NASIONAL
Polisi Tembak Polisi: Ketika Sensasi Mendahului Substansi
PERISTIWA penembakan Brigadir Nopryansah Joshua Hutabarat (Brigadir J) masih menyisakan tanda tanya. Karena ada beberapa kejanggalan keterangan yang disampaikan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (11/7/2022). Dalam keterangannya menyebutkan, Brigadir J tewas setelah terjadi baku tembak dengan Bharada E di rumah dinas Kepala Divisi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Jl. Duren Tiga 46 Jakarta. Peristiwa tersebut terjadi pada Jum’at (8/7/2022). Tapi, pihak Polri baru merilisnya, Senin (11/7/2022). Jasad Brigadir J dibawa ke Jambi, Sabtu (9/7/2022). Dan, baru dimakamkan, Senin (11/7/2022). Adapun baku tembak itu terjadi sekitar pukul 17.00 WIB. “(Penembakan) itu benar telah terjadi pada hari Jumat 8 Juli 2022. Kurang lebih jam 17.00 atau jam 5 sore,” kata Brigjen Ramadhan di Mabes Polri. Menurut Ramadhan, kejadian dipicu akibat pelecehan yang dilakukan Brigadir J kepada istri Kepala Divisi Propam Polri, Ny. Putri Chandrawati Ferdy Sambo. Brigadir J, katanya, melecehkan di dalam kamar dengan menodongkan senjata ke kepala Ny Putri. “Itu benar melakukan pelecehan dan menodongkan senjata dengan pistol ke kepala istri Kadiv Propam itu benar,” ujar Ramadhan. Belakangan muncul desakan agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo segera mencopot Irjen Ferdy Sambo dari jabatannya. Menko Polhukam Mahfud MD pun turut bicara. Video momen Ferdy Sambo dipeluk Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran sembari terisak pun beredar liar di media sosial. Bagaimana pengamat politik Rocky Gerung melihat peristiwa ini, wartawan senior FNN Hersubeno Arief membahasnya dalam Kanal Rocky Gerung Official, Jum\'at(15/7/2022). Berikut petikannya. Bung Rocky Gerung, ini perkembangan penembakan atau tewasnya Brigadir Joshua makin menarik. Saya kira positioning kita, positioning Rocky Gerung, jelas dalam soal ini. Kita juga baca pernyataan Anda yang banyak dikutip media yang menyatakan, hak istri dari Fery Sambo juga harus dihormati. Orang jadi bertanya-tanya, bagaimana kalau gitu dengan hak dari Joshua karena sampai sekarang juga dia kan terkesan difitnah, sedangkan dia sudah meninggal sehingga tidak bisa membela diri. Ya, kemarin saya diwawancara memang, dan saya pisahkan dua hal. Di dalam wawancara itu saya sebut bahwa: yang pertama fakta pertama terbunuh dan itu hak keluarga. Karena itu, saya dorong keluarga supaya tuntut saja terus. Di situ saya terangkan, saya bisa membayangkan bagaimana kemarahan keluarga, kesedihan yang bercampur dengan ketidakpercayaan. Karena keluarga minta supaya jenazahnya masih bisa dilihat. Dan itu adalah hal yang betul-betul kita berduka cita betul karena seolah-olah, tiba-tiba sebuah keluarga kehilangan harapan. Putra mereka yang mereka banggakan itu tewas. Dan bagi kita atau bagi saya itu apapun yang terjadi pada tubuh keluarga Joshua, itu memang musti yang biasa disebut sebagai habies corpus........... Jadi tubuhnya harus diperlihatkan di depan hukum. Itu prinsipnya. Jadi kita, saya, FNN, berdukacita. Sekaligus menganggap bahwa perangai dari atau emosi yang ditimbulkan oleh peristiwa itu betul-betul mengguncang keluarga. Jadi, sambil kita menuntut supaya pemeriksaan jenazah itu diperlihatkan apa penyebab sebenarnya. Itu yang saya sebut janji polisi untuk membuktikan secara saintifik betul-betul harus diurai. Dan harus diurai makin lama harus makin terbuka, karena diintip terus oleh kuriositas publik. Itu hal pertama. Yang kedua, di dalam hukum hak asasi manusia ada prinsip proteksi pertama terhadap korban pelecehan seksual. Dalam kategori apapun, dugaan atau bahkan sensasi, dia musti diproteksi dulu. Karena perempuan selalu dalam posisi lemah di dalam peradaban kita, sering disebut fam fata, ada perempuan yang akhirnya musti disudutkan, dipojokkan. Jadi, karena saya paham itu saya mengajar teori feminisme, saya minta agar supaya publik, terutama jurnalis, lindungi privasi dari perempuan ini yang adalah istri dari Pak Sambo. Jadi karena dia perempuan, bukan karena dia istri dari Pak Sambo. Jadi karena dia perempuan, bukan karena dia istri Pak Sambo. Prinsipnya siapa pun musti melakukan itu. Di Amerika bahkan ada prinsip yang lebih radikal lagi, apapun mau bohong atau nggak bohong, begitu ada perempuan yang mengalami korban pelecehan, perempuan itu musti dianggap benar dulu. Nanti kemudian ada pembuktian. Jadi, itu yang namanya affirmative action sebetulnya. Jadi, dalam semua teori pelecehan, perempuan ada dalam keadaan rentan. Karena itu dia diproteksi. Itu poinnya. Lalu kita mulai melihat bagaimana masalah ini berkembang mengikuti kecurigaan publik. Satu hal ada kecurigaan; kedua ada kuriositas. Jadi berdempet di situ: curiga dan kuriositi itu. Jadi penting untuk mendudukkan masalah agar kita betul-betul pada akhirnya paham profesionalitas penyidik itu tidak terhalang oleh sensasi yang digemparkan oleh media massa. Tetapi juga hak publik untuk menikmati sensasi ini. Kita nggak bisa cegah itu. Ini yang disebut sebagai cause celebrate. Jadi, satu peristiwa yang kemudian jadi selebrasi karena kemudian orang akan menduga bermacam problemnya. Tapi bagi saya, soal-soal itu silakan, tetapi tetap dua hal saya tekankan: hak keluarga untuk meminta keadilan terhadap tubuh yang tewas, yaitu Joshua; dan hak dari perempuan yang diduga dilecehkan itu untuk mendapatkan proteksi privacy. Itu intinya. Ya, saya teringat ini, karena Anda juga melakukan hal yang sama ketika terjadi tragedi KM 50. Pada waktu itu kan posisioning Anda sama seperti ketika Anda memposisikan Joshua ini. Iya betul. Demikian juga soal KM 50. Tetap hak publik untuk tahu dan hak keluarga dari enam korban itu untuk dapat keterangan selengkap-lengkapnya. Karena ini akan menyangkut Citra keluarga-keluarga ini di masa depan. Apakah teroris? Apakah betul? Jadi, soal-soal semacam ini yang bagi saya itu demi keadilan, masih terang-benderang. Nah, orang akhirnya mulai mengaitkan-kaitkan ketidakjelasan di KM 50, sama dengan ketidakjelasan di tempatnya Irjen Sambo ini. Jadi kalau dia menyebut bercampur maka makin susah kita ingin melihat kerja profesional dari kalangan kepolisian. Itu yang saya pisahkan sebetulnya. Demi kejernihan berpikir saja dan demi kepentingan pertanggungjawaban pidana, sekaligus penghormatan terhadap tubuh yang diduga dilecehkan dan terutama tubuh yang memang sudah tewas, yang adalah hak batin terutama, dari keluarga Joshua. Jadi, sekali lagi dua kali kita ucapkan, kami ucapkan, saya khususnya bersimpati sekali pada keluarga Joshua, dan meminta juga pada saat yang sama menghormati otonomi tubuh dari istri. Kalau kita sebut sebagai istri memang faktanya itu, tapi dari sisi perempuan yang diduga dilecehkan. Itu prinsip pertama. Jadi kalau kita bisa pisahkan, kita bisa lihat konsumsi hukumnya lebih secara lebih patut pada akhirnya. Iya. Sebenarnya kasus ini sederhana banget, karena lokasinya jelas, ada saksi- saksinya, apalagi kemudian dibantu dengan teknologi sekarang ini. Kan orang dengan mudah dari handphone yang namanya CDR itu, kita sebenarnya tau aktivitas kita di mana pada saat itu. Jadi, sebenarnya bahkan ada seorang teman senior saya, polisi yang sudah pensiun, ini sebenarnya kalau kalau mau 1 X 24 jam sudah bisa diselesaikan. Tidak perlu sampai bentuk tim khusus segala macam karena ini kasus yang sederhana sebenarnya. Ya, itu masalahnya. Jadi publik mulai masuk pada duga-menduga. Kenapa musti ada tim khusus? Apakah ini betul-betul kasus yang serius secara penyidikan. Apakah teknik saintific methode itu harus memerlukan tim khusus itu. Jadi berlapis-lapis kecurigaan publik dan lama-lama makin dikaitkan lagi, lalu ada berita macam-macam, itu kita baca. Ini terkait dengan seseorang atau punya hubungan yang lebih rumit dari sekedar tembak-menembak di situ. Jadi, semua itu akhirnya jadi abu-abu itu. Di dalam keabu-abuan itu, dua hal musti kita proteksi dulu, yaitu hak keluarga korban tadi dan hak si perempuan ini yang adalah istri dari Irjen Sambo. Bagian ini tetap harus kita dorong untuk dipatuhi dulu dan dihormati. Baru kita mulai mengurai hal-hal yang secara sensasional diinginkan publik. Tetapi, bukan karena keinginan sensasi itu maka penyidikan dilakukan, tetap sensasi itu saya kemarin terangkan bahwa keingintahuan itu telah melampaui proses pembuktian. Itu masalahnya. Karena itu harus dipercepat proses ini, supaya terduduklah masalahnya. Kalau dia sudah weelseted, semua hal yang kita duga itu atau diduga publik itu diperlihatkan dengan cepat oleh kepolisian, entah itu bantahan, entah itu afirmasi, maka itu lebih masuk akal untuk memahami peristiwa ini. Nah sekarang ini, kemarin kita melihat ada video Pak Fadil Imran memeluk Ferdy Sambo, kemudian ada statement dari Pak Mahfud MD yang menyatakan bahwa dia sudah menyampaikan kepada Pak Listyo Sigit untuk dinonaktifkan dulu Ferdy Sambo dan sebagainya. Dan ini sekarang saya kira sudah mulai masuk ke wilayah-wilayah politik karena memang desakan-desakannya sangat keras. Ya itu masalahnya. Tiba-tiba video pelukan penenang dari Pak Fadil Imran itu interpretasi macem-macem. Dan kenapa juga video itu musti beredar kan? Itu soalnya. Mungkin suatu hal yang manusiawi, tapi menimbulkan pertanyaan banyak. Lalu Pak Mahfud melontarkan sesuatu yang sebetulnya dia juga dianggap melontarkan hal yang tidak perlu dilontarkan. Dia bilang saja saya atas nama negara menghormati proses itu, silakan diteruskan. Jadi jangan ditambah-tambahin predikat atau keterangan yang macem-macem sehingga orang akhirnya menganggap kalau begitu Pak Mahfud tahu banyak hal dong. Datang saja dan jadi pemberian fakta. Jadi kedudukan Pak Mahfud MD itu adalah Menko, dan itu enggak boleh dilakukan, kecuali dia pakar kriminal, boleh dia menduga itu dalam konteks pembentukan tim ini. Jadi beliau bisa aja masuk dalam tim itu sebagai pemberi keterangan. Bukan datang di depan publik lalu mulai memperlihatkan semacam sinyal ini-itu. (Ida/mth)
Ketua RT Baru Diberitahu 3 Hari Setelah Pembunuhan, Rocky: Berarti Ada Kebusukan yang Ditutupi
KETUA RT 05 RW 01 Kompleks Polri Duren Tiga, Irjen (Purn) Seno Sukarto mengungkapkan bahwa Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo dan istri jarang tinggal di rumah dinas mereka di Duren Tiga Nomor 46 Jakarta. Seno mengaku mengetahui hal itu, sebab rumah Ferdy berjarak tak lebih 50 meter dari pos satpam Kompleks. Antara keduanya hanya dibatasi lapangan basket dan jalan kompleks.“Jarang (tinggal), karena saya sering tanya kok sepi. Iya Pak, enggak ada. Satpam sering saya tanya, sekitar-sekitar ini kan gampang dilihat,” ungkap Seno kepada wartawan di rumahnya, Rabu (13/7/2022).Menurut Seno, di rumah dinas itu, sehari-hari lebih sering terlihat sopir dan orang yang justru tidak ia kenal. Dulu, kata Seno, Sambo kerap nongkrong dan berinteraksi di pos satpam depan rumah terutama saat akhir pekan. Seno mengaku juga tak menerima laporan langsung dari kepolisian maupun Sambo soal insiden baku tembak antar ajudannya di rumah dinas Ferdy itu, Jumat (7/7/2022). Dia mengetahui itu dari siaran berita di YouTube.Hingga kini, Seno mengaku kesal, sebab ia seperti tak dianggap sebagai kepala Kompleks. Bahkan, Seno juga tidak menerima laporan dari satpam sesaat usai kejadian baku tembak di rumah Ferdy yang menewaskan Brigadir J. Menurut pengamat politik Rocky Gerung, banyak hal yang akhirnya musti kita andalkan pada CCTV. “Kira-kira begitu,” katanya kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam Kanal Rocky Gerung Official, Kamis (14/7/2022). Jadi, lanjut Rocky, sebetulnya kita bisa mengerti mengapa orang akhirnya menganggap banyak hal yang misterius di bangsa ini dari soal minyak goreng, soal kekerasan di rumah pejabat tinggi Polri, ketidakmampuan untuk berterus terang soal KUHP. “Misteri itu musti pelan-pelan bisa kita intip karena di dalam misteri selalu ada yang mengejutkan di belakang itu,” ujar Rocky Gerung. Berikut petikan dialog Hersubeno Arief dengan akademisi Rocky Gerung. Banyak yang mengingatkan saya dan juga komentar-komentar di konten kita ataupun konten saya: nggak usah masuk ke persoalan isu tembak-menembak di rumah Kadiv Propam Polri, kita fokus saja di 0%. Banyak yang bilang begitu. Tetapi, saya kira kita penting juga bahas karena sekarang ini Komnas HAM ternyata sudah mulai turun tangan. Jadi ada yang serius, ada tuntutan dari keluarga Brigadir Joshua yang minta kejelasan. Ada juga penjelasan dari ketua RT setempat yang kebetulan juga pensiunan perwira tinggi Polri yang juga melihat ada beberapa kejanggalan. Saya kira ini menarik, apalagi Komnas HAM memutuskan untuk tidak akan bergabung dengan tim yang dibentuk tim khusus untuk Kapolri. Saya kira ini bagus. Justru malah nanti publik akan dapat second opinion, supaya tidak curiga. Ini orang bawaannya pasti curiga melulu sama polisi. Saya kira kata kuncinya second opinion, karena orang selalu menganggap bahwa first opinion itu selalu tidak tuntas. Komnas HAM tentu mendeteksi sesuatu yang yang samar-samar, tapi dia tahu prinsip-prinsip penegakan hukum itu nggak boleh melanggar hak asasi manusia. Jadi saya kira bagian itu yang akan dibuka oleh Komnas HAM. Tapi, ini kan satu peristiwa yang agak rumit karena satu peristiwa kriminal terjadi justru di rumah pejabat tinggi penegak hukum. Itu satu poin. Dan rumah itu ada di lokasi para petinggi penegak hukum, Perumahan Polri. Itu juga problem lagi itu. Dan di atas itu, kehidupan politik kita selalu ingin cari ada faktor lain nggak di dalam soal-soal tadi. Jadi curses..... publik menganggap jangan-jangan ada hal lain, ada faktor X. Nah faktor itu yang kemudian jadi isu. Jadi, supaya faktor X itu tidak jadi isu, harusnya betul-betul transparan penyelidikan itu. Karena ada semacam prinsip dalam membongkar satu peristiwa yang mengandung misteri. Sherlock Holmes, tokoh detektif fiksi rekaan Sir Arthur Conan Doyle, selalu bilang “hilangkan semua asumsi yang biasa dan Anda akan memperoleh hal yang paling elementer”. Kira-kira begitu. Seringkali Sherlock Holmes tegur resersenya, dia selalu bilang dokter Watson itu namanya, it is elementer, Watson. Itu sangat mendasar, itu sangat simpel sebetulnya pembuktiannya Watson. Tapi kamu musti hilangkan dulu semua asumsi konvensional kamu. Kira-kira begitu kalau kita pakai sedikit cara berpikir Sherlock Holmes. Tapi dengan cara berpikir itu kemudian publik menuntut, sebetulnya apa yang elementer di situ. Soal-soal ini yang kemudian membuka persoalan yang lebih jauh, soal kenapa ada kejahatan dan baru tiga hari ketua RT dilaporkan. Berarti ada sesuatu yang busuk di belakang persoalan ini. Kira-kira begitu. Dan opini publik nggak akan berhenti sebelum yang elementer itu ditemukan. Apa yang elementer itu? Itu yang sekarang jadi spekulasi apakah yang elementer itu adalah soal yang berhubungan dengan kehidupan privat di rumah itu, atau dia terhubung dengan kedudukan Pak Sambo sebagai pejabat tinggi dan punya tanggung jawab yang besar dalam soal-soal penegakan hukum, atau ada persaingan di antara bintang, misalnya. Kan seperti itu spekulasinya Kita biarkan saja. Membiarkan artinya memberi kesempatan itu diurai benang yang masih rumit ini supaya yang elementer terlihat. Kira-kira itu kisi-kisinya. Iya, karena kalau kita amati di media sosial memang betul seperti dikatakan juga oleh Kapolri Jenderal Lisyo Sigit Prabowo bahwa banyak isu-isu liar. Dan saya kira isu-isu liar ini tidak boleh dibiarkan terus bergentayangan. Namanya liar dan bergentayangan pasti dampaknya tidak bagus. Kita lihat misalnya tadi Anda sebut soal CCTV dan sebagainya, orang kemudian mengait-kaitkan dengan KM-50. Kenapa jadi sama-sama mati ya CCTV-nya dengan di KM 50. Dan ini saya kira ada soal yang serius berkaitan dengan kredibilitas dari sebuah lembaga yang namanya lembaga kepolisian. Padahal sudah ada versi yang resmi, sudah dua kali disampaikan oleh divisi humas, kemudian langsung Kapolresta Metro Jakarta Selatan sendiri yang berada di lokasi memberikan penjelasan, tapi publik tetap tidak percaya. Nah saya kira ini problem-problem yang sangat serius dan harus disadari oleh kepolisian. Hal itu berlaku prinsip setiap penundaan menimbulkan persoalan baru dan penundaan ini tiga hari. Orang jadi bertanya, selama tiga itu apa sebetulnya yang dibayangkan oleh penegak hukum Polri. Kasus ini kasus apa? Nah, itu pertanyaan publik, apa sebetulnya yang kalian lakukan selama tiga hari? Kenapa Pak RT nggak bisa tahu? Padahal itu adalah tanggung jawab Pak RT untuk tahu bahwa ada kejahatan di wilayahnya sehingga orang tahu buat apa kalau prinsip-prinsip pertama dari pencegahan kejahatan itu diabaikan oleh penegak hukum, sehingga penegak hukum baru membuat rilisnya tiga hari setelah peristiwa itu: Jumat, Sabtu, Minggu, Senin. Kalau ini menyangkut kejahatan negara ya biasa saja, memang ada aktivitas intelijen yang musti merapikan dulu peristiwa itu. Tapi ini kan kejahatan yang begitu diterangkan oleh Kapolri itu adalah kejahatan itu karena penembakan. Tetapi tetap orang pingin tahu penembakan itu kok agak unik dengan segala keterangan dari Kapolri. Mungkin sekali Pak Kapolri berupaya untuk memberi semacam insight pada publik bahwa kita nanti akan usut itu, tetapi apakah Kapolri merasa terdesak dengan waktu. Kalau semakin lama nanti ada hal baru yang bisa dipertanyakan publik. Dan itu mungkin juga yang dipantau oleh Komnas HAM, sehingga Komnas HAM merasa bahwa ada sesuatu di situ maka dia akan lakukan investigasi khusus, versi hak asasi manusia. Tapi lepas dari semua itu, kita menginginkan agar ada rasa aman pada publik. Apapun soalnya di lokasi manapun mustinya ada rasa aman. Jadi, percuma misalnya ditaruh di seluruh kota itu CCTV dipantau oleh CCTV di satu kota tetapi dalam keadaan tertentu tiba-tiba kok hilang. Itu juga agak ajaib. Lain kalau memang di tempat yang kumuh atau penuh dengan kriminalitas lalu CCTV itu dicuri orang atau dirusak. Ini di kompleks yang betul-betul aman. Nggak mungkin CCTV itu rusak dan tidak dilaporkan. Kan itu bagian yang paling esensial dari sistem pemantauan security kita. Jadi, sekali lagi tentu kita hanya bisa mendorong polisi untuk percaya diri dalam mengungkap soal ini dan Komnas HAM juga profesional untuk segera menganalisis bagian yang melanggar hak asasi manusia di situ. Selebihnya tentu hak dari publik melalui pers untuk mengintai atau mengintip apa sebetulnya yang elementer di situ. Karena itu sebetulnya ada istilah yang tepat sebetulnya yaitu “ngeri-ngeri sedap”. Kira-kira begitu. Jadi, ini soal yang “ngeri-ngeri sedap”. Atau dalam bahasa hukum namanya cause celebre, jadi satu kasus yang kemudian jadi efek selebritisnya itu yang ditunggu-tunggu orang. Ya, karena jujur saja, selain banyak kejanggalan-kejanggalan yang muncul, kemudian di media terjadi spekulasi-spekulasi yang liar tadi, orang juga tidak bisa menafikan kemungkinan adanya persoalan politik. Apalagi nuansa ini kan makin menarik perhatian orang ketika Ketua Komisi III Bambang Priyanto kemudian menggelar jumpa pers. Ya sebenarnya pas karena dia memang Ketua Komisi III yang bermitra dengan kepolisian. Tapi, ketika ada anggota DPR, dia juga petinggi dari sebuah partai politik (PDIP) kemudian merasa perlu dan minta mendorong polisi untuk lebih transparan dan dalam bahasanya yang menarik menurut saya “semoga nanti ada rilis yang lebih baik”. Bahasa ini kan kemudian ditafsirkan apa maksudnya bahasa rilis yang lebih baik? Ya, itu. Dimensi itu yang kemudian jadi bahan pertarungan orang. Pak Sufmi Dasco berkomentar, Gerindra berkomentar. Jadi akhirnya fokusnya jadi kabur justru apa soalnya. Nah, kalau DPR sudah berkomentar, DPR kan bukan penegak hukum, jadi pasti ada variabel lain yang mungkin dideteksi atau dapat informasi bawah tangan di DPR. Jadi, sebetulnya memang ini kasus yang semakin kita diamkan dia akan memunculkan banyak kecurigaan. Itu intinya. Mungkin dalam setengah hari ini sudah ada kejelasan. Kalau nggak dia beredar ke mana-mana. Kan orang akan tagih, PDIP, itu apa? Anda punya fakta baru? Kenapa Anda tiba-tiba minta supaya ada rilis yang lebih baik. Berarti Anda tahu dong soal ini. Itu juga kita akan tagih pada PDIP supaya ikut bertanggung jawab terhadap keadaan ini. Karena itu komentar resmi dari partai. Nah, di ujungnya nanti kita mungkin akan lihat semacam “oh... itu yang terjadi. Ya sudah.” Kan selesai masalahnya. Tinggal proses hukumnya. Terutama pada korban. Karena adalah hak keluarga korban untuk mengetahui duduk perkaranya karena ada ketidakpuasan dengan rilis institusi sehingga keluarga korban ingin ada kepastian. Apa kesalahan yang menyebabkan tewasnya si korban. Jadi, kita kalau mau menerangkan itu harus sangat hati-hati. (Ida/mth)
Buntut Putusan MK, Poltik Indonesia Kian Nepotis dan Oligarkis
Jakarta, FNN – Pengamat politik Muslim Arbi menilai Indonesia makin terlihat berada dalam penguasaan nepotisme dan oligarki pasca putusan Mahkamah Konstitusi menolak seluruh usul uji materi (judicial review) atas ketentuan Presidential Threshold (ambang batas pemilihan Presiden). Muslim beranggapan, hal itu berbahaya bagi perkembangan demokrasi yang berpihak pada rakyat. “Berbagai analisa dan teori bisa dibuat dan sayangnya tidak ada yang positif bagi kinerja MK,” katanya. “Terlalu ngotot menolak terus tanpa mempertimbangkan argumentasi para penggugat,” lanjutnya, Rabu, 13 Juli 2022. Sebagaimana diketahui, setelah bersidang berbulan-bulan, MK pada akhirnya menolak seluruh uji materi yang disampaikan oleh 38 kelompok masyarakat terhadap pasal 222 UU Nomor 7 tahun 2017. Pasal tersebut pada dasarnya menyebutkan untuk menjadi calon Presiden seseorang harus mendapat dukungan dari partai atau gabungan partai yang mempunyai kursi 20 persen di DPR RI. Sikap kaku MK itu dikecam oleh penggiat demokrasi sebagai langkah mundur dalam merekrut calon pemimpin terbaik. Penolakan MK itu, menurut Muslim Arbi, sangat merisaukan jika dikaitkan dengan kondisi partai di Indonesia sekarang ini. Muslim beranggapan saat ini sebagian besar berlaku nepotis dengan lebih mendahulukan kepentingan keluarga dan orang-orang dekat dari pada kepentingan rakyat. “Nepotisme partai sudah sangat akut dan membahayakan kepentingan masyarakat. Sekarang kita tidak bisa lagi membedakan apakah keputusan yang diambil partai itu untuk rakyat atau untuk keluarga. Ini kondisi yang sangat berbahaya,” kata Direktur Gerakan Perubahan Indonesia ini. Di satu sisi Muslim Arbi melihat biaya politik Indonesia sangat mahal. Untuk menjadi seorang anggota DPR RI, misalnya, di samping harus dekat dengan elit partai juga harus mempunyai modal besar. Akibat biaya mahal, para calon mencari modal di luar dirinya sedang pemilik modal tidak mau duitnya keluar percuma. Menurutnya, ujungnya adalah adanya kesepakatan antara pemodal dengan para calon bahwa mereka akan melaksanakan apa yang dimaui pemilik modal jika nanti meeka terpilih. “Itulah praktek politik di Indonesia sekarang. Nepotisme dan oligarkisme. Ini mengerikan dan mencederai masa depan politik Indonesia. Praktik politik menjadi penuh dengan transaksi politik dan ekonomi,” kata Muslim. Uji materi terhadap pasal itu, kata Muslim, dimaksudkan untuk memotong mata rantai agar praktek buruk itu bisa dicegah. “Sayang, upaya kita, para pemimpin yag sadar atas bahaya Nepotisme dan Oligarki itu kandas di tangan sikap kaku dan konservatif MK,” keluhnya. (mth/*)
Ketua Komisi III DPR: Tewasnya Ajudan Istri Jenderal, Janggalnya Ampun-Ampun
KETUA Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto meminta polisi memberikan penjelasan yang transparan, tewasnya Brigadir Noviansyah Joshua Hutabarat ajudan sekaligus perangkat sopir istri Kepala Divisi Propam Mabes Polri Irjen Polisi Ferdy Sambo, Ny. Putri Chandrawati. Dalam penilaian Bambang Wuryanto ini atau yang sering dipanggil dengan nama Bambang Pacul, kasus ini penuh kejanggalan. “Saya sepakat kasus ini banyak kejanggalan mana ada polisi saling menembak, ini janggalnya ampun-ampun,” tegas Bambang Pacul. Kendati begitu Bambang Pacul meminta publik memberi kesempatan kepada internal Polri untuk bekerja, sehingga bisa memberikan penjelasan yang lebih rinci dan transparan “Saya berharap dapat keterangan yang lebih rinci atau dalam bahasa kawan-kawan media lebih terang benderang itu,” kata Bambang Pacul dalam jumpa pers di gedung DPR hari Selasa, 12 Juli 2022. Komisi III, kata Bambang Pacul, akan memanggil Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mendapat penjelasan yang lebih rinci. Bambang mengaku, dia memang perlu segera memberi penjelasan kepada media karena banyak sekali pertanyaan yang masuk ke dia, mulai wa sampai telepon. Bambang Pacul meminta publik untuk sementara menerima dulu penjelasan dari divisi humas Mabes Polri sampai kemudian ada penjelasan yang lebih bagus lagi. Menarik ini istilah penjelasan yang lebih bagus lagi. Dalam Hersubeno Point, Kamis (14/7/2022), wartawan senior FNN Hersubeno Arief mengatakan, sejauh ini kita sudah menyimak dua penjelasan, yakni dari Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Ahmad Ramadan itu sebanyak dua kali. Teman-teman saya akan menyampaikan informasi terkait adanya penembakan telah terjadi pada hari Jumat 2022 kurang lebih dong diduga sampai 05.00 peristiwa singkatnya seperti ini. Saat itu saudara Brigadir J berada atau memasuki rumah-rumah salah satu pejabat Polri di Perumahan Dinas Duren Tiga. Kemudian ada anggota lain atas nama Bharada E (belakangan berubah inisialnya jadi RE) menegur. Dan saat itu yang bersangkutan mengacungkan senjata, kemudian melakukan penembakan dan Bharada E menghindar dan membalas tembakan terhadap Brigadir J. Akibat penembakan yang dilakukan oleh Bharada E itu mengakibatkan Brigadir J meninggal dunia. Dan ini kasus sedang didalami, sedang ditelusuri lebih jauh oleh Propam Mabes dan Polres Jakarta Selatan. Jenazah Brigadir J sudah dibawa ke keluarganya di Jambi dan Bharada E telah diamankan untuk diproses, dilanjut. Nanti perkembangan atau update-nya akan disampaikan kembali. “Tapi itu benar ajudan di propom yah Pak?” ujar wartawan. Siapa itu? Ajudan atau siapa tapi yang jelas itu tadinya personil dari bareskrim kemudian membantu tugas di propam belum tahu apakah itu ajudan atau apa tapi yang jelas dia ditempatkan di Propam. “Langkah-langkah yang dilakukan oleh Polri apalagi setelah ditangani oleh mabes polri polres jaksel apa langkah-langkahnya pak?” tanya wartawan lagi. Tentu langkah-langkahnya akan menelusuri dan mendalami sebab-sebab motif modus yang dilakukan tapi sepintas bahwa kasus itu ya juga akan didalami sebab mengapa Brigadir J memasuki rumah. Tentunya Bharada E melakukan pembelaan terhadap serangan yang dilakukan oleh Brigadir J. Sekali lagi kita tunggu aja penyidikan yang telah lakukan oleh Polres Jakarta Timur. TKP diperumahan salah satu pejabat di rumah beliau di Duren Tiga ya. “Tapi pejabat Mabes Polri?” tanya wartawan. Ya, saya belum bisa memastikan berapa tembakan yang jelas dilakukan penembakan benar nanti berapa jumlah yang ditanyakan? Kita tanyakan kembali. Yang jelas Brigadir J meninggal dunia benar. Bharada, diamankan tentu sesuai dengan prosedur bila prosedur dan bukti yang cukup akan diproses lebih lanjut. Itu penjelasan yang pertama ya Ramadhan hanya menjelaskan bahwa tadi itu Brigadir J, dia menyebutnya mencoba masuk ke rumah dinas seorang perwira tinggi dari kepolisian dan kemudian ditegur dan ketika dia ditegur dia malah melepaskan tembakan. Ramadan tidak menyebutkan siapa perwira tinggi Polri itu dan dia tadi juga cuma menyingkat the Brigadir J dan kemudian yang berbaku tembak itu tadi dengan Bharada E. Ini yang satu Sersan yang satu ini Tamtama. Barulah pada penjelasan yang kedua itu Brigjen Ramadan memberikan penjelasan secara lebih rinci, “Terkait kasus penembakan yang terjadi di Duren Tiga pada tanggal 8 Juli 2022 seperti yang dijelaskan tadi peristiwa itu terjadi ketika Brigadir J masuk di kamar pribadi dari propam.” “Dimana saat itu istri dari propam sedang istirahat. Kemudian Brigadir J melakukan tindakan pelecehan dan juga menodongkan dengan menggunakan senjata pistol ke kepala istri dari propam. Sontak seketika ibu dari propam berteriak dan minta tolong. Akibat teriakan tersebut Brigadir J panik dan keluar dari kamar.” “Kemudian mendengar teriakan dari ibu Bharada E yang saat itu berada di lantai atas menghampirinya. Dari atas tangga yang jaraknya dengan Brigadir J kurang lebih 10 merer bertanya, ada apa? Namun direspon dengan tembakan yang dilakukan oleh Brigadir J.” “Akibat tembakan tersebut terjadilah saling tembak dan berakibat Brigadir J meninggal dunia.” “Dari hasil olah TKP dan pemeriksaan keterangan saksi dan alat bukti di TKP ada tujuh proyektil yang dikeluarkan dari Brigadir J dan 5 proyektil yang dikeluarkan dari Bharada E.” “Kami sampaikan bahwa saat ini Brigadir J sudah dibawa kembali ke keluarganya dan tentu proses lanjut untuk mengetahui proses ini terus ditangani oleh Polres Jakarta Selatan.” “Perlu kami sampaikan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Bharada E adalah tindakan untuk melindungi diri dan untuk melindungi diri karena ancaman daripada Brigadir J itu sendiri.” “Kemudian yang perlu kami sampaikan setelah kejadian saat itu tadi telepon tidak berada di rumah juga ditopang menelepon kemudian setelah beberapa saat pak Kabid datang dan menghubungi Kapolres Jakarta Selatan dan selanjutnya dilakukan olah TKP.” “Akhirnya kalau dari Brigadir J sendiri dengan Bharada E itu kasusnya apa sih di situ Pak?” tanya wartawaan. Dua-duanya merupakan staf atau bagian dari Dispropam homeschooling. Itu katanya. “Supir pribadi, supir pribadinya tuh siapa? Supir pribadinya ibu atau supir pribadi Brigadir J?” tanya wartawan. Brigadir J driver-nya Ibu. Sedangkan Bharada E merupakan adc dari pak Kabid. “Tapi selain dari ibu dan juga Bharada E di situ ada yang lain juga, gak Pak saat kejadian, ada orang lain juga gak?” tanya wartawan lagi. Saksi lain nanti kita tapi saat itu langsung di situ adalah Bharada E, Brigadir J, dan ibu. “Apakah ada yang berpangkat Bharada itu sebagai saksi?” tanya wartawan. Ya, dia ditugaskan untuk mengamankan. Jadi Bharada bekerja melakukan pengamanan terhadap keluarga. Jadi, ini bukan serangan tapi pembelaan ya, jadi Bharada E itu melakukan pembelaan ketika mendapat ancaman ya dengan dari tembakan ini bukan menodong, tapi sudah melakukan penembakan terhadap Bharada E sehingga Bharada E untuk melakukan pembelaan, dia melakukan tembakan balasan. Kita belum lihat tetapi penjelasan dari penyidik bahwa yang baru keliatan itu adalah karena gesekan proyektil yang ditembakkan. Pasti ada nanti kita tanyakan. Jadi walaupun 5 tembakan ada satu tembakan yang mengenai misalnya tangan, kemudian tembus kena dada jadi kalau dibilang ada tujuh lubang tapi 5 tembakan itu ada satu tembakan yang mengenai dua bagian tubuh termasuk sayatan itu. Jadi, misalnya ketika tangannya begini ada arah tembakan masuk ke tangan tembus dia ke dada jadi satu tembakan dia kena 2. Jadi hasil keterangan maupun olah TKP penembakan yang dilakukan oleh Bharada E itu nanti teknisnya bisa besok mungkin ada Kapolres tiba di sana. Dari penjelasan Ramadhan inilah kemudian muncul nama tadi. Nama Kepala Divisi Propam Mabes Polri yang kita ketahui Irjenpol Ferdy Sambo dan tetapi dari penjelasan itu justru kemudian memancing dan memunculkan beberapa pertanyaan, termasuk dari keluarga Brigadir Joshua Hutabarat sendiri karena ternyata jenazah dari Brigadir Joshua Hutabarat atau seperti Brigadir J itu sudah dikirim kepada keluarganya di Jambi. Semula keluarga Brigadir Joshua mendapat pesan dari Mabes Polri untuk tidak membuka peti jenazah itu tetapi kemudian karena mereka penasaran orang tuanya, terutama penasaran dan kemudian dibuka. Ketika mereka membuka peti jenazah itulah kemudian mereka melihat luka dalam tubuh Brigadir Joshua itu ditemukan tidaknya luka karena tembakan tetapi ada juga yang luka yang disebut seperti luka sayatan, luka ada peluru benda tumpul dan juga ada jarinya yang putus. Selain itu sebagaimana disampaikan oleh Samuel Hutabarat, ayah Brigadir Joshua. Dia jujur, dia terus-terang meragukan penjelasan dari Mabes Polri bahwa anaknya yang menembak lebih dulu apalagi ada tujuh tembakan dan semuanya meleset. Sebaliknya itu Bharada E yang melepaskan tembakan dan empat diantaranya itu mengenai tubuh dari Brigadir Joshua sementara satu itu meleset tapi kemudian pemantul ya atau istilahnya disebutnya 0 rekoloset. Nah peluru yang memantul inilah yang kemudian datanya menyebabkan ada semacam luka sayatan di tubuh dari Brigadir Joshua. Sebagai anggota Brimob, kata ayah dari Brigadir Joshua, “Dia terlatih menembak dan dibandingkan dengan Bharada E tentu saja dia lebih senior. Artinya dia menyimpulkan dia lebih terlatih. Jadi agak aneh ketika dia melepaskan lebih banyak tembakan tapi tidak ada satupun yang kena sementara juniornya ini dia menembakkan 4 5 diantaranya mengenai tubuh Brigadir Joshua dan menyebabkan kematian ini.” Nah soal adanya kejanggalan ini juga diakui oleh Bambang Pacul. Dia sepakat dengan pertanyaan publik mengapa peristiwa yang terjadi pada hari Jumat sore itu kok baru dibuka ke publik pada hari Senin. Ini salah satu kejanggalan yang diduga dipertanyakan oleh Bambang Pacul. Lambatnya pengungkapan ini ke publik itu yang paling banyak sejauh ini memang mengundang pertanyaan apalagi Humas Polri pada awalnya terkesan menutupi identitas siapa perwira tinggi yang ajudan dan pengawalnya terlibat baku-tembak, kemudian salah satunya kemudian tewas. Kejanggalan lain adalah pernyataan polisi terjadi tembak-menembak sejauh ini seorang Tamtama itu tidak mungkin dibekali dengan senjata laras pendek itu. Mereka biasanya dibekali dengan senjata laras panjang, itupun ketika sedang berdinas dan misalnya menjaga Kesatrian tapi kemudian ini dijelaskan Mabes Polri, oleh Bridjen Ramadhan, “Karena mereka ini mengawal pejabat tinggi jadi mereka kemudian dibenarkan untuk menggunakan senjata laras pendek.” Ini penjelasan dari polisi. Apakah ini kemudian menyalahi prosedur, menyalahi protap. Nah itu saya kira yang juga perlu dijelaskan. Kejanggalan lain adalah ketika keluarga Joshua itu minta agar CCTV di rumah Irjen Pol Ferdy Sambo itu dibuka untuk melihat apakah betul terjadi tembak-menembak? Benarkah kemudian Joshua melepaskan tembakan sampai tujuh kali? Tetapi ternyata kemudian mereka mendapat penjelasan bahwa CCTV di rumah Irjenpol Ferdy Sambo ini mati karena tersambar petir. Kejanggalan lain terkait dengan tuduhan bahwa Joshua melakukan kejahatan seksual yang pakar psikologi forensik Reza Indragiri Apriel mengaku hal itu juga sebagai sesuatu yang janggal. Kejahatan seksual itu dan menurut Reza Indragiri itu biasanya dilakukan di tempat-tempat privat di tempat yang berada dalam kekuasaan pelaku sehingga agak aneh ketika ini kejahatan seksual dilakukan justru di rumah Kepala Divisi Propam tempat dia selama ini menjadi sopir dan sekaligus pengawal dari istri Irjen Pol Ferdy Sambo. Jadi, banyak sekali memang kejanggalan-kejanggalan yang harus dijelaskan oleh Polri kepada publik sehingga tidak muncul spekulasi dan praduga yang bermacam-macam soal ini yang diakui Bambang Pacul itu menjadi konsen dia juga sebagai Mitra dari Mabes Polri. Karena itu dia mendorong agar Mabes Polri lebih terbuka lebih transparan dan tentu saja Bambang Pacul juga menyatakan sebagai Komisi 3 akan mengawal kasus ini dan dia menjamin kasus ini akan dibuka akan disampaikan pada publik secara transparan. (Ida/mth)
Jangan Bandingkan Erdogan dengan Jokowi, Jauuh
PRESIDEN Joko Widodo mengkritisi aksi Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang membagi-bagikan minyak goreng dalam rangka untuk mengampanyekan anaknya Futri Zulya Savitri sebagai caleg di daerah pemilihan Lampung. Presiden Jokowi mengingatkan kepada Zulhas dan menteri lainnya untuk fokus bekerja. “Saya minta semua menteri fokus bekerja. Kalau Menteri Perdagangan, ya, urus yang paling penting seperti yang saya tugaskan kemarin, bagaimana menurunkan harga minyak goreng,” katanya seusai menyerahkan bantuan sosial di Pasar Sukamandi, Kabupaten Subang, Selasa (12/7/2022). Presiden Jokowi berharap harga minyak goreng curah bisa berada di kisaran Rp 14 ribu atau di bawahnya. “Tugas dari saya itu, jadi ke pasar-pasar mengecek, karena saya juga sama mengecek minyak goreng utamanya yang kami cek itu minyak curah, jangan sekali-kali lari ke minyak kemasan yang premium,” jelas presiden. Wartawan senior FNN Hersubeno Arief bersama akademisi yang juga pengamat politik Rocky Gerung membahasnya dalam Kanal Rocky Gerung Official, Rabu (13/7/2022). Petikannya: Ini yang ramai juga ini soal kemarin Pak Jokowi menegur Mendag Zulhas yang berkaitan dengan yang disebut kampanye untuk putrinya di Lampung. Itu rame di Twitter. Tapi sebelum itu saya mengajak Anda juga keluar negeri sebentar, tapi juga ada urusannya dengan dalam negeri. Kemarin rame Pak Jokowi diwacanakan dapat Nobel Perdamaian karena ini berhasil mendamaikan Rusia dan Ukraina. Kan sampai sekarang serangan dari Rusia tambah gencar. Dan kita tahu bahwa sebenarnya tujuannya itu soal gandum. Jadi kalau mau gandum sebetulnya tirulah cara Turki. Karena, sekarang dia sedang membuat sebuah forum untuk mempertemukan Rusia dan Ukraina membahas soal ekspor gandum. Ya, jelas, profil Turki jauh di atas Indonesia. Kepemimpinan, ketegasan, dan terutama kekuatan militer Turki tetap dianggap punya kemampuan militer. Dan itu justru yang hendak dipamerkan. Jadi kemampuan diplomasi dan kemampuan militer itulah yang jadi dasar kenapa seseorang menyediakan diri untuk jadi semacam negosiator. Nah, Pak Jokowi datang dengan dua hal mines: kemampuan militer kita nggak dianggap oleh Eropa dan Rusia; Profil diplomasi kita juga rendah sekali. Jadi, Turki punya hak sebetulnya dan diharapkan oleh publik internasional untuk masuk di dalam negosiasi perdamaian. Tentu bisa dimulai dengan hal yang paling sederhana, problem di Eropa: pangan. Jadi diplomasi pangan dari Turki sekaligus memperlihatkan bahwa dia diterima sebagai tokoh. Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan itu bisa diterima sebagai tokoh yang punya profile tinggi, tanpa perlu dielu-elukan semua orang paham. Jangan membandingkan Erdogan dengan Pak Jokowi. Ya agak jauh. Walaupun nasionalisme kita menganggap ya Pak Jokowi, iya tapi ada fakta-fakta riil di dalam realitas politik global di mana Pak Jokowi nggak dianggap. Tapi, selalu kita bersedih karena faktor itu justru yang hendak di-push oleh buzer di dalam negeri supaya Pak Jokowi dianggap. Lainlah. Ini kan di dalam negeri boleh saja nipu-nipu, tapi kalau di luar negeri nggak mungkin. Nanti buzer justru musti masuk dalam forum internasional buat naikin profil Pak Jokowi. Ini beda dengan kalau dianggap kita tidak mendukung Presiden Jokowi. Justru kita mendukung Presiden Jokowi supaya hati-hati. Jadi Presiden Jokowi pergi ke dunia internasional justru kita dibuli. Kita membuli mereka yang mendorong presiden pergi ke dunia internasional sehingga dia dibuli habis dalam di luar negeri. Erdogan berbalik kan. Rakyat Turki tahu potensi Erdogan sehingga Erdogan nggak ngapa-ngapain juga di Turki orang juga anggap biasa saja karena memang dia punya profil. Justru internasional yang menganggap potensi perdamaian itu bisa dimulai oleh Turki, bukan oleh Indonesia. Tapi, nanti kita sudah tahu kok nggak nasionalis ya kok nggak membela. Bukan, tuan-tuan buzer. Anda harus paham bahwa player internasinal itu nggak peduli dengan nasionalisme Indonesia. Dia cuma peduli Indonesia punya apa untuk jadi semacam jembatan atau fasilitator. Kan itu intinya. Dan profil Erdogan ini unik karena dia bagian dari negara NATO, tapi dia juga hubungan dekat dengan Presiden Vladimir Putin. Jadi saya kira memenuhi syaratlah. Belum lagi kalau kita mau jujur, letak Turki itu kan di antara Asia dan Eropa. Jadi untuk ketemu juga sangat mudah. Soal-soal seperti itu yang masih gagal diantisipasi oleh publik. Jadi Erdogan sepertinya juga kasih sinyal, sudahlah Mister Jokowi, sudah Anda tinggal di dalam negeri saja. Urus saja problem Anda dulu. Nanti saya beresin Eropa. Kira-kira begitu. Kan itu sinyal yang sekaligus melecehkan kita sebetulnya. Lain kalau Presiden Jokowi diminta oleh Erdogan untuk membantu dia sebagai juru damai. Atau Jokowi minta Erdogan. Jadi nggak dianggap Indonesia. Dan itu yang ingin kita pulihkan supaya Indonesia dianggap. Tapi selalu dianggap nanti saya sinis atau satire pada Presiden. Memang itu nyatanya. Jadi kemampuan kita untuk memperbaiki diri terhalang oleh kesombongan diri kita sendiri, seolah-olah kita bisa jadi jagoan di dalam pertarungan dua gajah. Lucu saja orang memaksakan diri, seseorang yang tidak well archite ..... secara diplomatik dan secara militer. Dan saya kira pertemuan ini juga penting buat Indonesia, karena membahas soal supply gandum dari Ukraina yang kita menjadi salah satu konsumen terbesarnya. Jadi sebenarnya pertemuan ini tidak hanya bisa dilihat sebagai sebuah upaya inisitor perdamaian, tapi justru dia lebih peduli dengan persoalan gandum, dan sekarang lebih sering soal pangan. Benar, mustinya Pak Jokowi beritahu bahwa Indonesia lagi bikin Food Estate, sehingga kita mau membantu juga buffer pangan dunia. Tapi kemarin itu beritanya justru buruk bahwa semua Food Estate Jokowi mangkrak. Jadi program pangan Jokowi justru mangkrak ratusan triliun rupiah. Itu yang ada dalam berita internasional juga. Jadi, bagaimana mungkin Pak Jokowi dianggap mampu untuk membantu diplomasi pangan kalau dia sendiri proyek dalam negerinya gagal semua. Ini sebetulnya fakta-fakta itu. Tapi seperti biasa juga kita tahu, ya itu kan artinya belum sukses kalau gagal. Iya, tapi artinya APBN kita sudah dihambur-hamburkan untuk hal-hal yang secara strategis dulu dianggap bisa menghasilkan devisa kalau kita bisa penuhi pangan dalam negeri kita bisa juga penuhi pangan dunia. Mangkrak semuanya itu. Beritanya beredar luas dan nggak ada keterangan kenapa dia mangkrak. Pasti salah strategi kan. Sementara lahan-lahan yang punya masyarakat adat sudah digusur untuk bikin food estate. Jadi bagian ini sebetulnya yang merisaukan kita. Hak rakyat adat untuk menikmati hasil buminya sudah nggak ada, sementara janji untuk food estate justru mangkrak. Jadi, kekonyolan itu yang harusnya kita perhatikan, terutama para buzer dan para pembela junto penjilat presiden. (Ida/mth)
Ketua DPD RI Minta Tak Ada Lagi Kekerasan Terhadap Warga Wadas
Makkah, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta agar tidak terjadi lagi kekerasan yang menimpa warga Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Senator asal Jawa Timur itu berharap, dilakukan pendekatan humanis yang saling menguntungkan, terutama kepada warga. “Hindarkan kekerasan. Tidak boleh lagi ada tindakan represif kepada warga Wadas dalam pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi tanah Wadas tahap dua,” kata LaNyalla, Rabu (13/7/2022). LaNyalla melanjutkan, warga Wadas sangat defensif terhadap petugas karena trauma pengalaman sebelumnya. Oleh karenanya, ia minta agar pendekatan tak boleh dilakukan dengan kekerasan, meski negosiasi menemui titik buntu. Meski terjadi ketidaksepakatan dan penolakan warga, tetap harus diupayakan jalan keluar terbaik, “tak boleh ada pemaksaan,” ujar LaNyalla. Menolak, dikatakan LaNyalla, merupakan hak masyarakat yang memiliki lahan. Ketika pemerintah memerlukan lahan untuk kepentingan PSN, maka pemerintah harus bijaksana dalam mengambil tindakan dan bersikap adil. “Apalagi warga Wadas terbelah, ada sebagian yang telah menerima ganti rugi dan ada sebagian warga yang menolak. Di sinilah diperlukan kebijaksanaan dan kedewasaan para eksekutor agar terdapat win win solution dan tetap mengedepankan permufakatan,” saran LaNyalla. Meski pemerintah telah melakukan pembayaran beberapa lokasi tanah warga di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah untuk tambang batuan andesit, penolakan masih terjadi. Hal ini terlihat dari aksi yang digelar warga Wadas, Selasa, 12 Juli 2022. Warga Wadas melakukan penolakan terhadap inventarisasi dan identifikasi tanah tahap kedua yang direncanakan dilakukan BPN/ATR pada 12-15 Juli 2022. Gerakan aksi Wadas dalam kegiatan tersebut diunggah di akun Santri Nahdliyin @FNKSDA, singkatan dari Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam, pada 11 Juli 2022. (mth/*)
Gratifikasi Lili P. Siregar Wakil Ketua KPK, Tetap Harus Diproses
LANGKAH cepat Lili P. Siregar, Wakil Ketua KPK, yang mengundurkan diri itu cukup cerdik. Mungkin pikirnya, ketimbang dipecat. Lili mengundurkan diri lantaran kasus dugaan pelanggaran etik penerimaan gratifikasi MotoGP Mandalika di Nusa Tenggara Barat, pada Maret 2022. Lili diduga menerima gratifikasi dari perusahaan BUMN, yaitu PT Pertamina. Berdasarkan informasi yang diterima, Lili mendapatkan tiket nonton MotoGP Mandalika di Grandstand Premium Zona A-Red dan fasilitas penginapan di Amber Lombok Beach Resort selama kurang lebih satu minggu. Lili awalnya dijadwalkan mengikuti sidang perdana pada (5/7/2022). Namun, Lili mangkir dari panggilan Dewan Pengawas KPK pada tanggal itu. Alasannya, Lili sedang menjalankan tugas dalam pertemuan Anti-Corruption Working Group (ACWG) G20 di Nusa Dua, Bali. Dewas KPK juga telah memeriksa sejumlah karyawan Pertamina yang diduga terkait dengan kasus ini. Termasuk Dirut PT Pertamina Nicke Widyawati juga ikut diperiksa Dewas KPK di Gedung ACLC KPK pada Rabu (27/4/2022). Bagaimana pengamat politik Rocky Gerung melihat persoalan ini? Wartawan senior FNN Hersubeno Arief mendiskusikannya dengan Rocky Gerung dalam Kanal Hersubeno Point, Selasa (12/7/2022). Berikut petikannya. Yang paling menarik fokus perhatian publik berkaitan dengan korupsi adalah mundurnya wakil ketua KPK. Ini sejarah ya saya kira karena mudurnya itu dalam kondisi yang tidak mengenakkan. Ya, kalau masalah KPK sangat menarik ini, karena ini kan sebenarnya berkaitan dengan gratifikasi. Dan memang kalau wilayah Dewas itu wilayah etik dan kemudian kemarin dinyatakan dia gugur kasusnya karena dia sudah tidak lagi menjadi insan KPK karena permohonan pengunduran dirinya itu sudah disetujui oleh Presiden Joko Widodo. Tapi, kan ada kasus gratifikasi yang bagaimanapun juga masa iya kasus begitu dia mundur kemudian kasusnya gugur. Ya itu bahayanya. Seolah-olah ada pintu untuk menyembunyikan kejahatan. Jadi secara etis selesai memang. Tetapi yang dipersoalkan kenapa ada problem etis di situ? Apa kaidah yang dilanggar? Apakah hanya karena absensinya kurang? Tetapi kalau kaidah yang dilanggar adalah soal yang betul-betul mendasar, yaitu gratifikasi, maka gratifikasi yang mesti diproses kan? Kan kalau soal etis itu soal internal, tapi soal gratifikasi kan soal pidana. Jadi kita ingin supaya juga diterangkan mengapa Ibu Lili mengundurkan diri. Ya karena ada kesalahan di dia. Gampangnya begitu kan. Nah, kesalahannya apa? Kesalahan sopan-santun atau kesalahan yang sifatnya kejahatan pidana. Itu yang musti dipisahkan. Saya kira untuk bagian ini juga semua orang ngerti memang etis, kan sudah mengundurkan diri. Dan justru lebih bagus karena setelah mengundurkan diri maka pidananya bisa diproses, tak lagi diikat oleh semacam basa-basi, karena beliau masih pimpinan. Dan KPK mungkin lebih bagus bikin rilisnya bahwa dia sudah mengundurkan diri, tetapi kasusnya tetap akan kita proses. Atau kasusnya kita serahkan ke Kejaksaan. Itu lebih mudah daripada Presiden Jokowi menerima pengunduran dirinya lalu nggak ada konsekuensinya. Itu bisa jadi pintu untuk semua orang bisa melakukan hal yang sama. Kalau sudah minta maaf maka pidananya hilang. Itu banyaknya begitu kan? Dipakai seolah-olah pintu etis itu adalah untuk menghilangkan jejak. Padahal, pintu etis dibuka supaya jejaknya makin terlihat. Kan itu intinya. Dan kalau namanya gratifikasi, ini ada yang menerima dan ada yang memberi. Dalam kasus ini kan berkaitan dengan tiket dan kamar hotel dari Pertamina, yang disamarkan melalui biro travel yang terafiliasi dengan Patra Pertamina. Tapi ini memang dasar namanya ada adigium no perfect rrime, disebutkan bahwa di situ ketahuannya dari mana? Pembelian tiket pada bulan Februari kemudian ternyata di situ ada potongan pajaknya 11 persen. Padahal, ketentuan potongan pajak 11 persen dan harmonisasi di perpajakan itu baru berlaku pada tanggal 1 April. Jadi ini sebenarnya kasus yang terang-benderang. Jadi memang direncanakan untuk nipu kan? Itu intinya. Dan, betul ya sudah sebutkan saja ada gratifikasi, juga di dalamnya ada kejahatan-kejahatan lain. Mulainya dari situ. Kan gampang. Secara etis beliau sudah mengundurkan diri, artinya ada pengakuan kesalahan. Sekarang tinggal ditentukan kesalahan jenis apa yang beliau lakukan dan sudah berapa kali lakukan kejahatan yang kira-kira menyebabkan harus mengundurkan diri. Jadi pintu masuknya jelas. Sebut saja konstruksi pidananya terbaca, ya diproses dong. Itu hal yang mudah sekali. Jadi jangan seolah-olah KPK mau menghilangkan jejak yang sudah bisa dibaca dari awal bahwa ada pidana di situ. Karena KPK lagi disorot. Dan itu artinya di dalam KPK ada juga jenis-jenis yang sama yang kalau begitu bisa dihilangkan saja setelah keputusan etis selesai. Kan dulu Pak Firli (Ketua KPK Firli Bahuri) juga ada hal yang sama yang diingatkan orang. Jadi bukan karena Pak Firli jadi semacam preseden lalu yang sekarang juga tidak diproses pidananya. Tadi itu kan salah. Jadi mustinya juga yang dulu juga diproses. Jangan sekali-sekali menganggap bahwa ada hal yang bisa dijadikan dasar. Itu buruknya KPK. Dana pemburukan itu orang akan melihat kalau KPK hentikan proses kecurigaan pidananya. Ya, saya kira ini ujian menarik buat KPK karena mungkin orang kemudian akan bisa curiga kalau enggak diproses seperti sesama bus kota yang dilarang saling mendahului. Anda tadi sudah menyinggung soal Pak Firli. Pak Firli ini kan bahkan sebelum kemudian beliau jadi pimpinan sekarang ini kan juga ada kasus yang dilaporkan. Dia bertemu dengan orang yang diduga berperkara, dalam hal ini Gubernur NTB. Tapi kan kemudian dia tetap lolos bahkan terpilih jadi ketua KPK. Saya juga bertanya-tanya, bagaimana pola rekrutmen pemilihan ketua KPK ini. Karena dalam kasus Lili ini benar-benar standar moral yang harusnya dipenuhi oleh seorang pimpinan KPK nggak jalan. Dia misalnya pernah membantu untuk menagihkan piutang adik iparnya kepada Walikota Tanjungbalai yang sedang berperkara di KPK. Kemudian dia juga pernah bertemu dengan seorang kontestan atau kandidat dalam Pilkada yang mempengaruhi dia untuk mempercepat penahanan Bupati Labuhan Batu Utara. Ini yang juga jadi tersangka dan diproses di KPK. Jadi menurut saya semuanya ini berat dengan performance seperti itu. Memang, lama-lama orang anggap bahwa Dewas itu akhirnya nggak punya kemampuan untuk memberi sanksi. Kan kalau berturut-turut dilakukan oleh komisaris atau pimpinan KPK dan Dewas selalu menganggap bahwa ini cuma soal etis. Akibatnya orang tahu bahwa Dewas sendiri memang bermasalah, dipilih dari orang-orang yang lemah sebetulnya. Itu intinya. Jadi kalau kita sebut Dewas itu Dewan Pengawas, itu kan betul-betul oversight komite yang kedudukan moral dan kemampuan dia untuk bahkan dikasih sinyal saja orang takut. Sekarang berkali-kali Bu Lili ini melakukan hal yang sudah melanggar dan Dewasnya kasih sinyal ya nanti kita proses. Bukan itu. Artinya, Dewasnya sudah nggak dianggap. Jadi itu bahayanya kalau Dewas itu juga hanya sekadar dipilih untuk mengisi jabatan dan dianggap nanti ada fungsi pengawasan itu. Di mana-mana, di luar negeri di seluruh dunia, itu kalau disebut Dewan Pengawas atau oversight komite itu artinya orang yang betul-betul dia ngelirik aja orang sudah ngeri. Apalagi melanggar etis. Itu soalnya. Jadi kemampuan kita memang satu paket bahwa pemilihan ketua KPK, pemilihan Dewas, segala macam itu sama. Standarnya rendah. Jadi itu ininya kenapa kemudian terjadi semacam ya coba-coba dan Bu Lili kemudian masuk dalam cobaan yang terlalu banyak atau mencoba terlalu banyak. (Ida/mth)
Kasus Polisi Tembak Polisi, Semoga Tidak Ada Dramatisasi
Jakarta, FNN – Peristiwa “tembak-menembak” yang mengakibatkan tewasnya Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo masih terbilang belum terang-benderang. Apalagi, timbul kesan, masih ada yang berusaha ditutup-tutupi selama 3 hari sejak peristiwa yang terjadi di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, tersebut. Penembakan yang dilakukan Bharada E terhadap Yosua terjadi pada Jum’at, 8 Juli 2022 sekitar pukul 17.00 WIB atau lima sore. Tetapi kasus ini baru muncul ke publik setelah pihak keluarga Brigadir Yosua buka suara, Senin (11/7/2022). Brigadir Yosua bertugas sebagai driver istri Kadiv Propam, Ny. Putri Chandrawati Ferdy Sambo. Sedangkan Bharada E merupakan ajudan pribadi dari Kadiv Propam. Meski kejadian sudah berlangsung selama tiga hari, tapi dalam konferensi pers pertama Karopenmas Div Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan seperti menutup-nutupi informasi dan memberikan keterangan berbeda. Menurut wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam Kanal Hersubeno Point, Selasa (12/7/2022), peristiwa penembakan yang terjadi di rumah dinas Kadiv Propam itu akan menjadi konsen publik juga. “Ada seorang sub ajudan atau sopir dari istri Kepala Divisi Propam yang ditembak oleh pengawal dari Kepala Divisi Propam, yakni Irjen Pol Ferdy Sambo, dan kasusnya katanya berkaitan dengan pelecehan seksual. Tapi media kemudian banyak memunculkan berbagai spekulasi,” ujar Hersu. Pengamat politik Rocky Gerung mengatakan bahwa seringkali kalau itu satu peristiwa yang dramatis dan menimbulkan banyak interpretasi, apalagi kalau itu berlangsung dalam wilayah di mana kekerasan tersebut seharusnya tidak berlangsung. “Karena kepolisian justru adalah alat-alat negara yang diberi perlengkapan kekerasan untuk melindungi rakyat,” tegas Rocky Gerung. Jadi, kalau diantara mereka tersebut terjadi ketegangan maka spekulasi bisa berkembang ke mana-mana. Dan tentu kita ingin melihat secara proposional apa tindakan dari kepolisian supaya kasus semacam ini bisa dikembalikan pada kondisi etis di kepolisian sendiri. “Tapi, kita tidak akan ikut campur. Kita ingin pantau, sebetulnya publik ingin tahu apa sebetulnya yang terjadi itu, supaya tidak ada dramatisasi, tidak ada .... yang macam-macam. Ya betul saya baca banyak komentar yang kemudian ke mana-mana,” ujar Rocky Gerung. Jadi sekali lagi, itu diperlukan semacam profesionalisme tingkat tinggi untuk mendudukkan masalah ini. Demikian juga profesionalisme yang sama dituntut dari KPK pada kasus Wakil Ketua KPK, Lili P. Siregar. (Ida/mth)
Menag Ad Interim Perintahkan Pembekuan Ponpes Shiddiqiyah Jombang Dibatalkan
Jombang, FNN – Pondok Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah di Jombang, Jawa Timur, segera dapat kembali beraktivitas setelah sempat dibekukan. Pasalnya, Menteri Agama Ad Interm Muhadjir Effendy telah memerintahkan Kementerian Agama membatalkan pencabutan izin operasional ponpes pimpinan Kiai Moch Muchtar Mu’thi tersebut. Muhadjir menegaskan, secara lembaga, Ponpes Shiddiqiyah, Jombang, tidak terlibat dalam kasus pencabulan santriwati itu. Sebab, menurut dia, perkara tersebut adalah masalah pribadi Mochamad Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi. “Ponpes itu ada ribuan santri yang perlu dijamin kelangsungan belajarnya. Dan oknumnya (Mas Bechi) kan sudah menyerahkan diri. Begitu juga mereka yang telah menghalang-halangi petugas. Jadi Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah dapat beraktivitas kembali seperti sedia kala,” tandas Muhadjir, Senin (11/7/2022). Muhadjir Effendy ditunjuk Presiden Jokowi menjadi Menag Ad Interim untuk sementara waktu karena Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sedang melaksanakan ibadah haji. Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) itu menegaskan, Kementerian Agama akan segera menindaklanjuti perintahnya dengan mengembalikan izin Ponpes Shiddiqiyah. “Saya sudah meminta pak Aqil Irham, Plh Sekjen Kemenag, untuk membatalkan rencana pencabutan izin operasionalnya, secepatnya. Saya berharap masyarakat dapat memahami keputusan tersebut,” tandas Muhadjir. Sebelumnya pondok pesantren menjadi sorotan setelah terjadinya peristiwa pencabulaan santriwati oleh Mochamad Subchi Azal Tsani yang merupakan putra dari pemimpin pesantren, Muhammad Mukhtar Mukthi. Pihak pondok pesantren kemudian dianggap sempat menghalang-halangi polisi untuk menangkap Subchi sehingga izinnya dicabut oleh Kementerian Agama. Kementerian Agama pun mencabut izin operasional Pondok Pesantren Shiddiqiyah pada 7 Juli lalu. Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono menegaskan, pencabulan bukan hanya tindak kriminal yang melanggar hukum, melainkan pula perilaku yang dilarang ajaran agama. “Sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang di dalamnya diduga melakukan pelanggaran hukum berat,” kata Waryono, dalam keterangan tertulis, Kamis (7/7/2022). Waryono menambahkan, Kemenag akan berkoordinasi dengan Kanwil Kemenag Jawa Timur, Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jombang, serta pihak-pihak terkait. Hal ini untuk memastikan bahwa para santri tetap dapat melanjutkan proses belajar dan memperoleh akses pendidikan yang semestinya. Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur Abdussalam Shohib mengatakan pencabutan izin Pondok Pesantren Shiddiqiyah sudah semestinya menjadi pelajaran agar semakin serius dan berhati-hati dalam mengelola pesantren. “Jangan sampai pesantren dianggap sebagai komoditi, serta komitmen untuk taat hukum sebagai konsekuensi warga negara yang baik,” tutur Abdussalam saat dihubungi Ahad (10/7/2022). Terkait nasib santri dan santriwati di pondok itu, Abdussalam berpendapat yang paling baik diserahkan ke orang tuanya masing-masing. Selain itu, ponpes dapat bermusyawarah dengan wali santri untuk mengetahui keinginan mereka. Pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif, Denanyar, Jombang, itu berpendapat, dalam situasi seperti ini yang paling penting adalah keamanan, kenyamanan, serta ketenangan santri, wali santri, keluarga pesantren, serta warga sekitar. “Apa tetap di Shiddiqiyyah, atau mau pindah, sebaiknya tidak ada yang mengintervensi. Karena itu hak mutlak orang tua santri,” ucapnya. (mth)
Tewasnya Brigpol Nopryansah, IPW : Kapolri Harus Bentuk Tim Gabungan Pencari Fakta
Jakarta, FNN – Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta atas tewasnya Brigpol Nopryansah Yosua Hutabarat, ajudan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo. Demikian siaran pers yang disampaikan IPW pada Senin, 11 Juli 2022. Hal ini untuk mengungkap apakah meninggalnya korban penembakan terkait adanya ancaman bahaya terhadap Kadivpropam Irjen Ferdy Sambo atau adanya motif lain. Oleh karena itu, IPW mendesak pimpinan tertinggi Polri harus menon-aktifkan terlebih dahulu Irjen Ferdy Sambo dari jabatan sebagai Kadiv Propam. Alasannya, pertama, Irjen Ferdy Sambo adalah saksi kunci peristiwa yang menewaskan ajudannya itu. Hal tersebut, agar diperoleh kejelasan motif dari pelaku membunuh sesama anggota Polri. Alasan kedua, Brigpol Nopryansah Yosua Hutabarat statusnya belum jelas apakah korban atau pihak yang menimbulkan bahaya, sehingga harus ditembak. Alasan ketiga, locus delicti terjadi di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo. Karena itu agar tidak terjadi distorsi penyelidikan maka harus dilakukan oleh Tim Pencari Fakta yang dibentuk atas perintah Kapolri, bukan oleh Propam. Dengan begitu, pengungkapan kasus penembakan dengan korban anggota Polri yang dilakukan rekannya sesama anggota dan terjadi di rumah petinggi Polri menjadi terang benderang. Sehingga masyarakat tidak menebak-nebak lagi apa yang terjadi dalam kasus tersebut. Pasalnya, peristiwa ini sangat langka karena terjadi di sekitar Perwira Tinggi dan terkait dengan Pejabat Utama Polri. Anehnya, Brigpol Nopryansah adalah anggota Polri pada satuan kerja Brimob itu, selain terkena tembakan juga ada luka sayatan di badannya. ”Peristiwa tragis tewasnya Brigpol Nopryansah Yosua Hutabarat dikabarkan terjadi pada Jumat, (8 Juli 2022) sekitar 17.00 WIB. Selama tiga hari, kasus itu masih ditutup rapat oleh Polri yang memiliki slogan Presisi,\" beber Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso. (mth)