NASIONAL
LaNyalla: Persoalan Fundamental Harus Diselesaikan dengan Fundamental
Jakarta, FNN - Hadir di dalam Musyawarah Daerah Tahun 2022 Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) DKI Jakarta, Sabtu (11/6/2022), Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengatakan bahwa bangsa ini menghadapi persoalan fundamental. Maka solusi yang ditempuh juga harus Fundamental. \"Jika kita ingin melakukan perubahan untuk Indonesia yang lebih baik, maka kita harus melihat dengan jernih, bahwa persoalan yang kita hadapi adalah persoalan Fundamental. Maka, jalan keluar yang dilakukan juga harus Fundamental,\" tegasnya. Senator asal Jawa Timur itu menegaskan bahwa jika salah satu persoalan Fundamental tersebut adalah Oligarki Ekonomi yang semakin membesar dan menyatu dengan Oligarki Politik untuk menyandera kekuasaan. \"Dan jalan keluar Fundamental yang harus kita lakukan adalah mengakhiri Rezim Oligarki Ekonomi dan pastikan Kedaulatan ada di tangan rakyat. Bukan melalui Demokrasi Prosedural yang menipu,\" katanya. Kepada para Purnawirawan TNI sebagai Pelopor, Motivator dan Komunikator di bidang Ipoleksosbud hankam, LaNyalla menegaskan jika konstitusi wajib dikembalikan kepada semangat dan spirit suasana kebatinan para pendiri bangsa. \"Bahwa Undang-Undang Dasar Naskah Asli 1945 harus disempurnakan memang betul. Tetapi tidak diubah total menjadi Konstitusi yang sama sekali baru dan sudah tidak nyambung lagi dengan nilai-nilai Pancasila yang merupakan nilai dasar bangsa ini,\" katanya. Menurut LaNyalla, beberapa waktu lalu ia bersilaturahmi dengan mantan Wakil Presiden Try Sutrisno. \"Beliau mengatakan kepada saya bahwa beliau tahu kakek saya, Pak Mattalitti, turut berjuang dalam Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya. Maka beliau memberi amanat, sekaligus wasiat kepada saya untuk membenahi Konstitusi Negara yang telah menyimpang jauh dari tujuan para pendiri bangsa,\" katanya. LaNyalla dengan tegas menyatakan negara telah meninggalkan Pancasila sebagai grondslag bangsa. \"Sejak Amandemen Konstitusi tahun 1999 hingga 2002, kita semakin terang benderang dan tanpa malu-malu lagi menjadi negara yang sekuler, liberal dan kapitalis. Dan tanpa kita sadari, pandangan hidup dan cara berpikir serta perilaku kita telah berubah secara mendasar, yang merupakan antistesa dari nilai-nilai Pancasila,\" katanya. Ia melanjutkan, negara telah meninggalkan mazhab ekonomi Pemerataan dengan mengejar Pertumbuhan Domestik Bruto yang berbanding lurus dengan Tax Rasio. \"Kita juga telah meninggalkan perekomian yang disusun atas azas kekeluargaan, dan membiarkan ekonomi tersusun dengan sendirinya oleh mekanisme pasar. Sehingga negara memilih melakukan subsidi dengan memberikan program BLT-BLT untuk mengatasi kemiskinan, yang celakanya terbukti tidak tepat sasaran,\" katanya. Dengan alasan tersebut, LaNyalla mengatakan pembenahan Konstitusi adalah jalan keluar fundamental yang harus dilakukan. \"Kita harus kembali kepada sistem bernegara yang sesuai dengan Watak Dasar dan DNA Asli bangsa ini, yang telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa kita,\" terangnya. Yaitu, sistem utuh yang mewadahi semua elemen bangsa sebagai wujud keterwakilan kedaulatan rakyat. \"Bukan sistem yang menyerahkan masa depan bangsa ini hanya kepada Partai Politik. Harus ada elemen non-partisan yang ikut menentukan arah perjalanan bangsa,\" katanya. Ketua DPD RI hadir didampingi Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin dan Kepala Biro Sekretariat Pimpinan DPD RI Sanherif Hutagaol. Musyawarah Daerah tahun 2022 PPAD juga dihadiri Ketua Umum PPAD Letjen TNI (Purn) Doni Monardo, Kasdam Jaya, Brigjen TNI Edy Sutrisno, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, Ketua PPAD DKI Jakarta Mayjen TNI (Purn) Prijanto, Jenderal (Purn) Agustadi Sasongko, Marsekal TNI (Purn) Imam Sufaat, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, para pengurus dan anggota PPAD DKI Jakarta serta akademisi.(mth/*)
“Dukung” Anies 2024: Kerja Jorok Intelijen Palsu!
TOPIK Kanal Off The Record FNN, Kamis (9/6/2022) yang dipandu oleh dua wartawan senior FNN Hersubeno Arief dan Agi Betha soal terbongkarnya aksi demo dan tolak Anies Baswedan yang sempat ramai diberitakan di media. Berikut ini obrolan kedua wartawan senior itu. Seperti biasa kita akan membaca berita di balik cerita dalam program “Off The Record”. Saya kira yang saya sebut kegilaan itu karena kita dalam beberapa hari ini, dimulai dari hari Senin sampai sekarang ini hari Rabu tiba-tiba saja banyak sekali deklarasi-deklarasi mendukung Capres Anies Baswedan. Sebenernya kalau deklarasinya wajar-wajar saja. Ganjar Pranowo saja sudah deklarasi di mana-mana. Malah Ganjar ini lebih masif sudah mulai melakukan itu dan membentuk relawan. Tapi yang menarik kalau soal Anies Baswedan ini peristiwanya terjadi hanya di seputar Jabodetabek, nggak jauh-jauh dari pusat kekuasaan. Yang banyak terjadi di Jakarta kemarin kita sudah juga bahas soal keributan adanya deklarasi FPI Reborn, keren banget tiba-tiba, nggak ngadrun. Ini tiba-tiba FPI-nya nyebong. Tiba-tiba saja FPI-nya make Reborn itu enggak banget. Tiba-tiba ada FPI Reborn. Dan FPI Reborn ini aneh sekali Mas Hersu (panggilan akrab Hersubeno Arief). Saya melihat videonya yang diambil oleh netizen ketika mereka demo kemarin itu, saya pernah juga membuat liputan aksi-aksi FPI yang lainnya. Ini ada sekitar 200 orang, lebih dari 100 orang. Biasanya FPI itu kalau demo perempuannya sedikit, enggak terlalu banyak, bahkan perempuan itu sendiri tidak bercampur sekali antara laki-laki dan perempuan. Tapi yang kemarin itu saya lihat, yang perempuan demonya itu dengan memakai celana panjang. Kemudian sesudah selesai melakukan tugasnya, entah penugasan dari siapa itu, kerudungnya langsung mereka copot dan kemudian mereka jalan ke arah yang berbeda-beda. Kalau ini sudah pasti memang FPI abal-abal. Tapi kan yang menarik hari ini di Bidakara itu ada deklarasi lagi rekrutmen calon Anies Baswedan. Sebelumnya di Bogor ini ada deklarasi mahasiswa lafaz Bogor Raya itu mendukung Anies Baswedan. Ini yang terjadi hari ini Mbak. Yang terjadi di Bidakara itu bahkan di sampai bendera merah putih dan ada bendera-bendera hitam dengan kalimat tauhid dan itu identik dengan HTI. Kalau kemarin FPI sekarang HTI, di Bogor Khilafah. Jadi sebenarnya ini kita nggak perlu pintar untuk menjelaskan apa yang terjadi kan Mbak Agi? Betul Mas Hersu. Saya kebetulan secara tidak sengaja tadi membuka YouTube dan mampir di beranda, saya lihat ini rekaman kapan nih, enggak tahunya live begitu. Biasanya kita tahulah kalau ada acara seperti itu, acara politik begitu, saya melihat banyak nama-nama yang disebutkan. Tapi, yang ini tidak dikenal. Ini dari mana sebenarnya, saya juga sudah bertanya-tanya. Kemudian saya membaca berita-berita dari media online, salah satunya dari Kumparan, dan ternyata, yang tadi Mas Heru sebutkan sempat terjadi semacam keributan, itu karena di depan dekat bendera merah putih, ada bendera berkalimat tauhid dengan background putih, yang dikenal sebagai bendera HTI. Kemudian ini ada konfirmasi dari Ketua PA212 Slamet Ma\'arif yang mengaku, tidak tahu dan tidak mengenal para tamu yang mengaku mantan pengurus FPI tersebut. Jadi, dalam deklarasi itu mereka mengaku sebagai mantan pengurus FPI. Tapi Slamet Ma\'arif tidak kenal. Di dalamnya dari penyelenggaranya itu tercatat ada 8 peserta yang mengatur mantan pengurus FPI, 2 mantan pengurus HTI, dan 3 mantan napiter (napi teroris). Jadi total ada 13 tokoh inti yang hadir dalam acara tersebut. Wah, ada skenario begini, kira-kira kalau menurut Mas Hersu? Iya kan gampang banget lah membacanya. Ini kan bagian dari operasi-operasi untuk pembusukan Anies Baswedan bahwa Anies Baswedan ini adalah kalau nanti Anies Baswedan kira-kira yang menjadi presiden, dia akan memberikan ruang yang cukup leluasa bagi kelompok-kelompok Islam radikal. Kira-kira gampangnya nanti akan terjadi kayak di Afganistan seketika Taliban berkuasa. Itulah sebenernya framing-nya ini yang dibangun. Dan sebenarnya ini sudah cukup lama dibangun, bukan hanya oleh mereka-mereka. Lembaga-lembaga survei, politisi juga banyak yang menyebut bahwa Anies itu adalah partisan. Belum lagi para politisi lawan-lawan dari Anies biasa menyebut semacam itu. Ini sebenarnya merusak, kampungan cara-cara semacam ini, dengan menyebut politik aliran dan sebagainya. Harusnya kalau kita mau maju, mestinya kita berhenti dengan stikma-stikma itu karena kalau kita melihat secara geneologis dan kemudian historisnya itu, kita baca literatur-literatur soal aliran ini enggak pas kalau cuman disematkan pada kelompok Islam. Banyak sekali studi-studi tentang itu tentang kelompok aliran. Islam Abangan, Kyai, dan Nasionalis. Jadi kalau mau menggunakan secara akademis, mesti dijelaskan. Yang aliran tidak hanya tidak hanya melekat pada Islam, tapi juga melekat pada non-islam. Misalnya orang seperti Pak Jokowi seperti Bu Mega, ini juga politik aliran, dan kalau kita mau perluas lagi misalnya PSI pada Pemilu lalu. Kita bisa dengan mudah mengidentifikasi bahwa PSI juga politik aliran karena kebanyakan pemilihnya di kantong-kantong komunitas Tionghoa. Menurut saya, gak ada yang salah, orang Thionghoa itu cenderung memilih Tionghoa, ingin orang Tionghoa yang maju dan terpilih menjadi anggota DPR atau DPRD dan kemudian memperjuangkan kepentingannya gak ada masalah dan praktek yang sama juga di Amerika seperti itu Mbak Agi. Saya melihat ketika Barack Obama akan maju saja Obama diminta bersaksi oleh kelompok Kristen di sana yang fundamental, yaitu bahwa dia diminta untuk mengatakan bahwa saya tidak pernah memeluk agama Islam begitu. Karena waktu itu memang kencang betul bahwa orangtua Obama, yaitu Ayah tirinya itu berasal dari Indonesia dan beragama Islam, dan kemudian dia juga punya Nenek di Afrika Kenya, kalau tidak salah, juga beragama Islam yang belum lama ini wafat. Dan itu menjadi isu yang santer di Amerika bahwa Obama kecil ini yang ikut ibunya itu ada di lingkungan yang kurang lebih selama beberapa tahun ada di lingkungan Islam. Bahkan, dia juga punya adik tiri dari bapak sambungnya itu. Di Amerika saja yang suasananya bisa dibilang sebagai bapaknya demokrasi begitu, memang seperti itu. Dan kita juga tidak mungkin ada orang Islam yang bisa menjadi presiden di Amerika saat ini. Kita lihat itu sudah tidak mungkin akan terjadi. Seperti halnya juga di negara-negara lain, misalnya di Irlandia. Irlandia terbelah malah bukan oleh Islam, tapi oleh Kristen itu sendiri yang sebagian adalah beragama Katolik yang sangat keras dan kemudian sebagian lagi adalah beragama Kristen dan mereka berperang dan perang di Irlandia itu perang warganya. Yang terpecah itu sangat-sangat lebih. Kalau saya lihat agak lebih sadis, saling membunuh. Padahal mereka adalah juga sebuah keluarga besar tadinya begitu. Saya rasa kalau di Indonesia itu sudah sangat baik situasinya. Biasa, dimana ada Gerindra di samping Masjid. Saudara-saudara kita saling sapa di dalam saudara pun kita ada yang beragama berlainan dan tidak ada praktek seperti itu, di era internet ini oleh buzzer itu sangat dibesar-besarkan. Apalagi sekarang kita misalnya kayak di Indonesia kira-kira yang namanya Islam, dengan Islam aliran itu mereka sangat ketakutan bahwa Islam yang aliran garis keras ini nantinya akan menguasai dan kemudian akan terjadi seperti di luar, di Suriah dan sebagai. Tapi kalau saya lihat dari narasi bazzer itu sudah juga dari beberapa orang itu yang mengaku dia itu paham. Aneh ya Mas Hersu. Saya kadang heran seperti misalnya mereka mengatakan lagi-lagi, misalnya KPK taruhlah korelasinya dalam hal ini mereka mengatakan, KPK itu adalah kelompok ISIS begini-begini tadinya begitu tapi ternyata itu tidak terjawab. Dan kemudian KPK adalah Taliban, mereka tidak tahu penganut Taliban itu dengan ISIS, saling bermusuhan. Taliban membunuh ISIS, sebalkinya ISIS membunuh Taliban. Mereka saling mengejar, saling membunuh begitu. Tapi mereka menganggap bahwa itu semuanya adalah kelompok garis keras yang akan masuk ke Indonesia menguasai Indonesia. Dan kemudian orang yang tidak paham akan situasi geopolitik itu, kemudian tercuci otaknya dan itu dikemas terus-menerus sehingga orang akhirnya jadi tanpa tahu siapakah Taliban, siapakah ISIS, bagaimana situasi dunia di luar. Ya ini yang kita khawatirkan. Saya kira kalau dari sisi operasi operasi katarak, kita dengan mudahnya menyebut operasi intelijen, dalam pengertian kita, tidak mesti namanya operasi intelijen itu merujuk pada satu lembaga Intelejen. Gak begitu. Tapi operasi-operasi semacam ini kita sebut sebagai operasi intelijennya, ini terlalu dangkal, kasar dan ngawur gitu ya. Tetapi tetap Anda tadi sebut dalam era posturnya orang bisa percaya terutama dalam situasi kita terbelah begini. Pastinya kelompok-kelompok non-muslim, itu pertama gitu, lalu kelompok-kelompok muslim abangan begitu bahkan kelompok muslim itu sendiri banyak yang kemudian bisa menelan ini mentah-mentah, kita bisa begitu yang kita konsen. Jadi kita balik lagi misalnya tadi ngomongin soal politik aliran seolah-olah kalau di kita ini yang berpolitik alirannya itu hanya Islam. Padahal sumbernya semua melakukan politik aliran. Buat kita, itu tidak ada persoalan. Misalnya PDIP kita tahu kok muslim di PDIP banyak muslim Abangan gitu. Banyak non-muslim di sana, kumpul di sana, dan bahkan juga banyak mantan anak-anak keturunan PKI juga ada di PDIP. Tapi itu memang mereka berafiliasi sesuai dengan mereka merasa nyaman bergabung dan harusnya yang begini-begini kita nggak perlu mempersoalkan. Kalau kita persoalkan ini justru akan memperuncing hubungan antar anak bangsa. Itu menjadi masalah buat kita. Ini jadi sebab salah gitu dan ini saya kira dari sisi politik permainan semacam ini enggak bukan hanya enggak fair tapi merusak gitu. Betul-betul ya kalau seandainya kita mau terbuka saja, ini adalah dari etnis ini, etnis ini, tapi ini adalah kenyataan. Misalnya dari sekarang Erick Thohir, dia leluasa dia datang ke pesantren, apa karena memang tidak ada stigma dia ke-Arab-araban. Tidak ada stigma bahwa dia adalah Islam fanatik. Itu karena pak Erick Thohir, kita tahu dari orang tuanya dari ibunya adalah keturunan Tionghoa dan kemudian juga dari bapaknya adalah dari Lampung. Jadi dia adalah mix dan dia merasa leluasa karena memang tidak ada stigma. Kemudian, seperti kata Mas Hersu tadi, kalau Anies yang datang ke pesantren itu pasti akan seperti biasa, dia akan membangun, ini politik aliran. Dia akan membangun ini. Apa namanya fanatisme di kalangan Islam dan saya rasa itu memang betul arahnya adalah ke sana Mas Hersu. Termasuk kalau balesnya juga dengan sering datang santai tapi nggak pernah persoalkan sebagai sebuah dia upaya untukmu akan politik aliran. Itu nggak mungkin, aliran apa ini? Betul kalau seandainya kita masih ingat, kita terbuka saja bahwa di Jakarta dulu Pak Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) itu menang di daerah Jakarta Barat di daerah Jakarta Utara, dan bahkan media juga menulis di kantong-kantong dimana di sana banyak etnis Tionghoa, di situlah tempat Pak Ahok menang. Dan apakah kemudian dari pihak Islam harus, dia enggak boleh itu. Harusnya seandainya dia demokrasi dia Pancasila NKRI di kantong-kantong itu yang menang adalah Anies. Kan enggak begitu. Juga enggak boleh begitu. Wajar kalau mereka menginginkan punya pemimpin berasal dari Tionghoa. Ini karena mereka dari keturunan etnis Tionghoa. Begitu juga ketika Pak Djarot (Djarot Saiful Hidayat) dan Pak Edy Rahmayadi bertarung untuk Gubernur di Sumatera Utara. Saya masih ingat, Pak jarot itu menang di kantong-kantong daerahnya banyak beragama non-muslim, dan kemudian kebetulan dimenangkan oleh Pak Edy Rahmayadi. Tapi dari daerah-daerah yang dimenangkan oleh Pak Jarot yang kita tahu, apakah kita akan mengatakan itu adalah politik aliran? Karena Pak Edy Rahmayadi didukung oleh partai Islam. Kita berkomitmen bahwa kita menganut demokrasi, artinya adalah memenangkan yang suara terbanyak dari manapun berasal suara terbanyak begitu, dan kemudian kita tetap mengajak yang suara yang tidak terbanyak dalam sebuah kontestasi. Suara yang under itu kemudian tetap diajak untuk tetap membangun dan penerima dari program-program dari yang pemilik suara terbanyak ini, tapi sepertinya di Indonesia itu susah. Itu terjadi karena memang ke suara-suara itu banyak dibayar juga, ya itu tadi Mas Hersu bilang. Dan banyak politisi yang dimanfaatkan kepentingan yang secara sadar tetap menghidupkan terus pembelahan-pembelahan semacam itu, karena secara politik menguntungkan mereka, dan ini kayaknya bukan hanya dari kalangan non-muslim. Dan, yang lakukan ini kalangan muslim sendiri juga ada, yang berkepentingan untuk terus menghidupkan situasi ini karena menyangkut segmen pemilihnya. Dan ini bahaya kalau terus-menerus dilakukan pembelahan, karena menurut saya, seharusnya kita sudah mulai meninggalkan hal-hal semacam itu. Celakanya di Indonesia itu yang menjadi bulan-bulanan adalah Islam. Segmen Islam yang selalu jadi bulan-bulanan. Apa kita mesti mengibarkan bendera tinggi-tinggi yang menyatakan, kita melawan aksi-aksi semacam ini. Tidak hanya terjadi pada Anies Baswedan. Kebetulan saja ini kasusnya terjadi pada Anies Baswedan. Tapi yang lain kita juga harusnya melakukan hal yang sama. Kita nggak boleh punya sentimen politik negatif seperti itu. Jadi ini clear Mbak, ini saya kira ini adalah operasi Bekasi busuk yang telah dilakukan untuk pembusukan dan ini enggak bagus. Dan kadang aksi itu jorok banget, ya Mas Hersu. Yang kita tahu adalah kalau kita kembali lagi yang terakhir itu saja itu aksi FPI Reborn itu yang kita lihat di media sosial saat ini, bahkan itu dibongkar oleh netizen. Operasi intelijen itu tidak selalu Indonesia dari, misalnya BIN atau BAIS, dan sebagainya. Intelijen itu adalah juga lembaga-lembaga Ormas yang dibentuk oleh misalnya mantan aparat TNI atau Polri. Mereka juga mendapatkan pendidikan intelijen di sekolah intelijen di dalam kurikulumnya. Begitu juga dengan warga biasa, mereka bisa mendapatkan sekolah-sekolah, kursus-kursus semacam itu. Jadi memang intelijen dalam hal ini akhirnya itu dalam arti luas. Netizen saat ini mereka mulai pandai begitu, karena saat ini sudah terbongkar bahwa mobil komando yang dipakai oleh FPI Reborn yang mendukung Anies untuk 2024 sebagai presiden tersebut ternyata adalah mobil komando yang sama yang dipakai pada tanggal 26 Juni 2020 pada unjuk rasa kader PDIP di Mapolres Jakarta Utara. Ketika itu ia memprotes dibakarnya bendera PDIP begitu dan mereka meminta agar itu diselidiki lebih jauh, terus mobil yang sama juga, yaitu B 9352 W yang berwarna putih ini juga dipakai pada aksi unjuk rasa menentang Formula E. Nah ini luar biasa, baru saja terjadi tangga 26 Maret 2022 di KPK. Jadi unjuk rasa tersebut tentang Formula E, dan meminta Anies agar segera ditangkap dalam kasus Formula E. Bagaimana mungkin mobil komando yang sama ini dipakai untuk menentang Anies dan kemudian dipakai untuk menjatuhkan Anies 2024, di mana logikanya mas Hersu? Ini kan jorok banget. Ini bohirnya sama. Jadi menarik saya kira kemudian kalau kita kaitkan dengan Pilpres 2024. Itu nama-nama yang muncul ada nama Ganjar, nama Anies, nama Puan, nama Prabowo, walaupun kita sebenarnya gak suka ya kok nama yang muncul di mana-mana itu kayak orang Indonesia ini kekurangan stok. Harusnya kita dorong nama-nama nama-nama lain muncul sebagai Capres maupun Cawapres tapi inilah dampak dari PT 20% dan begitu dominannya partai politik yang sekarang ada. Jadi kita seolah-olah terkungkung bahwa yang boleh mencalonkan hanya mereka mereka saja. Padahal sebenarnya banyak sekali putra-putri Indonesia jauh lebih baik yang punya kapasitas yang bisa menjadi calon presiden. Masalahnya, ya itu tadi, kenapa kita legal standing kita jelas. FNN itu kita mendukung PT 0% karena itu tadi dampaknya dan kita sudah tahu dampaknya kok bahwa kalau presidential thresold 20% ini pembelahan yang terjadi seperti sekarang terjadi, akan terus berlanjut dan seperti saya singgung tadi banyak sekali yang berkepentingan untuk menjaga status quo dengan pembelahan semacam. Sekali lagi ini bukan hanya kelompok non-muslim, dari kelompok muslim juga berkepentingan untuk menjaga pembelahan semacam ini. Jangan dianggap enggak loh ya. Kita tahu yang menjadi buzer-buzer itu yang yang diingini oleh Kakak Pembina itu. Mereka juga mayoritas beragama muslim. Atau setidaknya mereka itu juga mengaku muslim, walaupun dibaliknya mereka beragama lain. Mungkin ada yang pernah mengaku Syiah juga, dan sebagainya. Ada yang simpatisan Muhammadiyah dan sebagainya. Tapi, setidaknya kita tahu dalam keseharian mereka mengaku sebagai orang muslim dan mereka mengatakan mereka juga shalat, tapi mereka yang namanya ketika beriman tidak kepada Allah tapi kepada duit. Jadi itu yang lebih penting juga, dalam hal ini kita tidak bisa melihat agama bahwa kita melihatnya duit itu mengalir ke mana, begitu. Bukan siapa yang agamanya lebih kuat sehingga membenturkan, tapi ini mereka beragamanya adalah agama kalau seandainya agama itu adalah keyakinan mereka lebih yakin kepada siapakah yang memasok duit itu. Mereka yakinnya ke situ. Kita sudah bisa membayangkan seperti apa nanti kualitas Pilpres 2024 kalau dengan dengan hal-hal semacam ini kita biarkan berlangsung. Dan saya kira cukuplah era 2 tahun bersama Pak Jokowi seperti sekarang ketika pembelahan yang luar biasa terjadi. Kita ingin semuanya diakhiri. Dan, saya kembali lagi menyetir ke survei Kompas di mana masyarakat mayoritas juga sudah muak dengan dengan perbazeran seperti sekarang ini tapi ada tanda-tanda itu masih akan terus berlanjut kan gitu. Kayak tadi kalau kita ngomong pembusukan kita pertanyaannya. Apakah betul Gua memang ini digerakkan oleh yang mengaku kader PDIP yang unjuk rasa menggunakan mobil komando yang sama tapi kemudian pada saat yang sama juga melakukan unjukrasa di depan KPK. Dan kita tahu bahwa yang menentang Formula E itu adalah kader PDIP dengan kader PSI itu, apakah mudah kita bisa menyimpulkan bahwa ini mainan PDIP? Saya kira hati-hati juga jangan cepat mengambil kesimpulan. Karena sekarang ini sedang muncul misalnya wacana tentang dipasangkannya Anies Baswedan dengan Puan Maharani misalnya. Apakah ini bagian dari operasi memotong koalisi dalam tanda \"itu tuh atau atau apa gitu”. Dengan kita melihat sekarang itu bisa Ibu Mega sudah mulai bertemu dengan Pak Jokowi kemarin dan hari ini akan dilanjutkan lagi untuk Pak Jokowi hadir dalam peresmian masjid atau fake di Lenteng Agung dan Pak Jokowi. Kalau kita baca jadwal yang diumumkan oleh sekretariat Presiden, Pak Jokowi bela-belain benar karena kalau enggak slah beliau pergi ke mana Jawa Tengah Jawa lalu balik lagi ke ke Jakarta dan kemudian beliau akan pergi ke Sulawesi. Jadi ini benar-benar yang ada sekarang adalah tradisi politik yang luar biasa. Menurut saya, kita mesti mulai cerdas membaca berita-berita yang ada. Setiap kali ada berita, misalnya hari ini ada unjuk rasa atau deklarasi mendukung Anies belum tentu itu mendukung Anies. Itu terjadi pembusukan. Oh hari ini terjadi Ibu Megawati bertemu dengan Pak Jokowi. Apakah ini kemudian tanda-tanda mereka sudah rujuk atau berarti ini Ganjar tidak lagi akan menjadi ke calon presiden dan yang diajukan Jokowi? Saya kira enggak, jangan terlalu cepat juga menyimpulkan semacam itu. Iya betul, semacam itu kita bisa melihat sebenarnya, seperti kata Mas Hersu, ceto welo-welo ya. Kalau kita mau berpikir itu sebenarnya banyak yang terang-benderang begitu. Kayaknya kalau yang kemarin deklarasi Des Ganjar sampai ribuan itu prinsipnya itu enak benar, clear. Makanya kita mesti bedakan yah deklarasi-deklaeasi yang dilakukan itu clear murni memang dukung Ganjar karena memang tidak ada afiliasinya. Itu jelas kalau afiliasinya jelas. Kalau itu juga jelas orang-orang dan itu orangnya orang-orang pak Jokowi pada Pilpres lalu. Jadi akhirnya juga clear orang-orang dari PDIP yang tadinya mendukung Pak Jokowi seperti Masinton, misalnya dari pihak deklarator itu mengatakan bahwa biayanya hanya 1 miliar. Masington menyatakan tidak mungkin itu, setidaknya dua miliar. Orang-orang lapangan ini tahu. Kalau ini politik aliran duit, jelas political tentunya. Sebelumnya Trimedya Panjaitan juga menyebutkan Dis tahu bohirnya siapa? Ini sesama bis kota sebenarnya dilarang saling mendahului, tapi ini udah mulai saling bongkar-bongkaran. Jadi ketika terjadi saling mendahului dalam satu partai kemudian yang kena imbasnya justru Anies. Dan ini terjadi sesudah sukses Formula E, supaya ini memang jadi gradasi untuk kesuksesan tersebut salah. (mth/sws)
Jangankan Rakyat, Anggota DPR Saja Takut Ketemu Luhut
Jakarta, FNN - Menko Marivest Luhut Binsar Pandjaitan menampilkan raut wajah yang menakutkan dan tak bersahabat. Dalam banyak kesempatan ia ngomong ceplas-ceplos dengan muka sangar. Tak heran, jika anggoa DPR pun jadi sungkan untuk berkomunikasi dengan dirinya. Sepertinya sosok seperti ini yang disukai Presiden Jokowi. Buktinya ada 27 jabatan yang diberikan Jokowi kepada Luhut. Maka, jika ada masyarakat yang meminta Jokowi memecat Luhut, adalah sesuatu yang tidak mungkin. Demikian analisis wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Jumat, 10 Juni 2022. Sebagaimana publik ketahui bahwa Luhut mengemban banyak jabatan dalam pemerintahan Jokowi. Karena banyaknya jabatan yang diemban, beberapa di antaranya dianggap berada di luar kewenangannya. Banyak yang menjulukinya sebagai Menteri Segala Urusan, bahkan dalam rapat dengan anggota Badan Anggaran DPR, Kamis (09/06) lalu Luhut mengaku bahwa itu bukan kemauannya, melainkan kemauan presiden. \"Saya ingin garis bawahi Pak, jadi jangan saya dipikir ngurusin semua. Tidak Pak, yang ngurusin semua di bidang saya, dan yang diperintahkan Presiden. Saya ulangi diperintahkan Presiden. Saya ini juga bukan muda lagi 75 tahun. Jadi, saya tahu diri Pak. Jadi, kalau saya bisa kerjain, saya kerjain. Tapi kalau Anda lihat fungsi di sini, pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden. Ini bukan saya yang membuat. Ini tahun 2019 yang buat oleh Menko yang dulu (Indroyono). Jadi, ini ada pengawasan pelaksanaan fungsi kementerian dan seterusnya, ada pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden. Jadi, saya melaksanakan perintah presiden saja,” kata Luhut di depan anggota DPR RI. “Kenapa presiden mau memberikan itu, ya tanya presiden. Nah penugasan dari Presiden kepada Menko Marives itu, seperti dalam slide ini macam-macam, biar beliau suruh saya kerjain. Jadi, saya pikir sampai hari ini tidak ada yang saya tidak deliver apa yang diberikan oleh Presiden. Itu saya pikir saya bisa jamin pada bapak-ibu sekalian, karena kalau saya tidak bisa saya akan bilang kepada presiden, mungkin Pak Presiden berikan pada yang lain. Tapi sampai hari ini apa ini yang diberikan di slide yang Anda Bapak Ibu lihat, semuanya ini dari Elon Musk, itu juga saya lakukan sampai pada minyak goreng. Kemarin dari ngurus Space X sampai tiba-tiba Presiden minta minyak goreng, dan alhamdulillah kalau saya boleh lapor di sini, saya kemarin pergi ke Semarang, juga lihat di Jawa Barat lihat di Jakarta, angkanya turun. Mulai sekarang bagus dan hari ini dan besok saya kumpulkan seluruh pengusaha-pengusaha besar dan pelaku-pelaku dan asosiasi di Bali. Kita mau bikin Nano Max Matching. Jadi, apa yang dibuat pemerintah, apa yang dibuatkan, apa yang cocok, apa yang tidak cocok, sehingga tidak ada dusta di antara kita karena saya lihat hari itu kerusakan yang selama lima bulan itu inkonsistensi kita. Nah, sekarang tidak mau, saya tidak mau diatur oleh siapapun,” kata Luhut. Hersu panggilan akrab Hersubeno Arief menilai dengan banyaknya jabatan di tangan Luhut, banyak yang menjulukinya sebagai Perdana Menteri. Ini hanya sekadar olok-olok, tapi ada juga lho yang tidak tahu dan menduga memang itulah jabatan resmi Luhut yakni Perdana Menteri Indonesia. Ketika dia bertemu dengan Elon Musk di pabrik Tesla Amerika beberapa waktu lalu, akun resmi dari mobil listrik Tesla menyebut bahwa Elon itu baru saja bertemu dengan Perdana Menteri Indonesia dan yang dimaksud adalah pak Luhut. Luhut juga dinilai sebagai figur yang sangat berkuasa. Diam-diam ini banyak yang menyebutnya sebagai Lord Luhut alias Tuhan Besar. Ada yang diam-diam di belakang tapi ada juga yang terang-terangan menyebutnya dengan panggilan Lord, salah satunya adalah pegiat HAM Haris Azhar dan koordinator Kontras Fatin Maulidiyanti. Gara-gara podcast keduanya yang membongkar beberapa bisnis Lord Luhut di Papua, keduanya dilaporkan ke polisi dan kasusnya kemudian bergulir ke ranah hukum, Tetapi sampai sekarang kasus ini nggak jelas. Syukurlah kalau kasus-kasus semacam ini tidak dilanjutkan, karena memang seharusnya tidak perlu terjadi hal semacam ini sampai saling lapor melapor. Apa saja sesungguhnya penugasan yang diberikan oleh Presiden Jokowi kepada Pak Luhut? Dari pemaparan Luhut di depan anggota Badan Anggaran DPR, ternyata jumlahnya sangat banyak, ada 27 penugasan yang diberikan kepada Luhut. Ada yang berbentuk Keppres, ada yang berbentuk Perpres atau cuma sekadar arahan dari Presiden. Dengan posisi itu, Luhut menyadari bila banyak orang yang tidak suka dengannya. Namun menurut dia, banyak juga yang mengkritik dan menyerangnya, itu hanya sekedar mencari popularitas. \"Gampang mengkritik seperti di Borobudur, saya terus dikritik. Itu proses panjang, karena Borobudur harus terintegrasi. Republik ini gak selesai-selesai karena kita terlalu segmented. Jadi mengenai Borobudur kita bikin studi komprehensif UNESCO,” kata Luhut. Namun demikian, sebagai jalan keluar, akhirnya kenakan harga tiket ditunda. “Jadi, kadang-kadang - maaf teman-teman langsung kritik saya nembak 12 pas, nggak tahu masalahnya. Jadi, kalau boleh mohon lain kali telepon saya, apa masalahnya. Jangan cari - mohon maaf bapak ibu - cari popularitas dengan nyerang saya. Saya ini hanya pelaksana aja pak,” papar Luhut. Di luar kewenangannya yang begitu besar, kata Hersu tampilan Luhut sendiri sebagai pensiunan Jenderal apalagi Jendral Pasukan Khusus Kopassus, itu memang terkesan garang. Jangankan Anda, rakyat biasa, wakil rakyat di DPR saja itu mengaku ciut nyalinya kalau harus rapat-rapat kerja dengan Pak Luhut. Anggota DPR RI Agung Widiyantoro menyarankan agar Luhut banyak senyum ketika berhadapan dengan masyarakat apalagi anggota dewan supaya tidak tegang. \"Dengan rentang kendali dan beban tugas serta kinerja yang cukup berat saya yakin meskipun usia sudah 75, saya yakin masih mampu, tetapi kalau boleh pesan sedikit, jangan karena beban tugas dan rentang kendali yang cukup luas ini, sehingga bapak kurang senyum,” paparnya. Luhut mengaku tampang garangnya lantaran terlalu lama di Kopassus. Hal ini juga sering dikritik istri Luhut. Hersu menegaskan dengan jabatan atau penugasan yang begitu banyak memang sulit untuk membantah jika Luhut ini memang orang yang sangat berkuasa di Indonesia. Selain itu Presiden Jokowi kelihatannya juga sangat percaya dan juga bergantung penuh kepada Luhut. “Jadi kalau Anda misalnya membuat spekulasi, katanya pada pertengahan bulan ini akan ada reshuffle kabinet, tolong Anda jangan berspekulasi bahwa Pak Luhut masuk dalam list untuk di-resuffle oleh Pak Jokowi. Ini nggak mungkin,” tegas Hersu. Siapa lagi yang bisa diminta oleh Pak Jokowi untuk menangani setidaknya 27 penugasan kepada Pak Luhut kalau Pak Luhut di-reshuffle? (ida, sws)
Gambar Erick Thohir Ada di Mana-mana, Rocky Gerung: Itu Bahayanya Kalau Orang Ambisinya Besar tetapi Fasilitas untuk Memperlihatkan bahwa Dia Bermutu, Tidak Ada
Jakarta, FNN - Kalau publik saat ini mengenal wajah Erick Thohir bukan karena dia pahlawan atau sosok anak muda berprestasi. Ia dikenal karena pasang wajah mulai dari toilet, ATM hingga bandara. Maklum ia punya kuasa penuh untuk memenuhi hajat itu, ia Menteri BUMN yang telunjuk tangannya bebas digerakkan untuk memerintah perusahaan milik negara itu. Thohir juga makin dikenal publik karena sifat kikirnya, lantaran tidak sudi mensponsori balapan mobil listrik Formula E beberapa waktu lalu di Jakarta. Padahal gelaran yang sama, Thohir menggelontorkan miliaran rupiah demi MotorGP Mandalika. Etho, panggilan akrab Erick Thohir memang wajahnya dikenal banyak orang, tetapi ketika ditanya dia calon pemimpin, publik geleng kepala. Demikian benang merah yang bisa disimpulkan dari wawancara pengamat politik Rocky Gerung dengan wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Jumat, 10 Juni 2022. Petikan lengkapnya: Saat ini sedang seru di Twitter tagar #negaratidakbutuherickthohir# trending. Saya penasaran penyebabnya. Saya kira ini masih kaitanya dengan Formula E dan manuver-manuver Erick Thohir. Kemarin dia muncul di PAN. Sebelumnya di DPR bahkan disentil habis oleh seorang anggota DPR dari PDIP. Dia dengan tegas menyebutkan bahwa PDIP sudah pasti calonnya Puan Maharani, artinya mereka tidak bakal mendukung menteri BUMN Erick Thohir. Menurut Anda? Iya, itu juga sinyal yang diberikan oleh Koalisi Indonesia Bersatu, bahwa yang bukan anggota dari KIB, jangan berharap bakal didukung oleh KIB yang dipimpin oleh Pak Airlangga. Jadi, riil saja kita mau terangkan bahwa keadaan politik kita betul-betul sekadar lempar isu lalu dibeli di belakang. Pak Erick Thohir itu terkenal uangnya banyak, tetapi itu biasa saja. Yang jadi masalah adalah prestasi Erick Thohir yang walaupun dia ngeles “ya nanti Pertamina juga nanti dua semester lagi,“ tapi faktanya dia nggak bisa diselamatkan Pertamina. Beberapa BUMN strategis sudah jelas di atas kertas masih hidup, tapi akuntansinya sudah the right off, sudah rugi. Tetapi, karena Erick Thohir berupaya untuk menampilkan diri sebagai tokoh, maka dia kasak-kusuk ke mana-mana, tebal-tebal. Juru bicara dan tim suksesnya juga nggak ngerti apa yang diucapkan selain Tik Tok dipamerin. Jadi, manuver Erick Thohir, mau coba membeli PKB, bisa bangkrut juga, kasihan sebetulnya, karena Cak Imin juga jago. Mau ikut di Golkar sudah ditutup oleh Airlangga. Jadi, apa yang mau dilakukan oleh Erick Thohir pasti kasak-kusuk untuk mengumpulkan, mengintip kiri kanan. Itu bahayanya kalau orang yang ambisinya besar tetapi fasilitas untuk memperlihatkan bahwa dia bermutu, tidak ada. Soal PDIP, akhirnya mindahin sasaran. Setelah Ganjar dianggap sudah aman, maka dihajarlah Erick Thohir. Bagus juga. Kita senang karena PDIP akan menggusur semua yang berpotensi untuk menghalangi Puan. Dan masuk akal bahwa Bu Mega menganggap kita punya tiket dan kita punya kader Ibu Puan. Soal elektabilitas urusan belakangan. Yang formil sudah ada dulu. Itu juga sinyal bagi Pak Prabowo bahwa sangat mungkin Gerindra punya agenda lain, harus punya agenda lain karena kehidupan politik berubah. Jadi, terlihat kalau saya rumuskan: “Erick Thohir akhirnya secara palsu dianggap elektabilitasnya tinggi oleh juru bicara dan buzzernya, tapi secara riil dia ditolak di mana-mana.” Bukan karena dia enggak punya elektabilitas, tapi orang melihat bahwa BUMN di bawah Erick Thohir jadi mainan politik, komisarislah ditaruh. Padahal Erick Thohir sudah taruh beberapa komisaris dari PDIP di situ. Tetap orang menganggap bahwa Erick Thohir punya masalah karena mengangkangi BUMN. Dan pasti Anies senang kalau Erick Thohir dilenyapkan dalam politik. Demikian sebaliknya. Erick Thohir kan berupaya untuk bikin kontras dengan Anies, tapi ternyata tidak berhasil karena publik juga punya kemampuan batin atau kemampuan etika untuk menilai Erick Thohir. Apalagi timnya itu juga ngomong marah-marah melulu dan nyebar medsos yang tidak ada hubungannya dengan keadaan ekonomi. Kelihatan gigih sekali dan digarap sangat-sangat serius walaupun sebenarnya ini nggak menciptakan bonding dengan publik/pemilih? Itu sebetulnya, kimianya nggak jalan. Bahwa kelihatan hidup, karena di medsos, di Tik Tok segala macam. Tapi faktanya berapa elektabilitasnya. Kalaupun ada elektabilitas, karena orang anggap sudah karena lembaga survei mungkin habis diguyur duit. Mungkin lembaga survei naikin sedikit elektabilitasnya. Naik 0,1% saja sudah bagus. Balik lagi pada soal Erick Thohir, dia bagus sebagai orang yang berupaya untuk berkompetisi dalam politik. Tetapi, reputasi dia itu dirusak oleh kalangan yang ingin ambil uang dari beliau. Dan itu membahayakan reputasi Erick Thohir. Duitnya habis, tapi itu kayak karung bolong. Dikasih minta lagi. Itu intinya bahwa bonding itu, great Erick Thohir terhadap publik tidak ada dan itu pertama-tama disebabkan oleh salah memilih tim. Yang begini tidak bisa diciptakan mendadak karena memang penting ditopang oleh kinerja. Orang kan selalu begitu. Di Indonesia itu menciptakan bubble, promonya selalu besar tapi produknya tidak sebagus packaging-nya. Orang mungkin mau beli, tapi ketika beli tiba-tiba mereka kecewa? Packaging-nya buruk isinya kadaluwarsa. Jual-jual sukses di BUMN, apa suksesnya? Perusahaan besar itu bangkrut, dan belum bisa diperbaiki. Itu artinya diakui memang sudah rusak. Soal perbaikan, itu janji palsu saja. Itu sebetulnya masyarakat enggak lihat. Sebagai orang ya enak itu, tetapi orang anggap ya to go tu big true-lah kalau promosiin suksesnya. Mencari cara lain. Kalau memang sukses, ya kelola betul angka-angka yang menunjukkan BUMN sukses. Nggak perlu cari pembenaran dari kalangan kaum muslim. Karena Pak Erick Thohir akhirnya masuk ke kalangan hanya untuk minta restu atau bawa sumbangan yang besar pasti. Politik uang tetap masih kuat diindikasikan, karena memang Erick Thohir dan saudaranya dianggap sebagai bohir yang benar-benar sangat kuat secara finansial. Tapi kekuatan finansial enggak bisa kita jadikan ukuran untuk menguji orang. Tetap ukurannya etikabilitas, intelektualitas. Jadi ini sebenarnya kalau Pak Erick Thohir dan timnya dengar, jangan terlampau hard filling. Kita justru memberikan catatan karena saya setuju dengan Anda kalau lihat apa yang dilakukan oleh Pak Erick Thohir ini mungkin di antara seluruh capres atau cawapres, Pak Erick Thohir ini yang spending-nya paling besar. Apakah itu spending personal atau spending melalui BUMN? Spendingnya dari ATM sampai ke toilet. Semua orang yang masuk toilet, tahu siapa Erick Thohir, semua orang yang ngambil uang di ATM BUMN, tahu Erick Thohir. Jadi, secara pengenalan orang tahu bahwa ini Erick Thohir. Tapi kalau tanya ini calon presiden? Oh dia calon presiden ya? Begitu kalau saya bertemu orang. Saya bilang ya Pak Erick Thohir berhak untuk mengajukan diri sebagai calon presiden, tapi orang bertanya, itu Pak Erick Thohir didukung oleh PKB ya? Kira-kira begitu kesannya dan belum ada kepastian. Jadi, sinyal-sinyal itu yang seolah-olah nggak diolah apa sebetulnya yang bisa jadi distinguish charracter. Dalam politik Amerika ditanya apa karakter khususnya. Orang hanya ingat bahwa Erick Thohir menteri BUMN, orang hanya ingat bahwa harga minyak yang adalah tanggung jawab BUMN, minta ampun mahalnya. Orang hanya ingat bahwa Erick Thohir sponsor di berbagai macam kegiatan olahraga. Itu bagus. Tapi kalau ditanya Erick Thohir sebagai calon pemimpin, kurang sekali. Kita kasih masukan ini kritik supaya Erick Thohir perbaiki diri. Ganti tim sukses mungkin lebih baik.
Demi NKRI Cebong, Kampret, dan Kadrun Segera Rekonsiliasi Mengakhiri Pembelahan
Jakarta, FNN - Pembelahan di masyarakat akibat Pemilu 2019, dikhawatirkan bakal berlanjut pada Pemiu 2024. Padahal dari hasil survei Litbang Kompas, sesungguhnya mereka (dua kubu yang berbeda) menghendaki kenyataan ini segera di akhiri. Hasil survei terbaru menunjukkan 90,2 persen responden sepakat kedua kubu mesti menahan diri untuk tidak berkomentar di media sosial karena dapat menimbulkan kebencian. Sebanyak 87,8 persen responden juga setuju agar buzzer yang memperkeruh suasana ditindak tegas. Kemudian, 85,3 persen responden menyatakan harus ada rekonsiliasi kedua kubu. Lalu 84,6 persen responden setuju bahwa istilah \"cebong\", \"kampret\", dan \"kadrun\" harus diakhiri. Sebanyak 36,3 persen publik menilai buzzer, inluencer, atau provokator menjadi hal utama yang membuat polarisasi atau keterbelahan di masyarakat makin meruncing. Sementara itu, sebanyak 21,6 persen mengatakan polarisasi disebabkan informasi hoaks atau tidak lengkap, 13,4 persen menyatakan akibat kurangnya peran dari tokoh bangsa dalam meredakan perselisihan, dan 5,8 persen menyatakan akibat teknologi media sosial. Seperti apa Litbang Kompas melakukan survei dan apa rekomendasi dari survei terebut, berikut wawancara Peneliti Litbang Kompas, Yohan Wahyu dengan wartawan senior FNN, Hersubeno Arif, dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Rabu, 08 Juni 2022. Peikannya: Apa yang mendorong Litbang Kompas melakukan survei tentang buzzer? Ini diilhami oleh Pemilu yang tinggal 2 tahun lagi. Tahapan Pemilu yang akan dilakukan mulai 14 Juli 2022 ini, kita melihat masih diliputi oleh suasana polarisasi dan pembelahan politik sebagai residu kontestasi Pemilu 2019 terutama pemilihan Presiden. Nah kita coba mengangkat tema ini, pingin tahu bagaimana respons publik ya melihat isu ini. Hasilnya memang kelihatan sebagian besar publik hampir 70 persen lebih, itu khawatir dengan pembelahan ini. Itu akan tetap terjadi di Pemilu 2024 esok. Jadi kekhawatiran ini yang sebenarnya kita ingin memberikan early warning terhadap semua pihak, terutama kontestan Pemilu, pemerintah, dan semua pihak, bahwa ini harus menjadi perhatian serius agar kemudian kita melihat Pemilu 2024 itu menjadi ajang kontestasi gagasan, ajang kontestasi yang sifatnya positif. Tidak lagi menjadi perang kebencian, perang permusuhan yang selama ini menghiasi dunia sosial media kita. Itu yang menjadi latar belakang kenapa survei ini mengambil tema soal pembelahan politik ini. Bagaimana hasilnya? Hasilnya kelihatan memang secara umum apakah publik yang selama ini berseberangan merasa sekarang ini semakin buruk atau semakin baik. Jadi pertanyaan itu direspons sebenarnya cukup terbelah, sebagian 45 persen menyatakan semakin baik, artinya tensi persaingan itu sudah berkurang, tetapi sebagian yang lain ya sama, 40,3 persen menyatakan semakin buruk. Dengan kondisi ini kita tanyakan juga apakah khawatir dengan pembelahan ini masih terjadi di Pemilu 2014 nanti, iya 73 persen menyatakan sangat khawatir pembelahan dan permusuhan saling bersitegang, itu akan tetap menghiasi di Pemilu 2024. Hal apa yang membuat keterbelahan dan kemudian muncul kubu-kubuan ini semakin meruncing, pernyataan atau jawaban yang paling banyak dari responden itu karena adanya buzer, influencer atau buzer terutama yang sebenarnya justru semakin memperkeruh persaingan. Ini semakin memelihara kubu-kubuan. Itu kontribusi kehadiran buzzer. Terutama dari semua kubu. Dari kedua kubu sama-sama memproduksi narasi-narasi atau konten-konten yang justru semakin memperkeruh, semakin memelihara ketegangan antara dua kubu itu. Selain kehadiran buzer, juga hoax. Hoax itu sebenarnya menjadi bahan bakar untuk saling manyerang, Ini yang dibaca oleh publik sebagai faktor yang paling memberikan kontribusi terbesar terhadap kekhawatiran terhadap kondisi yang semakin menghiasi Pemilu 2004 nanti. Sampelnya hanya di perkotaan atau ada yang dari pedesaan? Ini profil responden Kompas yang pernah kami wawancara tatap muka di lapangan. Jadi, meskipun ini survei melalui telepon, ini secara populasi sudah menggambarkan populasi masyarakat Indonesia, baik dari pedesaan maupun perkotaan, karena ini responden kami untuk survei-survei berkala tetap muka di lapangan, secara komposisi antara pedesaan dan perkotaan hampir seimbang. Ini sebagai representasi dari populasi masyarakat Indonesia itu sendiri. Artinya ini sudah merepresentasikan masyarakat Indonesia ya? Ini cukup representatif bagi masyrakat Indonesia. Bisa dibreakdown lebih jauh apa saja isu-isu yang membuat mereka khawatir, dan apa yang mereka harapkan dalam situasi seperti ini? Harapan publik sebenarnya, situasi seperti kalau bisa diakhiri. Bagaimana cara meredam dan mengurangi potensi-potensi ketegangan antara kedua kubu ini, ya salah satunya adalah bagaimana menyelesaikan dan mengatur keberadaan para buzzer ini. Tentu responden tidak bisa berkata detil, karena kita wawancara by phone. Tapi memang ada harapan kondisi ini ketegangan seperti ini bisa dikurangi. Misalnya pelabelan diksi-diksi yang selama ini menghiasi sosial media kita, antara Kadrun, Cebong, Kampret itu kalau bisa diakhiri. Dengan mengurangi penggunaan diksi itu setidaknya iklim perbincangannya relatif lebih lebih sehat dan positif. Selama diksi-diksi itu diproduksi terus-menerus, oleh kedua kubu, maka situasinya tidak akan membaik, karena itu akan terus-terusan meningkat tensi ketegangan antara kedua kubu. Harapan publik juga antara kedua kubu ini sebenarnya bisa menahan diri. Ini hampir mayoritas dikemukakan oleh publik 90,2 persen berharap kedua kubu bisa menahan diri untuk tidak memproduksi konten-konten atau unggahan-unggahan yang justru semakin memperkeruh suasana. Atau justru mendukung upaya kebencian atau kemarahan dari kubu yang lain. Antara yang pro dan kontra saling menjatuhkan. lni iklim yang tidak sehat. Kemudian kami menanyakan apakah iklim seperti ini akan mengancam atau merusak demokrasi, mayoritas mengatakan iya hampir 80% menyatakan situasi seperti itu mengancam demokrasi kita. Demokrasi kan tidak dibangun dari kebencian, demokrasi itu mestinya dibangun dari kontestasi gagasan. Kita bertarung gagasan. Gagasan mana yang indah dan cukup baik bagi rakyat, itulah yang akan diterima. Ini situasinya tidak bertarung gagasan tapi malah bertarung saling menjatuhkannya. Jadi, ibaratnya tidak negative campaign, tapi kadang black campaign, tidak berdasarkan data dan fakta tapi yang diproduksi adalah berdasarkan kebencian. Semua dilandasi oleh kebencian, oleh permusuhan. Ini yang dibaca oleh responden. Ini justru merusak demokrasi itu sendiri. Demokrasi itu tidak tidak seperti itu. Demokrasi itu saling mengagungkan gagasan, saling menghormati semua orang dikasih ruang untuk berekspresi tanpa menjatuhkan yang lain. Ini justru kebalikan, mereka berekspresi dengan menjatuhkan yang lain. Ini yang menjadi ancaman dan dibaca oleh responden, ini akan merusak iklim demokrasi kita. Angkanya luar biasa tinggi, artinya mayoritas dari kita ini, rakyat sudah muak dan jengkel ya? Sebenarnya ekspektasinya cukup tinggi agar segera berakhir. Tetapi situasi saat ini belum ada upaya yang cukup serius untuk mengakhirinya, baik dari kedua kubu ataupun mungkin dari pemerintah. Yang terjadi lebih pada pengaturan-pengaturan yang sifatnya memang lebih mudah diatur. Misalnya soal konten hoax, pemerintah cukup aktiflah melakukan kontrol terhadap konten-konten yang secara substansi salah, tidak benar, penuh kebohongan, Kemenkominfo cukup aktif memberikan konten edukasi di laman website-nya. Jadi, edukasi literasi digital yang selama ini menjadi kata kunci yang dimainkan. Tapi belum ada upaya-upaya khusus yang bisa menjembatani antara kedua kubu ini. Ini sebenarnya menjadi PR bareng semua pemangku kepentingan untuk sedikit meredakan ketegangan. Kalau kita lihat diskusi-diskusi pegiat Pemilu itu sebenarnya political enginering itu bisa dilakukan ketika undang-undang Pemilu bisa direvisi. Sekarang kan tidak mungkin, karena memang sudah disepakati Pemilu 2024 masih pakai undang-undang yang lama, yang sebenarnya kalau kita lihat political engineering yang bisa kita lakukan itu, adalah bagaimana kemudian membangun kontestasi yang sifatnya tidak lagi ada dualisme, dikotomi. Jadi misalnya dari jumlah pasangan calon presiden itu, kalau bisa jangan 2. Itu salah satu political engineering yang cukup banyak bisa mengurangi ketegangan antara kedua kubu. Tapi kalau kita lihat kecenderungan dua Pemilu terakhir, terutama 2019, itu malah mengulangi apa yang terjadi di 2014. Nah ke depan, kami melihatnya 2024 itu masih ada kesempatan yang cukup luas untuk setidaknya ketika dua atau lebih dari dua pasangan calon, itu sedikit banyak, mungkin sedikit bisa mencairkan ketegangan ini. Apakah itu juga dibaca oleh responden Anda bahwa dengan sisi Pemilu sekarang yang kira-kira memaksimal calon paling ketiga atau bahkan dua? Di survei sebelumnya mengatakan seperti itu. Jadi responden lebih berharap pasangan calon Presiden kalau bisa lebih dari dua. Sebagian besar, salah satu pertimbangannya adalah untuk mengurangi tensi ketegangan, meskipun ada juga di survei yang ini juga terkait isu pembatasan durasi kampanye. Itu salah satu juga untuk mengurangi ketegangan. Jadi, hampir sebagian besar responden itu berharap durasi kampanye diperpendek. Jadi tidak sepanjang 2019 kemarin yang 203 hari, tapi mereka berharap diperpendek. Nah kita hari ini atau kemarin pemerintah, DPR, dan KPU sudah menyepakati selama 75 hari. Ini sebenarnya sedikit banyak mengurangi potensi ruang untuk ketegangan itu terjadi terus-menerus. Memperpendek masa kampanye itu juga mengurangi potensi ketegangan. Responden ingin agar pemerintah menindak tegas, tapi kita tahu, ada kesan tindakan itu hanya berlaku kepada para oposisi. Apakah ini muncul di survei Kompas? Tidak ada pertanyaan khusus soal apakah penanganan atau laporan terkait konten-konten yang sifatnya negatif itu, berlaku partisan tidak muncul. Tapi yang jelas isu ini sebenarnya bukan isu partisan, isu keinginan agar-agar kondisi ini cepat mereda itu, bukan sesuatu partisan, baik responden pemilih Jokowi maupun responden pemilih Prabowo di Pemilu 2019 kemarin, kalaupun itu dipakai untuk merepresentasikan kedua kubu. Itu sama-sama berharap kondisi ini segera diakhiri. Artinya memang ini bukan isu partisan, seperti halnya ketika responden menilai kinerja pemerintah. Itu masih ada bobot partisannya, pemilih Jokowi ekspresinya lebih banyak yang menanggapi positif dibandingkan pemilih Prabowo yang cenderung kritis terhadap kinerja pemerintahan. Ini berbeda dengan isu penilaian terhadap kinerja pemerintah. Isu terhadap bagaimana mengurangi ketegangan polarisasi ini, tidak terlihat isu partisan, karena sama-sama kedua kubu berharap ini segera diakhiri. Dari kenyataan itu sebetulnya keinginan untuk sama-sama mengakhiri besar sekali ya? Bener, kalau kita lihat memang yang selama ini dikategorikan para buzzer ini follower-nya tinggi-tinggi semua. Jadi, ini yang sebenarnya mungkin sebagian kecil, tapi dampaknya itu kemudian sangat negatif. Tidak hanya di dunia sosial media, karena sebenarnya wacana-wacana yang diproduksi itu kadangkala juga menjadi rujukan media mainstream. Wacana-wacana ini problem-problem juga bagi media mainstream ketika informasi-informasi yang diproduksi di sosial media itu di jadikan juga konten-konten di media-media mainstream. Nah, ini sebenarnya pekerjaan rumah juga bagi teman-teman media. Iya, sekarang memang berubah polanya, media sosial justru menjadi rujukan media mainstream. Para buzzer punya follower yang sangat besar, tetapi imbasnya tidak seperti yang dibayangkan, karena ternyata sebagian besar menolak? Iya, sebenarnya realitas ketegangan setidaknya kalau kita ikuti, ketegangannya terjadi di sosial media. Jarang sekali ketegangan terjadi di tingkat lapangan. Itu yang patut kita bersyukur, ketegangan-ketegangan itu tidak sampai pada ketegangan fisik di lapangan. ya jangan sampai seperti itu tetapi sebenarnya ketika tingkat penggunaan sosial media kita semakin tinggi penetrasi internet juga semakin tinggi, data jadi Kementerian Informasi itu hampir 200 juta dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 260, itu sudah terakses internet. Data Kominfo juga menyebutkan sebagian besar akses internet itu digunakan - kalau enggak salah 75% itu untuk mencari informasi di sosial media. Nah, ini kan problem ketika orang semakin ketergantungannya ke sosial media, smakin tinggi dan sementara produksi konten itu lebih didominasi oleh bukan oleh media mainstream, tapi para pendengung. Ini problem ketika informasi-informasi yang dijanjikan oleh pendengung itu konten-konten yang tadi, tidak mencerahkan, tapi memproduksi kebencian. Ini problem. Nah, ini yang patut kita bersyukur, tidak sampai-sampai diikuti ketegangan di lapangan, meskipun mungkin beberapa kasus di daerah-daerah terjadi, tapi saya pikir ini kesempatan bahwa kita masih punya waktu, Pemilu masih dua tahun lagi. Tapi kalau ini tidak dimulai dan tidak diinisiasi oleh terutama pemerintah. Secara regulasi pun ini juga masih lemah soal-soal apa pengaturan kampanye di sosial media. Misalnya misalnya dalam arti ada ketentuan di pemilu 2019 kemarin, kontestan atau ke tim kampanye itu harus mendaftarkan akun resmi misalnya, tapi kan tidak menjamin akun-akun yang tidak resmi itu bisa dipantau. Ada rencana tindakan tegas dari pemerintah, apa bentuknya? Di jajak pendapat memang tidak cara tegas tindakan seperti apa yang diharapkan. Yang jelas ketika kami menanyakan itu 87,8 persen responden berharap ada tindakan tegas terhadap buzzer yang memperkeruh suasana. Mungkin bisa kami maknai bagian dari law inforcement tadi. Setiap orang siapapun dia yang sebenarnya memproduksi kebencian, melanggar undang-undang ITE, saya pikir itu layak ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku tanpa melihat siapa dia? Ini soal trust, ketika tidak diberlakukan sama, maka otomatis akan diikuti dampaknya. Penegakan hukum menjadi lemah. Dengan data yang dimiliki Kompas, sebetulnya mudah mengakhiri pembelahan ini ya, sesuai harapan kami, FNN? Ini tugas siapa? Pemerintah dan para kontestan Pemilu nanti. Jadi, pemerintah sebagai fasilitator Pemilu, yang kemudian dilaksanakan oleh penyelenggara Pemilu dan juga para kontestan Pemilu. Saya pikir nanti setiap kali masa kampanye mau diadakan, biasanya penyelenggara membuat rule yang mengatur secara detail bagaimana koridor-koridor kampanye terutama kampanye di sosial media. Tantangannya adalah bagaimana kontrol mampu dilakukan oleh penyelenggara Pemilu. Tapi yang paling penting sebenarnya kesadaran dari semua pihak, terutama kontestan Pemilu baik partai politik maupun Capres. Pilkada dimulai bulan November 2024, mereka tidak boleh main-main buzzer. Kalau influencer untuk campaign positif saya pikir hak mereka, karena memang kampanye itu kan mengenalkan program. Jadi, biarkan publik dikasih ruang-ruang pertarungan gagasan, bukan pertarungan kebencian. Kadangkala kita juga stres melihat konten-konten yang sifatnya saling merendahkan, saling membenci. Kalau kita lihat baca hasil survei ini sebenernya masyarakat kita relatif cerdas mana yang baik bagi bangsa ini ya. Kita punya punya pengalaman Pemilu 2004 dengan lima calon, setelah itu juga enggak masalah walaupun itu sampai dua putaran. Untuk pemilihnya Pak SBY maupun pemilihnya Ibu Mega juga enggak pernah sampai sejauh ini, meskipun harus kita akui, waktu itu sosial media mungkin tidak semasif saat ini. Tapi kita punya pengalaman bahwa dengan dua calon di dua putaran di 2004 bahkan di 2009 tiga paslon, kita tidak pernah sampai terjadi residu yang negatif. Penelitian Oxford University kemudian dilanjutkan dengan LP3ES menyatakan buzzer itu jadi ladang bisnis? Iya memang. Kuncinya lebih ke bagaimana lalu lintas perbincangan di sosial media itu lebih sehat. Kalau kita merujuk literasi digital kita yang di skala 1-5, yang paling rendah itu adalah tingkat literasi yang sifatnya keamanan. Jadi, aman dari konten-konten negatif. Jadi, publik kita atau pengguna sosial media kita, itu di tingkat budaya literasi itu sudah relatif tinggi, kalau enggak salah hampir mendekati empat. Tapi tingkat keamanan mereka memilah, mana konten yang terbaik, konten yang benar, ini yang sebenarnya paling rendah kalau kita merujuk indeks literasi digital di Indonesia. Nah ini yang sebenarnya menjadi pekerjaan rumah dan ini yang sebenarnya dimanfaatkan oleh buzzer-buzzer itu. Ketika mereka melihat pengikutnya tambah banyak, yang komen komen justru mendukung. Mereka merasa pasarnya masih ada, maka mereka main terus. Apa rekomendasi Litbang Kompas dari temuan ini? Kalau dilihat dari jawaban responden sih, yang pertama tentu berharap ini segera dikuatkan upaya-upaya untuk menghentikan ini semua. Kalau karena waktu mepet tinggal 2 tahun, tentu harus ada upaya-upaya yang sifatnya kalau dari pertanyaan kami sih ada 85,3 persen responden sepakat rekonsiliasi kedua kubu. Hanya bentuk rekonsiliasi seperti apa, saya pikir ini menjadi PR bagi semua terutama para pegiat sosmed yang konsen dengan isu ini, salah satunya Mas Hersu sebagai penggiat sosmed, mungkin bersama-sama kita perkuat di sosmed, tentu ini menjadi salah satu langkah yang cukup positif. Bahwa dengan hasil survei ini, bisa menjadi legitimasi dan argumentasi bahwa sudah enggak ada maknanya pertarungan yang sifatnya dilandasi oleh kebencian. Kita harus menggeser kebencian ini dengan gagasan, saling tarung gagasan, prestasinya apa? Jadi yang penting kontribusi terhadap bangsa dan negara ini lebih ke karya, bukan sekadar rasa. Justru pertarungan karya ini yang sebenarnya buat publik mendidik, juga buat pemilih. Itulah ketika meng-endors seseorang jadi capres, ya lihat karyanya, jangan sekadar rasanya yang diaduk-aduk itu. Sementara buzzer ini mainnya di rasa, tidak main di karya. Justru itu yang sebenarnya pertarungan gagasan yang harus diperkuat, bukan pertarungan yang dilandasi oleh kebencian dan permusuhan. Kita butuh aktor-aktor dan kekuatan civil society yang ada di sosmed untuk sama-sama menggaungkan ini. Kalau perlu diikuti dengan pertemuan kopi darat lalu digaungkan secara sosial media, saya kira ini menjadi titik awal yang bagus. (sws)
Luhut Usulkan Anggaran Rp429,06 Miliar pada 2023
Jakarta, FNN - Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan anggaran sebesar Rp429,06 miliar pada 2023 atau bertambah Rp146 miliar dari pagu indikatif yang sebesar Rp283,06 miliar.\"Terdapat kegiatan yang belum terakomodir dalam pagu indikatif 2023, di antaranya adalah untuk kegiatan Archipelagic and Island States (AIS) Forum sebesar Rp50 miliar,\" katanya dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, Kamis.Adapun pagu indikatif Kemenko Marves yang sebesar Rp283,06 miliar tersebut tumbuh 8,4 persen dari pagu indikatif dalam APBN 2022 yang senilai R260,92 miliar.Anggaran AIS Forum tersebut khususnya akan digunakan untuk perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi para kepala negara dan kepala pemerintahan sebagaimana diarahkan oleh Presiden Jokowi.Luhut juga mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp38,85 miliar untuk mendukung pelaksanaan dan pencapaian target dari kegiatan-kegiatan yang diarahkan langsung oleh Presiden Jokowi dan kegiatan strategis lain.Tambahan anggaran senilai Rp35,73 miliar diusulkan untuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia di lingkungan Kemenko Marves.Untuk pemeliharaan dan operasional gedung juga diusulkan anggaran tambahan Rp14,94 miliar, meskipun Luhut meyakini akan mulai pindah ke Ibu Kota Nusantara pada semester II 2023.Anggaran tahun 2023 tersebut akan digunakan antara lain untuk koordinasi bidang pengelolaan lingkungan dan kehutanan, bidang pariwisata dan ekonomi kreatif, serta bidang koordinasi investasi dan pertambangan. (mth/Antara)
TNI AU Berhati-hati dan Cermat Siapkan Pembelian Alutsista
Jakarta, FNN - Kepala Staf TNI AU, Marsekal TNI Fadjar Prasetyo, mengatakan, mereka mempelajari, mencermati, dan berhati-hati mengenai hal-hal yang berkenaan dengan persiapan pembelian alat utama sistem senjata (alutsista).\"Kami betul-betul mempelajari, menyiapkan dengan hati-hati, dan cermat karena hitungannya adalah pembelian alutsista tidak digunakan dalam tiga sampai lima tahun, tapi sampai 40 tahun. Tentunya, ini harus membutuhkan perencanaan yang cermat dari generasi ke generasi dan dilanjutkan,\" kata dia, saat memberikan sambutan dalam Kasau Awards 2022 di Gedung Puri Ardhya Garini, Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis.Hal tersebut pun dia sampaikan untuk menanggapi pemberitaan pada beberapa waktu terakhir mengenai perkembangan pengadaan sistem kesenjataan TNI AU.Menurut dia, pembelian persenjataan dari TNI AU mengikuti arahan dari kebijakan-kebijakan para pihak yang memiliki kewenangan atas hal itu. \"Tentunya, itu semuanya kita mengikuti arahan dari kebijakan atau kebijakan yang di atas,\" kata dia.Lebih lanjut dia mengatakan, mereka akan membangun TNI AU yang memperhatikan perkembangan yang terjadi di lingkungan strategis, seperti dinamika Laut China Selatan, ancaman keamanan, anggaran pemerintah, dan mempertimbangkan kebutuhan dalam pengamanan Ibu Kota Negara Nusantara.\"Kita ke depan akan memiliki ibu kota negara (yang baru), bagaimana TNI AU harus siap melindungi Ibu Kota Negara? Seperti apa dan alutsista apa yang kita butuhkan? Ke depan memang ada rencana strategis, ada dinamika oleh Bapak Menteri Pertahanan di dalam pemilihan-pemilihan alutsista yang tepat. Tentunya, dapat disesuaikan dengan ancaman, lingstra, dan kemampuan anggaran pemerintah,\" kata dia.Adapun sejumlah persenjataan yang dibutuhkan ke depannya, menurut dia, di antaranya adalah pesawat peringatan dini atau pesawat command control, beberapa jenis pesawat tempur, dan persenjataan strategis.\"(Yang dibutuhkan ke depan), seperti pesawat peringatan dini atau juga pesawat-pesawat command control, pesawat tempur yang akhir-akhir ini dibicarakan, ya sebutkan di sini Rafale dan F-15 EX atau yang nanti ke depan bisa jadi F-15 IDN, pesawat angkut, baik A400, C130 tipe J, pesawat helikopter, persenjataan lain UAV, dan lain sebagainya,\" papar Fadjar.Untuk mengoptimalkan persiapan pembelian alutsista dan pengamanan negeri ini, ia pun menyampaikan bahwa TNI AU membutuhkan masukan masukan dari para pecinta kedirgantaraan.\"Sekali lagi, saya membuka pintu untuk saran masuk dari seluruh rekan-rekan yang ada,\" ujar dia. (mth/Antara)
Presiden Berharap GTRA Summit Integrasikan Penyelesaian Masalah Lahan
Jakarta, FNN - Presiden Joko Widodo (Jokowi) berharap Pertemuan Puncak Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA Summit) 2022 yang ia buka secara resmi di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Kamis, bisa mengintegrasikan upaya penyelesaian masalah-masalah lahan masyarakat.\"Saya sangat menghargai pertemuan GTRA ini, yang saya harapkan segera bisa mengintegrasikan, memadukan seluruh kementerian lembaga dan juga pemerintah daerah, semuanya bekerja dengan tujuan yang sama, menyelesaikan masalah-masalah lahan yang ada di masyarakat,\" kata Presiden dalam sambutan pembukaannya.Dalam sambutan yang disiarkan langsung kanal YouTube resmi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), presiden mengingatkan bahwa sengketa lahan memiliki dampak yang luas dari aspek sosial hingga ekonomi.Pasalnya dengan penyelesaian sengketa lahan, bagi masyarakat yang mendapatkan sertifikat tanah bisa membuka akses ekonomi mereka, misalnya untuk mengakses permodalan ke bank dan lembaga keuangan.\"Hati-hati persoalan yang tidak bisa kita selesaikan, bisa merembet ke masalah sosial dan ekonomi,\" kata Presiden.Presiden menegaskan integrasi dan sinergi antar lembaga pemerintahan menjadi langkah penting dalam upaya penyelesaian sengketa lahan, sebab selama ini masih ada perilaku ego sektoral di antara kementerian, lembaga bahkan pemerintah daerah.Oleh karena itu presiden berpesan bahwa integrasi, sinergi dan keterbukaan yang diperintahkannya harus betul-betul diterapkan serta tidak hanya berhenti dalam pembicaraan di tingkat forum rapat semata.\"Di forum rapat itu \'kita harus terbuka, kita harus terbuka\'. Praktiknya tidak, itu yang kita lemah di situ. Sekali lagi semua lembaga pemerintah harus saling terbuka dan saling bersinergi,\" kata Presiden.Presiden juga menegaskan bahwa dirinya tidak bisa lagi mentolerir perilaku ego sektoral yang dapat menimbulkan kerugian negara, bahkan lebih jauh kerugian masyarakat.\"Itu sudah stop. Cukup. Persoalan mulai dari sini, semuanya harus membuka diri. Inilah saatnya forum ini harus kita hancurkan yang namanya tembok sektoral,\" ujar Presiden.GTRA Summit 2022 di Wakatobi akhirnya dilangsungkan setelah dua kali mengalami penundaan dari jadwal awal Oktober 2021 dan Maret menyusul lonjakan kasus COVID-19.Turut mendampingi Presiden dalam pembukaan GTRA Summit 2022 adalah Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi, dan Bupati Wakatobi Haliana. (mth/Antara)
Rocky Gerung: Andika Mestinya Siap-Siap Hadapi Situasi Paling Buruk!
TOPIK bahasan dalam dialog wartawan senior FNN Hersubeno Arief dengan akademisi yang juga pengamat politik Rocky Gerung di kanal Rocky Gerung Official, Selasa (7/6/2022) kali ini pertemuan Susilo Bambang Yudhoyono dengan Ketum Partai NasDem Surya Paloh. Menariknya, pertemuan antara SBY dengan Paloh itu dilakukan setelah Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang sebelumnya juga bertandang ke DPP DasDem. Bagaimana Rocky Gerung melihat peristiwa ini, berikut petikannya. Akan sangat dinamis tentang dunia politik Indonesia. Setelah Prabowo ketemu Surya Paloh, sekarang giliran SBY bertemu Surya Paloh. SBY ini mendatangi Surya Paloh di kantornya. Kata politisi PDIP, kalau sudah ada “level dewa” turun, ini berarti permainan-permainan tingkat dewa sudah dimulai. Di UNHAN (Universitas Pertahanan) kemarin juga ada permainan. Saya lihat Megawati dituntun oleh Prabowo ketika naik tangga di Unhan saat menghadiri promosi Doktor dari Sekjen PDIP (Hasto Kristiyanto). Bagaimana Anda melihatnya? Ini yang benar justru kasak-kusuk dan bisik-bisiknya. Tetap saja pers dapat bocorannya. Terkadang bocornya disamarkan. Ibu Mega pasti senang karena dituntun oleh Pak Prabowo dan berharap bahwa Pak Prabowo jangan terlalu banyak kasak-kusuk. Karena tetap faktor Pak Prabowo itu semacam final di PDIP. Kan kalau kita bikin kalkulasi kuantitatif, negeri ini ditentukan oleh PDIP dan dan Gerindra, walaupun mereka masih soal 20 persen yang bagi kita itu nggak masuk. Tapi dalam kasak-kusuk ini Prabowo juga merasa bahwa satu waktu mungkin masih ada Batutulis, tapi sekarang tinggal batunya, tulisannya sudah hapus. Pak Prabowo tetap berupaya untuk cari semacam bemper lain, atau bufer lain, terutama Khofifah yang juga disebut. Jadi, seolah-olah Pak Prabowo menghendaki supaya ada unsur Islam dalam panggung politik versi Prabowo. Soal yang lain tiba-tiba orang kaget kok Pak SBY mendatangi markas NasDem. Orang menganggap mustinya Pak Surya Paloh yang lebih yunior datang, tapi ini juga faktor kecerdikan SBY sebagai orang yang ngerti teknik-teknik dan strategi politik. Dia anggap bebas-bebas saja datang ke situ untuk sekadar mengucapkan pada Pak Surya Paloh. Oh Anda sedang membangun satu fasilitas baru untuk menghasilkan calon presiden, yaitu konvensi yang tentu sudah diketahui semua bahwa Pak Surya Paloh nanti tanggal 15-16 Juni akan memilih tiga orang yang jadi calon dari NasDem. Itu yang akan ditransaksikan dengan koalisi yang lain. Jadi, Surya Paloh punya poin bahwa dari daerah akan ada kebulatan tekad untuk tiga orang dan akhirnya Pak Surya Paloh yang menentukan walaupun orang anggap ini konvensi separuh hati. Ya mustinya dimusyawarahkan saja atau di-voting, tapi karena Surya Paloh yang secara dominan memimpin NasDem, maka tiga calon itu akan ada di tangan Pak Surya Paloh tanggal 15-16. Dan tidak tahu calonnya Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Andika Perkasa. Sangat mungkin tiga itu yang akan dimunculkan. Jadi, saya kira itu latar kenapa Pak SBY kemudian datang. Kalau datang mungkin saja diundang dan pastikan, tapi orang pikir kok SBY mendatangi. Itu juga satu sinyal bahwa ada keseriusan dalam pikiran Partai Demokrat untuk secara cepat dan tepat memutuskan ke mana arah Partai Demokrat. Karena Partai Demokrat sedang gembira karena elektabilitasnya naik juga. Jadi, itu intinya. Sementara Pak Jusuf Kalla masih berupaya untuk nyari sinyal apakah bisa Anies – Puan Maharani itu dihasilkan melalui keputusan politik bersama. Padahal kita tahu bahwa Pak JK juga player yang hebat. Jadi, betul para dewa turun gunung sekarang. Megawati sudah di depan dari awal, lalu Surya Paloh juga beberapa waktu lalu sudah menyatakan kehendaknya untuk membuat calon sendiri nggak mau ikut koalisi. Pak SBY akhirnya turun gelanggang. Sudah lama Pak SBY memantau sambil menjadi artis melukis-lukis, membina olahraga, sekarang fasilitas politik itu terbuka, lalu Pak SBY muncul di gelanggang. Jadi kita akan menonton para dewa, sementara pada saat yang sama kita ingin agar para dewa memastikan kalau tidak nol persen maka kita akan boikot Pemilu. Soal tuntun menuntun, kalau dari sisi fisik, karena Megawati lebih tua, kalau dari sisi politik ini siapa menuntun siapa? Karena Prabowo sempat bertemu dengan Surya Paloh, sementara Surya Paloh kita tahu dia akan menciptakan poros tersendiri. Iya mungkin sinyal lebih awal ditangkap oleh Pak Prabowo walaupun tidak diucapkan bahwa nama beliau tidak ada di dalam daftar Konvensi Nasdem. Karena secara konstitusional NasDem mau menjaring dari dalam maupun dari luar. Tapi kan Pak Prabowo Gerindra, masa ikut konvensi Nasdem. Yang paling mungkin adalah koalisi. Tapi Pak Surya Paloh kelihatannya koalisi itu halaman terakhir. Yang penting dia dapat dulu kejelasan siapa yang akan dirangkul oleh NasDem untuk dipromosikan sebagai calon presiden dan tentu hasil rangkulan itu akan mempengaruhi harga politik, harga saham politik. Begitu NasDem disebutin, mungkin akan jadi blue chip yang bersangkutan, lalu KIB (Koalisi Indonesia Bersatu) yang dideklarasikan kemaren, tapi juga belum punya point of view, mulai merasa tertinggal lagi. Kan bahaya kalau secara politis NasDem duluan mengucapkan calon dan gempar secara politik, lalu partai-partai lain melihat oh memang yang sudah diusulkan NasDem masuk akal. KIB bisa gigit jari lagi kan. Itu yang kemarin saya terangkan bahwa KIB ini bisa berantakan, polisi Indonesia berantakan. Karena fokusnya begitu, fokusnya tuker tambah, dan masih panjang. Tetapi inisiatif Pak Airlangga Hartarto kita angkat jempol karena Pak Airlangga berani untuk memimpin sebuah alternatif, yaitu Kolisi Indonesia Bersatu. Jadi Golkar juga sebetulnya mempunyai kapasitas untuk bermain walaupun dia jauh elektabilitas sebagai partai. Tapi, sekali lagi, ini kan permainan antar elit yang tuker tambahnya itu baru kelihatan, mungkin sebulan ke depan, setelah ketahuan bahwa semuanya ini amplop kosong dan berupaya untuk naikin harga dengan babbling. Kan ini semuanya upaya untuk bable saja. Jadi saham politiknya itu digoreng- goreng sehingga moncer. Kalau sudah moncer tinggal menunggu investor. Itu masalahnya. Dan, kita ini nggak ingin politik itu dikendalikan oleh investor di ujungnya. Kita ingin putih dikendalikan oleh kedudukan rakyat. Itu pentingnya kita dorong terus 0%. Jadi sekali lagi silakan elit bermain-main di atas, tapi bagi masyarakat sipil ada yang final. Kalau Anda tidak mau 0%, kami akan lakukan gerakan LBP, Liga Boikot Pemilu. Oke, jadi pertemuan-pertemuan ini sebenarnya untuk menaikkan elektabilitas partai dan para jagoan yang mereka usung; serta mengintip kira-kira harganya berapa? Mampu beli apa enggak? Juga untuk digoreng-goreng dan hasilnya mereka akan dapat akumulasi, baik dari sisi elektabilitas maupun capital. Nah begitu. Jadi memang hanya itu inti politik Indonesia. Selama threshold itu 20%, begini yang terjadi, kalkulasi, dan transaksi antara underwriter, bikin kesepakatan di bawah meja. Kan begini yang kita jengkel. Itu akan jadi koalisi Indonesia berantakan karena semuanya saling menyimpan motif, tapi buat kita, kita ngerti soal ini. Jadi tetap, satu hal yang musti kita lihat secara fundamental yaitu Pak Jokowi (Joko Widodo, Presiden) ingin dia diselamatkan oleh siapa pun ketika dia tidak lagi menduduki kekuasaan. Jadi, faksi dia akan ada di mana-mana. Jokowi tetap ada di koalisi KIB, di fraksi Ibu Mega, mungkin dengan melihat sedikit peluang Prabowo untuk ditarik dalam lingkaran Ganjar. Jadi, macam-macam. Lain kalau Presiden Jokowi mengatakan bahwa ya sudah silakan bertanding fair dan saya tidak akan ikut serta. Yang terjadi adalah presiden Jokowi tetap ikut serta dalam soal-soal semacam ini. Tiga periode masih berjalan, tiba-tiba kalangan tertentu muncul lagi dalam upaya untuk anti-Islamophobia. Jadi kita lihat kekacauan karena cahaya Pak Jokowi tiba-tiba jadi terang. Itu artinya akan segera padam karena dalam teori lilin itu selalu begitu, ini sumbu terakhir yang akan membakar seluruh lilin lalu tiba-tiba mati. Jadi kita justru harus bersiap-siap bila terjadi keadaan yang bukan sekedar peluang tapi pasti terjadi, soal krisis pangan dan ekonomi yang juga udah diwanti-wanti oleh Presiden dan Menkeu Sri Mulyani. Kalau itu terjadi, berantakan semua ini dan itu akan menghasilkan social unresh.... Di situ kita hitung misalnya peran Pak Andika mustinya bersiap-siap juga untuk menghadapi situasi paling buruk bersama Pak Sigit (Listyo Sigit Prabowo, Kapolri). Jadi mudah-mudahan tidak ada lagi orang yang menyeret-nyeret Pak Andika dalam perpolitikan. Itu juga akan mempersulit nanti koordinasi kalau terjadi social unresh.... yang disebabkan oleh kekacauan ekonomi politik yang berawal dari ketidakmampuan Pak Jokowi untuk menerangkan ke publik bagaimana daya beli, bagaimana inflasi, bagaimana stagflasi, problem kesulitan pangan dan energi karena perang di Eropa, Ukraina. Jadi banyak hal yang tersembunyi karena hiruk pikuk soal koalisi dan capres- mencapres ini. Itu yang menyebabkan kita harus membangun satu blog baru untuk mencegah jangan sampai kekacauan dan arogansi di kalangan elit ini merembet ke rakyat. (mth/sws)
Ganjar Itu Jokowi Kecil Yang Hendak Menghalangi Megawati Mengatur Politik PDIP
Jakarta, FNN – Kandang banteng sedang gaduh. Pergolakan di tubuh partai warisan Bung Karno itu lantaran ada upaya “kudeta” senyap yang dilakukan petugas partai. Ini yang membuat Ibu Mega marah, karena DPP membaca gelagat tak sedap bahwa Ganjar itu perwujudan dari Jokowi kecil yang hendak menghalangi Megawati mengatur politik PDIP. Kegaduhan itu tak cukup hanya dhapus dengan keterangan pers Hasto Kristianto, Sekjen PDIP. Maka publik menyangsikan kemesraan yang dieksploitasi oleh Sekretariat Presiden, sebab sesungguhnya mereka sedang perang batin. Jika mereka baik-baik saja, mustinya Trimedya Panjaitan dan Masinton Pasaribu sudah dipecat karena menyebut presiden bebal. Demikian tafsir singkat dari hasil wawancara wartawan senior FNN Hersubeno Arief dengan pengamat politik Rocky Gerung dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Rabu, 08 Juni 2022. Petikannya: Situasi politik sekarang semakin menyenangkan, lucu, kacau, dan seru. Bagaimana menurut Anda? Iya, banyak orang yang akhirnya melihat bahwa Indonesia itu politiknya soal pribadi doang, bukan soal kelembagaan, hubungan kelembagaan, regulasi, dan institusi. Ini betul-betul soal pribadi. Dan itu buruknya. Jadi, seolah-olah 270 juta rakyat Indonesia, itu tergantung pada suasana hati dua orang. Sekarang orang sedang fokus memperhatikan apa yang terjadi di antara Bu Mega dengan Pak Jokowi. Setelah beberapa kali mereka nggak ketemu dalam forum penting, salah satu yang paling mencolok adalah ketika peringatan hari lahir Pancasila 1 Juni di Pulau Ende. Tapi kemarin orang mulai melihat ada yang mulai mencair. Ibu Megawati muncul di istana merdeka dan videonya kemudian sengaja diposting oleh Sekretariat Kepresidenan. Padahal videonya cuma 32 detik. Kemudian ramai-ramai mulai dari Sekretariat Presiden sampai staf membantah bahwa tidak ada kegiatan antara Pak Jokowi dengan Ibu Mega. Katanya hari ini Pak Jokowi akan menghadiri peresmian Masjid Attaufik di Lenteng Agung, di sekolahnya kader PDIP? Sinyal-sinyal begini yang kita sebut saja, mungkin sudah cair. Kalau sudah cair artinya reshuffle kabinet PDIP akan dapat 3-4 kursi. Kira-kira begitu gampangnya. Tapi apa gunanya tukar tambah politik, kalau badai ekonomi sedang masuk ke Indonesia. Itu percuma. Dan yang lebih penting sebetulnya terlalu berlebihan orang-orang PDIP, mulai dari Sekjen, “Oh itu tidak ada problem, tidak ada masalah”. Justru kalau diterangkan begitu kita mengerti bahwa memang ada masalah. Nah, itu dipamerkan bahwa seolah-olah tidak ada masalah. Kan nggak natural, Pak Jokowi dalam satu minggu 3-4 kali bertemu Bu Mega. Itu artinya ada tukar tambah yang sedang disogokkan. Dan memang ada konsekuensinya. Kalau memang dari awal tidak ada ketegangan maka konsekuensinya Trimedya Panjaitan sudah bisa bisa dipecat. Masinton Pasaribu juga bisa dipecat karena dia sudah mengatakan presiden bebal. Itu suara partai. Jadi, Ibu Mega sedang sodorkan dua peralatan itu. Itu yang kita sebut sinyal beginian, kan ya dangkal betul politik semacam itu, kecuali bersamaan dengan pertemuan dengan Ibu Mega, Ibu Mega bilang ke publik bahwa saya sudah bertemu Pak Jokowi dan dua anak buah saya itu emang ngacau. Kan kita tahu, misalnya, Trimedya itu membuat konferensi pers dalam bentuk laporan tertulis. Artinya, itu keputusan partai. Bahwa Ganjar itu adalah Jokowi kecil yang hendak menghalangi Bu Mega untuk mengatur politik PDIP. Berarti Bu Mega marah, maka dikirim sinyal itu. Itu tanda semacam enggak bisa dihapus sekadar dengan keterangan Hasto. Ya boleh saja itu keterangan public relation, tetapi relasi politik tetap memanas. Kecuali Ibu Mega sudah betul-betul mengucapkan saya akan mendukung Ganjar. Selesai masalahnya. Kan cuma itu battle field-nya. medan perangnya ada di situ. Jadi, selama tidak ada keterangan langsung dari Bu Mega, nanti Hasto datang lagi dan bilang iya memang masih ada masalah sedikit, tapi nanti akan diselesaikan. Lalu kita dengar lagi tokoh-tokoh PDIP ngoceh-ngoceh lagi untuk menghajar Jokowi juncto Ganjar. Ya sudah kita anggap saja bahwa ini head line saja, tapi di belakang layar orang selalu enggak bisa dibohongi untuk membaca keadaan sebetulnya. Ini sebetulnya berkaitan dengan isu reshuffle. Mungkin untuk balancing karena PDIP sudah mulai terdesak dan Ganjarist sebetulnya sudah di depan. Sebetulnya kita bisa lebih jauh melihat bahwa dua pihak ini, Presiden Jokowi maupun Ibu Mega sudah bertemu dengan pihak ketiga, yaitu para investor politik alias oligarki. Ya, saya sepakat dengan Anda karena memang memang apple to apple kalau sekarang Pak Jokowi hanya meresmikan masjid meskipun masjid sangat penting artinya karena menggunakan nama almarhum suaminya Ibu Mega, Pak Taufik Kiemas, tapi kalau dibandingkan ketika peresmian K-smart, kampusnya STIN (Sekolah Tinggi Intelijen Negara) Smart Kampus Doktor Honoris Causa Ir. Soekarno dan Pak Jokowi tidak hadir, ini maksa banget ya? Ini kan ketegangan bolak-balik saja, karena kekacauan koordinasi makropolitik. Sering kita sebut kekacauan itu disebabkan oleh masyarakat dipasang presidential threshold. Ada KIB yang mungkin diintip bahwa ini sebetulnya mau pro-Ganjar tapi separuh hati, masih ada jalan tikus, karena bagaimanapun Pak Airlangga itu punya potensi juga untuk jadi presiden. Lalu mulai timbul sinyal apa sebetulnya yang terjadi tiba-tiba Airlangga ditanya wartawan siapa calon presidennya, tentu dia tidak akan menyebutkan namanya sendiri kan? Sebetulnya sebut saja, saya mau jadi calon presiden karena saya yang memimpin Koalisi Indonesia Bersatu. Tapi beliau kasih sinyal bahwa itu tokoh yang tidak berbasis politik aliran. Lalu orang menduga bahwa itu berarti Ganjar. Kalau Ganjar berarti Ibu Puan tersisih di situ. Lebih lagi Bu Mega mungkin baca pernyataan itu dan menganggap KIB ini adalah mainan baru Jokowi. Padahal, sebetulnya kita ingin lihat Pak Airlangga Hartarto mengucapkan sesuatu yang betul-betul bisa dihitung akibatnya. Kalau cuma sekadar bilang politik aliran, kan orang di dalam teori ilmu politik dasar, yang disebut politik aliran itu santri dan abangan. Jadi, nggak boleh yang santri dan abangan. Siapa yang abangan? Ganjar mungkin abangan dalam perpolitikan yang dibuat oleh Herbert Feith dulu untuk memetakan politik Indonesia. Artinya Ganjar juga enggak boleh dong. Kan dia politik aliran juga. Aliran abangan. Santri-santri enggak boleh juga. Itu artinya Erick Thohir yang lagi disasar karena Erick Thohir lagi main-main sama kalangan santri. Jadi, Pak Airlangga musti jelas. Kalau enggak, orang akan menganggap Pak Airlangga kurang mengerti juga apa yang disebut politik aliran. Kan secara teoritis begitu yang disebut politik aliran. Nggak ada aliran lain yang disebut sosial demokrat yang dari kalangan sosialis sampai kalangan PKI, dan PKI sudah nggak dianggap lagi. Ini bahayanya kalau Pak Airlangga tidak dibekali dengan konsep yang utuh. Menyebut politik aliran itu artinya yang berbasis abangan sebagai aliran dan santri sebagai aliran, tidak akan diusung Golkar. Kacau argumen Airlangga. Sekarang ada kecenderungan bahwa itu diframing dan distigma bahwa aliran itu berarti Islam dan dalam hal ini yang mendapat stigma itu adalah Anies Baswedan, walaupun sebenarnya banyak tokoh-tokoh lain? Sinyal-sinyal begitu yang orang anggap, ini ngapain sih KIB. Itu yang saya sebut nanti menjadi Koalisi Indonesia Berantakan karena konsepnya nggak utuh. Saya mengerti zig-zagnya Pak Airlangga, karena beliau juga lagi rentan diamputasi oleh Jokowi karena problem minyak goreng. Tetapi kita musti biasakan beri pelajaran pada publik tentang ketegasan politik, kejujuran politik, dan persaingan politik. Jadi, Pak Airlangga Hartarto dan Hasto, Sekjen PDIP, sama juga, main-main dengan istilah yang sebetulnya orang tahu di belakangnya tidak ada apa-apa, kosong. Istilah politik aliran itu berbahaya karena itu juga langsung seolah-olah Islamofobia. Padahal kalau kita baca teori ilmu politik, enggak begitu pengertiannya. Sinyal ini yang akan memperuncing friksi di masyarakat. Ini pentingnya konsultan politik yang berawawasan. Masalah Megawati dan Jokowi, sebenarnya kalau cuma soal reshuffle kabinet, sebenarnya Permen, karena makanan utamanya itu adalah Pilpres 2024. Itu berarti urusannya antara Ganjar dengan Puan? Betul dan kelihatannya kubu Pak Jokowi sudah dapat bisikan bahwa Anies itu berpotensi politik aliran. Kira-kira begitu. Karena banyak survei yang menganggap bahwa Anies masih diasuh oleh kalangan muslim yang radikal. Kemarin ada bukti bahwa Anies diusung oleh FPI walaupun ternyata itu hoaks. Pak Jokowi dengar itu. Jadi, mungkin itu yang diprotes oleh Pak Jokowi pada Ibu Mega, jangan Anies dong. Itu juga menunjukkan bahwa kubu Ganjar, itu nggak stabil. Kalau sudah fix ngapain takut pada Anies. Jadi, sangat mungkin juga kubu Ganjar amplopnya belum turun dari oligarki. Itu pentingnya datang ke kampus, datang ke redaksi-redaksi media massa, untuk duel argumen. Bukan sekadar dengan head line, lalu ada berita Bu Mega sudah berdamai, tapi apa pointnya? Demi Anies atau demi Ganjar. Demi ketakutan pada politik aliran atau hanya transaksi dangkal untuk mendapat kursi baru setelah reshuffle. Politik kita diasuh oleh semacam tular tambah psikologi 2 orang antara Bu Mega dan Pak Jokowi. Padahal dalam seminggu ini ada akrobat lain seperti Prabowo yang ngalor ngidul nyari dukungan, ada Pak SBY yang akhirnya secara sinergis memikirkan masa depan politik Indonesia dengan mendatangi Nasdem. Politik Indonesia saat ini antara kasak kusuk dan hiruk pikuk. (sws)