NASIONAL
Ketua DPD RI Ajak Warga PSHT Kawal Gerakan Mengembalikan UUD 1945 Naskah Asli
Madiun, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, yang juga Ketua Dewan Pembina Pusat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), mengajak seluruh warga PSHT untuk mengawal gerakan mengembalikan kedaulatan dan mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan kembali ke UUD 1945 naskah asli, untuk kemudian disempurnakan melalui adendum. LaNyalla mengatakan, cara tersebut tidak akan menghilangkan Pancasila sebagai staats fundamental norm. \"UUD 1945 naskah asli mutlak kita sempurnakan agar kita tidak mengulang penyimpangan praktik yang terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru, karena kita harus selalu belajar dari sejarah,\" ujarnya, pada puncak peringatan 1 Abad PSHT di Graha Krida Budaya Padepokan Agung, Madiun, Jawa Timur, Jumat (2/9/2022). Menurut Senator asal Jawa Timur itu, saat ini Pancasila hanya sebatas slogan. Dalam praktiknya, Pancasila tak pernah disertakan dalam menentukan arah perjalanan bangsa ini. Hal itu terjadi sejak amandemen konstitusi sebanyak empat tahap pada tahun 1999 hingga 2002 silam. \"Setelah konstitusi diamandemen, antara Pancasila dengan isi dan bunyi pasal-pasal dalam UUD hasil perubahan itu sudah idak nyambung lagi,\" tegas LaNyalla. Dijelaskannya, konstitusi baru hasil amandemen 1999-2002 sangat kental dengan ideologi individualisme dan liberalisme. “Maka tak heran jika belakangan ini kapitalisme dan sekulerisme semakin menguat di Indonesia,\" papar LaNyalla. LaNyalla juga membangkitkan kesadaran kritis warga PSHT sebagai penjaga Pancasila. \"PSHT harus menjadi benteng pertahanan ideologi Pancasila dari serangan liberalisme dan kapitalisme yang lahir dari ideologi individualisme dan sekulerisme,\" tegasnya. Sebagai organisasi yang berkontribusi terhadap lahirnya Indonesia, LaNyalla mengajak agar warga PSHT melihat dan mengamati arah perjalanan bangsa ini. \"Ada banyak pradoksal di tengah-tengah kita, baik dalam hal pembangunan, hingga ketidakadilan ekonomi dan kemiskinan struktural,\" paparnya. Untuk itu, LaNyalla mengajak warga PSHT bersama-sama mengembalikan kedaulatan rakyat kembali di tangan rakyat. Sebab, kata LaNyalla, oligarki ekonomi yang bersekutu dengan oligarki politik telah menyandera penguasa yang pada akhirnya bertindak ugal-ugalan dalam membuat kebijakan nasional. Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu juga menekankan agar warga PSHT membangun kesadaran kritis terhadap konsep kebijakan pendidikan nasional bangsa ini. \"Cita-cita bangsa ini dalam kalimat \'mencerdaskan kehidupan bangsa\' bukan hanya sekadar mencerdaskan otak saja, tetapi juga mencerdaskan kehidupan. Artinya, mencerdaskan kemanusiaan secara utuh, termasuk di dalamnya moral dan akhlak, jasmani dan rohani, serta semangat nasionalisme dan patriotisme,\" urainya. Menurut LaNyalla, tanpa budi pekerti, tanpa nasionalisme, tanpa patriotisme dan tanpa ideologi serta ilmu agama, generasi yang dihasilkan hanya akan menjadi lawan di masa depan. Ditambahkannya, semua pihak harus membuka sejarah, membaca pemikiran-pemikiran luhur para pendiri bangsa. \"Baca ulang pikiran-pikiran Ki Hadjar Hardjo Utomo saat beliau mendirikan PSHT 100 tahun yang lalu. Kita harus membaca kembali watak dasar dan DNA asli sistem demokrasi bangsa ini, di mana para pendiri bangsa telah sepakat menggunakan sistem syuro yang menjadi ciri utama demokrasi Pancasila,\" ulas LaNyalla. Sistem syuro bermakna kedaulatan rakyat yang diberikan kepada para hikmat yang duduk di Lembaga Tertinggi Negara sebagai penjelmaan dari seluruh elemen rakyat sebagai pemilik sah bangsa dan negara. Di dalamnya bukan saja diisi oleh politisi dari partai politik, tetapi juga ada utusan dari seluruh daerah dan utusan golongan yang lengkap. Pada akhir acara, Ketua DPD RI diminta meresmikan Graha Krida Budaya dengan menandatangani prasasti dan memukul gong sebagai peresmian monumen 1 Abad Terate Emas untuk Dunia. Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi Senator Bustami Zainuddin (Lampung), Fachrul Razi (Aceh) dan Muhammad Afnan Hadikusumo (Yogyakarta). Sementara sejumlah tamu undangan yang hadir di antaranya Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, Komandan Seskoal Laksma TNI Yoos Suryono Hadi, Panglima Kodam V/Brawijaya Mayjen TNI Nurchahyanto, Wali Kota Madiun Maidi dan Bupati Madiun, Ahmad Dawami Ragil Saputro. Hadir pula Ketua Umum PSHT, Raden Moerdjoko Hadi Widjojo beserta jajaran dan Ketua Dewan Pusat PSHT, Issoebiantoro beserta jajaran. (mth/*)
Oligarki Semakin Menguat, Para Tokoh Bangsa Khawatir Indonesia Bisa Bubar
Jakarta, FNN – Oligarki yang semakin menguat mencengkeram ke dalam sistem politik dan negara dikhawatirkan bisa membuat negara Indonesia bubar. Direktur Institute Soekarno-Hatta, Hatta Taliwang dalam diskusi \"Membedah Sikap dan Perilaku Oligarki di Indonesia” Kamis, 1 September 2022 di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta menyebut bahwa secara sederhana oligarki dapat diartikan sebagai segelintir orang yang mengatur Negara. Dan istilah oligarki sekarang sudah dipahami oleh masyarakat umum, bahwa ternyata negara Republik Indonesia yang didirikan dengan semangat musyawarah mufakat itu, berujung menjadi diatur oleh segelintir orang. Implementasi dari oligarki, menurut Hatta, secara nyata ada di bidang politik dengan \"mengatur\" Pilpres misalnya, bahkan mereka bisa mengatur siapa yang menang dalam Pilpres atau Pemilu. Dari sisi politik, kata Hatta oligarki bisa mengatur dana partai politik. Dari sisi ekonomi mereka juga menguasai sumber daya alam dan sumber daya finansial. Akibatnya, terjadi perkawinan antara pengusaha dan penguasa. Prof. DR. Hafidz Abbas, akademisi yang juga mantan komisioner Komnas HAM mengutip publikasi Bank Dunia dalam \'Indonesia\'s Rising Divide\' bahwa Indonesia bisa bubar karena empat penyebab: Pertama, adanya diskriminasi yang terjadi pada seluruh warga. Seperti ada yang diberi kesempatan menguasai sumber daya alam namun ada yang tidak. Menurut catatan Hafidz Abbas, orang miskin di Jakarta misalnya pada era Gubernur Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama mengalami 193 kali digusur. Namun di sisi lain hampir 50 juta lahan di Indonesia dikuasai oleh hanya segelintir orang. \"Bayangkan, empat orang, bukan empat perusahaan, menguasai kekayaan hampir setengahnya dari kekayaan seluruh penduduk negeri ini,\" kata Hafidz. Kedua, adanya diskrepansi mutu manusia Indonesia karena kebanyakan berpendidikan rendah. Sehingga mereka tidak bisa masuk ke sektor ekonomi modern. \"Dia hanya bisa berdoa, tertinggal. Karena yang menikmati kekayaan alam Indonesia itu hanya 3 persen,\" ujarnya. Ketiga, orang-orang Indonesia mayoritas tidak punya tabungan untuk masa depan anaknya juga tidak punya tabungan untuk kesehatannya. Keempat, uang yang beredar hanya kepada sekitar 2000-an perusahaan besar. Sementara 59 juta perusahaan mikro kecil lainnya tidak bankable. \"Jadi, kalau dilihat dari empat faktor ini, Bank Dunia tidak bisa melihat Indonesia bisa selamat,\" ungkap Hafidz. Menurut Hafidz, negara Indonesia sejatinya sudah lapuk dari dalam. \"Dan persoalan oligarki, menurut saya, adalah persoalan selamat atau tidaknya bangsa Indonesia di masa depan,\" ungkapnya. Dr Marwan Batubara juga melihat oligarki di Indonesia sudah kian akut. Marwan menyoroti soal UU Ciptaker yang nyata-nyata dibuat untuk kepentingan oligarkis. Pembentukan UU Korona Nomor 2/2020, UU Minerba 2020, UU Ciptaker Nomor 11/2020, maupun UU IKN Nomor 3/2022, menurut Marwan proses pembentukannya terlihat jelas menunjukkan peran oligarki. \"Negara semakin otoriter, oligarki semakin kuat, Presiden Jokowi makin otoriter, DPR dan partai-partai cenderung di bawah kendali penguasa dan oligarki,\" ujarnya. Menurut Marwan, oligarki telah mengubah secara perlahan Indonesia dari negara hukum menjadi negara kekuasaan. Menanggapi hal ini, aktivis Syahganda Nainggolan menyitir Jeffrey Winters ketika diwawancara. \"Bagaimana menurut Anda mengalahkan oligarki? Dia bilang, mesti ada orang seperti Mahatma Gandhi,\" kata Syahganda. \"Maksudnya, itu kan di India, kalau di Indonesia model Gandhi itu ya Habib Rizieq. Tapi ini personifikasi, maksudnya adalah orang yang tidak bisa dibeli,\" lanjutnya. Mantan Duta Besar DR. Hazairin Pohan melihat, saat ini adalah waktu yang tepat untuk mengubah Indonesia menjadi lebih baik. Menurutnya, setelah kasus Sambo struktur oligarki Indonesia saat ini sedang berantakan. \"Ini kesempatan bagi kita untuk melakukan perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik karena secara global, China juga sedang menurun pasca Covid-19,\" ungkapnya. Sutoyo Abadi dari Kajian Merah Putih mengungkapkan bahwa diskusi dan seminar tidak akan menyelesaikan masalah menguatnya oligarki di Indonesia. \"Tidak bisa melawan oligarki di Indonesia dengan cara ke MK atau ke lembaga lainnya. Tidak bisa. Satu-satunya harus muncul \'people power dan revolusi\'. Karena situasinya sudah gawat,\" tegas Sutoyo Abadi. Dia juga meyakinkan bahwa Indonesia tidak akan bisa selamat atau bubar jika tidak kembali kepada UUD 1945. Sejumlah tokoh senior dan aktivis menghadiri diskusi \"Membedah Sikap dan Perilaku Oligarki di Indonesia” Kamis, 1 September 2022 di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta, antara lain Suripto Djoko Said, Sri Bintang Pamungkas, MS. Kaban, Jumhur Hidayat, dan sejumlah tokoh lainnya. (mth/*)
Jokowi Tinjau Tambang Grasberg Freeport di Ketinggian 3.325-4.285 mdpl
Jakarta, FNN – Presiden RI Joko Widodo meninjau Tambang Grasberg milik PT Freeport Indonesia (PTFI) di Distrik Tembagapura, Mimika, Papua, yang terletak di ketinggian 3.325—4.285 meter di atas permukaan laut (mdpl).Berdasarkan siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis, Jokowi didampingi Ibu Negara dan rombongan menuju Tambang Grasberg mengendarai kendaraan roda empat sekitar pukul 07.00 WIT.Setelah itu, Presiden akan menuju lokasi tambang bawah tanah di OB 04 untuk meninjau ruang kontrol pengendali alat berat berteknologi 5G.Presiden juga akan menuju DMLZ underground untuk meninjau tempat ibadah yang berada di bawah tanah, yaitu Masjid Jami Baabul Munawwar dan Gereja Oikumene Soteria.Setelah itu, Presiden akan menuju Tera Shop untuk meluncurkan teknologi terbaru di sektor pertambangan, yaitu 5G mining.Teknologi 5G mining sendiri merupakan hasil kerja sama antara Telkom Group dan PTFI.Saat memberikan sambutan dalam silaturahmi dengan karyawan PTFI, Rabu (31/8) malam, Jokowi ingin melihat pengelolaan pertambangan dengan menggunakan teknologi 5G mining.\"Ini yang mau saya lihat seperti apa sih me-manage sebuah tambang dengan 5G system, saya mau lihat besok,\" kata Presiden.Pada Kamis sore, Presiden dan Ibu Negara akan lepas landas menggunakan Pesawat Kepresidenan RJ-85 menuju Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku, melalui Bandara Internasional Mozes Kilangin Timika.Turut mendampingi Presiden Jokowi dan Ibu Negara dalam kunjungan kerja ini, yaitu Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia. (mth/Antara)
Jutaan Orang Kena Prank Antri BBM, Waspadai Potensi Kerusuhan Sosial!
ANTRIAN masyarakat yang akan membeli BBM bersubsidi sejak petang hingga jelang dini hari, Rabu (31/8/2022) tampak di berbagai SPBU di Jakarta maupun kota-kota lainnya di Indonesia. Mereka rela antri karena kabarnya PT Pertamina pada Kamis (1/9/2022) bakal menaikkan harga BBM bersubsidi. Ternyata, sampai dengan Rabu (1/9/2022) tidak ada kenaikan harga BBM seperti yang sebelumnya dikabarkan berbagai media. “Ini satu psikologi dalam politik yang ingin testing the water,” ungkap pengamat politik Rocky Gerung. “Tetapi, reputasi presiden juga bisa dibatalkan oleh keadaan APBN. Selalu ekspektasi itu mendahului hal yang konkret,” lanjut Rocky Gerung dalam dialognya bersama Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief dalam Kanal Rocky Gerung Official, Kamis (1/9/2022). “Saya menghitung pasti dinaikkan karena dengan kalkulasi apapun tidak mungkin keadaan itu dipertahankan. Jadi, semua soal kita taruh di atas kertas dan kita tahu ada krisis, ada potensi kerusuhan. Pasti itu akan terjadi,” tegas Rocky Gerung. Bagaimana pandangan Rocky Gerung terkait prank kenaikan harga BBM ini? Berikut petikan dialog lengkapnya. Halo halo apa kabar Anda semua. Kembali berjumpa dengan saya dan Bung Rocky Gerung. Bung Rocky, kelihatannya ini jutaan orang di Indonesia kena prank sejak kemarin dan katanya media-media juga sudah menduga bahwa hari ini, 1 September akan ada kenaikan harga BBM. Jadi orang antre di mana-mana. Kalau Anda lihat foto-foto atau video-videonya di berbagai kota terjadi antrean. Ternyata nggak jadi, kena prank deh. Ya, ini satu psikologi dalam politik yang ingin testing the water. Kira-kira begitu. Ini sangat mungkin nanti kalau memang banyak dibatalkan. Demi apa? Demi reputasi presiden (Joko Widodo). Tetapi, reputasi presiden juga bisa dibatalkan oleh keadaan APBN. Itu saja intinya, urutan-urutannya. Tetapi, selalu ekspektasi itu mendahului hal yang konkret. Harga-harga sudah pasti naik kemarin begitu diumumkan. Jadi satu kebijakan negara yang memang tidak mungkin negara itu terus-menerus berbohong. Satu waktu dia akan terjebak oleh rentetan kebohongan dia sendiri. Jadi sekarang kita lihat apa impaknya nanti kalau ternyata harganya akhirnya naik juga itu. Dua kali orang berebut di POM bensin nantinya. Mungkin juga diam-diam nanti sebetulnya sudah diputuskan di kabinet bahwa memang harus naik. Jadi rasionalitas ekonomi itu pasti yang akan menuntun keresahan ini. Saya (sudah) menghitung pasti dinaikkan karena dengan kalkulasi apapun tidak mungkin keadaan itu dipertahankan. Jadi, siap-siap saja bahwa nanti akan ada kenaikan kedua yang orang mungkin anggap ini prank padahal riil. Lalu mulai terjadi kerusuhan sosial. Kan itu soalnya. Nah, soal ini kan sudah diingatkan juga oleh Mendagri. Saya kira itu Mendagri Tito Karnavian mengingatkan bahwa kalau ada kenaikan harga BBM ini pasti akan berdampak implikasi pada krisis sosial dan bisa ke krisis politik. Itu sudah warning disampaikan seperti itu. Ya, hitungan itu sudah ada di atas kertas. Yang paling paham pasti Pak Luhut Binsar Pandjaitan. Karena dia punya tim yang bagus, bahkan melampaui semua tim yang lain. Dan, pasti konsultasi pertama dengan Pak LBP. Beliau pasti sudah isyaratkan bahwa harus naik. Tetapi Presiden mungkin setelah ikut atau mendengarkan hasil musyawarah rakyat, dia berpikir wah ini rakyat bahaya ini, bisa elektabilitas dia turun lagi. Padahal barusan dijagokan oleh musyawarah rakyat (Musra). Ini hitungan-hitungan yang nggak masuk akal sebetulnya karena presiden masih ngotot bahwa implikasi dari kenaikan BBM tidak boleh menurunkan legitimasi dia. Padahal itu pasti terjadi. Jadi, di mana-mana kenaikan bahan pokok dan energi pasti menurunkan legitimasi, di seluruh dunia, mau di negara modern, negara ke setengah modern, di Barat atau Timur. Tapi Presiden nggak mau melihat fakta itu. Jadi, dia ingin dua kali menang itu. Menang elektabilitas, juga menang nanti kalau harga dinaikkan. Itu trade of pasti terjadi. Tapi beliau biasa, jadi euforia. Karena jadi nomor 1 di dalam hasil sidang musyawarah rakyat. Oke. Tapi kita tahu bahwa meskipun harga tidak jadi naik, itu sebenarnya kantong rakyat sudah harus lebih dirogoh lebih dalam. Hanya satu faktor saya, yaitu kenaikan BBM faktor pemicu kenaikan barang-barang. Tetapi, angka psikologi di pasar, biasa pedagang, begitu dihubungkan walaupun belum diumumkan, tidak jadi diumumkan, barang tetap naik dulu. Ya, itu problemnya begitu selalu. Ekspektasi mendahului fakta nanti. Dan kita lihat yang ngantre kemarin itu juga bukan mobil rakyat. Itu mobilitas menengah juga antre pertalite. Juga dimungkinkan bahwa mobil-mobil ini sebetulnya hanya menyimpan stok saja. Dan di beberapa tempat kan sudah terlihat ada yang ditangkap karena menyimpan stok pertalite. Jadi memang penyelundupan itu sudah berlangsung dan kebohongan-kebohongan kekuasaan itu akan dijawab oleh kekacauan ekonomi. Kan gampang saja. Semua info dari istana itu akhirnya nggak dipercaya. Mau dinaikin atau tidak dinaikin orang anggap mending berfikir dinaikin, supaya lebih aman. Maka mulai terjadi harga mulai dinaikkan, ditimbun. Nanti ada angkot ngambil berkali-kali buat dijual ke kelas menengah yang nunggu di tikungan. Kan itu semuanya kekacauan itu. Iya. Tetapi, perlu diingat juga ya Bung Rocky, ada satu fenomena yang di Indonesia orang sebutnya near poor, dekat dengan miskin, dan fenomena yang terjadi pada pandemi kemarin mereka punya mobuil, mereka punya rumah, tetapi ini kredit semua. Dan ketika mereka terjadi kehilangan pekerjaan atau tabungannya menipis, sebenarnya mereka memang punya mobil, tadi sebenarnya mereka miskin juga. Makanya wajar kalau kemudian mereka juga ikut antre. Ya, itu poinnya kalau krisis itu bertumpuk-tumpuk dan dalam hitungan kalau dibikin snapshots statistiknya itu yang near poor itu sudah jadi poor sebetulnya. Dan emak-emak yang paling kena pertama. Mungkin sudah 100 juta atau 150 juta sekarang yang disebut di bawah garis kemiskinan kalau hitungan itu konsumsi per hari, daya beli per hari ini. Jadi, semua soal kita taruh di atas kertas dan kita ini tahu ada krisis, ada potensi kerusuhan. Pasti itu akan terjadi. Tapi presiden menganggap bahwa ya masih bisa dipermainkan dengan tiga periode. Jadi berjanji lagi. Karena keadaan ini yang potensi keos ini udah di depan mata. Nah, itu yang mungkin harus kita hitung bagaimana kalau kepolisian sekarang amburadul, lagi berantakan. Apakah Pak Jokowi tunggu kepolisian diberesin dulu baru harga dinaikin. Itu juga faktor yang dihitung dan mungkin 3-4 orang ada di situ lalu mulai ada di sekitar Pak Jokowi lalu kasih sinyal. Jangan dulu Pak, ini bahaya, polisi belum bisa dipegang. Perkelahian antar-geng itu bisa membahayakan pengendalian kerusuhan nanti atau demo BBM. Demikian juga militer. Militer juga memantau dengan cermat perkembangan ini karena tetap tentara juga merasa ada potensi atau ada asap yang tiba-tiba bisa berubah jadi api. Prajurit juga terkena karena keadaan ekonomi pasti masuk ke semua tempat. Nggak bisa misalnya prajurit masuk pasar tradisional lalu tukang daging atau ayam kampung bilang oke Pak, kami kasih diskon. Nggak bisa gitu karena harga itu adalah harga ekonomi. Jadi semua kalangan pasti kena itu dan teman-teman di kepolisian yang di asrama-asrama juga militer TNI yang ada di asrama-asrama itu kena dampak yang pasti signifikan. Kan Pak Jokowi suka blusukan, bahkan malam-malam juga blusukan ke daerah-daerah. Beliau pasti sangat paham gitu. Banyak sekali rumah tangga kita ini sekarang karena berbagai macam faktor, salah satunya karena publik transportasi yang tidak cukup buruk, itu satu rumah dari keluarga miskin bisa ada dua tiga empat sepeda motor. Dan itu semua menjadi konsumsi bahan bakar semua. Dan ini pasti langsung terasa begitu terjadi kenaikan sekecil apapun karena ada skema ini mau dinaikkan seberapa pertalite ini. Tadinya 10.000 disebut angkanya, kemudian mungkin dimainkan secara psikologi saja, mungkin 10.000 kurang dan sebagainya gitu. Tetapi, tetap saja berdampak. Iya. Dua hari lalu saya naik ojek tikungan, bukan ojek online, dia tiba-tiba mampir dulu di yang sudah dijual-jual di botol. Itu uangnya tinggal Rp20.000 di dompetnya, tapi dia cuman minta tolong sisain 5000. Jadi dia beli Rp15.000. Sambil menunggu pelanggan baru, baru bisa beli lagi pertalite. Jadi, kesulitan itu terasa betul. Tetapi, secara makro memang bahwa presiden anggap belum kita dibandingkan dengan yang lain memang baik-baik saja ekonominya. Jadi pengertian-pengertian baik-baik saja itu itu selalu terhubung dengan pamer saja. Nanti kalau nggak baik-baik juga salurkan BLT. Mungkin juga Sri Mulyani kasih info baru bahwa nggak cukup BLT itu untuk nyogok rakyat dalam 3 bulan karena kalau pertalite dinaikin itu pasti terus-menerus. Nggak mungkin satu minggu naik terus diturunin lagi harganya walaupun ekspektasi harga internasional mungkin akan menurun. Jadi, gampangnya kecemasan dalam Istana itu terbaca pada ketidakpastian naik apa tidak harga itu. Ya, coba kita teruskan nanti kalau daripada kita dibilang memprovokasi, pasti akan ada dampak kerusuhan. Mari kita teruskan soal realitasnya ini. Tadi Anda bicara soal ojek pengkolan. Bagaimana dengan ojek online yang sekarang sudah menjadi fenomena, apalagi di kota-kota besar. Itu dampak ikutannya besar sekali. Kan mereka ini sekarang banyak yang hidup dari ojek online, dan kemudian ojek online menghidupkan juga industri makanan-minuman dan sebagainya. Ini besar sekali jumlahnya sehingga begitu terjadi kenaikan saya kira sangat sensitif. Kalau memainkan 20-30 persen saja itu dampaknya juga sangat terasa buat mereka. Ya, itu sudah menjadi pembicaraan di warung-warung Tegal. Kan saya juga sering makan di warung Tegal yang memang enak itu. Dan, ibu itu bilang begini, kadang saya pesan teri kacang itu, ”Bu, tolong sisanya buat beli teri kacang”, lalu ibu itu bilang, “Paling dua sendok ini”. Jadi, harga kacang dan teri itu terimplikasi, terdampak. Sayur asam juga begitu. Jadi, akhirnya keadaan ini masuk secara masif dan membuat yang mau membeli memang nggak ada pemasukan, yang mau menjual juga susah untuk terus-menerus menahan harga. Jadi itu intinya. Nah ini tidak terbaca karena presiden dan kabinet terutama tetap mengandalkan ya nanti kita turunkan BLT. Itu BLT juga bisa habis di jalan karena dikorupsi oleh sistem distribusi BLT yang memang korupti. Poin itu mendasar sekali. (Ida)
LaNyalla Minta Polisi Tangkap Bos Judi Besar, Bukan Kejar Operator Lapangan
Surabaya, FNN - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta Polri memberantas tuntas kasus perjudian hingga pihak pendukung aktivitas tersebut. Menurutnya, hanya karyawan dari situs judi online yang ditangkap. Padahal dibalik itu, disinyalir ada pengelola besarnya. \"Kita mengapresiasi pemberantasan perjudian oleh aparat kepolisian. Namun sayangnya bos dari judi online belum diberitakan ditangkap. Yang terdengar masyarakat polisi baru menangkap karyawan atau operator lapangan dari situs judi online,\" kata LaNyalla di sela Kunjungan Kerja di Surabaya, Kamis (1/9/2022). Oleh karena itu, dia meminta polisi membongkar secara tuntas dan memprioritaskan pemidanaan kepada bos besarnya. \"Perjudian online sangat merusak mental anak-anak muda. Dua tahun kita dilanda pandemi banyak yang kehilangan pekerjaan. Ketika muncul perjudian online dengan tawaran-tawaran mudah memperoleh uang, akhirnya hal ini membius anak-anak muda. Mereka terjerumus pada judi online dan sulit menghentikannya,\" papar LaNyalla lagi. Yang lebih parah, lanjutnya, tawaran judi online langsung melalui SMS. Artinya pelaku bukan hanya membuka situs judi online semata tetapi juga membobol data. \"Ini patut menjadi perhatian aparat juga. Sebab menghubungi langsung ke nomer pribadi tentu saja sangat mengganggu privasi. Dan perlu diusut kenapa situs judi ini tahu nomer pribadi orang,\" tuturnya. Mewakili publik, LaNyalla mengaku mendukung Polri agar menangkap pelaku perjudian online dan juga pihak-pihak yang berkait atau pihak lain yang turut melindungi aktivitas perjudian. Dia juga berharap aparat kepolisian dan instansi terkait mengedukasi pengguna internet agar tidak masuk pada situs judi online. Seperti diketahui, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan seluruh jajarannya, mulai dari Mabes hingga Polda, untuk memberantas pelaku aktivitas judi baik online maupun konvensional. (mth/*)
Operasi Politik: Apapun Caranya, Anies Baswedan Tak Boleh Jadi Capres
DALAM beberapa hari ini, muncul isu ada upaya menjegal Anies Baswedan maju Pilpres 2024. Jika dilihat dari elektabilitasnya yang selalu berada di tiga besar, menjegal Anies sesungguhnya bukan perkara mudah, tapi karena Anies tidak punya partai, hal itu juga bukan tidak mungkin. Isu adanya upaya penjegalan Anies pertama kali didengungkan Ketua Bappilu Partai Demokrat Andi Arief. Andi membangun asumsi tersebut dari pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut, belum tentu sosok yang elektabilitas tinggi bisa maju pada 2024. Sebab, kewenangan mengajukan capres-cawapres ada di partai politik. Asumsi kemudian dia kuatkan dengan klaim mendengar kabar adanya upaya untuk menjegal koalisi yang akan mencalonkan Anies. Hal itu dilakukan agar Anies tidak mendapatkan tiket untuk maju Pilpres. “Saya mendengar ada upaya menjegal koalisi yang mencalonkan Anies. Anies tidak mendapat koalisi,” ucapnya, seperti dikutip Twitter @Andiarief_, Ahad (28/8/2022). Elektabilitas Anies Baswedan itu adu cepat dengan bakal dikeluarkannya sprindik. Anies berupaya untuk tampil sederhana dan tidak ada partai, tapi popularitas dia itu terletak pada kapasitas intelektualnya, dan prestasi dia yang memang diperlihatkan di DKI Jakarta. “Jadi kalau dilihat dari posisi awal kemerdekaan kita, politisi kita sekarang itu betul-betul kacung-kacung neokolonial saja tuh,” tegas pengamat politik Rocky Gerung saat dialog dengan Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief dalam Kanal Rocky Gerung Official, Rabu (31/8/2022). “Kompetisi itu artinya, biarkan orang bertarung. Bukan dijegal dulu. Itu dijegal oleh petarungnya, bukan oleh kekuasaan. Ganjar Pranowo dan Anies biarkan saja bersaing,” lanjutnya. Berikut petikan dialog lengkapnya. Halo Bung Rocky, apa kabar? Enak enak... Yang tidak enak adalah menunggu harga BBM. Oke, kita tinggalkan dulu per-Sambo-an karena kemarin sudah rekonstruksi walaupun orang kemudian mencatat ada beberapa kejanggalan kenapa tiba-tiba soal adegan penembakan kepala oleh Ferdy tidak ada. Karena sebelumnya muncul informasi soal itu, bahkan itu disampaikan oleh Kapolri mengutip pernyataan dari Barada Richard. Yes, yaitu skenario yang belum selesai. Polisi tentu berupaya untuk mencari cara supaya win-win solution, kira-kira begitu. Karena bagaimanapun ini menyangkut nama-nama yang akan terlibat kiri-kanan itu. Jadi kelihatannya soal Sambo ini tetap akan diproduksi. Karena diproduksi, itu artinya diperlihatkan proses hukumnya. Tapi, di ujung ada kebimbangan bagaimana jika hakim memutuskan lain. Jadi itu soalnya. Ya, ya. Jadi ada semacam unfinish skenario gitu. Iya, unfinish crime. Atau unfinish political konspirasi. Bisa juga begitu. Kalau itu lebih tepat. Konspirasi politik nggak pernah finish. Kita mau ngomongin juga soal political konspirasi ini yang diteriakkan oleh Demokrat dan kemudian dibenarkan oleh PKS, soal skenario menjegal Anies Baswedan. Saya kira ini tidak kalah menariknya dan saya heran sih kenapa Demokrat dan PKS baru teriak sekarang. Kita juga sudah tahu. Iya sudah pasti itu. Berkali-kali kita bahas soal itu. Dalam setiap saat begitu elektabilitas Anies Baswedan naik, sprindiknya bertambah. Begitu kira-kira. Jadi, elektabilitas Anies itu adu cepat dengan bakal keluarnya sprindiknya. Karena kita bisa bayangkan, Anies berupaya untuk tampil sederhana dan tidak ada partai. Tetapi, popularitas dia itu terletak pada kapasitas intelektualnya dan prestasi dia yang memang diperlihatkan di DKI. Tetapi, justru itu yang membuat Anies makin cepat bolak-balik dipanggil KPK, misalnya. Kan dipanggil bolak-balik KPK menggali kasusnya nggak ada. Itu sudah bikin orang merasa bahwa ini nggak bakal jadi. Karena begitu tadi, konspirasi kekuasaan tidak menginginkan Anies. Itu saja soalnya. Lepas kita suka atau tidak suka, kita kritik Anies atau kita puji, tapi dia berhak untuk menikmati kebebasan dia dalam upaya pengeksplorasi diri dan potensi dia untuk menjadi presiden. Itu yang mustinya kita bayangkan. Kalau di ujung nggak ada soal, tapi jangan dijegal di depan dong. Itu juga ngaco. Kalau mau jegal pakai 20%, sudahlah. Tetapi ini masih menjegal seseorang dengan konsprirasi politik. Memang PKS dan Demokrat membaca itu, makin lama makin jelas arah untuk menjegal Anies. Tapi kita nggak tahu apakah Anies bisa dijegal. Kan tetap popular vote-nya tinggi sekali dan itu orang akan melihat bahwa kalau begitu kekuasaan bisa putuskan saja bahwa hanya boleh ada satu calon, yang lain nggak boleh. Yang menantang akan di-KPK-kan. Kan gampang. Dan sebenarnya sudah bisa kita baca kok. Kelihatannya formula E, dia akan jadi pintu masuk. Nanti kalau dan nggak harus soal terima duit loh, ini soal administratif juga bisa di-KPK-kan. Ya, itu hal yang mungkin pembukuannya kurang rapi atau ada satu unsur yang belum dimasukkan dalam pertanggungjawabannya. Itu semua soal akuntansi teknik saja. Ya betul, tanpa terbukti pun kalau sudah cacat administrasi pasti dibawa ke KPK. Tapi seolah-olah itu soal yang besar. Tetapi, karena Anies itu elektabilitasnya naik terus maka akan dicari dimana akuntansi pemerintah DKI itu cacat. Jadi, cacat administrasi bisa berubah menjadi upaya untuk menjegal jalan politik seseorang. Itu buruknya begitu kekuasaan kita. Iya. Jadi, buat Anda, para pendukung Anies Baswedan, banyaklah berdoa dan tunggu perjalanan takdir. Karena seperti apapun mereka membuat konspirasi, tapi kalau jalan takdirnya jadi, ya akan jadi juga. Betul. Kalau soal sprindik kan semua calon presiden yang diusung itu juga sprindiknya ada sebetulnya. Ganjar tetap ada soal KTP, Erick Thohir pasti kemarin juga sudah dilaporkan potensi untuk dapat sprindik. Jadi, kelihatannya memang diajukan semua. Di awal oke silakan maju semua, presiden bahkan dan siapapun silakan maju. Tapi dia hanya ingin satu, yaitu yang dia setujui. Yang dia setujui, kendati punya masalah tetap diagung-agungkan. Itu soal kita di situ selalu. Jadi ketiadaan semacam penghormatan respek terhadap potensi seseorang. Anies berpotensi, Ganjar berpotensi, semua berpotensi. Itu bagusnya kita mulai, selalu kita katakan biarkan yang berpotensi itu berkelahi dulu dalam kompetisi politik, baru konspirasi bolehlah di colong-colong. Ini belum dimulai, konspirasi politiknya sudah mau menghambat. Dan jangan salah bahwa hambatan yang sama juga bisa berlaku untuk PDIP. Ganjar sudah diagung-agungkan supaya PDIP bikin blunder maka PDIP juga bisa dikendalikan dalam permainan politik itu. Tetapi, kalau PDIP serius misalnya pasang seorang yang kena isu Istana, itu sprindiknya keluar dua hari kemudian, walaupun sprindik pada PDIP masih banyak. Kira-kira begitu jalan pikirannya. Saya kira persoalan bangsa kita sekarang ini yang satu ada satu kelompok yang ingin terus berkuasa dengan berbagai cara; yang kedua politisi kita semua juga secara etika juga punya cacat sehingga mudah disandra oleh kekuatan. Itu komorbidnya kebanyakan memang. Jadi, dari awal memang kehidupan politik kita sudah buruk. Penuh dengan intrik korupsi. Sekarang kita mau bayangkan misalnya ini negeri mau ke mana? Kalau kita bisa call para pendiri bangsa itu mereka akan mengatakan ini sudah berantakan. Bayangkan misalnya, standar berpikir founding person kita dibandingkan dengan sekarang kan jauh betul tuh. Nggak ada kita dengar perkelahian ide, pertarungan nilai. Padahal founding person kita melakukan hal yang bermutu. Jadi kalau dilihat dari posisi awal kemerdekaan kita, politisi kita sekarang itu betul-betul kacung-kacung neokolonial saja tuh. Neokolonialnya sekarang kita sebut oligarki. Jadi nggak ada perubahan mental di situ. Ini tanggung jawab siapa? Ya tentu bukan tanggung jawab lurah, tapi tanggung jawab lurah tertinggi kan. Jadi, kalau Presiden Jokowi nggak pernah kasih public address tentang ideas of democration, yang terjadi beginian, jegal menjegal. Kan itu inti dari politik artinya kompetisi. Kompetisi itu artinya biarkan orang bertarung. Bukan dijegal dulu. Itu dijegal oleh petarungnya, bukan oleh kekuasaan. Ganjar dan Anies biarkan saja bersaing. Tapi Anies tidak punya partai, itu soal belakangan. Yang penting rakyat Indonesia tahu ide versus ide. Idenya Ganjar apa? Idenya Anies apa? Idenya Erick Thohir apa? Supaya rakyat tahu oke ini pemimpin kita itu punya potensi. Bahwa kemudian dia dibatalkan oleh 20% itu urusan teknis. Tetapi, urusan etisnya selesai, urusan intelektualnya selesai. Di panggung semua orang bisa nonton. Jangan orang suruh nonton rekonstruksi Duren Tiga saja, sementara konstruksi tiga periode jalan terus. Nah, menarik soal public address ini. Karena saya baru menyadari itu. Di mana-mana saya lihat sekarang ini banyak lembaga pemerintah, lembaga publik dan sebagainya, termasuk kemarin Ganjar di Unair itu kan langsung menyanyikan lagu yang kemarin dinyanyikan oleh anak-anak yang di Istana, lagu campursari itu. Karena Pak Jokowi mengendorse itu maka kemudian orang kemudian ke bawah semua melakukan itu. Dan yang semacam itu kelihatannya yang lebih ingin disampaikan oleh Kepala Negara, bukan soal democration value. I Itu, kita disulap atau disihir seseorang yang memang nggak punya kapasitas berpikir, lalu semua orang ikut pada sihir itu kan? Semua tiba-tiba nyanyi lagi itu. Ya apa poinnya lagu itu. Biar saja Farel yang menyanyikan itu. Jangan dipakai itu sebagai alat untuk dapat dukungan atau mobilisasi jadikan penting pemimpin itu membedakan dengan anak kecil anak kecil lucu kalau pemimpin makhluk nyanyian begitunya nggak lucu pemimpin diminta untuk menyanyikan lagu house. Hai bisanya lagu hak asasi manusia lagu Green Economy lagu planet dapat dukungan atau mobilisasi. Pemimpin itu mampu membedakan dengan anak kecil. Anak kecil lucu. Kalau pemimpin nyanyi begitu ya nggak lucu. Pepimpin diminta untuk menyanyikan lagu hak asasi manusia, lagu green economy, lagu planet ke depan. Itu yang nggak mereka pahami. Karena itu numpang pada popularitas anak kecil. Padahal itu sebetulnya mengeksploitasi anak kecil juga karena yang bersangkutan nggak paham ini ngapain ya, tiba-tiba semua pejabat tinggi itu pakai lagu gue. Kira-kira begitu kata si Farel kan? Jadi sebetulnya itu yang disebut pendangkalan, bukan sekadar pemburukan. Pendangkalan cara berpolitik, mengeksploitasi sesuatu. Kita nggak ada ide untuk membayangkan ada debat tentang masa depan planet. Bagaimana Indonesia masuk kembali dalam percaturan politik dunia. Nggak ada tuh. Yang ada di panggung dangdut lalu joged-joged. (Ida, sof)
Mendagri: Seluruh Daerah pada PPKM Jawa-Bali Berada di Level 1
Jakarta, FNN – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebutkan seluruh daerah pada perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) wilayah Jawa-Bali berada pada level 1. \"Seluruh daerah Indonesia seluruh kabupaten kota masuk level 1, artinya terkendali hijau, saya berterima kasih pada bapak ibu sekalian,\" kata Mendagri Tito Karnavian, di Jakarta Selasa. Pemerintah Indonesia memperpanjang PPKM di wilayah Jawa-Bali guna menekan laju COVID-19. PPKM berlaku dari 30 Agustus sampai dengan 5 September 2022. Selama PPKM satu pekan ke depan. Hal itu tertuang dalam Inmendagri Nomor 41 Tahun 2022 yang diteken Mendagri Tito Karnavian pada 29 Agustus 2022. Dirjen Bina Adwil Kementerian Dalam Negeri Safrizal ZA menyebutkan PPKM diperpanjang, agar masyarakat tetap waspada terhadap penularan COVID-19 di Indonesia seiring dengan semakin meningkatnya mobilitas dan pemulihan perekonomian nasional. Ia juga mengatakan penetapan level 1 pada seluruh wilayah Jawa-Bali didasari pertimbangan dan masukan dari para pakar dengan mempertimbangkan kondisi faktual di lapangan. “Penentuan level kabupaten/kota tetap berpedoman pada indikator transmisi komunitas pada indikator penyesuaian upaya kesehatan masyarakat dan pembatasan sosial dalam penanggulangan pandemi COVID-19 yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan serta pertimbangan kondisi sosial ekonomi masyarakat,” ujarnya Safrizal mengatakan pihaknya terus menyampaikan kepada seluruh pemangku kepentingan di daerah baik dari pemerintah, forkompimda, TNI/Polri, ataupun para pemangku kepentingan lainnya untuk terus menjalin kerja sama dalam penegakan protokol kesehatan. \"Untuk menjaga kondisi pandemi yang semakin membaik,\" kata Safrizal pula. Safrizal meminta para kepala daerah untuk terus melakukan dukungan percepatan pelaksanaan vaksinasi booster secara proaktif, terfokus, dan terkoordinir sebagai wujud pencegahan terhadap varian baru yang muncul. \"Oleh karena itu vaksinasi booster harus terus dipercepat, begitu pula dengan pemakaian aplikasi PeduliLindungi harus terus dilakukan sebagai salah satu upaya melakukan tracing,\" ujarnya lagi. (mth/Antara)
PPHN: Urgensi Roadmap Pembangunan Bangsa
Terhadap kemungkinan tersebut, barangkali mengedepan dua pertanyaan besar. Pertama, bukankah kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara akan mengembalikan bangsa ini ke era pra reformasi? Oleh: Tamsil Linrung, Wakil Ketua MPR/Anggota DPD RI MESKI dicekik anggaran, Komisi Pemilihan Umum (KPU) kukuh meniup peluit tanda dimulainya tahapan Pemilu. Sebentar lagi, panggung politik nasional bertabur janji manis calon presiden. Janji yang sebagian (besar) tidak pernah terealisasi dan menjadi kontroversi yang menguras energi bangsa sepanjang masa jabatan. Bagaimana kita mengevaluasi janji-janji politik presiden terpilih? Bagaimana memberikan sanksi? Pertanyaan-pertanyaan ini penting diajukan di tengah ancaman krisis legitimasi masyarakat terhadap lembaga legislatif sebagai pihak paling relevan. Memang, tidak ada mekanisme hukum yang mengatur soal janji presiden. Namun, UU memberi kuasa kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memanggil, mempertanyakan, dan bahkan untuk menjatuhkan sanksi atas kebijakan pemerintah yang penting, strategis, dan berdampak luas. Sayangnya, kita paham bahwa catur politik tersebut seringkali mengubur kemungkinan itu. Fakta tambungnya koalisi partai pendukung pemerintahan menjadi salah satu pemantik. Koalisi super gemuk ini telah menyulap kedudukan sang presiden menjadi super kuat dan cenderung otoriter. Kecendrungan ini makin dipertegas oleh melemahnya kontrol DPR berikut tumpulnya kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Efek sampingnya, oligarki menguat, politik dinasti menggeliat, KKN menjadi-jadi. Negara seperti berjalan menurut kemauan presiden. Ingin kereta cepat, oke; mau bangun bandara, silahkan; ingin pindah Ibukota Negara, ya monggo. Duit kurang? Tambal dengan hutang! Pendek kata, segala hal yang dimaui tersebut berpeluang dikondisikan, meski rakyat teriak di sana-sini. Persoalannya, bagaimana bila pembangunan infrastruktur tersebut terindikasi tidak tepat sasaran atau merugikan negara? Proyek Kereta Api Cepat Jakarta – Bandung, misalnya. Atau, fonomena maraknya bandara yang sepi bak sebuah kuburan, seperti Bandara Kertajati di Majalengka, Bandara JB Soedirman di Purbalingga, Bandara Ngloram di Blora, atau Bandara Wiriadinata yang ada di Tasikmalaya. Siapa yang bertanggung jawab atas semua itu dan bagaimana kita menagih tanggung jawabnya di tengah hegemoni politik koalisi partai pendukung pemerintah? Tak hanya pembangunan infrastruktur, pemaksaan implementasi kebijakan yang nyata-nyata memunggungi kehendak rakyat juga terjadi. Tengoklah pengesahan UU Cipta Kerja berkonsep Omnibus Law itu. Rakyat telah menyatakan penolakannya dengan tumpah ruah ke jalan. Begitu banyak gesekan yang telah terjadi. Namun, UU itu tetap disahkan dan pada akhirnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. Kisah kecut itu seharusnya mengetuk kesadaran kita untuk memikirkan urgensi roadmap pembangunan bangsa. Dulu, kita memiliki Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai panduan bersama mengelola pembangunan negeri. Tapi reformasi menyepakati program itu ditiadakan. Sebagai respon atas ketiadaan GBHN, dibuatlah UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. Namun, dalam perjalanannya kemudian, kedua UU ini terbukti tidak menjadi solusi. Itu pula salah satu dari pertimbangan lahirnya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Sayangnya, wacana PPHN bergulir ke publik bertepatan dengan isu presiden tiga periode. Masyarakat resah dan khawatir, misi politik dangkal tiga periode menjadi penumpang gelap bila kotak pandora bernama amandemen UUD 1945 dibuka. Tentu saja, kita memaklumi keresahan dari masyarakat. Oleh karena itu, Badan Pengkajian MPR mengusulkan PPHN dihadirkan melalui konvensi ketatanegaraan. Terobosan ini diajukan untuk menghindari mekanisme amandemen, dengan berpijak pada Pasal 100 ayat (2) Tata Tertib MPR, bahwa ketetapan MPR dapat dilakukan melalui konvensi ketatanegaraan yang bisa mengikat ke dalam, ke luar, maupun mekanisme lain yang sejalan dengan konstitusi kita. Badan Pengkajian MPR telah menyampaikan beberapa alternatif dan telah diterima dan diapresiasi oleh pimpinan MPR yang diketuai Bambang Soesatyo melalui rapat gabungan Fraksi dan Kelompok. Substansi yang ingin dicapai melalui PPHN adalah agar pembangunan terarah secara jelas dan selaras dengan tujuan nasional kita. Juga agar program pembangunan yang berorientasi jangka pendek dapat dieliminir, sehingga semua program pembangunan memijak konstitusi. Memang, konsekuensi logis dari lahirnya PPHN adalah keharusan adanya lembaga yang mengevaluasi implementasi PPHN. Merujuk pada masa lalu, pertanggungjawaban presiden adalah kepada MPR. Konsep ini tentu secara otomatis merestorasi kedudukan MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara. Terhadap kemungkinan tersebut, barangkali mengedepan dua pertanyaan besar. Pertama, bukankah kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara akan mengembalikan bangsa ini ke era pra reformasi? Kedua, bila koalisi partai pendukung pemerintah yang begitu tambung itu dipandang memunculkan hegemoni politik, bukankah MPR diisi oleh fraksi dari partai yang sama sehingga berpotensi memunculkan kecendrungan yang juga sama? Hemat saya, tidak ada salahnya kita belajar atas perjalanan sejarah negeri, menyaring untuk kemudian mengambil yang baik dan membuang jauh-jauh yang dipandang buruk. Kita tidak ingin kedudukan presiden lemah. Tapi tentu juga tidak ingin kedudukan presiden yang super kuat dan menjadikannya otoriter. Dalam konteks itu, PPHN dapat menjadi jalan pertengahan karena lunak ketimbang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang hanya berbasis kepada visi presiden namun lebih fleksibel ketimbang GBHN karena PPHN memberi ruang bagi kreativitas presiden dan wakil presiden dalam menyusun visi, misi, dan program pembangunan. Terhadap soal kedua, ya, betul bahwa anggota DPR juga merupakan Anggota MPR. Tetapi jangan lupa, MPR juga diisi oleh Anggota DPD. Maka dengan PPHN plus kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, DPD mendapat jalan penguatan dalam proses check and balances kepada eksekutif. Artinya, sebagai “fraksi” terbesar di MPR, DPD bisa memberikan sentuhan baru dalam dinamika tersebut. Langkah ini sekaligus menumbuhkan harapan untuk sedikit mengobati sistem bikameral kita yang mandul. (*)
Ucapkan Selamat ke Pemenang Lomba Esai, LaNyalla: Anak Muda Harus Melek Politik
Jakarta, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, memberikan ucapan selamat kepada para pemenang lomba esai bertema \'Mengapa Oligarki Harus Menjadi Musuh Bersama Rakyat\'. Pemenang lomba yang dilaksanakan LaNyallaCenter.id itu, diumumkan Senin (29/8/2022) malam. LaNyalla sendiri menyambut baik antusias peserta yang mengikuti lomba. \"Antusias peserta ini membuktikan jika generasi muda masih peduli pada kondisi bangsa. Karena bagaimanapun, anak-anak muda harus melek politik untuk mengawal arah perjalanan bangsa,\" tuturnya, Selasa (30/8/2022). Dijelaskan LaNyalla, bangsa ini membutuhkan anak-anak muda intelektual dan memiliki pola pikir yang kritis. \"Perjalanan bangsa ini telah berubah setelah naskah UUD 1945 digantikan UUD 2002. Oleh karena itu, kita ingin pembangunan bangsa kembali on the track berdasarkan UUD 1945 naskah asli yang kemudian dapat disempurnakan oleh adendum. Untuk mendukung hal itu, bangsa ini membutuhkan anak-anak muda intelektual yang kritis terhadap kondisi bangsa,\" ujar Senator asal Jawa Timur itu. LaNyalla berharap sikap kritis para peserta tidak hanya diperlihatkan dalam lomba esai. \"Jangan berhenti, teruslah asah kemampuan berpikir untuk membantu memperbaiki kondisi bangsa,\" katanya. Lomba Esai ini diikuti 253 peserta. Tingginya jumlah peserta membuat dewan juri meminta tambahan waktu untuk memilih 10 tulisan terpilih. Pemenang yang sedianya akan diumumkan 25 Agustus, diundur menjadi tanggal 29 Agustus. Dari total jumlah peserta, terseleksi 90 di tahap awal penjurian. Dari 90 terseleksi menjadi 27 nominator, dan dari 27 terpilih 10 tulisan dengan skor tertinggi. Masing-masing 10 penulis terpilih berhak mendapatkan uang sejumlah Rp 1 Juta, Piagam Penghargaan, Buku \'Peta Jalan Mengembalikan Kedaulatan dan Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat, serta Buku \'Jalan Hidupnya Ditempa Bagai Keris\'. Sepuluh Pemenang Lomba Esai tersebut adalah 1. Nama: Yohanes Damaiko Udu; Judul Esai: Oligarki, Korupsi Politik, dan Pancasila; Asal: Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. 2. Nama: Sholahudin Al Ayubi; Judul Esai: Dominasi Oligarki Batu Bara di Masa Pemerintahan Jokowi; Asal: Universitas Indonesia, Jakarta. 3. Nama: Rezky Amalia Rustam; Judul Esai: Pandemi Oligarki 1998; Gapura Ancaman Generasi-Z Indonesia; Asal: Universitas Hasanuddin Makassar 4. Nama: Resha Hidayatullah; Judul Esai: Oligarki VS Masyarakat; Asal: UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. 5. Nama: Jacko Ryan; Judul Esai: Indonesia Dalam Cengkraman Oligarki: Penjajahan Baru dan Masa Depan Demokrasi; Asal: Universitas Airlangga Surabaya. 6. Nama: Samsul Arifin; Judul Esai: Oligarki dan Cita-cita Reformasi; Asal: Universitas Amikom Purwokerto. 7. Nama: Ahmad Riyadi; Judul Esai: Indonesia Bukan Milik Oligarki; Asal: STAIN - Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau. 8. Nama: Riskan; Judul Esai: Oligarki Bagaikan Penjajahan Baru; Asal: Universitas Cokroaminoto Palopo. 9. Nama: Delvia Sizka; Judul Esai: Cegah Terulangnya Praktik Oligarki di Indonesia; Asal: Universitas Jambi. 10. Nama: Muhammad Andi Firmansyah; Judul Esai: Melawan Hegemoni Elite: Mendiagnosis Efek Domino Dari Munculnya \'Rezim Oligarki\' Dalam Demokrasi Indonesia; Asal: Universitas Padjajaran Bandung. (mth/*)
Menkes: Auditor Negara Sangat Membantu Selama Krisis Pandemi COVID-19
Jakarta, FNN – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menilai auditor negara sangat membantu selama krisis pandemi COVID-19, dimana krisis tersebut bukanlah krisis biasa lantaran merupakan gabungan dari masalah kesehatan dan ekonomi.\"Ini fakta yang saya lihat dari auditor, auditor bekerja dengan kami pada 2020, 2021, dan 2022. Kami mendapatkan dukungan yang sangat jelas dari mereka,\" kata Budi dalam Sharing Session 1 Konferensi Tingkat Tinggi Supreme Audit Institutions G20 (SAI20) di Nusa Dua, Badung, Bali, Senin.Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara berkelanjutan bekerja bersama untuk memanajemeni empat area risiko dalam belanja COVID-19, yakni pembayaran rumah sakit, sistem kontrol, kebijakan, serta manajemen internal.Dalam area risiko pembayaran rumah sakit, ia menyebutkan Kemenkes dan BPK bekerja sama dalam memastikan pembayaran sesuai dengan klaim layanan COVID-19 yang sebenarnya dan dibayarkan tepat waktu. Kemudian pada sistem kontrol, memastikan sistem kontrol pembayaran klaim pasien COVID-19 cukup, transparan, dan akuntabel.Lebih lanjut, kerja sama Kemenkes dan BPK dalam area risiko kebijakan adalah memastikan klaim pembayaran layanan pasien COVID-19 sesuai dengan kebijakan yang ada. Sementara dalam area manajemen internal yakni dengan memastikan sistem kontrol internal yang kuat untuk pengadaan dan distribusi vaksin COVID-19.Budi mengatakan saat pandemi COVID-19 melanda, Kemenkes memiliki strategi yang sangat jelas berdasarkan pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sehingga anggaran pandemi dibagi sesuai dengan penanganan masing-masing.\"Kami menginformasikan BPK sejak saat itu, berapa banyak uang, dan apa jenis program atau strategi protokol kesehatan serta strategi deteksi seperti strategi pengobatan dan strategi vaksinasi,\" ucap dia.Kemenkes sendiri, kata dia, banyak menekankan pada sisi defensif yaitu mekanisme pendeteksian kesehatan kepada orang yang sehat.Dengan demikian, pandemi sejauh ini telah berhasil meningkatkan arsitektur kesehatan global untuk membangun dunia yang lebih sehat dan lebih aman, tidak hanya untuk generasi sekarang, tetapi juga untuk generasi yang akan datang. (mth/Antara)