NASIONAL
Irjen Ferdy Sambo Dicopot, Masalah yang Harusnya Mudah Dibikin Sulit
INSPEKTUR Jenderal Ferdy Sambo telah dicopot dari jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri, Senin (18/7/2022) malam, oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Advokat Kamarudin Simanjuntak yang mewakili keluarga mendiang Brigadir Joshua pun melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri. Mereka pun meminta agar jasad Brigadir Nopryansah Joshua Hutabarat diotopsi ulang karena ditemukan banyak kejanggalan di tubuhnya. Itulah buntut peristiwa penembakan Brigadir Joshua yang terjadi di Rumah Dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga Nomor 46 Jakarta. Wartawan senior FNN Hersubeno Arief bersama pengamat politik Rocky Gerung membahasnya di Kanal Rocky Gerung Official, Selasa (19/7/2022). Berikut petikannya. Akhirnya, tadi malam Kapolri menonaktifkan Kepala Divisi Propam Irjen Ferdy Sambo dan ini sebenarnya kita tinggal menunggu waktu, tetapi tetap menjadi teka-teki mau dinonaktifkan atau tidak. Tetapi yang lebih berat lagi adalah ketika tadi malam Kapolri menon-aktifkan Ferdy Sambo, siang harinya itu pengacara dari Brigadir Joshua melaporkan adanya dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Joshua, berdasarkan bukti-bukti yang mereka temukan. Jadi kemungkinan tidak hanya satu orang yang terlibat, tidak ada tembak-menembak seperti yang dinarasikan selama ini. Nah saya kira ini sangat menarik. Sekaligus saja kasus ini jadi cause celebre, kasus yang dilihat sebagai sesuatu yang menarik perhatian publik. Dan orang sebetulnya lagi bikin permenungan kenapa akhirnya rakyat kita mengambil alih tugas kepolisian. Rakyat akhirnya bikin investigasi sendiri dengan potongan-potongan berita, lalu disusunlah dalam bentuk videografis. Jadi, usaha untuk memahami yang benar itu, tidak lagi bisa disodorkan oleh institusi resmi sehingga rakyat berspekulasi. Dan semua spekulasi rakyat itu justru didasarkan pada deteksi-deteksi yang secara akal sehat memungkinkan orang mengira-ngira. Dan perkiraan orang awalnya adalah pasti ada keterlibatan Jenderal Sambo dan juga dalam perkiraan yang sama orang menduga harusnya Irjen Sambo diberhentikan sementara. Jangan terlalu lama. Mustinya di awal saja. Apapun itu, dalam upaya untuk netralitas, ya berhentikan saja dulu. Karena bagaimanapun dia ada jabatan dan supaya dia nggak masuk kantor dulu. Tetapi, terlambat sehingga keburu masuk dalam bagian sensasinya. Tetapi, sudahlah. Pada akhirnya toh musti dimulai penelitian ini. Apakah betul ada pemerkosaan? Apakah betul ada pelecehan seksual? Apakah mungkin untuk menghadirkan kembali satu konferensi pers yang betul-betul jujur. Orang akhirnya curiga ini satu paket konspirasi sebetulnya. Ada Kapolres yang akhirnya kurang tepat dalam menyampaikan info sehingga terciduk logikanya oleh publik. Pers juga dengan jeli mulai merambah ke wilayah-wilayah yang tadinya tak terduga, mewawancarai sopir ambulans, minta keterangan tukang sapu, dan itu yang kemudian menyebabkan polisi membentak-bentak jurnalis. Jadi, sebetulnya intinya adalah kalau kepercayaan itu makin lama makin hilang maka proses-proses yang ada di depan juga akan dipertanyakan orang. Padahal polisi lagi bersiap-siap untuk mengamankan peristiwa besar Pemilu, G20 Forum dan segala macam. Orang jadi kehilangan kepercayaan. Jadi intinya itu. Pak Sigit masih punya energi untuk balikkan sepenuhnya supaya betul-betul publik merasa oke justru peristiwa ini menjadi titik balik untuk memuliakan kembali polisi. Ya, tadi malam saya mengamati saat Pak Sigit menyampaikan pengumuman, saya lihat wajahnya rileks. Tidak ada tekanan. Ini menarik karena jujur saja kan orang selama ini kemudian mengaitkan dengan Pak Listyo Sigit. Ada apa ini kok Pak Sigit seperti seolah-olah melindungi Pak Ferdy Sambo. Sudah sampai 10 hari, ini tanggal 18 sedangkan peristiwanya tanggal 8 Juli 2022. Artinya 10 hari. Padahal banyak sekali jenderal polisi senior yang menyatakan bahwa sebenarnya untuk kasus ini enggak perlu waktu lama, cukup 1 x 24 jam bisa terungkap, sangat mudah diungkap, karena lokasi dan sebagainya jelas. Ya, tentu namanya hitungan non-kasus, misalnya soal ini kader siapa, ini klik siapa? Soal-soal itu yang kita tahu dari awal itu bahwa Trunojoyo (Mabes Polri) itu jadi semacam medan persaingan juga antara klik atau groupings di situ, blog siapa itu, fraksi siapa, atau bahkan proksi siapa di situ. Nah ini membuat kita mengalisis kembali apakah betul meritokrasi di dalam kepejabatan tinggi Polri itu dasarnya adalah prestasi atau politis. Kan begitu intinya. Orang selalu anggap bahwa di situ ada orang yang lebih dekat dengan Pak Jokowi, juga ada yang lebih dekat dengan Ibu Mega, ada yang lebih dekat dengan macam-macam itu kan? Jadi kontrol publik akhirnya menemukan bahwa memang Polri itu remote control-nya banyak dari luar. Jadi, itu intinya sebetulnya. Nanti kalau kita baca diam-diam atau bisik-bisik di antara anggota Komisi III, kita tahu siapa yang lagi mendekati politisi, yang mana yang lagi disponsori oleh partai. Jadi kerumitan itu yang membuat orang menganggap harus ada satu peristiwa yang membuat lumer sebetulnya. Ini faktor baru, yaitu peristiwa di Duren Tiga itu. Dan Pak Sigit musti betul-betul melumerkan keadaan ini dengan satu prestasi yang betul-betul presisi dalam upaya untuk membongkar kejahatan ini. Saya kira antusiasme publik dan media juga karena memang selama ini kita pahami lembaga Polri sekarang sudah banyak ditarik-tarik untuk kepentingan politik. Jadi orang lihat ini momentum, dan sebenarnya saya kira polisi nggak perlu baper dalam situasi ini. Justru itu bisa menjadi momentum berbenah bagi polisi. Ini kalau mau melakukan pembenahan, ini momentum yang baik saya kira. Itu betul. Jadi, saya duga keras bahwa konstelasi sudah terjadi dan polisi atau pimpinan Polri mengambil risiko untuk membongkar kasus ini dengan akibat apapun. Bahwa sistem perkaderan yang mungkin berantakan lagi, lalu faksi-faksi itu kemudian harus konsultasi ulang, tapi itu semua adalah pilihan dari Pak Kapolri. Karena beliau sebetulnya yang di masa terakhir ini harus memutuskan ini Polri mau ke mana arahnya, supaya kita bersiap-siap untuk menghadapi guncangan politik yang mungkin disponsori oleh guncangan ekonomi, dan guncangan ekonomi yang bisa menimbulkan kerusuhan bahkan keresahan psikologi massa. Jadi semua ini musti dilihat sebagai satu paket. Kan sinyal pertama adalah orang nggak percaya pada keterangan polisi. Nah, bagaimana nanti kalau terjadi dispute dalam persaingan politik. Partai ini melaporkan, lalu polisi dianggap memihak, lalu berantakan. Jadi, kita anggap saja bahwa bukan bermaksud blessing in disguise, tapi peristiwa ini adalah momentum untuk perubahan secara radikal klik-klikan di kalangan kepolisian. Sementara kader-kader yang muda sebetulnya menginginkan supaya polisi itu tumbuh secara profesional karena mereka sebetulnya bersaing untuk dapat posisi yang bukan sekedar mewah tapi bergengsi. Setiap orang yang masuk kepolisian ingin ada gengsi di situ. Mereka tetap ingin polisi Indonesia itu jadi semacam cermin dari sekolahnya karena itu yang disebut etika tertinggi dalam kepolisian. Dan kita membayangkan, tadi saya lihat video bagaimana polisi dan tentara China itu dihormati oleh rakyatnya, bahkan anak-anak. Tentu bukan dengan maksud membandingkan karena tetap itu negara komunis yang kendali politiknya itu termasuk mengendalikan militer. Tetapi etiknya itu lo, bahwa orang berhadapan dengan polisi di jalan kayaknya cuek saja, nggak merasa bahwa polisi ini sebetulnya yang kita andalkan untuk membuat kita aman dan percaya bahwa keadilan bisa diterapkan. Nah, refleksi ini sebetulnya sekaligus kita ucapkan supaya pembaharuan itu pertama-tama mulai dari etikabiliti itu. Itu intinya. Dan, saya kira ini kalau kemudian pelaporan dari pengacara Brigadir Joshua dan kemudian lakukan secara transparan, bahkan kalau sampai level tertinggi, katakan ada Pak Ferdy Sambo yang terlibat di situ, dilakukan langkah-langkah hukum, orang mungkin bisa melupakan kelucuan-kelucuan, serta kekonyolan-kekonyolan yang terjadi kemarin karena simpang siurnya penjelasan dari polisi. Dan sebenarnya kita sejak awal ketika tahu bahwa kok sampai 3 hari baru diumumkan pada publik, terus kemudian ada alasan karena hari raya, ini kan nggak masuk akal. Sebetulnya polisi ini kan sama dengan wartawan, nggak kenal hari raya. Justru pada hari raya orang lain libur mereka tidak libur. Waktu saya bikin semacam konsep di kepala, jadi memang ada keterkejutan dan keterkejutan itu tidak pernah dibayangkan sehingga dikejar waktu maka tidak rapi persiapan untuk cover up ini. Jadi masalah covering up ini yang kemudian justru menimbulkan perencanaan baru bagaimana meng-covering up sesuatu yang tidak sempurna, lalu ada juga covering up baru yang sebetulnya di dalam metodologi itu kita sebut “setiap penutupan jejak yang tidak sempurna itu akan menimbulkan jejak baru yang makin membuka peluang kecurigaan”. Jadi jejak itu nggak bisa dihapus. Menghapus jejak artinya membuat jejak baru. Nah itu logikanya begitu. Ya, itu kelihatan sekali bagaimana penjelasan-penjelasan yang beruntun yang kemudian bertabrakan satu dengan lain hal, dan kemudian dengan mudah sekarang ini jangan lupa Pak Polisi, ini sekarang era digital sehingga limpahan informasi itu publik bisa dengan mudah mengakses hal-hal yang kemudian bertentangan dengan penjelasan polisi. Jadi eranya Itu sudah berlalu, nggak bisa lagi seperti itu. Juga selama tiga hari itu pasti penyidik atau mereka yang diminta untuk membuat semacam skenario itu mengalami mental fatigue, karena ada soal yang terganggu di situ. Ini bagaimana? Ya, tetapi dalam keadaan bertanya bagaimana, publik matanya lebih tajam karena publik ada dalam jarak. Orang yang ada dalam jarak bisa melihat secara lebih lengkap, lebih helicopter view. Ada pemeo yang begini “bila Anda ada di dalam potret, Anda tidak bisa melihat diri Anda sendiri”. Jadi musti ada jarak. Jarak itu yang makin lama makin terbaca justru oleh jurnalis dan privat investigated yang akhirnya membantu keluarga untuk memberi kekuatan batin untuk melaporkan. Akhirnya yang konyol sebetulnya kenapa tidak bisa diyakinkan pada keluarga bahwa kematian itu adalah akibat tembak-menembak. Jadi kecurigaan keluarga itu betul-betul batinnya, karena mereka yang kenal bahkan mayatnya itu seolah-olah bicara pada keluarga. Dan, itu yang kita sebut sebagai six sense. Dan keluarga Brigadir Joshua six sense-nya, indra keenamnya, ringing, berbunyi. Lalu mereka memutuskan untuk melaporkan. Itu tindakan yang bagus sebetulnya, kita hormati betul bahwa keluarga itu ia ingin cari keadilan saja. Dia nggak persoalkan siapa yang bunuh nanti saja di pengadilan, yang penting di tubuh anaknya itu dia temukan hal yang secara instingtif membuat mereka ragu bahwa itu adalah sekedar pembunuhan yang duel dan bukanlah penganiayaan yang direncanakan. Karena itu, menemukan istilah ini ada pembunuhan berencana itu betul-betul membutuhkan keberanian besar, karena menduga itu sendiri sejatinya sudah merupakan pintu masuk untuk membuka persoalan. (Ida/mth)
Ferdy Sambo Dinonaktifkan Terlibat Pembunuhan Berencana
KAPOLRI Jenderal Listyo Sigit Prabowo Senin malam (18/7/2022) secara resmi menonaktifkan Irjen Ferdy sambo sebagai Kepala Divisi Propam Polri. Keputusan itu dilakukan oleh Kapolri setelah terjadinya peristiwa penembakan atau tewasnya Brigadir Joshua di rumah dinasnya di Kompleks Perwira Tinggi Polri di Duren Tiga, Jakarta Selatan pada hari Jumat, 8 Juli 2022 lalu. “Malam ini kita putuskan untuk Irjen Pol Ferdy Sambo sementara jabatannya dinonaktifkan,” kata Sigit di gedung Mabes Polri Jakarta Selatan. Menurut wartawan senior FNN Hersubeno Arief seperti disebutkan di Kanal Hersubeno Point, Selasa (19/7/2022), pencopotan ini sebagai tidak terlalu mengejutkan karena banyaknya sekali desakan agar Irjen Ferdy Sambo itu dinonaktifkan dari jabatannya. Yang paling awal menyampaikan desakan itu adalah Indonesian Police Watch (IPW). Dan, “Kemudian juga yang cukup serius saya kira yang disampaikan oleh Menko Polhukam Mahfud MD sekaligus sebagai Ketua Kompolnas (Komisi Polisi Nasional yang mengaku dia mendapatkan masukan agar Kapolri itu menonaktifkan Ferdy Sambo.” Dan pada waktu itu desakan disertai juga dengan pernyataan yang ini kemudian membuat orang menduga-duga dan menjadi kemungkinan keterlibatan Ferdy Sambo. Kenapa? Karena seperti seberapa kalau kita kutip juga Pak Mahfud mengingatkan Kapolri agar, “Jangan sampai karena ada tikus atau mengejar tikus itu kemudian rumahnya dibiarkan terbakar”. Hersu mengatakan, pada waktu itu ia mengingatkan apakah yang dimaksud tikus ini oleh Pak Mahfud MD, yang jelas bukan Joshua yang sudah meninggal dunia: Brigadir Joshua dan juga jelas bukan Richard atau Barada E yang telah disebut-sebut oleh Polisi sebagai pelaku penembakan. Dan, karena pada waktu itu disebutkan bahwa Bharada E ini tidak dijadikan tersangka karena dia membela diri. Tanda-tanda bahwa Ferdy Sambo akan dicopot itu sebenarnya sudah kita lihat pada tanggal 18 lalu dia menangis di pelukan Kapolda Metro Jaya Fadil Imran. Hanya saja saat itu Fadil Imron menyatakan, itu hanya kunjungan biasa yang kunjungan seorang senior kepada juniornya kunjungan seorang kakak kepada adiknya karena Ferdy Sambo ini memang angkatannya lebih muda dibanding Fadil Imran yang liting Akpol 91 seangkatan dengan Listyo Sigit. Sementara Ferdy Sambo ini angkatan Akpol 94. Sehingga dia sekarang ialah Jenderal termuda di Mabes Polri untuk level bintang dua. Di luar itu juga ada desakan dari kalangan DPR yang banyak bermunculan. Kemarin, misalnya dari PDIP dan Trimedya Panjaitan itu menyatakan bahwa dia mendesak agar Kapolri segera menonaktifkan Ferdy Sambo. Dan, pekan kemarin misalnya, dengan sangat optimis Trimedya Panjaitan menyatakan bahwa awal pekan depan itu Kapolri akan menonaktifkan Ferdy Sambo. “Artinya pekan ini ya hari ini, hari Senin adalah hari pertama dalam pekan ini,” kata Hersu. Dugaan keterlibatan Sambo ini muncul karena banyak sekali kejanggalan-kejanggalan di sekitar kematian dari Brigadir Joshua dan Anda pasti masih mencatat ya bahwa peristiwa itu baru diumumkan ke publik itu setelah tiga hari kejadian pada tanggal 8 Juli hari Jumat dan kemudian baru disampaikan ke publik pada hari Senin tanggal 11 Juli hari Senin. Hersu menyebut, ada selisi tiga hari dan kemudian muncul banyak sekali kejanggalan-kejanggalan misalnya soal tembak-menembak yang terjadi di di rumahnya disebutnya pertama kali tembak-menembak tapi kemudian agak janggal karena yang terjadi tidak ada satupun peluru yang katanya disebut ditembakkan oleh Brigadir Joshua itu yang mengenai sasaran. Sementara ada 7 peluru yang bersarang, ada 7 luka tembakan dan 6 yang masuk dan satu yang keluar yang ada di tubuh dari Brigadir Joshua. Yang menembak itu disebut adalah Bharada E pada waktu itu atau Bharada Richard dan dia hanya melepaskan lima tembakan yang masuk enam, yang tembus dan satu proyektil yang tertinggal. Ini beberapa kejanggalan besar termasuk juga soal penguasaan senjata Glock-17 yang dipegang oleh Bharada E itu. Bharada E, Bharada Richard ini, padahal dia penampakannya adalah prajurit balok satu. Yang juga menarik perhatian publik adalah ketika akhirnya istri Ferdy Sambo itu yakni Nyonya Putri Candrawati meminta perlindungan ke LPSK ini. Jadi, orang bertanya-tanya dari mengapa meminta perlindungan kepada LPSK, padahal dia sendiri itu adalah istri seorang perwira tinggi yang keamanannya itu cukup terlindungi dengan banyaknya sekali ajudannya, bahkan juga para pengawal dan sopir yang semuanya adalah anggota Polri. Begitu juga ternyata tidak lama kemudian Bharada Richard ini juga meminta perlindungan paten kepada LPSK. Orang bertanya-tanya ada kekuatan apa yang kemudian mengancam Putri dan sehingga memaksa dia untuk meminta perlindungan ke LPSK. Nah puncak dari kecurigaan ini adalah banyaknya luka sayatan di tubuh dari Brigadir Joshua jika sebelumnya hanya disebut tembak-menembak mengapa dalam tubuh Brigadir Joshua ini banyak sekali tembakan, ada luka sayatan, ada sempat luka memar jarinya, juga ada yang putus. Nah, inilah yang dibuka oleh keluarga dari Brigadir Joshua dan tidak lama kemudian pengacara sekaligus keluarga Brigadir Joshua, yakni Kamarudin Simanjuntak, membuka fakta-fakta kepada publik tentang luka-luka yang ada di sekujur tubuh dari Brigadir Joshua. Rupanya waktu pertama kalinya jenazah datang kita tahu bahwa keluarga Brigadir Joshua ini dilarang oleh Polisi untuk membuka kotaknya ya kotak jenazah itu tapi akhirnya mereka berhasil muka peti jenazah dan kemudian memfoto-foto dan foto-foto itulah yang kemudian dikirim ke Kamaruddin. Dari fakta-fakta foto yang lihat itu Kamarudin menduga adanya pembunuhan berencana, yaitu dia dengan apa dasarnya dia melihat tadi luka-luka di tubuh dari Brigadir Joshua sesuai dari pengalaman dia sebagai seorang pengacara menunjukkan bahwa itu bukanlah luka. Karena tembakan akhirnya sebagai kita ketahui Kamarudin hari Senin sebagai pengacara dari keluarga Joshua melaporkan dugaan pembunuhan tersebut ke Bareskrim Mabes Polri laporan dugaan pembunuhan itu sudah diterima Polisi dan pada tanggal 18 Juli 2022. Dan, dalam laporan itu disebutkan bahwa dugaan pembunuhan berencana dan penganiayaan yang menyebabkan orang meninggal dunia. Hersu menyebutkan, Kamaruddin hanya melaporkan Ferdy Sambo, dia tidak melaporkan Bharada E yang disebut Polri terlibat dalam baku tembak dengan Brigadir Joshua di rumah Irjen Ferdy Sambo pada hari Jumat lalu dan sejauh ini berita yang kita terima dari versi polisi disebutkan, Joshua diduga tewas akibat tembakan dari Bharada E yang disebutkan dia menggunakan senjata Glock-17, dari 5 tembakan kemudian ada tujuh tembakan yang masuk enam tembakan keluar dan sabtu proyektil yang bersarang. Jadi menurut Kamarudin yang menjadi pelapor adalah tim penasihat hukum keluarga almarhum dan Kamarudin diperkuat oleh Johnson Panjaitan seorang pengacara yang juga tergabung dalam Indonesian Police Watch (IPW) sejak awal mengkritisi kasus ini. Kamarudin Simanjuntak menyatakan bahwa dia tidak melaporkan Bharada E, “Menurut perhitungan kami berdasarkan fakta-fakta hampir tidak mungkin yang bersangkutan, maksudnya Bharada Richard, yang melakukan ini atau setidak-tidaknya menurut perkiraan kami peristiwa ini melibatkan beberapa orang, bukan hanya satu atau dua orang, ini ada beberapa orang.” Itu dugaan dari Kamaruddin. “Ada yang berperan menembak dengan pistol, ada yang berperan memukul, ada yang berperan melukai dengan senjata tajam, bahkan mungkin dengan sangkur atau dengan apa namanya itu laras panjang itu loh kata dia gitu dengan banyaknya luka maka kami sangat yakin ini adalah pembunuhan berencana,” sambungnya. Hersu mempertanyakan, bagaimana sebenarnya peristiwa tersebut, hari ini Hersu membaca di kumparan itu dalam sebuah artikelnya menyebutkan bahwa Joshua ini sengaja dijebak oleh Ferdy Sambo karena mengetahui adanya affair antara istri Ferdy Sambo, Putri Cendrawati dengan Joshua. “Nah, ketika Joshua masuk ke kamar ia kemudian disergap dan dikeroyok. Tetapi seperti dikatakan oleh Kamarudin, dia tidak ikut melaporkan Richard. Apakah Richard termasuk dalam orang yang melakukan proyek atau tidak ini yang saya kira sampai sekarang masih belum jelas,” ujar Hersu. “Tapi tadi apa yang saya kutip dari kumparan itu baru mengutip dari sumber- sumber di internal polisi, belum ada keterangan resmi dari polisi, bagaimana peran Ferdy Sambo, apakah status Ferdy Sambo ini hanya dinonaktifkan untuk memperlancar penyidikan,” lanjut Hersu. Karena posisinya sebelah sebagai Kepala Divisi Propam atau ada indikasi seperti yang dilaporkan oleh Kamarudin bahwa Ferdy Sambo terlibat dalam pembunuhan berencana, “itu saya kira ini akan menjadi berita yang sangat menarik skandal besar karena tak ada seorang perwira tinggi kalau betul sepertinya sekali lagi yang dilakukan oleh Ferdy Sambo terlibat dalam pembunuhan berencana.” (Ida/mth)
LaNyalla Sebut Kesetaraan Gender Masih di Atas Kertas, Perlu Kebijakan Spesifik
Jakarta, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menilai kesetaraan gender hingga saat ini masih wacana di atas kertas. Menurutnya, kesetaraan gender di lapangan belum sepenuhnya terealisasi dengan baik. Justru masih terjadi diskriminasi, baik pada masalah ekonomi, maupun sektor lainnya. Oleh karena itu perjuangan kesetaraan gender yang dituangkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi Women20 (KTT W20) yang difokuskan pada penanganan diskriminasi perlu didukung kebijakan yang lebih spesifik. “Saya mendukung realisasi kesetaraan gender dalam bentuk nyata. Jangan sekedar wacana saja. Makanya saya sepakat hal itu harus dituangkan dalam sebuah kebijakan yang mengikat,” ucap LaNyalla, Rabu (20/7/2022). Menurutnya, kaum perempuan juga harus diberdayakan secara ekonomi, pendidikan, teknologi, keuangan, dan kesehatan. Ditegaskannya, jumlah penduduk perempuan sebanyak 49, 42 persen merupakan potensi besar dalam membangun bangsa ke depan. Apabila SDM perempuan tidak diberdayakan maka akan menjadi ancaman di kemudian hari. “Makanya disinilah perlunya kebijakan yang spesifik dalam memberdayakan perempuan agar dapat lebih eksis dan menjadi bagian dari bonus demografi,” ujar dia lagi. Menurut Senator asal Jawa Timur itu pemberdayaan perempuan bertujuan supaya perempuan mudah mendapatkan akses dan kontrol terhadap sumber daya, ekonomi, politik, sosial, budaya. Hal itu akan menjadikan kaum perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah. “Artinya kaum perempuan mampu mandiri dengan menggali dan memanfaatkan potensi-potensi yang ada pada diri dan daerahnya, sehingga bisa membantu masyarakat lainnya bebas dari kemiskinan,” katanya. Konferensi Tingkat Tinggi Women 20 (W20) akan membahas beberapa agenda dengan fokus pada berbagai topik seperti menangani diskriminasi untuk pembuatan kebijakan kesetaraan gender. Dalam kegiatan W20 juga akan membahas pemberdayaan ekonomi perempuan, pertumbuhan ekonomi inklusif bagi perempuan pedesaan dan perempuan dengan disabilitas, dan pendampingan bisnis. (mth/*)
Polri Terima Permintaan Autopsi Ulang dari Keluarga Brigadir Joshua
Jakarta, FNN – Polri menerima permintaan keluarga Brigadir J (Joshua) melalui pihak kuasa hukum untuk melakukan autopsi ulang (ekshumasi), dan sekaligus mempersilakan pihak keluarga mengajukan hal tersebut kepada penyidik. Korps Bhayangkara juga akan mengerahkan pihak yang \'expert\' di bidang kedokteran forensik untuk mengungkap kasus ini. “Ekshumasi harus dilakukan oleh pihak yang berwenang, dalam hal ini penyidik. Karena ini menyangkut autopsi ulang atau ekshumasi tersebut, orang expert yang harus melakukan. Dalam hal ini adalah kedokteran forensik,” ungkap Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, saat ditemui di Gedung Divisi Humas Polri, Jakarta Selatan, Selasa (19/7/2022). Nantinya pada ekshumasi Brigadir J, kedokteran forensik milik Pusdokkes Polri akan bekerjasama dengan pihak eksternal yang ahli di bidangnya. “Kedokteran forensik Polri tentunya tidak akan bekerja sendiri, tapi kami juga meng-hire dari pihak luar. Dalam rangka untuk betul-betul hasilnya itu sahih dan bisa dipertanggungjawabkan dari sisi keilmuan, dan dari semua metode sesuai dengan standard internasional,” tegas Kadiv Humas Polri. Kadiv Humas Polri pun menegaskan bahwa proses penyidikan tewasnya Brigadir J akan dilakukan secara terbuka dan transparan. Proses penyidikan Polri secara transparan ini juga akan memenuhi kaidah-kaidah scientific crime investigation sesuai dengan kebijakan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo. “Proses penyidikan ini akan dilakukan se-terbuka mungkin, se-transparan mungkin. Dan tentunya proses penyidikan harus memenuhi kaidah-kaidah scientific crime investigation. Itu hal yang mutlak yang harus dilakukan,” ujar Irjen Dedi Prasetyo. (*)
Gus Yasien: DPD RI Sudah ‘Kumandangkan Iqomah’, Saatnya Rapatkan Barisan!
Surabaya, FNN – Ketua Harian Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah (PPKN), H Tjetjep Mohammad Yasien, SH, MH mengapresiasi tekad Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti untuk memulai safari Kedaulatan Rakyat dengan menemui Ketua Mahkamah Agung RI Muhammad Syarifuddin. “Pertemuan kedua lembaga ini penting, agar tidak keluar dari jalur konstitusi. Semangat Pak LaNyalla patut kita dukung, begitu juga sambutan Ketua MA Muhammad Syarifuddin yang akan menghadirkan semua pimpinan di MA, ini kabar baik,” tegas Gus Yasien panggilan akrab Tjetjep Mohammad Yasien, Rabu (20/7/22). Menurut alumni PP Tebuireng, Jombang ini, gerakan untuk mengembalikan Kedaulatan Rakyat dan UUD 1945, itu adalah amanat Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU di Pondok Pesantren Kempeks, Palimanan Cirebon, Jawa Barat (2012). “Jadi apa yang diperjuangkan Pak LaNyalla adalah bagian dari amanah para masyayikh NU. Sepuluh tahun lalu, beliau-beliau sudah bicara soal runtuhnya Kedaulatan Rakyat,” tegasnya. Sementara, kita sebagai bangsa masih tetap diam saja melihat amandemen demi amandemen yang terjadi pada UUD 1945. Padahal, inilah adalah awal dari kehancuran kita sebagai bangsa. Merujuk pasal Pasal 33 UUD 1945, maka, amandemen telah memporak-porandakan pilar-pilar ekonomi, politik bahkan sosial budaya kita. “Bangsa ini hancur oleh liberalisme dan kapitalisme. Kalau DPD RI bergerak mengembalikan Kedaulatan Rakyat, maka kami siap (untuk) ‘makmuman’ di belakangnya,” jelas pengacara senior ini. Masih menurut Gus Yasien, ibarat barisan shalat, Ketua DPD RI ini sedang mengumandang iqomah. Tanda shalat berjamah segera dimulai. “Tugas kita sebagai makmum, luruskan barisan. Ikuti gerakan imam. Safari Pak LaNyalla ke MA, ini menegaskan bahwa gerakan mengembalikan Kedaulatan Rakyat itu, konstitusional,” pungkasnya. Sebelumnya diberitakan, sekembali dari menunaikan ibadah haji, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti langsung memulai safari Kedaulatan Rakyat dengan menemui Ketua Mahkamah Agung RI Muhammad Syarifuddin di kantornya di kawasan Medan Merdeka Timur, Jakarta. “Saya secara informal menemui terlebih dulu pimpinan Yudikatif, untuk menyampaikan niatan kami, pimpinan DPD untuk bertemu pimpinan MA dalam rangka pembicaraan dinamika kebangsaan, terkait upaya kami untuk memperjuangkan pengembalian kedaulatan rakyat,” ungkap LaNyalla, Selasa (19/7/2022). Dikatakan LaNyalla, dirinya menyebut safari yang akan dilakukan dengan menemui semua stakeholder bangsa dan pejabat negara sebagai Safari Kedaulatan Rakyat. Karena niat dan janjinya untuk memperjuangkan penguatan dan pengembalian kedaulatan rakyat. “Saya sudah sampaikan, saya akan pimpin ikhtiar untuk mengembalikan kedaulatan negara ini ke tangan pemilik sah negara ini, yaitu rakyat. Dan saya awali dulu secara informal (bertemu) dengan Ketua MA, untuk nantinya bisa diagendakan secara formal pertemuan dan konsultasi antara unsur DPD RI dan MA RI,” sebutnya. Ketua MA Muhammad Syarifuddin sendiri sudah menyambut baik maksud kedatangan Ketua DPD, dan berharap dapat menyiapkan pertemuan formal antara kedua lembaga negara tersebut di waktu yang disepakati. “Nanti kami susun waktunya, karena harus menghadirkan semua pimpinan di MA yang tentu harus disusun waktu yang tepat, dengan unsur pimpinan di DPD RI. Pada prinsipnya MA bisa menjadi tuan rumah untuk forum konsultasi tersebut,” tegas Syarifuddin. (mth)
Habib Rizieq Syihab Bebas!
Jakarta, FNN – Habib Muhammad Rizieq Syihab bin Husein Shihab resmi keluar dari tahanan Bareskrim Polri setelah menjalani masa hukuman atas vonis RS Ummi, Kota Bogor. Ia keluar tahanan sekitar pukul 6.30 menuju rumahnya di Petamburan, Tanah Abang Jakarta Pusat. Saat keluar, ia didampingi pengacara, Aziz Januar, sampai ke Petamburan. “Ini sudah di Petamburan,” kata Aziz saat dihubungi FNN.co.id, Rabu pagi (20/7/2022). HRS dan rombongan tiba di Petamburan sebelum pukul 7.00. “Alhamdulillah HRS sehat,” tambah Aziz. HRS mendapatkan pembebasan bersyarat karena telah menjalani hukuman 2/3 pada kasus RS Ummi. Ia divonis 2 tahun penjara sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA). Kemudian, dalam kasus kerumunan di Petamburan divonis denda Rp 50 juta. Dalam kasus kerumunan di Megamendung divonis 8 bulan penjara. Sebelumnya, kabar bebas bersyaratnya HRS disampaikan Koordinator Humas dan Protokol, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Rika Aprianti. Rika menjelaskan bahwa narapidana atas nama Moh. Rizieq alias Habib Muhammad Rizieq Syihab bin Husein Syihab merupakan terpidana yang menjalani pidana penjara di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri atas dua tindak pidana terkait Kekarantinaan Kesehatan berdasarkan Pasal 93 UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan satu tindak pidana menyiarkan berita bohong berdasarkan Pasal 14 UU 1/1946 tentang Peraturan tentang Hukum PidanaHRS ditahan sejak 12 Desember 2020 dengan 3 putusan hakim. Pertama, untuk Tindak Pidana I (Kekarantinaan Kesehatan) diputus pidana penjara selama 8 (delapan) bulan. Kedua, Tindak Pidana II (Kekarantinaan Kesehatan) diputus pidana denda Rp 20 juta subsider lima bulan kurungan (denda sudah dibayar). Ketiga, Tindak Pidana III (Menyiarkan Berita Bohong) diputus pidana penjara selama 2 (dua) tahun. “Bahwa yang bersangkutan mendapatkan Pembebasan Bersyarat pada 20 Juli 2022. Tanggal ditahan 12 Desember 2020, ekspirasi akhir 10 Juni 2023, dan habis masa percobaan 10 Juni 2024,” jelasnya kepada wartawan. HRS, sambungnya, dinilai telah memenuhi syarat administratif dan substantif untuk mendapatkan hak remisi dan integrasi sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 7/2022 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia 3/2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 117). “Habib Rizieq keluar pukul 06.45 WIB,” ungkap Rika. (HMD/mth)
Dana KPU Belum Turun, Pemilu Bisa Ditunda: Bagian Skenario Tiga Periode?
HINGGA tulisan ini dibuat, KPU RI berharap pemerintah segera mencairkan anggaran tahapan Pemilu 2024 untuk tahun 2022. Dana yang belum cair itu sebesar Rp 5,6 triliun dari Rp 8,6 triliun yang dianggarkan.“Kami yakin anggaran akan segera turun,” kata Komisioner KPU Idham Kholik, kepada wartawan, Jumat (24/6/2022).Idham menyebut pihaknya sudah melakukan berbagai cara agar anggaran tersebut segara dicairkan. Salah satunya audiensi dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).“Semua proses sudah kami tempuh. Kami sudah sampaikan kepada Bapak Presiden pada saat kami audiensi beliau sangat mendukung penyelenggaraan Pemilu serentak 2024,” kata Idham.Ia menyebut KPU juga menjalin komunikasi lebih intensif dengan pemerintah. Idham berharap pemerintah menaruh perhatian khusus terkait pencairan anggaran tersebut.Sebelumnya, KPU menjelaskan terkait anggaran Rp 8,06 triliun pada 2022 yang dibutuhkan institusinya dalam pelaksanaan tahapan Pemilu 2024. Anggaran triliunan rupiah itu rencananya dialokasikan untuk KPU Pusat dan Daerah. Kebutuhan anggaran KPU Tahun 2022 Rp 8,06 triliun, yang akan dialokasikan untuk: 1. KPU (Pusat): Rp 0,9 triliun. 2. KPU Provinsi (34 Satuan Kerja): Rp 1,3 triliun. 3. KPU Kab/Kota (514 Satker): Rp 5,7 triliun.Pihak KPU menyebut sudah ada dana sebesar Rp 2,4 triliun yang teralokasi pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) KPU Tahun 2022. Sehingga, ada kekurangan Rp 5,6 triliun yang masih dibutuhkan. Kekurangan dana yang dibutuhkan belum bisa dialokasikan sepenuhnya. Sebab, Kementerian Keuangan masih menunggu penetapan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Tahapan Pemilu 2024. Persoalan belum turunnya anggaran Tahapan Pemilu 2024 itu dikhawatirkan bisa menjadi alasan penundaan Pemilu. Inilah yang dibahas kali ini di dalam Kanal Rocky Gerung Official, Senin (18/7/2022), oleh wartawan senior FNN Hersubeno Arief bersama pengamat politik Rocky Gerung. Berikut petikannya. Ada soal serius berkaitan dengan Pemilu. Saya baca sampai bulan lalu dana untuk tahap pertama dari pelaksanaan Pemilu, sekitar 5,6 triliun kalau nggak salah, belum turun tapi saya dengar dari teman-teman KPU sampai sekarang juga belum turun, sampai akhir bulan ini juga belum turun. Nah, itu akan jadi serius persoalan. Iya betul ini dua hal sedang kita kalkulasi, yaitu penghormatan publik kepada institusi kepolisian itu yang betul-betul akhirnya merosot lagi, dan semua WA grup itu langsung berpikir bahwa kasus Brigadir J ini adalah pembunuhan berencana. Itu sebetulnya jadi semacam keterangan awal bahwa apa pun yang akan diucapkan oleh Humas Polri, akan di-discount sedemikian rupa. Jadi ini bahayanya kalau satu peristiwa itu yang seharusnya secara mudah diterangkan pada publik, tetapi diatur atau dicicil keterangannya, keterangan resminya, menimbulkan semakin lama dugaannya, semakin berbahaya. Dan inisiatif dari keluarga untuk melaporkan itu langkah yang paling tepat. Karena dengan itu lalu seluruh isu sebetulnya bisa dikendalikan melalui peristiwa pelaporan ini. Dilaporkan sebagai satu tindak pidana dan akhirnya proses hukum harus berjalan mengikuti laporan itu. Jadi itu prinsip pertama. Jadi lebih bagus juga sehingga seluruh sensasi bisa kita, ya dugaan-dugaan sensasional itu bisa juga kita akhirnya harus bersabar sampai di pengadilan. Tapi yang nggak mungkin kita bersabar adalah kepastian pemilunya jadi apa tidak? Kalau KPU sendiri merasa bahwa pemerintah ragu-ragu, padahal KPU cuma pelaksana. Apa yang diragukan? Timbul lagi dugaan yang lebih berat dari dugaan terhadap kasus tembak-menembak polisi itu. Artinya ada tembak-menembak di antara para politisi yang berupaya untuk cari semacam celah supaya ada kepastian ini mau jadi atau tidak. Di dalam proses tembak-menembak politisi biasanya tembak-menembak kursi atau tembak-menembak upeti. Ini sebetulnya yang menjadi acuan kita bilamana membaca politik Indonesia. Apalagi Bu Megawati kemarin dengan nada yang betul-betul mencemaskan Indonesia bisa masuk di dalam jebakan seperti Sri Lanka. Ini Ibu Mega sendiri yang bilang. Ibu Mega menganggap bahwa ada kecemasan karena situasi politik dunia, situasi ekonomi. Jadi semua orang berpikir bahwa sangat mungkin pemilu juga ditunda. Tapi itu kan kalkulasi. Yang bukan kalkulasi adalah fakta bahwa anggaran Pemilu enggak diturunkan oleh pemerintah. Jadi itu sebetulnya dasarnya kenapa orang berpikir bahwa ada sesuatu yang hendak diucapkan pemerintah, tetapi dia nggak mau berterus terang, yaitu brankas kita kosong sebetulnya. Kan nggak enak kita mau Pemilu tapi pinjem dari tetangga. Masa mau pesta pinjam tetangga. Sebetulnya kalkulasi ekonomi akan mendikte politik. Jadi kira-kira itu intinya. Tapi kalau kita lihat desain politik di belakang itu, wacana penundaan pemilu dan sebagainya, saya kira nanti justru mereka malah mendapatkan justifikasi, dengan alasan kan mereka dulu menggunakan justifikasi itu bahwa negara kita baru pulih dari pandemi, jadi pemilu bisa mengganggu, termasuk masalah anggaran. Jadi buat mereka yang ingin menunda pemilu ini jadi “blessing in disguise”. Ya itu juga sebetulnya yang lagi dipikirkan hari-hari ini oleh Pak Jokowi. Dan Pak Jokowi tetap punya skenario kalau ditunda Pemilu, problemnya dia punya kemampuan untuk mengendalikan keadaan apa enggak? Kalau penundaan itu menguntungkan Jokowi, pasti dia akan tunda. Nggak ada orang yang ingin berpura-pura di situ. Menunda artinya seluruh fasilitas masih bisa dia miliki, kemampuan manuver juga terkendali. Tetapi, bagi Jokowi kepastian itu enggak datang. Minimal kepastian dari PDIP bahwa oke kami akan lanjutkan program Jokowi. Ada memang KIB bicara bahwa ya kita akan lanjutkan proyek-proyek Jokowi. Tetapi, KIB ini seringkali musti kita baca secara terselubung, karena nggak mungkin KIB bilang kami hendak menghentikan proyek-proyek itu. Jadi basa-basi politik ini yang membuat Pak Jokowi nggak dapat sinyal kuat. Dengan kata lain, Jokowi kehilangan great pada semua fasilitas politik yang tadinya dia miliki. Parpol sudah nggak bisa dikendalikan lagi, ekonomi juga akhirnya Sri Mulyani langsung bicara ya kita memang ada dalam bahaya. Jadi, Jokowi akhirnya merasa ini bagaimana dia tetap ingin dirawat relawan, dia ingin tetap ada deklarasi-deklrasi kebulatan tekad, dan pada saat yang sama oligarki merasa ini kita mau menyumbang apa enggak nih? Keragu-raguan itu yang membuat katidakpastian arah politik. Ketidakpastian itu justru menggerakkan oposisi. Oposisi selalu gembira kalau tidak ada ketidakpastian. Tetapi oposisi sebenarnya tidak punya kemampuan untuk melakukan itu, menunda Pemilu atau apapun. Dan hanya berharap kalau bola memutar. Tapi kan realitasnya kita melihat bahwa memang ekonomi semakin berat. Dan tanda-tanda inflasi, meskipun kita disebut urutan ke-14 di antara 15 negara, tapi tetap saja kita menunjukkan tanda-tanda itu trajectory-nya juga sama dengan Sri Lanka. Saya sebenarnya berusaha untuk tidak menyebut nama Sri Lanka. Saya khawatir sebenarnya negara kita punya kemampuan untuk menyelenggarakan pemilu, tapi dengan alasan untuk justifikasi penundaan Pemilu akhirnya dibuatlah bahwa negara nggak mampu. Jadi ya mau bagaimana kita dipaksa kalau misalnya tidak mampu. Pilih makan atau pilih tetap menyelenggarakan Pemilu tetapi tidak makan. Kan gitu nanti pilihannya. Itu yang lagi disusun oleh pemerintah. Mau diajukan sebagai excuse dalam upaya untuk atau alibi paling nggak bahwa nggak mungkin kita lakukan Pemilu. Tapi balik pada tadi, kalau itu diucapkan Pak Jokowi dan Jokowi tahu bahwa dia diuntungkan dengan itu, sebetulnya ada cara lain, yaitu lakukan saja konsolidasi baru supaya terlihat Jokowi sebetulnya punya kepentingan dengan pemilu, tetapi dia belum punya partai yang bisa mengamankan dia. Kan itu lebih jelas kalau suasana itu diperlihatkan. Mustinya fair saja, Jokowi tetap adalah seorang politisi yang ingin agar supaya ada pada partai yang bisa lindungi dia nanti. Kan cuma itu problemnya. Jadi kalau ditunda pun dan Pak Jokowi nggak dapat kejelasan siapa yang akan merawat dia pasca lengser, itu juga berbahaya. Nah, persiapan-persiapan politik ini yang saya kira belum rapi. Kalau dibilang Pak Jokowi sudah mampu nggak mengasuransikan dua putranya itu sebagai pengganti dia nanti, atau nggak secara politis bisa berbunyi di 2024. Ternyata nggak juga. Jadi itu kecemasan seorang pemimpin yang sudah berada di ujung tebing, tapi untuk mengatakan bahwa saya bisa tinggalkan bangsa ini secara aman, dia nggak bisa ucapkan itu. Padahal tebingnya sudah ditunggu-tunggu dibawa oleh oposisi. Oposisi memang nggak punya kemampuan, tapi keadaan kelihatannya sedang berpihak pada posisi itu. Makin banyak orang yang percaya bahwa 0% itu adalah hal yang mutlak musti diiyakan. Banyak yang lihat bahwa gerakan buruh dan emak-emak serta mahasiswa itu enggak bisa dicegah. Jadi oposisi justru kalau oposisi di luar ya buat kita senang-senang saja. Yang potensi beroposisi dari dalam itu makin lama makin banyak. Itu yang akan menggerakkan kita. Akhirnya mereka yang sedang berkuasa sekarang, terutama partai-partai politik, mengerti bahwa keadaan nggak bisa diselamatkan. Tapi kalau kita mengucapkan kan itu tidak akan didengar. Tapi kan kasak-kusuk dan bisik di antara polisi kan kita dengar setiap hari. (Ida/mth)
Liberalisasi Perdagangan Hancurkan Pertanian Rakyat
Jakarta, FNN ---Peneliti Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Meli Triana menilai liberalisasi perdagangan ditengah kemampuan sektor pertanian domestik dan daya saing yang lemah di pasar global, telah meruntuhkan banyak usaha pertanian rakyat serta menciptakan ketergantungan pada impor yang tinggi dan permanen. “Liberalisasi pasar pangan telah mendorong impor pangan secara berlebihan, termasuk melalui jalur ilegal, sehingga secara jelas merugikan, bahkan menghancurkan pertanian rakyat,” kata Meli dalam keterangan tertulisnya, Selasa (19/07/2022). Meli mencontohkan pasca krisis 1997, liberalisasi pasar kedelai dilakukan atas dorongan Dana Moneter Internasional (IMF). Sepanjang 1998 – 2001, impor kedelai melonjak hampir dua kali lipat, dari sebelumnya di kisaran 800 ribu ton, menembus 1,4 juta ton. Di saat yang sama (1998-2001), produksi kedelai domestik jatuh drastis dari 1,3 juta ton menjadi hanya kisaran 850 ribu ton, dan sejak saat itu tidak pernah mampu bangkit kembali hingga kini. “Indonesia kini rutin mengimpor kedelai lebih dari 2 juta ton setiap tahunnya. Terakhir, pada 2021, ketika impor kedelai mencapai 2,5 juta ton, produksi kedelai nasional hanya sekitar 425 ribu ton, bahkan disinyalir hanya di kisaran 240 ribu ton,” ungkap Meli. Kerentanan Pangan Bergantung pada pasar pangan global memunculkan kerentanan yang tinggi pada ketahanan dan kemandirian pangan nasional. Kerentanan terbesar datang dari ketidakpastian pasokan dan harga pangan internasional. “Lonjakan harga pangan dunia ditengah ketergantungan tinggi pada impor, memunculkan kerentanan, yang bahkan masih terjadi pada komoditas pangan utama yaitu beras,” tutur Meli. Dalam dua dekade terakhir, sepanjang 2001 – 2021, harga beras impor telah melonjak dari kisaran 200 dollar AS per ton menjadi 450 dollar AS per ton. Pada rentang waktu yang sama, Indonesia tercatat beberapa kali melakukan impor beras dalam jumlah signifikan, antara lain tahun 2011 (2,8 juta ton) dan 2018 (2,3 juta ton). “Kewaspadaan menjadi keharusan ketika produksi domestik sangat ringkih. Dalam 4 tahun terakhir, produksi beras Indonesia cenderung menurun, dari 33,9 juta ton pada 2018, menjadi 31,4 juta ton pada 2021,” ujar Meli. Meli melihat bahwa, kasus impor bawang putih bahkan memberi indikasi bahwa harga pangan global yang murah akan menghancurkan produsen domestik. Sebelum krisis 1997, sekitar 80 persen kebutuhan nasional mampu dipenuhi produksi domestik. Harga bawang putih impor saat itu berada di kisaran 1.000 dollar AS per ton. “Namun pasca 1997, seiring liberalisasi impor, harga bawang putih impor jatuh secara drastis di kisaran 200 dollar AS per ton hingga 2005. Seiring itu, ketergantungan pada impor bawang putih melonjak drastis dari kisaran 20 persen pada 1997 menjadi 90 persen pada 2005,” papar Meli. Sejak itu, diatas kehancuran petani bawang putih domestik, sekitar 95 persen kebutuhan bawang putih nasional dipenuhi dari impor. Namun, setelah produksi domestik hancur dan ketergantungan impor sangat tinggi, harga bawang putih impor terus naik secara progresif. “Bila pada 2009 harga bawang putih impor hanya di kisaran 400 dollar AS per ton, kini pada 2021 telah menembus 1.100 dollar AS per ton. Di periode yang sama, impor bawang putih terus meningkat dari kisaran 400 ribu ton pada 2009 menjadi kisaran 600 ribu ton pada 2021,” ucap Meli. Ketergantungan Indonesia pada gandum pun sangat mengkhawatirkan karena gandum sepenuhnya di-impor dan Indonesia kini, sejak 2019, telah bertransformasi menjadi importir gandum terbesar di dunia. Pada 1970-an, impor gandum hanya di kisaran 500 ribu ton, kemudian melonjak di kisaran 3 juta ton pada 1990-an, dan kini telah menembus 11 juta ton. “Pada krisis pangan global 2022, harga gandum pun terpengaruh dan melonjak hingga 40 persen, dari 377 dollar AS per ton pada Desember 2021 menjadi 522 dollar AS per ton pada Mei 2022,” ujar Meli. Arah kebijakan ke depan seharusnya mendorong gerakan pangan berkelanjutan yang dekat dengan konsep ketahanan dan kemandirian pangan. Mempromosikan pengembangan lumbung pangan lokal, usaha pertanian berbasis keluarga, serta akses ke pangan segar dan terjangkau dengan memberi penekanan pada keterikatan desa kota untuk kelancaran arus distribusi pangan. “Dalam kerangka kebijakan ini, mempertahankan lahan pertanian produktif dan pertanian skala kecil, terutama jawa, adalah sebuah keharusan,” saran Meli. (TG)
Demo Mahasiswa Cirebon Berakhir Ricuh, LaNyalla Minta Aparat Tidak Represif
Jakarta, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyoroti tindak kekerasan yang terjadi terhadap mahasiswa saat demo menolak pasal kontroversial RKUHP dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), di depan gerbang DPRD Cirebon, Senin (18/7/2022). Akibat keributan tersebut, sejumlah mahasiswa menderita luka-luka. Ada juga mahasiswi yang ambil bagian dalam demo ini juga dibuat histeris. “Saya berharap aparat bisa menahan diri. Hindari kekerasan terhadap para mahasiswa. Karena mereka adalah generasi penerus bangsa dan memiliki hak menyampaikan pendapat. Saya berharap tidak terjadi lagi hal-hal seperti ini,” tutur LaNyalla. Senator asal Jawa Timur itu mengatakan, tindakan represif harusnya tidak dibenarkan dalam menangani demonstrasi masyarakat. “Selama demo berlangsung kondusif, tetap mengedepankan persuasif. Oleh sebab itu, saya juga mengimbau adik-adik mahasiswa meminimalisir peluang hadirnya provokator dalam setiap aksi. Sehingga bentrokan tidak perlu terjadi dalam setiap aksi jalanan,” katanya. Di mata LaNyalla, melihat situasi yang terjadi di masyarakat saat ini memang memaksa para mahasiswa untuk turun ke jalan. Ia berharap pemerintah peka dengan kondisi masyarakat. “Di tengah kenaikan harga-harga, termasuk BBM, masyarakat dihadapi lagi dengan adanya pasal-pasal RKHUP yang kontroversial. Untuk itu, pemerintah seharusnya tidak membuat suasana semakin keruh dengan menghadirkan kebijakan yang membuat massa beraksi,” tegasnya. Dalam demonya, para mahasiswa Cirebon mengusung dua tuntutan yakni terkait pasal kontroversial RKUHP dan tolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Mahasiswa mempertanyakan 4 pasal dalam RKUHP yang dinilai kontroversial dan seharusnya tidak ada di RKUHP. Dalam keterangan tertulis, mahasiswa mempersoalkan Pasal 218, 241, 351, dan 256 di RKUHP. Diketahui, dalam Pasal 218 terkait dengan penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden. Pasal ini, dinilai dapat menyebabkan multitafsir. Juga bisa menimbulkan pandangan otoriter. Di pasal 241 mengenai ujaran kebencian juga dinilai multitafsir. Sebab, tidak ada garis batas antara ujaran kebencian dan kritik yang dilayangkan kepada pemerintah. Pada pasal 351 yang dipersoalkan juga dikhawatirkan dapat digunakan untuk membungkam kritik yang dilayangkan kepada pemerintah. Berikutnya pasal 256 terkait pemberitahuan dalam sistematika aksi. Karena bersifat pemberitahuan dan koordinasi, seharusnya tidak dimaknai sebagai perizinan. (mth/*)
Ada Operasi Kontra Intelijen di Balik Kasus Polisi Tembak Polisi
AKHIRNYA Irjen Ferdy Sambo dinonaktifkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dari jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri, Senin (18/7/2022). Pada waktu bersamaan pula, keluarga mendiang Brigadir Joshua melaporkan kasus penembakan Joshua ini ke Bareskrim Polri. Pengacara keluarga Brigadir Yoshua telah melaporkan dugaan pembunuhan ke Bareskrim Polri. Laporan dugaan pembunuhan itu teregister dengan nomor: LP/B/0386/VII/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI, tanggal 18 Juli 2022. Jenderal Listyo Sigit mengatakan Div Propam Polri akan dipimpin Wakapolri Komjen Gatot Eddy. Dia menyebut penonaktifkan dilakukan untuk menjaga transparansi proses pengusutan kasus ini. “Pada malam hari ini kita putuskan Irjen Pol Ferdy Sambo untuk sementara dinonaktifkan,\" kata Jenderal Listyo Sigit, Senin (18/7/2022). Kanal Rocky Gerung Official, Ahad (17/7/2022) mengulas kasus penembakan yang terjadi di Rumah Dinas Kadiv Propam, Jum’at (15/7/2022) dalam dialog antara wartawan senior FNN Hersubeno Arief dengan pengamat politik Rocky Gerung. Berikut petikannya. Kayaknya penting ngomongin lebih lanjut berkaitan dengan soal privasi dari seseorang, yang saya kira di Indonesia sekarang ini dengan mudah dilanggar begitu saja. Tetapi, satu sisi kalau kita lihat, kita tidak akan menyoroti kasus penembakan di tempat Ferdy Sambo karena hal itu biar tim khusus yang akan menyelidiki. Tapi saya mengamati justru ini berbahayanya adalah dalam situasi sekarang ini kalau mereka tidak membuka dengan transparan, kredibilitas kepolisian bisa makin berat karena orang sekarang dengan mudah mencari jejak-jejak digital, menunjukkan fakta-fakta dan sebagainya. Saya misalnya kemarin mengikuti bagaimana pengacara dari Brigadir Joshua yang menunjukkan data yang saya simak sangat sulit untuk disembunyikan. Ya, akhirnya semua kejadian yang melibatkan kecurigaan itu, orang andalkan pada kesaksian ahli. Tetapi kesaksian ahli membutuhkan bukti dan fakta yang semuanya disimpan di dalam CCTV. Di ujung cerita semacam ini, orang menganggap memang ada penghilangan barang bukti, lalu orang kaitkan mulai dari Kilometer 50 sampai ke rumah pejabat Polri. Jadi penting sekali untuk mengembalikan kesadaran publik melalui kejujuran informasi dari penegak hukum bahwa CCTV itu tidak mungkin tidak bisa ditemukan. Jadi bilang saja itu ada yang merusak, tapi kami akan usahakan untuk menemukan kembali dengan menghubungi operator segala macam. Itu melegakan publik sehingga publik merasa bahwa kenapa sistem dipasang hanya untuk mengintai kami rakyat. Kalau pejabat yang berbuat kejahatan kenapa kita nggak boleh intai juga. Jadi sebetulnya itu intinya. Jadi bagian-bagian ini sebetulnya menjelang Pemilu nanti itu pasti akan banyak CCTV dipasang sebetulnya untuk melihat ini gerakan massa pro siapa ini. Itu bahayanya kalau the big brother is watching us. Ini sebetulnya intinya. Jadi jurnalis terpaksa musti cari akal, cari jalan lainnya untuk mengintai kejadian-kejadian atau peristiwa yang sengaja disembunyikan. Kalau jurnalis mengintai itu dan menimbulkan kontroversi kemudian dianggap sebagai provokasi, bukan. Itu justru terjadi karena ruang-ruang inti publik itu dikendalikan oleh the big brother. Itu sebetulnya. Iya, kemaren saya bicara dengan salah satu dewan pers, ketua bidang pengaduan dan berdayakan etika pers, karena keluarga Ibu Ferdy Sambo konsultasi dengan dewan pers. Saya kira langkah bagus kalau ada bicara-bicara soal pers. Karena ada media yang sudah mulai melanggar privasi, misalnya menampilkan foto-foto keluarga Pak Ferdy Sambo, terutama anak-anaknya. Saya kira ini kita sepakat tidak boleh dilakukan, tapi satu sisi dewan pers mengingatkan polisi ini agar jangan ditutup-tutupi. Kalau ditutupi kan malah menjadi semakin liar dan itu berbahaya. Ya, itu pentingnya kita bedakan antara privasi dari ibu itu dan logika dari peristiwa ini. Jadi semakin privasi itu disembunyikan, semakin orang ingin membongkar apa sebetulnya yang privasi. Apa benar itu privasi? Tetapi, sekali lagi saya tetap berpendirian bahwa lindungi privasi dari Ibu Putri ini lalu proses tuntutan hukum dari keluarga Joshua. Jadi dua hal tersebut sebetulnya yang harus kita peka. Dan kepekaan itu muncul kalau penyidikan itu kita anggap ada permainan dalam penyidikan. Jadi betul-betul ini ketegangan antara profesionalisme saintifik dari Polri dan asas-asas dari perlindungan korban. Ini intinya. Saya melihat ada dua korban di situ, satu adalah Ibu Putri yang menjadi korban sensasi; yang kedua adalah almarhum Joshua yang jadi korban ketidakpastian. Keluarga minta kepastian, karena itu menyangkut harga diri dan harga marga bahkan di dalam dalam kultur Batak itu. Satu warga meninggal secara tidak wajar, itu menimbulkan pembicaraan yang akan berkepanjangan. Demikian juga kasus di kamar Ibu Putri. Itu apa yang ada di situ? Diproteksi dulu sebelum ada fakta-fakta tersebut muncul. Jadi pekerjaan ini memang pekerjaan gampang, tetapi ketelitian itu yang akan menghasilkan kelegaan. Selama ketelitian itu hanya didasarkan pada sumber yang kita anggap polisi lagi turun citranya karena itu orang nggak percaya keterangan polisi. Jadi, ya polisi musti bangkitkan kembali kepercayaan publik, baru data-data polisi itu dimengerti oleh publik. Dan itu akan mendudukkan masalah secara proporsional. Nah, misalnya begini, sekarang ini kalau nggak usah orang yang aktif di media sosial, orang seperti Anda, seperti saya, yang tidak punya akun medsos saja itu terpaan dari media sosial luar biasa melalui Whatsapp. Dan beberapa hari ini kan beredar semacam utas atau threat.... di Twitter. Tapi kan kita selalu dapat juga kiriman-kiriman itu, namanya opposite, itu dia bisa menggambarkan dengan detil apa sebenarnya peristiwa yang terjadi di balik layar pada keluarga Ferdy Sambo. Soal kebenarannya kita nggak tahu, tapi publik itu memang sangat mempercayai itu. Itu kan bahaya sekali. Dan saya kira orang sekarang ini cenderung percaya pada akun-akun semacam ini dibandingkan dengan keterangan resmi dari Humas atau dari Kapolres yang ternyata belepotan begitu konstruksinya. Ya kadangkala kita anggap bahwa ini akun-akun yang kita enggak tahu dikelola oleh siapa. Bisa juga dikelola oleh kaum intelijen, atau justru oleh intelijen melalui aktivitas counter intelijen. Untuk apa? Untuk mancing data. Untuk mancing opini atau macam-macam. Tapi, tetap intinya kalau masyarakat punya kepercayaan pada presisi maka orang akan cari oposisi. Opposite. Jadi orang nunggu presisinya. Selama presisi belum dipulihkan, kemampuan presisi dari Polri untuk meyakinkan bahwa kami bekerja profesional, maka orang akan cari berita-berita semacam itu, yang isinya pasti sensasi. Karena setiap orang akan ngarang saja kan? Tapi yang nggak boleh ngarang itu presisinya Polri. Semakin cepat presisinya ditemukan atau presisinya diucapkan, maka orang nggak akan lagi mengakses situs-situs semacam itu. Tetapi, sekali lagi, peristiwa ini kan peristiwa yang seolah-olah peristiwa besar menyangkut para selebritis itu. Dan, mungkin sekali juga memang di belakang itu ada hal-hal yang bersifat selebritis. Ini soalnya akan panjang. Sama seperti dulu kita lihat beberapa kasus yang menyangkut orang-orang terkenal jadi panjang ceritanya. Nah, memperpanjang ini justru akan menghilangkan kesempatan kita untuk fokus pada hal-hal yang lebih mendasar, yaitu dapur emak-emak, presidential threshold, kasak-kusuk Pak Jokowi yang masih menginginkan tiga periode, Saudara Ganjar Pranowo yang ternyata tidak bisa dihajar oleh PDIP. Jadi, soal-soal semacam ini musti kita bikin pertimbangan jangan sampai urusan publik, yaitu masa depan kita dalam politik terutama, hilang jejaknya oleh berita-berita yang ada di dalam kasak-kusuk media massa hari ini tentang Pak Polisi. Banyak sebenarnya yang mempertanyakan apa pentingnya sebagai kita mengurusi persoalan internal polisi ini. Biarkan ini polisi mengurus atau menyelesaikan persoalan secara internal. Saya kira mungkin kita nggak bisa berpikir semacam itu, karena bagaimanapun ini urusan polisi juga berkaitan dengan kepentingan publik. Ketika lembaga seperti polisi yang harusnya sangat dipercaya oleh publik, tapi kemudian muncul dis-thrust public, ini menjadi sangat serius, kalau menurut saya. Justru publik menginginkan polisi ini pulih otoritasnya, pulih integritasnya. Intinya itu. Jadi bukan karena publik seolah-olah cerewet minta kepastian, bukan. Karena publik menganggap jangan sampai hal semacam ini diloloskan kembali sebagai peristiwa yang kemudian ditutup tanpa keterangan. Kan itu yang selalu terjadi. Jadi tetap harus disiapkan cara supaya polisi itu betul-betul menganggap bahwa dia sedang dikritik untuk perbaikan. Karena dari awal orang sudah merasa: lo kok sudah tiga hari tidak ada beritanya. Lalu mulai orang-orang tertentu di kepolisian yang sudah purnawirawan bikin analisis. Dan berkembanglah isu itu ke mana-mana. Nah, jaringan analisis ini yang kemudian lebih dianggap oleh pers sebagai justru narasumber utama dan menimbulkan kepastian bahwa kita sebetulnya bisa bongkar kasus ini kok. Karena banyak orang yang merasa bahwa saya bisa jadi saksi, saya tahu jejak digital yang disembunyikan, saya paham tentang keadaan di sekitar lokasi itu. Tetapi kita tahu Pak Polisi juga paham itu. Yang jadi susah, polisi tentu mulai mencicil alat bukti, mencicil keterangan. Sementara, publik tidak sabar untuk menunggu itu. Musti ada satu fasilitas yang disediakan Polri dengan cara yang agak moderat mengundang wartawan untuk update terus, sebelum wartawan itu nyari berita di sumber-sumber lain. Kan tugas wartawan untuk mencari berita bukan sekadar dari kepolisian. Kan itu bagian dari jurnalis investigatif. Misalnya kita lihat tampilnya seorang ketua RT yang kebetulan juga jenderal, jenderal polisi pula, yang lebih keterangan-keterangannya itu membuat kening publik jadi berkenyit. Ada apa ini? Tanda tanya. Kemudian ada wartawan yang dirampas oleh oleh oknum polisi juga video-video siarannya, meskipun kemarin sudah dikembalikan dan polisi minta maaf. Ada juga pernyataan Pak Mahfud MD sebagai ketua eks official dari Kompolnas, yang mengingatkan Pak Kapolri untuk segera menonaktifkan. Meski bahasanya tidak dari Pak Mahfud. Pak Mahfud menyatakan “mendengar soal ini”, itu dia menyatakan “jangan sampai lumbungnya terbakar sementara tikusnya, kan sudah tahu Pak Kapolri bagaimana mengejar tikus. Belum lagi Komisi III DPR dari PDIP yang terus mengawal kasus ini dengan serius. Saya kira tidak salah kalau publik mencurigai ada sesuatu di balik ini semua. Saya mengusulkan, kan Pak Sigit bikin tim yang agak meluas itu, termasuk Komnas HAM. Sangat mungkin kalau Komnas HAM itu kepercayaannya bisa dipulihkan karena Komnas HAM juga dalam kasus Km 50 itu enggak jelas arahnya. Kan Komnas HAM masuk di situ. Mungkin bagi tugas saja bahwa hal-hal yang menyangkut hak asasi untuk sementara sebelum masuk ke pengadilan, percayakan pada Komnas HAM, supaya Komnas HAM itu punya semacam kedudukan moral yang agak baik. Jadi begitu Komnas HAM mengucapkan sesuatu, mustinya di-backup oleh pers. Karena sekarang pers nggak percaya pada Komnas HAM. Jadi ini awalnya penguatan kepercayaan publik pada institusi itu. Institusi Komnas HAM, institusi Kompolnas, atau pengamat independen terhadap polisi itu. Jadi harus ada semacam adress pertama dari Pak Sigit bahwa kami Polri melakukan aktivitas yang merupakan tupoksi kami, yaitu riset saintifik terhadap perkara on-site. Selesai satu masalah itu. (Ida/mth)