NASIONAL
Bung Karno Ajarkan Putrinya dengan Segala Suku, Megawati Melarang Anaknya dengan Tukang Bakso!
Jakarta, FNN – Ada pemandangan menarik di area depan kantin di Sekolah Partai Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (23/6/2022). Terparkir dua gerobak Bakso Malang. Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri berjalan pelan menuju salah satunya. Ia mendekat ke gerobak, lalu memesan semangkok Bakso Malang. Setelah itu, Megawati duduk santai di sebuah kursi yang berada di depan penjual bakso. Tampak Ketua DPP PDIP Puan Maharani dan Wiryanti Sukamdani terlebih dulu ada di sana. Ada beberapa politikus PDIP seperti Yasonna Laoly terlihat duduk di sebelah Megawati yang menunggu semangkok bakso tiba. Begitupun Bendahara Umum PDIP Olly Dodokambey. Sementara itu, Ketua DPP PDIP Muhammad Prananda Prabowo duduk di sebelah kanan Yasonna. Mas Nanan, sapaan Prananda, terdengar meminta awak media yang meliput kegiatan Megawati mau menyantap bakso, bisa sejenak melepaskan kerja. “Ayo bisa sembari. Nanti dilanjut lagi,” kata Mas Nanan mengajak awak media juga memesan bakso. Beberapa menit berselang, semangkuk bakso berikut kerupuk bakwan tiba untuk Megawati. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang berada di dekat Megawati sedang duduk kemudian menyebut aktivitas menyantap bakso sebenarnya bukan hal asing. “Ini keseharian kami, setelah kami rapat,” ucap Hasto. Adakah kehadiran tukang bakso itu terkait dengan pernyataan Megawati saat pidato dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDIP, Senin (21/6/2022) yang dikritisi netizen karena dianggap melecehkan profesi tukang bakso? Dalam pidato di Rakernas PDIP, Megawati bercerita tentang pesannya kepada Puan saat mencari pasangan. Dalam video yang beredar di media sosial itu, Megawati menyatakan, dia mewanti-wanti agar tiga anaknya tidak membawa menantu yang kayak tukang bakso. “Jadi ketika saya mau punya mantu nih, saya sudah bilang sama anak saya tiga (orang), awas loh kalau nyarinya yang kayak tukang bakso,” ungkapnya yang disambut tertawa oleh para kader PDIP yang datang. Bahkan, Presiden Jokowi dan Puan Maharani, juga ikut tertawa menanggapi candaan ibunya. Pernyataan Megawati itu kemudian mengundang berbagai reaksi publik. Banyak warganet yang juga menyayangkan pernyataan perempuan 75 tahun itu karena dianggap mendiskreditkan sebuah profesi. “Ini balik lagi pada soal tadi bahwa politik Indonesia artinya diasuh berdasarkan hubungan Bapak Ibu doang,” komentar akademisi dan pengamat politik Rocky Gerung. “Itu bahayanya. Kan ini negara, ini ada institusi itu. Bukan karena dua kader yang ada di dalam satu partai bergembira lalu kita ikut bergembira. Ada juga yang nggak bergembira hari ini, yang masih merenung, yaitu tukang bakso,” ujar Rocky Gerung saat dialog dengan wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal Rocky Gerung Official, Sabtu (25/6/2022). “Kan tukang baksonya sudah langsung diundang dan Bu Megawati dan Mbak Puan juga sudah langsung menikmati bakso itu,” tukas Hersubeno Arief. “Ya, tapi itu undangan setelah kerusakan terjadi karena dari awal kita sudah bisa baca psikologi Ibu Mega yang bandingkan, misalnya dengan dulu Bung Karno bilang, ini saya punya Putri, Ibu Mega yang saya ingin dia menikah dengan segala macam suku bangsa,” ungkap Rocky Gerung. Menurutnya, itulah sebetulnya yang musti kita ingat perbandingan dengan ayahnya, Bung Karno. Jadi tidak ada satu sinyal pun dari Bung Karno yang memungkinkan kita membuat interpretasi kurang berwawasan kebangsaan. Bung Karno selalu final di dalam soal urusan kebangsaan dan urusan wong cilik. “Ibu Mega kemarin terpeleset lidah. Dan, karena itulah langsung dibetulkan oleh timnya keplesetan lidah itu dengan mengundang tukang bakso supaya ada lidah yang tiba di bola bakso dengan makan bakso bersama,” lanjutnya. Hersubeno mengungkap, pernah terjadi juga waktu masalah rebus-rebusan dulu itu, soal Megawati yang mempersoalkan emak-emak kenapa meributkan harga-harga minyak, kemudian dibikin acara rebus-rebusan di PDIP. Rocky menjelaskan, kalau analis menganggap ada pola yang sudah final pada Megawati, yaitu kurang paham tentang empati pada rakyat kecil. Bahwa Mega adalah pemimpin wong cilik itu simbol perlawanan yang dari zaman Orde Baru kita justru jagokan Megawati. Tetapi, setelah itu Megawati jadi elitis dan ketika mengkritisinya kurang tepat sebetulnya dalam menyapa wong cilik. “Kan tukang bakso tetap merasa bahwa kok didiskriminasikan, lalu diundang. Itu namanya dikasih gula-gula setelah dapat kopi pahit,” kata Rocky Gerung. “Jadi kita tetap musti waspadai karena ini bangsa yang sangat peka dengan soal-soal kesenjangan ekonomi dan rasialisme. Saya mau terangkan itu bukan untuk membongkar ulang peristiwa itu tapi untuk mengingatkan bahwa Bung Karno mengajarkan kebangsaan, kesamarataan,” tegas Rocky. “Nggak ada sinyal sedikit pun di situ tentang rasialism atau pelecehan profesi. Kita di FNN membahas ini karena masih viral dan banyak orang kadang lupa konteksnya, maka kita kasih konteks akademis. Bahkan sudah ada istilah bahwa Ibu Mega kok pakai istilah rekayasa genetik,” lanjut Rocky. “Mungkin Ibu Mega kurang mengerti masalah itu dan harusnya dikoreksi oleh kalangan itu. Kan istilah rekayasa genetika itu istilah fasis. Istilahnya Adolf Hitler. Eaugenic, mengagung-agungkan satu gen. Eau artinya yang bagus; genic artinya gen,” tambahnya. “Nggak ada gen yang bagus pada diri manusia, karena itu enggak perlu ada rekayasa genetika. Itu soalnya. Jadi, humanity first, itu yang hendak kita beritahu pada Ibu Mega,” ungkap Rocky. Jadi kita memberitahu sesuatu yang secara faktual di dalam sejarah dunia itu buruk, istilah rekayasa genetika. Semoga Megawati mengerti sebagai seorang Profesor bahwa soal-soal sejarah itu penting untuk kita koreksi, lepas dari soal retorika yang akan dibela oleh PDIP. “Tapi saya sebagai akademisi yang pernah mengajar bertahun-tahun soal sosiologi dan genetik itu harus terangkan itu,” tegasnya. Menurut Hersubeno, kemarin juga sempat dipersoalkan aktivis HAM Natalis Pigai, ada Wamen dari Papua yang kader PDIP, Megawati menganalogikan seperti kopi dan susu, itu ternyata menjadi persoalan juga buat teman-teman di Papua. “Jadi saya kira memang poinnya adalah kita lihat bahwa bagaimanapun Ibu Mega adalah tokoh bangsa ini dan beliau jadi panutan. Jadi, next memang kelihatannya beberapa hal yang disampaikan mesti lebih hati-hati supaya tidak disalahpahami. Mungkin maksudnya memang bercanda,” tegasnya. (mth/sws)
LaNyalla: Dominasi Partai Besar Jadi Tirani dan Memasung Suara Rakyat
Jakarta, FNN - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI disebut tidak lagi memiliki ruang ikut menentukan arah perjalanan bangsa sejak amendemen UUD 1945 pada 1999 sampai 2002. Semua diambil alih oleh partai politik, khususnya pada ketua umum parpol. Hal ini disampaikan Ketua DPD RI LaNyalla Mahmud Mattalitti saat menyampaikan pidato kunci pada FGD \"Amendemen Konstitusi Dalam Rangka Mengembalikan Kedaulatan Rakyat\" di Gedung DPD DIY, Yogyakarta, dilansir Jumat (24/6/2022) \"DPD RI sebagai wakil dari daerah, wakil dari golongan-golongan, dan wakil dari entitas nonpartisan tidak memiliki ruang dalam menentukan wajah dan arah perjalanan bangsa ini,\" kata LaNyalla. Menurut LaNyalla, sejak amendemen konstitusi pertama hingga keempat, semua simpul penentu arah perjalanan Bangsa Indonesia direduksi hanya di tangan partai politik. \"Inilah yang kemudian menghasilkan pola `the winner takes all` (pemenang mengambil semua), partai-partai besar menjadi tirani mayoritas untuk mengendalikan semua keputusan melalui voting di parlemen,\" ujar dia. Karena memegang kendali, menurut dia, parpol-parpol besar melalui fraksi di DPR RI kemudian sepakat membuat Undang-Undang (UU) yang memberi ambang batas pencalonan presiden atau \"presidential threshold\" sebesar 20 persen. \"Dengan demikian lengkap sudah dominasi dan hegemoni parpol untuk memasung `vox populi` (suara rakyat) dengan cara memaksa suara rakyat dalam pilpres terhadap pilihan terbatas yang sudah mereka tentukan,\" ujar dia. Dengan hegemoni parpol, menurut dia, oligarki politik dan oligarki ekonomi bertemu untuk mengatur dan mendesain siapa pemimpin nasional yang akan mereka mintakan suara dari rakyat melalui demokrasi prosedural yang disebut pilpres. Ia mengatakan oligarki ekonomi bakal terlibat membiayai seluruh proses mulai dari membangun koalisi parpol hingga biaya pemenangan sehingga pada gilirannya oligarki ekonomi akan menuntut balas agar kebijakan dan kekuasaan berpihak pada kepentingan mereka. \"Maka siapa pun Calon Presiden 2024 nanti, selama oligarki ekonomi ikut mendesain maka janji-janji capres tidak akan pernah terwujud,\" ujar dia. Karena itu, LaNyalla mengatakan bahwa amendemen UUD 1945 sebagai koreksi dari amendemen 1999 sampai 2002 harus dilakukan untuk mengembalikan konstitusi kepada nilai-nilai Pancasila. \"Kembalikan konstitusi negara ini kepada nilai-nilai Pancasila yang tertulis dalam naskah pembukaan konstitusi kita,\" ujar dia. (mth/*)
Rocky Gerung: Kata Jokowi, Puan Akan ke Ibu Kota Baru
Jakarta, FNN – Presiden Joko Widodo telah menunjuk Gibran Rakabuming Raka, Walikota Solo yang juga putranya, sebagai Ketua Indonesia ASEAN Para Games Organizing Committee (INASPOC) yang digelar pada 30 Juli - 6 Agustus 2022 di Solo, Jawa Tengah. Dengan posisinya itu, Gibran dengan mudahnya bisa menemui Menteri BUMN Erick Thohir di kantornya, Kamis (23/6/2022). Kedatangan Gibran bermaksud untuk menjajaki kemungkinan kerja sama dengan BUMN, guna mensponsori kegiatan ASEAN Para Games 2022. Gibran ketemu Erick Thohir untuk Para Games jaringan internet yang paling penting. Kemjudian, PT Angkasa Pura juga soalnya nanti peserta mendarat di Solo perlu handling khusus. Gibran mengaku persiapan acara internasional tersebut sudah berjalan baik. Namun, masih kurang dari sisi sponsor. Gibran mengatakan lebih memilih mencari sponsor berupa barang jadi, bukan uang tunai. Itulah yang menarik wartawan senior FNN Hersubeno Arief bersama akademisi dan pengamat politik Rocky Gerung membahasnya di kanal Hersubeno Point, Kamis (23/6/2033). Soal anaknya Jokowi, Gibran jadi ketua pelaksana INASPOC, mungkin ada kaitannya karena tuan rumah INASPOC ini adalah Solo. “INASPOC adalah olahraga untuk para penyandang disabilitas, paragame organizing committe ini,” komentar Anda? Menurut Rocky Gerung, kelihatannya Jokowi kurang paham apa yang disebut Conflict of Interest. Bagaimanapun, itu ada favoritisme, karena Gibran adalah Walikota. Karena dia adalah anak presiden. Walaupun orang anggap mungkin ada koneksinya, koneksi profesi, soal olahraga. “Tapi, tetap saja mengandung kecurigaan,” katanya. Jadi, seolah-olah nama anaknya harus terus diucapkan supaya tetap diingat. Demikian juga dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, akhirnya harus mengucapkan nama putrinya, “Puan Maharani yang dianggap telah masuk di dalam forum internasional karena Mbak Puan memimpin IPU, International Parlementer Union.” “Jadi Ibu Mega akhirnya mempromosikan Mbak Puan supaya dikenal. Kan orang menganggap Mbak Puan tidak punya kapasitas itu. Apalagi ini forum internasional. Lalu Ibu Mega dengan sangat teliti menerangkan bahwa Puan itu berat untuk memimpin IPU, mungkin lebih berat dari IPU. Jadi kira-kira itu,” ungkap Rocky Gerung. Sinyalnya terpaksa ibu harus turun tangan untuk mem-backup putrinya. Dan, “Orang menilai bahwa Mbak Puan sudah diputuskan oleh Ibu Mega untuk jadi calon karena sudah didorong terus. Saya lihat 24 jam setelah Ibu Mega bicara di depan Pak Jokowi, Pak Jokowi menyatakan, Puan ke calon Ibu Kota Baru,” lanjutnya. “Pak Jokowi langsung menerangkan juga bahwa kalau ada yang curiga ya kenapa. Emang kalau saya mendorong Mbak Puan atau berdekatan dengan Mbak Puan lagi,” tambah Rocky Gerung. Jadi tetap ada sinyal bahwa Mbak Puan mungkin akan diputuskan sebagai calon dan Ganjar Pranowo akan dijadikan juga sebagai juru kampanye Puan. “Bukan Ganjar yang akan dikampanyekan oleh Mbak Puan. Kira-kira begitu. Ini taksiran sementara saja karena politik Indonesia kan hanya sekadar tafsir- menafsir saja,” tegas Rocky Gerung. Hersubeno Arief menjelaskan, kemarin memang ia baca bahwa respons para peserta Rakernas kurang seru tepuk tangannya ketika Megawati memuji Puan, sehingga tepuk tangannya harus diulang dan memang tepuk tangannya jadi lebih meriah. “Ya sinyal-sinyal begitu yang membuat para pengamat bahasa tubuh berupaya untuk menafsirkan apakah ada kegelisahan di tengah PDIP kalau nama Mbak Puan disebut antara percaya nggak percaya, mampu apa nggak. Kira-kira gitu. Ini yang akan jadi bahan analis para surveyor. Sehingga, jika begitu mungkin diperlukan analis. Jadi, mungkin akan ada proposal survei untuk menaikkan elektabilitas Mbak Puan,” lanjut Rocky Gerung. Menurut Hersubeno, memang soal anak ini sebenarnya masuk rana privat dan sebetulnya kita tidak boleh campur terlalu dalam. Tapi, ketika dia telah masuk ke wilayah publik, di situ kita punya semacam otoritas untuk membicarakan dia. “Ya, karena selalu dalam politik Indonesia garis promosi itu kita nggak bisa bedakan lagi, promosi publik atau promosi private. Dalam banyak peristiwa juga begitu. Tokoh politik selalu ada semacam sinyal untuk memfestivalkan suatu peristiwa private,” ujar Rocky Gerung. Karena orang Indonesia tetap merasa bahwa hubungan Ibu - Anak atau Ayah - Anak itu selalu ada dimensi kepublikan. Karena itu perlu dipamerkan bahkan itu. Tapi kita harus hati-hati menyentuh wilayah itu, karena ini wilayah antara keprihatinan dan kejengkelan. Bagaimanapun politik harus diasuh dengan dalil-dalil publik, bukan dengan dalil-dalil private. “Tapi kita memang masih bercampur di situ, karena kita dianggap negara Pancasila mungkin negara kekeluargaan juga berhak beroperasi di wilayah publik. Agak aneh itu bahwa dalam negara kekeluargaan urusan publik ya tetap urusan publik, bukan disamarkan dengan nilai-nilai kekeluargaan,” tegas Rocky Gerung. (mth/sws)
Rocky Gerung: Senjata, Bagian Dari Organ Tubuh Polisi
Tuban, FNN - Balita usia 3 tahun putra kedua Buya Arrazy Hasyim, ulama pengasuh lembaga tasawuf di Ciputat meninggal karena tertembak senpi di Desa Palang, Kecamatan Palang, Tuban, Jawa Timur. Insiden itu terjadi saat petugas pemilik senpi sedang salat. Kasat Reskrim Polres Tuban AKP M. Gananta menjelaskan peristiwa itu terjadi pada Rabu siang (22/6/2022) pukul 13.00 WIB. Saat itu petugas pemilik senpi yang disebut sebagai pengawalnya Buya Arrazy sedang shalat di masjid, sehingga meletakkan senpi miliknya. “Jadi, musibah itu terjadi saat petugas itu shalat. Kejadiannya di rumah. Rumahnya itu pas mepet masjid. Petugas itu sudah meletakkan senpi di tempat yang aman,” ujar Gananta. Menurutnya, tidak disangka kakak balita 3 tahun yang menjadi korban itu masih mampu menjangkau senpi tersebut dan diduga mengutak-atik kunci senpi itu, sehingga terjadilah insiden yang memilukan bagi keluarga Buya Arrazy tersebut. “Senpi itu dibuat mainan kakak kandung korban yang berusia 5 tahun. Sedangkan korban ini usia 3 tahun. Senpi itu sudah di-lock maksimal, sudah safety. Tapi, namanya anak kecil rasa ingin tahunya besar,” kata Gananta. Pemegang senpi itu sendiri sekarang ini sudah ditarik ke Mabes Polri untuk pemeriksaan lebih lanjut. Polisi belum menjelaskan lebih lanjut bagaimana kronologi peristiwa itu. Tapi pada saat terdengar letusan tembakan itulah tragedi pilu bagi keluarga Buya Arrazy itu terjadi. Balita 3 tahun itu meninggal setelah sempat dibawa ke RS terdekat. “Menurut versi polisi, tragedinya adalah anak usia tiga tahun ini meninggal karena senjata polisi yang mengawal dia itu dimainkan oleh anaknya Buya yang umur 5 tahun. Saya kira ini tragedi, menyedihkan, dan bagaimana ceritanya ini,” komentar wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal Hersubeno Point, Kamis (23/6/2022). “Ya memang itu sangat mungkin terjadi kecelakaan pada almarhum anak ini, tapi ini kan ada prinsip bahwa senjata itu harus melekat di badan 24 jam dari pemegangnya, justru karena sifat letal dari senjata itu. Jadi nggak boleh itu,” jawab akademisi dan pengamat politik Rocky Gerung. Menurut Rocky, pasti akan ada pemeriksaan SOP. “Kenapa senjata kok bisa dimainkan oleh anak. Bukankah senjata itu adalah bagian dari organ tubuh tentara atau polisi? Kan begitu,” tegasnya. “Doktrinnya adalah senjata itu peralatan tubuhmu yang harus melekat 24 jam di badan. Dulu saya belajarnya begitu. Itu soal yang jadi pelajaran saja,” lanjut Rocky Gerung. (mth/sws)
Ketua DPD RI Minta RUU Koperasi Lindungi Pelaku UMKM
Bandung, FNN - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta pemerintah dan DPR RI segera merampungkan Rancangan Undang-undang Perkoperasian. LaNyalla pun meminta RUU tersebut menjadi instrumen pelindung bagi koperasi dan pelaku UMKM dari segala kendala maupun ancaman yang datang. Sebab, hingga saat ini koperasi, khususnya Koperasi Simpan Pinjam (KSP) masih menjadi tempat termudah bagi masyarakat, terutama pelaku UMKM, mengakses pembiayaan dan permodalan. “Pemodalan merupakan faktor yang paling mendesak bagi pelaku UMKM karena pada umumnya modal usaha mereka di bawah 50 juta dan aset yang diagunkan pun bernilai kecil. Permasalahan yang mereka hadapi adalah tingkat kepercayaan perbankan yang minim, juga kurangnya literasi finansial. Salah satu yang menjadi alternatif pinjaman adalah KSP,” ujar LaNyalla di sela-sela kunjungan kerja di Bandung, Jawa Barat, Jumat (24/6/2022). Namun terkadang keberadaan KSP yang dianggap sebagai ujung tombak perekonomian, faktanya malah mematikan usaha. Di mana ada KSP yang menetapkan bunga maupun biaya administrasi yang besar dan tidak rasional. LaNyalla menyebutkan, misalnya dengan pinjaman Rp 40 juta dengan tenor 4 tahun, nasabah hanya menerima Rp 30 juta dan pengembalian menjadi Rp 70 juta. “Hal ini membuat usaha tidak dapat berkembang. Yang ada malah tercekik karena beban utang yang besar dari pokok pinjaman,” ucap dia. Kondisi di lapangan seperti itulah, kata LaNyalla, yang harus dicermati dan dituangkan dengan tepat dalam RUU Perkoperasian nantinya. “Saya setuju terkait dengan fungsi pengawasan, keberadaan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) khusus koperasi di dalam RUU Perkoperasian. Lalu adanya aturan sanksi pidana atas praktik-praktik yang merugikan nasabah. Karena fakta itu tadi, banyak KSP bermasalah, namun tetap beroperasi. Dalam kondisi ini aparat kepolisian harus bisa melakukan tindakan,” katanya. Draf RUU Perkoperasian yang tengah disusun Kemenkop UKM, merupakan pengganti dari UU Perkoperasian Nomor 17 Tahun 2012 yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. (*)
Rocky Gerung: Presiden Nggak Boleh Punya Martabat
Jakarta, FNN – Bertepatan dengan perayaan ulang tahun ke-61 Presiden Joko Widodo, 21 Juni 2022, BEM UI melakukan aksi simbolik mengkritisi RKUHP. “Agar naskah RKUHP segera ditolak demi kepentingna masyarakat,” demikian bunyi agenda yang disampaikan Ketua BEM UI Bayu Satrio Utomo pada Senin (20/6/2022). Menurut Bayu, aksi ini tak terbatas diikuti oleh mahasiswa UI saja melainkan bersama unsur lain juga. Mereka tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP.Sebagai aksi simbolik, mereka memberikan hadiah ulang tahun pada Jokowi berupa \'somasi RKUHP\'. Isinya, yaitu pernyataan sikap yang memuat desakan membuka draf RKUHP terbaru, bukan draf RKUHP tahun 2019 sebagaimana yang sekarang telah beredar.Mereka menyoroti pasal-pasal problematik dalam RKUHP berupa living law, soal pidana mati, contempt of court, penyerangan harkat dan martabat (pada) presiden, aborsi, hate speech, kohabitasi, pidana untuk demonstrasi tanpa pemberitahuan, hingga penghinaan terhadap penguasa.Mereka mengultimatum agar Presiden dan DPR membuka draf RKUHP dalam waktu 7 x 24 jam. Jika \'somasi\' ini tak diindahkan, maka mereka mengancam akan menggelar demonstrasi besar. Berikut adalah pernyataan sikap mereka.1. Mendesak Presiden dan DPR RI untuk membuka draf terbaru RKUHP dalam waktu dekat serta melakukan pembahasan RKUHP secara transparan dengan menjunjung tinggi partisipasi publik yang bermakna; 2. Menuntut Presiden dan DPR RI untuk membahas kembali pasal pasal bermasalah dalam RKUHP, terutama pasal-pasal yang berpotensi membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara meski tidak termasuk ke dalam isu krusial; serta 3. Apabila Presiden dan DPR RI tidak kunjung membuka draf terbaru RKUHP dan menyatakan akan membahas pasal-pasal bermasalah di luar isu krusial dalam kurun waktu 7 x 24 (tujuh kali dua puluh empat) jam sejak pernyataan sikap ini dibacakan, kami siap bertumpah ruah ke jalan dan menimbulkan gelombang penolakan yang lebih besar dibandingkan tahun 2019. Menurut wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam dialognya dengan Rocky Gerung, akademisi dan pengamat politik, dalam kanal Hersubeno Point, Kamis (23/6/2022) soal RUU KUHP itu juga masuk wilayah abu-abu. Karena di sini disebutkan soal penghinaan atas pejabat pemerintah. “Kalau kemarin soal penghinaan terhadap kepala negara itu oleh Mahkamah Konstitusi sudah diubah, bukan lagi semacam pidana umum, tetapi menjadi aduan. Yang ini tidak masuk wilayah itu. Saya kira menjadi serius karena DPR sendiri juga nggak bisa membedakan wilayah itu,” ujarnya. Yang agak aneh juga, yang menyatakan ini adalah Wamenkumham, Profesor Prof Dr Edward Omar Sharif Hariej, SH, MHum. “Kita menganggap selama ini dia aktivis sebelum masuk dalam pemerintahan. Dia dari UGM. Tapi ternyata ketika masuk pemerintah kok jadi sikapnya seperti ini,” lanjut Hersubeno. “Jadi apa yang diajarkan pada mahasiswa bahwa sebagai Profesor di bidang hukum kita mengerti apa yang disebut istilah dignity, bahasa Indonesia-nya martabat. Nggak ada martabat pemerintah. Martabat itu hanya melekat pada manusia, konkret, dan mengalami dekrivasi atau penghinaan,” tegas Rocky Gerung. Jadi kalau disebut menghina itu artinya kena pada martabat. “Nah, orang itu punya martabat, pemerintah tidak punya martabat. Pemerintahan itu bukan lembaga yang punya perasaan, nggak bisa itu. Jadi, nggak bisa prinsip hak asasi manusia, perlindungan martabat pemerintah itu yang adalah wilayah individu, dijadikan delik,” tambahnya. Jadi bukan sekadar nggak boleh ada itu, tapi yang agak aneh kok seorang Profesor hukum justru mengiyakan itu. Kan mustinya dia justru kasih poin bahwa tafsiran itu salah. Bukan malah dengan mengatakan bahwa itu akan dijadikan KUHP. “Bahwa memang itu desain dari kekuasaan untuk persiapan Pemilu nanti, supaya mahasiswa nggak boleh demo. Nah, sekarang mahasiswa bahkan sudah mulai demo sebelum pasal itu diiyakan, diketok, dan pasti diketok, BEM UI kemarin sudah berdemo bahwa RKUHP itu melanggar hak asasi manusia,” ungkap Rocky Gerung. Lalu pemerintah akan bilang ini supaya kita bagus di mata bangsa lain. Nanti kalau ada presiden asing datang juga kita perlakukan yang sama. Di Amerika presiden dihina setiap hari dia nggak merasa martabatnya terganggu. Jadi, aneh juga kalau presiden Amerika ke sini mahasiswa demo, ditangkap, presidennya akan geleng-geleng kepala. “Gue memang biasa dihina, nggak ada urusan dengan soal itu. Jadi, terlihat itu alasan DPR dan pemerintah untuk bikin undang-undang itu hanya untuk mencekik demokrasi,” tegasnya. Pasti skor demokrasi akan turun dengan adanya pasal penghinaan pemerintah itu. Walau ada syarat-syaratnya, tetapi memasukkan itu dalam pertimbangan untuk di KUHP itu sudah sinting. “Apalagi kalau para profesor yang belajar hukum dan human dignity itu justru ada dalam pemerintahan lalu jadi pembela undang-undang itu. Kan ngaco itu. Integritas keilmuan dia di mana. Itu yang orang pertanyakan. Jadi, kalau soal urusan presiden dengan martabatnya, nggak ada,” tambah Rocky Gerung. Menurutnya, Presiden nggak boleh punya martabat. Sebab, kalau dia punya martabat itu personifikasi. Itu boleh kalau sistem kerajaan. Karena raja dulu dianggap identik dengan negara, kata Louis ke-16. “Aku adalah negara, karena itu menghina aku berarti menghina negara, menghina negara berarti menghina aku”. Karena itu sistem kerajaan. Jadi KUHP kita sebetulnya ketinggalan kira-kira 600 tahun. (mth/sws)
Pakar: UUD 1945 Bukan Diamandemen, Tapi Diganti UUD Reformasi 2002
Yogyakarta, FNN - Pakar hukum, Prof. Dr. Kaelan, MS., menilai UUD 1945 bukanlah diamandemen, melainkan diganti dengan UU Reformasi 2002. Prof Kaelan menjelaskan alasan penilaiannya dalam FGD \'Amandemen Konstitusi Dalam Rangka Mengembalikan Kedaulatan Rakyat\', di Kantor DPD RI Provinsi DIY, Kamis (23/6/2022). Kegiatan ini dihadiri langsung Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Prof Kaelan mengatakan, dalam kajian hukum konstitusi dikenal dua prosedur perubahan UUD. Pertama, perubahan yang telah diatur dalam suatu UUD itu sendiri atau yang dikenal dengan istilah “verfassung anderung”. \"Kedua, perubahan melalui prosedur di luar ketentuan yang sudah diatur dalam UUD tersebut atau yang dikenal dengan istilah “verfassung wandelung”, jelasnya. Sedangkan dalam hubungan dengan teknik perubahan konstitusi, dikenal dua teknik yang digunakan dalam mengubah konstitusi, yaitu perubahan atau penggantian secara menyeluruh (renew). Serta perubahan dengan melakukan penambahan atau yang dikenal dengan istilah amandemen. \"Amandemen dalam suatu konstitusi, lazimnya dilakukan perubahan atau penambahan satu pasal atau beberapa pasal, kemudian dicantumkan pada UUD asli, kemudian bersama-sama diundangkan, hal ini diistilahkan dengan sistem Adendum,\" terangnya. Sementara dalam proses amandemen UUD 2002 pasal-pasal yang diubah/ diganti hampir 90%, terutama menyangkut substansi pasal-pasalnya. \"Jadi dalam proses penyusunan UUD 2002 itu bukanlah Amandemen melainkan mengganti UUD 1945 dengan UUD Reformasi 2002,\" tegasnya. Dijelaskannya, jika dalam proses amandemen UUD 2002 jumlah pasal yang diamandemen mencapai 90% lebih, maka dalam sejarah konstitusi dan ketatanegaraan Indonesia hal itu bukanlah amandemen melainkan suatu penggantian konstitusi (renew). \"Dalam hukum konstitusi, pengertian amandemen adalah pengubahan satu pasal atau beberapa pasal konstitusi, yang kemudian dicantumkan dalam UUD asli (konstitusi asli) dengan sistem adendum. Dalam proses amandemen UUD 1945 dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia proses amandemen UUD 1945 perubahan jumlah pasal yang diamandemen hampir mencapai 90% lebih,\" jelasnya. Konsekuensi dari hal itu, UUD 2002 hasil amandemen tidak koheren atau tidak pada dasar filsafat negara Pancasila. \"Hal ini telah dilakukan lewat suatu penelitian hukum normatif pada isi pasal-pasal UUD 2002 hasil Amandemen itu tidak konsisten dengan dasar filsafat negara Pancasila,\" terang Kaelan lagi. Menurutnya, isi pasal-pasal UUD 2002 hasil amandemen justru merupakan derivasi dari sistem liberalisme, hal ini juga dapat dibuktikan pada sejarah proses perumusannya. \"Memang tatkala UUD 2002 dirumuskan terdapat suatu kesepakatan bahwa Pembukaan UUD 1945 tidak akan dirubah. Namun berdasarkan hasil analisis hukum, isi pasal-pasal UUD 2002 hasil amandemen tidak konsisten dan tidak koheren dengan Pancasila dasar Filsafat Negara,\" jelasnya. Kaelan juga mengatakan, berdasarkan fakta dalam sejarah amandemen UUD 1945, terdapat pengaruh dari asing. “Beberapa LSM asing maupun domestik ikut aktif dalam proses amandemen UUD 1945 tersebut. LSM-LSM itu bahkan hadir dalam rapat-rapat PAH I BP MPR, mengikuti setiap materi perubahan yang dibahas sehingga dapat mengetahui data atau informasi semacam apa yang dibutuhkan para anggota PAH I,\" pungkasnya. (mth/*)
Relawan di Padang Deklarasi LaNyalla Capres 2024
Padang, FNN – Popularitas Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti semakin berkibar. Relawan Indonesia Tageh di Padang, Sumatera Barat, mendeklarasikan LaNyalla sebagai Calon Presiden (Capres) 2024. Ia didukung karena dinilai berani menyuarakan kepentingan rakyat. Deklarasi terhadap LaNyalla itu berlangsung di GOR Prayoga Padang, Rabu (22/6/2022). “Atas Berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur demi mewujudkan keadilan sosial, dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia maka dengan ini, kami membulatkan tekad untuk mendukung AA LaNyalla Mahmud Mattalitti maju sebagai Calon Presiden Republik Indonesia pada Pemilihan Presiden 2024,” kata Koordinator Relawan Indonesia Tageh Sumatera Barat, Muhammad Suhandi kepada wartawan.Relawan Indonesia Tageh Sumatera Barat terdiri dari berbagai kalangan, mulai dari pelaku UMKM, pemangku adat, aktivis, Ibu rumah tangga dan kaum millenial. Suhandi menyebut latar belakang masyarakat Sumatera Barat mendukung LaNyalla adalah karena keberanian Ketua DPD RI itu dalam menyuarakan kepentingan rakyat.Jadi, “Masyarakat menginginkan pemimpin yang berani, independen dan tidak mudah untuk diintervensi oleh kepentingan golongan dan kelompok manapun kecuali kepentingan rakyat,” kata Suhandi.LaNyalla disebutnya mampu memperjuangkan kepentingan rakyat sehingga pantas didorong untuk tampil sebagai kontestasi pada Pilpres mendatang. “Kami percaya bahwa pak LaNyalla adalah sosok yang tegas dan konsisten dalam memperjuangkan hak-hak keadilan rakyat,\" lanjutnya.Suhandi juga menyebut jika LaNyalla adalah sosok yang dapat menyatukan elemen bangsa ke depan utamanya dalam kondisi bangsa yang mulai terpecah belah dengan polarisasi saat ini. “La Nyalla adalah pemimpin yang konsisten memperjuangkan konstitusi negara\" tambahnya. Apalagi, sebelumnya, mantan Wakil Presiden Try Sutrisno sudah berwasiat kepada LaNyalla untuk menyelamatkan Indonesia. (mth/*)
Rocky Gerung: Bahwa di Atas Raja Masih Ada Ratu!
Jakarta, FNN – SOAL Megawati dan Jokowi di Rakernas PDIP yang bicara keras yang tampak diarahkan kepada Presiden Joko Widodo dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo diulas oleh wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam dialog dengan Rocky Gerung dalam kanal Rocky Gerung Official, Rabu (22/6/2022). Petikannya. Ini Anda kelihatannya mengikuti kehebohan netizen soal bagaimana Pak Jokowi menghadap Megawati? Bagaimana menurut Anda? Saya ingin tahu bagaimana tafsiran Anda melihat video-video itu. Ya, kita akhirnya tidak bisa membedakan itu pertemuan privat atau publik. Kalau itu ruang publik, enggak di situ tempat Presiden. Presiden itu punya formalitas sendiri. Jokowi bukan Presiden, tapi tubuh presiden dia, itu harus dihormati. Kalau Pak Jokowi datang sebagai kader PDIP ya oke saja. Tapi, jangan itu di-vlog-kan bahwa itu Pak Presiden sedang bertemu dengan Ibu. Ya apa point di situ tuh. Mau melecehkan Presiden. Itu sinyalnya begitu kan? Itu yang disebut sebagai kita mendua menafsirkan itu. Bahasa psikologi nausea, rasa mual melihat foto itu kan. Seolah Ibu Mega lagi ngajari dan Pak Jokowi posturnya memang minta diajari. Jadi, kirim-mengirim bahasa tubuh itu membuat kita merasa ya ada point-nya juga Bu Mega. Kenapa dia musti panggil Pak Jokowi, karena sebelumnya Pak Jokowi nantang-nantangin kan dengan melalui proksi Ganjar. Itu bahasa tubuh kita. Tapi juga kita anggap Ibu Mega kurang sopan sebetulnya. Dia itu Presiden. Jadi kemenduaan itu membuat kita disgusting atau mual bahkan melihat politik. Apalagi itu kemudian diviralkan vlog-nya itu. Jadi, mungkin sekali disengaja supaya diperlihatkan bahwa di atas Raja masih ada Ratu. Kira-kira begitu. Tapi realitasnya tidak seperti itu sebenarnya. Karena jauh sekali, kelihatannya Pak Jokowi sekarang ini juga sudah jadi kekuatan sendiri. Pak Jokowi sudah bisa memilih kekuatan sendiri, Pak Jokowi bisa memilih koalisi sendiri. Itu seperti yang disinggung oleh Bu Megawati. Bu Mega mengingatkan juga soal sistem pemerintahan kita ini presidensial. Tidak ada koalisi-koalisi. Saya kira ini maksudnya mungkin mengingatkan Jokowi bagaimanapun juga ini partai pemenang Pemilunya adalah PDIP. Dan Anda itu adalah petugas partai PDIP. Jadi sebenarnya yang memerintah itu PDIP, bukan partai lain atau figur lain. Kalau itu Ibu Mega juga salah. Kalau PDIP yang memerintah sebagai partai pemenang, itu artinya PDIP membentuk koalisi partai pemenang. Itu artinya sistem parlementer juga jadinya. Kalau dia bilang dia menang, memenangkan Pak Jokowi, orang bertanya berapa persen Pak Jokowi menang pada waktu itu. Tentu pasti di atas 50%. Mungkin 56%. Sekarang suara PDIP itu berapa, 56%? Kan enggak juga. Suara PDIP kan 20%, bahkan secara nasional 19%. Jadi, PDIP cuma dapat 19 persen, Jokowi dapat 56 persen. Itu artinya, ada kira-kira 30% persen bukan suara PDIP. Suara siapa? Ya suara Muslim, suara partai lain, dan macam-macam. Jadi tidak bisa Ibu Mega klaim bahwa dia adalah petugas partai PDIP. Karena setelah diujikan ke publik, suara Jokowi waktu itu melampaui suara PDIP. Kan matematiknya begitu. Kenapa Ibu Mega menyebut itu koalisi ya karena dia jengkel saja kok koalisi nantangin dia. Itu kan? Jadi, yang dimarahin Ibu Mega itu koalisi yang petentang-petenteng di depan PDIP. Padahal PDIP sendiri bikin koalisi. Kalau nggak bikin koalisi yang tidak bisa dapat juga yang 20 persen itu. Kalau misalnya Ibu Mega bilang saya bisa nentuin sendiri, ngapain masih main mata dengan Gerindra. Lebih berbahaya lagi kalau Ibu Mega bilang, ini sistem presidensial. Nah, Ibu Mega musti bilang, dalam sistem presidensial tidak ada kuota 20% maka PDIP musti maju untuk mempersoalkan 20% itu. PDIP sendiri juga terima 20%. Itu artinya PDIP juga suka sistem parlementer dalam praktik. Itu inkonsistensi dalam pidato Ibu Mega. Ibu Mega musti bilang, ini sistem presidensial, Pak Jokowi nggak boleh punya koalisi. Oleh karena itu, 20% musti dihilangkan. Kan begitu. Jadi harus berhati-hati. Justru karena 20% ya semua orang akhirnya berkoalisi. Dari bahasa tubuh tersebut, kemudian pidato Ibu Mega juga menyinggung soal pencapresan bahwa itu adalah hak prerogatif yang diberikan kepada beliau dan kemudian menyatakan kalau ada kader PDIP yang mendua, bermain dua kaki, itu dipersilakan out. Di situ kan jelas yang dimaksud pasti Pak Jokowi dan Ganjar. Kan dua-duanya, Pak Jokowi punya agenda tiga periode, Ganjar ingin jadi presiden. Ya, itu point saya. Selalu Ibu Mega mustinya konsisten saja. Tidak usah minta mereka mundur. Ya pecat saja. Kan Ibu Mega mengatakan bahwa hanya saya yang menentukan siapa yang boleh jadi presiden. Nah Pak Jokowi masih ingin menjadi presiden sebelum minta izin Bu Mega, kenapa musti dipecat sebagai kader. Ganjar juga begitu. Berkomplot dengan Jokowi bikin tandingan dengan Mega. Ya dipecat dong. Bukan dikasih sinyal. Supaya juga Ganjar enak itu. Dia akan diminta oleh Nasdem, misalnya, atau Gerindra. Jadi lebih fair. Ibu Mega juga musti ketat di dalam asas berpikir dan konsisten dalam keputusan politik. Kalau dibiarkan kasihan Ganjar juga. Ganjar tidak mungkin mengundurkan diri itu. Karena prinsipnya adalah dia enggak tahu kalau dia bersalah kan? Kalau dia tahu dia bersalah maka dia mengundurkan diri. Tapi dia enggak tahu apa kesalahan dia. Nah, Ibu Mega yang tahu apa kesalahan Ganjar. Ibu Mega yang pecat. Kan ada mahkamahnya tersendiri di PDIP. Jadi hal-hal semacam itu kalau dipertontonkan ke publik lalu orang boleh menganalisis juga bahwa PDIP juga tidak konsisten. Masih mau ngintip peluang tukar tambah. Nggak benar kan. Padahal orang juga ingin Ibu Mega itu tegak lurus dengan prinsip yang ada di dalam partai dan prinsip di dalam konstitusi. Prinsip dalam partai siapa yang sudah menentang dipecat, tadi tidak dipecat. Prinsip dalam konstitusi sistem presidensial 20%, Ibu Mega enggak mau, itu berarti Ibu Mega sistem parlementer juga. Jadi kita hanya ingin melihat itu, lepas dari kepentingan PDIP, saya tidak ada urusan. Tapi cara berpikir itu yang mau kita koreksi. (mth/sws)
Rocky Gerung: Jangan Larang Orang-Orang Punya Aspirasi Negara Islam
Jakarta, FNN – HARI Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Pada 22 Juni 1527 ditetapkan sebagai tanggal berdirinya Kota Jakarta berdasarkan waktu terjadinya penaklukan Sunda Kelapa oleh Fatahillah dan pasukannya. Menurut wartawan senior FNN Hersubeno Arief, selain ulang tahun Jakarta, hal yang sangat penting juga pada 22 Juni 1945, Tim 9 yang dibentuk oleh BPUPKI kemudian merumuskan dasar negara kita yang namanya Pancasila. Mengapa menjadi penting? Ikuti dialog antara Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung, akademisi dan pengamat politik dalam kanal Rocky Gerung Official, Rabu (22/6/2022). Ini penting kita bahas sejarah, karena banyak sekali keluhan bahwa anak-anak sekarang ini tidak paham sejarah. Karena kalau kita tidak paham sejarah maka pemahamannya terhadap persoalan negara kita jadi bermasalah juga. Oh iya, itu saya ingat bahwa tanggal 20 Juni itu perumusan naskah Piagam Jakarta. Selalu dianggap bahwa Pancasila itu pertama kali diucapkan dalam upaya untuk menghasilkan kemajemukan. Tapi kemajemukan itu adalah hasil perdebatan karena fakta antropologi kita betul-betul ini masyarakat majemuk. Dan hasil perdebatan merumuskan apa yang disebut Piagam Jakarta, yaitu Pancasila, yang sila pertamanya berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Di SD juga diajarin. Jadi ini musti tahu, sejarah Pancasila itu ada sejarah Piagam Jakarta juga. Karena itu kalau sekarang masih ada Islamophobi itu ajaib karena justru bangsa ini didasarkan pada kesepakatan yang merupakan kelegaan hati dari mayoritas Muslim waktu itu, untuk tidak lagi mencantumkan tujuh kata itu, yaitu “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” itu dihapus dari naskah, tetapi tidak mungkin dihapus dari sejarah. Itu masalahnya. Kemudian juga pada tanggal 22 Juni inilah Bung Karno yang menjadi ketua tim perumus menyampaikan soal rumusan Pancasila yang sebenarnya rumusan Pancasilanya tidak seperti yang sekarang. Pak Karno itu menyebutkan antara yang sekarang coba dimunculkan oleh PDIP bisa diperas menjadi Trisila, lalu menjadi Ekasila. Kalau sekarang disepakati bahwa lahirnya Pancasila itu pada 6 Juni, di mana Bung Karno mengucapkan itu. Saya kira kini kenapa menjadi perdebatan. Karena kalau kita baca-baca risalahnya dari BPUPKI itu, harusnya tanggal 18 Agustus yang disebutkan sebagai hari lahir Pancasila. Iya, Pancasila ada dalam alam pikiran Bung Karno, alam pikiran Muhammad Yamin, macam-macam. Kan itu semua ide yang kompilasi sebetulnya, bahkan alam pikiran dunia itu. Karena nasionalisme itu bukan asli Indonesia itu. Itu pikiran Sujat Saint. Demikian juga soal “kemanusiaan adil dan beradab” itu ada setelah revolusi Perancis baru kita tahu. Jadi mereka pada waktu itu founding parent kita, orang yang belajar sejarah dan tahu seluruh macam perkembangan di dunia. Dunia Islam terutama sedang bangkit karena itu ide Negara Islam muncul. Jadi, adalah hasil kompilasi pikiran dunia, bukan pikiran Bung Karno sendiri. Bahkan Bung Karno bilang saya hanya menggali dari bumi Indonesia. Ya ada bagian yang digali dari bumi Indonesia karena Bung Karno itu juga mengerti bumi yang lain, sebutlah bumi Tiongkok, bumi Rusia, bumi Perancis, bumi Revolusi 1776 di Amerika. Jadi, semua itu adalah hasil kompilasi. Nah itu yang seringkali dilupakan. Kalau disebut lahirnya Pancasila, ya lahir secara formil pada 18 Agustus. Kalau yang informal ya banyak tanggalnya. Semua orang yang berpidato dengan tema Pancasila itu bisa melahirkan Pancasila. Itu pentingnya kita pisahkan antara hari lahir formil dan hari lahir sebagai wacana. Dan ini pentingnya memahami sejarah karena juga memang ada adagium yang sudah kita kenal cukup lama bahwa sejarah itu ditulis oleh para pemenang. Tapi sekarang ini kalau ‘45 masih terlalu banyak dokumen-dokumennya. Jadi kalau muncul perdebatan sah-sah saja dan untuk memahaminya saya kira penting untuk buka-buka kembali. Tidak hanya baca Twitter yang 140 karakter dan kemudian berdebat di media sosial. Saya kira itu yang penting, generasi baru ini tahu geneologi, asal-usul dari rumusan dasar negara kita. Bung Karno tidak pernah menyebut Pancasila itu ideologi. Dia menyebut sebagai landasan filosofi, filosofi grounds low. Tapi semua ini kemudian seolah-olah dianggap Pancasila itu ideologi negara, bukan. Bahkan Pak Harto tidak pernah menyebut sebagai ideologi. Pak Harto bilang asas, walaupun dia tambahin asas tunggal. Jadi pilihan kata itu bahkan di dalam undang-undang kita tidak ada ideologi Pancasila. Itu kesepakatan umum untuk mengatakan itu panduan, tapi bukan ideologi dalam pengertian setara dengan ideologi dunia komunisme, marxisme, liberalisme, sosialisme, Islamisme. Itu lain. Karena itu Pancasila harus dianggap sebagai percakapan untuk menghasilkan kebersamaan, bukan suatu yang sudah final. Apalagi (telah) difinalkan dengan Ekasila. Itu kan berbahaya sekali. Jadi, pandangan itu yang memungkinkan kita justru lega dengan menyebut Pancasila adalah panduan kebudayaan. Itu lebih tepat sebetulnya kalau tidak mau pakai istilah asas tunggal. Bagian ini yang Presiden Jokowi juga nggak paham. Seringkali dia bilang, ini ideologi negara. Nggak ada. Di mana ada keputusan bahwa Pancasila ideologi negara. Nggak ada. Dasar negara, asas tunggal, nggak ada. Tapi hal-hal semacam ini seolah membuat kita berhenti, seolah-olah dengan adanya Pancasila semua soal selesai. Itu Pancasila panduan saja tuh. Kalau mau Pancasila ya 20% dihilangin dulu tuh. Kira-kira begitu kan, supaya sama rata. Jadi banyak hal yang setiap kali tanggal 22 Juni itu kita sebut sebagai hari Piagam Jakarta, kita ingat asal-usul piagam Jakarta adalah kesepakatan, justru kelegaan masyarakat Muslim pada waktu itu untuk melihat Indonesia tumbuh sebagai negara kebangsaan. Jadi itu intinya. Tetapi, sekali lagi, pikiran itu tetap hadir di kita. Karena itu, jangan larang orang-orang punya aspirasi negara Islam. Itu biasa saja. Jangan berupaya untuk menutupi sejarah. Apa yang pernah disebutkan, kalau disembunyikan justru dia akan masuk kembali dalam memori kita dan timbul sebagai sebuah harapan saja. Dan seperti ketel yang dipanaskan, kalau tidak ada lubang keluar biasanya bisa menimbulkan ledakan. Jadi kalau dibiarkan, katalisnya aman sebenarnya. Iya, jadi itulah pentingnya kalau musti ada katup volve, yang disebut katup pengaman. Ya mustinya dibuka. Jadi jangan ditutup dengan satu interpretasi tunggal bahwa Pancasila itu adalah apa yang diucapkan Bung Karno. Enggak. Itu sudah jauh dari itu. Pancasila itu sudah berkembang dan kita musti mampu juga mengoneksikan pengertian dari Pancasila itu ke dalam konteks kekinian dan itu juga hak dari milenial untuk menafsirkannya. Kita musti pelajari sebetulnya cara pendiri bangsa ini berdebat, bukan cara membangun koalisi. Cara berdebat dan cara bagaimana berkomunikasi antar sesama anak bangsa meskipun berbeda pilihan politik. Saya kira itu penting sekali. Itu pentingnya. Karena Piagam Jakarta maupun Pancasila itu hasil perdebatan di antara orang-orang yang setara Tersebut. Tidak ada feodalisme. Tidak ada seseorang menghadap pada orang lain lalu manggut-manggut di situ. Itu hasil perdebatan. Mungkin juga kalau kita masih bisa melihat beberapa arsipnya, itu masih ada berdebatnya keras betul. Bukan pakai Vlog atau TikTok. Ini betul-betul debat intelektual dari para pendiri bangsa. (mth/sws)