NASIONAL
Pejabat Polri Dipreteli Lalu Dipanggil Presiden ke Istana
Jakarta, FNN – Presiden Joko Widodo memanggil para petinggi Polri ke Istana Negara pada Jumat (14/10/2022) untuk memberikan arahan dan petunjuk dalam menjalankan tugas. Arahan ini berlangsung secara tertutup dan Polri yang datang wajib menggunakan seragam dinas tanpa penutup kepala dan tongkat. Bahkan, handphone juga dilarang dan hanya alat tulis yang diizinkan untuk dibawa. Analis Komunikasi Politik & Militer UNAS, Selamat Ginting di channel Youtube Hersubeno Point mengatakan. seakan-akan pejabat Polri dipreteli. Menurutnya, pertemuan ini spesial karena berbeda dari sebelumnya. Bahkan Presiden juga mengimbau untuk anggota Polri melakukan sholat Jum’at di Istana. “Seperti dipreteli, tidak bawa senjata, tidak boleh bawa handphone, tidak boleh bawa tongkat komando, tidak boleh bawa ajudan, bahkan topi juga tidak. Jadi seperti dalam tanda petik, dipreteli,” kata Selamat Ginting kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Jumat (14/10). Menurutnya, memang ada beberapa kasus yang membuat Polri terpuruk. Kasus Ferdy Sambo dan Stadion Kanjuruhan membuat posisi Polri di mata masyarakat jatuh. Ia merasa Polri merasa defensif dan tidak menunjukkan rasa empati dari kasus Kanjuruhan. Sementara temuan Komnas HAM berbeda dari pernyataan Humas Polri mengenai penggunaan gas air mata yang tidak berbahaya. “Ini menimbulkan efek bahwa kenapa polisi begitu defensif. Padahal temuan Komnas HAM misalnya dan juga hampir semuanya mengatakan bahwa persoalan ini dipicu oleh penggunaan senjata gas air mata yang tidak lazim di lapangan sepakbola,” jelas Selamat. Ia menambahkan, saat petinggi Polri disuruh datang dengan syarat dan ketentuan yang banyak, itu adalah tanda bahwa Presiden marah, jadi bukan marah dengan pernyataan tapi dengan cara simbolisasi. Pada pertemuan ini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengaku ada 559 anggota Polri yang hadir. Ada 24 pejabat utama Mabes Polri dan 33 Kapolda. Namun, ada 3 orang berhalangan dan diwakili. (Fer)
Kapolda Jatim Ditangkap, Rocky Gerung Sebut Ini Sebagai Tamparan ke Kapolri
Jakarta, FNN – Kapolda Jatim Irjen Teddy Minahasa ditangkap Propam terkait dugaan jual barang bukti 5 kg sabu pada Jumat (14/10/2022). Padahal, Teddy baru menjabat selama 4 hari sebagai Kapolda Jatim setelah diangkat langsung oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Rocky Gerung menanggapi penangkapan ini di channel Youtube pribadinya setelah beberapa jam berita penangkapan tersebut beredar. Menurutnya ini adalah sebuah keadaan untuk membuat delegitimasi Kapolri. “Untuk mendelegitimasi Kapolri. Kan ini sebagai tamparan pada Pak Sigit. Masa baru diangkat udah diberhentiin lagi dan bahkan dengan desain yang agak mendebarkan, yaitu jual beli narkoba”, jelas Rocky kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Jumat (14/10/22). Nantinya, Listyo Sigit kemungkinan akan ikut bertanggung jawab karena ia adalah orang yang mengangkat. Rocky juga menambahkan ada sinyal untuk membersihkan bagian tertentu di kepolisian. Karena momentum penangkapan tepat dengan pertemuan para pejabat Polri di Istana Negara. “Jadi kalau kita lihat itu sebagai publikasi. Ya itu dalam upaya untuk sekaligus bilang Polri itu memang enggak pandang bulu bahkan sebelum Presiden bicara, udah dilakukan hal yang mendebarkan”, katanya. Menurutnya, jika proses kasus Teddy Minahasa ini berjalan dengan baik. Maka publik akan penasaran mengenai pengganti Kapolda Jatim berikutnya, “Apakah pengganti Kapolda Jatim punya reputasi yang sama?”. Jika nantinya Listyo Sigit tidak bisa menjawab, maka jabatan Kapolri akan dilepas dan diganti. Teddy Minahasa sebelumnya menjabat sebagai Kapolda Sumatera Barat. Irjen Nico Afinta yang sebelumnya menjabat sebagai Kapolda Jatim dipindahtugaskan dan kemudian diganti oleh Teddy. Diketahui, polisi terkaya di Indonesia saat ini dipegang oleh Teddy dengan jumlah kekayaan mencapai 29,97 miliar rupiah. (Fer)
Lucuti Asesoris Polisi di Istana, Jokowi Marah ke Institusi Polri
Jakarta, FNN – Pengamat komunikasi dan militer, Selamat Ginting menyebut Presiden Joko Widodo marah terhadap institusi kepolisian terkait pemanggilan para perwira polisi yang diminta hadir ke istana dengan melucuti aksesori dinas, seperti topi dan tongkat pada Jumat (14/10). Hersubeno Arief membahas persoalan ini bersama Selamat Ginting dalam video berjudul \"Presiden Sangat Marah ke Polri. Kumpulkan di Istana. Tak Boleh Pakai Topi Dinas & Tongkat Komando\" melalui kanal Youtube Hersubeno Point yang dipublikasikan pada Jumat, 14 Oktober 2022. Ginting mengaitkan bahwa arahan presiden terhadap pemanggilan perwira tersebut berhubungan dengan kasus-kasus yang membuat posisi polisi terpuruk. Ia menyebutkan dalam beberapa survei menunjukkan citra kepolisian yang menurun drastis. \"Bahkan dalam beberapa survei di bulan Agustus, September, dan Oktober ini turun drastis sampai di bawah 55%. Jadi, kasus Sambo, kasus Kanjuruhan itu kemudian membuat posisi polisi itu di mata masyarakat jatuh sekali,\" ujar Ginting kepada Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief melalui kanal Youtube Hersubeno Point. Pengamat militer dari Universitas Nasional (Unas) tersebut mengatakan belum pernah terjadi pemanggilan pejabat utama polisi, seperti Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda), Kepala Kepolisian Kota Beaar (Kapoltabes), dan Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) ke istana sebelumnya. \"Bacaan saya presiden itu marah, marah kepada institusi polisi,\" ucap Ginting. Kemarahan presiden tersebut dispekulasi karena lambatnya penanganan kasus yang belakangan ini menjadi atensi masyarakat, bahkan seperti kasus Kanjuruhan yang sudah memasuki ranah internasional. Menurut Ginting, arahan Jokowi yang meminta para perwira untuk hadir tanpa memggunakan aksesori dinas lengkap dianggap sebagai simbol komunikasi dari bentuk kemarahan presiden. \"Bukan dengan cara pernyataan- pernyataan keras, tapi menurut saya itu sudah simbol komunikasi. jadi ini kemarahan presiden terhadap institusi polisi,\" kata Ginting menambahkan. Seperti yang diberitakan, Presiden Joko Widodo menjadwalkan pemanggilan terhadap para perwira kepolisian dari seluruh Indonesia di Istana Negara pada Jumat (14/10) siang. Dengan perintah ini, Jokowi juga meminta agar para perwira datang hanya dengan baju dinas tanpa menggunakan topi ataupun tongkat komando. (oct)
Bela Ketum PSSI, Pelatih Timnas STY Ikut Mundur
Jakarta, FNN – Pelatih timnas Indonesia, Shin Tae-young mengaku akan mengundurkan diri apabila Mochamad Iriawan mundur dari jabatan Ketum PSSI. Wartawan senior FNN Hersubeno Arief dan Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record, Kamis (13/10/22) ikut menanggapi pernyataan yang disampaikan langsung oleh Shin Tae-young melalui akun instagramnya pada Rabu (12/10/22). Di unggahan itu, STY terlebih dahulu menyatakan bela sungkawa kepada para korban tragedi kanjuruhan. “Pertama-tama saya ingin mengucapkan turut berduka cita atas tragedi Kanjuruhan, Malang. Saya juga seorang suami dari istri dan bapak dari dua anak. Saya ingin memberikan dukungan penuh kepada korban dan keluarga korban.” Ujar Tae-yong. Kemudian, ia berkomitmen untuk terus memberikan harapan kepada korban dengan memberikan prestasi bagi Indonesia. “Saya Ingin memberikan harapan kepada semua orang yang tersakiti karena tragedi kali ini. Cara saya untuk memberi harapan adalah memberikan hasil baik dengan berprestasi di sepak bola yang masyarakat sukai.” Selain itu, Shin Tae-yong berpendapat, Ketua PSSI adalah orang yang sangat mencintai sepak bola. Juga memiliki komitmen kuat untuk mengembangkan sepakbola Indonesia. Dan STY siap ikut mundur jika Iwan Bule pada akhirnya harus mengundurkan diri. “Seseorang yang sangat mencintai sepakbola Indonesia dengan kesungguhan hati dan memberikan dukungan penuh dari belakang agar sepakbola dapat berkembang adalah Ketua Umum PSSI. Menurut saya, jika Ketua Umum PSSI harus bertanggung jawab atas semua yang terjadi dan mengundurkan diri, maka saya pun harus mengundurkan diri.” Di akhir pendapatnya, STY menegaskan bila ia dan Ketum PSSI adalah satu tim. Jadi, ia juga harus bertanggung jawab bila Iwan Bule juga dituntut untuk bertanggung jawab. “Saya pikir jika terdapat kesalahan dari rekan kerja yang bersama sama sebagai satu tim, Maka saya juga memiliki kesamaan yang sama. Kita adalah satu tim. Sepak bola tidak bisa sukses jika hanya performa 11 pemain inti saja yang bagus.” Pernyataan Shin Tae-young tersebut banyak dikomentari khalayak ramai dan cenderung menimbulkan kontrovensi. Hersubeno menyebut sebenarnya desakan terhadap Iwan Bule ini, sebelum TGIPF bekerja juga sudah banyak sekali desakan. “Saya kira ini menambah kekacauan diberbagai sektor kehidupan kita, bukan hanya sektor politik dan ekonomi, tapi juga dalam kehidupan sepak bola. Karena kita tau juga sepak bola di Indonesia nuansa politiknya sangat kencang sekali, ketika ada persoalaan-persoalaan politik dan kemudian melibutkan orang-orang politik di PSSI, ya imbasnya seperti sekarang ini,” ungkap Hersu. Menurut Hersu, saat ini negara perlu diriset baru lagi, “Dimulai start dari 0 seperti di pom bensi dimulai dari 0 lagi,” lanjutnya. Lebih lanjut, Agi Betha juga menyebut beberapa pemain timnas Indonesia seperti Asnawi Mangkualam, Egy Maulana Vikri, Elkan Baggott, Marc Klok, Hokky Caraka dan Saddil Ramdani merespons positif postingan Shin Tae-yong. “Bahkan, Asnawi kapten Timnas juga menjadi trending topic, karena dia mengunggah distory intagramnya,” tutur Agi. Asnawi menyebut bila Ketum PSSI Iwan Bule adalah Ketum PSSI terbaik saat ini. “This true, kurang lebih 10 tahun bersama timnas Indonesia, beberapa kali merasakan pergantian Ketum PSSI.” “Jika mau menilai sampai dengan saat ini memang Iwan Bule masih yang terbaik,” kata Asnawi. Meski demikian, warganet justru kecewa dengan pernyataan Shin Tae-young ini. (Lia)
Produsen Hoak Tukang Dawet, Ternyata Eks Pengurus PSI
SUPRAPTI, wanita yang mengaku menjadi saksi mata dalam tragedi Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, ternyata bekas pengurus Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Dalam pengakuannya yang ia rekam lalu diviralkan, Prapti mengaku melihat sendiri para suporter membawa minuman keras ke dalam stadion. Keruan saja pengakuan abal-abal ini membuat keluarga korban dan Aremania marah. Prapti dianggap tak punya empati. Belakangan ini, karena tidak kuat menahan gempuran netizen, Prapti akhirnya minta maaf. Dialog Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief dengan pengamat politik Rocky Gerung dalam Kanal Rocky Gerung Offcial, Kamis (13/10/2022), membahas soal tewasnya 131 orang Aremania. Berikut petikannya. Halo halo Bung Rocky, kembali kita ngobrol ya. Ini hari Kamis ya. Kemarin ada berita yang kita tunggu-tunggu, tukang cendol itu setelah diuber oleh Komnas HAM, oleh TGIPF, oleh Polisi, oleh Aremania, ketemu juga tukang cendolnya. Tukang cendolnya rupanya politisi PSI dan pernah jadi pengurus di Malang. Dan itu yang lebih lucu lagi, kemudian ternyata kan itu satu rangkaian, sebelumnya juga dikatakan bahwa ditemukan miras gitu, nyambung dengan tukang cendol yang cerita bahwa mabok semua aremania itu. Ternyata, yang polisi emukan itu botol obat-obatan untuk sapi punya Dispora. Jadi, ini benar-benar deh, jadi antiklimaks tapi lucu, tapi sekaligus itu membuat kita miris ya dengan situasi semacam ini. Ya, jadi semua hal akhirnya berupaya disambung-sambungkan dan hal yang paling berbahaya adalah kalau kerumitan tersebut akhirnya murni carikan penyelesaian dengan cerita-cerita yang akhirnya tidak tersambung sebetulnya. Ini saya lagi di Malang, lagi kasih ceramah, di komunitas-komunitas. Dan, kalau saya bicara dengan teman-teman di sini, itu di setiap gang ada poster yang meminta pertanggungjawaban Pak Polisi itu. Beberapa saya kirim nanti. Dan, itu terhubung lagi dengan ketidakpercayaan orang bahwa ini bukan sekadar kejadian yang tidak terkendali, tapi ada semacam kesengajaan itu. Itu yang saya anggap bahwa agak telat sebetulnya polisi melakukan pemetaan terhadap kesan di dalam masyarakat Malang. Memang ada polisi Malang yang mengambil inisiatif untuk minta maaf dengan bersujud, tapi sebetulnya itu harusnya diikuti oleh seluruh polisi nasional supaya ada kelegaan. Dan, kalau kita anggap bahwa polisi ramai-ramai bersujud di satu Indonesia, itu lebih terasa pengalaman batin kita untuk berempati pada korban itu. Tapi itu nggak terjadi dan tegangan itu ada di semua gang, termasuk di kampung-kampung kecil itu orang pasti merasa ini ada yang sengaja ditutup-tutupi oleh negara. Jadi, sudah sampai di situ sebetulnya kecurigaan masyarakat Aremania ini terhadap kemungkinan penyelesaian kasus di Malang ini. Saya mengambil kesimpulan bahwa untuk memulihkan ini panjang karena ada batin yang tergores besar di dalam masyarakat Malang. Ya, jadi itu hampir semua gang ya di kota-kota Malang. Jadi mood publik terhadap polisi sekarang ini lagi betul-betul sangat tidak bagus di Malang. Iya. Itu semua jalan-jalan besar itu, poster, baliho gede-gede itu bertuliskan usut tuntas, ini pembunuhan segala macam. Itu dengan mudah kita lihat. Kalau saya tanya pada mereka ini jadi bagaimana membersihkan kota ini, oh nggak mungkin dibersihkan. Dicopot hari ini spanduknya besok muncul lagi tuh. Jadi, ini akan lama, saya menganggap akan lama karena sudah sampe pada semacam kesadaran bahwa pengabaian itu menyebabkan bangsa ini retak sebetulnya. Dan, dia kemudian terkait dengan isu-isu lain bahwa ini persaingan di dalam tingkat elit kepolisian kenapa harus kami yang tanggung getahnya. Kira-kira begitu. Jadi, orang mulai mencium bahwa masyarakat Malang itu membaca dengan cara yang berlapis-lapis, bukan sekadar itu kriminal, tapi di belakang itu ada upaya untuk mendorong bagaimana kita (menangkap ya). Jadi, bagi mereka ini bukan sekedar apa yang ada di lapangan tapi ada desain yang tak terbaca. Kira-kira begitu. Dan mereka yang jadi korban. Oke. Bisa jadi ini potret yang terjadi di Malang. Tapi, sebenarnya potret yang sama tapi dengan penyebab yang berbeda juga terjadi di seluruh nasional. Ya, itu intinya tuh. Bahkan, ada yang menganggap kenapa soal semacam ini terjadi ketika ada kasus Sambo, ketika ada kenaikan BBM. Jadi, seolah-olah seluruh peristiwa di Malang itu dikaitkan dengan upaya menutupi kasus-kasus besar yang lain. Itu sudah jadi semacam pola berpikir. Tapi, bagi masyarakat Malang sendiri, lebih dari itu bahwa kalau orang lewat di stadion itu lalu orang nggak mau nengok ke kiri enggak mau nengok kanan, mau cepat-cepat saja berlalu dari peristiwa itu. Jadi, bekas batin itu betul-betul dalam dan itu yang saya anggap berupaya untuk dihilangkan, tapi muncul lagi. Begitu cara mereka melihat masalah ini. Dan itu yang kemarin kita bahas ya bagaimana tercermin dari media sosial mereka bahwa mereka, orang yang begitu cinta mati dengan bola, tiba-tiba sejak peristiwa itu dia memutuskan mereka tidak akan lagi kembali untuk nonton bola. Boro-boro nonton, lewat saja mereka nggak mau negok ke arah stadion. Iya, itu saya bicara dan kesan saya begitu, berupaya menghilangkan trauma tapi dengan cara itu juga semacam dendam sebetulnya. Dendam yang masih belum bisa mereka pahami itu. Bahwa ada yang kehilangan anak, ada yang menganggap bahwa masa depan kota Malang akhirnya jadi runyam. Jadi, seperti kota yang kehilangan kegembiraan lagi. Dasarnya itu. Ya, jadi ini kalau tahapan-tahapan psikologinya kita sebut mereka dalam tahapan angry gitu. Ya, dan mau melepaskan angry itu ke mana tuh kalau angry itu hanya terhadap kepolisian ya itu mungkin lebih mudah dilakukan. Karena polisi sudah minta maaf di tingkat lokal. Tapi mereka masih merasa ada hal yang masih disembunyikan tuh. Jadi, PSSI lain cara mereka melihat PSSI, tim yang dibuat juga disinisin, jadi belum dapat semacam merasa tenang batinnya itu selama ... kan mereka masih menduga betul 271, 231, ada yang anggap enggak itu pasti 700 orang atau 400 orang. Jadi tetap mereka menduga kok bisa tuntas ya. Jadi, mereka menduga bahwa lebih dari itu yang meninggalkan di situ. Kita mau bayangkan misalnya bagaimana memulihkan kepercayaan bagi publik Malang yang merasa bahwa Istana kok nggak tulus ya merasakan kepedihan kami. Kira-kira itu deep psikologinya, psikologi dalamnya begitu. Ya, jadi prosesnya saya kira masih lama ya. Dari denial, angry, sampai tahap acepted atau menerima itu prosesnya panjang sekali itu. Ya, betul. Saya tadi seharian itu ada di tiga komunitas, diundang oleh LSM, ada lembaga lain, lembaga pendidikan semacam pendidikan mental itu, dimulai dengan minta saya untuk terangkan apa sebetulnya dilihat dari luar itu kejadian di Malang ini apa? Jadi, saya ikut hanyut sebetulnya, karena mereka anggap mereka enggak mengerti apa yang terjadi itu. Jadi, bayangkan misalnya saya mesti ngomong tentang politik, ngomong tentang ilmu pengetahuan, tapi dimulai dengan pertanyaan itu. Pita hitamnya ada di dalam spanduk mereka lalu mereka meminta keterangan apa yang terjadi. Ya saya hanya bisa terangkan seperti yang berkali-kali saya terangkan di FNN bahwa ini bukan tragedi, karena tragedi itu di luar kapasitas manusia untuk memikirkan akibatnya. Jadi, ini adalah kejahatan bahkan saya sebut seperti itu. Dan mereka merasa iya memang ini kriminal tapi kami bahkan mengucapkan kata kriminal, kami nggak mampu lagi. Jadi, betul-betul kayak orang gagu yang enggak tahu apa sih yang terjadi. Jadi, kebingungan tersebut yang kemudian diliputi dengan berbagai macam pertanyaan yang akhirnya pertanyaannya itu jadi kecurigaan bahwa ini suatu perbuatan konspiratif. Kira-kira begitu alam pikirannya. Itu pentingnya ada semacam tim psikologi untuk membaca emosi yang tertahan ini apa? Nah, itu emosi bisa berubah menjadi sesuatu yang justru destruktif di dalam situasi kesulitan ekonomi hari-hari ini. Itu yang saya dapat, tangkap dari cara mereka berbicara. Bahkan, ada yang bisik-bisik, ini bagaimana Pak Rocky, nanti kalau Pak Rocky terangkan mungkin di sekitar kita ada polisi yang berkeliaran segala macam. Jadi, dalam forum akademis pun dianggap begitu tuh. Itu intinya tuh. Jadi, ketakutan yang dibalut oleh ketidakpercayaan terhadap makna peristiwa ini. Jadi, bagi mereka ini sesuatu yang kira-kira dia mau bilang bahwa ini sudah direncanakan. Saya musti katakan ini karena begitu semacam tapisan yang saya dapat dari mental mereka. Karena keterangannya simpang siur maka mereka menganggap ini artinya ada yang direncanakan untuk satu upaya menjebloskan seseorang atau ini suatu upaya untuk menutupi kasus-kasus lain yang ada di dalam politik Indonesia. Sudah sampai di situ kecurigaan publik. Saya sulit membayangkan, karena kalau kita bicara misalnya ada 131 atau 132 keluarga yang mengalami trauma dan saya kira lebih dari itu, termasuk yang luka-luka, itu saja kita sulit membayangkan. Apalagi, kemudian kalau ini satu kota atau satu wilayah kan selalu disebutnya Malang Raya, yang mengalami semacam itu. Saya kira ini memang beban yang luar biasa, terutama untukk para pemangku kepentingan di sana, Walikotanya, Bupatinya, dan sebagainya. Ya, itu beredar sampai ke pelosok Jawa Timur sebetulnya. Saya ngomong dengan orang Pasuruan, beberapa wakil walikota misalnya itu dan berapa pejabat yang bertemu di airport, itu karena mungkin mereka tahu saya bicara dengan FNN, lalu saya sikerubuti untuk diskusi. Jadi, cara mereka berdiskusi itu lain, ada bisik-bisik, tapi kemudian terlihat bahwa ada kecurigaan terhadap keadaan itu. Itu bahasanya begitu. Dan yang saya ceritakan tadi, itu di mulut-mulut gang itu spanduk semua. Dan, ada yang besar, ada yang kecil, tetapi bahkan tuduhan kami dibunuh, usut tuntas segala macam. Jadi, keterangan sosiologisnya kira-kira bahwa ada keadaan anomi itu, keadaan yang tak bisa diterangkan dengan urutan yang lengkap. Jadi, keadaan yang semacam ini yang bsa membuat frustrasi itu bercampur dengan kecurigaan. Kalau sekadar frustasi pada peristiwa itu mudah saja stratnya itu diusut. Tapi, ini frustrasi yang terkait dengan kecurigaan. Itu susahnya tuh. Nah, itu pentingnya presiden misalnya lakukan tindakan yang lebih, sebut saja, lebih komprehensif bahwa kepolisian harus betul-betul diarahkan untuk, luka batin ini hanya bisa diobati oleh kalau ada pepatah mengatakan kira-kira bunyinya begini nih: luka itu hanya bisa dibuat diobati oleh tombak yang melukainya. Kira-kira begitu kalau mengutip salah seorang filsuf, menganggap bahwa hanya pembuat luka yang bisa mengobati luka yang ia lakukan itu pada pihak lain. Ya. Dan saya kira ini nggak akan tertangkap ya kalau mereka tidak langsung menyelami, menyempatkan waktu untuk menangkap aspirasi masyarakat itu. Kalau sekadar kunjungan-kunjungan yang hanya sekilas saja, saya kira nggak dapet ya feelnya mood publik tadi. Ya, itu, bahkan saya mesti bayangkan misalnya bagaimana memberi nama peristiwa ini. Kan sesuatu yang betul-betul out of the blue, tiba-tiba meledak, lalu orang merasa sebanyak itu kejadian di lapangan yang terbatas itu, dan kenapa tidak misalnya kok tidak diantisipasi. Kalau memang betul-betul gas air mata itu berbahaya dan akan digunakan nggak ada soal. Bagi mereka ya sudah memang potensi kerusuhan. Tapi disiapkan mitigasinya, misalnya di semua pintu itu yang 13 pintu itu misalnya ditaruh satu ambulans masing-masing, karena dianggap ini akan ada kejadian yang membahayakan maka dokter-dokter disiapkan. Ternyata tidak. Jadi, orang merasa atau masyarakat Malang merasa bahwa memang apa ini didesain untuk menjebak kami, tewas di dalam lapangan. Jadi, sampai di situ mereka mendalami keadaan dirinya sendiri. Saya bisa membayangkan, dalam kondisi semacam itu, bagaimana mereka tidak tambah frustrasi menghadapi sikap dari para petinggi negara kita, juga sepak bola, juga PSSI, dan lain-lain yang semuanya seolah-olah kemudian saling lempar tanggung jawab. Saya membaca pernyataan dari Pak Mahfud MD yang memimpin TGIPF, bahwa saling lempar tanggung jawab, baik liga, PSSI, juga penyelenggara tayangan, dalam hal ini Indosiar. Ya, yang saya sebut tadi, ada sikap fatalistis sebetulnya, dan merasa apa pun yang diucapkan ya sudahlah, suka-suka kalian deh mau ngapain. Kira-kira begitu. Jadi frustrasinya sudah sampai di situ, menganggap bahwa kami dipermainkan, kami semacam menuntut somasi tapi dianggap itu sekedar ingin cari gara-gara. Jadi, hal yang akhirnya orang musti kalau kita gambarkan psikologinya, diserap ke dalam batin sendiri dan seringkali batinnya enggak cukup lega untuk menyimpan masalah ini secara tertib dan suatu saat dia bisa meledak lagi. Jadi, trauma itu kalau tidak ada outlet, itu bahayanya. Dia akan disalurkan di dalam kasus yang lain. Itu kira-kira begitu keterangan akademisnya. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan akan disimpan sebagai trauma dan trauma itu selalu ingin cari jalan keluar, dan jalan keluar itu bisa di jalan keluar yang betul-betul tanpa kita duga, tumpah di dalam peristiwa yang lain atau peristiwa berikutnya nanti. Dalam politik kita kan banyak betul peristiwa yang bisa berlangsung hanya karena keresahan sosial, tidak bisa dijelaskan, dan manusia itu punya ruang hidup yang kalau dia sesak dia akan meledak. Ya, saya bisa menangkap dan memahami apa yang Anda sampaikan, tapi saya sampai sekarang memang juga kesulitan untuk mendefinisikan gitu, apa yang terjadi di Malang. Kita bisa bayangkan, bagaimana mungkin kita melakukan trauma healing gitu terhadap satu kota, satu wilayah, atau bahkan juga satu provinsi. Ya, itu betul harus dapat istilah itu, trauma healing untuk satu wilayah itu. Satu kayak ruang gelap yang tiba-tiba hampir di depan kita. Jadi, ini betul-betul ruang gelap dan kita bisa bayangkan di luar ruang gelap itu orang saling menduga yang di samping saya ini musuh atau kawan. Jadi itu intinya. Komunitas yang bertumpuk-tumpuk di sini, itu mulai menyusun semacam strategi untuk melupakan, tapi kemudian diingat lagi. Strategi untuk minta pertanggungjawaban tapi kemudian pasrah bahwa ya nggak ada gunanya juga. Jadi, dari apatisme jadi fatalisme, fatalisme menjadi anomi. Kalau kita pakai istilah psikologi, kira-kira begitu. Suatu keadaan yang tanpa aturan lagi itu, batin yang digores terlalu dalam lalu merasa sudah nanti alam semesta akan selesaikan. Kira-kira kepasraan itu terhubung dengan ketidakpercayaan pada lembaga-lembaga yang mungkin masih ditugaskan oleh negara untuk meneliti soal ini. Ya, apalagi temuan-temuan tadi kemudian yang saya sampaikan di depan soal tuduhan miras dan sebagainya, itu menunjukkan bahwa itu merupakan sebuah kekonyolan gitu kan dalam mendeteksi. Masa’ nggak bisa membedakan antara minuman keras dengan obat-obatan untuk menggemukkan sapi dan sebagainya. Ini kan membuat mereka tambah frustrasi. Saya kira saya ingin menyampaikan kepada teman sahabat-sahabat di Malang, Aremania, dan warga Malang, saya bisa memahami apa yang Anda rasakan. Tetapi saya tidak bisa mengatakan, karena ini terlalu complicated persoalannya. Iya, itu kira-kira begitu, betul sekali. Karena kalau saya bereaksi nanti seolah-olah ada jalan keluar, tapi bagi mereka itu sebenarnya hanya ingin mengeluh saja. Kira-kira itu. Dia mengeluh, tanpa dia tahu didengar apa nggak didengar, susah juga tuh. Tapi, bagi kita yang dari luar, kan kita cuma nonton di televisi segala macam. Begitu saya bertemu secara riil dengan masyarakat di sini, Malang itu kayak kota yang kehilangan cahaya. Itu kira-kira. Baik, terima kasih Bung Rocky, dan saya kira kita bersama dengan warga Malang. Dan Mari kita doakan mudah-mudahan mereka bisa segera melalui duka cita ini ya. (ida/sws)
Luhut Ingin Perkuat Persatuan Bangsa, Rocky Gerung: Basis Sosial Kita Retak
Jakarta, FNN – Resesi ancam perekonomian dunia. Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi meminta bangsa ini menyatu dan gunakan istilah “Perang Rakyat Semesta” untuk hadapi inflasi. Sementara itu, Rocky Gerung pada kanal Youtube-nya, Rocky Gerung Official Kamis (13/10/2022) mengatakan basis sosial bangsa ini sudah retak. Saat Luhut menghadiri Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah pada Selasa (30/8/2022), ia meminta kepada rakyat untuk kompak dan menanam bawang, cabai, tomat sebagai langkah meredam inflasi. Menurutnya, rakyat tak perlu cara yang canggih, cukup tanam dan berusaha untuk tidak kekurangan cabai dan tomat di rumah. Kekompakan inilah yang ia sebut sebagai “Perang Rakyat Semesta”. “Kita dalam menghadapi keadaan sekarang ini harus kompak, saya ulangi kompak!. Kata kompak seperti bahasa tentara itu perang rakyat semesta, semua kita bersatu padu mengahadapi ini (inflasi),” jelas Luhut. Di lain pihak, Rocky mengaku memang ada ancaman krisis atau bahkan saat ini sedang berlangsung. Ia juga berpendapat jika kurs Rupiah bermasalah, itu bisa diselesaikan dengan cara teknis. Namun, yang jadi masalah menurutnya adalah basis sosial kita retak. “Jadi kalau Pak Luhut bilang Perang Semesta, sebetulnya juga bukan sekadar ada frontline yang dipersiapkan untuk menghadapi badai dari luar. Tetapi juga untuk menemukan mampu gak kohesivitas bangsa ini menghadapi badai yang lagi datang ke kita. Kalau gak ada pemilu, mungkin lebih mudah untuk atasi masalah ekonomi,” kata Rocky. Rocky juga mengatakan masih banyak orang membicarakan politik identitas dan ini juga yang membuat kondisi sosial kita berbahaya. Menurutnya, saat ini Luhut sedang berusaha memberikan rasa aman, padahal kondisi sosial tidak memungkinkan rakyat bersatu. Resesi diperkirakan akan merugikan perekonomian global hingga 4 triliun dollar pada 2026 menurut International Monetary Fund (IMF). Pada 2023, diprediksikan pertumbuhan ekonomi global hanya akan mencapai 2,9%. Kedepannya, ekonomi global terlihat gelap akibat resesi dan ketidakstabilan keuangan. (Fer)
Jari Manies untuk Masa Depan Indonesia Bersama Anies
Jakarta, FNN – Relawan Anies Rasyid Baswedan mendeklarasikan Jari Manies (Jaringan Rakyat Indonesia Bersama Anies) sekaligus diskusi \"Mencari Figur Cawapres Anies Baswedan\" di Warunk Upnormal, Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat pada Kamis (13/10/2020). Jari Manies yang diinisiatori oleh Rahman Toha akan menjadi sebuah tim pemenangan Anies dalam kontestasi pemilihan presiden 2024 yang berada di 34 provinsi Indonesia. \"Untuk me-launch, mendeklarasikan kecil bahwa kita akan menjadi bagian penting bagi kemenangan Anies Baswedan,\" ucap Rahman membuka acara. Rahman Toha dalam kata pengantarnya mengatakan bahwa Anies adalah tokoh yang tepat sebagai pemimpin Indonesia karena Anies merupakan tokoh yang modern, visioner, dan terlihat dari kepemimpinannya menjadi gubernur DKI Jakarta yang membuat Jakarta menjadi kota yang maju dengan sistem interkoneksi. \"Pak Anies Baswedan telah sukses memimpin DKI Jakarta. Sehingga, bisa membuat Jakarta aman, nyaman, modern dan harmonis. Ditambah tantangan global Indonesia ke depan kita perlu pemimpin yang cerdas, memiliki visi dan narasi serta kemampuan memimpin yang kuat, dan itu ada pada sosok Anies Baswedan,\" tegas Rahman. Dan, di akhir pernyataannya, Toha menegaskan bahwa orang baik harus dukung orang baik dan Anies adalah orang baik. Dia juga menjelaskan bila orang baik tidak berbaris dengan rapih, maka tidak akan bisa melakukan perbaikan sistem yang buruk. (Rah)
LPSK Sampaikan Seluruh Hasil Investigasi Tragedi Kanjuruhan
Jakarta, FNN – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah menyampaikan seluruh hasil investigasi yang dilakukan terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Kamis (13/10/22) pukul 10.30 WIB. Dalam konferensi persnya secara daring, Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo menyampaikan sudah menurunkan tim ke Jawa Timur dan Malang untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi terhadap para korban. “Kami menemui korban, termasuk mendatangi jering LPSK seperti koalisi advokat dan berkunjung ke polisi (Polres Malang dan Polda Jatim,” kata Hasto. Hasto mengkonfirmasi bahwa laporan yang didapat lembaganya masih bersifat sementara atau interim report dan belum final. “Tim dari LPSK saat ini belum selesai dalam pekerjaan untuk melakukan investigasi dan atensi, LPSK akan terus mengumpulkan informasi dan identifikasi terhadap para korban,” sambungnya. Hasto menambahkan, jatuhnya korban jiwa dalam kericuhan di Stadion Kanjuruhan Malang itu bukan saja menjadi duka nasional. Semua pecinta olahraga di dunia, khususnya sepak bola, menaruh perhatian dan memberikan atensi. Satu di antara hasil investigasi yang disampaikan LPSK ialah soal jumlah orang yang melayangkan permohonan perlindungan perihal Tragedi Kanjuruhan. Wakil Ketua LPSK, Maneger Nasution menyatakan, hingga kini setidaknya ada 20 orang yang melayangkan permohonan perlindungan kepada LPSK untuk dijadikan terlindung. “Ada 20 orang yang melakukan permohonan kepada LPSK, 14 laki-laki, dan 6 perempuan. Dari 20 orang ini, 3 diantaranya pelajar,” tutur Maneger. Keseluruhan orang yang melayangkan permohonan itu, bukan karena mendapatkan ancaman dan intimidasi, melainkan karena mereka memiliki keterangan dan menyatakan kesediaan untuk dimintakan keterangan sebagai saksi dengan jaminan keselamatan dan kesehatan mereka terjamin. Maneger juga menyebut LPSK menemukan 32 cctv yang semuanya dalam pantuan LPSK masih berfungsi. Selain itu, Maneger menjelaskan mengenai perhitungan kapastitas Stadion Kanjuruhan yang dapat menampung 38.054 orang penonton. Untuk kapasitas berdiri sebanyak 14.928 orang dan tempat duduk sebanyak 23.126 yang terdiri dari bangku VVIP 602 orang, tribun VIP 2.804 orang, tribun ekonomi 19.720 orang. Kemudian, dalam update terbaru, Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Nasution mengungkapkan korban meninggal dunia hingga kini sebanyak 131 orang, korban yang mengalami luka berat 26 orang dan luka ringan hingga sedang 557 orang. Edwin juga menyampaikan terkait temuan cctv yang ditemukan LPSK dan beberapa sumber video lainnya yang cukup menggambarkan situasi lapangan dari sudut pandang yang cukup luas. Menurutnya, temuan ini penting untuk mengukur kapan gas air mata ditembakan oleh anggota kepolisian dalam Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 131 orang tersebut. Edwin menilai supporter Arema FC yang masuk ke lapangan hanya ingin memeluk kipper Arema Adilson Maringa pasca kekalahan yang dialami dari Persebaya 2-3. Edwin menjelaskan sekitar pukul 22.03 WIB ada penonton dari arah tribun timur yang melompat memasuki lapangan dan mencoba menghampiri pemain Arema FC. Di area masuknya penonton tersebut terlihat tidak ada steward maupun aparat keamanan yang berjaga sehingga penonton tersebut bisa masuk ke tengah lapangan. Kemudian ada penonton kedua yang juga turun ke lapangan untuk menghampiri pemain Arema FC dan berhasil memeluk sang kiper Arema FC. Penonton yang pertama turun ke lapangan justru gagal menghampiri pemain Arema. “Ada suporter yang turun ke lapangan tapi suasananya masih terkendali. Mereka hanya ingin memberikan semangat kepada pemain,” ujar Edwin. Edwin menyebut, pemain Arema FC yang terakhir masuk ke ruang ganti adalah sang kiper Adilson Maringa. Kemudian pukul 22.05 WIB ada flare nyala di depan tribun VIP. “Kita lihat ada konsentrasi massa di depan tribun VIP, ada nampak massa dihalau, tidak terlihat jelas, dan terlihat dalam penghalauan tersebut dari orang yang berseragam,” tuturnya. Dari arah tribun utara, antara arah tribun 6-7 ada lagi massa yang berusaha masuk ke lapangan. Terlihat juga massa yang berusaha berfoto di depan gawang dengan memakai spanduk. Namun massa tersebut masih bisa dihalau dan kembali di tribun asalnya secara damai, tanpa ada benturan fisik. “Kita lihat juga tadi sebagian besar massa itu kembali ke tribunnya ke arah utara dengan damai, tidak ada benturan fisik,” jelas Edwin. Kemudian di pukul 22.08 terlihat massa dari tribun timur antara arah tribun 8-9 mengarah ke tengah dan dihalau aparat berseragam kembali ke asal. Ketika massa dari arah selatan didorong aparat untuk kembali ke asalnya, massa dari utara kembali ke tengah dan berujung pada penghalauan dari aparat dengan menggunakan kekerasan. Di pukul 22.08 WIB dari sekitar detik 24-32 nampak massa dari tribun timur antara arah tribun 8-9 ini mengarah ke tengah dan kemudian oleh aparat berseragam di tengah lapangan pakai tameng dan tongkat dihalau kembali ke arah asalnya. “Ketika yang diarah selatan sedang didorong, dari utara kembali ke arah tengah. di bagian ini kita bisa lihat kekerasan yang dilakukan aparat berseragam yang menggunakan tameng dan tongkat,” pungkasnya. (Lia)
HUMANIKA Tuntut Satgas Tuntaskan Tagihan Obligor BLBI
Jakarta, FNN – Dimulai dari krisis moneter (krismon) yang saat itu melanda Asia, Negara kita pun terkena imbasnya. Ekonomi collapse meruntuhkan per-Bank-an nasional. Untuk itulah atas nasehat IMF, Pemerintah mengucurkan skema Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Bermula pada 1997-1998, ketika Bank Indonesia (BI) memberikan pinjaman kepada bank-bank yang hampir bangkrut akibat diterpa krisis moneter. Pada Desember 1998, Bank Indonesia kemudian menyalurkan dana bantuan Rp 147,7 triliun kepada 48 bank. “BLBI terbesar ke Salim Grup (Rp 52 triliun, Gajah Tunggal (RP 40 triliun), Bank Intan (Rp 1,4 triliun) dan bank-bank lainnya,” ungkap Sobarul Fajar, Koordinator Presidium Himpunan Masyarakat untuk Kemanusiaan dan Keadilan (HUMANIKA) kepada FNN, Kamis (13/10/2022). Namun, dana BLBI justru banyak diselewengkan oleh para penerimanya. Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Agustus 2000, ditemukan kerugian negara mencapai Rp 138 triliun. “Akibatnya Pemerintah terbebani lagi dengan rekapitalasi yang membuat bengkaknya kerugian keuangan negara. Hingga saat ini kita menanggung sekitar 60 triliun di APBN sampe tahun 2030,” lanjut Sobarul Fajar. Presiden Joko Widodo sendiri telah menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI dengan Ketua Pengarah Satgas BLBI Mahfud MD. Menurut Sobarul Fajar, di bawah kepemimpinan Mahfud MD ada sedikit titik terang terkait penyelesaian kasus BLBI dengan menyita atas harta dan kekayaan lain yang terkait dengan obligor antara lain PT Bank Asia Pasific atas nama Setiawan Harjono/Hendrawan Haryono dan pihak lain yang terafiliasi, berupa tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya atas nama PT Bogor Raya Development; PT Asia Pasific Permai, dan PT Bogor Raya Estatindo seluas total keseluruhan 89,01 hektare, berikut lapangan golf dan fasilitasnya, serta dua bangunan hotel. Penyitaan ini dilakukan sebagai upaya penyelesaian hak tagih negara dana BLBI yang berasal dari obligor PT Bank Asia Pasific sebesar Rp3,57 triliun. Sedikit informasi dalam data Kemenkeu dan BPK, disebutkan bahwa per Desember 2020 Bank Intan masih memiliki utang kepada negara sebesar Rp 136,43 miliar. Namun kepada Pansus BLBI DPD, Fadel bersikeras bahwa masalah utang BLBI Bank Intan sudah selesai. Sayangnya pengakuan Fadel tersebut tidak didukung bukti berupa Surat Keterangan Lunas (SKL) oleh Badan Penyehatan perbankan nasional (BPPN). “Dari data di atas kami menghimbau kepada Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI yang dipimpin oleh Bapak Mahfud MD segera telusuri dan tindak kasus BLBI yang sangat merugikan negara ini dan sesuai dengan target Pak Mahfud MD yang menargetkan kasus BLBI harus tuntas pada tahun 2023 nanti. Untuk itulah Humanika menuntut!” tegasnya. 1. Segera di tuntaskan kasus BLBI terhadap semua Obligor tanpa pandang bulu tercatat masih ada 335 Obligor lagi. 2. Khusus BLBI Bank Intan agar segera prioritas diutamakan mengingat sang Obligor Fadel Muhammad yang saat ini anggota DPD masih tertunggak Rp 136 miliar. 3. Segera berikan ultimatum dalam batas waktu, jika tidak dibayarkan segera sita hartanya untuk mendukung keuangan negara. (mth/*)
Humanika Desak Tuntaskan Kasus BLBI, Sita Asset Fadel Muhammad
Jakarta, FNN – Kasus penyelewengan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kembali menuai demonstrasi dari masyarakat. Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika) melakukan unjuk rasa untuk mendesak satuan tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI di bawah kepemimpinan Mahfud MD, Menteri Koordinator Politik, Pertahanan, dan Keamanan (Menko Polhukam) untuk menuntaskan kasus BLBI. Kasus yang bermula sejak krisis moneter itu merugikan keuangan negara sebesar Rp138 triliun sejak dikucurkannya dana sebesar Rp147,7 triliun kepada 48 bank pada Desember 1998. Dalam aksi yang digelar di depan kantor Kemenko Polhukam pada Kamis (13/10/2022) itu, Humanika mendesak Ketua Satgas BLBI untuk menyita harta Fadel Muhammad agar segera melunasi hutang sebesar Rp136 miliar sebagai obligasi Bank Intan yang mengaku telah melunasi hutang tanpa didukung Surat Keterangan Lunas (SKL) oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Desakan tersebut disebabkan Fadel adalah anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang merupakan wakil rakyat. Imbauan lain dari Humanika kepada satgas BLBI adalah menyegerakan untuk menuntaskan kasus BLBI tanpa pandang bulu terhadap 335 obligor dan memberikan ultimatum untuk melunasi dalam batas waktu, bila tidak dibayarkan maka segera situ hartanya. (Rac)