NASIONAL

Rocky Gerung: Apapun yang Kalian Ajukan, Pasti Kami Tolak!

AKHIRNYA Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan DPD RI terkait Pasal 222 Undang-Undang Pemilu tentang ambang batas pencalonan (Presidential Threshold-PT) dalam perkara Nomor 52/PUU-XX/2022. Seperti halnya gugatan PT lainnya, MK menilai DPD tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam perkara tersebut.   Dalam perkara serupa, MK menerima kedudukan hukum Partai Bulan Bintang (PBB), namun dalam amar putusannya, MK menolak permohonan PBB untuk seluruhnya. Karena MK tetap pada pendapatnya, Pasal 222 UU Pemilu Konstitusional dan mengenai angka ambang batas yang ditetapkan, merupakan open legal policy (kewenangan pembuat Undang-Undang).  Atas putusan yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman, Kamis (7/7/2022) pukul 11.09 WIB tersebut, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyatakan, hal itu adalah kemenangan sementara Oligarki Politik dan Oligarki Ekonomi yang menyandera dan mengatur negara ini.  “Mengapa saya katakan kemenangan sementara? Karena saya akan memimpin gerakan mengembalikan kedaulatan negara ini ke tangan rakyat, sebagai pemilik sah negara ini. Tidak boleh kita biarkan negara ini dikuasai oleh Oligarki,” tegas LaNyalla di Makkah, Saudi Arabia, Kamis (7/7/2022).  Ditambahkan LaNyalla, kedaulatan rakyat sudah final dalam sistem yang dibentuk oleh para pendiri bangsa. Tinggal kita sempurnakan. Tetapi kita bongkar total dan porak-porandakan dengan Amandemen yang ugal-ugalan pada 1999-2002 silam.  “Dan, kita menjadi bangsa yang telah durhaka kepada para pendiri bangsa. Akibatnya tujuan negara ini bukan lagi memajukan kesejahteraan umum, tetapi memajukan kesejahteraan segelintir orang yang menjadi Oligarki Ekonomi dan Oligarki Politik,” tegasnya.  Terkait putusan MK tersebut, wartawan senior FNN Hersubeno Arief bersama pengamat politik Rocky Gerung membahasnya di kanal Rocky Gerung Official. Berikut petikannya. Topik ini sangat serius karena hari ini sudah diputuskan gugatan Presidential Threshold 20 persen Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti ditolak MK. Waktu itu mengusulkan kalau sampai ditolak maka bubarkan saja Mahkamah Konstitusi karena ini kan lembaga tinggi negara, berarti ini akan terjadi konflik antara kedua lembaga tinggi negara, Mahkamah Konstitusi dan DPD. MK memutuskan, mungkin dia akan sebut itu seperti biasa, alasan formilnya nggak terpenuhi. Yang kedua bahwa kasus ini sudah diajukan berkali-kali, masuk dalam prinsip nebis in idem, misalnya. Jadi semua hal yang sebutnya kita bisa proyeksi, itu akan jadi alasan penolakan. Dan kelihatannya memang itu, karena bagaimana kita mau pastikan bahwa MK ini punya kemuliaan kalau semua orang atau semua kasus diajukan dengan dalil yang sama, tapi kemudian ditolak juga dengan dalil yang itu juga. Jadi, ini nebis in idem, sebuah kasus yang sudah diadili, tidak boleh diadili lagi. Ini open legal policy. Apalagi Anda nggak punya legal standing. Sekarang partai punya legal standing tapi akan dicarikan ya Anda punya legal standing tapi belum 20%. Kira-kira begitu. Kalau DPD itu mungkin dianggap itu karena Pak LaNyalla mau nyapres maka Pak La Nyalla akan berupaya supaya DPD punya hak untuk nyapres, bikin calon juga. Jadi, hal-hal begini akan dimanipulasi oleh pakar-pakar hukum tatanegara yang memang sudah disewa untuk dipersiapkan memberi argumen. Jadi tetap kita anggap bahwa kita musti terus lakukan saja kan judicial review. Sebab di ujungnya akhirnya MK akan bingung sendiri. Kalau begitu bagaimana kita buat dalil baru kalau di awal sudah ditutup kemungkinan untuk judicial review. Jadi bilang saja dari awal bahwa kami MK, apapun yang kalian ajukan itu akan kami tolak. Jadi gampang, tapi bagus juga ini akan jadi perlawanan politik. Tetap saya percaya Pak LaNyalla itu, dia betul-betul orang yang paham bahwa tidak boleh ada sedikitpun penyimpangan konstitusi. Lain dengan DPR yang mau zig-zag saja. Jadi DPD ini betul-betul yang disebut penjaga konstitusi yaitu DPD akhirnya, melalui profil LaNyalla Mattalitti yang terus menyala. Orang mulai sorot beliau sebagai, dia punya ambisi. Ya kenapa memang kalau beliau punya ambisi, dalam rangka memperlihatkan, ada alternatif. Ternyata musti biasakan melihat bahwa DPD itu wakil rakyat yang riil, bukan wakil partai. Karena dia dipilih langsung. Itu juga berarti bahwa politik Indonesia nggak harus melalui partai di DPR. Lewat DPD bisa. DPD bukan partai, tapi bisa mengajukan calon harusnya untuk memimpin negeri. Berkaitan dengan itu sekarang sudah ada partai yang mengajukan judicial review kemarin, PKS setelah kita dorong-dorong, kita tunggu sekian lama gitu akhirnya muncul juga. Dan formulasinya menarik. Dia tidak ingin membatalkan PT 20% tapi dia menyatakan 7-9 persen. Dan itu ada reasonnya, yaitu rerata suara terbawah di DPR. Ya ini antara idealisme dan pragmatisme. Jadi resultantenya ujung paling kanan idealisme, ujung paling kiri pragmatisme dengan tegangan oportunisme. Jadi orang menilai PKS tanggung juga. Kalau mau jujur atau mau lurus bilang saja, oke kami menginginkan tujuh persen karena itu setara dengan rata-rata minimal yang harus dihasilkan dalam pemilu, misalnya. Tapi, yang kami maksudkan tujuh persen itu adalah hasil pemilu 2024. Jadi pemilihan legislatifnya didahului, dong. Itu lebih jujur. Kan tetap point adalah pakai tiket yang kadaluarsa. Kalau dibikin tiket yang baru juga tetap dasarnya ini kadaluwarsa. Jadi musti lebih terang-terangan PKS.  Oke, kami setuju ada negoisasi politik ya karena memang politik semacam dukungan legitimasi di parlemen. Tapi, legitimasi setelah diketahui bahwa kebutuhan legitimasi itu sekian persen oleh hasil pemilu 2024. Itu sebetulnya gampang saja kan. Kita juga setuju kalau soal angka kita bisa bilang, mungkin bisa disamakan dengan threshold parlemen, empat persen atau dua persen juga enggak ada soal. Tetapi jangan pakai tiket lama, itu yang kita selalu anggap bahwa ini curang. Anda mau masuk dalam garis start yang Anda tentukan sendiri itu. Bukan begitu. Kita tentukan sama-sama. Kapan ditentukannya itu. Ya setelah kita lihat hasil legislatif. Nah itu memang konsekuensinya musti dipisah pemilihan. Tunggu saja. Nggak apa-apa. Tunggu dua bulan setelah registrasi anggota legislatif dipilih kan gampang saja. Jadi demi menyelamatkan demokrasi, jangan tidak jujur. Seolah-olah mau menggugat, tapi di belakangnya tetap tidak paham bahwa yang mereka usulkan itu juga tiket lama. Kita mau minta kejelasan dari PKS sebetulnya. Kan PKS temen kita juga. Teman berkonstitusi. (mth/sws)

LaNyalla: Negara Ini Makin Sekuler, Liberalis dan Kapitalis!

Jakarta, FNN - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Muttalitti menegaskan, perjuangannya mengembalikan kedaulatan rakyat setelah ia bertransformasi menjadi pejabat negara. Menurut wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam Kanal Hersubeno Point, Rabu (6/7/2022), hal ini disampaikan LaNyalla untuk menanggapi banyak pertanyaan dan komentar di media Sosial baik itu grup WA maupun di Twitter atau media sosial lainnya. Ada banyak pertanyaan dari beberapa kalangan, mengapa LaNyalla akhir-akhir ini kritis dengan narasi-narasi fundamental tentang negara ini. Dulu-dulu LaNyalla kemana? “Begitu inti dari pertanyaan jika saya simpulkan,” tutur La Nyalla, selasa, 28 Juni 2022. Berikut petikan jawaban LaNyalla yang disampaikan melalui Hersubeno Point secara lengkap: Bagi saya pertanyaan-pertanyaan seperti itu wajar terutama bagi mereka yang tidak mengikuti perjalanan saya sejak dilantik menjadi ketua DPD RI pada tanggal 2 Oktober 2019 dini hari yang lalu. Karena sejak saat itu saya menyadari betul bahwa saya telah melakukan transformasi posisi dari sebelumnya pengusaha menjadi pejabat negara dari sebelumnya aktivis organisasi di ormas menjadi pejabat negara di Lembaga Negara yang mewakili daerah maka sejak saat itu saya putuskan untuk keliling ke semua daerah di Indonesia. Untuk apa? Untuk melihat dan mendengar langsung suara dari daerah. Agar lembaga DPD RI ini memiliki manfaat sebagai wakil daerah apalagi Lembaga ini dibiayai dari APBN meskipun jauh lebih kecil dibanding DPR RI. Hampir satu tahun awal masa jabatan saya terus berkeliling daerah bahkan diawal Covid dan apa yang saya temukan ada dua persoalan yang hampir sama yaitu ketidakadilan yang dirasakan masyarakat dan kemiskinan struktural yang sulit dilepaskan. Dari temuan itu, saya simpulkan bahwa dua persoalan tersebut adalah persoalan yang fundamental. Tidak bisa diatasi dengan pendekatan karitatif dan kuratif ibarat di dunia medis persoalan tersebut hanya simtom dari sebuah penyakit dalam Saya berdiskusi dan berdialog dengan banyak orang kolega di DPD RI dan sahabat memang benar persoalan tersebut ada di Hulu bukan di Hilir. Ini tentang arah kebijakan negara yang dipandu melalui konstitusi dan ratusan undang-undang yang ada, sehingga sering saya katakan ini bukan persoalan pemerintah hari ini saja atau Presiden hari ini saja. Tetapi persoalan kita sebagai bangsa. Oleh karena itu saat DPD RI menjadi penyelenggara sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2021 yang lalu saya mulai menyampaikan persoalan kebangsaan ke muka publik dalam sidang yang dihadiri semua lembaga negara saat itu. Termasuk Presiden dan Wakil Presiden. Sejak saat itu saya terus-menerus meresonansikan bahwa kita harus melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa karena negara ini semakin hari semakin sekuler, liberal dan kapitalis. Karena itu saya juga sampaikan berulang kali bahwa saya mengajak Semua pejabat negara untuk berpikir dan bertindak sebagai negarawan bukan politisi karena negarawan tidak berpikir Next Election. Tetapi berpikir Next Generation. Saya menyadari betul bahwa sebagai pejabat negara saya disumpah untuk taat dan menjalankan konstitusi dan peraturan perundangan yang berlaku. Tetapi sebagai manusia saya dibekali akal untuk berfikir dan qalbu untuk berzikir. Sehingga saya selalu memadukan akal, pikir dan zikir. Saya melihat ada persoalan di dalam konstitusi kita dimana kedaulatan rakyat di dalam sistem demokrasi perwakilan yang didisain oleh para pendiri bangsa sudah terkikis dan hilang bahkan kita telah meninggalkan Pancasila sebagai grondslag negara ini. Puncak dari semua itu adalah saat kita melakukan amandemen konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 silam dengan cara yang ugal-ugalan dan tidak menganut pola adenddum, sehingga kita menjadi bangsa yang lain. Karena itu wajar bila Profesor Kaelan dari UGM dari hasil penelitian akademiknya menyimpulkan bahwa amandemen 1999 hingga 2002 silam bukanlah amandemen atas konstitusi tetapi penggantian konstitusk. Saya tidak perlu mengulas panjang lebar di sini silakan dibaca sendiri hasil penelitian tersebut.. tetapi yang pasti sejak amandemen itu semakin banyak lahir undang-undang yang menyumbang ketidakadilan dan kemiskinan struktural dan itulah yang saya temukan setelah saya berkeliling ke 34 provinsi di Indonesia. Mengapa itu terjadi? Karena telah meninggalkan madzhab ekonomi, pemerataan dan meninggalkan perekonomian yang disusun atas azas kekeluargaan dengan membiarkan ekonomi tersusun dengan sendirinya oleh mekanisme pasar. Kita telah meninggalkan ciri utama dari demokrasi Pancasila dimana semua elemen bangsa ini yang berbeda-beda harus terwakili sebagai pemilik kedaulatan utama yang berada di dalam sebuah lembaga tertinggi di negara ini. Kita telah meninggalkan sistem demokrasi yang paling sesuai dengan watak dasar dan DNA bangsa yang super majemuk ini dimana demokrasi dilakukan dengan pendekatan konsensus bukan dengan pendekatan mayoritas. Akibatnya tidak ada lagi ruang bagi elemen Civil Society nonpartisan untuk ikut menentukan arah perjalanan bangsa ini, karena hanya partai politik yang pada prakteknya menjadi penentu. Sehingga Pancasila sekarang seperti zombie, Walking Dead atau istilah lainnya Pancasila Not Found dan negara ini akhirnya dibajak oleh bertemunya oligarki ekonomi dengan oligarki politik. Inilah yang saya sebut dengan kita sebagai bangsa telah durhaka kepada para pendiri bangsa, telah durhaka kepada para pahlawan yang merelakan nyawanya dengan dua pilihan kata saat itu, yaitu; Merdeka atau Mati ! Sebuah semboyan yang kini terasa absurd. Padahal itu semua mereka lakukan demi kemerdekaan, demi perwujudan kecintaan pada tanah air dan demi satu harapan mulia agar tumbuh generasi yang lebih baik. Tetapi hari ini yang tumbuh adalah oligarki ekonomi yang menyatu dengan oligarki politik yang menyandera kekuasaan agar negara tunduk dalam kendali mereka. Bagi saya untuk memperbaiki Indonesia harus dimulai dengan murnikan kembali demokrasinya artinya mengembalikan demokrasi yang selama ini digenggam kalangan oligarkis yang rakus kepada kaum intelektual yang beretika, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Karena kita merdeka oleh kaum intelektual, kaum yang beretika, kaum yang bermoral dan berbudi pekerti luhur yaitu para pendiri bangsa kita bukan partai politik, karena berdirinya partai politik sebagai bagian dari tata negara adalah setelah wakil presiden Muhammad Hatta mengeluarkan maklumat Wakil Presiden pada tanggal 3 November 1945. Maklumat itu pun diberi Restiksi yang sangat jelas dan tegas bahwa partai politik memiliki kewajiban untuk memperkuat perjuangan, mempertahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan rakyat. Sehingga maknanya jelas \"Partai politik memiliki kewajiban untuk ikut memperjuangkan visi dan misi dari lahirnya negara ini, di mana reksinya jelas tercantum di alinea kedua Pembukaan konstitusi yaitu untuk menjadi negara yang merdeka, bersatu berdaulat, adil dan makmur, sedangkan misi negara juga jelas tertulis di alinea keempat Pembukaan konstitusi kita yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia perdamaian abadi dan keadilan sosial\". Saya meyakini masih banyak kader partai politik yang memiliki idealisme yang sangat ideologis dengan platform perjuangan partainya tetapi dengan mekanisme pemilihan anggota DPR yang memberikan peluang kepada peraih suara terbanyak maka mereka seringkali tersingkir dalam pemilu karena keterbatasannya. Saya juga meyakini masih ada anggota DPR RI yang masih memiliki idealisme yang sangat ideologis dengan Papua perjuangan partainya tetapi dengan mekanisme satu suara fraksi dan aturan recal, serta ancaman PAW tentu melemahkan perjuangan tersebut. Dan bangsa ini sudah tidak mengerti lagi kedalaman makna dari kata Republik yang dipilih oleh para pendiri bangsa sebagai bentuk dari negara ini padahal dalam kata Republik tersimpul makna filosofis yang sangat dalam yakni Res publica yang artinya kemaslahatan bersama dalam arti seluas-luasnya. Itulah mengapa kesadaran kebangsaan ini harus kita resonansikan kepada seluruh elemen bangsa ini bahwa kedaulatan rakyat harus kita rebut kembali, karena rakyat adalah pemilik sah negara ini. Silakan partai politik sibuk menyusun koalisi tetapi rakyat juga berhak menyusun polisi yaitu kualisi rakyat bersatu untuk perubahan Indonesia yang lebih baik. Saya berharap para mantan aktivis progresif yang sekarang menjadi komisaris-komisaris di BHMN dan pejabat negara tidak berubah menjadi taqlid buta sehingga menjadi pejuang anti perubahan dan menjadi politisi yang berpikir keras tentang Next Elextion. (mth/sws)

Pengurus ACT yang Bermasalah, Kenapa Islam yang Difitnah?

Jakarta, FNN – Lembaga aksi cepat tanggap (ACT) belakangan ini menjadi perbincangan hangat publik terkait dituding menyelewengkan dana donasi sumber umat untuk kepentingan pribadi dan memperkaya petinggi ACT dengan menerima gaji yang jumlahnya sangat fantastis. Perusahaan yang telah berjalan selama 17 tahun ini dicurigai melakukan penyelewengan bermula dari gaji pimpinan yang diketahui mencapai Rp 250 juta perbulan, sedangkan untuk petinggi level menengah ini sebesar Rp 80 juta. ACT mengembangkan aktivitasnya, mulai dari kegiatan tanggap darurat, kemudian mengembangkan kegiatannya ke program pemulihan pascabencana, pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, serta program berbasis spiritual seperti Qurban, Zakat dan Wakaf. Menurut wartawan senior FNN Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Rabu (6/7/22) pada awal pendirian lembaga ini diinisiasi oleh orang-orang dari dompet duafa, kemudian lepas dari sana, dan sekarang merupakan LSM swasta biasa, yang sekarang berkembang lebih cepat karena sifatnya inklusif, dan ini berada di bawah koordinasi Kemensos karena melakukan kegiatan kemanusiaan dan sosial. ACT juga memberikan banyak manfaat dan dirasakan banyak orang, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di puluhan negara lain, melalui aksinya. “Kalau begitu penyebutan dana umat itu tidak tepat juga ya karena dana umat itu seperti haji, infaq, sedekah, kalau ini kan dana umum, meskipun mayoritas umat islam yang menyumbang ke ACT ini,” ungkap wartawan senior FNN Hersubeno Arief. Agi mengatakan bahwa sumber dana lembaga ACT adalah dana umum, karena dari yang umum tadi baru terbagi dari berbagai macam program. Program khusus untuk orang Islam seperti zakat, wakaf melalui ACT. Namun, ada juga program umum, seperti pada saat terjadi bencana gempa di NTT, walaupun di sana banyak non-muslim tetapi ACT tetap turun, ini artinya dana untuk masyarakat luas, walaupun mungkin penyumbangnya kebanyakan masyarakat muslim. Persoalaan saat ini merupakan masalah internal di manajemen perusahaan, tetapi perkembangannya dibuat seperti seakan-akan ada konsep kriminal, seperti tuduhan dana umat di ACT untuk kegiatan terorisme dan lainnya. Sebenarnya hal ini gampang saja untuk menelusurinya karena ACT juga diaudit, maka dapat ditelusuri dari hasil audit tersebut. “Pelajaran berharga untuk mereka yang mengelola dana masyarakat seperti dana umat, betul-betul niatnya dengan hati bersih, kalau kemudian lihatnya secara komersial ini berbahaya, sayang sekali untuk lembaga ACT yang telah memiliki fondasi bagus, namun hanya gara-gara ulah sebagian pemimpin seperti itu, membuat ACT hancur,” ungkap Hersu panggilan akrab Hersubeno Arief. Lebih lanjut Hersu menyarankan dalam merespons masalah ini perlu dipikirkan secara mengisolasi isu negatif ini tidak bergerak menjadi bola liar, Di antaranya jangan kaitkan masalah ini dengan agama, tahun politik dan sebagainya. Kemudian Agi menegaskan janganlah kasus seperti ini dibawa ke narasi agama, karena kalau ini dibawa ke narasi agama, nanti umat islam mencari-cari kejelekan dari agama yang lain. “Plis untuk para bazzer jangan terus menerus kalau ada apa-apa selalu menggoreng,” tutup Hersu. (Ida/Lia)

PKS Gugat PT 20 Persen: MK Mau Tolak Dengan Dalih Apalagi?

RABU, 6 Juli 2022, ada moment penting berkaitan dengan soal yang sering kita gembar-gemborkan, soal nol persen. Ini tentang gugatan presidential threshold (PT) 20% yang diajukan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut wartawan senior FNN Hersubeno Arief, ini menarik karena kita tahu selama ini hakim MK selalu menolak dan menolak dengan alasan ini legal standing dan mereka tidak bisa mengkalkulasi kerugian akibat pelaksanaan PT 20%. Bagaimana pengamat politik Rocky Gerung melihat persoalan ini? Berikut ini petikan wawancara Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung dalam Kanal Rocky Gerung Official, Rabu (6/7/2022). Kalau partai politik seperti PKS, saya pengin tahu kira-kira apa lagi argumen dari Mahkamah Konstitusi untuk menolaknya. Dan saya yakin pasti akan ada upaya-upaya untuk menolak. Ya, ada semacam keputusasaan, sebab seluruh fasilitas yang memungkinkan kita pergi ke MK membawa dalil judicial review, itu langsung dibatalkan aspek formilnya, yaitu legal standing, kan itu terus-menerus. Padahal, ada aspek material, yaitu keadilan, kejujuran, peternakan oligarki. Kan semua itu diabaikan oleh Mahkamah Konstitusi. Sekarang ada masalah, kalau misalnya semua diabaikan lalu mau ngapain begitu. Jadi seumur hidup kita hidup dengan 20% karena nggak ada satupun yang punya legal standing sehingga orang bertanya-tanya, lalu legal standing-nya MK apa untuk menolak itu? Begitu filosofinya. Padahal, sebetulnya diperlukan semacam kelegaan dari Mahkamah Konstitusi untuk menerima argumennya, bukan menolak secara formal dulu soal legal standing. Legal standing itu bisa disusupkan kemudian di dalam persidangan justru, supaya ini terlihat bahwa ini berhak nggak berhak. Sekarang PKS dengan bagus mengajukan proposal judicial review karena dia punya legal standing untuk mencalonkan presiden versi dia sendiri. Nggak perlu ada koalisi kan? Itu sebetulnya dalil presidensialisme murni diajukan oleh PKS. Jadi kita akan mendukung itu, termasuk kita juga mendukung Partai Bulan Bintang (PBB) yang juga sudah mengajukan judicial review, bersama-sama juga dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai lembaga mengajukan. Kita mau tunggu itu. Sambil kita menunggu, kita perlu memberi semacam insentif bagi mereka yang menginginkan demokrasi ini dimulai dari titik nol. Jadi, kita akan mendorong terus supaya 0% itu diselesaikan. Tapi ada hal lain yang bisa kita pikirkan bahwa kalau mau bermain dengan logika bahwa Presiden itu harus memperoleh dukungan parlemen, ya pakai hasil pemilu 2004, bukan 2019. Kan garis lurusnya begitu. Ini legitimasinya betul-betul real-time, bukan legitimasi yang diangankan ke belakang. Itu juga sudah banyak sekali kita bahas soal-soal semacam itu. Oh iya, kalau soal tiket baru ini kelihatannya yang digugat oleh partai Gelora, dan sampai sekarang juga belum ada putusannya. Ini yang diajukan Gelora adalah dipisah antara Pileg dengan Pilpres. Karena kalau masih tidak dipisah, tetap saja nanti partai-partai lama yang akan dipakai untuk mengajukan pencapresan. Dan ini saya kira agak konyol karena peta politik sudah berubah. Katakan sekarang PDIP yang 19,2 persen suaranya, mungkin sudah berubah, bisa jadi lebih turun atau lebih naik. Begitu juga partai-partai lain. Pertanyaannya, partai baru yang nanti pada pilpres 2024 bagaimana? Mereka cuma jadi penonton saja kalau tetap dipertahankan dengan tiket lama seperti sekarang. Ya, itu masuk akal sekali proposal Gelora, karena memang kalau kita melihat “asbabun nuzul“ dari PT 20%, kan PT 20% dulu dipasang untuk menghalangi SBY pada waktu itu. Dan nyatanya SBY bisa lampaui itu dan justru PDIP yang tenggelam. PDIP yang pasang perangkap ternyata SBY bisa lolos dari situ. Dan memang dimaksudkan supaya presiden itu punya legitimasi. Karena itu, hal yang lebih penting dari pembicaraan kita adalah memastikan kalau pemilu legislatif lebih dulu dari presidensiil. Itu masuk akal kalau dikasih threshold. Jadi sudah ketahuan duluan kan. Dan sebetulnya dengan mudah saja orang menyetujui juga nggak ada soal asal pemilu legislatif duluan. Kan begitu logikanya. Supaya nggak sekadar menganggap bahwa pemilihan kemarin itu sama perolehannya dengan pemilu yang akan datang. Kan kacau. Betul tadi bahwa semua partai yang dianggap sudah memenangkan pemilu 2019, tidak dengan sendirinya akan menggunakan 2024. Kan begitu tuh. Saya membaca tadi di koran, PDIP sudah dapat 20 miliar rupiah dari Departemen Dalam Negeri karena dia punya jumlah anggota yang signifikan itu. Apa betul nanti 2024 PDIP masih segitu? Mungkin sekali turun juga atau PKS tadi, mungkin dia naik sekali. Demikian juga dengan Gelora. Jadi kita musti jujur. Jangan kita berandai-andai saja. Ya mulai dengan fakta bahwa pemilu legislatif mendahului presiden, memungkinkan dipasang threshold karena bisa langsung ketahuan. Itu yang sering saya sebut, kita jangan beli kucing dalam karung. Kita musti beli kucing dalam karung yang bolong supaya langsung kelihatan kucingnya.  Jadi logika Gelora betul, kalau mau 20 persen atau mau berapa persen pun, itu harus dengan hasil pemilu pada 2024, bukan hasil pemilu 2019, dan yang pasti suasana batin rakyat juga sudah berubah. Kan dulu PDIP itu menang karena ada calonnya, yaitu Pak Jokowi. Nah, sekarang nggak ada calonnya, masa’ masih sama suaranya. Ajaib. Jadi, sekaligus matematika itu mau kita meluruskan. Bukan kita anti-20% tanpa alasan. Kita juga setuju kalau misalnya dibuat urutan berpikir itu. Lakukan dulu perhitungan hasil pemilu 2024, baru tetapkan threshold. Jadi hal yang seringkali kita peribahasakan sebagai “jangan taruh gerobak di depan kuda” nggak akan jalan gerobaknya.  Dan ngomong-ngomong sebenarnya apa yang kita sebut sekarang sebagai oligarkis, kemudian bagaimana memperpanjang periode dan sebagainya, itu kan semua muaranya di 20% itu dan kemudian tiket lama yang digunakan untuk pilpres berikutnya. Sekarang sebetulnya dilema juga dihadapi oleh Pak Jokowi, karena kelihatan sekali yang sering kita sebut Pak Jokowi sebagai land duck, karena Pak Jokowi sekarang  setelah di akhir masa jabatannya, nggak punya positioning apapun. Karena tiket-tiket itu semua dikuasai oleh partai-partai politik. Sebetulnya kalau kita mau berbicara hal yang lebih taktik politik atau siasat politik itu, sebaiknya Pak Jokowi bilang saja bahwa kami pemerintah punya pengertian baru tentang pemilu. Karena rakyat menuntut dihapuskannya threshold, itu bagus buat demokrasi karena partai-partai politik masih ngotot pakai threshold. Tapi pakai threshold yang dibuat dengan ukuran 2024. Dengan cara seperti itu Pak Jokowi punya kemampuan juga untuk masih bisa manuvering, sehingga ada peluang Pak Jokowi mungkin dielu-elukan lagi oleh partai-partai lain walaupun dia tidak akan terpilih. Tetapi, pengaruh Pak Jokowi masih akan terasa karena semuanya datang dengan tiket baru, bukan tiket kadaluwarsa. Dengan cara itu Pak Jokowi meninggalkan legacy juga bahwa Jokowi melakukan pembaruan tahapan Pemilu demi memenuhi prinsip threshold itu. Jadi, harus logis juga kita membantu Pak Jokowi supaya ya batalin saja tiket-tiket itu. Kalau belum bisa lewat MK, bikin saja Perpu. Apa susahnya. Itu kan cuma Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017. Bikin saja Perpu bahwa undang-undang itu dibatalkan, nanti menunggu perubahan UU baru, tetapi rakyat langsung tahu Pak Jokowi mengerti tuntutan rakyat. Itu yang lebih penting sebetulnya. Rakyat ingin tahu Pak Jokowi pro rakyat atau pro oligarki. Jadi kalau dia pro rakyat, dia akan mengerti bahwa rakyat menginginkan politik ini bersih. Kalau mau pasang threshold, jangan pakai threshold yang dipasang oligarki, yaitu mengumpulkan suara di 2019 yang sudah kadaluwarsa untuk menjadi alasan supaya tidak ada pesaing di 2024. Jadi, bersainglah secara jujur. Itu pentingnya. Karena itu, pemisahan pemilihan umum itu ya masuk akal juga sebetulnya. Jadi betul proposalnya Gelora itu baik sebagai pikiran akademis. Jadi ada dua hal sekarang yang musti kita cermati dari Mahkamah Konstitusi. Katanya sih bocorannya DPD bakal ditolak. Tapi kalau PKS agak susah ditolak karena legal standingnya di mana. Kemudian Gelora itu juga jadi menarik. Jadi kalau dua ini diseriusi Mahkamah Konstitusi atau kita mungkin enggak terlalu berharap Mahkamah Konstitusi terlampau serius, tapi Pak Jokowi kan sebenarnya bisa menggunakan instrumen ini, tanpa harus kelihatan beliau berbenturan dengan partai-partai politik, tapi kalau kemudian MK memutuskan kan Pak Jokowi aman. Biar terkesan cuci tangan bersih, tapi target beliau juga tercapai. Kalau saya lebih jauh lagi. Pak Jokowi sudahlah cabut saja. Kan Pak Jokowi sudah dianiaya oleh PDIP. Ya sekaligus saja lakukan semacam bukan balas dendam, tapi semacam teguran konstitusional atau siasat konstitusinal. Lalu orang akan anggap, wah Pak Jokowi cerdas dan cerdik, membatalkan tiket PDIP. Dan itu artinya mengembalikan tiket pada rakyat, bukan menggusur PDIP. Ini membatalkan tiket saja, gampang. Dan tiket itu memang harus dibatalkan karena kadaluwarsa. Kan malu juga PDIP memakai tiket kadaluwarsa untuk masuk ke bioskop untuk nonton film. Kan dianggap itu nyelonong. Jadi begitulah. Pemilu itu kan semacam tontonan politik, pakai tiket yang baru dibeli dong, bukan tiket kemarin, dianggap tiket terusan. Tidak bisa dong. Tiket terusan itu batal setelah kadaluwarsa. (mth/sws)

KPK Jelaskan Soal Ketidakhadiran Lili Pintauli dalam Sidang Etik

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan ketidakhadiran Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam sidang dugaan pelanggaran etik oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK pada Selasa (5/7).\"Pada persidangan Selasa (5/7), terperiksa (Lili Pintauli Siregar) tidak dapat hadir dan majelis etik telah menerima surat secara resmi dari pimpinan KPK yang memberitahukan bahwa terperiksa saat ini sedang menjalankan penugasan dinas,\" kata Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu.Atas dasar pemberitahuan tersebut, kata dia, majelis sidang etik menunda persidangan untuk melanjutkan kembali pada hari Senin (11/7) pukul 10.00 WIB. Lili sebagai terperiksa akan dipanggil kembali untuk hadir di persidangan.\"Adapun sidang akan digelar secara tertutup. Namun, pembacaan putusan akan disampaikan secara terbuka sebagai bentuk transparansi publik,\" ujar Ali.Sejak Senin (4/7), kata dia, tiga pimpinan KPK melaksanakan penugasan dinas untuk memberikan keynote speech (sambutan kunci) dan menjadi narasumber dalam berbagai rangkaian pertemuan putaran kedua G20 Anti-Corruption Working Gorup (ACWG) di Bali.\"Agenda ini telah terjadwal sejak awal tahun. Indonesia mulai memegang Presidensi G20 pada tahun 2022 yang tentu juga melibatkan berbagai stakeholder, baik regional, nasional, maupun internasional,\" tuturnya.Oleh karena itu, KPK menyadari urgensi pertemuan tersebut, mengingat korupsi sebagai salah satu permasalahan global yang menghambat pertumbuhan ekonomi nasional suatu negara.\"Untuk memberantasnya, butuh kerja sama, kolaborasi, dan duduk berdampingan berdiskusi guna menghasilkan solusi konkret atas permasalahan bersama tersebut,\" ucap Ali.Selain itu, kata Ali, sebagai chair atau Ketua ACWG dalam Presidensi G20 pada tahun 2022 juga menjadi kesempatan KPK untuk memberikan kontribusi yang optimal bagi pemberantasan korupsi pada tataran nasional maupun global.Sebelumnya, Dewas KPK juga telah mengonfirmasi ketidakhadiran Lili sebagaimana surat yang telah diterima dari pimpinan KPK.\"Melaksanakan tugas mengikuti pertemuan G20 di Bali,\" kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam keterangannya pada hari Selasa (5/7).Lili kembali dilaporkan ke Dewas KPK terkait dengan dugaan menerima fasilitas akomodasi hotel hingga tiket menonton ajang balap MotoGP 2022 di Sirkuit Internasional Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB), dari salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).Lili pernah dijatuhi sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku berupa menyalahgunakan pengaruh selaku pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK, yakni Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial. (mth/Antara)

MPR Minta BNPT Telusuri Aliran Dana ACT

Jakarta, FNN - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meminta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk menelusuri aliran dana Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang mengalir ke aktivitas terlarang. \"BNPT bisa menjadikan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai bukti awal untuk mengungkap dan mengusut serta menyelidiki kebenaran transaksi yang mencurigakan dari aliran dana ACT tersebut,\" kata Bambang dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu. Menurut dia, BNPT bersama Densus 88 Antiteror Polri bisa melakukan kajian dan pendalaman lebih lanjut untuk memastikan aliran dana tersebut apakah terkait dengan pendanaan terorisme. Bamsoet meminta BNPT dan Densus 88 memeriksa dugaan penyimpangan dana talangan masyarakat oleh penyelenggara pengumpulan uang dan barang serta membekukan sementara izin lembaga ACT sampai pemeriksaan tuntas. Ia juga meminta Pemerintah dapat bertindak tegas terhadap seluruh pengurus ACT sesuai dengan Pasal 19 huruf b Peraturan Menteri Sosial Nomor 8 Tahun 2021 yang menjelaskan bahwa Menteri Sosial berwenang mencabut dan atau membatalkan izin penyelenggaraan pengumpulan uang dan barang jika penyelenggara terbukti melakukan pelanggaran. \"Kami minta Pemerintah juga segera mengaudit lembaga ACT. Kegiatan ACT hentikan sementara sampai adanya kepastian dari Pemerintah,\" tegas Bamsoet. Bamsoet mengimbau masyarakat lebih berhati-hati dalam memberikan donasi, dan sebaiknya melakukan donasi kepada lembaga resmi milik pemerintah. Sementara itu, Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan analisis terhadap transaksi keuangan ACT. Hasilnya ditemukan adanya indikasi penyalahgunaan dana untuk kepentingan pribadi dan ada dugaan aktivitas terlarang. Laporan analisis tersebut telah diserahkan PPATK kepada pihak Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk pendalaman. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan bahwa pihaknya masih terus melakukan analisis dan pengembangan dari transaksi keuangan organisasi tersebut. \"Iya, kami sudah dan akan terus berproses mengembangkan,\" kata Ivan. (mth/Antara)

Sri Mulyani Sebut Ketahanan Pangan RI Tiga Tahun Terakhir Aman

Jakarta, FNN - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan bahwa ketahanan pangan Indonesia dalam kondisi aman dalam tiga tahun terakhir, termasuk di tengah terbatasnya pasokan dan tingginya harga pangan dunia seperti sekarang.“Berbagai negara sudah mengalami kenaikan harga pangan yang signifikan. Indonesia alhamdulillah dalam tiga tahun terakhir bisa memenuhi kebutuhan,” katanya dalam Securitization Summit 2022 di Jakarta, Rabu.Sri Mulyani mengatakan ketahanan pangan Indonesia aman dari sisi produksi beras dan komoditas pangan lainnya baik untuk kebutuhan dalam negeri bahkan ekspor.Ia menegaskan pemerintah masih terus membangun ketahanan pangan terutama di tengah situasi geopolitik yang menimbulkan kerawanan ketahanan pangan.Ketahanan pangan ini pun menjadi isu yang mengemuka dalam Presidensi G20 Indonesia seiring kini menjadi sumber inflasi dunia dengan adanya perang di Ukraina yang menimbulkan dampak supplay chain khususnya terhadap makanan dan pupuk.Kinerja inflasi Indonesia  hingga Juni 2022 mencapai 0,61 persen (mtm),  meningkat dibanding bulan sebelumnya yang sebesar 0,4 persen.Secara tahunan tingkat inflasi pada Juni melonjak 4,35 persen yang merupakan level tertinggi sejak Juni 2017 yaitu sebesar 4,37 persen.Oleh sebab itu, Sri Mulyani menegaskan pemerintah tidak akan terlena dengan pasokan pangan dalam negeri yang aman mengingat risiko inflasi tetap mengintai.“Tidak terlena, tantangan dari inflasi dari pangan harus kita waspadai,” tegasnya. (mth/Antara)

Bahaya! Petani Indonesia Nekat Jual Sawit ke Malaysia

Jakarta, FNN - Harga tandan buah segar (TBS) sawit sampai saat ini terus mengalami penurunan di dalam negeri. Beberapa pekan terakhir ini memaksa petani sawit untuk menjual hasil panennya lewat darat maupun sungai ke Malaysia, mesikpun itu illegal tidak ada suratnya. “Keluhan petani sawit ini secara spontan membuat kita miris melihatnya, bahwa kelapa sawit itu anjlok hanya Rp 400-500 per kg dibeberapa tempat,” ungkap wartawan senior FNN Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Selasa (5/7/22). Beberapa petani kelapa sawit menjual hasil tandan buah segar (TBS) mereka ke produsen Malaysia karena harga yang lebih tinggi. Harga TBS di Malaysia itu Rp 3.500-4.500 per kg. Mereka tidak mau menjual ke produsen Indonesia karena harga sudah turun dan mereka merugi. Hal ini telah dilakukan oleh petani di Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Barat karena mereka berbatasan langsung dengan Malaysia. “Aksi petani tersebut berbahaya dan bisa terancam hukum, karena kalau sampai tertangkap imigrasi di sana sangat ketat, dan ini juga mengancam nyawa,” lanjut Agi Menteri perdagangan Zulkifli Hasan menilai wajar aksi petani menjual tandan buah segar (TBS) sawit ke Malaysia. “Wajar dong, di sana (Malaysia) mahal Rp4.500 per kg, kita (Indonesia) cuma Rp1.000 per kg,\" kata Zulkifli di Kementerian Perdagangan, Senin (4/7/22). Agi menyayangkan pernyataan menteri perdagangan tersebut, karena sebagai seorang menteri pak Zulkifli perlu berhati-hati, jangan sesuatu itu ditangkap seolah-olah sikap pemerintah. “Ini tidak wajar, sesuatu yang illegal itu tidak wajar,” tegas wartawan senior FNN Agi. (Lia)

Kajati Jatim Mendapatkan Penghargaan dari Kapolda Jatim

Surabaya, FNN – Dr. Mia Amiati mendapat piagam penghargaan sinergitas dari Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta sebagai wujud bentuk kerjasama yang terjalin baik selama ini. Penghargaan tersebut diberikan saat menghadiri Upacara HUT Bhayangkara ke-76 yang berlangsung di Polda Jawa Timur, Selasa (5/7/2022). Pelaksanaan Upacara Hari Bhayangkara Ke-76 Tahun 2022 Polda Jatim yang dilaksanakan secara serentak dengan Inspektur Upacara Presiden RI Joko Widodo dari Akademi Kepolisian Semarang secara virtual. Dalam sambutannya menyampaikan, atas nama rakyat, bangsa, dan negara diucapkan Selamat Hari Bhayangkara ke-76 dan memberikan penghargaan atas kerja keras Polri dalam melayani rakyat dan dalam membela bangsa dan negara. Seluruh rakyat Indonesia menaruh harapan besar kepada Polri, oleh karena itu Polri dituntut bekerja dengan Presisi. Pandemi Covid-19 masih perlu penanganan yang serius, diharapkan Polri selalu siaga dalam penanggulangan Covid-19 dan waspada terhadap krisis energi, krisis pangan dan krisis keuangan. “Polri harus mampu memastikan kamtibmas agar kita lebih kokoh dalam menghadapi tantangan ini serta harus semakin siap dalam menghadapi ancaman kejahatan berbasis teknologi terbaru,” kata Presiden Jokowi. Usai upacara kegiatan dilanjutkan dengan menyaksikan puncak acara HUT Bhayangkara ke 76 di Gedung Mahameru Polda Jatim, dimana dalam acara tersebut Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta memberikan Piagam Penghargaan Sinergitas kepada pihak-pihak yang telah membangun kerjasama dengan Polri. (mth)

Kapolri: Tak Boleh Ada Polarisasi di Masyarakat pada Pemilu 2024

Semarang, FNN - Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menegaskan polarisasi di kalangan masyarakat tidak boleh lagi terjadi pada Pemilu 2024.\"Polarisasi tidak boleh lagi terjadi pada Pilpres, Pileg, dan Pilkada Serentak 2024,\" kata Kapolri Listyo Sigit Prabowo saat Peringatan HUT Ke-76 Bhayangkara di Akademi Kepolisian Semarang, Selasa.Menurut dia, Pemilu 2019 menyisakan masalah yang masih dirasakan hingga saat ini, yakni polarisasi atau pecah belah antarmasyarakat.\"Hal ini sangat berbahaya bagi keberagaman dan kemajuan Indonesia,\" katanya.Ia menegaskan polarisasi tak boleh lagi terjadi pada Pemilu 2024 karena konflik sosial dan perpecahan akan menjadi kemunduran bagi Bangsa Indonesia.Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan Polri masih harus menghadapi banyak agenda nasional yang membutuhkan dukungan pengamanan ke depannya.Ia mengatakan Polri harus mengawal pelaksanaan Pemilu 2024.\"Harus antisipasi dengan baik. Beri dukungan kamtibmas secara maksimal agar pesta demokrasi ini berjalan baik,\" katanya.Peringatan HUT Ke-76 Bhayangkara di Akpol Semarang ini sendiri mengambil tema \"Polri yang Presisi Mendukung Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural untuk Mewujudkan Indonesia Tangguh-Tangguh-Indonesia Tumbuh\". (mth/Antara)