NASIONAL
Mendagri: Seluruh Daerah pada PPKM Jawa-Bali Berada di Level 1
Jakarta, FNN – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebutkan seluruh daerah pada perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) wilayah Jawa-Bali berada pada level 1. \"Seluruh daerah Indonesia seluruh kabupaten kota masuk level 1, artinya terkendali hijau, saya berterima kasih pada bapak ibu sekalian,\" kata Mendagri Tito Karnavian, di Jakarta Selasa. Pemerintah Indonesia memperpanjang PPKM di wilayah Jawa-Bali guna menekan laju COVID-19. PPKM berlaku dari 30 Agustus sampai dengan 5 September 2022. Selama PPKM satu pekan ke depan. Hal itu tertuang dalam Inmendagri Nomor 41 Tahun 2022 yang diteken Mendagri Tito Karnavian pada 29 Agustus 2022. Dirjen Bina Adwil Kementerian Dalam Negeri Safrizal ZA menyebutkan PPKM diperpanjang, agar masyarakat tetap waspada terhadap penularan COVID-19 di Indonesia seiring dengan semakin meningkatnya mobilitas dan pemulihan perekonomian nasional. Ia juga mengatakan penetapan level 1 pada seluruh wilayah Jawa-Bali didasari pertimbangan dan masukan dari para pakar dengan mempertimbangkan kondisi faktual di lapangan. “Penentuan level kabupaten/kota tetap berpedoman pada indikator transmisi komunitas pada indikator penyesuaian upaya kesehatan masyarakat dan pembatasan sosial dalam penanggulangan pandemi COVID-19 yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan serta pertimbangan kondisi sosial ekonomi masyarakat,” ujarnya Safrizal mengatakan pihaknya terus menyampaikan kepada seluruh pemangku kepentingan di daerah baik dari pemerintah, forkompimda, TNI/Polri, ataupun para pemangku kepentingan lainnya untuk terus menjalin kerja sama dalam penegakan protokol kesehatan. \"Untuk menjaga kondisi pandemi yang semakin membaik,\" kata Safrizal pula. Safrizal meminta para kepala daerah untuk terus melakukan dukungan percepatan pelaksanaan vaksinasi booster secara proaktif, terfokus, dan terkoordinir sebagai wujud pencegahan terhadap varian baru yang muncul. \"Oleh karena itu vaksinasi booster harus terus dipercepat, begitu pula dengan pemakaian aplikasi PeduliLindungi harus terus dilakukan sebagai salah satu upaya melakukan tracing,\" ujarnya lagi. (mth/Antara)
PPHN: Urgensi Roadmap Pembangunan Bangsa
Terhadap kemungkinan tersebut, barangkali mengedepan dua pertanyaan besar. Pertama, bukankah kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara akan mengembalikan bangsa ini ke era pra reformasi? Oleh: Tamsil Linrung, Wakil Ketua MPR/Anggota DPD RI MESKI dicekik anggaran, Komisi Pemilihan Umum (KPU) kukuh meniup peluit tanda dimulainya tahapan Pemilu. Sebentar lagi, panggung politik nasional bertabur janji manis calon presiden. Janji yang sebagian (besar) tidak pernah terealisasi dan menjadi kontroversi yang menguras energi bangsa sepanjang masa jabatan. Bagaimana kita mengevaluasi janji-janji politik presiden terpilih? Bagaimana memberikan sanksi? Pertanyaan-pertanyaan ini penting diajukan di tengah ancaman krisis legitimasi masyarakat terhadap lembaga legislatif sebagai pihak paling relevan. Memang, tidak ada mekanisme hukum yang mengatur soal janji presiden. Namun, UU memberi kuasa kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memanggil, mempertanyakan, dan bahkan untuk menjatuhkan sanksi atas kebijakan pemerintah yang penting, strategis, dan berdampak luas. Sayangnya, kita paham bahwa catur politik tersebut seringkali mengubur kemungkinan itu. Fakta tambungnya koalisi partai pendukung pemerintahan menjadi salah satu pemantik. Koalisi super gemuk ini telah menyulap kedudukan sang presiden menjadi super kuat dan cenderung otoriter. Kecendrungan ini makin dipertegas oleh melemahnya kontrol DPR berikut tumpulnya kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Efek sampingnya, oligarki menguat, politik dinasti menggeliat, KKN menjadi-jadi. Negara seperti berjalan menurut kemauan presiden. Ingin kereta cepat, oke; mau bangun bandara, silahkan; ingin pindah Ibukota Negara, ya monggo. Duit kurang? Tambal dengan hutang! Pendek kata, segala hal yang dimaui tersebut berpeluang dikondisikan, meski rakyat teriak di sana-sini. Persoalannya, bagaimana bila pembangunan infrastruktur tersebut terindikasi tidak tepat sasaran atau merugikan negara? Proyek Kereta Api Cepat Jakarta – Bandung, misalnya. Atau, fonomena maraknya bandara yang sepi bak sebuah kuburan, seperti Bandara Kertajati di Majalengka, Bandara JB Soedirman di Purbalingga, Bandara Ngloram di Blora, atau Bandara Wiriadinata yang ada di Tasikmalaya. Siapa yang bertanggung jawab atas semua itu dan bagaimana kita menagih tanggung jawabnya di tengah hegemoni politik koalisi partai pendukung pemerintah? Tak hanya pembangunan infrastruktur, pemaksaan implementasi kebijakan yang nyata-nyata memunggungi kehendak rakyat juga terjadi. Tengoklah pengesahan UU Cipta Kerja berkonsep Omnibus Law itu. Rakyat telah menyatakan penolakannya dengan tumpah ruah ke jalan. Begitu banyak gesekan yang telah terjadi. Namun, UU itu tetap disahkan dan pada akhirnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. Kisah kecut itu seharusnya mengetuk kesadaran kita untuk memikirkan urgensi roadmap pembangunan bangsa. Dulu, kita memiliki Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai panduan bersama mengelola pembangunan negeri. Tapi reformasi menyepakati program itu ditiadakan. Sebagai respon atas ketiadaan GBHN, dibuatlah UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. Namun, dalam perjalanannya kemudian, kedua UU ini terbukti tidak menjadi solusi. Itu pula salah satu dari pertimbangan lahirnya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Sayangnya, wacana PPHN bergulir ke publik bertepatan dengan isu presiden tiga periode. Masyarakat resah dan khawatir, misi politik dangkal tiga periode menjadi penumpang gelap bila kotak pandora bernama amandemen UUD 1945 dibuka. Tentu saja, kita memaklumi keresahan dari masyarakat. Oleh karena itu, Badan Pengkajian MPR mengusulkan PPHN dihadirkan melalui konvensi ketatanegaraan. Terobosan ini diajukan untuk menghindari mekanisme amandemen, dengan berpijak pada Pasal 100 ayat (2) Tata Tertib MPR, bahwa ketetapan MPR dapat dilakukan melalui konvensi ketatanegaraan yang bisa mengikat ke dalam, ke luar, maupun mekanisme lain yang sejalan dengan konstitusi kita. Badan Pengkajian MPR telah menyampaikan beberapa alternatif dan telah diterima dan diapresiasi oleh pimpinan MPR yang diketuai Bambang Soesatyo melalui rapat gabungan Fraksi dan Kelompok. Substansi yang ingin dicapai melalui PPHN adalah agar pembangunan terarah secara jelas dan selaras dengan tujuan nasional kita. Juga agar program pembangunan yang berorientasi jangka pendek dapat dieliminir, sehingga semua program pembangunan memijak konstitusi. Memang, konsekuensi logis dari lahirnya PPHN adalah keharusan adanya lembaga yang mengevaluasi implementasi PPHN. Merujuk pada masa lalu, pertanggungjawaban presiden adalah kepada MPR. Konsep ini tentu secara otomatis merestorasi kedudukan MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara. Terhadap kemungkinan tersebut, barangkali mengedepan dua pertanyaan besar. Pertama, bukankah kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara akan mengembalikan bangsa ini ke era pra reformasi? Kedua, bila koalisi partai pendukung pemerintah yang begitu tambung itu dipandang memunculkan hegemoni politik, bukankah MPR diisi oleh fraksi dari partai yang sama sehingga berpotensi memunculkan kecendrungan yang juga sama? Hemat saya, tidak ada salahnya kita belajar atas perjalanan sejarah negeri, menyaring untuk kemudian mengambil yang baik dan membuang jauh-jauh yang dipandang buruk. Kita tidak ingin kedudukan presiden lemah. Tapi tentu juga tidak ingin kedudukan presiden yang super kuat dan menjadikannya otoriter. Dalam konteks itu, PPHN dapat menjadi jalan pertengahan karena lunak ketimbang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang hanya berbasis kepada visi presiden namun lebih fleksibel ketimbang GBHN karena PPHN memberi ruang bagi kreativitas presiden dan wakil presiden dalam menyusun visi, misi, dan program pembangunan. Terhadap soal kedua, ya, betul bahwa anggota DPR juga merupakan Anggota MPR. Tetapi jangan lupa, MPR juga diisi oleh Anggota DPD. Maka dengan PPHN plus kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, DPD mendapat jalan penguatan dalam proses check and balances kepada eksekutif. Artinya, sebagai “fraksi” terbesar di MPR, DPD bisa memberikan sentuhan baru dalam dinamika tersebut. Langkah ini sekaligus menumbuhkan harapan untuk sedikit mengobati sistem bikameral kita yang mandul. (*)
Ucapkan Selamat ke Pemenang Lomba Esai, LaNyalla: Anak Muda Harus Melek Politik
Jakarta, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, memberikan ucapan selamat kepada para pemenang lomba esai bertema \'Mengapa Oligarki Harus Menjadi Musuh Bersama Rakyat\'. Pemenang lomba yang dilaksanakan LaNyallaCenter.id itu, diumumkan Senin (29/8/2022) malam. LaNyalla sendiri menyambut baik antusias peserta yang mengikuti lomba. \"Antusias peserta ini membuktikan jika generasi muda masih peduli pada kondisi bangsa. Karena bagaimanapun, anak-anak muda harus melek politik untuk mengawal arah perjalanan bangsa,\" tuturnya, Selasa (30/8/2022). Dijelaskan LaNyalla, bangsa ini membutuhkan anak-anak muda intelektual dan memiliki pola pikir yang kritis. \"Perjalanan bangsa ini telah berubah setelah naskah UUD 1945 digantikan UUD 2002. Oleh karena itu, kita ingin pembangunan bangsa kembali on the track berdasarkan UUD 1945 naskah asli yang kemudian dapat disempurnakan oleh adendum. Untuk mendukung hal itu, bangsa ini membutuhkan anak-anak muda intelektual yang kritis terhadap kondisi bangsa,\" ujar Senator asal Jawa Timur itu. LaNyalla berharap sikap kritis para peserta tidak hanya diperlihatkan dalam lomba esai. \"Jangan berhenti, teruslah asah kemampuan berpikir untuk membantu memperbaiki kondisi bangsa,\" katanya. Lomba Esai ini diikuti 253 peserta. Tingginya jumlah peserta membuat dewan juri meminta tambahan waktu untuk memilih 10 tulisan terpilih. Pemenang yang sedianya akan diumumkan 25 Agustus, diundur menjadi tanggal 29 Agustus. Dari total jumlah peserta, terseleksi 90 di tahap awal penjurian. Dari 90 terseleksi menjadi 27 nominator, dan dari 27 terpilih 10 tulisan dengan skor tertinggi. Masing-masing 10 penulis terpilih berhak mendapatkan uang sejumlah Rp 1 Juta, Piagam Penghargaan, Buku \'Peta Jalan Mengembalikan Kedaulatan dan Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat, serta Buku \'Jalan Hidupnya Ditempa Bagai Keris\'. Sepuluh Pemenang Lomba Esai tersebut adalah 1. Nama: Yohanes Damaiko Udu; Judul Esai: Oligarki, Korupsi Politik, dan Pancasila; Asal: Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. 2. Nama: Sholahudin Al Ayubi; Judul Esai: Dominasi Oligarki Batu Bara di Masa Pemerintahan Jokowi; Asal: Universitas Indonesia, Jakarta. 3. Nama: Rezky Amalia Rustam; Judul Esai: Pandemi Oligarki 1998; Gapura Ancaman Generasi-Z Indonesia; Asal: Universitas Hasanuddin Makassar 4. Nama: Resha Hidayatullah; Judul Esai: Oligarki VS Masyarakat; Asal: UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. 5. Nama: Jacko Ryan; Judul Esai: Indonesia Dalam Cengkraman Oligarki: Penjajahan Baru dan Masa Depan Demokrasi; Asal: Universitas Airlangga Surabaya. 6. Nama: Samsul Arifin; Judul Esai: Oligarki dan Cita-cita Reformasi; Asal: Universitas Amikom Purwokerto. 7. Nama: Ahmad Riyadi; Judul Esai: Indonesia Bukan Milik Oligarki; Asal: STAIN - Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau. 8. Nama: Riskan; Judul Esai: Oligarki Bagaikan Penjajahan Baru; Asal: Universitas Cokroaminoto Palopo. 9. Nama: Delvia Sizka; Judul Esai: Cegah Terulangnya Praktik Oligarki di Indonesia; Asal: Universitas Jambi. 10. Nama: Muhammad Andi Firmansyah; Judul Esai: Melawan Hegemoni Elite: Mendiagnosis Efek Domino Dari Munculnya \'Rezim Oligarki\' Dalam Demokrasi Indonesia; Asal: Universitas Padjajaran Bandung. (mth/*)
Menkes: Auditor Negara Sangat Membantu Selama Krisis Pandemi COVID-19
Jakarta, FNN – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menilai auditor negara sangat membantu selama krisis pandemi COVID-19, dimana krisis tersebut bukanlah krisis biasa lantaran merupakan gabungan dari masalah kesehatan dan ekonomi.\"Ini fakta yang saya lihat dari auditor, auditor bekerja dengan kami pada 2020, 2021, dan 2022. Kami mendapatkan dukungan yang sangat jelas dari mereka,\" kata Budi dalam Sharing Session 1 Konferensi Tingkat Tinggi Supreme Audit Institutions G20 (SAI20) di Nusa Dua, Badung, Bali, Senin.Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara berkelanjutan bekerja bersama untuk memanajemeni empat area risiko dalam belanja COVID-19, yakni pembayaran rumah sakit, sistem kontrol, kebijakan, serta manajemen internal.Dalam area risiko pembayaran rumah sakit, ia menyebutkan Kemenkes dan BPK bekerja sama dalam memastikan pembayaran sesuai dengan klaim layanan COVID-19 yang sebenarnya dan dibayarkan tepat waktu. Kemudian pada sistem kontrol, memastikan sistem kontrol pembayaran klaim pasien COVID-19 cukup, transparan, dan akuntabel.Lebih lanjut, kerja sama Kemenkes dan BPK dalam area risiko kebijakan adalah memastikan klaim pembayaran layanan pasien COVID-19 sesuai dengan kebijakan yang ada. Sementara dalam area manajemen internal yakni dengan memastikan sistem kontrol internal yang kuat untuk pengadaan dan distribusi vaksin COVID-19.Budi mengatakan saat pandemi COVID-19 melanda, Kemenkes memiliki strategi yang sangat jelas berdasarkan pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sehingga anggaran pandemi dibagi sesuai dengan penanganan masing-masing.\"Kami menginformasikan BPK sejak saat itu, berapa banyak uang, dan apa jenis program atau strategi protokol kesehatan serta strategi deteksi seperti strategi pengobatan dan strategi vaksinasi,\" ucap dia.Kemenkes sendiri, kata dia, banyak menekankan pada sisi defensif yaitu mekanisme pendeteksian kesehatan kepada orang yang sehat.Dengan demikian, pandemi sejauh ini telah berhasil meningkatkan arsitektur kesehatan global untuk membangun dunia yang lebih sehat dan lebih aman, tidak hanya untuk generasi sekarang, tetapi juga untuk generasi yang akan datang. (mth/Antara)
Menkominfo Optimistis Dokumen Bali Optimalkan Agenda Digital G20
Jakarta, FNN – Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate optimistis perumusan Dokumen Bali atau \"The Bali Package\" dalam pertemuan keempat Digital Economy Working Group (DEWG) mampu mengoptimalkan agenda digital dalam Presidensi G20. \"Kami akan melakukan diskusi yang produktif dalam dua hari ke depan dan menyusun deklarasi yang akan memfasilitasi kemajuan agenda digital kita,\" kata Menteri Johnny, dalam siaran pers, diterima di Jakarta, Senin.Penyusunan dokumen The Bali Package mempertimbangkan banyak aspirasi dari negara anggota G20 sesuai kenyataan dan tantangan global. Pembahasan untuk dokumen ini dilakukan secara mendalam sejak pertemuan DEWG pertama sampai keempat.Menteri Johnny berharap pembahasan selama diskusi DEWG bisa menghasilkan dokumen yang komprehensif sehingga bisa diterapkan secara global, dalam rangka memajukan agenda digital dunia.\"Tidak hanya menyesuaikan apa aspirasi kami tentang masa depan digital, tetapi kami mengakui kondisi nyata yang ada, guna menghadapi tantangan masa depan yang lebih kompleks,\" kata Johnny.Menteri Johnny merasa optimistis The Bali Package akan membuka peluang kerja sama antarnegara G20 dan dunia semakin besar demi keamjuan digitalisasi bersama secara berkelanjutan.\"Pada saat yang sama kita melihat dan mengetahui peluang yang ada di depan, semakin besar tapi juga semakin kompleks, jadi perlu kerja bersama,\" kata Johnny.Pertemuan keempat DEWG sedang berlangsung di Bali, berupa pertemuan fisik. Acara ini dihadiri langsung oleh 18 delegasi negara anggota G20, yaitu Australia, Brazil, Kanada, China, Uni Eropa, Prancis, Jerman, India, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, Tukiye, Britania Raya, dan Amerika Serikat.Delegasi Argentina hadir secara virtual dalam sidang kali ini. Selain negara anggota G20, terdapat juga perwakilan negara undangan yang hadir, yaitu Spanyol, Belanda, Singapura, Rwanda, Kamboja, dan Persatuan Arab Emirat (UAE).Organisasi internasional yang menghadiri DEWG di Bali adalah International Telecommunication Union (ITU), United Nations Economic and Social Commissions for Asia and the Pacific (UN- ESCAP), United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), dan Islamic Development Bank (ISDB).Perwakilan akademis cakupan nasional (national knowledge partner) juga ada dalam pertemuan ini, yaitu Universitas Padjadjaran, Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada. (mth/Antara)
Skenario Tiga Periode Jokowi Lebih Buruk dari Skenario Duren Tiga Ferdy Sambo
SEJUMLAH kelompok relawan “garis keras” Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkolaborasi mengadakan Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia untuk menjaring capres-cawapres 2024 di Bandung (28/8/2022). Dalam sambutannya itu, Presiden Jokowi meminta bocoran terkait tokoh yang bakal diusung oleh forum Musra Indonesia. “Nanti ketemu siapa dalam Musra ini, tolong saya dibisikin,” kata Jokowi. Menurutnya, Musra merupakan ruang demokrasi bagi rakyat. Ia mendukung agar rakyat bersuara. Jokowi juga menyinggung soal isu yang sempat ramai, yakni soal dukungan tiga periode untuk dirinya. “Jangan sampai baru ngomong wacana tiga periode, sudah ramai. Boleh saja menyampaikan pendapat. Wong ada yang ngomong ganti presiden juga boleh, Jokowi mundur juga boleh,” kata Jokowi. “Ini katanya negara demokrasi. Tataran wacana tak apa-apa. Yang terpenting dalam menyampaikan pendapat atau aspirasi jangan anarkis,” kata Jokowi menambahkan. Presiden Jokowi blak-blakan tidak melarang wacana presiden menjabat tiga periode bergulir. Hal itu ia ungkapkan merespons dukungan yang dilontarkan para pendukungnya dalam forum Musra tersebut. “Kan ini forumnya rakyat, boleh rakyat bersuara kan,” kata Jokowi di hadapan para pendukungnya. Jokowi mengeklaim, mengemukanya wacana jabatan 3 periode untuk seorang presiden merupakan bagian dari kehidupan berdemokrasi. Bagi dia, wacana-wacana perpanjangan masa jabatan presiden tidak berbeda dengan desakan publik agar presiden diganti atau mengundurkan diri. “Karena negara ini adalah negara demokrasi, jangan sampai ada yang baru ngomong 3 periode (lalu) kita sudah ramai,” ungkapnya. “Itu kan tataran wacana. Kan boleh saja orang menyampaikan pendapat, orang kalau ada yang ngomong \'ganti presiden\' kan juga boleh, ya nggak? \'Jokowi mundur\' kan juga boleh,” kata Jokowi. Dalam forum ini, Jokowi kembali menerima dukungan dari pendukungnya untuk maju lagi sebagai orang nomor 1 di republik lewat Pilpres 2024. Bagaimana menurut pengamat politik Rocky Gerung tentang Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia yang berlangsung di Bandung itu, berikut petikan wawancara wartawan senior FNN Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung di kanal Rocky Gerung Official, Senin (29/8/2022). Hallo Bung Rocky, ketemu kita di awal pekan, hari Senin, nuansanya biru. Ya, biru-biru itu banyak tandanya, tapi selalu orang bilang out of the blue, artinya tiba-tiba ide itu datang tak tahu dari mana. Iya, iya. Out of the blue. Oke, tapi kita akan ngomongin soal Presiden Jokowi yang saya jujur nggak habis pikir ini, ternyata soal tiga periode ini diulang lagi oleh Jokowi dan ini dia bertemu dengan Musyawarah Rakyat yang kemarin kita omongin, Musra, di Arcamanik, Bandung, dan dia menyatakan bahwa dalam negara demokrasi boleh orang mewacanakan soal tiga periode. Tapi, dia menegaskan dia sendiri tidak mau tiga periode. Saya percaya bahwa omongan pertama yang soal demokrasi itu, karena diulang-ulang lagi ini. Dia konsisten bahwa itu memang boleh tiga periode. Tetapi, yang mengenai beliau tidak mau tiga periode ini berdasarkan bacaan kita yang dapat kita lakukan terhadap Jokowi selama ini, kita mesti artikan secara terbalik. Ya kalau sekarang dia bukan lagi terbalik. Dia memang menginginkan itu secara letterleg atau secara harfiah. Dia bilang begini, ya itu hanya wacana, memang konstitusi melarang, tetapi kehendak rakyat harus dihormati itu. Jadi, dia itu menunggang pada kehendak rakyat yang sebetulnya kehendak relawan dia. Itu konyolnya kan? (Apalagi pake nama musyawarah rakyat). Iya, yang dia maksud begitu, “kalau musyawarah rakyat menginginkan”. Musyawarahnya siapa? Ini musyawarah yang dibuat sendiri oleh dia. Kan itu konyolnya. Coba musyawarah LSM, kan lain lagi tuh. Atau kalau mau sekalian referendum saja. Tapi, dari dulu kita anggap bahwa Presiden Jokowi kekurangan pengetahuan. Itu soalnya atau itu sialnya. Dan, itu faktualnya begitu. Beliau nggak paham detail hal yang disebut demokrasi itu. Argumen Pak Jokowi adalah ya kalau yang menginginkan percepatan boleh kenapa perpanjangan nggak boleh? Demokrasi itu nggak boleh diperpanjang. Kan inti dari demokrasi itu adalah pemilu yang rutin. Itu satu. Yang kedua, kalau bisa percepat perumahan elit, sirkulasi elit namanya. Memperpanjang itu artinya tidak memungkinkan sirkulasi elit. Jadi, hal yang mendasar yang elementer presiden nggak paham kan. Ini kita itu ngertilah kenapa dia nggak paham, karena dia kekurangan pengetahuan. Masalahnya adalah orang di sekitarnya juga kekurangan pengetahuan. Kan itu intinya. Kalau misalnya dia tanya pada wartawan senior: boleh nggak saya ngomong gitu? Tentu dia harus berpikir ulang karena dia adalah presiden. Kalau rakyat biasa bilang ya kita ingin Pak Presiden tiga periode, boleh, karena rakyat tidak mengerti apa perintah konstitusi dan tidak diperintahkan oleh konstitusi pada rakyat. Konstitusi memerintahkan presiden untuk taat pada konstitusi. Konstitusi bilang dua periode maksimal, lalu presiden ini kehendak rakyat. Kehendak rakyat itu yang dia maksud adalah dari musyawarah rakyat. Boleh nggak? Ya boleh. Tetapi, kita lihat musyawarah itu siapa yang bikin? Ya dia yang bikin. Jadi, Presiden Jokowi menghendaki musyawarah rakyat supaya dia dipilih tiga kali, dan dianggap itu rakyat. Itu musyawarah rakyat, musyawarah relawan, bahkan musyawarah buzer. Masa’ pakai musyawarah buzer. Buzer-buzer ini yang memang menjilat. Jadi, orang yang kekurangan pengetahuan selalu pas dengan para penjilat. Ini kloplah antara kemampuan para buzer ini untuk mendorong presiden menjadi otoriter dengan ambisi presiden untuk menjadi otoriter. Kalau kita pakai teori filosofi ini sudah masuk pada bukan lagi oligarki, sudah aristokrasi dan sebentar lagi jadi monarki. Ini kurang pengetahuan atau pura-pura tidak tahu? Itu dua hal yang berbeda. Kalau orang tidak tahu itu nggak ada hukumnya. Dalam agama juga orang nggak berdosa kalau tidak tahu. Tapi kalau pura-pura tidak tahu beda hukumnya. Kalau kekurangan pengetahuan itu tukang bakso yang diledek-ledek Ibu Mega tidak ada soal. Ini presiden tidak boleh kekurangan pengetahuan, apalagi dia pura-pura tidak tahu. Tapi saya kira kekurangan pengetahuan dan pura-pura tidak tahu sama saja tuh, intinya sama saja. Jadi ambisi ini yang membuat kita ya silakan deh Pak Presiden mau ngapain, Anda kan punya seluruh kapasitas untuk melakukan itu. Bikin saja dekrit bahwa mulai sekarang saja tidak akan ada Pemilu. Kan selesai, lebih aman kan? Supaya orang tahu betul bahwa kedunguan tersebut memang sejajar dengan ambisi. Jadi, orang yang ambisius itu ya seringkali orang dungu sebetulnya. Apalagi kalau pejabatnya setara Presiden. Jadi kita bisa terangkan ini sebagai paradoks dari seseorang yang dipilih oleh rakyat dan akhirnya menunggangi rakyat atas ambisinya sendiri itu. Ya tapi kan ini ada bahayanya kalau kemudian publik menafsirkannya secara berbeda. Aksional demokrasi, jadi kita boleh melakukan apa saja. Itu kan bisa saja begitu ditafsirkan. Tapi kan kemudian ketika publik melakukan apa saja mereka sendiri mulai menghadapi realitas, loh ini banyak sekali kita ketika melakukan kritik saja dan seperti kemarin dikatakan oleh salah satu orang PDIP, Romo Benny Soebardja, yang menyatakan kritik boleh tapi asal sopan. Nah, kita kan jadi bingung sebenarnya. Ya, ini suatu periode ketika seluruh kedunguan tiba-tiba muncul. Atas nama demokrasi boleh. Iya tapi ini bukan atas nama demokrasi ini. Ini atas nama kedunguan maka ketentuan konstitusi itu bisa dilanggar oleh kepentingan konstituen. Kan itu intinya. Jadi, hal-hal semacam ini atau boleh mengkritik tapi sopan. Sopan-santun itu kemunafikan dalam politik. Kan dianggap apa yang disopankan artinya jangan mengkritik. Boleh mengkritik tapi sopan. Artinya, jangan mengkritik. Kan gampangnya begitu. Tapi kita tahu ini satu paket kedunguan Istana yang akhirnya diedarkan oleh mereka yang sebetulnya paham tentang fungsi kritik dalam demokrasi. Jadi, macetlah grammar demokrasi kita itu dan kalau kita lihat misalnya para pendiri kita, para pendiri bangsa ini menginginkan supaya kekuasaan itu dikendalikan, supaya kekuasaan itu tidak melampaui batas-batas demokrasi. Sekarang Presiden Jokowi mau melampaui itu dengan dalil itu kehendak rakyat yang adalah kehendak dia sendiri yang dibuat melalui musyawarah rakyat. Jadi, seolah-olah musra ini ada peristiwa nasional. Padahal peristiwa itu segelintir orang, beberapa akademisi dungu juga itu ada di situ. Jadi, itu intinya. Iya. Ini bahaya sekali ya kalau sampai ada prediksi yang seperti ini. Kan sebetulnya kalau kita terangkan bahwa ngapain Presiden Jokowi musti ada di musra setiap hari. Kan dia akan keliling. Ooo, karena ini kepentingan rakyat. Lalu kita lihat, panitianya siapa? Itu orang-orang yang dari awal memang menginginkan supaya Presiden Jokowi itu buta warna, buta politik, sehingga mudah dikendalikan. Kan ini orang-orang, panitia ini, panitia yang disogok oleh oligarki supaya jangan sampai Presiden Jokowi lepas dari genggaman oligarki. Jadi, kacung yang kemudian bersama-sama dengan petugas partai, lalu merasa bisa menentukan isi demokrasi. Kan ini soalnya. Jadi “kedangkalan” kalau saya pakai istilah yang lebih bermakna. Ini pendangkalan terjadi pada mereka memang sudah dangkal. Kan begitu. Oke. Dan ini kan kita tahu bahwa semacam ini, apa yang diucapkan oleh Pak Jokowi, apa yang diucapkan oleh para relawan, itu kan sudah diskenariokan mesti beda skenarionya beda dengan scanner Duren Tiga. Ini skenario Arcamanik gitu. Pak Jokowi teriak bahwa dia tidak mau tiga periode tapi kemudian relawan menyatakan tiga periode dan sebagainya gitu. Itu tahulah bahwa itu sudah disiapkan sebelumnya, partiturnya juga sudah disiapkan. Iya. Simulasinya dibikin tiga hari sebelumnya itu. Nanti Anda bertanya ya, nanti saya menjawab. Kira-kira begitu. Pak Jokowi nanti akan ada seseorang yang akan naik ke panggung, Anda panggil supaya Anda bertanya dia menjawab. Ini simulasi yang lebih buruk dari simulasi Sambo. Kalau simulasi Sambo itu karena keterdesakan maka dibikin simulasi yang berbahaya dan bohong. Kalau ini nggak ada keterdesakan tapi direncanakan supaya kan buruk banget From Sambo to Jokowi. Jadi bisa kita simpulkan bahwa skenario tiga periode lebih buruk dari skenario Ferdy Sambo. Ya, Ferdy Sambo skenarionya terbaca karena tidak rapi. Kalau ini betul-betul rapi untuk mengkudeta demokrasi atau constitutional coup biasanya disebut begitu. Jadi, seolah-olah ini biasa. Kalau yang bicara Presiden, itu artinya dia menghendaki tiga periode. Nggak usah basa-basi. Ya bilang saja saya ingin tiga periode maka saya akan atur MPR supaya pilih saya atau siapkan dekrit supaya tidak ada Pemilu, misalnya. Kan gampang itu. Oke. Jadi, clear ya. Bahwa beberapa rangkaian ini: pertemuan musyawarah-musyawarah dan kemudian Ganjar Unair dan sebagainya, ini menunjukkan seperti tesis Anda kemarin bahwa ini sudah perang terbukalah antara Bu Megawati dengan Pak Jokowi. Clear ini mereka akan berhadap-hadapan dan ada kubu yang berbeda. Ya, sudah pasti Jokowi akan bikin bloknya sendiri. Dan, bloknya itu dihuni oleh manusia-manusia yang tingkat pengetahuannya itu terbatas. Dan, kemampuan untuk memperlihatkan perspektif juga nggak ada dan di dalamnya banyak akademis dari Universitas Indonesia bahkan yang berupaya untuk memonopoli wacana. Tapi itu kan nggak mungkin berlangsung lama. Kan tergantung pada berapa dana yang disediakan oleh oligarki. Jadi, kalau dia terlalu panjang justru kelihatan bahwa memang ini proyek oligarki. Jadi, akademisi-akademisi UI ini disewa oligarki sebetulnya untuk membenarkan proyek tiga periode itu kan. Nah, di situ dungunya tuh. Kalau kita misalnya secara lebih fair untuk menempatkan Jokowi paradoks ini, yang lebih berbahaya lagi kalau ini menteri-menteri yang tahu bahwa ini bermasalah tetapi diam saja. Kalau yang lain mungkin Erick Thohir nggak paham juga yang begini, tapi kayak Ganjar kan paham itu. Dia musti tegur dong. Pak Jokowi nggak bener itu walaupun saya ingin dicalonkan tapi masa cara mengucapkannya begitu, kalau rakyat menghendaki, padahal itu musyawarah rakyat yang dibuat dia sendiri. Demikian juga Sri Mulyani paham tentang demokrasi, masa diam doang. Apalagi Mahfud MD tuh, siapa lagi ya. Mungkin tiga orang di kabinet yang masih kita tahu mengerti tentang cara bernegara yang beradab. Jadi kalau kabinet ini menteri-menteri yang saya anggap akademisi itu tidak kasih teguran pada presiden, artinya dia menyetujui kebiadaban dalam politik istana kan. Kita tunggu Sri Mulyani ngomong apa, orang yang paham tentang demokrasi, human right, imperative, macam-macam itu. Siapa lagi yang paham. Semuanya nggak paham maka diam-diam saja kan? Bukan bahaya, tapi ini orang-orang yang kayak dihipnotis untuk jadi dungu. Ini masalahnya. Sedih bertebaran di istana tapi tiba-tiba jadi bodoh. Sama seperti ketika Hitler menyihir satu bangsa Jerman padahal bangsa Jerman itu bangsa yang terdidik. Tapi disihir oleh Hitler semua jadi lumpuh. Jadi dongo. Itu juga berlaku di sini, little Hitler is impower. (Ida)
Kenaikan BBM, Anthony Budiawan: Membuat Rakyat Menderita = Kejahatan?
Jakarta, FNN – Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi menjadi satu wacana yang sangat dikhawatirkan masyarakat. Hal itu disebabkan kebutuhan masyarakat terhadap BBM yang sangat tinggi. Pro dan kontra terhadap kenaikan harga BBM bersubsidi, yaitu Solar dan Pertalite kian mencuat. Seperti salah satunya adalah Rektor Universitas Indonesia (UI), Ari Kuncoro yang mendukung kenaikan harga BBM bersubsidi itu. Dirinya menyarankan pemerintah untuk mengadopsi konsep The Golden Mid-Way dalam menangani krisis energi yang berpotensi untuk menaikkan harga BBM. Konsep tersebut adalah langkah menaikkan harga BBM bersubsidi sekitar 30-40 persen. Dan Ari Kuncoro mendukung kenaikkan BBM sebesar 40 persen. Dengan harga pertalite saat ini Rp7.650/liter dengan kenaikan harga 40 persen maka akan menjadi sekitar Rp10.710. Sedangkan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pertemuan dengan pihak DPR mengatakan harga ideal pertalite tanpa subsidi adalah Rp14.450/liter. Namun demikian, harga pertalite tidak akan sampai sejauh itu karena adanya subsidi. Dan, menurut sumber lain yang dirahasiakan identitasnya, kenaikan harga BBM pertalite sekitar Rp1.000-Rp2.500. Dengan kenaikan tersebut harga BBM bersubsidi pertalite masih di bawah Rp10.000. Sri Mulyani mengatakan alasannya menaikkan harga BBM bersubsidi. Dengan kenaikan harga minyak mentah masih terus naik akan mencapai US$105 per barel pada akhir tahun, lebih tinggi dari asumsi makro pada Perpres 98/2022, yaitu US$100/barel. Hingga kenaikan penggunaan BBM bersubsidi yang diperkirakan dari sebesar 23 juta kiloliter hingga akhir tahun menjadi 29 juta kiloliter. Dan membengkaknya subsidi dan kompensasi energi yang dapat mencapai Rp698,0 triliun dari target APBN 2022 yang sebesar Rp502 triliun dengan tambahan sebanyak Rp195,6 triliun. Adapun setelah beredarnya kenaikan harga BBM, Anthony Budiawan selaku Managing Director Political Economy and Policy Studies, melalui akun Twitter pribadinya menyampaikan pendapatnya, bahwa ada asumsi pengalihan isu terhadap kenaikan harga BBM. Hal itu merupakan hasil tanggapannya terhadap para pendukung Presiden Joko Widodo yang mengusung Presiden tiga periode di acara Musyawarah Rakyat (Musra) di SOR Arcamanik, Kota Bandung, Minggu (28/8/2022). “Dua kemungkinan: 1) pendukung mengalihkan isu wacana kenaikan BBM yang mendapat penolakan luas; 2) pendukung mau menjilat, Jokowi paham, dianggap angin lalu, respons santai. Jokowi tahu hal tersebut tidak mungkin terjadi karena termasuk kudeta konstitusi,” cuit Anthony. Anthony juga mengatakan kalau kenaikan harga BBM dapat membuat rakyat menderita, maka sama saja seperti kejahatan kemanusiaan. “Ada pendapat, pemimpin negara yang dengan sengaja membuat rakyatnya menderita, bisa masuk kategori kejahatan kemanusiaan? Kenaikan harga BBM yang membuat rakyat menderita dan tambah miskin, berdasarkan informasi yang tidak benar, juga bisa masuk kejahatan kemanusiaan?” tulisnya. Ia pun menambahkan agar adanya transparansi dari pemerintah dan DPR. “Ini yang perlu digugat oleh masyarakat, transparansi perhitungan BBM dan Gas yang sejauh ini sangat gelap rakyat hanya disuguhi asumsi-asumsi saja. DPR juga tidak membuat perincian perhitungan. Saya sedang siapkan tulisan tersebut,” terangnya. (fik)
Lepas PMI ke Malaysia, LaNyalla Ungkap PR Pemerintah Terkait Pekerja Migran
Jakarta, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menilai ada dua pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah terkait Pekerja Migran Indonesia (PMI). Yaitu banyaknya PMI non-prosedural dan kurangnya Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN). Hal itu disampaikan LaNyalla secara virtual saat melepas Pekerja Migran Indonesia asal Nusa Tenggara Barat (NTB) yang akan bekerja di Malaysia, Senin (29/8/2022). “Saya mengapresiasi Pemerintah Indonesia dan BP2MI yang telah berhasil membuat MoU antara Indonesia dan Malaysia dapat dilaksanakan. Perjanjian ini memastikan negara hadir dalam memberikan perlindungan kepada warganya. Namun pekerjaan besar untuk memastikan perlindungan PMI belum selesai karena masih banyak Pekerja Migran Indonesia yang berangkat ke luar negeri secara non-prosedural,” papar LaNyalla. Senator asal Jawa Timur itu menyitir data BP2MI yang mencatat angka Pekerja Migran Indonesia di kisaran angka 4,4 juta orang. Namun Bank Dunia merilis, warga Indonesia yang bekerja di luar negeri sekitar 9 juta orang. “Artinya, masih banyak Pekerja Migran Indonesia yang memilih bekerja secara non-prosedural, sehingga tidak terdata di BP2MI,” tukas dia. Pekerjaan besar berikutnya, lanjut LaNyalla, adalah sinergi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penyediaan fasilitas Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN). Karena jumlah BLKLN sangat terbatas. Padahal keberadaan BLKLN merupakan Amanat UU Nomor 18 Tahun 2017, tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. UU mengamanatkan setiap calon pekerja migran wajib menjalani persiapan kompetensi dan kapasitas hingga mendapatkan Sertifikat melalui BLKLN. Iya mencontohkan Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan 21 Kabupaten yang menjadi kantong pekerja migran. Namun, NTT hanya memiliki empat BLKLN. Itu pun di Kota Kupang. \"Tentu saja hal itu harus menjadi perhatian kita,\" tegasnya. LaNyalla juga menegaskan bahwa Pekerja Migran Indonesia sebenarnya bukan saja pahlawan devisa, tetapi orang-orang yang diharapkan nantinya melakukan transfer pengetahuan, transfer ilmu dan transfer pengalaman untuk kemajuan Indonesia. “Para pekerja migran pasti mendapat pengalaman baru, dalam menggunakan teknologi maupun budaya kerja di negara lain. Apalagi jika bekerja di negara-negara yang lebih maju di banding Indonesia,” tuturnya. Bagi LaNyalla, budaya kerja sangat menentukan kemajuan suatu negara. Budaya kerja sangat terkait dengan mentalitas manusia dan semangat serta kesadaran untuk disiplin. “Inilah pentingnya, para Pekerja Migran Indonesia ketika kembali ke tanah air, menularkan hal-hal positif yang didapat di luar negeri,” papar Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu. LaNyalla juga menyinggung kuota 8 juta pekerja profesional di Arab Saudi. Menurutnya setelah diverifikasi kepada Dubes Indonesia untuk Arab Saudi Abdul Aziz Ahmad, informasi tersebut benar. Yakni 8 juta lowongan kerja untuk tenaga medis, baik dokter, bidan maupun perawat. “Bulan Mei lalu, saya melakukan kunjungan kerja ke Arab Saudi. Selain mengunjungi tempat penampungan Pekerja Migran Indonesia di Konsulat Jenderal RI di Jeddah, saya juga memastikan informasi bahwa Arab Saudi membuka peluang untuk pekerja profesional atau pekerja formal asal Indonesia, dengan kuota sebesar 8 juta tenaga kerja. Dan itu benar. Tentu ini adalah peluang yang harus bisa diambil oleh Indonesia dan BP2MI. Karena Indonesia juga memiliki pekerja untuk sektor formal dan profesional,” ungkapnya. Hadir di acara pelepasan tersebut Gubernur NTB, Zulkieflimansyah, Pimpinan Komite III DPD RI, Evi Apita Maya dan Muslim Muhammad Yatim, Ketua BKSP DPD RI, Sylviana Murni, Anggota DPD RI dari NTB, Achmad Sukisman Azmy dan TGH. Ibnu Halil, Kepala BP2MI Pusat, Benny Rhamdani, Utusan dari Syarikat Boustead Plantations Berhad, Mohamad Fadzly, Ketua APPMI H. Muazzim Akbar, Komisaris dan Direksi PT Kijang Lombok Raya, Para Bupati dan Walikota serta Pimpinan Forkopimda juga para Pekerja Migran Indonesia. (*)
Panas!! Jokowi dan Ganjar Lakukan Perlawanan Terbuka ke Megawati
PENGAMAT politik Rocky Gerung mengungkap adanya perlawanan terbuka kepada Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dari Joko Widodo dan Ganjar Pranowo belakangan ini. “Ini problem internal PDIP yang kemudian merembes ke publik dan melihat bahwa minimal PDIP ada masalah dengan pencalonan kaderisasi,” ujarnya kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief. “Suatu saat kalau Bu Mega bilang tidak, apapun yang terjadi tidak. Itu pasti Ganjar nggak mendapat suara. Itu sudah pasti. Karena kita tahu watak wong cilik itu adalah patuh pada Ibu Mega dan bangga betul pada Ibu Mega,” tegas Presiden Akal Sehat Indonesia itu. Menurutnya Bambang Pacul betul-betul mengerti mekanisme politik yang bisa membatalkan Ganjar. “Sekali Bu Mega bercerita masalah kecil saja tentang ayahnya, satu Jawa Tengah bisa terpukau. Sekali Ibu Mega menitikkan air mata karena merasa dikhianati oleh Ganjar, seluruh Jawa itu berguncang,” lanjut Rocky Gerung. Bagaimana Rocky Gerung melihat situasi yang terjadi di PDIP itu, berikut ini dialognya dengan Hersubeno Arief dalam kanal Rocky Gerung Official, Ahad (18/8/2022). Halo Bung Rocky, kita ketemu lagi di akhir pekan. Tapi tetap saja kita akan mengajak para viewer kita untuk ngobrol-ngobrol hal-hal yang serius, tapi kita kemas dengan santai. Namanya juga hari libur. Iya, semua hal bisa dibuat serius bisa dibuat bercanda. Bahkan, di DPR kalau sudah bosan ya bunyikan sesuatu yang menghebohkan. Saya akan mengajak Anda membahas video yang cukup viral di berbagai media sosial, yakni Ganjar Pranowo bersama Khofifah (Gubernur Jawa Timur) hadir dalam penutupan masa orientasi mahasiswa baru di Unair. Dan ini kayaknya mengulangi seperti yang terjadi di Istana, nyanyi ramai-ramai lagu-lagu campursari “ojo dibandingke”. Tetapi kita jadi mulai bertanya-tanya, Ganjar rupanya sudah mulai berani melanggar larangan keluar kota ya atau tahanan kota. Walaupun itu dibantah tapi kita tahu ada itu. Jokowi kemarin kan ketika ketemu relawan juga sudah mengisyaratkan bahwa ada kemungkinan calon-calon yang elektabilitasnya tinggi tidak diusung oleh partai politik dan kita mesti ingat juga dengan safari Puan ke partai-partai politik saat ini. Apakah ini sekarang tanda-tanda bentuk nyata perlawanan Jokowi dan Ganjar terhadap Megawati, Bung Rocky? Iya itu videonya viral dan kelihatannya ada HP yang pecah di Teuku Umar karena dibanting. Apa-apaan nih, saya sudah bilang jangan sekali-sekali melanggar aturan partai. Kira-kira begitu saya membayangkan pikiran Ibu Mega. Dan kalau dibikin sinetron ini kira-kira judulnya “Mbak Mega Ngamuk”. Kira-kira begitu. Ngamuk bukan secara fisik tentu. Jadi marah besar. Karena ini kita bisa duga betul bahwa ini diarahkan untuk FNN ke Bu Mega, Forum Nantang-nantang ke Bu Mega. Itu video yang memang dimaksudkan untuk kan disebarluaskan. Itu nggak mungkin kalau nggak ada tujuan. Saya kira tujuannya buat menguji Megawati atau PDIP yang melarang-larang Ganjar. Semakin dilarang, Ganjar semakin nekad karena dia tahu elektabilitasnya tinggi kendati tidak mendapat dukungan partai. Tetapi, ini problem internal PDIP yang kemudian merembes ke publik dan melihat bahwa minimal PDIP ada masalah dengan pencalonan kaderisasi. Kita tunggu seberapa jauh ini akan berlangsung. Nah, kan ada nama Khofifah, lalu kita ingat bahwa Khofifah itu kan proksinya Pak Luhut Binsar Panjaitan dan sangat dekat. Jadi sangat mungkin juga Ibu Mega akan anggap ini berarti kerjanya LBP. Kira-kira begitu. Dan kita tahu hubungan Pak LBP dengan Ibu Mega masih lebih dramatis dibanding hubungan Pak LBP dengan Pak Prabowo. Kalau Pak Prabowo dengan Pak LBP kan love and hate relation. Kalau dengan Ibu Mega kelihatannya Ibu Mega merasa dari awal kader-kader PDIP itu lebih tunduk secara politis pada Pak Luhut. Apalagi kader-kader oligarkinya. Kira-kira begitu. Ini pikiran Ibu Mega di bayangan saya. Tetapi saya pikir Pak Luhut juga seorang player politik yang matang yang melihat permainan politik dengan gaya sisilian. Jadi papan caturnya ada di depan dan diujikan dulu tuh. Mungkin 1 atau 2 bidang putih diajukan ke depan. Ini sebetulnya permainan politik yang masih berlangsung lama dan yang terjepit pasti Pak Jokowi. Pak Jokowi walaupun dia senang, tapi dia khawatir juga ke depannya. Pak Jokowi itu kalau tidak dapat restu dari Megawati, itu konstituen siapapun, mau pilih Ganjar segala macam, itu pasti dipanggil pulang oleh Ibu Mega. Karena Ibu Mega itu tetap figur. Lain kalau dia bukan Soekarnoputri. Tetap captive market PDIP itu di tangan Ibu Mega. Suatu saat kalau Bu Mega bilang tidak, apapun yang terjadi tidak. Itu pasti Ganjar nggak mendapat suara. Itu sudah pasti. Karena kita tahu watak wong cilik itu adalah patuh pada Ibu Mega dan bangga betul pada Ibu Mega. Itu saya kira poinnya. Ini benar kalau Anda sebut, ini sengaja dipublikasi karena saya mendapatkan itu juga di media onlinenya Pemprov Jawa Tengah, gitu dipublikasikan. Mereka sebenarnya juga nggak nyambung ini apa urusannya Pak Ganjar Gubernur Jawa Tengah diundang oleh Gubernur Jawa Timur untuk hadir di acara maba Unair. Ya kita tahulah itu pasti ada satu tuker tambah semacam itu. Tetapi menarik itu peta yang Anda sebutkan tadi. Kalau Anda langsung menyebut, ini proksi dari Pak LBP dan kita tahu seperti itu. Nah ini jadi kalau gitu petanya sudah makin terbuka dong Bung Rocky? Iya, memang semakin terbuka karena semakin kecil kemungkinan untuk ada tambahan capres lain. Kan ini cuma kocok-kocok dalam kolam yang sama sebetulnya. Lain kalau 0% diizinkan maka pasti banyak capres, sebanyak partai. Sekarang mungkin partai sudah frustrasi nggak mungkin 0% itu diinginkan walaupun kita masyarakat sipil kalangan kampus masih menginginkan 0%. Tapi di atas kertas memang sudah selesai. Tinggal diatur 2-3 orang saja kan? Dan Pak Luhut tentu punya kepentingan dengan masa depan Jokowi setelah 2024. Dan Pak Jokowi tentu sebagai orang yang diasuh secara politik dengan bagus oleh Pak Luhut, mengerti apa yang disebut Luhut factor di dalam politik Indonesia. Jadi Luhut factor ini betul-betul menentukan. Selain pengalaman beliau dan kecerdikan plus kecerdasan manuvering politik, orang tahu bahwa Pak Luhut tidak punya partai tapi dia bisa atur mekanisme politik. Yang pasti melalui KIB karena beliau senior di dalam Golkar. Jadi kalau orang bilang Pak Luhut kayak pemain tunggal, oh enggak. Itu saya kira disiapkan dengan baik untuk mem-backup Ganjar dan siapapun yang akan dijadikan wapresnya di situ. Tapi, ini kan analisis kita yang netral. Kita cuma menentukan faktor-faktor itu. Kalau mau pakai analisis normatif, tentu kita akan batalkan semua karena kita ingin 0%. Oke. Kita pakai bukan yang normatif dulu. Analisis faktualnya. Ini menarik karena bagaimanapun juga Ganjar itu sekarang, oke katakanlah misalnya disebut-sebut elektabilitasnya tinggi. Tetapi, kita tahu juga seperti yang Anda sebut tadi, loyalitas dari massa PDIP itu juga sangat-sangat kuat dan basisnya tentu saja Ganjar Pranowo itu pasti Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dan sudah dijamin oleh Bambang Pacul bahwa kalau dia tetap akan melawan perintah Ibu Megawati, dipastikan dia tidak mendapat suara di Jawa Tengah. Dan saya percaya dengan ancaman semacam itu Bung Rocky. Ya kita tahu watak pemilih Jawa Tengah itu patuh betul dalam operasikan perangkat PDIP itu, kalau disebut Jawa Tengah itu sampai di bawah tempat tidur wong cilik itu ada foto Bung Karno. Jadi itu satu partai yang disiplinnya luar biasa. Bukan sekadar pengurus anak cabang, pengurus RT segala macem itu begitu diucapkan oleh Ibu Mega, itu satu pikiran. Jadi Bambang Pacul betul-betul mengerti mekanisme politik yang bisa membatalkan Ganjar. Dan, Ganjar itu kelihatannya akan akan terus melawan. Itu enaknya kita tonton ini semacam SmackDown di dalam kubu sendiri. Kita kemarin melihat tanda-tanda bahwa Jokowi dan Ganjar ketika dalam Rakernas PDIP itu tunduk dan itu secara eksplisit dia sebutkan bahwa dia tunduk dan tegak lurus pada Ibu Megawati. Tetapi, kita juga diam-diam mencermati pasti ada kemarahan dari Pak Jokowi karena mendapat perlakuan yang kurang sewajarnya dari Bu Mega ketika dia distrap seperti anak sekolah yang melanggar peraturan. Dan kita menunggu-nunggu kapan sih membalasnya Pak Jokowi. Tapi ini tanda-tanda itu sekarang semakin nyata dan semakin jelas bahwa mereka akan berhadapan. Ya, makin dekat Hari Pemilu itu persaingan pasti makin ketat. Dan dulu orang anggap ya tidak ada itu persaingan atau hukuman distrap begituan, walaupun kita sudah kasih tahu bahwa Pak Jokowi adalah seorang pemain politik dan pemain politik dengan basis kebudayaan Jawa. Itu artinya, menyimpan langkah sambil menyembunyikan emosi. Tapi, operasi politik pasti jalan. Kan tujuh tahun Pak Joko di sana, dan dia tahu lah gorong-gorong politik, di mana yang musti disimpan, (dan juga) yang mana yang musti dibendung. Yang mana musti dicicil dulu. Dan sekarang terlihat Pak Jokowi betul-betul ingin memastikan bahwa perimbangan politik harus membalik pada tangan beliau. Karena bagaimanapun dia adalah seorang yang masih memegang seluruh kekuasan yang ada di tangan Pak Jokowi. Yang Pak Jokowi lupa, Ibu Mega juga punya kemampuan metafisika untuk mengembalikan, kan makin pudar ini seolah-olah Soekarnoisme makin pudar. Tetapi, di satu titik, yang disebut kesetiaan politik akan kembali pada Ibu Mega. Dan sekali Bu Mega bercerita masalah kecil saja tentang ayahnya, satu Jawa Tengah bisa terpukau. Sekali Ibu Mega menitikkan air mata karena merasa dikhianati oleh Ganjar, seluruh Jawa itu berguncang. Jadi, sebetulnya fasilitas atau momen-momen psikologis Ibu Mega itu yang ditunggu publik, termasuk kalau Ibu Mega ngamuk marah. Itu bergetar seluruh partai itu. Jadi itu intinya. Walaupun kita tahu bahwa Bu Mega usianya sudah lanjut dan harus menjaga kesehatan segala macam, jangan terlalu emosi, dan mulai pragmatis, tapi kan watak orang tidak bisa diubah. Apalagi kalau Ibu Mega merasa bahwa dia mendapatkan firasat dari beliau ayahnya, dan firasat itu kemudian dibenarkan oleh Pak Bambang Pacul atau Pak Hasto, lalu berkumpul menjadi energi kemarahan itu. Jadi, semua hal bisa terjadi karena Ibu Mega selain bikin kalkulasi politik, dia juga bikin kalkulasi batin. (Ida)
Waspada: Sambo Pergi, Kaisar Judi Datang Silih Berganti!
PENGAMAT politik Rocky Gerung mengatakan, ini memang endemi, sudah berakar di situ. Bahkan, kalau terjadi pergantian Kapolri atau Presiden pun, kalau power relation-nya masih sama, itu artinya bagian-bagian yang tadinya dipangkas pelan-pelan tumbuh. “Orang akhirnya masuk pada analisis yang lebih dalam lagi. Sebaiknya kita lakukan revolusi saja supaya seluruh jejak kebodohan, jejak kedunguan, jejak kebiadapan, jejak kong-kalingkong, itu hilang sama sekali,” tegasnya. Jadi, “Kalau kita lihat dari atas terlihat bahwa memang ini tegang sekali dan upaya untuk memitigasi ini juga bisa gagal karena di dalamnya berbagai macam kepentingan,” lanjut Rocky Gerung. Bagaimana ulasan Rocky Gerung selanjutnya? Berikut ini dialognya bersama wartawan senior FNN Hersubeno Arief di kanal Rocky Gerung Official, Sabtu (27/8/2022). Halo Bung Rocky, kita ketemu lagi. Kita lanjutin ngobrolnya dan saya kira sebenarnya yang sekarang orang sedang cermat memperhatikan itu di lembaga Polri. Ferdy Sambonya sudah selesailah saya kira kalau dia sudah diberhentikan dengan tidak hormat, dan kemudian dia banding, saya kira kecil kemungkinan bandingnya menang. Dan dia tinggal bersiap-siap menghadapi sidang. Jadi selesai. Karier dia, kerajaan dia selesai di kepolisian. Tetapi, kita juga kemarin diingatkan bahwa masih ada kakak pembina di antara mereka, dan kakak pembina ini pasti punya banyak anak asuhnya atau adek asuhnya banyak. Jadi sangat mungkin itu bisa saja Sambo berlalu silih berganti. Sambo pergi datang Sambo-Sambo baru, atau the next Sambo. Itu sekarang yang saya kira menjadi persoalan endemik di tubuh Polri. Iya, enak itu, musim silih berganti, angin tetap ke utara. Kira-kira begitu. Kalau dulu ada film “Bukan Perkawinan Semusim”. Kalau ini jadi “Bukan Kejahatan Semusim”. Seharusnya masih bisa panjang. Ini memang endemi, sudah berakar di situ. Bahkan kalau terjadi pergantian Kapolri atau pergantian Presiden, kalau power relation-nya masih sama, itu artinya bagian-bagian yang tadinya dipangkas pelan-pelan tumbuh. Jadi apa yang sudah dipangkas akarnya nggak terpotong maka tumbuh lagi. Itu menyangkut kultur di kepolisian, kultur di DPR, dan kultur di sana. Jadi kalau kita bikin segitiga itu ada istana punya kepentingan, polisi punya kepentingan, DPR punya kepentingan, nah di segitiga itulah beternak oligarki. Jadi begitu ini dihapus, oligarki bilang tunggu saja, nanti dia juga tumbuh lagi. Jadi ini soalnya memang. Kalau dulu kita bilang bahwa di awal reformasi kita mau pakai istilah revolusi supaya ada perubahan total, tetapi kita gugup untuk pakai istilah itu. Karena itu seolah kita mengingatkan suatu peristiwa yang berdarah-darah, padahal nggak ada yang berdarah-darah waktu reformasi. Sekarang konsekuensinya adalah yang kita tidak ucapkan secara habis-habisan, secara revolusioner, itu bertumbuh sekarang sehingga orang akhirnya masuk pada analisis yang lebih dalam, sebaiknya kita lakukan revolusi saja supaya seluruh jejak kebodohan, jejak kedunguan, jejak kebiadapan, jejak kongkalingkong, itu hilang sama sekali. Memang, kalkulasi ini membutuhkan atau menimbulkan ketegangan, kecemasan, tetapi sejarah kadangkala mendorong ke arah situ. Kalau kita lihat mungkin sejarah sedang mendorong untuk melakukan total revolution itu. Jadi kita terima saja sebagai fakta itu kan. Yang harus kita bayangkan adalah ongkos dari perubahan total itu pada rakyat terutama. Kalau pada kekuasaan ya sudah dia juga akan tergilas oleh peristiwa besar-besar dalam sejarah. Jadi, kalau kita lihat dari atas terlihat bahwa memang ini tegang sekali dan upaya untuk memitigasi ini juga bisa gagal karena di dalamnya berbagai macam kepentingan. Kita lihat bahasa tubuh DPR kan Zig-zag. Bahasa tubuh presiden juga ya pakai proksi Mahfud MD untuk mengukur suasana. Dan itu sebenarnya keadaan kita terbaca di atas, tapi magma di bawah gunung berapi itu tetap berdarah. Tentang Kamarudin Simanjuntak dan Alvin Lim Nah, kita kemarin bicara tentang pengacara yang kita dorong Kamaruddin Simanjuntak dan Alvin Lim yang menjadi pengacara keluarga KM 50. Ini Alvin Lim memang kelihatannya orang gila lain di luar Kamaruddin Simanjuntak. Dia (baru saja saya nonton videonya) ini bongkar-bongkaran soal bisnis judi yang kemarin kita samar-samar, kita cuman menduga-duga, ini ada bagian-bagian ada charge yang kerajaan Sambo itu. Tetapi, kalau menurut pengakuan narasumber yang disamarkan oleh dia, dia bisa menyebut dengan persis siapa-siapa saja perwira-perwira itu yang terlibat di Mabes Polri, Polda Metro Jaya, bahkan di Polda-Polda lainnya, dan berapa jumlah setoran setiap bulan. Ini kan mengerikan. Makanya kita jadi berpikir ya ini Sambo bisa selesai, tapi persoalan yang jauh yang selama ini kita persoalkan tidak akan selesai. Dan seperti Anda tadi bilang, kalau dipangkas itu kan tumbuh dahan baru yang lebih muda. Ini Alvin dan Kamaruddin ada di dalam yang orang sebut sebagai faktor baru dalam politik Indonesia. Yang pengetahuannya sebetulnya akumulasi dari banyak sumber, dan kita tahu urusan-urusan cangkang yang (selama ini) itu menyembunyikan pajak, isu. Lalu kalau tidak tanya pada ICW, ICW tahu semua itu, tanya pada kontras dia juga tahu, dan seringkali masyarakat sipil justru diundang oleh DPR untuk dengar pendapat. Harusnya bicara yang beginian kan. Harusnya juga sama-sama ingin agar Indonesia bersih. Tetapi, secara individual orang kemudian bertanya, keberanian dari mana yang diperoleh oleh Alvin, oleh Pak Kamaruddin. Ada orang menganggap ini pasti ada sponsor yang mengamankan dia. Ya boleh saja ada pikiran semacam itu karena dalam mafioso selalu ada pembocor yang justru dijamin mafianya. Begitu kira-kira, supaya menguji ulang daya tahan dari mafioso ini. Tetapi, saya perhatikan bahwa begitu Sambo muncul, lalu ada pelemahan sebetulnya di dalam institusi negara, maka muncullah orang semacam Kamaruddin dan Alvin. Jadi, begitu pelemahan institusi negara berlangsung, maka sumber-sumber alternatif ini merasa nggak ragu lagi untuk bicara. Pasti akan ada orang lain lagi bicara lebih awal. Dulu kita tahu bahwa yang beginian yang bisa ngomong ya Kontras, Haris Azhar, ICW. Tetapi, mereka selalu teliti karena tahu bahwa ini bisa jadi delik. Karena itu, pakai metodologi yang betul-betul taat pada aturan berpikir. Kontras, ICW, kalau bongkar kasus pasti kalkulasinya berhari-hari itu mereka rapatkan. Nah, Alvin Lim sendirian. Kamaruddin juga sendirian. Jadi kita lihat betapa alam semesta ini membekali bangsa ini dengan potensi mereka yang berpikir secara adil. Orang akan lihat bagaimana mungkin Alvin itu minoritas tetapi lebih berani betul. Kamaruddin juga minoritas sebetulnya. Jadi variabel sosiologi sudah bekerja dan itu nggak lingkup minoritas mayoritas. Sekarang negara yang pusing nanti. Bagaimana mau dibuli dua orang ini yang juga akhirnya dielu-elukan oleh Kadrun dan Cebong sekaligus. Jadi ini melting pot sudah terjadi. Jadi, semua soal hanya mencair di dalam melting pot, di dalam bowel, di dalam baskom yang namanya keadilan. Itulah intinya. Yang sering kita anggap ya kejadian sejarah seringkali di luar prediksi politik dari yang Hersu sebutkan tadi. Iya, ini menarik. Mereka saling melengkapi. Sekarang, setelah dia berhasil membongkar kepolisian, Kamaruddin sudah mulai bicara soal Pilpres. Kemarin-kemarin dia bilang, ada anak buahnya Erick Thohir yang punya dana sampai ratusan triliun dan sekarang yang diisu bukan Kamaruddin-nya, justru malah ada orang lain yang menyebut bahwa Erick Thohir, padahal yang dimaksud bukan Erick Thohir, tapi anak buahnya Erick Thohir. Anak buahnya Erick Thohir yang disebut Dirut Taspen itu, walaupun tidak disebut namanya kan orang tahu siapa Dirut Taspen, sampai sekarang belum ada reaksinya. Sekarang Alvin bongkar kerajaan judi, bagaimana para polisi dapat setoran ratusan juta setiap minggu dan itu semua dibagi rata, hujan merata, bukan hujan satu tempat saja. Saya kira ini luar biasa karena tadi kita juga bicara tentang bagaimana ini momentum yang terjadi. Ya. Banyak pemimpin redaksi yang tahu soal-soal semacam itu kan. Dan, wartawan lapangan juga tahu. Tapi sekali lagi, momentum itu membuat orang berani menggulirkan sesuatu dan itu datang dari yang seringkali kita sebut persediaan energi alam. Kalau kita mau belajar sedikit metafisik, ada satu kesepakatan bahwa dalam keadaan point of no return maka dorong saja terus menerus. Jadi mendorong itu bukan karena keinginan, tapi karena momentum alamnya itu begitu selalu. Yang disebut hukum inersia itu begitu. Begitu berhenti nggak mau bergerak, begitu bergerak dia akan mengalir terus. Newton bilang begitu dalam fisika, tetapi juga berlaku dalam sosiologi itu. Karena informasi terbuka semua sekarang. Kalau dia lebih zaman abad tengah ya nggak ada informasi yang terbuka. Begitu ada abses kecil yang pecah, ada bisul kecil yang pecah, itu seluruh fisiologi tubuh kita bisa terbaca bahwa itu berarti ada persembunyian bakteri di lapisan epidermis misalnya. Jadi, begitulah yang kita sebut sebagai ini politik public opinion, bisa terbuka headline-nya maka seluruh berita itu kemudian mengarah pada headline yang dibuka. Headline itu dibuka oleh Alvin sekarang dan media merasa bahwa kita juga tahu itu. Tetapi, ada headline, lalu mulai ada kecemasan, dan orang tadi saya katakan mulai mengkalkulasi. Itu tidak penting lagi karena bola salju sudah bergulir. (mth/sws)