NASIONAL
Subsidi BBM Salah Sasaran Karena Pengawasan Sangat Lemah
Jakarta, FNN – Tata kelola Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi oleh PT Pertamina (Persero) dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sangat lemah, sehingga terjadi kebocoran di sana-sini yang mengakibatkan BBM bersubsidi salah sasaran. Menurut Salamudin Daeng, Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), mengungkapkan Pemerintah cenderung melakukan pembiaran yang massif, sehingga BBM bersubsidi, seperti solar bersubsidi, lebih dinikmati industri sawit dan tambang batubara. Hal ini dipicu oleh adanya disparitas harga solar bersubsidi dengan solar industri yang mencapai Rp 8.800 per liter. Seperti diketahui, harga solar bersubsidi sebesar Rp 5.150, sedangkan harga solar industri mencapai Rp 13.950, sehingga para pengelola industri sawit dan industri batubara berburu solar bersubsidi. “Semua terjadi karena pengawasan yang lemah, bahkan cenderung terjadi pembiaran,” kata Salamuddin dalam sebuah diskusi yang digelar di Kantor Sekretariat ProDEM pada Selasa (6/9). Kalau Pertamina dan Kementerian BUMN melakukan pengawasan yang ketat dan peduli soal penggunaan solar bersubsidi itu, tentu tidak akan terjadi penyimpangan. Seperti diketahui, 85% pengguna solar subsidi adalah kendaraan industri sawit dan batubara. Sisanya, 15% digunakan oleh rakyat kecil. Bahkan, industri ada yang menimbun solar subsidi untuk kebutuhan jangka panjangnya. Demikian juga Pertalite yang masuk kategori BBM bersubsidi yang memiliki disparitas harga seharusnya Rp 14.450 per liter, harga jual ecer hanya Rp 7.650 per liter, sehingga ada selisih harga Rp 6.800 per liter. Pertalite hanya dinikmati 20% masyarakat miskin. Selebihnya 80% dinikmati orang-orang mampu yang memiliki mobil dan motor, sehingga terjadi salah sasaran. Menurut Salamudin, kebijakan BBM bersubsidi adalah kebijakan Pemerintah. Pelaksanaannya dilakukan oleh Kementerian BUMN dan Pertamina, yang juga perpanjangan tangan Pemerintah. Sehingga, kalau terjadi salah sasaran dan bahkan pembiaran, maka itu adalah bagian dari kesalahan Pemerintah. “Jadi Pemerintah mengoreksi kebijakannya sendiri yang sangat lemah dalam pengawasan,” ujarnya. Sementara itu Ridwan Iman, Koordinator Pergerakan Semesta Selamatkan Indonesia (PSSI) menuntut Pemerintah untuk lebih kreatif ketimbang harus menaikkan harga BBM. Menurutnya, saat ini pemerintah merasa dirinya adalah dewa penyelamat bagi masyarakat karena telah memberikan subsidi BBM. Lalu pada akhirnya pemerintah mengatakan, “Kita telah terbebani APBN”. Ridwan pun membalas, “Padahal faktanya, subsidi itu juga uang rakyat. Itu hasil dari pajak rakyat. Ini kan alasan klasik yang dipakai dari rezim ke rezim.” Sebelumnya, Ridwan pun sempat menyinggung pernyataan dari ekonom Anthony Budiawan terkait data pemerintah yang tidak sama dengan yang sesungguhnya. Nilai subsidi BBM hanya Rp 11 triliun, tetapi Pemerintah mengklaim nilai subsidi BBM (ditambah dana kompensasi BBM) mencapai Rp 502,4 triliun. “Dalam APBN 2022 hanya ada nomenklatur BBM bersubsidi Rp 11 triliun, sementara nomenklatur kompensasi BBM tidak ada disebut. Jadi, ini penyesatan informasi,” kata Anthony Budiawan. Dalam diskusi ProDEM yang dilakukan pada Selasa (30/8/2022), Anthony berpendapat bahwa temuannya berbeda dengan pernyataan Jokowi mengenai subsidi BBM yang mencapai Rp 502 triliun. Anthony mengatakan bahwa subsidi dalam UU APBN hanya Rp 11 triliun. Ridwan berani menantang pemerintah jika memang data yang disampaikan oleh Anthony Budiawan salah. “Kalau yang dikatakan Anthony Budiawan salah, maka tangkap dong! Karena pemerintah bisa membuktikan bahwa data-data itu tidak benar,” tegas Ridwan. Martin Lauren selaku pembicara terakhir juga menyatakan pendapat terkait BBM. Menurutnya, apapun kebijakan yang diberikan oleh pemerintah, sudah pasti tidak akan memihak masyarakat. Ia mengaku bahwa tak ada satupun fakta yang tersedia bahwa pemerintah melalui skema BBM akan melindungi rakyat, baik ekonomi maupun kesejahteraan. Ia menjelaskan bahwa ini semua juga disebabkan oleh kegagalan rekayasa sosial kita sebagai masyarakat Indonesia. Berikutnya, lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif juga turut disalahkan karena telah membuat kondisi kita seperti saat ini. Ia berpendapat bahwa buzzer kini telah menjadi determinan sosial yang baru. Di mana para pemimpin dan tokoh intelektual seharusnya yang menjadi determinan sosial. (Ferd)
Rakyat Makin Sengsara Akibat Kenaikan Harga Minyak
Jakarta, FNN – Naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) semakin meningkatkan beban masyarakat. Hal ini terjadi karena persentase konsumsi BBM dalam kehidupan sehari-hari masih sangat tinggi, khususnya bagi mereka yang bermata pencaharian sebagai penyedia layanan jasa transportasi. “Kebijakan apa pun tentang BBM itu sudah pasti tidak akan pernah berpihak kepada masyarakat. Apalagi, tidak ada satu pun fakta tersaji yang menyebutkan pemerintah lewat skema kenaikan harga BBM dapat melindungi masyarakat,” kata aktivis mahasiswa, Martin Lauren Siahaan, dalam diskusi yang diselenggarakan ProDEM (Pro Demokrasi), di Jakarta, Selasa, 6 September 2022. Menurut Ketua Umum Barisan Rakyat 1 Juni (Barak 106) itu, sejak dulu tidak pernah ada kebijakan – mengenai BBM - yang berpihak kepada rakyat. Oleh karena itu, kenaikan harga BBM jelas akan membuat rakyat semakin sengsara. Tiga pilar dalam demokrasi, yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif merupakan pihak yang bertanggungjawab atas kesengsaraan yang dialami rakyat. “Siapa yang bertanggung jawab? Orang yang berkuasa. Intinya siapa pun yang berkuasa baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Sebab tiga penguasa inilah yang menentukan kondisi rakyat saat ini dan ke depan,” kata Martin dalam diskusi yang diselenggarakan di Sekretariat ProDEM itu. Dia memprediksi akan ada skenario lanjutan yang dibuat pemerintah guna membenarkan kebijakannya dengan mencoba membuat determinasi sosial baru, yaitu Buzzer. Jika hal itu dilakukan, jelas keliru. Sebab, yang seharusnya menjadi determinan adalah kaum intelektual. “Kemudian, pemerintah akan membuat determinasi sosial baru. Siapa? Buzzer, Busser akan dilekatkan sebagai determinan baru. Hal itu salah, karena seharusnya yang dilekatkan sebagai determinasi sosial itu adalah para intelektual, bukan orang yang hanya ‘mengiyakan’ kebijakan pemerintah,” ujarnya. Sebagaimana diketahui, harga BBM naik sejak Sabtu, 3 September 2022. Kenaikan harga tersebut diumumkan Presiden Joko Widodo. (Habil).
Hari Ini Demo Besar-besaran Digelar: “Winter is Coming”, Pak Jokowi
SELASA, 6 September 2022, terjadi demo besar-besaran memprotes kenaikan harga BBM. Mahasiswa, buruh, dan emak-emak turun ke jalan memprotes kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat. “Jadi, ini soal duel data sekaligus duel momentum sebetulnya. Kalau soal dua data ya mungkin saja mayarakat sipil kalah. Tapi, kalau soal momentum itu artinya seluruh orang yang dimiskinkan secara tiba-tiba dalam dua hari ini, punya kepentingan yang sama, mau Kadrun, mau cebong, sama-sama sudah jatuh di bawah garis kemiskinan,” ungkap pengamat politik Rocky Gerung. Kepada Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief, Rocky Gerung menceritakan dampak dari kenaikan harga BBM ini. Berikut dialognya yang disajikan dalam Kanal Rocky Gerung Official, Selasa (6/9/2022) “Jadi kita bedakan antara kekasaran terhadap isu dan cara untuk menyampaikan kekasaran”. “Padahal ini bukan soal BLT untuk BBM, ini soal efek dari inflasi pangan yang seluruh dunia juga merasakan karena suplai global pangan juga terhenti.” “Tetapi riil sekali bahwa hari ini dan besok itu demonstrasi akan sangat besar-besaran. Keadaan ini memungkinkan kita berpikir tentang batalnya pemilu. Buat pemerintah tentu buruk, tapi buat kita baik asal kita pastikan bahwa pembatalan itu tidak menimbulkan ketegangan, apalagi kerusuhan di kalangan rakyat kecil.” Halo halo apa kabar Bung Rocky. Hari ini, Selasa, 6 September 2022. Hari ini direncanakan akan ada unjuk rasa besar-besaran dan itu terjadi di seluruh Indonesia karena kalau hari ini bukan hanya BEM se-Indonesia yang akan turun, tapi juga buruh, emak-emak, dan kalangan ojol. Semua turun karena memang soal kenaikan BBM ini dampaknya bukan hanya pada satu sektor, tapi seluruh sektor langsung terkena. Iya, pedagang pasar juga akan ada demonstrasi. Jadi betul ini merata dan hal yang saya kira juga sudah diperhitungkan pemerintah. Tapi pemerintah musti ambil keputusan kemarin dan risikonya dia tanggung sekarang. Bahkan, teman-teman mahasiswa sama buruh mulai bikin tag line BBM Rp 5.000. Karena bagi mereka ongkos produksinya paling Rp3.500. Walaupun nanti orang itu nggak masuk akal. Poinnya bukan soal masuk akal dan tidak masuk akal, tetapi secara psikologi orang ingin betul-betul harga itu terlihat 5000, nggak usah pakai 7.800 sekian. Sudahlah 5000. Pemerintah pasti akan duel data, tapi masalahnya LSM dan mahasiswa juga punya data itu bahwa pemerintah nggak mau buka data sebetulnya. Kan itu intinya. Jadi ini soal duel data sekaligus duel momentum sebetulnya. Nah kalau soal dua data ya mungkin saja mayarakat sipil kalah. Tapi kalau momentum itu artinya seluruh orang yang dimiskinkan secara tiba-tiba dalam dua hari ini, punya kepentingan yang sama. Mau Kadrun, mau Cebong, sama-sama sudah jatuh di bawah garis kemiskinan yang selalu dibayangkan orang bahwa efek inflasi makanan itu pasti disebabkan oleh harga pengangkutan, harga transportasi, segala macam. Jadi, bagaimana kita membayangkan keadaan Indonesia kira-kira dua minggu ke depan yang akan diisi oleh demo terus-menerus. Nah itu mungkin presiden tiap hari dia rapat pasti di kabinet. Tapi mau diapain lagi, semuanya itu sudah berlangsung. Tinggal orang minta ya, kalau dia mau jangan keras, ya itu soal teknik di lapangan saja. Iya betul. Kalau soal data, katakanlah pemerintah menang. Itu pun publik sudah nggak percaya. Apalagi kalau kemudian para ekonom yang kritis itu tetap bisa menyajikan data yang yang kredibel. Itu juga pasti mereka akan lebih percaya itu. Apalagi juga kemarin kita baca dari anggota DPR komisi anggaran (banggar) yang menyusun anggaran pemerintah, juga menjelaskan bahwa nggak betul kalau subsidi itu sampai 502 triliun. Tapi benar tadi Anda menyinggung, sebelumnya saya tadi lupa. Harusnya saya highlights di awal bahwa presiden Jokowi mempersilakan kita untuk unjuk rasa atau demo tapi sampaikan dengan cara yang baik. Jadi please Bung Rocky, tolong sampaikan dengan cara yang baik. Ya, teman-teman mahasiswa dan emak-emak pasti sudah tahu reaksi Istana pasti begitu, kan nggak bisa dia bilang jangan demo. Undang-undang kita menjamin itu. Tinggal itu satu-satunya, sampaikan dengan cara yang baik karena nanti dibalas oleh emak-emak juga harga BBM itu sampaikan dengan cara yang baik, jangan tiba-tiba iya, tiba-tiba enggak, tiba-tiba melejit. Jadi ini bukan sekadar soal cara, substansinya memang masuk akal kalau demo itu akan dituntut dengan cara yang kadangkala tidak sopan, karena beberapa mahasiswa sudah mulai pakai kata-kata yang kasar itu. Padahal sebetulnya itu memang ekspresi kejengkelan, masa musti pakai kata-kata lembut lagi demonstrasi. Yang nggak boleh itu merusak atau macam-macam. Tapi itu juga efek dari cara penanganan di lapangan. Kalau di lapangan para mahasiswa dan LSM emak-emak itu ditangani dengan sopan santun, ya mereka juga akan dengan sopan santun. Tetapi, terhadap isu nggak boleh sopan santun. Masa kita, ya kalau bisa nanti Pak Presiden pikirkan lagi. Apa yang mau dipikirkan wong sudah diputuskan. Jadi kita bedakan antara kekasaran terhadap isu dan cara untuk menyampaikan kekasaran itu. Polisi saya kira sekarang akan sangat berhati-hati, manusiawi untuk menangani demo, karena mental polisi juga lagi jatuh. Dan, asrama-asrama polisi juga sebetulnya mengalami hal yang sama, kekurangan daya beli. Dan sekarang ini kalau saya baca-baca (menyimpang sedikit) di polisi itu ada tiga Kapolda yang sekarang lagi disorot berkaitan dengan kasus Ferdy Sambo. Jadi, artinya mau nggak mau dia sendiri juga sedang tidak fokus menangani soal unjuk rasa karena dia fokus bagaimana menyelamatkan dirinya. Kalau kena sidang kode etik dan kemudian dipecat itu sudah nggak sopan lagi. Bagaimana caranya dia mikirin sopan? Iya, nanti akan ada saling panggil-memanggil, Dik sudahlah kami lagi capek, kita istirahat di trotoar dulu. Itu lebih masuk akal daripada gas airmata segala macem yang memang protapnya sudah kacau dari awal. Jadi, sekali lagi ini soal yang terutama menyangkut nasib generasi baru yang mau demo karena mereka yang akan terkena dengan dampak kenaikan harga-harga ini. Saya baca seminggu dua minggu lalu, ILO bahkan membuat prediksi bahwa setelah pandemi, 70 juta pemuda usia kerja (15-25 tahun) di seluruh dunia akan kehilangan pekerjaan atau tidak bisa masuk pekerjaan karena soal kapasitasnya. Nah, 70 juta itu pasti di Indonesia mungkin sudah separuh itu. Dan Indonesia kena pandemi lalu kena terpaan BBM ini kan. Jadi, pasti efeknya berlipat di Indonesia. Dan itu yang mungkin nggak pernah dipikirin oleh negara karena negara mau ambil yang efisien saja, sudah nanti keluarin saja BLT maka bisa selesai. Padahal ini bukan soal BLT untuk BBM, ini soal efek dari inflasi pangan yang seluruh dunia juga merasakan karena suplai global pangan juga terhenti. Jadi semua soal yang sering kita sebut sejarah sudah menyediakan semua faktor, tinggal momentum itu kita pakai dengan cara unik atau dipakai dengan acara taktis, itu soal evaluasi di lapangan nanti dalam dua hari nanti. Saya sudah ngomong, sudah kayak korlap. Oke, dalam banyak kasus di berapa negara, krisis inilah, krisis yang dipicu oleh kenaikan BBM bisa berujung pada jatuhnya pemerintahan. Nggak jauh-jauh, yang baru terjadi belum lama ini adalah Sri Lanka. Tapi, kemarin kita singgung bahwa kita terlalu banyak seri, jadi nggak jadi langka-langka juga seringnya. Invasi seri justru mungkin. Orang berhitung sekarang, bahkan analis dunia berhitung bahwa hal yang sama dengan Sri Lanka sangat mungkin berlangsung di Indonesia karena kan yang kita sebut sebagai sebut saja permulaan dari sebuah gerakan perubahan itu selalu dimulai dari dapur dan keadaan itu tentu dipengaruhi sangat kuat tadi multiplier effect dari BBM. Jadi, kalau inflasi pangan itu sudah dua digit, itu artinya ketidakmampuan kita untuk bersabar lagi, karena itu kondisi paling dasar dari manusia. Apalagi para pemuda dan emak-emak itu adalah soal isi dapurnya. Ya ini yang samar-samar kita tahu pemerintah cemas, tapi apalagi yang mau didesain oleh pemerintah untuk menyogok. Dan sogokan itu pasti akan efektif bila dia tidak mengganggu IKN. Padahal Presiden Jokowi tetap merasa BLT BLT, IKN-IKN. Seolah-olah nggak ada hubungannya tuh. Padahal, ada thry of antara IKN dan BLT dan BBM. Masalah-masalah ini di atas kertas mudah sekali, tinggal pindah-pindahin anggaran. Tetapi, psikologi manusia yang merasa sudah dibohongi berkali-kali, itu enggak mungkin lagi disogok dengan himbauan presiden tadi, sopan santun. Oke, begini deh, mari kita membantu pemerintah dengan memberikan indikator-indikator bahwa situasinya memburuk. Mungkin saja pemerintah nggak bisa melihatnya. Karena biasanya kan begitu. Kalau orang di dalam itu kan nggak bisa melihat secara berjarak. Tentu dia tidak bisa melihat ada persoalan yang serius itu. Satu indikatornya jelas bahwa dengan kenaikan harga BBM ini dampaknya langsung terasa. Apalagi solar. Solar itu berkaitan langsung dengan distribusi berbagai kebutuhan pokok dan macam-macam. Semua itu pasti naik. Diperkirakan ini sekitar 30 persen. Sekarang tarif kendaraan umum juga sudah mulai naik. Bis antarprovinsi sudah mulai menaikkan 30 persen ongkosnya. Belum lagi ojol pasti juga akan segera menaikkan harganya. Dan ini dampaknya kepada para UKM-nya yang selama ini mengandalkan ojol untuk mengirim barang-barang. Belum lagi ini industri-industri juga harga-harga yang bikin kue, yang dari sedari tepung terigu itu juga naik gila-gilaan. Dan juga banyak yang sudah tutup saya dengar. Artinya, ini akan muncul pengangguran baru. Sementara, dari sisi pemerintah tadi ada krisis kepolisian, padahal polisi selama ini terdepan dalam menangani masalah demo. Belum lagi di internal pemerintah juga nggak fokus. Indikator-indikator ini saya kira semua menjelaskan bahwa pemerintah betul-betul harus mewaspadai soal ini. Kali ini menurut saya sangat serius. Betul, dan keseriusan itu tidak bisa lagi dimanipulasi lewat survei-survei dukungan pada presiden. Dukungan apa? Ini hal yang dari awal bisa kita deteksi gitu. Jadi, permainan para surveyor ini akhirnya terbaca sebagai penipuan juga. Kan kalau surveyor ini punya otak, dia bisa bikin prediksi bahwa potensi kemarahan publik itu akan terjadi. Surveyor harus mampu untuk membaca potensi kebijakan pemerintah di masa depan. Kan begitu cara orang bikin survei, procrastinating terhadap sesuatu yang akan memburuk di masa depan. Jadi bagian-bagian ini memang membutakan pemerintah juga, pemerintah mengandalkan survei. Padahal, hal yang menyangkut kepercayaan itu nggak mungkin dikuantifikasi. Berkali-kali presiden datang untuk mengucapkan ini subsidi ini, kompensasi segala macam. Bagi publik nggak ada gunanya umumkan itu. Karena publik juga tahu iya disubsidi, kompensasi, itu nanti juga habis di jalan. Dipotong oleh si ini si itu, tiba-tiba tiba di masyarakat bawah itu tinggal 10% barangkali itu, dipotong di mana-mana. Tetapi riil sekali bahwa hari ini dan besok itu demonstrasi akan sangat besar-besaran. Karena saya dapat banyak sekali dapat undangan atau pemberitahuan dari satu Indonesia. Keadaan ini memungkinkan kita berpikir tentang batalnya pemilu. Buat pemerintah tentu buruk, tapi buat kita baik asal kita pastikan bahwa pembatalan itu tidak menimbulkan ketegangan, apalagi kerusuhan di kalangan rakyat kecil. Kalau kerusuhan di kalangan elit sudah terjadi kan? Ya kerusuhan di kalangan PPP sudah mulai tuh. Ini justru hal yang diinginkan oleh pemerintah penundaan Pemilu. Penundaan pemilu adalah hal yang diinginkan pemerintah, karena itu adalah bagian dari skenario. Kita masih inget kan bahwa ada dua opsi buat Pak Jokowi, yakni menunda pemilu dengan memperpanjang masa jabatannya dan kemudian atau tiga periode. Tiga periode kelihatannya peluangnya jauh, tertutup sekarang kelihatannya, dan KSP sendiri sudah mulai berteriak menyarankan bahwa ini sama juga dengan menjerumuskan Pak Jokowi mereka yang relawan tiga periode ini. Tapi kalau soal penundaan pemilu ini kan mereka yang inginkan dan sekarang mereka mendapat justifikasi. Ya, justifikasi yang nggak dia ukur. Dia anggap bahwa nanti polisi pasti akan berpihak pada kekuasaan untuk keamanan itu. Demikian juga seperti lembaga-lembaga partai politik. Tapi itu yang sering kita sebut bahwa sejarah seringkali menghadirkan faktor atau variabel yang nggak pernah diduga itu. Nggak ada orang yang pernah menduga bahwa Ferdy Sambo akan betul-betul frustrasi menghadapi problem lalu pistolnya meledak. Itu cuma faktor kecil yang kemudian membuka banyak faktor. Sama seperti dulu orang menganggap bahwa perang dunia kedua itu atau perang dunia pertama itu bukan soal sekedar pernah menyangkut Pangeran Kroasia yang dibunuh Ferdinand itu skandal. Ini soal ketika orang paham bahwa keadaan kebuntuan politik itu memang harus diselesaikan secara radikal. Jadi tiba-tiba ada masalah polisi, tiba-tiba ada masalah BBM, dan itu membatalkan semua desain yang dibayangkan. Ini akan menjadi alasan penundaan Pemilu. Dulu alasan itu memang masuk akal karena bisa dikontrol para protes. Ini bagaimana presiden mau membayangkan itu. Bahkan, saya kira musra itu sudah selesai, nggak bakal berlanjut lagi. Uang-uang strategis kan sudah nggak ada untuk membiayai itu. Dan para sponsor juga merasa sudah cukuplah, satu kali musra saja. Kira-kira itu intinya. Mereka mulai frustrasi lagi fundamentalisme-fundamentalis Jokowi. (ida, sws)
Ketua DPD RI Sebut UU MLA Efektif Atasi Krisis Keuangan Negara
Jakarta, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengingatkan bahwa ada perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) antara Indonesia dengan pemerintah Swiss. Perjanjian yang menjadi UU Nomor 5 Tahun 2020 tentang ratifikasi MLA Indonesia-Swiss itu diyakini LaNyalla bisa membantu negara mengatasi krisis keuangan. Hal itu disampaikan saat Executive Brief yang dilaksanakan DPD RI, Senin (5/6/2022). LaNyalla mengatakan bahwa ada gerakan internasional untuk membersihkan uang kotor dari ekonomi dunia. “Yang harus kita ketahui, lebih dari 30 triliun dolar tersembunyi di back office, tersimpan di surga pajak, dan di rekening rahasia. Jumlah ini merupakan sepertiga dari global GDP (Gross Domestik Product),” tuturnya. Menurut LaNyalla, Sri Mulyani saat menjabat di Bank Dunia pernah menulis artikel bertajuk Dirty Money And Development yang mengulas bahwa ada uang kotor di dunia, seharusnya segera dimanfaatkan bagi usaha mengatasi krisis dan kemiskinan. Dengan alasan tersebut, LaNyalla menilai penandatanganan perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) antara Indonesia dengan Pemerintah Swiss itu sangat positif. “Sebab perjanjian itu sebagai mekanisme menyita uang hasil kejahatan keuangan yang tersimpan dalam rekening rahasia. Apalagi Indonesia juga telah mengesahkan perjanjian MLA tersebut menjadi UU Nomor 5 Tahun 2020 tentang ratifikasi MLA Indonesia Swiss,” kata Senator asal Jawa Timur itu. Dalam penilaian LaNyalla, jika perjanjian dan UU MLA dijalankan dengan sungguh-sungguh oleh pemerintah, maka Indonesia memiliki sumber daya keuangan yang sangat besar bagi agenda global yakni recovery ekonomi, digitalisasi dan transisi energi. “Apalagi Indonesia sebagai G20 Presidency telah mendapat mandat besar bagi pemulihan ekonomi dunia. Indonesia memiliki kesempatan besar dalam menjalankan semua agenda perubahan global termasuk transisi energi sebagai salah satu agenda utama G20 Presidency bagi pemulihan lingkungan karena sebagai paru paru dunia,” tukasnya. Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu mengatakan, Indonesia memiliki peluang untuk menyongsong akhir dari petrodollar system. Karena, kekayaan energi Indonesia yang kompleks, dan Indonesia telah diberi gelar pemerintah Inggris sebagai climate super power. “Posisi ini dipandang sebagai super power baru menggantikan konsep super power yang lama. Dan sebagai G20 Presidency, Indonesia dapat memimpin dunia bagi pembentukan keseimbangan global baru, melalui transparansi dan digitalisasi dan recovery ekonomi pasca covid 19 yang akan dimulai dari transparansi keuangan dengan tools digitalisasi keuangan,\" katanya. Dijelaskan LaNyalla, transparansi keuangan akan menjadi pintu pembuka sumber sumber keuangan baru bagi pembangunan global dan pemulihan lingkungan hidup. (mth/*)
Pernyataan KAMI Lintas Provinsi Tentang Kejahatan Presiden Jokowi
Solo, FNN – Bahwa, menaikkan harga BBM oleh Jokowi diawali dengan kebohongan terkait subsidi BBM dengan dikomunikasikan kepada rakyat bahwa subsidi sangat besar 502 triliun rupiah adalah kebohongan. Jokowi membuat orkestrasi kebohongan secara sistematis, dengan rencana membuat rakyat menderita, apalagi rakyat telah menderita selama dua tahun dilanda pandemi covid. “Ini merupakan kejahatan Negara,” tegas Sekretaris KAMI Lintas Provinsi Sutoyo Abadi. Bahwa, kewajiban pemerintah melalui konstitusi adalah membuat rakyat sejahtera. Dengan terjadi sebaliknya terus melakukan narasi kebohongan membuat rakyat miskin dan menderita, Jokowi telah melanggar konstitusi secara sadar terencana dan sistematis. “KAMI Lintas Provinsi berpendapat dengan telah terjadi pelanggaran konstitusi secara sangat mendasar harus dipaksa turun dari jabatannya,” tegas KAMI Lintas Provinsi yang terdiri dari DI Jogjakarta, Jabar, Jateng, Jatim, Banten, Sumut, Riau, Sumsel, Kalbar, Kalsel, Sulsel, Jambi, dan Aceh. (mth)
Anthony Budiawan: Perintah Menaikkan Harga Bawah Hak Vivo Langgar Peraturan
Jakarta, FNN – Paska kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, dunia maya ramai membicarakan mengenai masyarakat yang beramai-ramai memadati SPBU Vivo karena menjual BBM lebih murah daripada milik PT Pertamina (Persero), yakni seharga Rp 8.900 per liter. Menurut Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting, perbedaan harga tersebut karena beberapa hal. Irto Ginting mengatakan, harga SPBU milik swasta harus mengikuti formula batas atas yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). “BBM yang dijual oleh Vivo merupakan jenis bahan bakar umum, sehingga masing-masing badan usaha yang menentukan harga ecerannya sesuai dengan formula batas atas yang ditentukan Kementerian ESDM,” ujarnya, seperti dilansir Kompas.com, Ahad (4/9/2022). Sementara BBM Pertamina jenis Pertalite, lanjutnya, mengandung bahan bakar khusus sehingga harga jualnya menjadi kewenangan pemerintah. “BBM Pertamina Pertalite merupakan jenis bahan bakar minyak khusus penugasan yang harganya sudah ditentukan oleh pemerintah dan harganya sama di seluruh Indonesia,\" ucap dia. Sebagai informasi, SPBU Vivo menjual BBM jenis Revvo 89 seharga Rp 8.900 per liter. BBM ini memiliki research octane number (RON) 89. Sementara BBM Pertamina yang nilai oktannya hampir setara dengan Revivo 89 adalah Pertalite dengan RON 90. Harga Pertalite baru saja dinaikkan oleh Pemerintah dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter mulai pukul 14.30 WIB, Sabtu (3/9/2022). Menurut Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), Revvo 89 itu merupakan BBM umum, harga jual ditentukan perusahaan, asal tidak melebihi Batas Atas formula ESDM. Artinya batas bawah tidak diatur: boleh jual semurah-murahnya! “Dengan harga Rp 8.900 per liter, sepertinya lebih rendah dari batas atas, vivo sudah untung?” katanya kepada FNN, Senin malam (6/9/2022). Tapi, pemerintah minta harga Revvo 89 dinaikkan, sekarang Rp 10.900/liter, nampaknya ini Batas Atas harga RON 89, sesuai formula pemerintah: Vivo sudah untung? “Jadi, berapa batas atas RON 90 Pertalite, masa’ Rp 17.000? Paling juga tidak jauh dari Revvo 89, setuju?” tanya Anthony. Jika harga Revvo 89 sebesar Rp 8.900/liter melanggar Batas Atas, pemerintah wajib beri sanksi, dan minta turunkan harga. “Kalau tidak melanggar Batas Atas, perintah menaikkan harga bawah, yang menjadi hak vivo, melanggar peraturan, dan merugikan masyarakat,” tegas Anthony. (mth)
Terungkap: Ferdy Sambo Pernah Dijadikan Alat Pemenang Kekuasaan Tahun 2019
Jakarta, FNN – Kasus pembunuhan Brigadir J (Joshua) kembali memunculkan isu-isu baru terkait sepak terjang maupun identitas mantan Kepala Satgassus Inspektur Jenderal Polisi, Ferdy Sambo yang sebenarnya. Setelah sebelumnya terkuak bahwa Ferdy Sambo adalah seorang \"kaisar\" dari sebuah sistem judi online bernama Konsorsium 303, kini Sambo terbukti kuat dijadikan alat pemenang kekuasaan dalam pesta demokrasi yang diadakan pada 2019 lalu. Harsubeno Arief, wartawan senior FNN menjelaskan, Ferdy Sambo diduga kuat pernah dijadikan alat untuk memenangkan kekuasaan. Hal itu didasarkan pada pernyataan salah satu politikus Partai Demokrat Beny K. Harman yang menjelaskan, Satgassus yang salah satu anggotanya adalah Ferdy Sambo pernah digunakan salah satu calon presiden pada kontestasi politik pada 2019. \"Info ini disampaikan oleh politikus Demokrat bernama Beny K. Harman, ia menyebutkan bahwa Satgassus Merah Putih POLRI yang dipimpin oleh Irjen Ferdy Sambo itu sempat digunakan oleh calon presiden dalam kontestasi politik tahun 2019 lalu,\" ujarnya mengutip salah satu pernyataan politikus Demokrat, Beny K. Harman dalam kanal YouTube, Hersubeno Point menit ke 11.31 – 11.48, Rabu, 5 September 2022. Lebih lanjut Hersubeno Arief menarasikan tentang siapa yang memanfaatkan Satgassus untuk kepentingan politik ini. Ia menjelaskan bahwa mudah bagi kita untuk menduga siapa yang menggunakan Satgassus dengan tanda-tanda yang ada, salah satunya yaitu dengan adanya kenaikan jabatan yang diterima oleh Tito Karnavian yang sebelumnya menjabat sebagai Kapolri pada 2019, menjadi Menteri Dalam Negeri yang mana merupakan jabatan yang prestisius setelah pasangan Calon Presiden Joko Widodo dan Ma’ruf Amin menang atas pasangan Calon Presiden Nomor dua yaitu Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. “Kita dapat dengan mudah menduga siapa capres itu. Pada pilpres 2019 kan hanya ada dua pasang capres-cawapres yakni Joko Widodo berpasangan dengan Ma\'ruf Amin dan Prabowo Subianto berpasangan dengan Sandiaga Uno. Nah setelah Pilpres dan kemudian Jokowi memenangkan kontestasi, Tito Karnavian itu mendapat promosi jabatan yang sangat prestisius, dia ditunjuk menjadi Menteri Dalam Negeri. Jabatan ini pada periode sebelumnya dipegang oleh politisi PDIP, waktu itu Tjahjo Kumolo, sebagai pengusung utama dari PDIP. Nah kalau kemudian sekarang diserahkan kepada Tito karnavian, tentu saja pasti Tito punya jasa besar terhadap Jokowi,” ujarnya pada menit 14.16 - 15.30. Wartawan Senior itu juga menambahkan bahwa dengan keikutsertaan Sambo dalam menyukseskan politik ini tentu berdampak besar pada kekuatan politik yang ia miliki sekarang, maka tentu bukanlah hal yang mengherankan jika saat ini banyak terjadi kejanggalan dalam penanganan kasus yang dilakukan oleh Ferdy Sambo. “Jadi, Anda saya minta ga usah terlalu terkejut, ini menunjukkan bahwa indikator pengaruh uang dan juga pengaruh politik dari Ferdy Sambo itu masih terus bekerja. Jadi jangan terlalu kaget jika muncul kejutan-kejutan baru dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua,” ujarnya pada menit 16.46 – 17.02. Diketahui bahwa dalam kasus pembunuhan Brigadir Joshua ini banyak kejanggalan-kejanggalan yang ditemukan karena kekuatan yang dimiliki oleh seorang Ferdy Sambo, salah satunya adalah dengan tidak ditahannya Putri Chandrawathi yang mana merupakan istri dari Sambo sekaligus tersangka pembunuhan berancana yang dikomandoi oleh Ferdy Sambo. (Habil)
BBM Naik, Rakyat Tercekik
Jakarta, FNN – Presiden Joko Widodo bersama para menteri terkait telah memutuskan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal tersebut tentu berdampak langsung kepada masyarakat, khususnya bagi mereka yang bermata pencaharian sebagai penyedia jasa transportasi. Contohnya seperti yang dialami oleh salah satu penyedia jasa transportasi dalam bentuk ojol (ojek online) Gojek, Fikri Ramadhana. Ia mengatakan bahwa kenaikan harga BBM ini sangat berdampak bagi kesejahteraan ojol karena semakin menguras kocek untuk kebutuhan sehari-hari. \"Ya kita makin susah-lah, apalagi kan kita sebelumnya (sebelum BBM naik) bisa isi bensin sehari 2 kali total Rp50.000, sedangkan pendapatan sehari aja rata-rata cuma Rp150.000 belum dipotong sama uang makan dua kali sehari, dan lain-lain, pokoknya rugi banyak lah,\" ujarnya di depan terminal bus Pasar Minggu, Rabu (5/9/2022). Driver ojol itu juga menambahkan, pihak Gojek pada 14 Agustus 2022 ingin melakukan penyesuaian harga dengan menambah tarif setiap perjalanan yang akan membantu menyesuaikan kebutuhan driver dalam melayani konsumen. Namun, hingga sekarang ini, hal itu hanyalah sebuah wacana dan belum ada kabar kapan akan direalisasikannya wacana tersebut. “Dari kemarin juga janji kenaikan dari tanggal 14 Agustus dari pihak Gojek, juga sampai sekarang belum terealisasi, belum ada kenaikan buat pelanggan,\" ujarnya. Lain cerita namun sama rasa, itulah yang dialami supir angkot di daerah sekitaran terminal bus Pasar Minggu. Supir angkot bernama Samsuardi mengeluhkan naiknya BBM ini membuat supir angkot semakin tercekik. Pasalnya, secara signifikan berdampak pada pendapatan hariannya. \"Kita makin kesusahan, tadinya pendapatan bisa sampe 100.000 per hari, sekarang malah mentok-mentok gocap bahkan bisa ga dapet sama sekali. Itu baru pendapatan, belum bensin, boss ga mau tahu kalau berangkat penuh pulang juga harus penuh itu saja total bisa sampe Rp 70.000an,” ujarnya. Sopir angkot jurusan Pasar Minggu - Kampung Melayu itu mengatakan bahwa walaupun dirinya tidak menaikkan tarif perjalanan, angkotnya tetap sepi dari penumpang. Hal ini karenakan banyak penumpang angkot yang mengira kita menaikkan harga mulai dari Rp 2.000 – Rp 5.000. \"Kita mah tetep paling gede Rp 6.000. Tapi walaupun begitu mah tetap saja penumpang gak ada, maksud kita kan supaya kagak pada protes ya cuma tetap aja sepi. Dikira semua angkot pada naikin harga jadinya dari Rp 2.000 – Rp 5.000,\" ujarnya Samsuardi juga mengatakan situasi ini bisa membunuh para sopir angkot, pasalnya dengan kondisi seperti saat ini banyak sopir angkot yang kehilangan pekerjaannya karena tidak mampu membayar setoran harian. \"Sekarang kita gak bisa bayar setoran, sejak naiknya BBM ini banyak orang yang lebih milih kendaraan umum karena setahu saya harganya (tarif) gak ngaruh. Kadang-kadang kita bisa minjem ke beberapa warung, cuman kalau gak dikasih yaudah balikin mobilnya, kita gak kerja,\" ujarnya Diantara banyaknya para penyedia jasa transportasi yang pada umumnya mengalami kerugian, nampaknya ada beberapa penyedia jasa transportasi yang cenderung tidak terpengaruh terhadap naiknya BBM khususnya yang dinaungi oleh pemerintah, contohnya seperti Jaklingko. Seorang supir Jaklingko, Suhardi, mengatakan kenaikan harga BBM ini tidak berdampak terhadap penumpang maupun pendapatan setiap supir Jaklingko, karena gaji maupun bahan bakar sudah ditanggung oleh pemerintah. \"Ya kalau penumpang, gak ada pengaruh sih buat Jaklingko, malah makin bertambah, karena tarifnya tetap segitu-segitu saja. Kalau buat pendapatan juga gak ngaruh karena gaji sama uang bensin udah ditanggung sama atasan (pemerintah) cuma kita yang isiin,\" ujarnya di terminal bus Pasar Minggu, Rabu (5/9/2022). Dari beberapa pernyataan di atas terlihat bahwa secara umum kenaikan BBM berpengaruh negatif bagi pendapatan masyarakat, khususnya para penyedia jasa transportasi. Hal ini tentu secara tidak langsung menyulitkan konsumen dalam mendapatkan jasa transportasi karena tarif yang dikenakan juga ikut naik. Berikut daftar singkat harga BBM sebelum dan sesudah mengalami kenaikan: 1. Pertalite, Rp7.650 -> Rp10.000 2. Solar, Rp5.150 -> Rp6.800 3. Pertamax, Rp12.500 -> Rp14.500. (Habil)
Di Executive Brief DPD RI, Muhadam Sebut 3 Level Yang Bisa Wujudkan Kesejahteraan Rakyat
Jakarta, FNN – Dekan Fakultas Politik Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Muhadam Labollo, mengatakan ada 3 hal yang harus diperhatikan jika negara ingin mewujudkan kesejahteraan rakyat. Yakni kebijakan, manajemen dan teknis operasi. \"Problem bangsa ini ada di public goods yang tidak dibagi untuk memberi makan 270 juta penduduk Indonesia. Untuk itu di level kebijakan perlu untuk diidentifikasi dan diinventarisasi mana public goods dan private goods. Mana yang seharusnya menjadi milik negara dan mana yang bisa diprivatisasi,\" ujar Muhadam Labollo dalam Executive Brief \'Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat: Kembali ke UUD 1945 Naskah Asli, Khususnya Pasal 33 dan Penjelasannya\' yang diselenggarakan DPD RI, Senin (5/9/2022). Di level manajemen, diperlukan perencanaan dengan baik. Muhadam menyontohkan Indonesia perlu memiliki peta energi dan Sumber Daya Alam. \"Ini justru swasta yang mempunyai peta semacam ini. Tentu sangat disayangkan,\" ujarnya. Selain itu organisasi yang menggarap SDA harus jelas. Mana yang diserahkan ke BUMN atau mana yang bukan BUMN. Di sini pun penting dilakukan evaluasi, apakah untung atau rugi. \"Lalu di level teknis operasi. Tata kelola bumi, air dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya perlu ditata kembali. Tapi ini balik ke persoalan culture dan etika. Faktanya dengan mekanisme pemilihan kepala daerah kita menyumbang 445 kepala daerah yang sekarang dicokok KPK. Ini tentu ada korelasi,\" ujar dia. Muhadam pun menilai Pasal 33 UUD sudah dibajak oleh oligarki. Selama ini negara tidak hadir. Konsep bangsa ini sangat liberal, tidak berpihak lagi pada rakyat. \"Prinsip pengelolaan negara ada dua. Apakah negara menguasai seluruh kekayaan alam atau kita privatisasi. Panduannya adalah Konstitusi. Tapi konstitusi kita ada intervensi sehingga ketika diterjemahkan ke dalam UU menjadi bias,\" ungkapnya. \"Kita ini sekarang berprinsip bagaimana menjual seuntung mungkin. Problem kita, yang dijual selalu rugi. Prinsip kedua, membeli semurah mungkin. Faktanya sebaliknya. Malah rugi. Yang diuntungkan adalah oligarki. Bukan menumbuhkan kemampuan domestik tapi malah impor. Keuntungan impor sudah jelas siapa yang menikmati. Berangkat dari situ tentu sulit bagi kita membangun kekuatan negara,\" tuturnya. Muhadam berharap bangsa ini mengelola ekonomi seefisien mungkin. Karena ada anak cucu kita yang menanti apakah ada sisa untuk mereka. \"Faktanya nikel, emas dan tambang lainnya tidak dieksploitasi dengan baik. Bagaimana anak cucu kita nanti,\" tanyanya. Pemerintah, swasta dan civil society seharusnya bisa bekerja bersama dalam mewujudkan kemakmuran rakyat. Tetapi sekarang, kata Muhadam, swasta mempunyai ruang yang lebih besar. Padahal di Indonesia esensi pokoknya adalah gotong-royong. \"Itu dalam konstitusi esensinya adalah ekonomi gotong royong. Tidak perlu mengadopsi sistem dari luar. Itulah problem yang dihadapi bangsa dan negara ini. Selain Muhadam Labolo, narasumber lainnya adalah Salamuddin Daeng, narasumber lain dalam Executive Brief adalah Ichsanuddin Noorsy (pengamat politik ekonomi) dan Ahmad Daryoko (Koordinator Indonesia Valuation for Energy and Infrastructure/INVEST). Dalam kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi Senator Bustami Zainuddin (Lampung), Alirman Sori (Sumbar), Staf Khusus Ketua DPD RI, Sefdin Syaifuddin dan Togar M Nero serta Kabiro Setpim DPD RI, Sanherif Hutagaol. (mth/*)
Covid Mereda, BBM Meradang
Jakarta, FNN – Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi secara mendadak dan terkesan diam-diam telah menuai banyak respon penolakan dari berbagai lapisan masyarakat. Kenaikan harga BBM yang disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada Sabtu (3/9/2022) itu mengubah harga Pertalite dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000, Solar dari harga Rp 5.150 menjadi Rp 6.800, dan Pertamax dari harga Rp 12.500 menjadi Rp 14.500. Kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut naik berkisar sebesar 30 persen dari harga sebelumnya. Dan, kenaikan tersebut terbilang besar di tengah kondisi minyak dunia yang sedang turun. Dengan kenaikan yang dinilai tidak masuk akal oleh masyarakat inilah yang menjadi alasan para mahasiswa melakukan unjuk rasa untuk menolak kenaikan harga BBM yang telah memasuki hari ketiga. Dari kabar yang diberikan bahwa HMI akan turun menyuarakan aksi di depan Istana Merdeka. Dan berdasarkan pemantauan FNN, terlihat pada pukul 10.00 WIB Pihak Kepolisian bersama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Brimob telah bersiap siaga dan melaksanakan apel. Sehingga seluruh akses menuju kawasan Patung Kuda dan Istana Merdeka ditutup dengan penghalang dan kawat berduri sejak sekitar 14.00 WIB. Aksi yang tergabung dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) terjadi di Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat. Aksi mahasiswa tersebut dimulai sekitar pukul 13.40 WIB. Dalam aksi pun sempat terjadi bentrok antara mahasiswa dengan aparat kepolisian karena mahasiswa mencoba menerobos ke arah Istana yang jalannya telah ditutup dengan penghalang jalan serta kawat berduri. Hingga akhirnya aksi dapat berjalan dengan damai. Adapun aksi tersebut berusaha menuntut tiga hal sebagaimana yang disampaikan Reza Sutiara Akbar, Ketua HMI cabang Jakarta Selatan. Tuntutan itu meliputi upaya mendesak presiden untuk menurunkan harga BBM bersubsidi, mendesak presiden untuk mencopot Menteri Keuangan, ESDM, dan Dirut Pertamina, dan mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk terus menyuarakan tolak kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM ini dinilai sangat memberatkan masyarakat disebabkan kondisi pasca pandemi covid-19 dengan kondisi ekonomi masyarakat dalam tahap pemulihan. \"Nah, hari ini kita mengangkat tagline, Jokowi-Ma\'ruf Amien pemimpin dzolim karena bagi kami ketika masyarakat baru pulih dari covid-19, baru pulih dari kenaikan harga minyak (goreng). Nah, hari ini masyarakat dibayangkan dan masyarakat dipertontonkan dengan kenaikan harga BBM bersubsidi,\" ucap Reza kepada awak media. Pihak HMI pun menegaskan selama tuntutannya belum diterima, mereka akan terus membuat aksi-aksi lain, bahkan jauh lebih besar. Selain itu, demontrasi serentak pun akan disuarakan pada Selasa (6/9) oleh mahasiswa, buruh, dan lapisan masyarakat lainnya di gedung DPR RI. (*)