NASIONAL
LaNyalla: Ekonomi Bisa Terhambat Kalau Pasokan BBM Bermasalah
Surabaya, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta pemerintah memastikan pasokan BBM tidak terkendala. Karena, hal tersebut bisa membuat pergerakan ekonomi ikut terhambat. Hal ini disampaikan LaNyalla menyusul terjadinya antrian kendaraan karena pasokan BBM dikurangi kembali. \"Hal ini tentu menjadi permasalahan di tingkat konsumen. Karena, BBM bersubsidi di sejumlah SPBU kembali langka,\" katanya, saat reses di Surabaya, Ahad (24/7/2022). LaNyalla menilai langkah pemerintah memaksa menaikan harga BBM dan mencabut subsidi saat sedang pemulihan ekonomi tidaklah bijaksana. \"Sebab, masyarakat baru saja memutar roda perekonomiannya. Dengan kelangkaan BBM, maka potensi guncangan dan hambatan pemulihan bisa berdampak secara domino,\" ujar Senator asal Jawa Timur itu. LaNyalla menegaskan, pergerakan ekonomi sejalan dengan pergerakan orang. BBM bersubsidi pun kebanyakan digunakan kendaraan yang memang diperbolehkan mengkonsumsi Pertalite sebagaimana aturan pemerintah. \"Saya yakin masyarakat yang menggunakan kendaraan bagus dan mewah tidak menyasar BBM bersubsidi seperti pertalite,\" katanya. Oleh karena itu, LaNyalla meminta pemerintah tetap memberikan pasokan BBM bersubsidi secara normal. “Pemerintah harus memastikan pasokan berjalan normal agar tetap terjadi pergerakan ekonomi. Kita harus mendukung pemulihan ekonomi riil, dan tentu saja hal itu banyak bergantung pada ketersediaan BBM,\" katanya. (*)
Perang Bintang Bikin Kasus Penembakan Brigadir Joshua Jadi Rumit
PRESIDEN Joko Widodo sudah memerintahkan Polri terbuka dan mengusut tuntas terkait proses penyelidikan kasus penembakan antar anggota yang menewaskan Brigadir Joshua Hutabarat di rumah dinas Kadiv Propam Polri, Jum’at (8/7/2022). “Saya kan sudah sampaikan, usut tuntas, buka apa adanya. Jangan ada yang ditutup-tutupi, transparan. Sudah!” tegas Presiden Jokowi di sela kunjungan kerjanya di Pulau Rinca, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, Kamis. Jokowi mengatakan transparansi menjadi sangat penting dalam penyelidikan kasus penembakan yang menewaskan Brigadir Joshua, sehingga tidak muncul keraguan masyarakat terhadap institusi Polri. “Ini yang harus dijaga. Kepercayaan publik terhadap Polri harus dijaga,” papar Presiden Jokowi. Terkait kasus baku tembak antar anggota Polri tersebut, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menonaktifkan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Karo Pengamanan Internal (Paminal) Polri Brigjen Hendra Kurniawan, dan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol. Budhi Herdy Susianto. Menurut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, penonaktifan tersebut dalam upaya menjaga transparansi, objektivitas, dan akuntabilitas Polri dalam mengungkapkan kasus baku tembak antar anggota tersebut. Bagaimana pengamat politik Rocky Gerung dalam melihat kasus penembakan Brigadir Joshua ini, berikut petikan dialognya bersama wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam Kanal Rocky Gerung Official, Jum’at (22/7/2022). Presiden Jokowi sudah dua kali menyampaikan peringatan kepada Kapolri agar kasus tewasnya Brigadir Joshua Hutabarat dibuka seterang-terangnya. Dan polisi seperti kita ketahui Kapolri dalam hal ini sudah mulai mengambil langkah-langkah yang menurut saya luar biasa, karena sudah menonaktifkan tiga orang. Ferdy Sambo, Kadivpropam dinonaktifkan, yang ada di pusaran peristiwa Karopaminal (Karo pengamanan internal) yang melarang kelurga Joshua untuk membuka peti mati dan kemudian ternyata dengan berhasilnya dibuka peti mati dan difoto-foto itulah kemudian menjadi tabir yang sekarang sudah terbuka. Kemudian Kapolres Metro Jakarta Selatan yang skenarionya bolong-bolong, ini kelihatannya belum belajar penulisan skrip, mesti belajar dengan script writer kalau mau membuat skenario. Dan Pak Jokowi, terakhir kemarin, hari Kamis, mempersoalkan. Ini menurut saya menarik saya karena saya jadi teringat pernyataan Pak Mahfud MD bahwa ini bukan hanya pertaruhan Pak Listyo Sigit loh karena ternyata harusnya menjadi pertaruhan Pak Jokowi juga. Betul memang karena polisi di bawah Presiden Jokowi juga kan. Dan di negara-negara lain kasus seperti ini selesai di tingkat kabupaten karena profesionalitas. Di sini ini terpaksa kepala negara musti ngomong karena berkepanjangan. Hal itu terjadi karena penundaan untuk memperlihatkan kausalitas. Karena, publik meragukan teori sebab-akibat yang diterangkan oleh Kapolres Metro Jakarta Selatan, lalu terbuka peluang untuk menduga-duga, ada kausalitas lain. Lalu orang sibuk dengan, bagaimana membuktikan kalau jenazahnya sudah jadi jenazah korban itu. Dia nggak bisa lagi bicara. Ya nggak dong, jenazah itu bisa bicara. Mayat itu punya kemampuan bicara. Bahasa kita dengan jenazah itu namanya otopsi. Jadi kira-kira begini, biarkan sang korban itu sebagai jenazah untuk bicara, mendahului apa yang diucapkan oleh Kapolres atau pejabat Humas Kapolri. Kan sebelum jenazah bicara nggak boleh ada orang bicara. Jenazah itu bicara dengan memakai bahasa otopsi. Karena itu, forensik itu adalah cara untuk meminta sang jenazah untuk bicara sendiri. Itu yang nggak dilakukan. Jadi, kalau sekarang ada otopsi baru, itu berarti otopsi lama bohong-bohongan. Dan, mesti dihukum itu mereka yang membuat otopsi bohong-bohongan. Jadi hormati jenazah itu, jangan manipulasi tubuh sang jenazah ini dengan segala macam skenario. Biarkan ilmu forensik minta dengan sopan supaya si jenazah itu bicara. Karena itu diperlukan otopsi ulang. Kira-kira itu soal teknisnya. Sekarang soal yang agak politis, karena Presiden Jokowi akhirnya sedikit memaksa untuk lakukan keterbukaan segala macam. Ini juga sebagai sinyal bahwa soal-soal pengambilan keputusan itu akhirnya musti tunggu semacam sinyal dari Presiden. Karena kalau nggak ada sinyal dari presiden justru interpretasi diantara para bintang di Polri itu yang bermain. Dan, opini publik diayunkan oleh macam-macam interpretasi itu. Tapi sekali lagi Pak Jokowi bertanggung jawab penuh, bukan sekedar minta supaya masalah itu selesai. Jadi, karena hal ini ada komando tertinggi dari institusi yang kadangkala di belakangnya ada latar belakang politik. Pergantian Kapolri itu sangat bias politik. Seringkali publik menduga lebih dahulu, padahal sebetulnya dugaan itu dipermainkan oleh opini publik. Hal yang dulu kita anggap sudahlah kalau Kapolri itu ditunjuk saja, nggak usah ada semacam fit and proper test, sehingga melibatkan partai politik, kalangan intelijen juga bermain untuk menentukan siapa yang layak jadi Kapolri. Jadi bagian-bagian ini sekaligus kita pakai momentum untuk betul-betul mengatakan bahwa profesi itu diatur etika profesi, bukan oleh etika para politisi. Saya membayangkan gini, ini rujukannya kan kita biasanya nonton film-film Hollywood atau seri-seri film di Amerika. Kalau ada kasus-kasus begini biasanya Kapolres atau Kapoldanya pasti sudah ketakutan karena walikotanya akan selalu menekan. Karena kalau ada sebuah kasus tidak terungkap, persoalannya dia tidak akan terpilih lagi pada pemilihan walikota berikutnya. Jadi lebih baik dia ganti itu komisaris polisinya daripada dia yang harus diganti. Saya membayangkan dilema yang dihadapi Pak Jokowi sekarang seperti itu juga. Iya, Pak Jokowi merasa, sudah dia nggak bakal terpilih lagi jadi nggak ngurus lagi siapa yang jadi kepala polisi. Jadi ini sebetulnya karena tadi saya ucapkan bahwa berdempet antara variabel profesi dan variabel politisi itu. Hal yang musti kita batalkan dari awal reformasi itu supaya polisi itu betul-betul hanya bekerja berdasarkan peralatan forensik yang dia punyai, bukan berdasarkan bisikan, si ini punya potensi untuk menjadi ke Kapolri karena diproteksi dulu. Jadi gen di antara Istana dan kepolisian itu justru yang membuat semua soal akhirnya dicurigai orang. Kan kecurigaan itu datang karena polisi dianggap itu bagian dari peralatan politik presiden. Kan itu, bukan hanya dalam kriminal tapi dalam banyak soal itu. Dalam soal korupsi juga, dan apalagi dalam soal kampanye presiden. Jadi, keberpihakan polisi kepada kepala negara, itu justru yang membuat banyak orang curiga sehingga kasus seperti tadi, peristiwa kriminal biasa di rumah seorang petinggi polisi, terpaksa musti diusut sampai ke atas itu latar belakangnya apa, ada problem sebelumnya. Itu mungkin yang membuat kasus ini jadi njlimet cara pengungkapannya. Tapi tetap kita kasih pujian awal bahwa Pak Listyo itu tahu tentang program ini, lalu diambil-alih dengan menunjuk Wakapolrinya sebagai pejabat sehingga nggak ada kasak-kusuk lagi. Karena ini langsung Wakapolri maka bintang-bintang yang lain disuruh diam saja karena ini langsung Wakapolri yang adalah asisten khusus. Dalam keadaan ini dia adalah asisten yang dipercaya bahwa dia tidak akan dipengaruhi oleh bintang-bintang yang lain karena dia langsung di bawah Kapolri pangkatnya. Jadi sejak awal sebenarnya kita bisa sederhanakan kasus ini karena ada soal Perang Bintang yang kemudian membuat kasus yang gampang jadi susah. Kadi kembalikan pada prinsip bahwa tubuh korban itu mampu untuk bicara melalui bahasa yang disebut forensik dan keahlian otopsi. Jadi sudah, kita sampai di situ, semua hal kita taruh dulu dalam tanda kurung, nanti tanda kurungnya kita hilangkan, soal selingkuh, soal siapa yang menyuruh, apakah betul senjata itu senjata yang menyebabkan kematian, atau ada senjata lain. Apakah jenazahnya itu di rumah Pak Sambo atau sebetulnya dia masih hidup waktu dibawa ke situ. Ya macam-macam. Semua itu kan bisa diterangkan nanti kalau betul-betul yang disebut otopsi kedua ini betul-betul otopsi secara forensik dan secara saintifik. Itu intinya kan? Jadi sudahlah, hilangkan variabel yang lain supaya kita fokus pada prinsip habeas corpus, bahwa jenazah itu atau tubuh korban itu harus mampu untuk membela diri di depan pengadilan melalui peralatan otopsi dan forensik, ilmu hukum kriminal. Iya, saya percaya dengan profesionalisme dari dokter-dokter kepolisian. Tapi persoalannya bukan persoalan forensik yang dilakukan pihak kepolisian, tapi bagaimana menyajikan hasil dari forensik. Karena dicoba ditutup-tutupi, tidak boleh dibongkar jenazahnya, dan sebagainya. Nah ini yang kemudian membuat akhirnya publik menganggap bahwa semua tidak bisa dipercaya. Karena itu kemudian pengacara juga minta bahwa harus ada tim forensik dari TNI. Dia dia minta seluruh forensik dari TNI, baik TNI AL, TNI AD, dan TNI AU. TNI AL sudah menyatakan bahwa mereka bersedia saja asal ada perintah dari Panglima TNI. Ya, itu jadi kita bayangkan bagaimana hal yang sederhana menjadi rumit karena kekonyolan awal dari pihak kepolisian yang tiba-tiba langsung dari awal menyatakan bahwa ini ada soal sexual harassment dan ini ada saling membela diri, tembak-menembak. Jadi sebelum seluruh fasilitas yang memungkinkan kita tahu apa yang terjadi, sudah diucapkan lebih dahulu kesimpulannya oleh pihak Polres Metro Jakarta Selatan. Padahal orang anggap kalau dari awal sudah tahu, itu kenapa nggak dibuka dari awal. Kalau dari awal di situ ada kejahatan kenapa tidak ada police line di situ. Jadi itu yang menyebabkan akhirnya semua merasa kita nggak percaya lagi itu. Maka minta tolong TNI. Jadi bayangkan satu peristiwa yang simpel akhirnya variabelnya jadi panjang lebar. Demikian juga soal-soal yang lain. Soal ekonomi, politik, itu pasti orang berpikir nggak ada yang benar ucapan dari dalam kekuasaan. Lalu orang pun curiga. Jadi, kecurigaan sudah jadi semacam tata bahasa baru pada kita. Nanti bahayanya kalau presiden juga memberi sinyal bahwa itu bohong. Iya, tapi setelah publik marah di seluruh Indonesia. Nggak ada satu orang pun di Indonesia (dalam dugaan saya) yang percaya apa yang diucapkan di awal kasus ini sehingga kita bongkar lagi dari awal. Dan, membongkar itu juga menimbulkan psikologi baru, karena jenazah itu kok dibongkar lagi. Tetapi keluarga tetap menganggap oke, demi kebenaran, silakan. Kita ingin agar seluruh kemampuan bangsa ini untuk menentukan sebab-akibat setelah peristiwa itu harus dibuka pada publik. Sekarang ada problem kedua itu, apa yang sedang dipikirkan para penyidik untuk menyusun bahasa. Jangan sampai terjadi autopsi ketiga lagi. Itu yang artinya kita habis sebagai negara hukum dan kepercayaannya itu betul-betul nggak ada lagi. Dan citra polisi langsung ambruk. (Ida/mth)
Bertemu Aktivis ARM, LaNyalla: Jalan Mengembalikan Kedaulatan adalah Kembali ke UUD 45
Jakarta, FNN - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan satu-satunya jalan mengembalikan kedaulatan rakyat kepada rakyat hanya dengan kembali ke UUD 1945 naskah asli, untuk kemudian dilakukan penyempurnaan dengan pola adendum. Karena UUD hasil amandemen 1999-2002 sudah terbukti meninggalkan Pancasila dan membuat Indonesia semakin liberalis dan kapitalistis. Dan selama 20 tahun sejak 2002, kondisinya bukan membaik. Tapi, semakin menguatkan oligarki ekonomi dan politik. Hal itu disampaikan Ketua DPD RI saat menerima audiensi sejumlah elemen masyarakat, mahasiswa dan buruh yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) di kantor DPD RI, Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Jumat (22/7/2022). Hadir koordinator ARM Menuk Wulandari, perwakilan Konsemapsa (Konsentrasi Mahasiswa Peduli Bangsa) Razaq Ode, perwakilan buruh dari PPMI (Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia) Daeng dan beberapa aktivis lainnya. Sedangkan Ketua DPD RI didampingi Senator asal Lampung Bustami Zainudin dan Senator Kalimantan Selatan Pangeran Syarif Abdurrahman Bahasyim, Staf Khusus Ketua DPD RI Togar M Nero dan Brigjen Pol Amostian, Kabiro Setpim DPD RI Sanherif S. Hutagaol dan Kapusperjakum DPD RI Andi Erham. “Pasti ada pihak-pihak yang tidak mau kembali ke UUD 1945, dengan simplifikasi seolah kembali ke Orde Lama dan Orde Baru, padahal konsep nilai UUD 1945 itu paling sesuai. Makanya hanya perlu disempurnakan dengan cara adendum agar tidak mengulang kesalahan masa lalu. “Saya katakan, mereka yang menolak sistem asli Indonesia ini hanya ada dua, yaitu yang sekarang menikmati kekayaan Indonesia, dan mereka yang belum memahami secara utuh sistem nilai yang digali para pendiri bangsa ini,” tukasnya. Dikatakan LaNyalla, setelah MK menolak gugatan DPD RI soal Presidential Threshold, ia mengatakan akan memimpin perjuangan untuk kembalikan kedaulatan negara ini kepada rakyat sebagai pemilik sah. “Caranya kita harus kembali ke UUD 45 asli, untuk kemudian kita sempurnakan dengan cara adendum, bukan mengganti total konstitusi seperti UUD 2002 yang isinya 95 persen berbeda dengan UUD 1945,” tegasnya lagi. Cara yang dilakukan adalah dengan menggerakkan semangat dan menyadarkan pikiran berbagai elemen masyarakat serta para tokoh bangsa mengapa harus kembali ke UUD 1945. Makanya kata LaNyalla dia akan terus menemui satu per satu tokoh, baik di lingkungan Lembaga Negara, Ketua Partai, Tokoh Masyarakat dan Pimpinan Ormas. Dia juga membuka diri untuk bertemu semua elemen masyarakat. “Kenapa harus kembali ke UUD 1945 karena sejak Amandemen 1999 sampai 2002 itu negara ini semakin jauh dari merdeka, rakyat semakin miskin, sumber daya alam semakin dikuras oleh oligarki yang rakus. UUD 1945 adalah solusinya,\" ucap LaNyalla. Menurut LaNyalla dalam pemilihan Presiden pun, dia ingin sesuai UUD 1945 yaitu mengembalikan pemilihannya kepada MPR RI sebagai lembaga tertinggi di Republik ini. “MPR RI harus menjdi wadah yang utuh, yang menampung semua elemen bangsa yang super majemuk ini. Ada partai politik, ada utusan daerah, ada utusan golongan, ada TNI-Polri. Bukan hanya ditentukan oleh partai politik saja,” papar dia. Meskipun kembali, namun LaNyalla mengatakan bahwa UUD 1945 naskah asli harus tetap diperbaiki. Namun dengan cara yang benar. Tanpa mengubah konsep bernegara Pancasila. Koordinator ARM, Menuk, sepakat dan mendukung penuh langkah Ketua DPD RI. Dia yakin kembali ke UUD 1945 adalah solusi utama bagi permasalahan bangsa yang terjadi. “DPD RI satu-satunya lembaga yang bisa menerima jeritan rakyat. Kami mendukung langkah Ketua DPD RI dan jajarannya. Kami berharap DPD RI sebagai lokomotif gerakan perubahan untuk wujudkan cita-cita nasional,” ucap Menuk. “Intinya kedatangan kami ke sini, mewakili suara banyak orang terutama enak-emak, mohon Ketua DPD RI untuk memimpin kami mencari solusi ke depan agar rakyat tetap berdaulat,” imbuhnya. Daeng dari PPMI menyampaikan keresahannya akan RKUHP yang akan disahkan oleh DPR RI. Dimana pasal-pasalnya memunculkan sanksi-sanksi agi pengkritik rezim. “Kritik akhirnya diasumsikan sebagai penghinaan dan berujung pada penjara. Saat ini rakyat tidak boleh kritis kepada pemerintah, sementara pemerintah dan DPR seenaknya bikin UU tanpa mendengar suara rakyat,” tegasnya. Razaq perwakilan Mahasiswa Konsemapsa juga menyatakan hal serupa tentang draft RKUHP yang kontroversial. Dia mencontohkan ada pasal yang berbunyi demonstrasi yang menyebabkan kemacetan akan dipenjarakan. “Hal ini tidak logis dan kesesatan berpikir dari pemerintah sendiri,” tukas dia. Sejauh ini lanjutnya pihak eksekutif, legislatif dan yudikatif sudah tidak aspiratif lagi bagi rakyat. Hal itu harus didobrak supaya bangsa Indonesia tidak semakin rusak dalam sistem politik, hukum dan ekonomi. (mth/*)
Habib Rizieq Bebas, Siap Kembali Pimpin Perlawanan Oposisi
HABIB Muhammad Rizieq Shihab bin Husein Shihab alias HRS resmi keluar dari tahanan Bareskrim Polri setelah menjalani masa hukuman atas vonis RS Ummi, Kota Bogor. HRS keluar tahanan sekitar pukul 6.30 menuju rumahnya di Petamburan, Tanah Abang Jakarta Pusat. HRS mendapatkan pembebasan bersyarat, karena divonis 8 bulan dalam kasus kerumuman di Petamburan. Dalam kasus ini HRS juga didenda Rp 50 juta. Sedangkan dalam kasus RS Ummi, HRS akhirnya divonis 2 tahun setelah pengajuan PK (Peninjaunan Kembali) ke Mahkamah Agung (MA) dikabulkan. Sebelumnya, kabar bebas bersyaratnya HRS disampaikan Koordinator Humas dan Protokol, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Rika Aprianti. Bebas bersyaratnya HRS ini menjadi sorotan wartawan senior FNN Hersubeno Arief dan pengamat politik Rocky Gerung dalam Kanal Rocky Gerung Official, Kamis (21/7/2022). Petikannya: Habib Rizieq Syihab kemarin akhirnya mulai menjalani pembebasan bersyarat. Biasanya orang yang menjalani pembebasan bersyarat berarti sudah menjalani dua pertiga dari hukuman. Karena kan dia ada dua hukuman, yang satu 8 bulan untuk Petamburan; satu lagi 2 tahun untuk swab di rumah sakit Ummi. Kalau kita itung-itung memang sekarang mungkin ditambah dikurangin remisi, sudah dua remisi Idul Fitri dan dua remisi kemerdekaan. Jadi sudah sekitar dua-pertiga karena dia ditangkap tanggal 30 Desember 2020. Dan, ternyata memang tetap saja Habib Rizieq menyedot perhatian banyak orang, meski belum bebas sepenuhnya. Saya kira itu yang kita sebut kasus yang agak absurd dan tiba-tiba ada soal pembebasan bersyarat. Dan itu secara teknis hukum memang pembebasan bersyarat, tapi rasa keadilan publik itu sudah nggak peduli mau bersyarat atau tidak bersyarat, tapi tetap dianggap itu tidak adil. Karena dalam perbandingan dengan tokoh-tokoh lain yang dengan gampang memanipulasi kesehatannya, nggak kena apa-apa. Jadi bagian itu sebetulnya yang dilihat publik. Bukan soal ya sudah dibebaskan bersyarat, ya itu orang sudah lupa apa yang disebut dengan peristiwa hukumnya. Yang orang ingat adalah peristiwa ketidakadilannya. Nah, sampai sekarang banyak betul orang dengan kondisi yang sama dengan apa yang dilakukan Habib Rizieq, hanya berbohong kecil, itu kena 2 tahun hukuman dan masih belum bebas sempurna; sementara aparat kekuasaan petinggi-petinggi itu melenggang kangkung berbohong berkali-kali. Jadi, kalau intinya berbohong kan tidak menimbulkan kehebohan waktu itu. Jadi heboh ketika ditangkap justru. Jadi orang masih ingat bahwa tidak ada kehebohan. Habib Rizieq hanya mengatakan secara jujur bahwa dia sehat. Bahwa kemudian secara teknis dinyatakan tidak sehat, itu bukan urusan Habib Rizieq karena dia merasa dia sehat. Tapi itu sudah kita selesaikan itu, dan sekarang Habib Rizieq akhirnya diasuh kembali oleh suasana politik dan memang itu sangat timely, tepat waktu, Habib Rizieq keluar, karena soal Islamofobia. Jadi tetap kita membayangkan, ini ada semacam diam-diam ada sedikit upaya tuker tambahlah, kira-kira begitu. Dan, pada saat sekarang ini juga lagi pada heboh yang soal polisi yang juga diindikasikan bagian dari tim yang menangani KM 50. Jadi tetap orang lihat bahwa apa sebetulnya di belakang pembebasan lebih spesifik, selain soal memang dia berhak untuk mendapat pembebasan bersyarat. Jadi spekulasi ini kemudian muncul. Karena itu, beberapa kalangan menganggap Habib Rizieq akan memimpin lagi demo-demo besar. Dan itu juga bisa kita anggap sebagai provokasi jebakan karena dalam kondisi pembebasan bersyarat itu enggak boleh ada kejadian yang memungkinkan dia kena delik dua kali dan itu artinya akan ada pemberatan. Jadi tetap, Habib Rizieq ini menjadi ukuran. Pertama dia ukuran tentang keadilan; yang kedua dia ukuran tentang stabilitas politik. Itu yang akan jadi pembicaraan publik mulai hari ini. Iya, karena bagaimanapun juga tetap saja Habib Rizieq ini salah satu figur yang saya kira signifikan dalam peta politik Indonesia dan kita tahu dia mewakili satu kelompok yang disebut sebagai Islam garis kanan. Karena cara dia ini kan di kanan luarlah gitu kalau kita menggunakan cara pembagian politik di Indonesia. Sekarang ini sebenarnya meskipun Pilpres masih dua tahun lagi tapi sudah mulai bermunculan kampanye-kampanye dan kita tahu bahwa bagaimanapun ada gerbong besar di belakang Habib Rizieq. Kalau saya baca survei, meskipun kita sering mengkritisi soal survei, yang agak mengejutkan nama Habib Rizieq itu masih muncul di sebuah lembaga survei, bahkan mengalahkan mereka-mereka yang selama terus-menerus berkampanye. Sementara Habib Rizieq sudah tidak bisa berkampanye. Ya jadi HRS, akhirnya orang akan ingat inisial itu, bagaimanapun dia hidup di dalam suasana politik yang transisional sekarang. Ketika orang kehilangan kepercayaan pada partai-partai politik, tokoh-tokoh, pembebasan Habib Rizieq justru menimbulkan harapan. Apapun analisis orang, Habib Rizieq itu melambangkan kejujuran, keinginan untuk menghasilkan kembali keadilan, lepas dari orang mengatakan ada soal kriminal, soal bau-bau seks segala macam. Oh, ya. Itu fakta manusia begitu. Tetapi tetap, lebih jauh orang menganggap bahwa pada diri Habib Rizieq ada harapan untuk memperbaiki Indonesia dari kalangan muslim garis kanan yang sangat luar ini. Dan itu sebetulnya yang membuat kekuasaan ragu-ragu kalau bebasin Habib Rizieq pasti akan memimpin kembali pergerakan. Kan pasti akan memimpin kembali dengan konsekuensi yang berhadapan langsung dengan kekuasaan yang makin lama makin otoriter. Jadi KUHP versus Habib Rizieq nanti. Kira-kira begitu kan kalau kita bayangkan keadaan itu. Dan begitu Habib Rizieq keluar, orang semacam Pak Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Ridwan Kamil ,segala macam, bahkan Ganjar Pranowo mungkin, mulai menghitung ulang potensi mereka untuk ditandingi oleh Habib Rizieq. Karena Habib Rizieq tetap orang anggap mengkonsolidasikan batinnya dan kepemimpinannya ketika ditahan itu. Kan itu selalu semacam simbol orang yang dipenjara itu dia bikin perenungan batin. Dan perenungan batin itu akan diucapkan begitu dia keluar. Jadi Habib Rizieq mungkin lagi bersabar karena statusnya masih bersyarat, tetapi untuk konsolidasi akan jalan terus. Maka Petamburan akan kembali jadi markas perhimpunan Islam yang disebut Islam kanan, tapi sebetulnya Islam kanannya sudah dibubarin, FPI itu. Jadi nggak ada alasan lagi pemerintah untuk melokalisir Habib Rizieq semata-mata sebagai tokoh FPI. Dia sudah diterima pada akhirnya sebagai tokoh oposisi kan? Selamat datang bergabung dengan tokoh oposisi itu. Jadi, kalau kita mau fair, kita musti bilang bahwa Habib Rizieq pasti akan memimpin gerakan oposisi, apapun warnanya. Dan rasanya kita sulit membayangkan bahwa orang seperti Habib Rizieq Syihab itu ditahan dipenjara, terus kemudian dia tunduk pada kekuasaan. Ya, itu agak susah kalau kita bayangkan figurnya yang betul-betul orang yang menganggap bahwa oke, dirinya itu memang dituntun oleh sejarah ini untuk memimpin. Kan dalam evaluasi kita begitu. Mau orang nggak percaya dengan itu urusan lain. Tapi Habib Rizieq sendiri menganggap bahwa dia dituntun oleh sejarah untuk memimpin. Karena itu kecelakaan-kecelakaan politik akan dia hadapi itu. Dan dia betul-betul secara gampang mengatakan saya ini sudah pernah ditahan sebagai kriminal oleh SBY. Dan saya terima itu, saya warga negara. Jadi selalu dapat hukuman ya. Jangan lagi dikait-kaitkan. Sekarang juga dia katakan hal yang sama, saya juga dihukum, dan saya dibebaskan sekarang, walaupun bersyarat. Jadi, seluruh persyaratan untuk memimpin sebetulnya ada pada Habib Rizieq kan? Sudah masuk keluar penjara, ada kriminal ada yang politis segala macam. Jadi dia lengkap sebetulnya. Dan orang mulai merasa bahwa ada yang jujur pada Habib Rizieq. Berkali-kali dikenai tindakan pidana, tetap dia merasa bahwa dia bisa pulih kembali dengan kejujurannya. Kan orang hanya pingin lihat memang jujur Habib Rizieq, wong tidak pernah korupsi. Apa yang cacat di dia tuh selain bahwa itu mengusulkan supaya ada wacana-wacana Negara Islam segala macam. Itu wacana begitu biasa saja tuh. Kita bisa bikin wacana-wacana. Tetapi integritas orang dinilai berdasarkan kemampuan dia untuk membaca keadaan itu. Tentu tetap kita akan berdiskusi secara tajam dengan Habib Rizieq dan saya kira beliau juga sanggup untuk ikut dalam diskusi debat yang kadangkala keras dalam soal-soal yang bersifat idiologis. Oke, jadi bagaimana kita harus menempatkan orang seperti Habib Rizieq Syihab ini dalam peta politik Indonesia seperti yang sekarang ini. Ya pasti establishment menganggap Habib Rizieq ini outsider sebetulnya, dan jangan sampai dia masuk ke wilayah politik formal. Kalau dia masuk dalam politik formal maka seluruh parameter akan berubah. Strategi taktik oligarki akan berubah. Tetapi itu nggak mungkin dicegah. Apalagi kalau kita lihat misalnya akibatnya ini sebetulnya mempersulit kita untuk minta dinolpersenkan. Karena, orang akan lihat kalau 0% itu berarti Habib Rizieq bisa masuk dalam politik formal. Kan begitu? Partai-partai Islam yang tadinya agak ke Istana mungkin menganggap wah ini ada figur nih. Lalu berkumpullah jadi 20 persen. Nah itu sebetulnya dilema buat kita. Tapi kita minta Habib Rizieq untuk oke silakan maju dalam politik, langsung saja bilang saya ingin menjadi presiden, tapi saya ingin presidensial threshold 0%. Tentu itu lebih mudah dan orang menganggap oke Habib Rizieq bisa bersaing secara fair dan orang mungkin justru kasih poin bahwa dengan cara semacam itu diujilah apakah betul Habib Rizieq akan didukung oleh partai Islam atau partai Islam memang mengiginkan kader dari kalangan partai sendiri. Ini juga ukuran tentang kematangan politik dari kalangan partai-partai Islam ini. Tapi dari pernyataan Anda, Anda tidak sepakat ya dengan banyak pengamat, saya membaca juga beberapa pengamat dari luar negeri yang memperkirakan bahwa kekuatan Habib Rizieq sekarang ini tidak akan kembali seperti dulu, karena bagaimanapun sekarang organisasi dia sudah dibubarkan, dalam hal ini FPI. Tapi sebenarnya kita tahu dia sudah punya lagi front persaudaraan Islam, singkatannya juga FPI. Orang semacam Habib Rizieq itu dengan mudah mengembalikan followers-nya itu. Jadi kalau dia buka akun baru orang balik lagi. Jadi dengan mudah sebetulnya kekuasaan itu mengevaluasi. Dan sekarang kekuasaan di Istana lagi memantau dengan cermat potensi Habib Rizieq untuk kembali jadi pemimpin massa. Kan yang ditakutkan adalah kemampuan Habib Rizieq untuk berorasi dan memberi sinyal kepada kekuasaan dengan kekuatan massa. Itu yang ditakutkan oleh kekuasaan. Dan itu nggak mungkin, nggak. Karena watak Habib Rizieq ya begitu. Dia orang massa yang dihidupkan suasana massa saja. Suasana demonstrasi, suasana gelar umat. Dan, itu memang watak dia. Jadi nggak mungkin dia berubah. Akan berlanjut kebiasaan dia sebelum dipenjara. (Ida/mth)
Tolak SKB Dicabut, Pengurus Tenaga Kerja Bongkar Muat Pelabuhan Mengadu ke Ketua DPD RI
Jakarta, FNN - Jajaran pengurus Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan mendatangi Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, di ruang kerjanya, Lantai VIII Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen Senayan, Kamis (21/7/2022). Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi Senator Pangeran Syarif Abdurrahman Bahasyim (Kalsel), Fachrul Razi (Aceh), Bustami Zainuddin (Lampung) dan Staf Khusus Ketua DPD RI, Sefdin Syaifudin. Dari TKBM, hadir Agus Budianto (Sekretaris Inkop), TB Rahmat (Wakil Sekretaris Inkop), Asep Selamet (Inkop TKBM), Saipul Islam (Inkop TKBM), Basri Abbas (Inkop TKBM). Para pengurus TKBM menemui LaNyalla untuk mengadukan nasib organisasi berbadan hukum koperasi yang posisinya semakin terancam, imbas rencana pencabutan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tahun 2011 tentang Penataan dan Pembinaan Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat di Pelabuhan. \"SKB itu akan dicabut dan rencananya akan diganti dengan Peraturan Presiden (Perpres). Perpres membuat pengelolaan TKBM yang sebelumnya dikelola Koperasi TKBM menjadi dikelola Badan Usaha Pelabuhan (Pelindo) dan Perusahaan Bongkar Muat (PBM),\" kata Sekretaris Inkop, Agus Budianto. Dikatakan Agus, pencabutan SKB yang ditandatangani dua dirjen dan satu deputi itu berdampak terhadap hilangnya eksistensi, peran dan fungsi Koperasi TKBM sebagai pengelola TKBM di pelabuhan. \"Terkait rencana mitigasi risiko pemindahan kewenangan pengelolaan TKBM ke Pelindo/PBM memperjelas dan memperkuat argumentasi kesiapan pencabutan SKB untuk menghilangkan eksistensi, peran dan fungsi Koperasi TKBM sebagai pengelola TKBM di pelabuhan,\" jelas Agus. Agus melanjutkan, 75 persen output hasil evaluasi Aksi Pelabuhan Stranas PK Tahun 2022 sudah menyepakati pencabutan SKB tersebut. Sudah pula dilakukan kajian oleh Kemenaker, Kemenkop UKM dan Kemenhub terkait hal tersebut. \"Selain itu, ada pula kajian dari Kemenhub dan Pelindo untuk proses penerapan tools Sistem Monitoring (Simon) TKBM sebagai supporting sistem pemindahan kewenangan pengelolaan TKBM,\" katanya. Wakil Sekretaris Inkop, TB Rahmat menambahkan, rencana pencabutan SKB tersebut tentu bertentangan dengan UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. \"Kami dituduh penyebab high cost dan dwelling time. Ini sudah injury time. SKB ini akan dicabut. Kami butuh perlindungan. Kami meminta Pak Ketua untuk membantu kami memfasilitasi hal ini. Kami akan menggelar Rakornas untuk menyikapi hal ini,. Kami ada 120 TKBM di seluruh Indonesia,\" tutur Rahmat. Rahmat meminta agar eksistensi, peran dan fungsi Koperasi TKBM dipertahankan sebagai pengelola pelabuhan. \"Kami meminta agar SKB itu tidak dicabut dan mengalihkan kewenangan pengelolaan TKBM ke Pelindo/PBM,\" ujar Rahmat. Menanggapi hal itu, Senator asal Lampung, Bustami Zainuddin, menegaskan bahwa koperasi merupakan soko guru ekonomi dan amanat konstitusi serta spirit dari ekonomi Pancasila. Sementara Senator Aceh, Fachrul Razi, menekankan bahwa pihaknya mendukung modernisasi pelabuhan sebagaimana program pemerintah. \"Tetapi tak boleh mengkambinghitamkan TKBM bahwa TKBM menghambat proses modernisasi dan lain sebagainya. Kami mencium ada kepentingan swasta yang ingin mengambil alih pengelolaan pelabuhan,\" kata Fachrul Razi. Senator Kalsel, Pangeran Syarif Abdurrahman Bahasyim, mengatakan, DPD RI di bawah kepemimpinan LaNyalla terus bergerak agar cita-cita para pendiri bangsa dapat tercapai. \"Kita tuan rumah secara ekonomi. Bukan diatur oleh penguasa besar kapitalis, atau oligarki,\" tutur dia. Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menilai akar persoalan dari karut marut pengelolaan bangsa ini dimulai pasca-konstitusi kita diamandemen pada tahun 1999-2002. \"Sejak saat itu falsafah bangsa ini berubah total. 95 persen isi konstitusi kita sudah diganti,\" tutur LaNyalla. Senator asal Jawa Timur itu sependapat jika koperasi harus terus dipertahankan. Sebab, katanya, koperasi merupakan semangat yang direpresentasikan Pancasila dalam dinamika politik dan ekonomi. \"Kedaulatan rakyat kita sudah bergeser. Ruh ekonomi kita adalah ekonomi Pancasila. Saat ini sudah beralih ke kapitalisme,\" kata LaNyalla. Oleh karenanya, LaNyalla menegaskan jika bangsa ini perlu untuk kembali kepada UUD 1945 naskah asli untuk kemudian disempurnakan dengan adendum secara benar. \"Saya pribadi sudah berkomitmen untuk memimpin pengembalian kedaulatan rakyat. Kita sudah mulai gerakannya dari MA. Nanti akan kita lanjutkan kepada lembaga negara lainnya,\" papar LaNyalla. Saat ini, di bawah sistem ekonomi yang mengedepankan kekuatan modal, bangsa ini mulai mengerdilkan yang lemah. Padahal, konsep dasar perekonomian kita sebagaimana dicita-citakan para pendiri bangsa adalah mengedepankan ekonomi Pancasila. \"Kita sekarang sudah dijajah bangsa sendiri. Tugas kita adalah menyejahterakan rakyat. Kalau kita lihat yang berkuasa sekarang itu adalah partai politik. Padahal partai politik tak berjuang memerdekakan bangsa ini. Mereka yang punya saham bangsa ini adalah civil society seperti tokoh-tokoh pejuang, ulama, aktivis, agamawan, pemuda, tokoh-tokoh daerah, kerajaan, dan elemen lainnya,\" tutur alumnus Universitas Brawijaya Malang itu. Oleh karenanya, dalam waktu dekat, LaNyalla akan membantu TKBM dengan memfasilitasi pertemuan dengan Kementerian terkait. \"Setelah masa reses dan masa sidang, segera kami akan panggil kementerian terkait untuk dipertemukan dengan TKBM membahas hal ini. Saya berharap persoalan ini dapat segera dituntaskan, di mana koperasi dapat tetap hidup di tengah-tengah masyarakat dan menjadi nafas perekonomian rakyat,\" kata LaNyalla. (mth/*)
Presiden Jokowi Akan Kunjungi China, Jepang, Korea Selatan
Jakarta, FNN - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dijadwalkan akan berkunjung ke China, Jepang, dan Korea Selatan pada 26 Juli-28 Juli 2022.“Ketiga negara tersebut merupakan mitra strategis Indonesia di bidang ekonomi, sekaligus mitra strategis bagi ASEAN ketika kita bicara isu kawasan,” kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi ketika menyampaikan keterangan pers secara daring, Kamis.Retno menjelaskan bahwa fokus kunjungan Presiden Jokowi ke tiga negara Asia Timur tersebut adalah peningkatan kerja sama ekonomi, khususnya perdagangan dan investasi.Presiden Jokowi akan tiba di Beijing pada 26 Juli 2022, di mana dia dijadwalkan bertemu dengan Perdana Menteri China Li Keqiang dan Presiden Xi Jinping.“Presiden Jokowi adalah salah satu pemimpin pertama yang diterima Presiden Xi Jinping selama pandemi, di luar Olimpiade Musim Dingin Beijing awal tahun ini,” kata Retno.China tercatat sebagai mitra dagang terbesar bagi Indonesia dengan nilai perdagangan bilateral 110 miliar dolar AS (sekitar Rp1.650 triliun) pada 2021, sementara investasi China di Indonesia tercatat 3,2 miliar dolar AS (sekitar Rp48 triliun).Setelah sehari di Beijing, Jokowi melanjutkan perjalanan ke Tokyo di mana ia akan bertemu dengan Perdana Menteri Fumio Kishida serta kalangan bisnis Jepang.“Jepang merupakan mitra ekonomi tradisional penting bagi Indonesia,” kata Retno.Perdagangan bilateral Indonesia-Jepang tahun lalu mencapai 32 miliar dolar AS (sekitar Rp480 triliun) dan nilai investasi tercatat 2,26 miliar dolar AS (sekitar Rp33,9 triliun).Setelah Beijing dan Tokyo, destinasi terakhir Presiden Jokowi dalam kunjungan singkatnya adalah Seoul pada 28 Juli 2022.Di ibu kota Korea Selatan itu, Jokowi direncanakan melakukan pertemuan dengan Presiden Yoon Suk Yeol.Retno memaparkan bahwa Korea Selatan juga merupakan mitra penting di bidang ekonomi dengan nilai perdagangan bilateral sebesar 18,41 miliar dolar AS (sekitar Rp276,1 triliun).Investasi Korea Selatan di Indonesia terus bertumbuh pesat, dan tahun lalu mencapai 1,64 miliar dolar AS (sekitar Rp24,6 triliun).“Selain membahas penguatan kerja sama bilateral, Presiden (Jokowi) dan para pemimpin tiga negara tersebut dalam masing-masing pertemuan bilateral juga akan membahas perkembangan terakhir beberapa isu kawasan dan isu internasional,” tutur Retno. (mth/Antara)
Jokowi Tempuh Perjalanan 2,5 Jam dengan Kapal Pinisi ke Pulau Rinca
Jakarta, FNN - Presiden Joko Widodo beserta Ibu Negara Iriana Joko Widodo dan rombongan terbatas menempuh perjalanan sekitar 2,5 jam menumpang kapal pinisi menuju ke Pulau Rinca, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Kamis.Perjalanan menggunakan kapal pinisi ditempuh usai Presiden Jokowi usai perluasan Bandara Komodo di Labuan Bajo, Manggarai Barat.Berdasarkan siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis, dalam perjalanan tersebut Presiden Jokowi banyak berdiskusi dengan para menteri tentang pembangunan di kawasan Labuan Bajo dan wilayah sekitarnya.Diskusi yang berlangsung terkadang diselingi tawa, seperti saat Sekretaris Kabinet Pramono Anung bercerita kenangannya berkunjung ke Labuan Bajo beberapa tahun lalu.“Waktu saya ke Labuan Bajo tahun 2015 Pak, ada plang bertuliskan tanah ini milik Johnny G. Plate,\" ucap Pramono.Presiden pun langsung bertanya, \"Seberapa besar… papannya?\" Sontak semua tertawa, karena Presiden tanpa diduga bertanya seberapa besar papan tulisan Johnny G Plate itu, bukan luas tanahnya.Menteri Kominfo Johnny G Plate pun menjawab, \"Sekarang sudah dipakai untuk jalan oleh Pak Basuki (Menteri PUPR).”Selain berdiskusi dengan para menteri, Presiden juga sempat berfoto dengan Ibu Negara dalam perjalanan menumpang kapal pinisi yang diunggah dalam Instagram @jokowi.Turut hadir mendampingi Presiden dan Ibu Negara yaitu Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, dan Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi. (mth/Antara)
Kongres Umat Islam ke-2 Sumatera Utara: Kajian Kritis Perjalanan Bangsa
Jakarta, FNN – Pada usia ke-77 tahun Indonesia ini, patutlah kita melakukan muhasabah. Yaitu melakukan kajian kritis terhadap perjalanan pembangunan bangsa dengan menggunakan tolok ukur Pembukaan UUD 1945. Hal ini dimaksudkan agar teridentifikasi dengan tepat hal-hal positif (sesuai Pembukaan UUD 1945) yang perlu dipertahankan atau ditumbuh-kembangakan dan hal-hal negatif (menyimpang dari Pembukaan UUD 1945) yang perlu segera dihentikan atau diperbaiki. “Yang demikian ini agar Indonesia tetap eksis sebagai negara bangsa yang bergerak maju menuju cita-citanya yang mulia,” Ketua Panitia Dr. Ir. Masri Sitanggang, MP. Sebuah negara yang kokoh berdiri di atas jati diri bangsanya. “Umat Islam adalah komponen bangsa yang paling bertanggungjawab atas dan paling berkepentingan akan kemajuan Indonesia,” tegasnya. Bukan saja karena umat Islam merupakan warga mayoritas, melainkan juga karena umat Islam dengan ormas-oramasnya yang lahir jauh sebelum merdeka menjadi tulang punggung berdirinya negara ini. Oleh sebab itulah, kata Masri Sitanggang, Umat Islam Sumatera Utara merasa sangat perlu mengonsolidasi diri memperkuat ikatan ukhuwah demi persatuan dan kesatuan bangsa, dengan menyelenggarakan Kongres ke-2 yang bertajuk “Mengokohkan Ukhuwah Islamiyah, Menata Ulang Indonesia”. “Kajian akan meliputi IPOLEKSODBUDHANKAM, dilakukan oleh para pakar di bidangnya masing-masing sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara akademik,” katanya. Diharapkan, kongres juga membuahkan rumusan Agenda Penataan Indonesia yang dapat djadikan acuan bagi pembangun Indonesia ke depan oleh para pengelola negara. “Demikian penting arti Kongres Umat Islam ke-2 Sumatera Utara ini untuk kemajuan bangsa. Karena itu diharap semua pihak dapat membantu agar acara ini sukses,” ujar Masri Sitanggang. Peserta Kongres ditetapkan sebanyak 350 orang, yang terdiri dari para ulama, cendikiawan/akademisi Islam, Pimpinan Pondok Pesantren, Pimpinan Ormas Islam, Rektor Universitas, Pimpinan Tarekat dan pimpinan komunitas yang dianggap mewakili. Kegiatan direncanakan bertempat di Asrama Haji Jalan Kaharuddin Nasution, Pangkalan Masyhur, Medan pada tanggal 19-21 Agustus 2022 selama 3 (dua) hari 2 (dua) malam. (mth)
Bahaya RUU KUHP, Ancaman bagi Kebebasan Pers, Demokrasi Indonesia Selesai!
RANCANGAN Undang-Undang KUHP saat masih diperdebatkan. Alasannya, sebagian masyarakat yang kontra terhadap RKUHP menilai jika disahkan, ini akan membuat masyarakat semakin susah untuk menyuarakan pendapat. Pasal 273 RKHUP memuat tentang ancaman pidana penjara/denda bagi pengelenggara pawai, ujuk rasa, demontrasi tanpa pemberitahuan terlebih dahulu yang berakibat terganggu kepentingan umum. Pada pasal 273 KUHP ini bisa berpotensi membatasi kebebasan masyarakat untuk menyuarakan pendapat. Lalu mengenai harus melakukan izin jika ingin menyampaikan pendapat di muka umum. Padahal hal ini justru bertentangan dengan UU Nomor 9 Tahun 1998 dimana menjelaskan tentang Kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum. Pada pasal 354 KUHP dimana memuat bahwa ancaman pidana penjara atau pidana denda bagi melakukan penghinaan terhadap lembaga negara melalui sarana teknologi informasi bisa juga disebut media sosial. Padahal kenyataannya kebebasan menyuarakan pendapat terhadap lembaga negara ataupun pemerintahan lainnya memang hal yang seharusnya bisa dikritik oleh masyarakat. Padahal, Demokrasi itu sangat penting. Menerima pendapat dan berpendapat adalah hak setiap orang tanpa harus dibatasi. Persoalan ini dibahas wartawan senior FNN Hersubeno Arief bersama pengamat politik Rocky Gerung di Kanal Rocky Gerung Official, Rabu (20/7/2022). Petikannya. Hari ini (Rabu, 20 Juli 2022) rencananya rekan pers akan bertemu dengan Menkumham, Yasonna Laoly, dan Wamenkumham, karena sekarang ini kelihatannya yang jadi operator di lapangan Wamenkumham, Prof. Edward O.S Hiariej (Edi) dari UGM. Saya kira ini menarik dan saya sendiri kemarin sempat mengikuti sebuah pertemuan dewan pers bersama semua organisasi profesi maupun organisasi-organisasi konstituan dewan pers, mempersoalkan bahwa mereka sangat sangat khawatir dengan pemberlakuan undang-undang ini. Sebenarnya teman-teman media ini sudah mengawal sejak lama dan bolak-balik ini tarik ulur-tarik ulur dan akhirnya tiba-tiba sekarang mau disahkan. Ya memang saya proyeksikan bahwa yang akan terjepit justru jurnalis. Kalau saya misalnya mengucapkan pikiran kritis lalu tiba-tiba dianggap menghina, itu kan karena diberitakan. Jadi memang nanti kena dua kali itu jurnalistik, undang-undang ITE dan KUHP segala macam. Karena dia dinggap menyebarkan hal-hal yang diatur dalam KUHP. Jadi kalau ada gerakan masyarakat sipil melalui jurnalis ini untuk memprotes undang-undang, itu artinya undang-undang itu memang buruk. Kan jurnalis, ya kita semua bisa bawa ini ke Mahkamah Konstitusi untuk di-judicial review-kan, tapi itu langkah yang buruk sebetulnya. Jadi, bagus betul, tentu saja dengan Prof. Edi, bicaralah sebagai sesama akademisi. Jurnalis ini kan kalangan akademisi semua dan juga paham efek dari KUHP itu terhadap demokrasi, terhadap kebebasan. Bahkan, terhadap kemungkinan orang dijebak supaya kena dengan delik yang ada di situ. Kenapa kita mesti antisipasi itu, karena ke depan ini ada proses politik di mana orang akan mengeluarkan segala macam uneg-uneg terhadap pemerintah, terutama karena buruknya penanganan ekonomi dan macetnya demokrasi, berlimpahnya permainan uang, segala macam. Jadi, pasti KUHP ini dipersiapkan untuk itu. Itu justru kita antisipasi. Ada hal-hal yang bahaya di KUHP, tapi bagian yang paling mengkhawatirkan itu soal kebebasan berbicara, hak asasi manusia segala macam. Jadi, itu intinya dan yang kita ikut saja kampanye seolah-olah memang suara kita diwakili akhirnya oleh protes pers. Dan semoga Pof. Edi menerima dengan leluasa dan lega. Ini adalah upaya untuk memastikan bahwa demokrasi tidak akan diutak-atik atau bahkan dilemahkan oleh KUHP. Fungsi KUHP pada akhirnya terbaca untuk melemahkan demokrasi. Kabar baiknya kan rencananya akan segera disahkan pada bulan Juli ini, tetapi kan pada tanggal 7 Juli DPR kalau tidak salah sudah reses. Artinya, ditunda sampai satu bulan ke depan. Artinya, pada bulan ini belum akan disahkan dan ini masih ada waktu saya kira buat elemen-elemen sosial society untuk mempersoalkan itu. Tapi kenapa kita memberi “highlight” keresahan dari teman-teman media, terutama jurnalis, karena seperti kita sama-sama ketahui sebenarnya yang tersisa sekarang ini, jadi kebebasan di negara ini, atau “perlawanan” terhadap kekuasaan itu kan media. Media sendiri pun sudah terbagi-bagi. Tetapi, dalam kasus ini, nanti ketika KUHP disahkan, itu nggak peduli mau teman-teman pers yang sudah terafiliasi dengan pemerintahan atau yang dalam kondisi sebagai pers independen, akan kena semua. Jadi tagline-nya tepat, “semua bisa kena”. Dan yang kena pertama adalah mahasiswa di Cirebon. Mereka betul-betul mengerti isi KUHP dan ingin protes. Dan protes itu kemudian dihalangi dan penghalangan itu menimbulkan bentrokan dan mahasiswa bonyok dihajar sama polisi. Itu sudah petanda bahwa bagaimana kita mau sosialisasikan KUHP kalau alat sosialisasinya adalah kekerasan. Jadi catatan dan mahasiswa selalu punya jaringan untuk membaca arah dari undang-undang ini, yaitu menghalangi orang untuk bikin protes. Dan pasti akan terjadi protes di mana-mana karena satu mahasiswa dianiaya, itu artinya satu tubuh mahasiswa Indonesia juga teraniaya. Dan mereka sudah punya jadwal kapan demo dan kapan harus secara masif menghalangi atau menghadang undang-undang itu. Demikian juga buruh, pasti akan ikut di situ. Jadi, ini undang-undang yang akhirnya mempersatukan masyarakat sipil kembali, yaitu mereka yang ingin demokrasi itu jangan dihalangi oleh KUHP. Pers justru yang paling mengerti ini karena terpaksa kita mesti atur kalimat, menulis bagaimana caranya. Jadi kita diminta untuk sekadar memuji-muji presiden saja kan. Menyinggung soal mahasiswa di Cirebon, saya juga dapat kiriman video dan foto-foto ini. Ini peristiwa yang terjadi di Cirebon yang menunjukkan bahwa aparat memang represif sekali. Banyak sekali mahasiswa yang luka-luka dan dan ke depan saya kira ini nanti atas nama KUHP juga, polisi bisa melakukan itu. Karena dalam KUHP yang baru ini rancangannya orang bahkan bukan hanya bisa dikenakan pidana kalau mereka tidak mengajukan izin dan tak mendapat izin, apalagi kemudian dianggap mengganggu lalu lintas. Ketika lalu lintas saja sudah bisa kena pidana. Ya, itu pasti ada sponsor yang akan mendorong aksi itu dirumuskan sebagai kriminal. Itu banyaklah orang yang akan memanfaatkan situasi semacam ini. Jadi, sebetulnya semua hukum di awal-awal pembuatan sudah bermasalah, itu pasti buruk kan akibatnya. Ini mahasiswa jadi korban pertama. Padahal mereka justru yang ingin demokrasi tegak. Mereka bukan anti-KUHP, mereka anti-hak mereka untuk mengucapkan kritik itu dimungkinkan untuk dipidana. Jadi, kalau yang lain mungkin merasa aman-aman saja, tapi mahasiswa tahu sejarahnya mereka, mereka itu mengerti bahwa sejarah mereka adalah pasti demonstrasi. Dan demonstrasi itu justru yang pertama kali akan berhadapan dengan pihak keamanan. Nah, sekarang demonstrasi harus melapor dulu. Kan prinsip demokrasi itu semua boleh kecuali yang dilarang. Sekarang kalau HP itu kita balik, semua dilarang kecuali yang diizinkan. Kan ini negara otoriter lagi akhirnya. Jadi, soal-soal itu yang kita anggap memang nggak diantisipasi oleh para pembuat undang-undang itu. Mari kita fokusnya ke jurnalis, terutama media. Anda bisa nggak kira-kira membayangkan seperti apa Indonesia ini dalam situasi di mana sekarang ini orang melihat sebenarnya sudah otoriterian, masuk ke dalam situasi yang semacam itu dan nanti ditambah lagi ketika DPR menjadi sudah lemah, civil society terpecah belah, dan kemudian media pun juga tidak berdaya. Saya baca hari ini beberapa artikel luar negeri, beberapa analis kemudian merumuskan bahwa Indonesia memang sedang masuk ke dalam jebakan otoriterianisme itu. Jebakan itu dianggap sebagai upaya Presiden Jokowi untuk mengalihkan masalah pembangunan ibukota negara supaya aman nanti dari demonstrasi. Tadi analis yang bagus, researcher dari Singapura itu Lee Kuan Yew School of International Public Policy. Jadi, dari luar negeri saja sudah menganggap kita dibandingkan dengan pertumbuhan demokrasi di Asia, Indonesia merosot. Nah, kalau luar negeri yang begitu kan dia nggak punya kepentingan. Kalau kita yang bilang bgeitu lalu kita dianggap sentimen pada presiden, pada rezim. Jadi memang indeks-indeks dunia itu menunjukkan Indonesia trennya adalah mengarah pada otoriterianisme. Dan pers pasti ukuran pertama. Kalau pers akhirnya protes KUHP, itu bukan karena pers kesal pada Jokowi. Pers kesal bahwa fungsi primer dia untuk mengucapkan kritik, mengucapkan evaluasi, menjadi Watch Dog, pilar keempat demokrasi itu terhalang sekarang. Jadi itu poinnya. Nanti pers akan bikin perbandingan dulu awal reformasi justru pers sangat bebas, kok makin lama makin terkekang. Tanda pertama pers bebas itu adalah Departemen Penerangan, dibubarkan oleh Presiden BJ Habibie. Jadi itu intinya. Pers masih ingat bahwa bagaimana mereka berjuang bersama-sama dengan pejuang hak asasi manusia (HAM) untuk membuat demokrasi ini betul-betul bermutu. Nah makin lama makin hilang mutunya. Dan di ujungnya akhirnya mesti dikendalikan dengan undang-undang pidana. Itu ngaconya di situ. Ya memang kita kembali lagi ke era pasca-orde baru. Memang pada waktu itu menjadi menarik karena menteri penerangannya pada waktu itu dijabat oleh seorang jenderal Kopassus, namanya Letnan Jenderal TNI Yunus Yosfiah. Tetapi, undang-undangnya sangat sangat progresif, semua lembaga sensor, lembaga penerbitan seperti SIUP, dan sebagainya dibubarkan. Jadi kan sekarang sebenarnya pers itu nggak perlu lagi ada izin-izin semacam itu. Cukup ketika dia mendeklarasi akte pendirian perusahaannya bahwa dia media, dia media, nggak perlu SIUP lagi. Belum lagi juga undang-undang pokok pers, undang-undang Nomor 40 tahun 1999 itu sangat progresif. Tapi, sekarang justru kita jalan balik lagi, demokrasi kita jalan berputar. Ya itu masalahnya. Ketika itu Departemen Penerangan dipimpin oleh seorang Jenderal Kopassus, Jenderal perang, tetapi dia punya perspektif sipil ketika memimpin. Jadi militer, tapi ngerti apa yang disebut di sini supremation of civilian value. Dan sekarang, Menteri Kominfo kita memang dari sipil, tapi cara berpikirnya militeristek karena mau memaksa supaya akun-akun sosial ini mendaftar. Itu pengendalian bukan saja pengendalian pers, tapi pengendalian privasi orang. Kalau dia punya akses dalam perjanjian bahwa Google segala macam mestinya dia lapor ke Google, itu artinya dia akan minta Google kasih dia akses untuk mengetahui siapa-siapa yang potensial untuk membuat keresahan. Dan itu yang diolak-olok orang, dianggap bahwa kalau kita main WhatsApp itu meresahkan rakyat, meresahkan publik. Padahal, sebetulnya itu meresahkan pemerintah karena di WhatsApp itulah politik betul-betul jernih dan murni. Emak-emak itu setiap hari main politik lewat WhatsApp. Jadi dari dapur diproduksi kritisisme lalu diedarkan lewat WA. Sekarang WA-nya mau dikendalikan oleh Departemen Kominfo. Sebetulnya paralel dengan Departemen Penerangan di zaman dulu, tapi dengan watak yang berbeda Orang sipil punya perilaku politik yang militeristik, orang militer justru berperilaku yang civilian. Jadi paradoksnya di situ. (Ida/mth)
Bertemu Ketua DPD RI, Aktivis Gerakan Poros Perubahan Bahas Ancaman Kebebasan Berpendapat
Jakarta, FNN – Aktivis yang tergabung dalam Gerakan Poros Perubahan bersilaturahmi dengan Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/7). Salah satu Inisiator Gerakan Poros Perubahan, Andrianto mengatakan, pertemuan itu untuk menyambut kepulangan LaNyalla yang baru saja menjalankan ibadah haji. Banyak isu yang dibahas pada pertemuan itu. Salah satunya, diceritakan Andrianto, adalah ancaman pembungkaman suara kritis melalui RUU KUHP. “Jangan luput terhadap ancaman kebebasan pendapat dengan RUU KHUP terutama pasal penghinaan presiden yang jelas sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 2006 lalu,” kata Andrianto. Selain itu, lanjutnya, ada 14 poin krusial lain yang bermasalah dan masuk dalam draf RUU KUHP. Untuk itu, Andrianto berharap kepada DPD RI dapat memberikan atensi dan mengawasi jalannya pembahasan RUU KUHP. Mendapat permintaan itu, LaNyalla berkomitmen untuk membuka ruang dialog dengan pihak-pihak terkait dalam pembahasan RUU KUHP tersebut. “Kami (DPD RI) akan berjuang untuk penegakan kedaulatan rakyat dengan mengiinisiasi pertemuan dengan pimpinan lembaga tinggi negara yakni Ketua MA, DPR, MPR juga Panglima TNI,” pungkasnya. Hadir pada pertemuan itu sejumlah aktivis, seperti Ariady Ahmad, Syahganda Nainggolan, Wahyono, Hendry Harmen, Hatta Taliwang, Liues Sungkharisma, dll. (mth/*)