NASIONAL
Mengapa Aktif Perjuangkan Kedaulatan Rakyat, LaNyalla: Karena Kewajiban Sumpah Jabatan
Palembang, FNN - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan perjuangannya mengembalikan kedaulatan rakyat dilakukan setelah ia bertransformasi menjadi pejabat negara. Hal itu disampaikan LaNyalla menjawab pertanyaan publik berkaitan dengan sikap dan konsistensinya memperjuangkan kedaulatan rakyat yang disampaikan langsung kepadanya, baik melalui Whatsapp, maupun platform media sosial lain. Pertanyaan itu berkaitan dengan sikap dan konsistensinya memperjuangkan kedaulatan rakyat. Rata-rata mereka juga mempertanyakan mengapa baru belakangan ini Senator asal Jawa Timur itu bersikap kritis ketika mengupas persoalan yang dihadapi bangsa ini. \"Ada banyak pertanyaan dari beberapa kalangan, mengapa akhir-akhir ini saya kritis dengan narasi-narasi fundamental tentang negara. Dulu kemana saja? Begitu inti dari banyak pertanyaan jika saya simpulkan,” tutur LaNyalla saat menyampaikan keynote speech pada diskusi publik Simpul Jaringan Umat Institute (Sijarum Institute) Sumatera Selatan, Selasa (28/6/2022). Karena menurutnya, ia kerap dipandang sebagai preman atau stigma negatif lainnya, termasuk koruptor. Meskipun dirinya tidak pernah divonis sebagai terpidana kasus korupsi. Sehingga wajar muncul pertanyaan seperti itu. Padahal, menurutnya, kalau pun dirinya preman, adalah preman yang berpikir, dan preman yang bertransformasi menjadi pejabat negara dengan kewajiban sumpahnya. “Pertanyaan itu wajar bagi mereka yang tidak mengikuti perjalanan saya sejak dilantik menjadi Ketua DPD RI pada 2 Oktober 2019, dini hari, silam. Karena sejak saat itu, saya paham betul bahwa saya telah melakukan transformasi posisi dari sebelumnya aktivis organisasi menjadi pejabat negara. Sehingga saya wajib berbicara tentang negara,” papar LaNyalla. Karena sejak dilantik, dirinya memutuskan untuk keliling Indonesia, karena dirinya Ketua Lembaga Negara yang mewakili daerah. Dengan tujuan untuk melihat dan mendengar secara langsung aspirasi dari daerah. “Saya ingin lembaga DPD RI ini memiliki manfaat sebagai wakil daerah. Apalagi lembaga ini dibiayai dari APBN, meskipun jauh lebih kecil dibanding anggaran DPR RI,” jelas LaNyalla. Dari perjalanan itu, LaNyalla menemukan dua persoalan yang hampir sama, yaitu ketidakadilan yang dirasakan masyarakat dan kemiskinan struktural yang sulit dientaskan. LaNyalla menyimpulkan jika dua persoalan itu merupakan persoalan fundamental bangsa ini yang tak bisa diatasi dengan pendekatan karitatif dan kuratif. Ibarat di dunia medis, LaNyalla mengatakan persoalan tersebut hanya symptom dari sebuah penyakit dalam. Oleh karenanya, untuk mengurainya harus di hulu, bukan di hilir. Ini semua tentang arah kebijakan negara yang dipandu melalui konstitusi dan ratusan undang-undang yang ada. \"Saya sering mengatakan bahwa ini bukan soal pemerintah hari ini saja atau Presiden hari ini saja, tetapi persoalan kita sebagai bangsa,\" tegas LaNyalla. Oleh karena itu, saat DPD RI menjadi penyelenggara Sidang Tahunan MPR pada 16 Agustus 2021 lalu, LaNyalla mulai menyampaikan persoalan kebangsaan ke muka publik dalam sidang yang dihadiri semua lembaga negara saat itu, termasuk Presiden dan Wakil Presiden. “Sejak saat itu, saya terus menerus meresonansikan, bahwa kita harus melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa, karena negara ini semakin hari semakin sekuler, liberal dan kapitalis,” beber LaNyalla. Sebab itu, LaNyalla kerap menyatakan kepada semua pejabat negara untuk berpikir dan bertindak sebagai negarawan, bukan politisi. \"Negarawan tidak berpikir next election, tapi berpikir next generation,\" imbuhnya. LaNyalla pun menyampaikan terima kasih kepada Simpul Jaringan Umat Institute, untuk terus menggelorakan semangat merebut kembali kedaulatan rakyat dalam menentukan arah perjalanan bangsa ini. Dengan begitu, rakyat tidak hanya menjadi penonton kesibukan para ketua umum partai politik yang saling berkunjung dan menggelar rapat-rapat tertutup untuk menentukan suksesi kepemimpinan nasional negara ini. \"Karena pada hakikatnya, demokrasi harus menjadi alat rakyat untuk mencapai tujuan. Karenanya tidak boleh terjadi, rakyat justru menjadi alat demokrasi. Rakyat adalah pemilik sah negara ini. Maka, sudah semestinya kedaulatan ada di tangan rakyat,\" tegas LaNyalla. LaNyalla rela menghabiskan waktunya, semata-mata agar rakyat berdaulat. Tak terbersit sama sekali hal itu dilakukannya agar ia bisa menduduki posisi Presiden RI kelak. \"Saya tegaskan, ini bukan karena keinginan saya menjadi Presiden. Saya tidak akan pernah meminta jabatan. Bagi saya, jabatan bukan urusan saya, tetapi menjadi urusan dan takdir dari Allah SWT. Dan saya sudah sampaikan di Bandung kemarin, jika saya ditakdirkan Allah SWT memimpin bangsa ini, maka pekerjaan besar yang saya lakukan adalah mengembalikan Kedaulatan rakyat kepada pemilik negara ini, yaitu rakyat Indonesia asli,” demikian LaNyalla. Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi Staf Khusus Ketua DPD RI, Sefdin Syaifuddin. Hadir pula Ketua Simpul Jaringan Umat Institute (Sijarum Institute), Khalifah Alam dan sejumlah akademisi, tokoh dan aktivis lintas elemen dan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Palembang. Sedangkan narasumber yang dihadirkan adalah Pengamat Politik Rocky Gerung, Guru Besar Sosiologi UIN RF Palembang Prof Abdullah Idi, Ketua Gerakan Reformasi Politik Indonesia Andrianto, Ketua Lembaga Kajian Publik Sabang Merauke Circle Syahganda Nainggolan, Direktur Pusat Kajian Potensi dan Pembangunan Daerah Solehun. (mth/*)
Ketua DPD RI: Yang Menolak Perjuangkan Kedaulatan Rakyat adalah Pengkhianat
Palembang, FNN - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menegaskan komitmennya untuk berjuang mengembalikan kedaulatan rakyat. Menurut LaNyalla, seluruh elemen bangsa sudah seharusnya mendukung perjuangan tersebut. \"Mereka yang tidak setuju atau menolak perjuangan mengembalikan kedaulatan rakyat adalah pengkhianat rakyat,\" tegas LaNyalla, saat diskusi publik Simpul Jaringan Umat Institute (Sijarum Institute) Sumatera Selatan, Selasa (28/6/2022). LaNyalla menjelaskan, perjuangan mengembalikan kedaulatan rakyat dalam terminologi Islam bersifat fardu ain, bukan fardu kifayah. Dan kedaulatan rakyat harus dijamin dan dilindungi oleh konstitusi. Senator asal Jawa Timur itu mengungkap, kedaulatan rakyat semakin hilang dan terkikis karena ada persoalan serius di dalam konstitusi kita. Karena kita telah meninggalkan sistem demokrasi perwakilan sebagaimana didesain para pendiri bangsa. “Kita telah meninggalkan Pancasila sebagai grondslag negara ini. Puncaknya terjadi saat kita melakukan amandemen konstitusi secara ugal-ugalan pada tahun 1999 hingga 2002,\" tutur LaNyalla, pada diskusi Poros Perubahan yang bertema \'Oligarki, Demokrasi dan Konstitusi\' itu. Menurut LaNyalla, sejak saat itu bangsa tercerabut dari akar sejarahnya. Falsafah Pancasila dalam sistem demokrasi Indonesia diganti dengan demokrasi ala Barat. Begitu pula dengan peraturan perundangan-undangan, sejak amandemen tersebut banyak melahirkan peraturan perundangan yang menyumbang ketidakadilan dan kemiskinan struktural. Hal itu pula yang ditemukan LaNyalla selama berkeliling ke 34 provinsi dan lebih dari 300 kabupaten/kota. \"Hal itu terjadi karena kita telah meninggalkan mazhab ekonomi pemerataan. Kita juga telah meninggalkan demokrasi Pancasila yang dicirikan dengan prinsip keterwakilan semua elemen bangsa sebagai pemilik kedaulatan negara ini,\" tutur LaNyalla. Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu mengatakan, sejak amandemen konstitusi, tak ada lagi ruang partisipasi elemen non-partisan untuk menentukan arah perjalanan bangsa ini. Perjalanan bangsa diserahkan ke partai politik sebagai penentu tunggal. \"Negara ini akhirnya dibajak oleh bertemunya oligarki ekonomi dengan oligarki politik. Mereka menyandera kekuasaan agar negara tunduk dalam kendali mereka,\" papar LaNyalla. Itulah pentingnya kesadaran kebangsaan ini harus kita resonansikan kepada seluruh elemen bangsa ini, bahwa kedaulatan rakyat harus kita rebut kembali, karena rakyat adalah pemilik sah negara ini. Untuk mengurai persoalan itu, LaNyalla menegaskan harus dibenahi dari hulu, bukan hilir. Oleh karenanya, untuk memperbaiki Indonesia harus dimulai dengan memurnikan kembali demokrasinya. \"Kita harus kembalikan demokrasi yang selama ini dibajak kalangan oligarkis yang rakus, kepada kaum intelektual yang beretika, yang bermoral dan yang berbudi pekerti luhur,\" tegas LaNyalla. Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi Staf Khusus Ketua DPD RI, Sefdin Syaifudin. Hadir pula Ketua Simpul Jaringan Umat Institute (Sijarum Institute), Khalifah Alam dan sejumlah akademisi, tokoh dan aktivis lintas elemen dan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Palembang. Sedangkan narasumber yang dihadirkan adalah Pengamat Politik Rocky Gerung, Guru Besar Sosiologi UIN RF Palembang Prof Abdullah Idi, Ketua Gerakan Reformasi Politik Indonesia Andrianto, Ketua Lembaga Kajian Publik Sabang Merauke Circle Syahganda Nainggolan, Direktur Pusat Kajian Potensi dan Pembangunan Daerah Solehun. (mth/*)
KAMI Lintas Provinsi Minta DPD RI Memproses dan Mengawal Pemakzulan Presiden Jokowi
Palembang, FNN – Di tengah-tengah acara “Diskusi Publik Simpul Jaringan Umat Institute Sumatera Selatan Koalisi Rakyat Untuk Poros Perubahan”, di Palembang, 28 Juni 2022, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menerima surat dari Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Listas Provinsi. Kepada DPD RI, KAMI Lintas Provinsi meminta memproses dan mengawal aspirasi untuk memakzulkan Presiden Joko Widodo. Meniru KAMI Lintas Provinsi, bahwa telah banyaknya perbuatan melanggar UU oleh Presiden Jokowi, diantaranya menerbitkan UU yang bertentangan dengan UUD 45 diantaranya PERPPU Nomor 1/2020 Kartu Prakerja, Pendirian LPI (Lembaga Pengelola Investasi); UU KPK (melanggar independensi KPK), BI membeli SUN di pasar primer (UU Keuangan Negara dan UU BI), UU IKN (berpotensi melanggar UUD), Penentuan Anggaran Proyek Kereta Cepat (memakai APBN) tanpa prosedur anggaran secara benar serta proyek-proyek tol BUMN yang membengkak tanpa ada audit investigasi. Bahwa Presiden Jokowi berpotensi merugikan Negara dalam jangka panjang. Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Indonesia menjadikan Negara Indonesia dalam jangka panjang berutang ke China tanpa keuntungan. Itu akibat dari kurangnya penumpang dan biaya perawatan yang tinggi. Menurut kajian banyak ekonom Indonesia, proyek kereta cepat ini tidak akan mencapai titik impas hingga 30-40 tahun, sehingga ke depan proyek ini akan menambah lebih banyak utang luar negeri bagi Indonesia. Bahwa, UU pengampunan pajak (tax amnesty) yang diberlakukan dari Juli 2016 hingga Maret 2017 sangat menguntungkan oligarki, menguntungkan pengusaha, dan anggota partai politik. “Pada kenyataannya merupakan Pemutihan uang gelap,” ungkap tokoh Mega-Bintang Mudrick SM Sangidu dari KAMI Jawa Tengah. KAMI Lintas Provinsi juga menyoroti Pemerintahan Jokowi yang melakukan pembiaran Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) semakin terbuka. Dengan kebijakan mengangkat pengusaha menjadi penguasa dan sebaliknya. Sehingga banyak kebijakan berpihak kepada pengusaha, yang bisa merugikan rakyat dan negara (APBN). Contoh Kebijakan penetapan harga tes covid yang sangat mencekik rakyat dan APBN, kebijakan ini secara langsung menjadikan penguasa merangkap pengusaha menjadi pemilik perusahaan tes covid. “Bahwa, UU Cipta Kerja yang kelahirannya sangat tidak partisipatif, sangat berpihak kepada pengusaha. Dengan alasan penciptaan lapangan kerja, pada akhirnya merugikan kaum pekerja,” lanjut Mudrick Sangidu. KAMI Lintas Provinsi menilai, UU ini akan menghambat upaya pemberantasan kemiskinan, dan akan memperlebar kesenjangan sosial. Kaum kaya semakin kaya, kaum miskin tetap miskin. “UU Cipta Kerja yang sudah diputuskan inkonstitusional oleh MK, tapi masih tetap dipertahankan. Secara terang benderang Presiden Jokowi menunjukkan arogansi melawan UUD 45,” tambah Daniel M Rasyid dari KAMI Jawa Timur. Bahwa, Pemerintah Jokowi memanfaatkan dan membiarkan kroni pejabat menikmati proyek anggaran bernilai puluhan hingga ratusan triliun rupiah selama pandemi Covid. Seperti proyek Kartu Prakerja, proyek bantuan sosial, atau proyek atas nama pemulihan ekonomi nasional. Sementara UU Nomor 2 Tahun 2020 telah sengaja disiapkan oleh pemerintah untuk mengebiri wewenang budgeting DPR, mengamputasi KPK dan BPK di bidang pengawasan, serta lembaga peradilan untuk memeriksa dan mempertanggungjawabkan anggaran pandemi ribuan triliun, dengan memberikan imunisasi berlebihan kepada pejabat eksekutif yang mengelola dana pandemi tersebut. KAMI Lintas Provinsi menilai, Presiden Jokowi membiarkan para menterinya dan relawannya (PROJO) melakukan orkestrasi pembentukan opini secara terang-terangan bertujuan untuk melanggar UUD dengan memperpanjang masa jabatan Presiden dan keinginan 3 periode, dengan rekayasa berbagai cara. Tanpa memberikan sanksi dan melarang secara tegas, hanya memberikan alasan berwacana di alam demokrasi tidak bisa dilarang. Padahal niat dan keinginan serta tindakan tersebut sangat jelas melanggar UUD. Bahwa Presiden semestinya sangat tahu bahwa pengusaha besar bermasalah yang membantu usaha keluarga terutama anak-anaknya, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep, yang merupakan dugaan tindak pidana money laundering, semestinya kewajiban Presiden memberikan larangan terhadap keluarganya, dan secara tegas seharusnya meminta KPK untuk melakukan penyelidikan. Walaupun itu terhadap anak sendiri. Menurut KAMI Lintas Provinsi, Presiden Jokowi semestinya sangat paham UU Kehakiman terutama Hakim MK yang sangat terkait dengan permasalahan hukum pemerintahan, sehingga mustinya tidak membenarkan adanya konflik kepentingan terjadi pada insitusi terhormat tersebut. Karena UU melarang hakim punya hubungan keluarga/ipar dengan eksekutif. “Presiden diam tanpa bersikap berarti dengan sengaja melanggar UU,” lanjut Daniel Rasyid. Bahwa dari kajian tersebut diatas KAMI Lintas Provinsi berpendapat bahwa Presiden Jokowi diduga terbukti telah melanggar hukum secara berat. Untuk hal tersebut berdasarkan Pasal 7A Undang-undang Dasar atau UUD 1945, presiden bisa diberhentikan/ dimakzulkan oleh MPR. “Karena DPD-RI adalah Lembaga Tinggi Negara sejajar dengan DPR-RI dan merupakan bagian dari MPR-RI, Kami menyampaikan aspirasi kepada DPD-RI melalui Ketua DPD, untuk memproses dan mendalami serta mengawal aspirasi yang kami himpun dari denyut nadi berbagai kalangan masyarakat di daerah,” tegas Sekretaris KAMI Lintas Provinsi, Sutoyo Abadi. (mth)
Hadi Angkat Bicara Soal 300 Sertifikat Redistribusi Tanah Disita Satgas BLBI
Jakarta, FNN - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto angkat bicara terkait 300 sertifikat redistribusi tanah yang disita Satgas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Hadi dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Senin, mengatakan objek redistribusi tanah yang berada di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, itu telah dilegalisasi melalui program redistribusi tanah. “Bahkan, telah dilaksanakan sesuai dengan tahapan yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,\" kata Hadi.Namun demikian, kata dia, dengan adanya permasalahan yang berkembang maka akan dilakukan pendalaman untuk mencari penyebabnya. \"Hal ini akan dilakukan melalui koordinasi melekat dengan beberapa pihak terkait, utamanya dengan Ketua Satuan Tugas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI), termasuk dengan kepolisian,\" kata mantan Panglima TNI ini. Di samping itu, Hadi menegaskan kepada masyarakat bahwa pihaknya tengah mencarikan solusi atas permasalahan yang timbul. Hadi menjamin tidak akan ada rakyat yang dirugikan. \"Solusi atas masalah 300 sertifikat itu kini tengah disusun, dan sekali lagi tidak akan merugikan rakyat serta sesuai dengan komitmen pemerintah atau dalam hal ini Presiden Joko Widodo,\" papar Hadi. Menurut Hadi, Reforma Agraria merupakan upaya pemerintah menata kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang berkeadilan melalui proses penataan aset. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sejauh ini telah melakukan penataan aset, salah satunya melalui proses redistribusi tanah. Redistribusi tanah sendiri dilakukan pada Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), yaitu tanah yang dikuasai negara, dan/atau tanah yang telah dimiliki masyarakat untuk kemudian diredistribusi atau dilegalisasi. Salah satu objek redistribusi tanah, yakni tanah eks hak guna usaha (HGU) yang telah habis masa berlakunya serta tidak dimohon perpanjangan, dan/atau tidak dimohon pembaruan haknya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah haknya berakhir. (mth/Antara)
Di Depan Keluarga Pinrang, LaNyalla Sebut Pasal 222 MK Koyak Persatuan Bangsa
Jakarta, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, kembali lagi menegaskan Mahkamah Konstitusi harus menghapus Presidential Threshold yang diatur dalam pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Selain tidak derifatif dengan Konstitusi, pasal tersebut menjadi salah satu faktor pemicu polarisasi di masyarakat yang mengoyak semangat persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu, DPD RI sebagai Lembaga Negara yang secara resmi telah mengajukan gugatan Judicial Review ke MK terkait pasal tersebut masih menunggu sikap MK sebagai lembaga penjaga konstitusi. “Apakah MK akan membiarkan Pasal 222 tersebut terus-menerus menjadi pemicu polarisasi di masyarakat dan merugikan bangsa? Ataukah akan berdiri bersama rakyat Indonesia,” kata LaNyalla secara virtual dalam Pelantikan Badan Pengurus Pusat Kerukunan Keluarga Pinrang (BPP KKP) 2022-2027, di Jakarta, Ahad (26/6/2022). Dijelaskannya, aturan presidential threshold memaksa partai politik bergabung untuk dapat mengusung calon. Sehingga dalam dua kali pilpres, rakyat hanya diberi dua pasang calon. “Saya selalu sampaikan bahwa polarisasi bangsa yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir harus kita akhiri. Polarisasi di masyarakat jelas sangat tidak produktif dan menurunkan kualitas kita sebagai bangsa yang beradab dan beretika. Polarisasi juga mengoyak persatuan dan kesatuan bangsa,” papar dia. Selain itu, ambang batas juga menjadi pintu masuk bagi Oligarki Ekonomi untuk ikut membiayai proses Pilpres yang mahal. Hal inilah yang kemudian menyandera Presiden dan Wakil Presiden terpilih dalam mengambil kebijakan dan mewujudkan janji kampanye. “Siapapun capres dan cawapres tahun 2024, selama oligarki ekonomi terlibat membiayai, maka akan sulit untuk mewujudkan janji-janji kampanyenya. Sudah menjadi watak oligarki ekonomi, apalagi yang sudah menyatu dengan oligarki politik, untuk menyandera kekuasaan dan memaksa kebijakan negara berpihak kepada kepentingan mereka,” ucapnya lagi. Itulah inti dari permasalahan kebangsaan hari ini. Permasalahan yang bersifat fundamental dan berada di wilayah Hulu, bukan di wilayah Hilir. Sehingga penyelesaiannya juga harus dengan pendekatan yang fundamental. “Pendekatan fundamental yang saya maksud adalah dengan memurnikan kembali demokrasinya. Yaitu mengembalikan demokrasi dari kalangan oligarkis yang rakus, kepada kaum intelektual yang beretika, bermoral dan berbudi pekerti luhur,” tegasnya. Dan untuk dapat melakukan itu, kita harus kembali kepada Pancasila sebagai falsafah dari Konstitusi kita. Sebagai sumber inspirasi dari semua Pasal-Pasal yang ada di dalam Konstitusi kita. “Karena Pancasila yang disepakati oleh para pendiri bangsa adalah grondslag yang paling sesuai dengan karakter dan DNA asli bangsa ini,” imbuhnya. Makanya LaNyalla menegaskan, organisasi-organisasi atau perkumpulan-perkumpulan masyarakat seperti Kerukunan Keluarga Pinrang mutlak diperlukan sebagai bagian dari yang menggugah kesadaran kita sebagai bangsa. Bahwa oligarki ekonomi yang menyatu dengan oligarki politik adalah musuh utama Kedaulatan Rakyat. Sebab, Kedaulatan Rakyat semakin terkikis sejak Amandemen Konstitusi tahun 1999 hingga 2002 silam. “Kita telah meninggalkan ciri utama dari Demokrasi Pancasila, dimana semua elemen bangsa yang berbeda-beda harus terwakili sebagai pemilik kedaulatan utama di dalam sebuah Lembaga Tertinggi di negara. Kita telah meninggalkan mazhab ekonomi pemerataan, meninggalkan perekomian berdasar azas kekeluargaan, dan membiarkan ekonomi tersusun oleh mekanisme pasar,” tukas LaNyalla. Makanya, untuk menghentikan kerusakan di negara ini, LaNyalla mengajak kembali kepada sistem Demokrasi Pancasila dan sistem ekonomi Pancasila. Hadir dalam acara itu Ketua Umum BPP KKP Abdillah Natsir beserta jajaran pengurus, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, perwakilan Gubernur Sulawesi Selatan, Rektor Universitas Hasanuddin selaku Ketua Dewan Pakar BPP KKP, Bupati Pinrang, Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Pinrang, Pengurus KKP Tingkat Provinsi dan Kabupaten Kota se-Indonesia, tokoh masyarakat Pinrang dan warga KKP se-Jabodetabek. (mth/*)
Damaikan Ukraina-Rusia: Indonesia Bahaya, Bisa Diabaikan Amerika!
PRESIDEN Joko Widodo bertolak mengunjungi empat negara, yakni Jerman, Ukraina, Rusia hingga Uni Emirat Arab (UEA), dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Ahad (26/6/2022). Dalam keterangannya sebelum keberangkatan, yang disaksikan secara daring dari Jakarta, dia menyampaikan bahwa kunjungan ke Jerman dalam rangka menghadiri KTT G7 yang diselenggarakan pada 26-28 Juni 2022.Posisi Indonesia dalam G7 adalah sebagai negara mitra sekaligus diundang sebagai negara Ketua G20. Agendanya, setelah itu, Jokowi akan menemui Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky di Kiev, Ukraina, dan Presiden Rusia, Vladimir Putin di Moskow, Rusia, untuk mengajak keduanya membuka ruang dialog perdamaian atas perang yang terjadi antara kedua negara.Kemudian setelah itu Jokowi akan berkunjung ke Uni Emirat Arab untuk melanjutkan kembali pembahasan kerja sama ekonomi dan investasi antara Indonesia dengan Uni Emirat Arab. Jokowi berinisiatif ingin menjadi “juru damai” masalah Ukraina dengan Rusia. Topik menarik ini dibahas wartawan senior FNN Hersubeno Arief dan Rocky Gerung dalam Kanal Rocky Gerung Official, Senin (27/6/2022). Berikut ini petikannya. Jokowi kemarin terbang ke Jerman itu menghadiri acara G7. Sebenarnya fokus G7 lebih pada kredensial, ketemu-ketemu soal kerjasama. Tapi ada yang serius yaitu Jokowi ke Ukraina dan Rusia. Sebenarnya apa agendanya yang diharapkan Jokowi dari kunjungannya itu, mengingat bagaimanapun profil Indonesia sekarang ini di dunia internasional bukan high-profile lagi. Ini beliau bukan diundang tapi mencoba menginisiatif untuk mengupayakan perdamaian di kawasan itu. Ya itu problemnya karena bagi publik atau pengamat politik internasional kita akan jadi penengah di situ. Apalagi yang datang figur Presiden Jokowi, yang dianggap oleh dunia internasional kemampuan dia untuk berdiplomasi rendah sekali. Kan kalau kita menjadi penengah kita musti punya moral standing yang kuat bahwa bangsa ini juga utuh sehingga akan didengar oleh internasional. Bahwa ekonomi kita cukup tangguh untuk menjadi landasan, kita tidak ada problem dalam negeri, lalu ingin keluar negeri menyelesaikan masalah orang lain. Kan dia disebut sebagai daya tahan dalam negeri untuk dijadikan profil dalam diplomasi internasional. Kalau sekedar ingin ketokohannya, Jokowi bisa kirim beberapa orang yang mungkin justru lebih diterima di dunia internasional, Pak JK (Jusuf Kalla) atau Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) misalnya, yang punya pengalaman diplomasi. Jadi kalau langsung Presiden Jokowi datang ke Ukraina dan Rusia, itu artinya dia mau bikin headline di dalam negeri, bukan di luar negeri. Kan tidak akan dianggap oleh luar negeri, ini ngapain presiden. Lain kalau misalnya ada keputusan PBB minta beberapa negara, termasuk Indonesia, untuk jadi semacam yang dulu biasa disebut komisi penengah. Jadi ini sebetulnya orang akan anggap pencitraan saja. Apalagi kalau politik internasional itu dikaitkan dengan financial player yang melihat Indonesia ini negara yang bakal mengikuti Sri Lanka, mau bangkrut, karena enggak mampu mengolah inflasi, enggak mampu mengelola utang, segala macam. Jadi soal-soal semacam ini akan diulas dengan sangat tajam oleh masyarakat internasional. Tapi okelah karena Indonesia punya semacam prinsip ikut serta dalam membangun perdamaian dunia, lalu dianggap sebagai itu sesuatu yang sensasional. Padahal, sebetulnya waktu kita menyebutkan Indonesia itu non-blok dan ikut memberi perdamaian dunia, itu betul-betul karena faktor figur dari Presiden Soekarno yang sangat kuat kemampuan dia untuk tampil secara profesional dan intelektual di forum internasional. Nah ini Jokowi bisa berbahaya kalau ada wawancara dengan Jokowi tentang apa sebetulnya yang sekarang relevan untuk dijadikan dasar Indonesia ikut dalam perdamaian dunia. Enggak ada. Enggak ada point-nya nantinya. Itu bahayanya di Asia Tenggara, Indonesia sudah bukan lagi pemimpin Asia Tenggara, Indo-Pasifik, Indonesia diabaikan oleh Amerika Serikat. Jadi soal-soal semacam itu. Tapi kita mau lihat ini sebagai seperti yang saya terangkan, akan jadi berita di dalam negeri lalu dieksploitasi oleh buzer atau pendengung bahwa kita berhasil bertemu. Bukan bertemu point kita, apa yang akan diusulkan. Amerika Serikat tentu tetap dalam posisi, Indonesia ini mencla-mencle. Tak tahu apa posisinya tiba-tiba ada di sana di tengah-tengah ketegangan NATO dan Rusia. Padahal Amerika Serikat menginginkan posisi Indonesia dalam politik proksi. Indonesia ambil inisiatif. Inisiatif itu nggak ada basisnya. Kira-kira begitu jika saya gambarkan percakapan yang sekarang berlangsung. Mungkin pers Eropa sekarang udah dapat redaksi untuk cari tahu apa point-nya yang akan kita tanyakan pada presiden Indonesia. Kira-kira kita perlu mengucapkan ini dengan serius, bukan kemudian dianggap kita selalu nyinyir kepada Jokowi. Tapi serius kita pertanyakan soal ini karena sekali ini buzer tidak mungkin bisa menggoreng seperti biasa saja karena pers International pasti langsung menyoroti itu. Dan saya kira ini sangat berbahaya. Itu bisa menjadi satu dari itu beberapa hal yang (kalau memang tidak ada pokoknya) akan semakin memperburuk citra Indonesia di mata internasional. Karena kemarin kita juga membahas bahwa Jokowi ini sudah mulai disorot dunia internasional dalAm soal menggunakan isu radikalisme untuk menindak musuh-musuhnya di dalam negeri. Yang kedua, ini kan juga masuk ke wilayah yang sangat berbahaya kalau kita masuki. Meskipun ada pengamanan yang sangat ketat, risikonya sangat tinggi. Jadi jujur memang, saya dalam beberapa hari ini bertanya-tanya kenapa Pak Jokowi tetap mengambil langkah itu. Okelah kalau bertemu dengan dengan Zalensky mungkin itu bisa dianggap sebagai sebuah dukungan, tapi bertemu dengan seorang Putin yang profilnya di dunia internasional luar biasa tinggi, yang dia dengan negara-negara besar seperti Amerika dan negara Eropa pun dia bisa abaikan, apalagi dengan Indonesia? Ini yang bahaya adalah pasca-kunjungan itu, yang nggak ada point. Kan tetap orang melihat point Indonesia apa? Mungkin Putin juga akan memakai kaus oblong. Ellon Musk saja pakai kaos doang. Putin bagaimanapun juga ingin memanfaatkan posisi Indonesia sebagai bemper di dalam persaingan dengan Amerika Serikat. Jadi idenya tentu bagi Putin ya gue manfaatin saja, mumpung Presiden Jokowi datang, lalu dia puter headline-nya nanti bahwa Indonesia itu sebetulnya lebih cocok bergaul dengan Rusia karena Presiden Soekarno dulu juga ada di dalam blok Rusia. Itu lebih gila lagi. Lalu Amerika marah besar dan kita nggak punya kemampuan untuk menahan kemarahan Amerika. Karena, bahkan satu peluru pun kita masih tergantung pada Amerika dalam soal persenjataan. Jadi hal-hal semacam ini memungkinkan kita untuk pada akhirnya harus merumuskan bahwa Presiden Jokowi sedang berupaya untuk menaikkan elektabilitasnya, yang sebetulnya nggak perlu lagi itu. Justru itu berbahaya bagi bangsa ini karena kan tetap ketegangan itu soal keputusan, mau pro NATO atau pro Blog Rusia dan proksinya China itu. Jadi, sekali lagi, bagi mereka yang ingin mengamati politik dunia di dalam gejala kita sekarang kita masuk dalam realisme itu bahwa NATO sudah siap-siap buat menyerbu; Amerika Serikat sebagai superpower menganggap China sebagai pengganggu sementara, walaupun China pasti blingsatan juga kalau diancam betul-betul secara resmi oleh Amerika. Karena ekonomi China nggak mampu untuk membiayai perang yang panjang, sementara Amerika menguasai ekonomi dunia, walaupun ada stagnasi tapi tetap orang pakai parameter Amerika, terutama kekuatan dolarnya. Jadi kita balik lagi tadi bahwa Indonesia kalau mau menyatakan diri misalnya, kami ingin ada perdamaian. Di dalam negeri sendiri Islamofobi masih tumbuh, pembelahan-pembelahan segmented antara kaya dan miskin itu juga kuat sekali terjadi. Jadi tidak ada dasarnya Indonesia ikut campur atau berupaya menunjukkan diri sebagai mampu untuk jadi jembatan konflik di Eropa. Jadi, sekali lagi, ya bagus juga sekedar memberitahu bahwa ya kita peduli, tapi kepedulian itu kan basisnya adalah kematangan politik dalam negeri yang justru fatal dalam banyak hal. Ya, saya sepakat dengan Anda tadi bahwa harusnya begini ini mestinya level-levelnya, jangan langsung presiden. Presiden ini kan (kalau istilah permainan sepakbola) tinggal mengegolkan. Kalau ada proses, di level-level bawah atau ministing tingkat kementerian baru kemudian ke level presiden. Ini kan langsung Pak Jokowi terjun bebas. Tapi, apapun kita berharap Pak Jokowi bisa pulang dengan selamat, dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan, meskipun jujur kita mesti mengatakan kita pesimis. Itu point kita selalu. Kan dalam diplomasi ada yang dibereskan supaya begitu presiden datang mutunya itu tinggalkan wawancara, atau tinggal deklarasikan bahwa sudah ada point yang dibuat Indonesia. Di sini nggak ada satu berita bahwa Departemen Luar Negeri sudah lakukan semacam pertemuan Menteri Luar negeri, Departemen Pertahanan sudah bujuk-bujuk Putin supaya nahan sedikit-sedikit. Itu tidak terjadi. Tiba-tiba presiden datang ke situ. Itu artinya, sama seperti pionnya belum berjalan, rajanya sudah maju ke depan. Lalu sasaran tembaknya terbuka di dalam the fields yang masuk ke ranah bidiknya. Kan berbahaya itu. Ya, dalam hal ini, karena Pak Jokowi ini ke dunia internasional, ke luar negeri, ini mewakili bangsa Indonesia, mewakili kita semua juga. Tetapi kita musti menyuarakan itu karena ini wajah kita juga dipertaruhkan oleh Pak Jokowi di dunia internasional. Itu point kita sudah begitu. Bahwa wajah Presiden itu adalah wajah bangsa. Tiba-tiba datang ke sana dan orangnya cerca atau orang lecehkan. Ngapain ini anak kecil ngikut-ngikut pertarungan orang gede-gede. Kira-kira begitu. Itu kalkulasi yang musti kita hitung. Lain kalau kita memang sudah pastikan kita punya profil kuat maka kita akan didengar oleh Putin dan itu akan menjadi point bagi Amerika untuk mengukur kembali kekuatan Putin. Jadi kita mau kasih pesan pada Amerika sebetulnya, bukan pada Putin. Dan Putin menganggap ya apa iya dia boleh, tapi ya ini kayak lampiran yang ditaruh di nomor 12 mungkin dalam desain politik Rusia. Atau jangan-jangan lampiran yang nggak sempat dijepret sehingga tercecer di mana-mana. Mudah-mudahan pesimisme kita ini enggak terbukti. Kita selalu berharap yang terbaik untuk bangsa. (mth/sws)
Syahganda: Sutiyoso Sudah Kasih Tahu, Presiden Sekarang Asli atau Tidak
Bandung, FNN – Sebuah pengakuan menarik disampaikan Direktur Eksekutif Sabang-Merauke Circle, Syahganda Nainggolan. Syahganda mengaku telah mendapatkan bocoran dari intelijen soal apakah Presiden Joko Widodo benar-benar asli pribumi atau tidak. Hal tersebut diungkapkan oleh Syahganda dalam acara diskusi publik yang diselenggarakan oleh Komite Peduli Indonesia (KPI) bersama DPD RI berjudul “Koalisi Rakyat untuk Poros Perubahan” di Ballroom Masjid Agung Trans Studio, Kota Bandung, Jawa Barat maupun melalui virtual, Ahad (26/6/2022). Awalnya, Syahganda menjelaskan, poros perubahan bertujuan agar negeri ini dikembalikan kepada konstitusi sesuai dengan tujuan Proklamator Soekarno-Hatta memerdekakan Republik Indonesia, yaitu untuk kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, Syahganda merasa heran, saat ini justru banyak oligarki yang telah menguasai harta dan tanah di Indonesia. Padahal, Indonesia bukan seperti Amerika yang sudah ditinggalkan oleh pribuminya.“Di Indonesia ini masih ada keturunan raja-raja seperti Jumhur ini. Kita banyak yang asli Indonesia, jadi Indonesia asli itu ada. Makanya Soekarno dan Hatta mengatakan Pasal 6 UUD 1945 itu harus presidennya orang Indonesia asli pribumi. Yang sekarang asli enggak? Yang bisa jawab dunia intelijen nih,” ujar Syahganda, Ahad (26/6/2022).Syahganda mengaku sudah pernah mendapatkan bocoran soal ini dari Letjen TNI Purn Sutiyoso yang merupakan mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).“Saya sih sudah pernah dikasih tahu sama Sutiyoso. Apa dia benar pribumi, apa enggak. Biar Sutiyoso saja-lah yang harus mengungkapkan, jangan saya, karena saya bukan intelijen. Tapi Sutiyoso sudah kasih tahu saya, apakah yang sekarang asli (pribumi) atau tidak,” ungkap Syahganda.Syahganda lantas membandingkan kondisi di Indonesia dengan di Malaysia. Di mana, di Malaysia ketika pribumi berkuasa, harga minyak goreng bisa lebih murah dibanding di Indonesia.“Di Malaysia ketika pribumi Malaysia berkuasa, minyak goreng sampai sekarang harganya cuma Rp 7.600 per liter. Sementara pengkhianat bangsa ini membuat minyak goreng harganya puluhan ribu per liter. Yang sudah diungkapkan sendiri oleh menterinya, bahwa mereka itu ada mafia minyak goreng, yang mungkin menterinya juga bagian daripada mafia minyak goreng itu,” pungkasnya.Selain Syahganda, acara diskusi ini dihadiri oleh Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, yang memberikan pidato kebangsaan. Juga sambutan dari Ketua KPI, Tito Roesbandi. Dilanjutkan dengan acara diskusi yang menghadirkan lima narasumber lainnya, yaitu Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Mohammad Jumhur Hidayat; Pendiri Forum Komunikasi Patriot Peduli Bangsa (FKP2B), Mayjen TNI (Purn) Deddy S Budiman; Sekretaris Jenderal Syarikat Islam, Ferry Joko Juliantono; Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Indra Perwira; dan pemerhati Kebangsaan, Muhammad Rizal Fadillah. (mth)
Gaya Berpolitik Jokowi Dipakai Gibran “Ojo Kesusu”
Jakarta, FNN – Gibran Rakabuming yang tak lain adalah anak dari Presiden Joko Widodo dikabarkan akan diusung menjadi calon gubernur Jawa Tengah atau DKI Jakarta pada Pilkada 2024. Bagaimana dengan Ganjar Pranowo? “Saya kemarin menyimpulkan kehadiran pak Jokowi, Ganjar, dan pernyataan Bu Megawati bahwa pada pilpres 2024 itu Jokowi sudah finished dan Ganjar juga sudah game over, tapi kemarin saya memakai tanda tanya ya, nah sejak kemarin, Rabu 22 juni 2022 semakin nyata kesimpulan saya, pak Jokowi pagi-pagi mengajak Puan melakukan perjalanan ke Kalimantan Timur, apakah ini bisa kita jadikan simbol Jokowi melepaskan Ganjar?” tanya wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam Kanal YouTube Hersubeno Point, Kamis (23/6/2022). Pertanyaan yang dilontarkan kepada Presiden Jokowi terkait dukungannya kepada Ganjar ataukah Puan Maharani, Jokowi tidak bisa menjawab, dan menggaris bawahi kalimat “ojo kesusu”, jangan tergesa-gesa mengambil kesimpulan. Apabila dikaitkan dengan berbagai peristiwa, panas dingin hubungan Jokowi dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, kemudian mereka baik kembali, bertemu kembali, kita dapat gambaran apa yang tengah terjadi. “Ada beberapa point yang ingin saya sampaikan dari fenomena ini, pertama Jokowi tampak menyadari opsi memperpanjang pemilu sudah tertutup rapat, kedua Jokowi dan Ganjar tegakkan bendera putih, ketiga ada barter Jokowi dan Megawati,” tegas Hersubeno Arief. Barter politik antara Jokowi dan Megawati kelihatannya mendapatkan jaminan karena putranya Gibran Rakabuming itu dipastikan mendapatkan tiket untuk maju menjadi calon gubernur DKI Jakarta atau Jawa Tengah, tetapi kelihatan dari kepentingannya dan strategisnya, Jakarta menjadi incaran utamanya. Selain bertemu dengan Prabowo Subianto, Gibran juga bertemu Megawati dan Puan, dalam bahasa Gibran, pertemuannya itu mendapat nasihat dan arahan untuk maju menjadi calon gubernur DKI Jakarta atau Jawa Tengah. Jelas ini ada isyarat politik sangat jelas bahwa PDIP akan mendukung Gibran apabila maju menjadi Gubernur. Kemudian ketika Gibran ditanya terkait dirinya akan maju menjadi Gubernur DKI Jakarta, Gibran menjawab bahwa dia mau fokus untuk membangun Kota Solo, Jawa Tengah dahulu. Gaya berpolitik Jokowi ini dipakai oleh Gibran, seperti dahulu pada ketika Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta dan ketika ditanya wartawan dia tidak memikirkan copras-capres, tetapi dia memikirkan kaki-lima. “Sekali lagi kalau kita mau membuat tafsir, kita harus ingat catatan dari Jokowi, ojo kesusu, ojo grasak grusuk ojo dumeh,” jelas Hersu, penggilan akrab Hersubeno Arief. (sws)
Sinyal Megawati untuk Ganjar, Sudahlah!
Jakarta, FNN – Tampaknya Ganjar Pranowo sudah game over terkait dengan ambisinya untuk ikut kontestasi pada Pilpres 2024 mendatang. Sinyal ini bisa dilihat ketika Gubernur Jawa Tengah ini membacakan rekomendasi hasil dari Rakernas PDIP, Kamis (23/6/2022). Rekomendasi politiknya, bahwa dia membacakan untuk urusan pencapresan itu diserahkan sepenuhnya kepada Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. “Di situ aplause-nya luar biasa karena orang tahu belakangan ini soal Ganjar,” kata wartawan senior FNN Hersubeno Arief. Bersama para relawannya, Ganjar digadang-gadang maju Pilpres 2024. Namun Megawati belum memberikan sinyal kalau DPP PDIP bakal memajukan Ganjar sebagai Capres yang diusung PDIP karena ada Ketua DPR RI Puan Maharani yang juga disebut-sebut maju Pilpres 2024. Wartawan senior FNN Hersubeno Arief bersama akademisi yang juga pengamat politik Rocky Gerung membahas sinyal Megawati itu di Rocky Gerung Official, Sabtu (25/6/2022). “Apakah, saya boleh mengaitkan Pak Jokowi ini mengajak Mbak Puan ke IKN, kemudian sebelumnya Gibran Rakabuming bertemu dengan Mbak Puan dan Ibu Megawati dan disarankan untuk menjadi gubernur. Ini artinya sebenarnya sudah terjadi trade off antara Pak Jokowi dengan Ibu Mega dan final mereka akan mendorong Mbak Puan?” tanya Hersubeno kepada Rocky Gerung. ”Trade off-nya bukan antara Ibu Mega dan Pak Jokowi. Menurut saya trade off justru terjadi antara Ibu Mega dan Pak Jokowi dengan relawan. Sebab relawan kehilangan mainan. Kehilangan mainan artinya kehilangan bisnis. Kan Ganjar akhirnya tidak bisa lagi diproposalkan oleh relawan,” ungkap Rocky Gerung. Tentu saja relawan merasa kita masih Ganjar juga, tapi kalau Ganjar akhirnya hilang karena perubahan tadi, arahnya ke Puan dan bahkan Gibran, mainnya habis. Rocky Gerung mengatakan, bayangkan berapa banyak MoU yang telah diteken oleh relawan dengan investor batal. Batal karena timbulnya rasa saling sayang baru antara Presiden Jokowi dan Megawati. “Tapi saya tetap lihat ini di permukaan saja karena sebetulnya di akar bawah tetap operasi Ganjar jalan terus pasti. Kan Ganjar nggak mungkin juga merasa oke saya hentikan semua ini. Karena Ganjar sudah masuk dalam radar bahwa dia memang populis, lepas dari soal nggak kualitas segala macam,” lanjutnya. Tapi elektabilitasnya tinggi di atas Puan. Itu problem yang nantinya akan jadi tulang patah tapi nerobos daging, jadi daging itu terkena saraf lalu perih lagi. Jadi ini soalnya tuh. “Berupaya untuk cari solusi tapi sebetulnya fakta sosiologis Ganjar tetap ada di dalam top of mine, terutama dari pemilih PDIP di Jawa,” ungkap Rocky. “Jadi kalau Anda lihat apakah Puan sudah final atau masih akan berproses karena kita lihat sejak awal konsisten Ibu Megawati menyatakan tidak ada koalisi-koalisian, dia juga menyatakan bahwa ini saya diberi prerogatif, dan sebagainya,” tanya Hersubeno. Menurut Rocky Gerung, Mega selalu bertahan pada prinsip bahwa elektabilitas bukan satu-satunya prinsip untuk menghitung kapasitas seseorang. Ya bagus juga. Tapi kemudian orang ingin lihat kalau bukan elektabilitas lalu apa yang bisa dipatenkan pada Mbak Puan. Kemarin Mega sudah ucapkan secara samar-samar bahwa Mbak Puan sudah terlatih memimpin DPR, bahkan terlatih ikuti dalam konferensi internasional karena dia juga adalah Ketua IPU. Ini sinyal, tetapi kita selalu ingin melihat bahwa berpolitik itu ada bagian yang normatif, ada bagian yang deskriptif. “Secara normatif tentu Ibu Mega merasa bahwa kader PDIP satu-satunya yang punya darah Soekarno adalah Mbak Puan. Tapi itu fakta normatifnya. Tetapi, secara deskriptif sosiologi di bawah itu orang tetap menganggap Puan bagus sebagai sinyal PDIP karena ada darah Soekarno mengalir di situ,” ujarnya. Tapi, lanjut Rocky Gerung, dara popularitas itu ada pada Ganjar. Jadi mendua di situ nanti. Nanti kita mungkin bisa juga duga oke kalau gitu masalahnya dan Ibu Mega paham itu masalahnya, konflik antara fakta normatif dan fakta deskriptif. “Maka itu bisa ditambal melalui survei, melalui rekayasa elektabilitas. Bisa saja. Tapi tetap itu jadi problem baru kalau misalnya ada penantang, Ganjar juga akan tetap pakai surveyor untuk supaya namanya tetap dilambungkan di situ,” ungkap Rocky Gerung. Dan jangan lupa ini masih ada proses dua tahun dan Ganjar bisa konsolidasi diri itu. Kalau Ganjar mampu konsolidasikan diri, Presiden Jokowi diam-diam juga akan balik mendukung Ganjar. Ini soalnya. “Kenapa saya ucapkan itu, karena politik kita itu yang ada di arus bawah itu kadangkala nggak terlihat. Kan nggak mungkin Pak Jokowi merasa bahwa ini sudah beres dengan Ibu Mega. Tetap ada mereka yang menganggap bahwa Pak Jokowi sebetulnya elektabilitasnya di tahun 2019 itu melampaui pencapaian suara PDIP,” lanjut Rocky Gerung. Kalau kita ingat misalnya, PDIP menang 19,5 persen suara Pemilu, Jokowi menang 55%. Artinya, pemilih Jokowi itu bukan cuma pemilih PDIP. Itu juga sering salah kalangan PDIP menganggap itu dimenangkan oleh PDIP. “Iya, tapi 19 persen itu tidak cukup untuk memenangkan Jokowi,” tambahnya. Menurut Rocky, Jokowi dapat limpahan suara lain, mungkin juga sebagian dari bekas Gerindra, dari masyarakat muslim juga, sehingga dia dapat 55%. Jadi, Jokowi juga tahu bahwa dia punya kemampuan atau punya dukungan sosiologis lebih tinggi dari PDIP. Itu juga yang dimanfaatkan oleh kalangan Ganjar untuk menghitung bahwa kalau cuma 19%, Jokowi tidak jadi presiden. Karena dia dapat 55% itu artinya ada dukungan non PDIP yang tiba di kotak suara buat Jokowi. Nah, bagian ini akan dieksploitasi oleh Ganjar. “Jadi saya menghitung bahwa Ganjar akan fight back. Demikian juga Jokowi. Tentu kita nggak ingin fight back itu berlangsung di depan publik seperti yang kemarin, sehingga terjadi banyak interpretasi. Tapi nggak soal karena senyum dua hari lalu itu juga bisa menjadi tangisan minggu depan kalau variabelnya berubah,” tukas Rocky Gerung. “Kalau tadi Anda menyinggung soal relawan sebenarnya bukan hanya relawan, buzer juga sudah ke Ganjar semua. Ganjaris itu buzer. Jadi mereka sementara ini masih bisa berharap tidak akan kehilangan kontrak-kontrak ya?” timpal Hersubeno. “Ya tapi mereka bakal kering. Kira-kira begitu WA diantara mereka. Waduh, kering kita, kering-kering. Jadi, ini psikologi kan. Begitu Pak Jokowi kasih sinyal bahwa bukan Ganjar tapi Puan, ya pindah. Investor juga langsung pindah ke Puan. Itu sifat politik kita begitu,” jawab Rocky Gerung. “Kan nggak ada orang yang mau invest pada seseorang yang dianggap sudah diselesaikan. Sudah babak belur. Dibabak-belurkan oleh Ibu Mega di rapat itu lalu akhirnya cuma disuruh sekedar jadi pembaca kesimpulan. Kan itu juga sinyal bagi Ganjar bahwa sudahlah,” lanjutnya. Hersubeno Arief menyimpulkan, “Saya kira itu bukan tidak by design bahwa Ganjar yang harus membacakan rekomendasi. Bahwa itu ketua umum yang berhak (memutuskan).” (mth/sws)
Rocky Gerung: Jurnalis Bukan Humas Istana
Jakarta, FNN – Tampaknya ketegangan yang terjadi terkait isu Pilpres 2024 antara Presiden Joko Widodo dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri sudah cair dan mereda. Megawati sudah melupakan soal main di “dua-tiga” kaki yang dilakukan oleh “petugas partainya”. Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDIP yang digelar di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pada 21-23 Juni 2022, sebelum membuka acara, Jokowi terlebih dahulu berpidato. Dalam pidatonya, Jokowi memuji-muji Megawati. “Bu Mega, beliau memang hari ini sejak saya ketemu pagi tadi, memang beliau adalah auranya adalah sangat cantik sekali dan sangat kharismatik. Ini benar dari lubuk hati yang paling dalam,” ungkap Jokowi, Selasa, 21 Juni 2022. Mendengar pujian Jokowi, Megawati tampak tersipu-sipu sambil tersenyum menutup mulutnya dengan tangan. “Auranya meskipun sudah berumur 57 tahun, tetapi aura kecantikannya tidak pernah pudar,” kata Jokowi memancing tawa Megawati dan para kader PDIP. Jokowi memelesetkan usia Megawati yang tahun ini genap 75 tahun. Saat itu, para kader PDIP memberikan tepuk tangan. Namun, Presiden Jokowi meminta kader PDIP untuk menepuk tangan lebih kencang. \"Tepuk tangannya kurang,” kata Jokowi. Pujian Presiden Jokowi itu menimpali ucapan Megawati yang terlebih dahulu memuji diri-sendiri. Menurutnya, auranya yang kharismatik itu menurun dari bapaknya, Presiden RI Pertama, Soekarno. “Menurun sama saya. Saya cantik dan kharismatik,” kata Megawati. “Ada yang saling memuji dalam dua hari ini?” ungkap wartawan senior FNN Hersubeno Arief kepada akademis dan pengamat politik Rocky Gerung dalam kanal Rocky Gerung Official, Sabtu (25/6/2022). “Iya. Indonesia senang bahwa puji-pujian itu membuat kita tersenyum setelah kemaren kita cemberut semua karena sebuah peristiwa di ruang kuliah PDIP dan seorang dosen sedang menceramahi mahasiswanya, tapi kemudian sang mahasiswa memuji dosennya. Kira-kira begitu,” kata Rocky Gerung. Dan terjadilah ucap mengucap yang akhirnya membuat dua belah pihak sumringah. Siapakah itu? Ada di semuanya head line. “Iya kemarin yang sempat kita bahas sekilas bahwa Pak Jokowi nggak lama setelah acara di PDIP kemudian Mbak Puan Maharani diajak ke ibukota baru. Di situ ternyata banyak wartawan para pemred yang diajak sama Pak Jokowi. Lalu sehari kemudian setelah penutupan Rakernas Bu Megawati memuji-muji soal Pak Jokowi dan mengklaim bahwa pilihannya tidak salah menjadikan Jokowi sebagai presiden,” tukas Hersubeno. Bagus juga ketegangan di kalangan elit mereda. Tapi dia tidak membuat kita percaya pada demokrasi itu karena akhirnya kita musti temukan semacam rumus yang hanya dimengerti oleh mereka berdua. “Dan itu artinya demokrasi cuma urusan dua orang, diselesaikan dengan ha ha hi hi saling puji lalu 20 persen dilupain, lalu peristiwa-peristiwa politik pelanggaran HAM kemarin dilupain. Kan bukan itu maksudnya tuh. Harga sawit tinggal seribu perak dilupain itu,” lanjut Rocky Gerung. Jadi ini sebetulnya masalahnya yang kita perlukan. “Kita perlu ngebahas ini lebih jauh dan saya lihat beberapa wartawan yang diajak Jokowi sumringah itu kayak memuji-muji. Dan diwawancara lalu dipuji seolah ia ini bagus, harapan, segala macam. Kan bukan begitu sifat kritis jurnalis,” katanya. Menurut Rocky, jurnalis mengikuti kegiatan presiden untuk memberi berita dan keseimbangan berita, termasuk perspektif kritis terhadap IKN. Seolah jurnalis merasa ya ini sesuatu yang akan membuat Indonesia bahagia. Sementara, opini publik justru menentang IKN. Saya khawatir kalau kalangan jurnalis kehilangan perspektif kritisnya hanya karena diundang oleh Presiden. “Kan kita ingin supaya terlihat bahwa pers itu betul-betul sparing partner dari pemerintah, bukan undangan yang kemudian jadi humasnya Istana,” ujarnya. “Saya lihat bahasa tubuh beberapa tokoh pers itu agak jadi humas istana buat mempromosikan IKN. Bukan. Ibukota baru itu problem yang akan menetap karena soal anggaran dan soal lingkungan. Itu yang musti diulas oleh jurnalis, bukan sekedar suka senyum-senyum di depan kamera agar presiden bahagia. Itu lain soalnya,” tegas Rocky Gerung. (mth/sws)