NASIONAL

Gus Yasien: DPD RI Sudah ‘Kumandangkan Iqomah’, Saatnya Rapatkan Barisan!

  Surabaya, FNN – Ketua Harian Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah (PPKN), H Tjetjep Mohammad Yasien, SH, MH mengapresiasi tekad Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti untuk memulai safari Kedaulatan Rakyat dengan menemui Ketua Mahkamah Agung RI Muhammad Syarifuddin. “Pertemuan kedua lembaga ini penting, agar tidak keluar dari jalur konstitusi. Semangat Pak LaNyalla patut kita dukung, begitu juga sambutan Ketua MA Muhammad Syarifuddin yang akan menghadirkan semua pimpinan di MA, ini kabar baik,” tegas Gus Yasien panggilan akrab Tjetjep Mohammad Yasien, Rabu (20/7/22). Menurut alumni PP Tebuireng, Jombang ini, gerakan untuk mengembalikan Kedaulatan Rakyat dan UUD 1945, itu adalah amanat Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU di Pondok Pesantren Kempeks, Palimanan Cirebon, Jawa Barat (2012). “Jadi apa yang diperjuangkan Pak LaNyalla adalah bagian dari amanah para masyayikh NU. Sepuluh tahun lalu, beliau-beliau sudah bicara soal runtuhnya Kedaulatan Rakyat,” tegasnya. Sementara, kita sebagai bangsa masih tetap diam saja melihat amandemen demi amandemen yang terjadi pada UUD 1945. Padahal, inilah adalah awal dari kehancuran kita sebagai bangsa. Merujuk pasal Pasal 33 UUD 1945, maka, amandemen telah memporak-porandakan pilar-pilar ekonomi, politik bahkan sosial budaya kita. “Bangsa ini hancur oleh liberalisme dan kapitalisme. Kalau DPD RI bergerak mengembalikan Kedaulatan Rakyat, maka kami siap (untuk) ‘makmuman’ di belakangnya,” jelas pengacara senior ini. Masih menurut Gus Yasien, ibarat barisan shalat, Ketua DPD RI ini sedang mengumandang iqomah. Tanda shalat berjamah segera dimulai. “Tugas kita sebagai makmum, luruskan barisan. Ikuti gerakan imam. Safari Pak LaNyalla ke MA, ini menegaskan bahwa gerakan mengembalikan Kedaulatan Rakyat itu, konstitusional,” pungkasnya. Sebelumnya diberitakan, sekembali dari menunaikan ibadah haji, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti langsung memulai safari Kedaulatan Rakyat dengan menemui Ketua Mahkamah Agung RI Muhammad Syarifuddin di kantornya di kawasan Medan Merdeka Timur, Jakarta. “Saya secara informal menemui terlebih dulu pimpinan Yudikatif, untuk menyampaikan niatan kami, pimpinan DPD untuk bertemu pimpinan MA dalam rangka pembicaraan dinamika kebangsaan, terkait upaya kami untuk memperjuangkan pengembalian kedaulatan rakyat,” ungkap LaNyalla, Selasa (19/7/2022). Dikatakan LaNyalla, dirinya menyebut safari yang akan dilakukan dengan menemui semua stakeholder bangsa dan pejabat negara sebagai Safari Kedaulatan Rakyat. Karena niat dan janjinya untuk memperjuangkan penguatan dan pengembalian kedaulatan rakyat. “Saya sudah sampaikan, saya akan pimpin ikhtiar untuk mengembalikan kedaulatan negara ini ke tangan pemilik sah negara ini, yaitu rakyat. Dan saya awali dulu secara informal (bertemu) dengan Ketua MA, untuk nantinya bisa diagendakan secara formal pertemuan dan konsultasi antara unsur DPD RI dan MA RI,” sebutnya. Ketua MA Muhammad Syarifuddin sendiri sudah menyambut baik maksud kedatangan Ketua DPD, dan berharap dapat menyiapkan pertemuan formal antara kedua lembaga negara tersebut di waktu yang disepakati. “Nanti kami susun waktunya, karena harus menghadirkan semua pimpinan di MA yang tentu harus disusun waktu yang tepat, dengan unsur pimpinan di DPD RI. Pada prinsipnya MA bisa menjadi tuan rumah untuk forum konsultasi tersebut,” tegas Syarifuddin. (mth)  

Habib Rizieq Syihab Bebas!

Jakarta, FNN – Habib Muhammad Rizieq Syihab bin Husein Shihab resmi keluar dari tahanan Bareskrim Polri setelah menjalani masa hukuman atas vonis RS Ummi, Kota Bogor. Ia keluar tahanan sekitar pukul 6.30 menuju rumahnya di Petamburan, Tanah Abang Jakarta Pusat. Saat keluar, ia didampingi pengacara, Aziz Januar, sampai ke Petamburan. “Ini sudah di Petamburan,” kata Aziz saat dihubungi FNN.co.id, Rabu pagi (20/7/2022). HRS dan rombongan tiba di Petamburan sebelum pukul 7.00. “Alhamdulillah HRS sehat,” tambah Aziz. HRS mendapatkan pembebasan bersyarat karena telah menjalani hukuman 2/3 pada kasus RS Ummi. Ia divonis 2 tahun penjara sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA).  Kemudian, dalam kasus kerumunan di Petamburan divonis denda Rp 50 juta. Dalam kasus kerumunan di Megamendung divonis 8 bulan penjara. Sebelumnya, kabar bebas bersyaratnya HRS disampaikan Koordinator Humas dan Protokol, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Rika Aprianti. Rika menjelaskan bahwa narapidana atas nama Moh. Rizieq alias Habib Muhammad Rizieq Syihab bin Husein Syihab merupakan terpidana yang menjalani pidana penjara di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri atas dua tindak pidana terkait Kekarantinaan Kesehatan berdasarkan Pasal 93  UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan satu tindak pidana menyiarkan berita bohong berdasarkan Pasal 14 UU 1/1946 tentang Peraturan tentang Hukum PidanaHRS ditahan sejak 12 Desember 2020 dengan 3 putusan hakim. Pertama, untuk Tindak Pidana I (Kekarantinaan Kesehatan) diputus pidana penjara selama 8 (delapan) bulan. Kedua, Tindak Pidana II (Kekarantinaan Kesehatan) diputus pidana denda Rp 20 juta subsider lima bulan kurungan (denda sudah dibayar). Ketiga, Tindak Pidana III (Menyiarkan Berita Bohong) diputus pidana penjara selama 2 (dua) tahun. “Bahwa yang bersangkutan mendapatkan Pembebasan Bersyarat pada 20 Juli 2022. Tanggal ditahan 12 Desember 2020, ekspirasi akhir 10 Juni 2023, dan habis masa percobaan 10 Juni 2024,” jelasnya kepada wartawan. HRS, sambungnya, dinilai telah memenuhi syarat administratif dan substantif untuk mendapatkan hak remisi dan integrasi sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 7/2022 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia 3/2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 117). “Habib Rizieq keluar pukul 06.45 WIB,” ungkap Rika. (HMD/mth)

Dana KPU Belum Turun, Pemilu Bisa Ditunda: Bagian Skenario Tiga Periode?

HINGGA tulisan ini dibuat, KPU RI berharap pemerintah segera mencairkan anggaran tahapan Pemilu 2024 untuk tahun 2022. Dana yang belum cair itu sebesar Rp 5,6 triliun dari Rp 8,6 triliun yang dianggarkan.“Kami yakin anggaran akan segera turun,” kata Komisioner KPU Idham Kholik, kepada wartawan, Jumat (24/6/2022).Idham menyebut pihaknya sudah melakukan berbagai cara agar anggaran tersebut segara dicairkan. Salah satunya audiensi dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).“Semua proses sudah kami tempuh. Kami sudah sampaikan kepada Bapak Presiden pada saat kami audiensi beliau sangat mendukung penyelenggaraan Pemilu serentak 2024,” kata Idham.Ia menyebut KPU juga menjalin komunikasi lebih intensif dengan pemerintah. Idham berharap pemerintah menaruh perhatian khusus terkait pencairan anggaran tersebut.Sebelumnya, KPU menjelaskan terkait anggaran Rp 8,06 triliun pada 2022 yang dibutuhkan institusinya dalam pelaksanaan tahapan Pemilu 2024. Anggaran triliunan rupiah itu rencananya dialokasikan untuk KPU Pusat dan Daerah. Kebutuhan anggaran KPU Tahun 2022 Rp 8,06 triliun, yang akan dialokasikan untuk: 1. KPU (Pusat): Rp 0,9 triliun. 2. KPU Provinsi (34 Satuan Kerja): Rp 1,3 triliun. 3. KPU Kab/Kota (514 Satker): Rp 5,7 triliun.Pihak KPU menyebut sudah ada dana sebesar Rp 2,4 triliun yang teralokasi pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) KPU Tahun 2022. Sehingga, ada kekurangan Rp 5,6 triliun yang masih dibutuhkan. Kekurangan dana yang dibutuhkan belum bisa dialokasikan sepenuhnya. Sebab, Kementerian Keuangan masih menunggu penetapan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Tahapan Pemilu 2024. Persoalan belum turunnya anggaran Tahapan Pemilu 2024 itu dikhawatirkan bisa menjadi alasan penundaan Pemilu. Inilah yang dibahas kali ini di dalam Kanal Rocky Gerung Official, Senin (18/7/2022), oleh wartawan senior FNN Hersubeno Arief bersama pengamat politik Rocky Gerung. Berikut petikannya. Ada soal serius berkaitan dengan Pemilu. Saya baca sampai bulan lalu dana untuk tahap pertama dari pelaksanaan Pemilu, sekitar 5,6 triliun kalau nggak salah, belum turun tapi saya dengar dari teman-teman KPU sampai sekarang juga belum turun, sampai akhir bulan ini juga belum turun. Nah, itu akan jadi serius persoalan. Iya betul ini dua hal sedang kita kalkulasi, yaitu penghormatan publik kepada institusi kepolisian itu yang betul-betul akhirnya merosot lagi, dan semua WA grup itu langsung berpikir bahwa kasus Brigadir J ini adalah pembunuhan berencana. Itu sebetulnya jadi semacam keterangan awal bahwa apa pun yang akan diucapkan oleh Humas Polri, akan di-discount sedemikian rupa. Jadi ini bahayanya kalau satu peristiwa itu yang seharusnya secara mudah diterangkan pada publik, tetapi diatur atau dicicil keterangannya, keterangan resminya, menimbulkan semakin lama dugaannya, semakin berbahaya. Dan inisiatif dari keluarga untuk melaporkan itu langkah yang paling tepat. Karena dengan itu lalu seluruh isu sebetulnya bisa dikendalikan melalui peristiwa pelaporan ini. Dilaporkan sebagai satu tindak pidana dan akhirnya proses hukum harus berjalan mengikuti laporan itu. Jadi itu prinsip pertama. Jadi lebih bagus juga sehingga seluruh sensasi bisa kita, ya dugaan-dugaan sensasional itu bisa juga kita akhirnya harus bersabar sampai di pengadilan. Tapi yang nggak mungkin kita bersabar adalah kepastian pemilunya jadi apa tidak? Kalau KPU sendiri merasa bahwa pemerintah ragu-ragu, padahal KPU cuma pelaksana. Apa yang diragukan? Timbul lagi dugaan yang lebih berat dari dugaan terhadap kasus tembak-menembak polisi itu. Artinya ada tembak-menembak di antara para politisi yang berupaya untuk cari semacam celah supaya ada kepastian ini mau jadi atau tidak. Di dalam proses tembak-menembak politisi biasanya tembak-menembak kursi atau tembak-menembak upeti. Ini sebetulnya yang menjadi acuan kita bilamana membaca politik Indonesia. Apalagi Bu Megawati kemarin dengan nada yang betul-betul mencemaskan Indonesia bisa masuk di dalam jebakan seperti Sri Lanka. Ini Ibu Mega sendiri yang bilang. Ibu Mega menganggap bahwa ada kecemasan karena situasi politik dunia, situasi ekonomi. Jadi semua orang berpikir bahwa sangat mungkin pemilu juga ditunda. Tapi itu kan kalkulasi. Yang bukan kalkulasi adalah fakta bahwa anggaran Pemilu enggak diturunkan oleh pemerintah. Jadi itu sebetulnya dasarnya kenapa orang berpikir bahwa ada sesuatu yang hendak diucapkan pemerintah, tetapi dia nggak mau berterus terang, yaitu brankas kita kosong sebetulnya. Kan nggak enak kita mau Pemilu tapi pinjem dari tetangga. Masa mau pesta pinjam tetangga. Sebetulnya kalkulasi ekonomi akan mendikte politik. Jadi kira-kira itu intinya. Tapi kalau kita lihat desain politik di belakang itu, wacana penundaan pemilu dan sebagainya, saya kira nanti justru mereka malah mendapatkan justifikasi, dengan alasan kan mereka dulu menggunakan justifikasi itu bahwa negara kita baru pulih dari pandemi, jadi pemilu bisa mengganggu, termasuk masalah anggaran. Jadi buat mereka yang ingin menunda pemilu ini jadi “blessing in disguise”. Ya itu juga sebetulnya yang lagi dipikirkan hari-hari ini oleh Pak Jokowi. Dan Pak Jokowi tetap punya skenario kalau ditunda Pemilu, problemnya dia punya kemampuan untuk mengendalikan keadaan apa enggak? Kalau penundaan itu menguntungkan Jokowi, pasti dia akan tunda. Nggak ada orang yang ingin berpura-pura di situ. Menunda artinya seluruh fasilitas masih bisa dia miliki, kemampuan manuver juga terkendali. Tetapi, bagi Jokowi kepastian itu enggak datang. Minimal kepastian dari PDIP bahwa oke kami akan lanjutkan program Jokowi. Ada memang KIB bicara bahwa ya kita akan lanjutkan proyek-proyek Jokowi. Tetapi, KIB ini seringkali musti kita baca secara terselubung, karena nggak mungkin KIB bilang kami hendak menghentikan proyek-proyek itu. Jadi basa-basi politik ini yang membuat Pak Jokowi nggak dapat sinyal kuat. Dengan kata lain, Jokowi kehilangan great pada semua fasilitas politik yang tadinya dia miliki. Parpol sudah nggak bisa dikendalikan lagi, ekonomi juga akhirnya Sri Mulyani langsung bicara ya kita memang ada dalam bahaya. Jadi, Jokowi akhirnya merasa ini bagaimana dia tetap ingin dirawat relawan, dia ingin tetap ada deklarasi-deklrasi kebulatan tekad, dan pada saat yang sama oligarki merasa ini kita mau menyumbang apa enggak nih? Keragu-raguan itu yang membuat katidakpastian arah politik. Ketidakpastian itu justru menggerakkan oposisi. Oposisi selalu gembira kalau tidak ada ketidakpastian. Tetapi oposisi sebenarnya tidak punya kemampuan untuk melakukan itu, menunda Pemilu atau apapun. Dan hanya berharap kalau bola memutar. Tapi kan realitasnya kita melihat bahwa memang ekonomi semakin berat. Dan tanda-tanda inflasi, meskipun kita disebut urutan ke-14 di antara 15 negara, tapi tetap saja kita menunjukkan tanda-tanda itu trajectory-nya juga sama dengan Sri Lanka. Saya sebenarnya berusaha untuk tidak menyebut nama Sri Lanka. Saya khawatir sebenarnya negara kita punya kemampuan untuk menyelenggarakan pemilu, tapi dengan alasan untuk justifikasi penundaan Pemilu akhirnya dibuatlah bahwa negara nggak mampu. Jadi ya mau bagaimana kita dipaksa kalau misalnya tidak mampu. Pilih makan atau pilih tetap menyelenggarakan Pemilu tetapi tidak makan. Kan gitu nanti pilihannya. Itu yang lagi disusun oleh pemerintah. Mau diajukan sebagai excuse dalam upaya untuk atau alibi paling nggak bahwa nggak mungkin kita lakukan Pemilu. Tapi balik pada tadi, kalau itu diucapkan Pak Jokowi dan Jokowi tahu bahwa dia diuntungkan dengan itu, sebetulnya ada cara lain, yaitu lakukan saja konsolidasi baru supaya terlihat Jokowi sebetulnya punya kepentingan dengan pemilu, tetapi dia belum punya partai yang bisa mengamankan dia. Kan itu lebih jelas kalau suasana itu diperlihatkan. Mustinya fair saja, Jokowi tetap adalah seorang politisi yang ingin agar supaya ada pada partai yang bisa lindungi dia nanti. Kan cuma itu problemnya. Jadi kalau ditunda pun dan Pak Jokowi nggak dapat kejelasan siapa yang akan merawat dia pasca lengser, itu juga berbahaya. Nah, persiapan-persiapan politik ini yang saya kira belum rapi. Kalau dibilang Pak Jokowi sudah mampu nggak mengasuransikan dua putranya itu sebagai pengganti dia nanti, atau nggak secara politis bisa berbunyi di 2024. Ternyata nggak juga. Jadi itu kecemasan seorang pemimpin yang sudah berada di ujung tebing, tapi untuk mengatakan bahwa saya bisa tinggalkan bangsa ini secara aman, dia nggak bisa ucapkan itu. Padahal tebingnya sudah ditunggu-tunggu dibawa oleh oposisi. Oposisi memang nggak punya kemampuan, tapi keadaan kelihatannya sedang berpihak pada posisi itu. Makin banyak orang yang percaya bahwa 0% itu adalah hal yang mutlak musti diiyakan. Banyak yang lihat bahwa gerakan buruh dan emak-emak serta mahasiswa itu enggak bisa dicegah. Jadi oposisi justru kalau oposisi di luar ya buat kita senang-senang saja. Yang potensi beroposisi dari dalam itu makin lama makin banyak. Itu yang akan menggerakkan kita.   Akhirnya mereka yang sedang berkuasa sekarang, terutama partai-partai politik, mengerti bahwa keadaan nggak bisa diselamatkan. Tapi kalau kita mengucapkan kan itu tidak akan didengar. Tapi kan kasak-kusuk dan bisik di antara polisi kan kita dengar setiap hari. (Ida/mth)

Liberalisasi Perdagangan Hancurkan Pertanian Rakyat

Jakarta, FNN ---Peneliti Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Meli Triana menilai liberalisasi perdagangan ditengah kemampuan sektor pertanian domestik dan daya saing yang lemah di pasar global, telah meruntuhkan banyak usaha pertanian rakyat serta menciptakan ketergantungan pada impor yang tinggi dan permanen. “Liberalisasi pasar pangan telah mendorong impor pangan secara berlebihan, termasuk melalui jalur ilegal, sehingga secara jelas merugikan, bahkan menghancurkan pertanian rakyat,” kata Meli dalam keterangan tertulisnya, Selasa (19/07/2022).   Meli mencontohkan pasca krisis 1997, liberalisasi pasar kedelai dilakukan atas dorongan Dana Moneter Internasional (IMF).  Sepanjang 1998 – 2001, impor kedelai melonjak hampir dua kali lipat, dari sebelumnya di kisaran 800 ribu ton, menembus 1,4 juta ton.  Di saat yang sama (1998-2001), produksi kedelai domestik jatuh drastis dari 1,3 juta ton menjadi hanya kisaran 850 ribu ton, dan sejak saat itu tidak pernah mampu bangkit kembali hingga kini. “Indonesia kini rutin mengimpor kedelai lebih dari 2 juta ton setiap tahunnya. Terakhir, pada 2021, ketika impor kedelai mencapai 2,5 juta ton, produksi kedelai nasional hanya sekitar 425 ribu ton, bahkan disinyalir hanya di kisaran 240 ribu ton,” ungkap Meli. Kerentanan Pangan Bergantung pada pasar pangan global memunculkan kerentanan yang tinggi pada ketahanan dan kemandirian pangan nasional. Kerentanan terbesar datang dari ketidakpastian pasokan dan harga pangan internasional. “Lonjakan harga pangan dunia ditengah ketergantungan tinggi pada impor, memunculkan kerentanan, yang bahkan masih terjadi pada komoditas pangan utama yaitu beras,” tutur Meli. Dalam dua dekade terakhir, sepanjang 2001 – 2021, harga beras impor telah melonjak dari kisaran 200 dollar AS per ton menjadi  450 dollar AS per ton. Pada rentang waktu yang sama, Indonesia tercatat beberapa kali melakukan impor beras dalam jumlah signifikan, antara lain tahun 2011 (2,8 juta ton) dan 2018 (2,3 juta ton).  “Kewaspadaan menjadi keharusan ketika produksi domestik sangat ringkih. Dalam 4 tahun terakhir, produksi beras Indonesia cenderung menurun, dari 33,9 juta ton pada 2018, menjadi 31,4 juta ton pada 2021,” ujar Meli. Meli melihat bahwa, kasus impor bawang putih bahkan memberi indikasi bahwa harga pangan global yang murah akan menghancurkan produsen domestik. Sebelum krisis 1997, sekitar 80 persen kebutuhan nasional mampu dipenuhi produksi domestik. Harga bawang putih impor saat itu berada di kisaran 1.000 dollar AS per ton. “Namun pasca 1997, seiring liberalisasi impor, harga bawang putih impor jatuh secara drastis di kisaran  200 dollar AS per ton hingga 2005. Seiring itu, ketergantungan pada impor bawang putih melonjak drastis dari kisaran 20 persen pada 1997 menjadi 90 persen pada 2005,” papar Meli. Sejak itu, diatas kehancuran petani bawang putih domestik, sekitar 95 persen kebutuhan bawang putih nasional dipenuhi dari impor. Namun, setelah produksi domestik hancur dan ketergantungan impor sangat tinggi, harga bawang putih impor terus naik secara progresif. “Bila pada 2009 harga bawang putih impor hanya di kisaran 400 dollar AS  per ton, kini pada 2021 telah menembus 1.100 dollar AS per ton. Di periode yang sama, impor bawang putih terus meningkat dari kisaran 400 ribu ton pada 2009 menjadi kisaran 600 ribu ton pada 2021,” ucap Meli. Ketergantungan Indonesia pada gandum pun sangat mengkhawatirkan karena gandum sepenuhnya di-impor dan Indonesia kini, sejak 2019, telah bertransformasi menjadi importir gandum terbesar di dunia. Pada 1970-an, impor gandum hanya di kisaran 500 ribu ton, kemudian melonjak di kisaran 3 juta ton pada 1990-an, dan kini telah menembus 11 juta ton.  “Pada krisis pangan global 2022, harga gandum pun terpengaruh dan melonjak hingga 40 persen, dari 377 dollar AS per ton pada Desember 2021 menjadi 522 dollar AS per ton pada Mei 2022,”  ujar Meli. Arah kebijakan ke depan seharusnya mendorong gerakan pangan berkelanjutan yang dekat dengan konsep ketahanan dan kemandirian pangan. Mempromosikan pengembangan lumbung pangan lokal, usaha pertanian berbasis keluarga, serta akses ke pangan segar dan terjangkau dengan memberi penekanan pada keterikatan desa kota untuk kelancaran arus distribusi pangan. “Dalam kerangka kebijakan ini, mempertahankan lahan pertanian produktif dan pertanian skala kecil, terutama jawa, adalah sebuah keharusan,” saran Meli. (TG)

Demo Mahasiswa Cirebon Berakhir Ricuh, LaNyalla Minta Aparat Tidak Represif

Jakarta, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyoroti tindak kekerasan yang terjadi terhadap mahasiswa saat demo menolak pasal kontroversial RKUHP dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), di depan gerbang DPRD Cirebon, Senin (18/7/2022). Akibat keributan tersebut, sejumlah mahasiswa menderita luka-luka. Ada juga mahasiswi yang ambil bagian dalam demo ini juga dibuat histeris. “Saya berharap aparat bisa menahan diri. Hindari kekerasan terhadap para mahasiswa. Karena mereka adalah generasi penerus bangsa dan memiliki hak menyampaikan pendapat. Saya berharap tidak terjadi lagi hal-hal seperti ini,” tutur LaNyalla. Senator asal Jawa Timur itu mengatakan, tindakan represif harusnya tidak dibenarkan dalam menangani demonstrasi masyarakat. “Selama demo berlangsung kondusif, tetap mengedepankan persuasif. Oleh sebab itu, saya juga mengimbau adik-adik mahasiswa meminimalisir peluang hadirnya provokator dalam setiap aksi. Sehingga bentrokan tidak perlu terjadi dalam setiap aksi jalanan,” katanya. Di mata LaNyalla, melihat situasi yang terjadi di masyarakat saat ini memang memaksa para mahasiswa untuk turun ke jalan. Ia berharap pemerintah peka dengan kondisi masyarakat. “Di tengah kenaikan harga-harga, termasuk BBM, masyarakat dihadapi lagi dengan adanya pasal-pasal RKHUP yang kontroversial. Untuk itu, pemerintah seharusnya tidak membuat suasana semakin keruh dengan menghadirkan kebijakan yang membuat massa beraksi,” tegasnya. Dalam demonya, para mahasiswa Cirebon mengusung dua tuntutan yakni terkait pasal kontroversial RKUHP dan tolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Mahasiswa mempertanyakan 4 pasal dalam RKUHP yang dinilai kontroversial dan seharusnya tidak ada di RKUHP. Dalam keterangan tertulis, mahasiswa mempersoalkan Pasal 218, 241, 351, dan 256 di RKUHP. Diketahui, dalam Pasal 218 terkait dengan penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden. Pasal ini, dinilai dapat menyebabkan multitafsir. Juga bisa menimbulkan pandangan otoriter. Di pasal 241 mengenai ujaran kebencian juga dinilai multitafsir. Sebab, tidak ada garis batas antara ujaran kebencian dan kritik yang dilayangkan kepada pemerintah. Pada pasal 351 yang dipersoalkan juga dikhawatirkan dapat digunakan untuk membungkam kritik yang dilayangkan kepada pemerintah. Berikutnya pasal 256 terkait pemberitahuan dalam sistematika aksi. Karena bersifat pemberitahuan dan koordinasi, seharusnya tidak dimaknai sebagai perizinan. (mth/*)

Ada Operasi Kontra Intelijen di Balik Kasus Polisi Tembak Polisi

AKHIRNYA Irjen Ferdy Sambo dinonaktifkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dari jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri, Senin (18/7/2022). Pada waktu bersamaan pula, keluarga mendiang Brigadir Joshua melaporkan kasus penembakan Joshua ini ke Bareskrim Polri. Pengacara keluarga Brigadir Yoshua telah melaporkan dugaan pembunuhan ke Bareskrim Polri. Laporan dugaan pembunuhan itu teregister dengan nomor: LP/B/0386/VII/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI, tanggal 18 Juli 2022.  Jenderal Listyo Sigit mengatakan Div Propam Polri akan dipimpin Wakapolri Komjen Gatot Eddy. Dia menyebut penonaktifkan dilakukan untuk menjaga transparansi proses pengusutan kasus ini. “Pada malam hari ini kita putuskan Irjen Pol Ferdy Sambo untuk sementara dinonaktifkan,\" kata Jenderal Listyo Sigit, Senin (18/7/2022). Kanal Rocky Gerung Official, Ahad (17/7/2022) mengulas kasus penembakan yang terjadi di Rumah Dinas Kadiv Propam, Jum’at (15/7/2022) dalam dialog antara wartawan senior FNN Hersubeno Arief dengan pengamat politik Rocky Gerung. Berikut petikannya. Kayaknya penting ngomongin lebih lanjut berkaitan dengan soal privasi dari seseorang, yang saya kira di Indonesia sekarang ini dengan mudah dilanggar begitu saja. Tetapi, satu sisi kalau kita lihat, kita tidak akan menyoroti kasus penembakan di tempat Ferdy Sambo karena hal itu biar tim khusus yang akan menyelidiki. Tapi saya mengamati justru ini berbahayanya adalah dalam situasi sekarang ini kalau mereka tidak membuka dengan transparan, kredibilitas kepolisian bisa makin berat karena orang sekarang dengan mudah mencari jejak-jejak digital, menunjukkan fakta-fakta dan sebagainya. Saya misalnya kemarin mengikuti bagaimana pengacara dari Brigadir Joshua yang menunjukkan data yang saya simak sangat sulit untuk disembunyikan. Ya, akhirnya semua kejadian yang melibatkan kecurigaan itu, orang andalkan pada kesaksian ahli. Tetapi kesaksian ahli membutuhkan bukti dan fakta yang semuanya disimpan di dalam CCTV. Di ujung cerita semacam ini, orang menganggap memang ada penghilangan barang bukti, lalu orang kaitkan mulai dari Kilometer 50 sampai ke rumah pejabat Polri. Jadi penting sekali untuk mengembalikan kesadaran publik melalui kejujuran informasi dari penegak hukum bahwa CCTV itu tidak mungkin tidak bisa ditemukan. Jadi bilang saja itu ada yang merusak, tapi kami akan usahakan untuk menemukan kembali dengan menghubungi operator segala macam. Itu melegakan publik sehingga publik merasa bahwa kenapa sistem dipasang hanya untuk mengintai kami rakyat. Kalau pejabat yang berbuat kejahatan kenapa kita nggak boleh intai juga. Jadi sebetulnya itu intinya. Jadi bagian-bagian ini sebetulnya menjelang Pemilu nanti itu pasti akan banyak CCTV dipasang sebetulnya untuk melihat ini gerakan massa pro siapa ini. Itu bahayanya kalau the big brother is watching us. Ini sebetulnya intinya. Jadi jurnalis terpaksa musti cari akal, cari jalan lainnya untuk mengintai kejadian-kejadian atau peristiwa yang sengaja disembunyikan. Kalau jurnalis mengintai itu dan menimbulkan kontroversi kemudian dianggap sebagai provokasi, bukan. Itu justru terjadi karena ruang-ruang inti publik itu dikendalikan oleh the big brother. Itu sebetulnya. Iya, kemaren saya bicara dengan salah satu dewan pers, ketua bidang pengaduan dan berdayakan etika pers, karena keluarga Ibu Ferdy Sambo konsultasi dengan dewan pers. Saya kira langkah bagus kalau ada bicara-bicara soal pers. Karena ada media yang sudah mulai melanggar privasi, misalnya menampilkan foto-foto keluarga Pak Ferdy Sambo, terutama anak-anaknya. Saya kira ini kita sepakat tidak boleh dilakukan, tapi satu sisi dewan pers mengingatkan polisi ini agar jangan ditutup-tutupi. Kalau ditutupi kan malah menjadi semakin liar dan itu berbahaya. Ya, itu pentingnya kita bedakan antara privasi dari ibu itu dan logika dari peristiwa ini. Jadi semakin privasi itu disembunyikan, semakin orang ingin membongkar apa sebetulnya yang privasi. Apa benar itu privasi? Tetapi, sekali lagi saya tetap berpendirian bahwa lindungi privasi dari Ibu Putri ini lalu proses tuntutan hukum dari keluarga Joshua. Jadi dua hal tersebut sebetulnya yang harus kita peka. Dan kepekaan itu muncul kalau penyidikan itu kita anggap ada permainan dalam penyidikan. Jadi betul-betul ini ketegangan antara profesionalisme saintifik dari Polri dan asas-asas dari perlindungan korban. Ini intinya. Saya melihat ada dua korban di situ, satu adalah Ibu Putri yang menjadi korban sensasi; yang kedua adalah almarhum Joshua yang jadi korban ketidakpastian. Keluarga minta kepastian, karena itu menyangkut harga diri dan harga marga bahkan di dalam dalam kultur Batak itu. Satu warga meninggal secara tidak wajar, itu menimbulkan pembicaraan yang akan berkepanjangan. Demikian juga kasus di kamar Ibu Putri. Itu apa yang ada di situ? Diproteksi dulu sebelum ada fakta-fakta tersebut muncul. Jadi pekerjaan ini memang pekerjaan gampang, tetapi ketelitian itu yang akan menghasilkan kelegaan. Selama ketelitian itu hanya didasarkan pada sumber yang kita anggap polisi lagi turun citranya karena itu orang nggak percaya keterangan polisi. Jadi, ya polisi musti bangkitkan kembali kepercayaan publik, baru data-data polisi itu dimengerti oleh publik. Dan itu akan mendudukkan masalah secara proporsional. Nah, misalnya begini, sekarang ini kalau nggak usah orang yang aktif di media sosial, orang seperti Anda, seperti saya, yang tidak punya akun medsos saja itu terpaan dari media sosial luar biasa melalui Whatsapp. Dan beberapa hari ini kan beredar semacam utas atau threat.... di Twitter. Tapi kan kita selalu dapat juga kiriman-kiriman itu, namanya opposite, itu dia bisa menggambarkan dengan detil apa sebenarnya peristiwa yang terjadi di balik layar pada keluarga Ferdy Sambo. Soal kebenarannya kita nggak tahu, tapi publik itu memang sangat mempercayai itu. Itu kan bahaya sekali.  Dan saya kira orang sekarang ini cenderung percaya pada akun-akun semacam ini dibandingkan dengan keterangan resmi dari Humas atau dari Kapolres yang ternyata belepotan begitu konstruksinya. Ya kadangkala kita anggap bahwa ini akun-akun yang kita enggak tahu dikelola oleh siapa. Bisa juga dikelola oleh kaum intelijen, atau justru oleh intelijen melalui aktivitas counter intelijen. Untuk apa? Untuk mancing data. Untuk mancing opini atau macam-macam. Tapi, tetap intinya kalau masyarakat punya kepercayaan pada presisi maka orang akan cari oposisi. Opposite. Jadi orang nunggu presisinya. Selama presisi belum dipulihkan, kemampuan presisi dari Polri untuk meyakinkan bahwa kami bekerja profesional, maka orang akan cari berita-berita semacam itu, yang isinya pasti sensasi. Karena setiap orang akan ngarang saja kan? Tapi yang nggak boleh ngarang itu presisinya Polri. Semakin cepat presisinya ditemukan atau presisinya diucapkan, maka orang nggak akan lagi mengakses situs-situs semacam itu. Tetapi, sekali lagi, peristiwa ini kan peristiwa yang seolah-olah peristiwa besar menyangkut para selebritis itu. Dan, mungkin sekali juga memang di belakang itu ada hal-hal yang bersifat selebritis. Ini soalnya akan panjang. Sama seperti dulu kita lihat beberapa kasus yang menyangkut orang-orang terkenal jadi panjang ceritanya. Nah, memperpanjang ini justru akan menghilangkan kesempatan kita untuk fokus pada hal-hal yang lebih mendasar, yaitu dapur emak-emak, presidential threshold, kasak-kusuk Pak Jokowi yang masih menginginkan tiga periode, Saudara Ganjar Pranowo yang ternyata tidak bisa dihajar oleh PDIP. Jadi, soal-soal semacam ini musti kita bikin pertimbangan jangan sampai urusan publik, yaitu masa depan kita dalam politik terutama, hilang jejaknya oleh berita-berita yang ada di dalam kasak-kusuk media massa hari ini tentang Pak Polisi. Banyak sebenarnya yang mempertanyakan apa pentingnya sebagai kita mengurusi persoalan internal polisi ini. Biarkan ini polisi mengurus atau menyelesaikan persoalan secara internal. Saya kira mungkin kita nggak bisa berpikir semacam itu, karena bagaimanapun ini urusan polisi juga berkaitan dengan kepentingan publik. Ketika lembaga seperti polisi yang harusnya sangat dipercaya oleh publik, tapi kemudian muncul dis-thrust public, ini menjadi sangat serius, kalau menurut saya. Justru publik menginginkan polisi ini pulih otoritasnya, pulih integritasnya. Intinya itu. Jadi bukan karena publik seolah-olah cerewet minta kepastian, bukan. Karena publik menganggap jangan sampai hal semacam ini diloloskan kembali sebagai peristiwa yang kemudian ditutup tanpa keterangan. Kan itu yang selalu terjadi. Jadi tetap harus disiapkan cara supaya polisi itu betul-betul menganggap bahwa dia sedang dikritik untuk perbaikan. Karena dari awal orang sudah merasa: lo kok sudah tiga hari tidak ada beritanya. Lalu mulai orang-orang tertentu di kepolisian yang sudah purnawirawan bikin analisis. Dan berkembanglah isu itu ke mana-mana. Nah, jaringan analisis ini yang kemudian lebih dianggap oleh pers sebagai justru narasumber utama dan menimbulkan kepastian bahwa kita sebetulnya bisa bongkar kasus ini kok. Karena banyak orang yang merasa bahwa saya bisa jadi saksi, saya tahu jejak digital yang disembunyikan, saya paham tentang keadaan di sekitar lokasi itu. Tetapi kita tahu Pak Polisi juga paham itu. Yang jadi susah, polisi tentu mulai mencicil alat bukti, mencicil keterangan. Sementara, publik tidak sabar untuk menunggu itu. Musti ada satu fasilitas yang disediakan Polri dengan cara yang agak moderat mengundang wartawan untuk update terus, sebelum wartawan itu nyari berita di sumber-sumber lain. Kan tugas wartawan untuk mencari berita bukan sekadar dari kepolisian. Kan itu bagian dari jurnalis investigatif. Misalnya kita lihat tampilnya seorang ketua RT yang kebetulan juga jenderal, jenderal polisi pula, yang lebih keterangan-keterangannya itu membuat kening publik jadi berkenyit. Ada apa ini? Tanda tanya. Kemudian ada wartawan yang dirampas oleh oleh oknum polisi juga video-video siarannya, meskipun kemarin sudah dikembalikan dan polisi minta maaf. Ada juga pernyataan Pak Mahfud MD sebagai ketua eks official dari Kompolnas, yang mengingatkan Pak Kapolri untuk segera menonaktifkan. Meski bahasanya tidak dari Pak Mahfud. Pak Mahfud menyatakan “mendengar soal ini”, itu dia menyatakan “jangan sampai lumbungnya terbakar sementara tikusnya, kan sudah tahu Pak Kapolri bagaimana mengejar tikus. Belum lagi Komisi III DPR dari PDIP yang terus mengawal kasus ini dengan serius. Saya kira tidak salah kalau publik mencurigai ada sesuatu di balik ini semua. Saya mengusulkan, kan Pak Sigit bikin tim yang agak meluas itu, termasuk Komnas HAM. Sangat mungkin kalau Komnas HAM itu kepercayaannya bisa dipulihkan karena Komnas HAM juga dalam kasus Km 50 itu enggak jelas arahnya. Kan Komnas HAM masuk di situ. Mungkin bagi tugas saja bahwa hal-hal yang menyangkut hak asasi untuk sementara sebelum masuk ke pengadilan, percayakan pada Komnas HAM, supaya Komnas HAM itu punya semacam kedudukan moral yang agak baik. Jadi begitu Komnas HAM mengucapkan sesuatu, mustinya di-backup oleh pers. Karena sekarang pers nggak percaya pada Komnas HAM. Jadi ini awalnya penguatan kepercayaan publik pada institusi itu. Institusi Komnas HAM, institusi Kompolnas, atau pengamat independen terhadap polisi itu. Jadi harus ada semacam adress pertama dari Pak Sigit bahwa kami Polri melakukan aktivitas yang merupakan tupoksi kami, yaitu riset saintifik terhadap perkara on-site. Selesai satu masalah itu. (Ida/mth)

LaNyalla Minta Pemerintah Beri Langkah Konkret Hadapi Krisis Pangan

Jeddah, FNN – Ancaman krisis pangan yang mulai dirasakan masyarakat, disikapi serius oleh Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Ia meminta pemerintah segera bersikap agar masalah ini tidak menjadi bom waktu.  :Ancaman krisis pangan tidak bisa dianggap enteng. Karena akan berdampak pada sebagian besar masyarakat. Pemerintah pun harus menyikapi dengan serius,” tutur LaNyalla, Senin (18/7/2022).  Senator asal Jawa Timur itu mengingatkan pemerintah akan menjalankan komitmen untuk memperkuat ketahanan pangan dan akselerasi pertumbuhan dan aktivitas perekonomian nasional.  “Pemerintah harus memiliki strategi yang tepat. Pasalnya, ancaman krisis pangan dalam negeri kini sudah mulai dirasakan. Hal ini terlihat dari pasokan sejumlah komoditas yang terus berkurang,” katanya.  LaNyalla menambahkan, kondisi ini semakin memberatkan masyarakat karena dibarengi harga yang terus melonjak.  “Kondisi ini yang saya bilang bisa menjadi bom waktu apabila pemerintah tidak benar-benar mempersiapkan strategi yang matang,” katanya.  Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu mengaku belum melihat strategi konkret dari pemerintah untuk menghadapi ancaman global krisis pangan. Aktivitas ekonomi dan sektor-sektor pendukungnya pun masih berjalan normatif.  “Pemerintah perlu secepatnya mempersiapkan rantai pasokan dan produksi pangan yang seimbang. Selain itu masyarakat pun harus diberikan pemahaman terkait ancaman krisis pangan dan upaya serta langkah menghadapinya,” tegasnya. (mth/*)

Pelaksanaan Muktamar XVI Persatuan Islam (PERSIS)

Bandung, FNN – Ketua OC Muktamar XVI Persatuan Islam (PERSIS) Dr. Haris Muslim menjelaskan tentang perubahan waktu pelaksanaan Muktamar XVI PERSIS, bahwa Muktamar XVI PERSIS akan dilaksanakan pada September 2022 mendatang. Itu berarti kurang lebih dua bulan lagi, acara besar Jam’iyyah Persatuan Islam tingkat nasional tersebut akan digelar. Perubahan tersebut berdasarkan hasil Musyawarah Pimpinan Lengkap (Muspimleng) yang dituangkan dalam SK No. 2086/JJ-C.1/PP/2021 perihal perubahan waktu Muktamar XVI PERSIS. “Dalam keputusan tersebut belum dijelaskan secara spesipik kapan tanggal pastinya,” kaa Dr. Haris Muslim dalam keterangannya persnya, Jumat pekan lalu (15/7/2022). Dalam kesempatan itu, Ketua OC menambahkan bahwa kemudian PP PERSIS bersama Pimpinan Pusat Persatuan Islam Istri (PP PERSISTRI) menggelar rapat internal dan memutuskan bahwa Muktamar XVI PERSIS dan PERSISTRI akan digelar pada tanggal 23-26 September 2022 di Bandung. “Kami telah melakukan beberapa survei ke beberapa tempat dan akhirnya Pantia memutuskan akan melaksanakan Muktamar di Hotel Sutan Raja, Soreang Kabupaten Bandung. Mulai dari pembukaan hingga rangkaian persidangan, akan digelar di sana,” tegasnya. Dalam Opening Ceremony Muktamar Persatuan Islam, akan dihadiri banyak tokoh nasional hingga kepala Negara. Ketua OC Dr. Haris menilai, Hotel Sutan Raja itu mempunyai Convention Hall yang cukup representatif, bisa menampung kurang-lebih 1200 orang. Panitia Muktamar XVI sudah mempersiapkan segala sesuatunya, tinggal melanjutkan beberapa persiapan teknis lainnya. Muktamar yang diagendakan pada April 2021 lalu, karena Pandemi Covid-19 sedang tinggi yang pada akhirnya Muktamar harus diundur. “Sebenarnya boleh dikatakan kalau persiapan panitia itu sudah sampai 80 persen. Jadi saat itu, kalau pun Muktamar akan dilaksanakan pada April 2021. Panitia sebenarnya sudah siap,” ungkap Dr. Haris. Dalam kondisi pandemi mulai landai, Dr. Haris menyampaikan harapannya agar Muktamar XVI bisa meriah sebagaimana muktamar-muktamar sebelumnya. “Kita lihat saja situasi dan kondisi nanti, mudah-mudahan menghendaki. Kemeriahan itu kan sifatnya tahsiniyyah, kalau bisa ya syukur, kalau tidak pun tidak apa-apa, yang penting Muktamar bisa terselenggara dengan baik,\" imbuhnya. Panitia Muktamar akan tetap menerapkan Protokol Kesehatan. “Masker memang tetap dipakai, di ruangan tertutup yang banyak orang,” ujar Dr. Haris menambahkan. Saat dikonfirmasi siapa saja nama nama tokoh nasional yang akan menghadiri Muktamar XVI PERSIS, Dr. Haris menjelaskan bahwa panitia belum bisa memastikan, atau menyebut nama tokoh lain selain Presiden RI. Tokoh Tokoh Nasional dan informasi lainnya, akan dirilis di waktu kemudian. “Saya belum bisa memastikan dari sekarang, tapi normatifnya memang seperti itu. Atau oleh tokoh lain selain Predisen? Juga belum bisa dipastikan. Karena memang masih tiga bulan lagi, rapat panitia kemarin-kemarin belum menyentuh ke arah sana,” pungkas Dr. Haris. (mth/bun)

Antara Sri Mulyani dan Sri Lanka Hanya Perlu Satu Langkah

KONDISI ekonomi Indonesia sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Sri Lanka. Apalagi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah memberi sinyal terkait dengan keadaan ekonomi Indonesia. Atas krisis ekonomi dan politik berkepanjangan, akhirnya Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri, kemudian Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe dilantik sebagai Plt Presiden atau pelaksana tugas presiden pada Jumat (15/7/2022). Wickremesinghe menggantikan Gotabaya Rajapaksa, Presiden Sri Lanka yang melarikan diri ke Maladewa kemudian Singapura. Sama seperti Gotabaya, Ranil Wickremesinghe juga didesak mundur oleh massa atas krisis Sri Lanka bangkrut. Akankah krisis Sri Lanka itu bisa merembet ke Indonesia? Wartawan senior FNN Hersubeno Arief membahasnya bersama pengamat politik Rocky Gerung dalam Kanal Rocky Gerung Official, Sabtu (16/7/2022). Petikannya: Dalam konten sebelumnya Anda membahas soal bahwa secara semantik Sri Mulyani dan Sri Lanka itu berdekatan. Tetapi, saya kira meskipun Anda bercanda, saya perhatikan Anda ini candanya nggak sekedar bercanda, ini ada soal yang serius saya kira. Iya, kan dalam sejarah ada yang disebut continous effect atau efek rumah kartu. Ya, betul dalam sejarah perubahan politik selalu disebut efek domino atau efek rumah kartu atau continous effect bahwa kesulitan di satu wilayah itu selalu berbekas pada ingatan publik di wilayah yang dekat. Sehingga, sebetulnya walaupun Indonesia mengatakan bahwa kami lebih bagus dari Sri Lanka, iya tapi kondisi-kondisi yang lain itu memang mirip dengan Sri Langka. Rajapaksa itu kan stabil betul politiknya karena dukungan mayoritas. Dia bahkan lebih mayoritas dari Jokowi. Toh, di ujungnya seluruh rakyat itu akhirnya minta dia turun dan bukan cuma dia yang diminta turun, orang yang harusnya menggantikannya pun diminta untuk turun. Jadi, satu paket politik itu ganti seluruh rezim. Itu sebetulnya yang saya membayangkan menteri-menteri apa nggak merasa bakal di-Sri Lanka-kan. Demikian juga Pak Jokowi. Sangat mungkin itu Rajapaksa itu ketemu dengan Pak Jokowi (di) Singapura. Bisa jadi kan? Jadi hal-hal yang semacam ini tetap kita bayangkan hal yang paling buruk, karena ada bara sosial yang betul-betul ditahan-tahan dalam masyarakat kita. Bayangkan misalnya seluruh kebijakan Jokowi itu berantakan. Apa yang disebut sebagai proyek harapan itu enggak ada. Indeks demokrasi memburuk, nanti ada disebut bahwa “saya baca pada kepemimpinan Pak Jokowi orang miskin berkurang”. Oh iya, pasti orang miskin berkurang. Tetapi disparitasnya tinggi. Itu intinya kan? Apalagi dianggap bahwa Bapak Jokowi berhasil turunkan orang miskin. Kan musti dibikin perbandingan dengan presiden sebelumnya. SBY mengurangi orang miskin 20%; Jokowi mengurangi orang miskin 20%; Itu bagaimana logikanya? Jadi tetap kemiskinan itu ada dan bukan sekedar di dalam perbandingan tapi secara riil, disparitas itu yang lebih penting untuk dihitung. Bukan sekadar jumlah orang miskin. Jumlah orang miskin banyak juga orang miskin yang hanya dipelihara oleh keluarganya. Tetapi disparitas naik terus. Jadi, ini yang sebetulnya paralel dengan apa yang terjadi di Sri Lanka. Kenaikan harga-harga, hutang yang akhirnya tidak bisa dibayar. Itu penyebab utamanya. Tapi, bagi rakyat Sri Lanka, yang dilihat adalah kebusukan politik. Dan kebusukan politik itu juga sama dengan yang di kita. Soal minyak goreng itu kebusukan politik. Soal macam-macam yang kita sering bahas bahwa kita punya kelebihan uang tapi nggak mau dibagi pada rakyat. Padahal, itu hasil dari bumi Indonesia, dari bumi kita yang diekspor. Tapi itu nggak kembali ke kita kan, ke rakyat. Jadi, paralel memang keadaan Sri Lanka dan keadaan di Sri Mulyani. Eh, sorry. Mungkin ini perlu saya update ya mengapa kita bicarakan ini, karena situasi pemburukan itu ternyata tidak hanya terjadi di kawasan Asia, karena kalau Sri Lanka ini kan Asia Selatan, kita Asia Tenggara berdekatan gitu. Tapi kan kita membaca krisis-krisis politik pemerintahan di nun jauh sana di Amerika, di Benua Amerika ya. Maksud saya ada Argentina yang menteri keuangannya mundur, kemudian kemarin Boris Johnson yang ledek-ledekan dengan Putin soal G20, ternyata dia lebih duluan mundur sehingga dipastikan dia tidak akan muncul di G20. Kemudian Mario Draghi dari Italia yang kemarin bilang bahwa dia dapat info dari Pak Jokowi bahwa Pak Putin tidak akan datang. Eh ternyata sekarang malah Mario Draghi sendiri tidak akan datang karena pemerintahannya juga jatuh. Nah, sekarang Rajapaksa itu kenapa menjadi semakin mendekat ke Indonesia karena dia terbang lari ke Singapura, mencari suaka di Singapura. Katanya begitu. Jadi ini menurut saya memang semacam warning saja bagi pemerintahan karena efek domino yang sudah semacam hukum besi dalam sejarah. Iya betul. Dan, yang lebih bahaya, ada psikologi publik. Jadi publik justru menunggu hal yang paralel itu terjadi di Indonesia. Lain kalau betul-betul pemerintah punya selain social safety net, juga ada semacam psychological safety net. Jadi, daya tahan psikoligis kita hilang sehingga seperti kasus polisi tembak polisi tiba-tiba menjadi viral dan semua orang menganggap bahwa ini masih ditransparankan. Nah, hal yang sama juga bisa pindah pada soal ekonomi itu. Semuanya musti transparan. Mana yang disebut sebagai oligarki? Mana janji Pak Jokowi? Dia akan memimpin sendiri upaya untuk menjaga stabilitas ekonomi, terutama pangan dan energi. Itu nggak terjadi itu. Jadi, sebetulnya kalau kita melihat statistik makronya itu, ya di atas kertas masih rezim ini mengatakan, ya kami nggak seburuk Sri Lanka. Ya memang, tapi psikologinya sebetulnya sudah ketakutan. Tidak seburuk, artinya memang buruk juga tuh. Tinggal dua tiga langkah yang ngaco itu bisa jadi lebih buruk dari Sri Lanka. Jadi benar, continous effect itu, efek yang menular itu, terutama akan terjadi karena psikologi. Peristiwa ‘98 tersebut sebetulnya juga karena psikologi kan? Hal yang memang sebetulnya masih bisa diatasi, tapi karena publik sudah merasa wah Indonesia bahaya ini, ini bangsa yang berbahaya, pemerintah nggak bisa lagi dipercaya. Demikian juga 2008 itu, itu yang selalu disebut banjir psikologi manusia itu mendahului realitasnya. Jadi, kalau dibilang ekonomi memburuk itu secara psikologis manusia atau rakyat itu berupaya untuk memahami. Tapi pemahaman dia artinya nggak ada lagi harapan. Jadi sekali lagi, kalau sinyal harapan itu nggak ada maka pemburukan ekonomi itu justru akan lebih cepat dari perkiraan para ekonom, karena ini soal psikologi sosial. Saya kira ini Bu Sri Mulyani harus masuk ke wilayah itu, tidak lagi bicara soal angka-angka. Karena angka-angka itu sebenarnya kemudian bisa jadi kalau dari psikologi publik sudah berbeda menangkapnya itu yang ditangkap juga berbeda maksudnya. Jangan-jangan publik sekarang sudah memakai ilmu memahami Pak Jokowi untuk memahami Ibu Sri Mulyani. Jadi kalau Bu Sri Mulyani menyatakan aman, berarti itu tidak aman. Saya kira semuanya ini kesulitan untuk menerangkan keadaan, terutama dia musti membayangkan kebijakan Washington, World Bank, dan segala macam itu tetap diperlukan untuk menjadi sinyal kebijakan yang akan diambil. Kan enggak pernah Indonesia itu keluar dari semacam sinyal World Bank, IMF, ya itu kesulitannya. Tetapi, sinyal Sri Mulyani justru menerangkan bahwa kita memang sudah buruk, bersiap-siap untuk inflasi, bersiap-siap untuk menghadapi hal yang mungkin terjadi seperti diserang. Dan itu sudah diucapkan Sri Mulyani. Dan  kejujuran Sri Mulyani itu tidak diimbangi dengan kematangan etisnya. Kalau dia secara etis merasa bahwa kita harus menghadapi seperti Sri Lanka  itu artinya dia gagal untuk mempertahankan kebijakan fiskal yang masuk akal. Dia justru musti ikuti perdana menteri Inggris, PM Italia, atau rekannya di Argentina yang mengundurkan diri. Jadi, Ibu Sri Mulyani sebaiknya mengundurkan diri supaya orang merasa oke Sri Mulyani itu tahu keadaan. Karena itu dia perlihatkan pada publik bahwa memang Indonesia ada dalam kerapuhan, supaya adat semangat baru untuk memperbaiki kebijakan. Kenapa takut untuk mengatakan saya gagal, selesai kan? Dan Pak Jokowi juga mungkin merasa bahwa dia perlu sinyal jujur dari Sri Mulyani. Tetapi, sinyal jujur itu nggak bisa terungkap karena saya membayangkan bagaimana Sri Mulyani berdiskusi dengan Pak Jokowi tentang keadaan. Pak Jokowi nggak punya perasaan bahwa ada krisis karena dianggap bahwa nanti (bakalan) ada bigdata yang menyelamatkan dia. Nanti ada relawan yang masih akan mendukung dia. Nanti koalisi di DPR yang mendukung dia masih kuat, masih 80%. Ya itu sebetulnya palsu. Karena itu soal politik. Padahal di dasar politik terjadi kesulitan ekonomi. Kesulitan ekonomi selalu akan mendikte politik. Itu rumusnya di mana-mana. (Ida/mth)

Polisi Tembak Polisi: Ketika Sensasi Mendahului Substansi

PERISTIWA penembakan Brigadir Nopryansah Joshua Hutabarat (Brigadir J) masih menyisakan tanda tanya. Karena ada beberapa kejanggalan keterangan yang disampaikan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (11/7/2022). Dalam keterangannya menyebutkan, Brigadir J tewas setelah terjadi baku tembak dengan Bharada E di rumah dinas Kepala Divisi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Jl. Duren Tiga 46 Jakarta. Peristiwa tersebut terjadi pada Jum’at (8/7/2022). Tapi, pihak Polri baru merilisnya, Senin (11/7/2022). Jasad Brigadir J dibawa ke Jambi, Sabtu (9/7/2022). Dan, baru dimakamkan, Senin (11/7/2022). Adapun baku tembak itu terjadi sekitar pukul 17.00 WIB. “(Penembakan) itu benar telah terjadi pada hari Jumat 8 Juli 2022. Kurang lebih jam 17.00 atau jam 5 sore,” kata Brigjen Ramadhan di Mabes Polri. Menurut Ramadhan, kejadian dipicu akibat pelecehan yang dilakukan Brigadir J kepada istri Kepala Divisi Propam Polri, Ny. Putri Chandrawati Ferdy Sambo. Brigadir J, katanya, melecehkan di dalam kamar dengan menodongkan senjata ke kepala Ny Putri. “Itu benar melakukan pelecehan dan menodongkan senjata dengan pistol ke kepala istri Kadiv Propam itu benar,” ujar Ramadhan. Belakangan muncul desakan agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo segera mencopot Irjen Ferdy Sambo dari jabatannya. Menko Polhukam Mahfud MD pun turut bicara. Video momen Ferdy Sambo dipeluk Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran sembari terisak pun beredar liar di media sosial. Bagaimana pengamat politik Rocky Gerung melihat peristiwa ini, wartawan senior FNN Hersubeno Arief membahasnya dalam Kanal Rocky Gerung Official, Jum\'at(15/7/2022). Berikut petikannya.   Bung Rocky Gerung, ini perkembangan penembakan atau tewasnya Brigadir Joshua makin menarik. Saya kira positioning kita, positioning Rocky Gerung, jelas dalam soal ini. Kita juga baca pernyataan Anda yang banyak dikutip media yang menyatakan, hak istri dari Fery Sambo juga harus dihormati. Orang jadi bertanya-tanya, bagaimana kalau gitu dengan hak dari Joshua karena sampai sekarang juga dia kan terkesan difitnah, sedangkan dia sudah meninggal sehingga tidak bisa membela diri. Ya, kemarin saya diwawancara memang, dan saya pisahkan dua hal. Di dalam wawancara itu saya sebut bahwa: yang pertama fakta pertama terbunuh dan itu hak keluarga. Karena itu, saya dorong keluarga supaya tuntut saja terus. Di situ saya terangkan, saya bisa membayangkan bagaimana kemarahan keluarga, kesedihan yang bercampur dengan ketidakpercayaan. Karena keluarga minta supaya jenazahnya masih bisa dilihat. Dan itu adalah hal yang betul-betul kita berduka cita betul karena seolah-olah, tiba-tiba sebuah keluarga kehilangan harapan. Putra mereka yang mereka banggakan itu tewas. Dan bagi kita atau bagi saya itu apapun yang terjadi pada tubuh keluarga Joshua, itu memang musti yang biasa disebut sebagai habies corpus........... Jadi tubuhnya harus diperlihatkan di depan hukum. Itu prinsipnya. Jadi kita, saya, FNN, berdukacita. Sekaligus menganggap bahwa perangai dari atau emosi yang ditimbulkan oleh peristiwa itu betul-betul mengguncang keluarga. Jadi, sambil kita menuntut supaya pemeriksaan jenazah itu diperlihatkan apa penyebab sebenarnya. Itu yang saya sebut janji polisi untuk membuktikan secara saintifik betul-betul harus diurai. Dan harus diurai makin lama harus makin terbuka, karena diintip terus oleh kuriositas publik. Itu hal pertama. Yang kedua, di dalam hukum hak asasi manusia ada prinsip proteksi pertama terhadap korban pelecehan seksual. Dalam kategori apapun, dugaan atau bahkan sensasi, dia musti diproteksi dulu. Karena perempuan selalu dalam posisi lemah di dalam peradaban kita, sering disebut fam fata,  ada perempuan yang akhirnya musti disudutkan, dipojokkan. Jadi, karena saya paham itu saya mengajar teori feminisme, saya minta agar supaya publik, terutama jurnalis, lindungi privasi dari perempuan ini yang adalah istri dari Pak Sambo. Jadi karena dia perempuan, bukan karena dia istri dari Pak Sambo. Jadi karena dia perempuan, bukan karena dia istri Pak Sambo. Prinsipnya siapa pun musti melakukan itu. Di Amerika bahkan ada prinsip yang lebih radikal lagi, apapun mau bohong atau nggak bohong, begitu ada perempuan yang mengalami korban pelecehan, perempuan itu musti dianggap benar dulu. Nanti kemudian ada pembuktian. Jadi, itu yang namanya affirmative action sebetulnya. Jadi, dalam semua teori pelecehan, perempuan ada dalam keadaan rentan. Karena itu dia diproteksi. Itu poinnya. Lalu kita mulai melihat bagaimana masalah ini berkembang mengikuti kecurigaan publik. Satu hal ada kecurigaan; kedua ada kuriositas. Jadi berdempet di situ: curiga dan kuriositi itu. Jadi penting untuk mendudukkan masalah agar kita betul-betul pada akhirnya paham profesionalitas penyidik itu tidak terhalang oleh sensasi yang digemparkan oleh media massa. Tetapi juga hak publik untuk menikmati sensasi ini. Kita nggak bisa cegah itu. Ini yang disebut sebagai cause celebrate. Jadi, satu peristiwa yang kemudian jadi selebrasi karena kemudian orang akan menduga bermacam problemnya. Tapi bagi saya, soal-soal itu silakan, tetapi tetap dua hal saya tekankan: hak keluarga untuk meminta keadilan terhadap tubuh yang tewas, yaitu Joshua; dan hak dari perempuan yang diduga dilecehkan itu untuk mendapatkan proteksi privacy. Itu intinya. Ya, saya teringat ini, karena Anda juga melakukan hal yang sama ketika terjadi tragedi KM 50. Pada waktu itu kan posisioning Anda sama seperti ketika Anda memposisikan Joshua ini. Iya betul. Demikian juga soal KM 50. Tetap hak publik untuk tahu dan hak keluarga dari enam korban itu untuk dapat keterangan selengkap-lengkapnya. Karena ini akan menyangkut Citra keluarga-keluarga ini di masa depan. Apakah teroris? Apakah betul? Jadi, soal-soal semacam ini yang bagi saya itu demi keadilan, masih terang-benderang. Nah, orang akhirnya mulai mengaitkan-kaitkan ketidakjelasan di KM 50, sama dengan ketidakjelasan di tempatnya Irjen Sambo ini. Jadi kalau dia menyebut bercampur maka makin susah kita ingin melihat kerja profesional dari kalangan kepolisian. Itu yang saya pisahkan sebetulnya. Demi kejernihan berpikir saja dan demi kepentingan pertanggungjawaban pidana, sekaligus penghormatan terhadap tubuh yang diduga dilecehkan dan terutama tubuh yang memang sudah tewas, yang adalah hak batin terutama, dari keluarga Joshua. Jadi, sekali lagi dua kali kita ucapkan, kami ucapkan, saya khususnya bersimpati sekali pada keluarga Joshua, dan meminta juga pada saat yang sama menghormati otonomi tubuh dari istri. Kalau kita sebut sebagai istri memang faktanya itu, tapi dari sisi perempuan yang diduga dilecehkan. Itu prinsip pertama. Jadi kalau kita bisa pisahkan, kita bisa lihat konsumsi hukumnya lebih secara lebih patut pada akhirnya. Iya. Sebenarnya kasus ini sederhana banget, karena lokasinya jelas, ada saksi- saksinya, apalagi kemudian dibantu dengan teknologi sekarang ini. Kan orang dengan mudah dari handphone yang namanya CDR itu, kita sebenarnya tau aktivitas kita di mana pada saat itu. Jadi, sebenarnya bahkan ada seorang teman senior saya, polisi yang sudah pensiun, ini sebenarnya kalau kalau mau 1 X 24 jam sudah bisa diselesaikan. Tidak perlu sampai bentuk tim khusus segala macam karena ini kasus yang sederhana sebenarnya. Ya, itu masalahnya. Jadi publik mulai masuk pada duga-menduga. Kenapa musti ada tim khusus? Apakah ini betul-betul kasus yang serius secara penyidikan. Apakah teknik saintific methode itu harus memerlukan tim khusus itu. Jadi berlapis-lapis kecurigaan publik dan lama-lama makin dikaitkan lagi, lalu ada berita macam-macam, itu kita baca. Ini terkait dengan seseorang atau punya hubungan yang lebih rumit dari sekedar tembak-menembak di situ. Jadi, semua itu akhirnya jadi abu-abu itu. Di dalam keabu-abuan itu, dua hal musti kita proteksi dulu, yaitu hak keluarga korban tadi dan hak si perempuan ini yang adalah istri dari Irjen Sambo. Bagian ini tetap harus kita dorong untuk dipatuhi dulu dan dihormati. Baru kita mulai mengurai hal-hal yang secara sensasional diinginkan publik. Tetapi, bukan karena keinginan sensasi itu maka penyidikan dilakukan, tetap sensasi itu saya kemarin terangkan bahwa keingintahuan itu telah melampaui proses pembuktian. Itu masalahnya. Karena itu harus dipercepat proses ini, supaya terduduklah masalahnya. Kalau dia sudah weelseted, semua hal yang kita duga itu atau diduga publik itu diperlihatkan dengan cepat oleh kepolisian, entah itu bantahan, entah itu afirmasi, maka itu lebih masuk akal untuk memahami peristiwa ini. Nah sekarang ini, kemarin kita melihat ada video Pak Fadil Imran memeluk Ferdy Sambo, kemudian ada statement dari Pak Mahfud MD yang menyatakan bahwa dia sudah menyampaikan kepada Pak Listyo Sigit untuk dinonaktifkan dulu Ferdy Sambo dan sebagainya. Dan ini sekarang saya kira sudah mulai masuk ke wilayah-wilayah politik karena memang desakan-desakannya sangat keras. Ya itu masalahnya. Tiba-tiba video pelukan penenang dari Pak Fadil Imran itu interpretasi macem-macem. Dan kenapa juga video itu musti beredar kan? Itu soalnya. Mungkin suatu hal yang manusiawi, tapi menimbulkan pertanyaan banyak. Lalu Pak Mahfud melontarkan sesuatu yang sebetulnya dia juga dianggap melontarkan hal yang tidak perlu dilontarkan. Dia bilang saja saya atas nama negara menghormati proses itu, silakan diteruskan. Jadi jangan ditambah-tambahin predikat atau keterangan yang macem-macem sehingga orang akhirnya menganggap kalau begitu Pak Mahfud tahu banyak hal dong. Datang saja dan jadi pemberian fakta. Jadi kedudukan Pak Mahfud MD itu adalah Menko, dan itu enggak boleh dilakukan, kecuali dia pakar kriminal, boleh dia menduga itu dalam konteks pembentukan tim ini. Jadi beliau bisa aja masuk dalam tim itu sebagai pemberi keterangan. Bukan datang di depan publik lalu mulai memperlihatkan semacam sinyal ini-itu. (Ida/mth)