita tidak menuduh Kompas, tetapi kenapa orang kemudian mengait-ngaitkan itu. Jangan-jangan Bung Rocky ini sudah punya informasi atau cuma sebagai cenayang saja gitu. Saya juga piara dukun. Jadi, Kompas itu harusnya minta maaf dulu sebelum bikin tulisan lain. Tapi, itu insinuasi dan kalau Kompas merasa itu kecelakaan editor, nggak bisa. Karena dia tahu Anies ini ada di dalam suasana jadi public outcry, publik itu mengelu-elukan Anies dan itu memang kalau kita periksa sebetulnya secara psikoanalisis, ada yang disebut Freudian key. Freudian key artinya kita mau cari kunci freudian yang hilang untuk membongkar psikologi dari Kompas. Jadi, dengan gampang misalnya kita bilang bahwa itu artinya Kompas masih mengidap bawah sadar Islamophobia. Kira-kira begitu kan. Jadi, seluruh rasionalitas kita suppress, kita tekan karena takut diucapkan Islamophobia, tapi apa yang ditekan kemudian tiba-tiba muncul tanpa sadar, lalu muncullah foto Anies itu yang seolah bagian dari 35 orang koruptor. Kan begitu cara melihatnya. Ini betul-betul saya terangkan teori psikoanalisis dan itu yang kemudian membuat publik merasa ini pasti by design. Jadinya begitu. Dan, Kompas tidak bisa menghindar karena sudah keburu berlangsung. Jadi orang akan anggap bahwa Kompas itu sebetulnya mengidap di dalam bawah sadarnya, dalam subconsciousness-nya, semacam a kind of Islamophobia. Kira-kira begitu. Ternyata yang bereaksi itu kalau saya amati bukan hanya kelompok yang disebut sebagai kelompok Islamis. Kemudian saya teringat penjelasan Anda karena Anda baru saja membaca survei tentang Anies yang sebetulnya kaitannya kecil sekali dengan soal Islamophobia. Karena ada seorang Ibu Susi Pudjiastuti juga meskipun hanya komen dengan emoticon menangis, kemudian Denny Indrayana. Jadi ini bukan hanya keributan remeh-temeh di kalangan netizen, ini persoalan yang serius. Mereka melihat bahwa kalau saya dari sisi jurnalistik saya melihat bahwa orang-orang ini konsen akan pentingnya adalah lembaga-lembaga yang bisa bersikap kritis tapi tetap juga imparsial. Ya, itu saya membaca 2 minggu lalu tentang survei yang menunjukkan bahwa dukungan pada Anies di Jakarta karena respondennya wilayah Jakarta, itu 99% karena prestasi, bukan karena agama. Jadi, sebetulnya kaum sekuler memang mendukung Anies. Sekarang kita tinggal lihat apakah Jakarta itu mewakili Indonesia. Itu pasti. Karena di pusat-pusat Metropolitan juga Anies diucapkan dengan cara yang sama. Kan orang nggak menilai Anies karena dia soleh beragama, tapi karena dia berprestasi di DKI. Jadi, menara DKI atau mercusuar DKI itu juga tiba cahayanya ke ibukota-ibukota provinsi yang rasional untuk melihat prestasi seorang Gubernur. Jadi itu intinya. Nah, mustinya Kompas mengerti itu. Jadi, kalau Kompas justru mencemplungkan Anies ke dalam kolam yang sama dengan para koruptor, orang bereaksi, baik muslim maupun non-muslim yang menganggap ini kok cara Kompas itu seolah-olah masih ada dendam di situ. Dan, itu akan terkait lagi dengan orang akan melihat di belakang Kompas siapa? Politikal ekonomi analisis berlangsung di situ. Tadi saya terangkan secara psikoanalisis. Jadi, itu kekacauan di dalam redaksi Kompas sendiri sebetulnya. Dan redaksi Kompas tentu mewakili keinginan dari satu kelompok politik tertentu. Itu saja gampangnya. Lalu orang lihat Kompas didirikan oleh siapa dan modalnya dapat dari mana, lalu penasihat politiknya siapa, apa afiliasinya dengan think thank yang lain. Jadi, hal-hal begitu yang kemudian kecurigaan lagi muncul. Tapi saya tadi terangkan bahwa di bawah sadar Kompas memang mungkin masih ada Islamophobia. Itu yang saya sayangkan. Saya bertahun-tahun membantu Kompas, diskusi-diskusi di Kompas, menulis di Kompas, macam-macam, mewakili Kompas kalau ada ceramah-ceramah di luar negeri. Jadi, semua hal semacam ini yang saya pertaruhkan pengetahuan saya tentang Kompas. Kira-kira itu. Ya. Saya kira ini yang kemudian disebut sebagai policy redaksional gitu ya. Jadi kelihatan dari situ. Sebuah produk jurnalistik itu kan bagian dari policy redaksional. Seperti kita, Anda yang selalu menyebutkannya walaupun kadang-kadang saya nggak begitu sepakat. Bukan karena nggak sepakatnya, tetapi ada ngeri-ngeri juga kalo Anda selalu menyebut FNN itu Forum nantang-nantang. Tapi itulah memang sikap dari FNN di tengah situasi ketika misalnya banyak sekali kooptasi terhadap media. Bahkan, bukan hanya dikooptasi tapi banyak juga media mengooptasikan diri. Di dalam kekuatan kita mengambil jarak pada kekuasaan. Itu yang membuat orang agak sebel kenapa nggak pernah ada bagusnya sih pemerintah di mata Rocky Gerung dan FNN. Ya, FNN masih dalam taraf nantang-nantang. Belum jadi forum nendang-nendang. Jadi tetap kita mau cari sebetulnya mata batin publik kalau kita lihat Kompas tag line-nya kata hati, mata hati, itu poinnya kan. Suara rakyat di zaman orde baru itu tersalur lewat Kompas. Kita tahu Kompas pro orde baru, tapi kita sering lihat editor Kompas yang secara sublim itu memberi sinyal bahwa orba itu mengandung otoriterisme. Jadi kalau kita baca Kompas di headline dia memuji orde baru, kita pasti tahu bahwa nanti di Tajuk Rencana itu pasti ada refleksi kritis terhadap orde baru. Biasanya Pak Jacob yang nulis di situ. Kalau sekarang terbalik. Kompas head line-nya itu langsung memberi kesan anti pada seseorang. Dalam hal ini orang anggap pasti Kompas jadi anti-Anies. Lalu orang tanya, kalau gitu Kompas pro siapa? Pro Ganjar? Pro Prabowo? Ya di tengah-tengah mungkin. Itu yang kita sebut tadi, kegalauan di dalam redaksi itu untuk menentukan sikap terhadap keadaan politik. Sebagai pendukung Presiden Jokowi, Kompas pasti merasa bahwa Jokowi sebenarnya sudah bukan lagi aset. Tapi, keadaan di dalam kan kita ngerti fraksi-fraksi yang ada di dalam Kompas itu tidak tiba pada semacam kesepakatan bahwa rezim ini memang rezim yang buruk. Oke. Dan ini beda dengan Anda ya, karena Anda sendiri adalah posisi awalnya termasuk pendukung Pak Jokowi. Iya, saya ikut membaca atau menyumbang pikiran bahkan apa yang disebut nawacita segala macam karena teman-teman saya di situ, dan kita berupaya untuk bahwa Jokowi ke dalam masyarakat sipil. Bahkan kita diam-diam kasih izin pada LSM untuk masuklah ke KSP, temani Jokowi, pelajari wataknya, jauhkan dia dari oligarki, halangi dia berkomplot dengan kekuatan-kekuatan lama. Eh, ternyata nggak terjadi. Bukan karena kesalahan Pak Jokowi, karena kesalahan orang-orang civil society yang masuk istana yang kita suruh untuk mengasuh Jokowi dalam tatabahasa demokrasi, tapi justru kunyuk-kunyuk ini cari suaka di dalam kekuasaan, lalu jadi KSP-lah, jadi komisaris segala macem, dan nggak ada poin kritis lagi terhadap kekuasaan. Itu yang terjadi. Jadi mereka going native, tenggelam bersama ketakutan sendiri terhadap keadaan kantong dia sendiri. Karena kantongnya rada kering lalu nggak boleh kritis lagi. Karena berharap jadi menteri lalu bermain dengan kecurangan-kecurangan data segala macam. Kalau mereka yang diangkat oleh Pak Jokowi mungkin dia biasa saja karena Pak Jokowi sudah tahu kelakuan politisi. Tetapi, yang saya sayangkan atau saya dungukan adalah lingkungan istana Jokowi yang datang dari civil society, yang bertahun-tahun ada di pusat-pusat LSM kritis, tiba-tiba jadi dungu dan bisu ketika berhadapan dengan kekuasaan. Itu soalnya. Oke. Saya kira ini memang banyak yang menuntut Kompas minta maaf, tapi kelihatannya secara tidak langsung Kompas kemudian sudah mulai meminta maaf dengan cara menurunkan sebuah berita “Anies: Saya selalu siap hadir membantu KPK”. Walaupun sebenarnya berita ini terlambat karena ini sudah berita kemarin muncul dan kemudian ilustrasi fotonya luar biasa, foto Anies sedang berbicara kepada wartawan yang seperti Anda singgung bahwa ini bukan tampilan seorang yang baru diperiksa KPK, tapi ini seperti orang yang baru semacam deklarasi yang menyatakan akan maju sebagai presiden. Itu balancing dari Kompas yang mungkin merasa bahwa ini bakal berbahaya. Nanti orang akan mengingat bahwa Anies pernah dilecehkan sebelum ada fakta-fakta, tapi sudah diskenariokan atau diinsinuasikan sebagai koruptor. Keadaan itu mungkin yang mengembalikan kembali kesehatan redaksional Kompas. Itu nggak ada soal juga. Tetapi, tetap kita musti ingatkan bahwa Kompas itu koran. Koran itu adalah suara publik. Publik itu nggak suka BBM naik. Publik merasa bahwa Jokowi memaksakan anggaran untuk biaya IKN. Publik menganggap bahwa Jokowi itu tidak paham dengan lingkungan. Semua itu yang harusnya diucapkan oleh Kompas. Minimal dalam tajuk rencana. Kalau sekarang kan betul-betul jadi kempes itu pikiran Kompas. (Sof/sws)
Hadiri Kongres Perempuan Indonesia, LaNyalla: Tuntutan Kaum Perempuan Sejalan dengan Perjuangan DPD RI
Jakarta, FNN - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengatakan tuntutan kaum perempuan yang disuarakan saat Kongres Perempuan Indonesia di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Rabu (7/9/2022) malam, sejalan dengan perjuangan DPD RI. Saat menghadiri Malam Kebudayaan Kongres Perempuan Indonesia, LaNyalla menerima aspirasi dari para perempuan. Aspirasi yang disebut sebagai Manifesto Kongres Perempuan Indonesia itu, disampaikan oleh Ratna Sarumpaet yang merupakan penggagas kongres. \"Para perempuan Indonesia dengan ini memerintahkan kepada MPR RI selambat-lambatnya dalam waktu 4 X 24 jam menggelar Sidang Istimewa untuk satu, mengetuk palu kembali ke UUD 1945 dengan 3 adendum, yaitu pasal-pasal tentang masa jabatan Presiden, pasal-pasal tentang Hak Azasi Manusia dan pasal-pasal tentang Lingkungan Hidup,\" kata Ratna Sarumpaet. Ultimatum kedua, lanjut Ratna, setelah ketuk palu para anggota MPR dipersilakan meninggalkan Rumah Rakyat yaitu Gedung DPR/MPR/DPD di Senayan. \"Kemudian rakyat Indonesia seperti para intelektual, akademisi, budayawan, utusan golongan, utusan daerah dan elemen lainnya memperbaiki semua Undang-undang yang telah dirusak dan kembali ke Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,\" tuturnya. Ratna menambahkan, perempuan Indonesia atas nama bangsa tidak akan pernah tinggal diam ketika kondisi bangsanya yang sedang mengalami kerusakan secara terstruktur, mengakibatkan keterpurukan massal dan ancaman kepunahan. \"Pertemuan perempuan Indonesia tahun 2022 adalah puncak keprihatinan kaum perempuan Indonesia atas situasi dan kondisi bangsa dan negaranya. Inilah sebab Kongres Perempuan Indonesia digagas dan digelar hari ini,\" ujarnya. \"Tujuannya untuk mengkonkretkan kegemilangan bangsa dan negaranya dengan cara perempuan atau seorang ibu,\" tambahnya. Sebab, separuh nafas Indonesia adalah perempuan. Politik dan demokratisasi tanpa perempuan tidak berarti. Penghormatan HAM yang tak konsisten, pendidikan yang tidak untuk semua adalah contoh cermin retak bangsa karena melupakan asal-usulnya yaitu ibu, atau perempuan Indonesia. \"Ibu Pertiwi berduka menyaksikan kehidupan demokrasi bangsa dan negaranya pasca Amandemen yang dilakukan 4 kali tanpa seijin rakyat dengan melenyapkan TAP MPR nomor 4 tahun 1983 tentang Referendum,\" papar Ratna. Menurutnya, amandemen itu telah menghancurkan harkat bangsa ini. Dimana bangsa ini lahir dengan Pancasila dan UUD 45 sebagai dasar dan ideologinya. Perempuan Indonesia pun menolak individualisme, kapitalisme, liberalisme, materialisme, neoliberalisme dan lainnya. Kekayaan sumber daya alam bangsa ini juga tidak boleh digadaikan. Kedaulatan rakyat tidak untuk diperjualbelikan. \"Untuk itu kami menitipkan aspirasi kami ini kepada Ketua DPD RI. Kami yakin Pak LaNyalla orang baik, orang lurus, orang yang peduli dan teguh berjuang untuk rakyat,\" tukasnya. Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menilai aspirasi para kaum perempuan dalam kongres sejalan dengan perjuangan dirinya dan DPD RI. Yaitu gerakan kembali ke UUD 1945 naskah asli untuk kemudian dilakukan adendum perbaikan. \"Inilah yang saya maksud dengan mengembalikan kedaulatan rakyat ke tangan rakyat. Inilah jawaban untuk memperbaiki kondisi bangsa,\" ujar LaNyalla. Sejak awal LaNyalla mengatakan dirinya akan memimpin langsung gerakan tersebut. Dengan menggugah kesadaran warga bangsa mulai dari tingkat tertinggi sampai terendah. Dalam kegiatan itu, Ketua DPD RI didampingi Anggota DPD RI asal Lampung Bustami Zainuddin, Andi Muh Ihsan (Sulawesi Selatan) dan Ahmad Nawardi (Jawa Timur). Hadir juga Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, model sekaligus aktris Atiqah Hasiholan, seniman, pegiat sosial dan para aktivis perempuan lainnya. (mth/*)
Mobil Wapres Dihadang: Demonstran Makin Nekad, Para Profesor Kumpul di UGM
TAMPAKNYA pengunjuk rasa sudah tidak takut lagi jika harus ditangkap. Di Palembang, misalnya, mobil rombongan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dihadang demonstran saat kunjungan ke Palembang. “Jadi, selalu demonstrasi itu dalam situasi yang kalau semua variabel tersedia dia akan jalan terus, kayak snow bowling, dia nggak bisa ditahan itu,” ungkap pengamat politik Rocky Gerung saat dialog dengan Hersubeno Arief, Wartawan Senior FNN dalam Kanal Rocky Gerung Official, Kamis (8/9/2022) “Sekarang kita lihat Palembang itu adalah pasti mayoritas muslim di situ. Jadi sebetulnya penolakan dari konstituen yang menganggap bahwa ini kekuasaan dulu cuma mengambil suara kami, tapi setelah urusan rakyat, mereka kabur dari persoalan riil, yaitu BBM. Nah, kita melihat itu sebagai tumpahan dari kemarahan bahwa Istana berbohong terus,” tegas Rocky Gerung. “Jadi, mereka memang butuh panggung karena dianggap bahwa media-media televisi konvensional nggak akan muat itu. Jadi, sebetulnya ini sudah terjadi semacam kerjasama antara jurnalisme kritik dengan kritiknya, akademis dan kritik yang langsung dalam bentuk yang masalah,” lanjutnya. “Dan itu yang menggembirakan kita bahwa kesadaran itu akhirnya pulih dan itu berhadap-hadapan dengan kekonyolan para politisi yang nggak mau sama sekali bersuara,” ujar Rocky Gerung. “Mustinya kampus UI malu pada UGM. UGM yang tadinya mengasuh presiden sekarang dia menganggap Presiden itu sudah bukan lagi aset. Apalagi UI yang ada di pusat kekuasaan, yang Rektor dan aparat-aparat petinggi kampus itu hanya ingin menjilat pada kekuasaan,” tuturnya. “Jadi, saya kira banyak inspirasi yang bisa kita bahas untuk menunjukkan bahwa kesadaran akademis telah terkait dengan kesadaran politik. Karena itu, ada kritik dari UGM,” tambah Rocky Gerung. Bagaimana Rocky Gerung melihat semua ini, berikut petikan dialognya dengan Hersuben Arief. Halo halo apa kabar Bung Rocky, sehat ya? Sehat karena melihat perkembangan situasi semakin mendidih, makin sehat. Jadi, makin mendidih politik kita makin sehat. Ya, dan unjuk rasa sudah mulai makin nekad, karena mulai kemarin kita bahas soal ada yang “membajak” mobil pejabat, walikota Cilegon, Banten. Kemarin, di Palembang terjadi mahasiswa mencoba menghadang mobil rombongan dari Wakil Presiden Ma\'ruf Amin. Walaupun nggak berhasil teman-teman, tapi bagaimanapun juga ini kan simbol-simbol negara yang mulai dijamah oleh para pengunjuk rasa. Ya. Itu yang biasa disebut contiguous effect, efek menular dari satu peristiwa yang memang harus jadi lengkap. Jadi, selalu demonstrasi itu dalam situasi yang kalau semua variabel tersedia dia akan jalan terus, kayak snow bowling, dia nggak bisa ditahan itu. Dan, apa yang terjadi di Palembang itu hampir jadi puncaknya karena itu mobil wakil presiden dihadang gitu. Dan orang masih coba-coba tuh, tapi sebetulnya yang dihadang itu bukan wakil presiden gitu, tapi presidennya sendiri. Kebetulan memang Pak Ma\'ruf Amin yang ada di situ. Kalau menteri masih bisa secara teknis mungkin bermasalah, tapi ini wakil presiden yang sebetulnya satu paket dengan Presiden Jokowi waktu dipilih. Dan kita tahu Ma’ruf Amin ini dipilih untuk mengambil suara muslim mayoritas kan pada waktu itu. Dengan akibat Pak Mahfud MD tidak terpilih karena pertimbangan macam-macam. Akhirnya okelah ambil saja beliau, Kyai Ma’ruf Amin. Dan sekarang kita lihat Palembang itu adalah pasti mayoritas muslim di situ. Jadi, sebetulnya penolakan dari konstituen yang menganggap bahwa ini kekuasaan dulu cuma mengambil suara kami, tapi setelah urusan rakyat mereka kabur dari persoalan riil, yaitu BBM. Nah, kita melihat itu sebagai tumpahan dari kemarahan bahwa Istana berbohong terus. Tetapi, hal yang sama juga ada tumpahan kemarahan di Universitas Gajah Mada (UGM). Para Profesor berkumpul di situ dan menyatakan keprihatinan. Sebelumnya mereka sudah mendatangi ketua-ketua partai. Jadi, lengkaplah bahwa kritik itu mengalir dari pikiran sampai ke jalan. Kira-kira itu yang akan terjadi nanti. Itu yang terjadi juga pada ’98. Kasak-kusuk di kampus akhirnya turun ke jalan. Konsolidasi ide akhirnya berakibat pada konsolidasi otot. Dan kehadiran para mahasiswa itu betul-betul simbol moral saja. Jadi jangan dianggap mereka akan mengganggu perjalanan Kyai Ma’ruf di situ. Enggak. Mereka memang ingin hentikan mobil itu dalam pengertian ingin hentikan kekuasaan. Kan itu mobil presiden lambang kekuasaan. Demikian juga yang terjadi di Gajah Mada. Kendati masih dalam formulasi akademis, pasti memang harus begitu formulasinya. Membuat evaluasi tentang keadaan bangsa dan menemukan bahwa yang sekarang itu betul-betul nggak bermutu. Dan, semua yang kita bicarakan di FNN pasti tercakup juga di situ, mulai dari kemampuan mengolah kemajemukan nggak diperlihatkan Presiden Jokowi, soal ekonomi apalagi, bahkan mereka disinggung yang sering kita sebut di FNN kemampuan berdiplomasi, presiden nggak ada. Jadi satu paket yang lengkap sebetulnya. Ide sudah mateng dan aksi sudah mulai berlangsung. Jadi, itu yang kita sebut sebagai momentum sejarah. Ya, ,mari kita bahas satu persatu. Mahasiswa dan profesor-profesor yang berkumpul di UGM tadi. Pertama, mahasiswa ini sekarang ini makin masif di berbagai daerah. Dan sekarang yang menjadi sasarannya DPRD. Gerbang pintu ada yang jebol gerbangnya, ada yang disegel Gedung DPRDnya, dan sebagainya. Karena memang mereka berharap DPR atau DPRD itu menjadi saluran aspirasi rakyat. Tetapi, kita tahu bahwa selama ini dewan itu justru bagian dari kekuasaan yang dikooperasi oleh kekuasaan. Ya, itu intinya kan berupaya untuk dilarang mahasiswa itu dengan segala macam cara. Dan mereka bisa menembus itu. Dan barikade yang paling bagus sebetulnya adalah barikade pikiran. Tetapi, kalau mahasiswa dibarikade pikirannya, mahasiswa anggap Istana nggak punya pikiran kok. Ngapain kita dibarikade pikiran kita. Kalau akhirnya mereka disebut nanti ini covid dinaikin PPKM-nya, nanti akan ada argumen yang bagus. Kami jingkrak-jingkrak, itu artinya kami sehat. Justru dengan memanaskan badan virus mati. Kalian bakar ban. Iya bakar ban itu justru untuk membunuh virus yang lagi beredar. Kan covid bisa mati oleh asap. Jadi, terlihat bahwa cekcok di lapangan itu nggak mungkin lagi ditahan oleh aparat. Yang harus dilakukan adalah jangan sampai dia merembet menjadi kerusuhan. Jadi, biarkan saja mereka masuk ke DPR, lindungi mereka, ya pecah-pecahin kaca kecil ya bisalah itu karena desa-desakan pasti ada yang pecah. Tetapi, sinyal pertama kita adalah seluruh lembaga politik kita yang mewakili arogansi kekuasaan: anggota DPR, gedung DPR, segala macam, sudah nggak dipercaya. Dan mudah-mudahan nggak ada kerusuhan di kantor polisi. Jadi, kita jaga jangan sampai masuk ke kantor polisi karena itu adalah lembaga yang kita perlukan. Jadi, sekali lagi persiapan demonstrasi itu makin lama makin matang. Kan kita percaya mahasiswa punya ruang diskusi, yang sekarang bahkan di cafe-cafe untuk membahas dari mana kita bikin peta. Mereka bikin peta di situ. Batunya di mana dilemparin. Kira-kira begitu. Tetapi, kita ingin agar tidak ada lempar-lemparan batu, tidak ada lemparan-lemparan molotov, walaupun mereka juga berpikir begitu. Tapi, tentu mereka juga melihat atau membaca, bahkan mengikuti FNN, dan seringkali teman-teman BEM itu menelpon saya dan minta diwawancara langsung. Saya bilang pasti itu, nanti ada wartawan di sana kan itu akan terbuka semua dan akan kita bahas di FNN. Mereka merasa, oke, itu bagus. Jadi, mereka memang butuh panggung karena dianggap bahwa media-media televisi konvensional nggak akan muat itu. Jadi, sebetulnya sudah terjadi semacam kerjasama antara jurnalisme kritik dengannya kritik akademis dan kritik yang langsung dalam bentuk yang masalah. Semua ini kritikan. Yang kita bahas di FNN adalah kritik, yang dibicarakan oleh profesor-profesor di UGM adalah kritik, yang dilengkapkan dengan kritik di jalanan oleh demonstrasi itu semua adalah upaya untuk menghasilkan kembali Indonesia. Dan itu yang menggembirakan kita bahwa kesadaran itu akhirnya pulih dan itu berhadap-hadapan dengan kekonyolan para politisi yang nggak mau bersuara. Bahkan ada video-video baru yang sudah lama sebetulnya muncul lagi. Ibu Mega bilang di zaman SBY dia berpidato bahwa penerima BLT itu artinya mereka yang terhina. Jadi, SBY dianggap menghina rakyat karena memberi BLT. Itu soalnya. Dan sekarang petugas partainya nggak dia tegur, padahal dia menghina berkali-kali, karena BLT sudah berkali-kali diberikan. Jadi mahasiswa membaca jejak itu, betul-betul partai munafik ini PDIP. Begitu yang saya terima dari teman-teman BEM itu, mereka uraikan begitu. Karena saya bertanya, kenapa kalian nggak minta langsung PDIP untuk ikut turun ke jalan. Ah, mereka sudah nggak peduli lagi tuh. Dulu mereka bilang BLT itu adalah menghina rakyat, kok sekarang mereka justru yang siram BLT ke rakyat. Ini sudah terjadi perbandingan dan itu yang sering di dalam sejarah sosiologi, kita lihat bahwa situasi semacam ini, tadinya cair makin lama makin menyatu. Jadi, tinggal ada kepemimpinan alternatif yang mengarahkan perubahan itu. Nah, pada saat itu, atau nanti begitu ada pemimpin alternatif orang nggak mau lagi dengan pemilu karena sudah ada pemimpin alternatif yang dijalani, ngapain lagi ada Pemilu. Tapi ini kita bukan kita bocorkan strategi, justru kita cuma mau lihat keadaan yang akan berkembang. Pasti akan ada pemimpin alternatif turun ke jalan dan memimpin. Sangat mungkin Ketua DPD LaNyalla, sangat mungkin Anies, sangat mungkin bahkan kita membayangkan keadaan yang paling mendesak lalu ada rapat-rapat di Cilangkap. Jadi, kita membayangkan semacam persiapan ’98. Jadi, harusnya Istana juga berpikir begitu. Jangan istana sekadar hura-hura dan merasa semua bisa dikontrol, lalu evaluasi lagi. Wacana-wacana begitu mahasiswa sudah pahamlah bahwa dia akan nipu lagi itu Istana. Dan hari ini (kemarin, Red) rencananya berlangsung juga penjelasan besar-besaran koordinasi rapat BEM seluruh Indonesia. Tetapi, kalau kita amati di lapangan, ini bukan soal besar atau tidaknya, tapi masifnya dan bisa jangka panjang ini. Karena kelihatannya agak tidak mungkin rasanya pemerintah kemudian tiba-tiba membatalkan kenaikan BBM kalau lihat proses yang semacam ini. Kalaupun dibatalkan kenaikan BBM, tapi toh barang-barang lain juga sudah terlanjur naik dan nggak mungkin turun. Misalnya, kita dengar ini tanggal 10 nanti, misalnya, ojol atau ojek onlani akan menyesuaikan tarif yang sudah diizinkan oleh Departemen Perhubungan dan itu saya kira sebenarnya juga belum tentu kabar gembira buat para pemilik ojol karena potensi mereka untuk kehilangan pelanggan juga sangat besar. Ya, ini masalahnya. Kalau sekadar pintu air yang dibuka, itu masih bisa ditutup. Ini bendungannya jebol jadi buat menghalangi banjir itu musti ada gunung yang diruntuhkan untuk bikin bendungan baru. Dan, itu artinya kekuasaan sudah nggak punya peralatan. Masalahnya, sekali legitimasi hancur, itu lenyap saja kemampuan untuk bertahan. Kalau cuma soal legalitas bisa dipulihkan dengan Perpu segala macam. Ini legitimasi, kepercayaan terhadap kebijakan negara itu hilang sama sekali. Itu nggak mungkin ditambal, snow ball itu akan berjalan terus sampai akhirnya terjadi perubahan politik di luar sistem pemilu. Dan, ini akan panjang karena akan banyak momentum. Nanti ada G20, misalnya, di Bali dan semua aparat mungkin BNPT sudah siap-siap di Bali, dikerahkan di situ karena potensi luar juga akan masuk ke Indonesia untuk menikmati kerapuhan-kerapuhan lembaga-lembaga politik kita kan. Jadi, begitu ada momentum internasional tentunya demonstrasi akan juga tambah karena itu tetap momentum yang dianggap bahwa ini upaya untuk memperbaiki dunia itu tidak dibantu oleh Indonesia karena Indonesia justru buat kacau di dalam negerinya. Dan pemimpin-pemimpin dunia akan menyaksikan semua itu. Jadi, kalau kita bayangkan beberapa minggu lagi akan G20. Itu artinya, intel-intel asing sudah ada di Indonesia sekarang, CIA, KGB, dan macam-macam Mosad. Jadi, semua intelijen asing ada di Jakarta dan mereka memantau itu. Itu artinya, satu momentum yang akan dievaluasi oleh pemimpin internasional apakah Indonesia masih bisa menyelamatkan diri atau tidak. Nah, biasanya kalau sudah nggak bisa ditolong, seluruh bantuan internasional juga akan ogah untuk bantu Indonesia karena dianggap Indonesia sudah keterlaluan. Jadi, kita hari ini bukan sekadar akan dibatalkan oleh demo, tapi juga oleh intervensi diplomasi internasional. Nah, kalau tekanan internasional itu akhirnya datang di G20 itu sudah berantakan Indonesia. Bayangkan misalnya, beberapa sebut saja beberapa senior minister atau apalagi itu pemimpin negara kasih speech di G20 nanti yang menimbulkan kesan bahwa Indonesia tidak lagi diasuh oleh global politik, sudah selesai. Jadi, betul tadi, ini akan panjang dan makin lama makin dalam, panjang dan dalam. Karena itu, dulu kita sudah duga ini susah membayangkan Pemilu masih satu setengah tahun bagaimana kalau demo itu tiap hari. Sementara kapasitas pemerintah untuk membujuk rakyat sudah nggak ada. Masalah Pertemuan Para Profesor di UGM Oke. Mari kita bahas secara serius ini pertemuan para Profesor di UGM. Karena menurut saya ini ada dua simbol sebenarnya: satu simbol bahwa para Profesor ini yang selama ini kita selalu kritik bagaimana lembaga perguruan tinggi, para guru besar, para dosen, itu lebih sibuk ngurusin bagaimana selingkuh dengan kekuasaan demi jabatan, demi macam-macamlah. Tetapi, sekarang ini mulai pulih akal sehatnya. Ini satu simbol yang menarik. Yang kedua, ini dilakukan di kampus UGM. Jangan lupa, ini adalah almamaternya Pak Jokowi dan selama ini kita tahu UGM juga menjadi salah satu pilar penyangga kuasanya Pak Jokowi. Tetapi, sekarang ini ternyata itu dilakukan di student cafenya UGM. Saya belum membayangkan kalau hal ini juga terjadi di kampus UI. Ya ini akan jauh lebih menarik lagi kalau itu terjadi. Ya, mustinya kampus UI malu pada UGM. UGM itu yang tadinya mengasuh presiden sekarang dia menganggap Presiden itu sudah bukan lagi aset. Apalagi UI yang ada di pusat kekuasaan, yang Rektor dan aparat-aparat dari petinggi kampus itu hanya ingin menjilat pada kekuasaan. Mustinya UI malu. Karena UI mau promosi terus kami akan jadi World Class University (WCU). Jadi, coba kita bayangkan bahwa ini profesor dari Satu Yogyakarta atau Jawa Tengah, dan tentu saling tanya “kita bikin di mana ya, di Undip atau di mana, Surabaya atau di Universitas Muhammadiyah atau di mana” tapi mereka kemudian kasih sinyal semiotik yang keren, kita bikin di UGM. Itu benteng pertahanan intelektual Indonesia adalah UGM, yang pada waktu yang lalu itu dikooptasi oleh kekuasaan dan akhirnya di situ kan ada segala macam dari situ. Beberapa menteri dari situ, beberapa Gubernur juga dari situ. Jadi, UGM yang tadinya disebut pendukung kekuasaan, sekarang menyatakan diri bahwa kami tidak ingin lagi mendukung kekuasaan. Jadi, dari cafe center itu di UGM, dulu sebetulnya tempat itu berseberangan dengan Balairung yang zaman saya mahasiswa itu tempat demonstrasi teman-teman yang mengelola majalah Balairung. Dan itu simbol perlawanan kepada Soeharto. Sekarang berseberangan dengan itu, disebut juga cafe. Bagus karena dulu di Prancis yang namanya Cafe itu tempat pertemuan politik sebetulnya, bukan tempat sogok-menyogok amplop. Cafe menjadi tempat wartawan dan jurnalis berkumpul di abad ke-19, abad 18, itu dan menghasilkan perubahan besar di Eropa. Jadi, saya kira banyak inspirasi yang bisa kita bahas untuk menunjukkan kesadaran akademis telah terkait dengan kesadaran politik. Karena itu, ada kritik dari UGM. (ida/sws)
Pemerintah Disarankan Naikkan Upah Buruh, Jangan Hanya Beri 'Gula-gula' Saja
Jakarta, FNN - Pemerintah diingatkan dan diminta untuk berhati-hati dalam memitigasi dampak dari kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Sebab, langkah tersebut, bisa berujung pada perubahan besar yang akan terjadi di Indonesia. \"Tidak semua perubahan besar di dunia itu di rencanakan, bisa tidak direncanakan dan bisa datang tiba-tiba, termasuk apa yang terjadi di kita. Jadi kita perlu waspada, rendah hati dan hati-hati dalam memitigasi keadaan ini,\" kata Fahri Hamzah, Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia dalam Gelora Talk bertajuk \'Akhirnya Harga BBM Melambung Tinggi, Apa Dampaknya?, Rabu (7/9/2022). Menurut Fahri, penderitaan masyarakat saat ini bertambah pilu, akibat dampak Covid-19 dan krisis global. Dimana pendapatan masyarakat tidak bertambah, namun pengeluaran bertambah berkali lipat. Sehingga hal ini akan berpengaruh pada neraca keluarga masyarakat Indonesia, meskipun pemerintah telah menyiapkan bantalan-bantalan sosial sebagai antisipasi dampaknya. \"Ketika pemerintah memutuskan pencabutan subsidi untuk penyelamatan APBN, itu membawa resiko besar. Berpengaruh pada neraca rumah tangga keluarga masyarakat Indonesia. Karena pendapatannya tidak bertambah segitu-gitunya, tidak naik. Tetapi, pada saat yang sama ditekan dengan kenaikan harga BBM, sehingga menyebabkan inflasi tinggi dan menurunnya daya beli,\" ujarnya. Seharusnya, kata Fahri, pemerintah tidak menggunakan instrumen APBN dijadikan alasan untuk menambah beban rakyat, karena pada saat yang sama pemerintah mendapatkan windfall atau \'durian runtuh\' dari keuntungan beberapa komoditas, disamping harga minya dunia saat ini sedang turun. \"Keputusan ini dianggap penuh dengan agenda di belakang layar, sembunyi-sembunyi dan tidak transparan. Dan kita sayangkan, anggota DPRnya sejak Omnibus Law itu fungsi anggaran dan pengawasan dimatikan, sehingga tidak ada perdebatan. Persekongkolan mereka sudah sempurna, kekuatanya sudah tidak ada ,,\" ujarnya. Karena itu, apabila ketika terjadi manuver-manuver politik yang terjadi di DPR, sudah dianggap tidak relevan lagi, karena publik melihat sudah tidak substantif. \"Ini akhirnya dihubungkan dengan upaya cari muka saja, termasuk yang dilakukan PKS kemarin. Semua sudah tidak ada harganya di mata masyarakat. Perlu ada reformasi politik besar-besaran di DPR agar struktur dan postur dari pengawasan rakyat ini menjadi menjadi kuat, kalau sekarang tidak ada sama sekali,\" tegasnya. Partai Gelora tidak berharap ada masyarakat miskin yang bunuh diri, akibat menghadapi tekanan kesulitan hidup saat ini yang dirasa semakin berat. \"Ini masalah serius yang harus diwaspdai, efek kepada rakyat memang ada bantalan-bantalan sosial yang sedang diusahakan. Tetapi sekali lagi, kita harus hati-hati, karena kita sendiri belum terlalu disiplin dengan data. Kita perlu memitigasi dan mengidentifikasi cara menolong orang-orang ini,\" tandasnya. \"Kepada para pejabat, ya tolonglah agak rendah hati sedikit, untuk menimbang kesulitan masyarakat. Jangan merasa sok hebat, kalau diprotes. Sebab, banyak orang-orang yang tidak sanggup berbicara untuk menyatakan apa yang sebenarnya. Sementara lembaga perwakilannya sudah ditutup dan tidak berani bicara juga. Jadi penderitaan rakyat tambah pilu,\" pungkas Fahri. Sedangkan Andi Rahmat, Anggota DPR RI Periode 2004-2014 mengatakan, pemerintah seharusnya berani membeli minyak Rusia yang harganya lebih murah, sehingga bisa melakukan restrukturisasi belanja kompensasi, tidak perlu mencabut subsidi atau menaikkan harga BBM. \"Hanya saja apakah pemerintah berani menghambil resiko secara politik mengadapi tekanan Amerika. Ini harus didiskusikan di DPR agar ada solusinya soal ini, karena melibatkan banyak perspektif, tidak bisa pemerintah saja,\" kata Andi Rahmat. Ia melihat DPR sekarang tidak mau mengambil resiko, dan menyerahkan sepenuhnya ke pemerintah untuk melakukan perubahan APBN melalui Perpres 2022. \"Jadinya budgeting DPR tidak sempurna, karena berdasarkan Perpres tidak perlu lagi didiskusikan, cukup dilaporkan saja. Jadi memang saya lihat teman-teman di parlemen sekarang ini buang resiko,\" katanya. Mantan Anggota Komisi XI DPR ini mengatakan carut marut penyelamatan ABPN ini, harusnya diselesaikan melalui Panitia Khusus. Sebab, tidak ada penjelasan panjang lebar mengenai kedaruratan penyelamatan APBN, termasuk peningkatan belanja kompensasi. \"Jadi tidak ada penjelasan panjang lebar, bahwa ini sudah ada istilahnya ke daruratan untuk kepentingan APBN. Lantas untuk kepentingan apa atau siapa, kenaikan harga BBM ini, karena harga minyak turun. Dan kalau ada pertanyaan adanya efisiensi, itu juga harus dikejar, seperti apa efisiensinya. Inikan tidak ada penjelasan sama sekali,\" katanya. Tidak Masuk Akal Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan mengancam akan melakukan aksi massa secara berkesinambungan. Said Iqbal mengatakan kenaikan harga BBM tanpa dibarengi kenaikan upah adalah hal tidak masuk akal. Dia mengibaratkan hal itu seperti keajaiban dunia nomor 11 setelah Candi Borobudur. \"Tiga tahun berturut-turut, buruh dikendalikan oleh negara atas permintaan pengusaha melalui UU Omnibus Law UU Cipta Kerja. Udah nggak naik upahnya. Saya ini ILO Governing Body. Keajaiban nomor 11 di dunia setelah Candi Borobudur adalah upah enggak naik, BBM naik. Ini aneh,\" kata Said. Ia mengatakan kenaikan harga BBM seharusnya diiringi dengan income per kapita atau upah yang diterima buruh yang juga harus naik. Hal ini disebabkan karena kelompok pekerja di Indonesia pasti pengguna BBM bersubsidi atau segala sesuatu yang terkait dengan subsidi. Akan tetapi Menteri Ketenagakerjaan sudah mengumumkan jika Pemerintah dalam menghitung kenaikan UMK 2023 kembali menggunakan PP 36/2021. Dengan kata lain, diduga tahun depan upah buruh tidak akan naik lagi. \"Ini doktor dan profesor sekolah di Harvard, di Berkeley, tapi cara menghitungnya nggak masuk akal sehat. Semua teman-teman internasional saya bilang this is crazy,\" ungkapnya. Menurut Presiden Partai Buruh ini, apa yang dilakukan pemerintah saat ini membebani masyarakat, tidak hanya kelompok miskin. Kenaikan BBM tersebut akan menurunkan daya beli yang sekarang ini sudah turun 30 persen. Dengan BBM naik, maka daya beli akan turun lagi menjadi 50%. Penyebab turunnya daya beli adalah peningkatan angka inflasi menjadi 6.5% hingga-8%, sehingga harga kebutuhan pokok akan meroket. Terkait dengan bantuan subsidi upah sebesar 150 ribu rupiah selama 4 bulan kepada buruh, menurut Said Iqbal ini hanya \'gula-gula saja\' agar buruh tidak protes. Said menilai tidak mungkin uang 150 ribu akan menutupi kenaikan harga akibat inflasi yang meroket. \"Menteri Keuangan dan jajaran Menteri Perekonomian nggak pernah jadi orang miskin. Nggak ngerti sakitnya nyewa rumah di kawasan industri. Makanya enak aja ngomongnya,\" ujarnya. Larang Pertamina Bisnis Partalite Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources (CERI) Yusri Usman mengatakan, pemerintah sebaiknya melarang Pertamina berbisnis Pertalite, jika tidak bisa efisien. Sebab, Pertalite adalah BBM penugasan setelah Premium sejak 10 Maret 2022, namun pengelolaan justru tidak efisien, membebani rakyat dan APBN. \"Dengan asumsi harga minyak mentah adalah USD 63 perbarel dan nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika adalah Rp 14.500. Tetapi semua asumsi itu meleset akibat perang Ukraina dengan Rusia,\" ujar Yusri. Sehingga Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan mengatakan bahwa kuota Pertalite pada September 2022 akan habis, karena besarnya konsumsi BBM hingga mencapai 1,5 juta kilo liter per hari, sehingga terjadi defisit BBM sekitar 400 ribu barel perhari yang harus diimpor. \"Pertamina sekarang ini tidak efisien dari sisi hulu dan hilirnya. Mereka tidak berani jawab ketika saya tanya, lebih murah mana beli minyak dari kilang minyak Singapura atau kilang Pertamina,\" katanya. Terlepas dari hal itu, jika menurut perhitungan Kementerian Keuangan terhadap kebijakan harga BBM terbaru, setelah penyesuaian harga BBM Solar di SPBU Rp 6,800 perliter berdasarkan harga Keekonomian Rp 14,750 perliter, maka kompensasinya menjadi Rp 7,450 perliter dan subsidinya Rp 500 perliter. Pertalite harga Keekonomian Rp 13.150 perliter dengan harga jual Rp 10.000 perliter, maka biaya kompensasinya Rp 3.150 perliter dari sebelumnya Rp 5,500 perliter, Pertamax 92 dengan harga Rp 14,500 perliter dengan subsidi ditanggung Pertamina Rp 924 perliter. \"Tapi yang masih menimbulkan tanda tanya besar adalah mengapa Peraturan Presiden nomor 191 tahun 2014 tentang Penyedian, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM sudah lama di meja Presiden belum ditanda tangani sampai dengan hari ini, sehingga tidak ada payung hukum siapa yang berhak membeli Solar Subsidi dan Pertalite,\" ujarnya. Sementara Pertamina sendiri sejak Juli hingga September 2022 telah merilis harga keekonomian Pertalite yang berkisar antara Rp 18.200 hingga Rp 18.700 perliter belum termasuk Pajak. \"Sehingga timbul pertanyaan, mengapa harga keekonomian Pertalite produk Pertamina sangat tinggi hingga mencapai diatas Rp 18.200 perliter belum termasuk pajak atapun sudah termasuk pajak ?\" ujarnya. Yusri menilai bisa jadi rilis yang dikutip Presiden Jokowi, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri ESDM Arifin Tasrif, Menteri BUMN Erick Tohir yang dikatakan ke masyarakat, jangan-jangan adalah harga Pertalite yang tidak sebenarnya, alias menyesatkan. \"Patut diduga Direksi Pertamina Holding telah memberikan informasi tidak utuh kepada Pemerintah, atau sebaliknya Pemerintah telah mendapat informasi seutuhnya dari Pertamina, tetapi disampaikan kepada masyarakat tidak seutuhnya, hal ini harus diluruskan. Selain itu juga, pada 28 April 2020 CERI menemukan bukti juga bahwa Direksi Pertamina terkesan berbohong kepada Presiden dalam Rapat terbatas Kabinet dengan agenda Simulasi Harga BBM Disaat Pandemi Covid19, yaitu ketika saat itu Pertamina tidak menurunkan harga BBM nya di saat di seluruh dunia menurunkan harga BBM dibawah harga normal, karena harga minyak mentah berada dibawah USD 20 perbarel. Untuk hal ini, harusnya menjadi kewajiban Dirjen Migas menurunkan tim audit untuk menelisik item-item dari hulu ke hilir untuk memeriksa kewajaran pembentuk harga atas semua jenis BBM Pertamina, bukan malah menegor badan usaha Vivo yang menjual Revo89 dengan harga murah. Oleh sebab itu, CERI berkesimpulan bahwa diduga telah terjadi proses bisnis yang tidak efisien dari hulu ke hilir dari beberapa subholding Pertamina, selain adanya komorbid atau penyakit bawaan seperti kontrak LNG, PI Blok Migas di luar negeri, pola tender di ISC dan proyek Sinergi Inkorporasi di PHE bernilai USD 2.16 miliar dari total anggaran USD 5.9 miliar dan proses tender RDMP Pertamina yang membuat Biaya Pokok Produksi mulai hulu hingga hilir bisa menjadi lebih mahal, apalagi setelah struktur subholding terbentuk tidak menjadi lebih efisien. \"Apakah wajar rakyat menanggung beban membeli BBM mahal akibat ketidak efisienan Pertamina. Maka jika Pertamina tidak bisa meringankan beban rakyat dan pemerintah, sebaiknya janganlah berbisnis Pertalite, biar diserahkan saja kepada swasta yang bisa memberikan harga termurah tidak membebani rakyat dan APBN,\" tegas Yusri Yusman. (*)
Suara Sayup Rakyat di Balik Unjuk Rasa Mahasiswa
Jakarta, FNN – Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tampaknya kembali menuai banyak penolakan dari masyarakat. Banyak cara yang diupayakan masyarakat agar harga BBM kembali normal, salah satunya adalah dengan melakukan demonstrasi. Sebagai salah satu agen perubahan, aliansi mahasiswa yang terdiri dari 5 himpunan mahasiswa, yaitu GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah), HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), dan UMT (Universitas Muhammadiyah Tangerang) melakukan aksi demonstrasi di depan Monumen Nasional (Monas). Kegiatan ini dimulai pada pukul 14.15 dengan dikawal oleh lebih dari 50 personel Polisi. Aksi unjuk rasa ini bukanlah gerakan tanpa alasan, gerakan ini dilandaskan oleh beberapa tuntutan krusial yang ditujukan kepada pemerintah. Bama, salah satu demonstran sekaligus orator dari IMM Tangerang menejelaskan tentang tuntutan yang menjadi landasan dari demonstrasi mahasiswa ini. Ia mengatakan bahwa demonstrasi ini menuntut pemerintah untuk kembali menurunkan harga BBM, menstabilkan kebutuhan pokok dan memberantas mafia Migas yang sampai sekarang bersembunyi di balik bayang-bayang kekuasaan. “Tentunya kita meminta kepada Bapak Presiden Joko Widodo untuk segera menurunkan harga BBM, kedua menstabilkan harga kebutuhan yang ada di pasar dan yang terakhir adalah memberantas para mafia Migas yang sampai sekarang belum tersentuh oleh hukum yang berlaku di Indonesia,” ujarnya setelah melakukan orasi pada demo mahasiswa terkait kenaikan harga BBM, Rabu, 7 September 2022. Mahasiswa yang menjabat sebagai Kabid Hikmah Politik dan Kebijakan Publik di IMM Tangerang itu menambahkan bahwa jika aksi ini tidak digubris oleh pemerintah, aliansi mahasiswa akan mengerahkan massanya dalam jumlah yang jauh lebih banyak untuk menuntut keadilan masyarakat. “Jika pemerintah tidak mencabut kembali aturan mengenai kenaikan BBM ini, maka kami selaku IMM kota Tangerang akan turun ke jalan dengan massa yang jauh lebih banyak lagi,” ujarnya. Demonstrasi adalah salah satu ajang unjuk rasa dalam bentuk protes yang dilakukan masyarakat, biasanya kegiatan ini dilakukan untuk menyatakan ketidaksetujuan masyarakat terhadap kebijakan yang akan atau telah disahkan oleh pemerintah. Dengan identitas Indonesia sebagai bangsa yang mengusung demokrasi sebagai landasan kepemerintahannya, kegiatan ini merupakan sesuatu yang sah untuk dilakukan karena merupakan bagian dari kebebasan berpendapat. (Habil)
Penolakan Massif, Ketua DPD RI Imbau Pemerintah Tinjau Ulang Kenaikan Harga BBM
Jakarta, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menanggapi aksi demonstrasi menolak kenaikan harga BBM di berbagai daerah. Menurutnya, selain massif, aksi itu merupakan bentuk keberatan masyarakat atas naiknya harga BBM. “Saya kira pemerintah perlu duduk bersama untuk meninjau kembali kenaikan harga BBM yang ditolak mayoritas masyarakat Indonesia,” kata LaNyalla di Jakarta, Rabu (7/9/2022). Senator asal Jawa Timur itu menilai, aksi penolakan kenaikan BBM yang terus bergulir di berbagai daerah lantaran rakyat merasakan dampak langsung dari kebijakan tersebut. Apalagi, imbas kenaikan harga BBM langsung berpengaruh terhadap melonjaknya juga harga bahan pokok. “Agar dampaknya tak meluas, kiranya pemerintah bersedia duduk bersama merumuskan dan meninjau kembali kenaikan BBM,” papar LaNyalla. Dikatakannya, saat ini masyarakat tengah berupaya bangkit dari keterpurukan ekonomi imbas pandemi Covid-19. Di tengah upaya tersebut, pemerintah justru menaikkan harga BBM. “Masyarakat masih sangat berat setelah hantaman Covid-19. Pemulihan ekonomi pun belum berjalan maksimal. Dengan kenaikan harga BBM, kegiatan pemulihan ekonomi bisa terhambat dan menambah angka kemiskinan,” kata LaNyalla. Oleh karenanya, LaNyalla mengajak pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan tersebut agar tak semakin memberatkan masyarakat. Sebab, dampak kenaikan harga BBM sudah barang tentu dirasakan berat oleh semua lapisan kalangan masyarakat. “Dampaknya terasa oleh semua lapisan kalangan masyarakat, terutama masyarakat menengah ke bawah. Perlu diambil skema lain untuk memulihkan perekonomian nasional, selain daripada mengurangi subsidi BBM,” ulas LaNyalla. Pada saat yang sama, LaNyalla mengingatkan agar aparat tidak melakukan pendekatan kekerasan, baik berupa pemukulan maupun penembakan kepada para demonstran. Ia tak ingin aksi unjuk rasa menelan korban seperti kejadian beberapa tahun lalu. “Tetap kedepankan pendekatan persuasif. Rakyat menolak kebijakan pemerintah merupakan hal wajar, ketika saluran komunikasi tertutup rapat. Harus diingat, rakyatlah pemegang tertinggi kedaulatan. Hormati hak rakyat dalam menyalurkan aspirasinya,” kata LaNyalla. (mth/*)
Aksi Penolakan Kenaikan BBM Akan Terus Dilakukan Sebelum Dibatalkan
Jakarta, FNN – Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang diumumkan Presiden Joko Widodo sejak Sabtu (4/9/2022) masih menjadi isu yang harus dikawal demi rasa kemanusiaan dan kesejahteraan yang dijamin dalam pembukaan Undang-undang Dasar yang menjadi dasar konstitusi Indonesia. Kenaikan harga BBM yang dinilai tidak sesuai dan semakin memberatkan ekonomi rakyat itu memunculkan empati dari berbagai lapisan masyarakat, terkhusus mahasiswa. Oleh karena itu aksi unjuk rasa terus terjadi di berbagai daerah yang bahkan telah dilakukan dua hari sebelum pengumuman kenaikan harga yang sangat mendadak tersebut. Meski dalam kondisi hujan, massa mahasiswa pantang menyerah demi menyuarakan ketidakadilan yang dirasakan masyarakat miskin. Nampak sekitar pukul 14.15 WIB massa mahasiswa mulai berdatangan ke depan Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat pada Rabu (7/9/2022). Dalam kedatangannya pemimpin aksi berorasi di mobil komando dengan massa mahasiswa membawa spanduk dan poster bertuliskan penolakan kenaikan harga BBM. Aksi itu dipicu oleh rasa kesadaran mahasiswa terhadap kondisi kesejahteraan masyarakat, terkhusus di masa pasca pandemi. Dalam orasi para perwakilan organisasi mahasiswa, tercatat lima tuntutan yang dilontarkan: 1. Mencabut kenaikan harga bahan bersubsidi 2. Pengendalian terhadap BBM bersubsidi 3. Perealisasian Perpres Nomor 55 tahun 2019 4. Pemangkasan APBN yang tidak berdampak pada rakyat kecil 5. Pengoptimalan pajak negara. Dalam aksi yang terdapat enam elemen dengan jumlah massa terbanyak dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Tangerang terus mempertanyakan kinerja pemerintah yang digaji dengan uang pajak dari rakyat. Aksi tersebut berlangsung dengan jumlah massa sekitar 300 - 400 orang mahasiswa yang dikawal dan dijaga oleh sejumlah aparat kepolisian dan berlangsung secara kondusif. Lalu-lintas pun lancar tanpa memblokade jalan. Dalam aksi di depan Patung Kuda, massa mahasiswa mulai membubarkan barisan sekitar pukul 17.00 WIB dengan damai. Dan dikabarkan aksi akan terus berlangsung selama pemerintah belum mengabulkan tuntutan yang diajukan, serta aksi yang lebih besar akan terjadi pada Jumat (9/9/2022) di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat. (rac)
Di Semua Waktu dan Titik Sejarah, Hanya Kekuatan Rakyat yang Bisa Menghalangi Arogansi Kekuasaan
PENGAMAT Politik Rocky Gerung mengatakan, pemerintah sekarang ini tetap memperlihatkan bahwa kekuasaan itu memang arogan, bahkan dalam kondisi persaingan bebas pun dia mau menghalangi itu. “Padahal, sebetulnya negara ini tidak mengurus rakyat, dia mengurus dirinya sendiri supaya kekuasaan itu bisa diperpanjang. Jadi, menghalangi gerak dari sejarah itu absurd,” kata Presiden Akal Sehat itu. PDIP ngakunya partai wong cilik, tapi dukung pemerintah sengsarakan rakyat dengan naikkan harga BBM. “Kalau di luar negeri, sudah pasti partai ini tinggal 10 persen elektabilitasnya karena nggak ada istilah dalam rasionalitas politik sebuah partai bermain-main dengan ideologinya sendiri,” tegas Rocky Gerung. “Jadi, ajaib bahwa dalam sebuah negara modern partai politik itu nggak punya asas. Kan sebetulnya PDIP nggak punya asas,” lanjutnya kepada Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief dalam dialognya di Kanal Rocky Gerung Official, Rabu (7/9/2022). Bagaimana isi dialog selengkapnya? Berikut petikannya. Halo apa kabar semua, kembali bersama saya Hersubeno Arif dan Bung Rocky Gerung di Channel Rocky Gerung Official Forum News Network. Jangan dipotong-potong. Jadi Rocky Gerung Official ini adalah produk jurnalistik dari Forum News Network. Bung Rocky kita lanjutin ngobrol, kemarin kan sudah berlangsung unjuk rasa besar-besaran di berbagai daerah dan masih terus berlanjut sampai hari ini terus berlanjut. Ironinya, kemarin terjadi di DPRD karena DPR itu akhirnya boleh dibilang secara aklamasi karena partai-partai pendukung pemerintah semua sepakat mendukung kenaikan harga BBM, termasuk PDIP, PKS work out, dan Demokrat menolak. Nah, di depan gedung DPR berlangsung unjuk rasa, tetapi di dalam gedung DPR berlangsung perayaan ulang tahun ketua DPR. Ini selalu kita mendapatkan ironi-ironi seperti ini dengan para wakil rakyat kita di gedung DPR. Itu di dalam tentu DPR panjang umur Ibu Puan, tapi di luar panjang umur perjuangan. Sama saja itu, dua aktivitas yang nggak mungkin ditunda. Kan ulang tahun Ibu Puan nggak bisa ditunda, demikian juga perjuangan, nggak bisa ditunda. Kan elemen-elemen masyarakat sipil itu seolah-olah cair di Jakarta dan di banyak kota dan berakhirnya malam hari televisi-televisi mulai memberitakan keadaan itu. Tentu bagian-bagian itu yang menggembirakan kita bahwa ada kebangkitan kembali civil society ini. Dan, itulah yang akan menuntun pada perubahan. Karena, di semua waktu sejarah, di semua titik sejarah, hanya kekuatan rakyat yang bisa menghalangi arogansi kekuasaan. Kan itu rumusnya begitu. Jadi, tetap sekarang diperlihatkan bahwa kekuasaan itu memang arogan dalam kondisi bahkan dalam persaingan bebas pun dia mau menghalangi itu. Orang beli minyak BBM murah dari pihak swasta yang memang nggak ada urusan dengan negara dilarang. Negara menjadi etatisme. Jadi, semuanya mau diurus oleh negara. Padahal, sebetulnya negara tidak mengurus rakyat, dia mengurus dirinya sendiri supaya kekuasaan itu bisa diperpanjang. Itu intinya. Tetapi, akhirnya fakta-fakta politik menunjukkan bahwa walaupun ada tekanan massa, tekanan politik, tapi partai-partai yang di-support wong cilik itu nggak peduli dengan poin-poin dasar yang diucapkan oleh wong cilik. Mulai dari gojek, tukang becak, di Garut yang mengolok-olok Presiden “naikin saja sepuluh kali lipat” tapi masih tahan. Jadi, satire pun tidak dipahami kan? Dan itulah memang rumus terakhirnya adalah pasti Presiden Jokowi akan bertahan dengan kebijakannya karena sudah dilobi bahwa partai-partai akan pro dengan kebijakan itu. Tetapi, selalu nggak mungkin dia bulat. PKS dan Demokrat tentu membaca lebih cermat apa yang dikehendaki oleh publik dan kehendak publik itu bentuknya demonstrasi. Walaupun nanti pasti akan ada larangan, mulai polisi melakukan semacam pembatasan, tiba-tiba covid diperpanjang, nggak boleh ada demo lagi. Jadi semua alasan yang dibikin itu tidak mungkin mampu untuk menghendaki kehendak sejarah. Oke, ini sekarang PPKN level 1 ya, kalau ini diperpanjang ini nanti bisa jadi justifikasi oleh polisi untuk melakukan pelarangan. Ini selingan, kemarin Bung Said Didu di salah satu grup dia memposting kan rencananya akan tampil dalam dialog di TV One membahas tentang catatan demokrasi BBM naik itu makin sulit, tiba-tiba katanya diberitahu bahwa media dibatalkan acara itu. Saya bilang Anda salah karena kalau Anda tampil di FNN nggak akan ada acara yang dibatalkan. Ya, itu. Jadi, ketakutan itu mulai diajukan dalam bentuk pertahanan. Orang kalo takut dia pasti bertahan dulu lalu dia deffense, nanti ketakutan berubah menjadi penyerangan. Yang takut kan kekuasaan. Sekarang mulai diserang media-media mainstream. Itu adalah media-media yang sudah standarlah. TV One nggak mungkin kalau mau melawan pemerintah tuh. Jadi, diserang kecil, disuruh ganti topik, sudah pasti diganti. Karena kita tahulah apa hubungan antara kekuasaan dengan TV-TV ini. Demikian juga mungkin Kompas. Kalau Nasdem pasti nggak lah, karena Nasdem pro kenaikan itu. Jadi, tokoh-tokoh kunci akan dihalangi untuk bicara pada rakyat. Padahal, mereka bicara nggak bicara rakyat sudah turun di jalan, mau ngapain lagi sebetulnya. Jadi, nggak ada gunanya lagi. Undangan diskusi masih panjang ke saya soal BBM. Saya bilang ya sudah, setelah diskusi ada demonstrasi itu. Nah, sekarang demonstrasi sudah jalan, ya ngapain lagi diskusi itu. Demikian juga pembahasan-pembahasan di televisi yang dilarang. Itu sebetulnya apa dasarnya. Kan itu pasti dilarang kalau dia bilang dipindahkan. Iya, artinya dilarang. Dan pada waktu itu mungkin dianggap Said Didu bagian yang paling vokal dalam hitung-hitungan tipu-menipu BUMN, dalam hal ini Pertamina. Demikian juga ada Bima, Yudhistira. Rizal Ramli sudah jelaslah nggak bakal diundang dalam debat yang semacam itu. Jadi, semua tokoh oposisi memang suaranya itu sudah masuk di dalam pikiran emak-emak, mahasiswa, dan buruh. Jadi buat apa dikendalikan lagi melalui media televisi. Toh bocor lewat FNN, lewat media sosial yang lain. Semua orang bisa bikin podcasting buat mendorong perubahan sosial. Jadi, menghalangi geraknya sejarah itu absurd. Kalau saya sebut dengan satu satire “jangan menghalangi arus air, lebih baik belajar berenang”. Nah, menarik itu ya. Kalau arus airnya nggak mungkin dihalangi. Nah, saya kira yang sedang berenang sekarang PDIP dong, karena dia sekarang ini tentu saja dalam posisi yang sedang bermanuver sana-sini untuk menyelamatkan mukanya dari PDIP. Orang dengan mudah memberikan catatan bagaimana posisi PDIP pada waktu pemerintahnya SBY yang dengan mati-matian menentang, bahkan tangisan-tangisan di antara mereka itu muncul kembali. Dan saya juga dikirimi, dulu rupanya pada tahun 2012, menjelang kenaikan harga BBM, PDIP sampai membuat buku semacam buku kecil yang memberikan alasan mengapa mereka menolak kenaikan harga BBM. Dan ini argumen-argumennya bener-bener pro rakyat sekali. Nah, sekarang bagaimana dengan situasi semacam ini dan mereka kemudian berubah sikapnya. Orang kan jadi “nah, ini memang politisi nggak bisa dipegang omongannya”. Kan bahayanya di situ nanti. Ya kalau politisi emang begitu kelakuannya. Sekarang dalam upaya dia memperoleh dukungan lagi, nggak tahu dia mau buku kecil apa yang dibagi. Mau buku kecil buku besar pun, tukang ojek bilang ini partai apa sih? Petani atau petani mungkin level kurang begitu terinformasi, tetapi buruh daerah itu, tukang becak, penjual bakso, segala macam yang tahu bahwa apapun yang diucapkan oleh PDIP itu memberatkan dia, apalagi mendukung kenaikan harga minyak dengan akibat harga-harga pasti naik dan beban pada konsumen. Jadi, partai semacam PDIP itu memang nggak ada posisi dia. Kan orang, kalau dia punya ideologi wong cilik, ya apa pun ya demi wong cilik. Dan, walaupun pemerintahnya bikin kekacauan justru ditegur dong bahwa ini wong cilik kenapa dinaikkan? Jadi, hal semacam ini yang kita anggap bahwa partai PDIP itu akhirnya zig-zag untuk hal yang sangat praktis. Kalau dia zig-zag secara ideologi iya, tapi ini mendukung pemerintah yang menyengsarakan rakyat. Mendukung pemerintah yang menyengsarakan rakyat itu artinya bukan lagi partai wong cilik. Jadi, kalau disurvei per hari ini misalnya, itu pasti dia turun elektabilitasnya. Tapi mungkin ada semacam perdukunan yang menganggap bahwa ini nggak mungkin turun. Itu uniknya Indonesia. Kalau di luar negeri, pasti partai ini tinggal 10 persen karena nggak ada istilah dalam rasionalitas politik sebuah partai bermain-main dengan ideologinya sendiri. Ideologi wong cilik tapi anti kesejahteraan rakyat. Kan itu konyolnya begitu. Tapi ya sudahlah, saya ucapin saja selamat ulang tahun Ibu Puan. Semoga panjang umur sekaligus panjang umur perjuangan. Memang agak aneh karena ada lembaga survei yang memprediksikan bahwa sekarang elektabilitas PDIP paling tinggi. Saya pikir dari rasionalitas apapun nggak mungkin. Tapi pilihannya cuma dua menurut saya: Satu, lembaga surveinya memang sedang ngibul dan sudah biasa; yang kedua memang ada problem yang serius pada bangsa kita ini. Karena, seperti Anda sampaikan tadi, kalau kita lihat praktik-praktik di luar, kan kita sudah dengan mudah membaca oh kalau partai konservatif itu ideologinya seperti ini, kalau partai buruh seperti ini, partai liberal seperti ini. Nah, di Indonesia kan enggak. Kita nggak bisa menduga, seperti tadinya partai wong cilik tapi ketika memerintah ternyata dia justru partai yang dengan kejam menindas wong cilik. Mungkin PDIP punya strategi supaya Pak Jokowi penuhi permintaan agar menteri PAN itu diganti dan berasal dari PDIP juga. Yang dapat bukan PDIP, tapi Pak Azwar Anas yang dulu justru dimusuhi oleh PDIP dalam pertandingan politik Pilkada. Jadi, akhirnya nanti PDIP marah lagi kan. Kok Menteri PAN bukan datang dari kami. Kan ada berita tadi kecil bahwa Pak Jokowi akan melantik menteri PAN yaitu saudara Azwar Anas, wakil gubernur gagal di Jawa Timur. Jadi, terlihat bahwa persaingan politik itulah yang menyebabkan PDIP zig zag. Kan Pak Jokowi juga merasa oke ini gua kerjain loh. Jadi, selama persaingan politik internal PDIP (persaingan antara Jokowi dan Megawati). Jadi, ajaib bahwa dalam sebuah negara modern partai politik itu nggak punya asas. Kan sebetulnya PDIP nggak punya asas. Asasnya Soekarnoisme. Oke, kalau Bung Karno masih ada sekarang, dia akan pro kenaikan harga apa nggak? Kira-kira begitu. Dia akan bilang kembali pada Marhaenisme, kembali pada keadilan sosial, kembali pada ekonomi sosialis. Kan itu yang diajarkan oleh Bung Karno. Bagian-bagian ini yang bikin orang nggak tahu apa lagi yang mampu untuk diterangkan. Yang paling mungkin nanti ada keterangan, ada buku kecil kedua, yang menerangkan bahwa buku kecil pertama bohong. (sof, sws)
Kenaikan BBM, Subsidi Rakyat atau Subsidi Korporat?
Jakarta, FNN – Aza El Munadiyan, pengamat kebijakan publik, menganalisis permasalahan terkait ketidaksesuaian penerima subsidi dalam diskusi publik pada Selasa (06/09/22). Diskusi ini juga menghadirkan beberapa pemantik lain, diantaranya M. Sigit (Pengamat Energi dan Migas) dan Muhammad Yuza Augusti (Koordinator Pusat Aliansi BEM Seluruh Indonesia), diselenggarakan di Teater Terbuka, Universitas Negeri Jakarta. Sebagai analis kebijakan publik, Aza menyadari bahwa pendapatan negara Indonesia diperoleh dari utang dan pajak. Ia menyoroti subsidi BBM yang dilaporkan sebanyak 500 triliun rupiah perlu dibedah, baik berdasarkan jenis subsidi maupun penerimanya. “Jadi, 500 triliun itu gak pure 500 triliun. Tapi, ada subsidi BBM, terus Elpiji, dan subsidi terhadap PLN. Nah, kita harus bedah satu-satu. Apakah benar-benar ini subsidi untuk rakyat atau subsidi untuk korporat? Nah, itu perlu diperhatikan. Kalau kata pemerintah, ya ini sama. Subsidi itu ada subsidi eksplisit sama subsidi implisit,” katanya. Aza juga memaparkan berbagai permasalahan yang seharusnya menjadi fokus untuk memperbaiki substansi pemerintah. Ia mengatakan, pemerintah tidak pernah mengeluarkan kebijakan tentang aturan subsidi secara tegas yang seharusnya dapat diutamakan kepada transportasi umum. “Pemerintah tidak pernah secara tegas membikin kebijakan yang di mana, yang miskin itu disubsidi, yang kaya itu tidak disubsidi,” ujarnya. “Yang disubsidi itu seharusnya adalah transportasi umum. Karena apa? Karena secara umumnya ini yang akan berpengaruh terhadap bagaimana masyarakat itu mengubah pola masyarakat kita,\" tambah Aza. Kemudian, Aza mengaitkan target subsidi BBM diberikan kepada transportasi yang berhubungan dengan perdagangan dan masyarakat kecil dengan cara mengklasifikasikan berdasarkan tahun keluaran untuk kendaraan pribadi. Di akhir pernyataannya, pengamat kebijakan publik itu menyimpulkan bahwa negara tidak punya uang. Oleh karena itu, pemerintah mengurangi subsidi BBM. “Maka seharusnya kita tidak perlu ribut-ribut soal subsidi. Tapi yang paling utama penjelasan di awal tadi, negara ini gak punya duit. Maka apa? Ketika negara ini gak punya duit, dia (pemerintah) mikir cara paling gampang dapat duit adalah dengan kurangi aja subsidi BBM,” simpul Aza. Seperti yang diberitakan, penetapan kenaikan harga BBM, Sabtu (03/09/22) memunculkan penolakan dari masyarakat. Penolakan ini didasarkan atas belum pulihnya perekonomian masyarakat pasca pandemi ditambah kenaikan bahan pokok yang akhir-akhir ini terjadi. (oct)