OPINI
Warga Korban Tanah Bergerak di Lebak Dambakan Relokasi
Lebak, FNN - Para korban tanah bergerak di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten tampak kebingungan karena harus tinggal di tenda pengungsian tanpa kepastian hingga kapan. Rumah mereka di Kampung Cihuni, Desa Curugpanjang, Kecamatan Cikulur, Kabupaten Lebak mengalami retak-retak dan bahkan ada yang roboh akibat bencana alam tersebut. Guna mencegah jatuh korban, mereka sementara ini tinggal di tenda pengungsian yang didirikan para relawan Taruna Siaga Bencana (Tagana). Tanah bergerak di pemukiman itu telah berlangsung satu bulan terakhir. Masyarakat ketakutan karena kondisi bangunan rumah terancam bencana. Bahkan, sejumlah rumah roboh akibat tanah bergerak. Beruntung tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu. Masyarakat sudah meninggalkan pemukiman dan kemudian tinggal di tenda pengungsian. \"Kami ingin hidup bersama keluarga aman dan nyaman dari ancaman bencana alam itu,\" kata Ipah (35), seorang pengungsi yang warga Kampung Cihuni. Masyarakat yang terdampak tanah bergerak di kampung itu mendambakan relokasi agar kehidupan kembali normal. Saat ini, mereka merasa kehidupan tidak nyaman karena tinggal di tenda pengungsian dengan kondisi cukup memprihatinkan. \"Kami minta pemerintah daerah segera berupaya untuk merelokasi warga yang terdampak bencana alam itu,\" katanya. Kepala Desa Curugpanjang Yadi mengatakan tanah bergerak di kampung itu berdampak terhadap 37 rumah warga, 48 kepala keluarga atau 173 jiwa. Masyarakat sudah mengosongkan rumah mereka untuk menghindari bencana karena kondisi rumah rusak berat dan terancam roboh. Sebagian warga tinggal di pengungsian, ada juga yang mengontrak rumah, sedangkan lainnya tinggal bersama kerabat atau orang tua di lokasi yang aman dari bencana. \"Kami terpaksa membongkar rumah, karena kondisi bangunan rumah terancam roboh akibat tanah bergerak,\" kata Juli (58), seorang warga Cihuni. Kondisi saat ini masih ditambah dengan hujan yang hampir setiap hari turun dengan intensitas sedang dan lebat disertai angin kencang. Seorang warga setempat lainnya, Nia (45), mengaku rumahnya rusak parah akibat bencana itu sehingga terpaksa bersama keluarganya saat ini tinggal di rumah orang tuanya yang aman dari bencana. Ketua RT 02/RW 09 Kampung Cihuni Dayat menyebut sejumlah fasilitas umum di daerah itu juga terdampak tanah bergerak, seperti masjid dan MTs Ar-Ribathiyah. Bahkan, tiga ruang kelas madrasah itu roboh. Ajukan Pemerintah desa setempat sudah mengajukan permintaan kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak terkait dengan relokasi warga. Pemerintah desa telah menyiapkan lahan seluas 2,5 hektare untuk tempat relokasi. Masyarakat telah menyepakati relokasi dan mereka tidak boleh kembali tinggal di kawasan rawan bencana alam itu. \"Kami bersama warga sudah sepakat untuk dilakukan relokasi ke lahan desa itu,\" kata Yadi. Pihak BPBD setempat menyatakan kesiapan merealisasikan program tersebut, sedangkan Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya mendukung relokasi agar warga tidak berlarut-larut tinggal di pengungsian karena tentunya tidak nyaman. \"Kami berharap relokasi itu secepatnya direalisasikan karena sudah disediakan lahan seluas 2,5 hektare untuk 37 rumah,\" kata Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Lebak Febby Rizky Pratama. Program relokasi melalui pembangunan rumah instan sederhana oleh Dinas Permukiman Provinsi Banten. Pembangunan relokasi menggunakan APBD Lebak dan Dana Desa setempat. Rencana itu juga sudah dilaporkan kepada bupati agar bisa secepatnya dilakukan relokasi. Saat ini, BPBD setempat melibatkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung untuk melakukan penelitian tanah bergerak di Curugpanjang. Diperkirakan kasus tanah bergerak di desa itu berbeda dengan kejadian di daerah lain. Biasanya, tanah bergerak bermuara pada aliran sungai, namun di Curugpanjang tidak ada aliran sungai. Tanah bergerak di desa itu, diduga terkait dengan adanya kawasan sumber air di perbukitan. \"Kami berharap pekan depan sudah dilakukan penelitian oleh PVMBG Bandung,\" katanya. Diharapkan ada rekomendasi atas penanganan kawasan perkampungan tersebut selanjutnya berdasarkan rekomendasi hasil penelitian PVMBG. Apabila hasil penelitian menyebutkan kawasan itu membahayakan warga, tempat tinggal mereka harus direlokasi ke tempat yang lebih aman. \"Kita siap melakukan relokasi jika membahayakan warga yang terdampak bencana pergerakan tanah,\" katanya. Camat Cukulur Sukmajaya mengatakan masyarakat setempat siap direlokasi jika lokasi tanah bergerak itu membahayakan keselamatan mereka. Hampir setiap hari terjadi tanah bergerak di perkampungan itu sehingga warga khawatir rumahnya roboh dan mereka menjadi korban. \"Jika direlokasi bisa direalisasikan dalam waktu dekat ini,\" katanya. Anggota DPRD Kabupaten Lebak Musa Weliansyah mendukung pemkab setempat merelokasi rumah korban tanah bergerak di desa itu. Tinggal di tempat yang lebih aman dari bencana akan membuat warga hidup dengan nyaman dan damai. Terlebih, tidak lama lagi Bulan Suci Ramadhan 1443 Hijriah. \"Kami berharap bupati segera mengalokasikan anggaran relokasi,\" katanya. Pelaksanaan relokasi tentu harus ada rekomendasi dari PVMBG Bandung setelah penelitiannya. Apabila kawasan tersebut relatif aman dan tidak kembali terjadi tanah bergerak maka tidak perlu relokasi. Namun, sebaliknya jika direkomendasikan berbahaya maka secepatnya mereka direlokasi ke tempat lebih aman. \"Pada dasarnya relokasi itu sangat setuju untuk menghindari korban bencana alam,\" kata Weliansyah yang Anggota Komisi IV (Bidang Pembangunan) DPRD Lebak itu. Bantuan Kementerian Sosial telah menyalurkan bantuan berupa beras satu ton, perlengkapan bayi, lauk-pauk, dan makanan ringan kepada korban tanah bergerak di daerah tersebut yang saat ini tinggal di pengungsian. Kepala Seksi Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam dan Sosial Dinas Sosial Kabupaten Lebak Agus Rohmantika mengatakan korban tanah bergerak sudah menerima bantuan dari Kemensos itu. Bantuan juga datang dari Pemerintah Provinsi Banten, Pemkab Lebak, dan berbagai lembaga sosial di daerah tersebut. Warga yang tinggal di tenda pengungsian dengan jumlah sekitar 63 jiwa itu mendapatkan jatah makan tiga kali dalam sehari, sedangkan anak-anak mereka mendapatkan jatah minum susu dan makanan ringan. Mereka juga mendapatkan bantuan berupa kasur, bantal, dan selimut untuk perlengkapan tinggal di tenda pengungsian dengan. \"Kami tentu mengutamakan pelayanan dasar setelah bencana alam agar warga korban bencana alam tidak kelaparan,\" katanya. Relawan Sahabat Indonesia (RIS) yang berpusat di Cilengsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat menyalurkan bantuan logistik, berupa bahan kebutuhan pokok, makanan, mi instan, dan tenda pengungsian bagi mereka. Bantuan itu diterima aparat Desa Curugpanjang untuk selanjutnya disalurkan kepada masyarakat di pengungsian. \"Kami berharap bantuan logistik itu meringankan beban warga yang terdampak bencana alam,\" kata Susilo, perwakilan RIS di Lebak. Penanganan terhadap warga Lebak yang sedang menghadapi bencana tanah bergerak di desa itu sedang ditempuh dengan melibatkan berbagai pihak terkait. Penanganan itu, termasuk mewujudkan relokasi tempat tinggal mereka sebagai solusi yang relatif permanen dalam mengatasi dampak bencana alam tersebut. (mth/Antara)
Joko Widodo, Habib Rizieq Shihab, dan Aspiran Capres
Oleh Smith Alhadar, Direktur Eksekutif Institute for Democracy Education (IDe) Di luar tokoh yang telah menjadi \"cult\" partai politik -- Megawati, Prabowo, dan SBY -- Presiden Joko Widodo dan Habib Rizieq Shihab adalah sosok yang akan memainkan peran menentukan (decisive role) dalam pilpres 2024. Keduanya mewakili dua kelompok masyarakat yang terbentuk akibat ekses pilpres 2014 dan mengkristal pasca pilpres 2019. Jokowi mewakili kaum sekuler, sementara HRS adalah icon kaum Islamis. Menurut hasil survei Indikator Politik Indonesia, lembaga survei yang kredibel, yang dilakukan pada Februari 2020, jumlah pendukung populisme Islam sebesar 16,3%, penentangnya mendapat 33,9%, dan yang netral sebesar 49,8% (Media Indonesia, 23 Desember 2021). Kendati masing-masing memiliki daya tolak, keduanya memiliki daya tarik luar biasa. Dalam survei Litbang Kompas pada 17-30 Januari 2022, yang dilakukan di tengah keterpurukan rakyat akibat covid-19, kengototan pemerintah memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) yang menuai banyak protes, dan capaian-capaian pemerintah yang meragukan, kepuasan publik terhadap kinerja rezim Jokowi mencapai 73,6%. Ini menggambarkan ketiadaan korelasi antara kondisi bangsa dengan kinerja Jokowi. Ia memang telah bertransformasi dari tukang mebel sederhana yang tak suka membaca buku menjadi \"great leader\" tanpa kita mampu mencari alasan rasional di balik itu. Biasanya great leader dikaitkan dengan prestasi-prestasi kebangsaan yang muncul dari karakter kenegarawanan yang dihasilkannya. Prestasi \"besar\" Jokowi, kalau pun itu mau dianggap prestasi, adalah membangun infrastruktur secara masif dari Sabang sampai Merauke meskipun ada beberapa proyek strategis -- satu di antaranya adalah proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung -- yang mangkrak akibat salah perhitungan. Pembangunan infrastruktur memang sangat vital untuk keperluan politik dan ekonomi sebuah bangsa dan Indonesia adalah negara yang tingkat pendapatan per kapitanya tidak sebanding dengan infrastruktur yang dimilikinya. Artinya, jika dibandingkan dengan negara dengan pendapatan per kapita yang satu kelas dengan kita, Indonesia ketinggalan dalam ketersediaan infrastruktur. Ini merupakan salah satu faktor negatif dalam upaya menarik investor asing dan akselerasi pertumbuhan ekonomi. Kendati Jokowi tak bisa menggantikan Soeharto sebagai Bapak Pembangunan, para pendukung PDI-P di Papua, Maluku, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah, Bali, dan Sumatera Utara memberi apresiasi tinggi pada Jokowi dengan limpahan rasa syukur kepada Tuhan. Jokowi memang berhasil menghadirkan infrastruktur vital di provinsi-provinsi ini yang menciptakan konektivitas hingga ke desa-desa dan memudahkan mobilitas orang dan barang. Dalam survei Kompas pada 2019, 50% responden menyatakan mendukung Jokowi karena karakter kerakyatan dan kesederhanaan yang dimilikinya, sementara 50 persen lainnya mendukung Prabowo karena latar belakang militer dan karakter ketegasan yang melekat pada dirinya. Dus, jargon \"Jokowi adalah kita\" yang diusung kubu Jokowi selama kampanye mengena pada publik. Harus diakui, citra Jokowi sebagai pemimpin yang sederhana masih kuat sampai sekarang. Ia memang selalu tampil dengan busana sederhana. Bicara dan tertawanya pun merepresentasikan rakyat Indonesia kebanyakan. Dukungan emosional rakyat kepadanya mungkin disebabkan sejak merdeka pada 1945, Indonesia selalu dipimpin elite di pusat yang berjarak dengan rakyat. Dan, sayangnya, kebanyakan para pemimpin itu kurang sensitif pada penderitaan rakyat dan hanya asyik dengan diri sendiri. Jokowi, yang datang dari Solo, muncul pada momen ketika budaya paternalisme (bapakisme) sedang digerus zaman. Orang tak lagi mencari pemimpin kharismatik yang bicara dan bertindak di awan-awan yang membingungkan dan menakutkan rakyat, tapi presiden dari kalangan mereka sendiri seiring dengan berkembangnya nilai-nilai egalitarian dan demokratis berbasis humanisme. Terbangunnya mitos \"Jokowi adalah kita\" berdampak luas pada politik elektoral 2024. Dukungan terbuka Jokowi kepada aspiran capres dipandang akan memberi insentif elektoral yang signifikan pada kandidat tersebut. Namun, populeritas Jokowi ditantang HRS yang juga datang dari rakyat kebanyakan. Suara HRS didengar kaum Muslim perkotaan karena ia pandai mengartikulasi aspirasi politik mereka. Ia juga tokoh independen dan bebas dari korupsi saat korupsi telah membudaya di negeri ini. Pada 2024, HRS telah keluar dari penjara dengan populeritasnya yang sangat mungkin meluas. Di mana-mana di kolong langit ini, tokoh yang dipandang terzalimi akan menarik simpati rakyat, bahkan oleh mereka yang tidak berbagai ideologi dan kepentingan dengannya. Apalagi, tokoh itu dihukum secara tidak adil untuk kesalahan yang tak dibuatnya. Setidaknya di mata publik, HRS korban rekayasa politik untuk menghentikan kiprahnya yang dipandang mengancam status quo. Harus diakui dialah satu-satunya tokoh oposisi di negeri ini yang paling berpotensi merongrong wibawa Jokowi. Tapi represi terhadapnya merupakan kesemboronan politik yang justru membawa hasil yang berkebalikan dari harapan pemerintah. Bisa jadi kesemboronan itu diakibatkan oleh tekanan berat kaum oligarki yang merasa kepentingannya terganggu oleh kebisingan kiprah HRS dan pendukungnya. Melihat hasil survei Indikator Politik Indonesia tersebut di atas -- di mana pada Februari 2020 kubu yang netral di antara populisme Islam dan penentangnya mencapai 49,8% -- bisa jadi sebagian dari jumlah ini mengayun pada capres yang didukung HRS.Toh, menurut survei itu, responden yang netral itu menyatakan, keberpihakan mereka pada salah satu kubu bergantung pada dinamika politik di lapangan nanti. Harus juga dicatat, survei berlangsung ketika HRS masih di pengasingan di Mekkah, Arab Saudi. Kalau pun jumlah pendukung populisme Islam tidak berubah, 16,3 persen adalah jumlah yang cukup besar, melebihi konstituen Gerindra (13%) yang menurut hasil survei Kompas terbaru menduduki peringkat kedua di bawah PDIP. HRS dengan populisme Islamnya adalah fenomena politik-budaya domestik yang dihasilkan globalisasi. Gejala politik identitas memang sedang marak di berbagai belahan dunia sebagai respons domestik terhadap arus globalisasi yang menggerus budaya dan menjungkirbalikkan tatanan sosial masyarakat lokal. Globalisasi juga membawa serta kekuatan-kekuatan politik dan ekonomi internasional yang kemudian bermitra dengan oligarki politik dan ekonomi lokal dalam konteks persaingan global. Cina mendapat keuntungan paling besar karena membawa modal besar yang sedang diincar rezim Jokowi. Gejala penentangan terhadap globalisasi terlihat di AS ketika Presiden AS Donald Trump mengisolasi AS dengan mundur dari berbagai perjanjian internasional demi melindungi bangsanya. Ia berpendapat internasionalisme AS lebih merugikan AS dibanding keuntungan. Kaum Kristen Evangelis pun menyambut politik identitas Trump. Di negara-negara Eropa, seperti Perancis, Jerman, Austria, Hongaria, dan Belanda, partai-partai sayap kanan yang rasis mendulang suara yang terus meningkat di setiap pemilu. Di India, Partai Bharaya Janata (BJP), partai garis keras Hindu yang berkuasa, telah menimbulkan keprihatinan internasional akibat serangan-serangan pendukung fanatiknya terhadap kelompok minoritas agama Islam maupun Kristen. Membesarnya populisme Islam di Indonesia secara tidak langsung diproduksi oleh rezim Jokowi yang memandang kaum Islamis sebagai musuh, bukan sebagai lawan ideologis yang bisa menjadi sparing partner dalam debat untuk mendewasakan bangsa ini.Pendukung populisme Islam adalah mereka yang hanya ingin mendapat pengakuan atas eksistensi mereka. Sementara itu, ketika banyak negara mengambil kebijakan untuk melindungi kepentingan ekonomi dan budaya, rezim Jokowi justru mengeluarkan beleid pintu terbuka sebagai akibat dari sambutannya pada neo-liberalisme untuk mengejar investasi asing. Ini menyebabkan akumulasi modal secara gila-gilaan oleh mereka yang sejak awal sudah sangat kaya, yakni oligarki ekonomi yang berkoalisi dengan oligarki partai politik. Maka kita menyaksikan terciptanya berbagai UU oleh DPR sebagai payung hukum untuk melayani kepentingan oligarki ekonomi yang telah berjasa membawa mereka ke posisi-posisi eksekutif dan legislatif. Di saat bersamaan, protes populisme Islam dianggap subversif. Padahal kebijakan-kebijakan rezim yang tidak pro-rakyat, dengan sendirinya meminggirkan pendukung populisme Islam, telah mempercepat dan memperdalam kesenjangan kaya-miskin di negeri ini.Kendati suara menentang masuknya buruh kasar Cina relatif massif di proyek-proyek infrastruktur dan tambang yang dibiayai Cina, suara itu diabaikan. Padahal argumentasi rezim bahwa proyek-proyek itu akan menguntungkan Indonesia dalam jangka panjang tidak meyakinkan. Bahkan, ada komponen masyarakat yang memandang kehadiran buruh Cina itu sebagai ancaman terhadap eksistensi kedaulatan Indonesia di masa depan. Suburnya pengajian dan menjamurnya para ustadz dan mubaligh harus dilihat sebagai perlawanan kaum Muslim urban terhadap nilai-nilai liberalisme yang mengancam budaya dan agama mereka. Di tengah jeritan hati orang-orang yang dipinggirkan ini, rezim mengambil langkah represif terhadap mereka. Radikalisme dan toleranisme tiba-tiba menjadi dua diksi, bahkan dua ideologi, yang dipertentangkan. Radikal adalah populisme Islam, sedangkan toleransisme disematkan pada pendukung Jokowi. Secara politik, dua kekuatan ini termanifestasi dalam dua pilpres yang terakhir, yang menghadapkan Jokowi dan Prabowo. Populisme Islam menyalurkan aspirasinya pada Prabowo, sedang penentangnya melimpahkan suaranya pada Jokowi. Maka, sejak 2014 masyarakat Indonesia terpilah kedalam dua kubu ini. Anehnya, bukannya melakukan rekonsiliasi pasca pilpres, rezim mengeluarkan beleid-beleid yang kian menyakiti kubu yang kalah. Radikalisme digunakan rezim sebagai alat untuk membungkam HRS dan pendukungnya. Dalam pilpres mendatang, pendukung Jokowi kembali berhadapan dengan pendukung HRS. Melihat besarnya pendukung kedua tokoh ini, mestinya parpol dan aspiran capres tergoda oleh magnet keduanya. Namun, karena keduanya punya daya tolak di masyarakat, tentu parpol dan aspiran capres akan banyak berhitung kalau akan mengasosiasikan diri dengan mereka. Ini karena suara pendukung HRS dan Jokowi saja tidak cukup besar menentukan kemenangan kontestan. Harus ada kombinasi suara di antara keduanya. Ada tiga aspiran capres yang memiliki elektabilitas tinggi secara konsisten di semua hasil survei lembaga-lembaga yang kredibel. Mereka adalah Prabowo Subianto (Ketum Getindra), Ganjar Pranowo (Gubernur Jateng dan kader PDI-P), dan Anies Baswedan (Gubernur DKI yang nonpartai). Menurut hasil survei Kompas, 17-30 Januari 2022, elektabilitas Prabowo masih yang teratas dengan 26,5%, disusul Ganjar (20,5%), dan Anies (14,2%). Survei dilakukan sebelum terjadinya kekerasan di Desa Wadas, Jawa Tengah, pada 8 Februari di mana Ganjar banyak dikecam publik karena memang dialah orang yang paling bertanggung jawab dalam peristiwa itu. Bahkan, PDI-P paling bersemangat memanfaatkan tragedi itu untuk membersihkan nama Jokowi dan mendiskreditkan gubernur populer itu. Maklum, partai ini tidak hendak mencapreskan Ganjar dalam pilpres. Bagaimanapun, hasil survei Saiful Mujani Research dan Consulting (SMRC) yang diselenggarakan pada 8-10 Febtuari atau pasca insiden Wadas, secara mengejutkan Ganjar meraup dukungan 19,9%, mengalahkan Prabowo (10,4%) dan Anies (9,8%). Membandingkan hasil survei Kompas dengan hasil survei SMRC, terlihat adanya discrepancy (ketidaksesuaian) atau ketidakkonsistenan di sini. Elektabilitas Ganjar tertinggal dari Prabowo pra-Wadas, tetapi meninggalkan jauh Prabowo pasca Wadas. Yang tak kurang mengherankan, hasil survei SMRC menunjukkan Ganjar mendapat dukungan sangat besar dari kelompok superkritis (55 5%), disusul Anies (18,8%) dan Prabowo (17,3%). Berpegang pada survei SMRC, kiranya peristiwa Wadas tidak berpengaruh pada populeritas Ganjar di Jawa. Di antara tiga aspiran capres ini, Ganjar dan Prabowo terang-terangan memainkan politik asosiasi. Mereka berlomba mengasosiasikan diri dengan Jokowi guna mendapat coattail effect (efek ekor jas) Jokowi. Tetapi luas dibicarakan bahwa Jokowi memberikan dukungan pada Ganjar. Hasil survei Kompas menunjukkan sepertiga pendukung Jokowi (31,8%) dalam pilpres 2019 dilimpahkan ke Ganjar. Kendati tidak menunjuk dukungan pemilih Jokowi pada Prabowo, survei itu mencatat terjadi rebound pada elektabilitas Prabowo yang sebelumnya menunjukkan kecenderungan menurun. Kompas menduga fenomena ini memperlihatkan kembalinya pemilih Prabowo dalam pilpres 2019. Tapi argumen ini meragukan mengingat tidak ada peristiwa luar biasa yang membuat pendukung populisme Islam yang kecewa pada Prabowi mendadak berbalik mendukungnys. Saya menduga, kalau survei Kompas itu dapat diandalkan, elektabilitas Prabowo lebih disebabkan datangnya dukungan dari pendukung Jokowi, terutama karena Kompas menyebut dukungan itu berasal dari, di antaranya, Papua danv Sulawesi Utara (basis pendukung Jokowi) yang dalam dua pilpres Prabowo kalah di dua provinsi ini. Bagaimanapun, politik asosiasi dengan Jokowi yang dimainkan Ganjar dan Prabowo punya ekses negatif. Bisa dikata, kubu populisme Islam pimpinan HRS akan sangat resisten terhadap dua tokoh ini. Juga, ke depan, belum tentu pengaruh Jokowi bisa terjaga. Kredibilitas dan integritas Jokowi mestinya terganggu belakangan ini dan dapat membesar pada hari-hari mendatang. Penyebabnya, pertama, melonjaknya harga minyak goreng, hal yang sulit diterima masyarakat karena Indonesia adalah produsen minyak goreng terbesar di dunia. Kelangkaan komoditas vital itu menggambarkan kinerja rezim yang payah (under-performed). Kedua, melonjaknya harga kedelai yang berakibat pada melejitnya harga tempe dan tahu, makanan utama mayoritas rakyat Indonesia. Ketiga, meningkatnya harga BBM dan gandum akibat perang Rusia-Ukraina, yang akan memicu inflasi. Memang kenaikan ini dipicu perang dua negara eksportir gandum utama dunia, tapi selama Jokowi berkuasa produksi gandum dalam negeri anjlok karena rezim tak mampu meningkatkan harga yang layak di tingkat petani sehingga petani menggunakan lahan gandumnya untuk menanam buah-buahan yang lebih menguntungkan. Keempat, pemerintah menaikkan harga BBM nonsubsidi yang berdampak pada kenaikan biaya produksi. Ini juga akan berdampak pada inflasi dan menurunkan pendapatan pemerintah dari pajak. Sementara rezim ngotot membangun Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur yang memakan anggaran besar dari APBN. Dengan demikian, pemerintah akan menambah utang luar negeri yang sudah menggunung, hal yang menjadi keprihatinan publik. Ekonom Faisal Basri malah menganggap itu tindakan jahat yang dapat membuat Jokowi kehilangan legitimasi moral sebelum 2024. Kelima, Koran Tempo membongkar peran istana dalam usulan tiga parpol mengundurkan pemilu, yang menimbulkan kehebohan luar biasa. Publik kecewa pada parpol dan istana yang tega memainkan konstitusi demi melanggengkan kekuasaan. Skandal politik ini mestinya bisa mempreteli mitos kerakyatan dan kesederhanaan Jokowi. Faktanya, Jokowi hanya manusia biasa yang bisa merasakan nikmatnya kekuasaan. Memang disadari, kendati realitas politik dan ekonomi di atas terjadi pasca survei Kompas, belum tentu semua itu menggerogoti populeritas Jokowi karena ia telah menjadi pemimpin kharismatik. Toh, banyak masalah ciptaan rezim yang jauh lebih berat sepanjang 2014 sampai Januari 2022 tidak sedikit pun menggoyahkan posisi Jokowi. Apalagi rezim bisa bersembunyi di balik perang Rusia-Ukraina. Dari hasil survei Kompas, pendukung terbesar Anies datang dari PKS dan Demokrat. Kalau nanti konstelasi koalisi parpol telah terbentuk -- di mana Nasdem, PAN, dan PPP -- ikut bergabung dengan PKS dalam mengusung Anies, koalisi itu belum menjamin kemenangan. Terutama karena parpol-parpol papan atas (PDI-P, Gerindra, Golkar, Demokrat, dan PKB) belum tentu mendukung Anies, setidaknya pada pilpres putaran pertama dengan catatan ada tiga pasangan capres yang bertarung. Yang lebih buruk, posisi Anies di Jawa Tengah dan Jawa Timur, basis pendukung PDI-P dan PKB, jeblok dibandingkan dengan Ganjar dan Prabowo sesuai hasil survei Kompas. Hasil survei Kompas mengungkapkan, jumlah warga Nahdliyin yang akan memilih Anies hanya 13,1%, sedangkan yg menjatuhkan pilihan pada Ganjar dan Prabowo sama besar, yakni 24%. Dalam konteks ini, HRS dengan gerbong pendukungnya jadi penting. Harus diakui, kemenangan Anies dalam pilgub Jakarta pada 2017 melawan Ahok yang sangat populer tak bisa dilepaskan dari peran HRS. Kendati Prabowo kalah dalam dua pilpres, suara yang diperoleh dari pendukung populisme Islam sangat besar. Prabowo kalah karena suara yang diraup dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, di mana HRS kurang mendapat tempat, sangat minim. Bagaimanapun, kendati menggoda, politik asosiasi Anies dengan populisme Islam bisa backfire karena menghambat peluangnya meriah dukungan signifikan di Jawa dan dari kaum minoritas agama. Menurut hasil survei Kompas pada Oktober 2021, elektabilitas Anies yang stagnan selama bertahun-tahun, karena terlanjur dilekatkan dengan politik identitas, kini mulai menanjak mendekati proporsi nasional. Penyebabnya, pelan-pelan Anies mulai berhasil melepaskan diri dari identitas itu terkait kerja-kerja kebangsaan yang dilakukannya di Jakarta. Kerja-kerja yang menghadirkan keadilan sosial bagi semua tanpa kecuali (termasuk melayani kepentingan agama-agama minoritas), mencerdaskan warga, dan mengangkat martabat Indonesia di panggung global. Memang sesungguhnya Anies bukan dari kubu populisme Islam. Juga bukan dari kubu nasionalis kuno. Dia adalah sintesa dari ideologi-ideologi yang berkembang di Indonesia masa kini. Dengan kata lain, Anies adalah anak kandung Indonesia paling genuine dibandingkan dengan aspiran capres lain. Tetapi ia harus bijak dan saksama dalam penempatan posisi dalam politik Indonesia yang belum dewasa. Bagaimana meraih suara populisme Islam yang besar itu bersamaan dengan upayanya mendapatkan ceruk suara dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, kawasan neraka bagi Anies. Sudah pasti Anies akan mendapat limpahan suara dari populisme Islam karena Ganjar dan Prabowo tidak mewakili kelompok itu. Dulu mereka mendukung Prabowo karena tak ada opsi lain, sementara Jokowi tidak menunjukkan simpati pada populisme Islam. Bagi mereka, munculnya Anies bagai pucuk dicinta ulam tiba. Tapi manuver HRS dengan artikulasi yang tak terukur, apalagi mendesakkan agendanya kepada Anies seperti yang dilakukannya pada Prabowo justru akan menjadi faktor negatif. Biarkan Anies, dengan kecakapan politiknya yang mumpuni, bermanuver secara independen. Identitas Anies sebagai Pancasilais yang cerdas dengan leadership yang mengayomi harus dikuatkan. Survei Kompas menunjukkan, pemilih Indonesia tak lagi terpaku pada dua karakter kerakyatan (Jokowi) dan ketegasan (Prabowo), tapi kini telah muncul apresiasi tinggi pada kinerja dari para gubernur (Anies, Ganjar, Ridwan Kamil, dan Tri Rismaharini). Sebagian pemilih juga akan menjatuhkan pilihan pada calon yang berkinerja baik meskipun calon itu tak didukung partainya. Kalau melihat hasil survei SMRC yang terakhir, 8-10 Februari, Anies akan memenangkan pilpres dengan meraih suara 37,5% suara bila hanya berhadapan dengan Prabowo yang mendapat 31,8% suara. Ini juga memperlihatkan populisme Islam telah meninggalkan Prabowo. Memang ada kemungkinan, dalam putaran final pilpres, Anies hanya berhadapan dengan Prabowo mengingat hampir pasti Ganjar tak akan dicalonkan PDI-P. Pecahnya suara PDI-P di antara Prabowo dan Ganjar menguntungkan Anies. Tapi political advantage itu akan sia-sia bila Anies dan orang-orang di sekelilingnya tak cermat membaca dinamika politik dalam konteks populisme Islam pimpinan HRS dan penentang populisme Islam pimpinan Jokowi. (*)
Anies Baswedan, Umat Hindu dan Bangunan Toleransi Mengagumkan
Oleh Ady Amar, Kolumnis TULISAN ini tentu bukan dimaksudkan memuji tanpa pijakan sebenarnya. Memuji tanpa bukti dihadirkan, itu sama dengan menghadirkan kebohongan. Menjijikkan. Publik pastilah bisa melihat bukti yang dihadirkan. Bahkan meski tulisan ini tidak dihadirkan, bukti terang benderang itupun mudah terlihat. Tidak ada yang bisa disembunyikan, pun tidak ada hal yang bisa diada-adakan, karena memang tidak ada. Jadi semuanya tampak karena memang wujudnya tampak benderang. Begitupula dengan sikap seseorang, itupun tidak mungkin bisa disembunyikan. Maka, muncul penilaian-penilaian darinya yang bisa disampaikan. Mari kita bicara tentang Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta. Dan itu tentang sikap-sikapnya, yang tanpa memuji, ia hadirkan sikap terpuji. Tentu, sekali lagi, tulisan ini tidak dimaksudkan memuji seseorang tanpa bukti bisa dihadirkan. Tulisan ini hadir sewajarnya. Anies Baswedan seorang muslim taat. Sikap religiusitasnya mengagumkan. Ajaran agama yang diyakininya menghantarkan sikap-sikap terpuji. Sikap toleran pada pemeluk agama lain, ia wujudkan sewajarnya. Itu yang terlihat dari sikap yang dihadirkan. Baginya semua punya hak dan patut mendapat penghormatan yang sama. Maka, intoleransi sikap pastilah bukan Anies Baswedan. Bukan wataknya, bukan kepribadiannya. Banyak hal bisa membuktikan akan itu, akan sikap Anies yang sebaliknya, toleran. Sebagai pemimpin di sebuah provinsi, yang bisa disebut miniatur Indonesia yang sesungguhnya, sikap toleran ia tampakkan. Tidak membedakan agama yang dipeluknya dengan agama lainnya. Mengayomi ia tampakkan, yang itu satu keharusan. Anies selalu memberikan apresiasi pada umat beragama, apapun agamanya. Itu ditampakkan kehadirannya bersama umat beragama yang tengah merayakan hari besarnya. Maka, Anies tampak hadir di tempat peribadatan agama-agama yang ada, membersamai mereka menjelang perayaan hari besar agamanya. Tentu yang dilakukannya tetap sebatas apa yang boleh dilakukan tampak melanggar ajaran agama yang dipeluknya. Toleransi yang tetap menjaga norma agamanya, dan yang itu juga berarti menjaga norma pemeluk agama lainnya. Anies menyadari betul pluralitas agama-agama yang ada, sebuah penghormatan selayaknya dihadirkan. Dan, Rabu (1 Maret), Anies pun hadir bersama umat Hindu di Jakarta yang akan merayakan Hari Raya Nyepi 1 Saka 1944. Anies hadir pada upacara Tawur Agung Kesanga, sebelum keesokan hari merayakan Hari Nyepi. Anies menyampaikan apresiasinya pada umat Hindu khususnya yang ada di Jakarta, yang tergabung dalam Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), yang turut menjaga suasana keteduhan dan ketentraman masyarakat. \"Dalam kesempatan ini kami mengucapakan selamat merayakan Hari Raya Nyepi 1 Saka 1944. Pada siang ini saya berkesempatan untuk hadir dalam upacara Tawur Agung Kesanga, dan sebagai bentuk hormat kami pada umat Hindu di Jakarta,\" itulah sepenggal kalimat sambutan menyejukkan Anies Baswedan. Pastilah rasa gembira yang muncul dari umat Hindu yang hadir di Pura Aditya Jaya, Rawamangun, Jakarta Timur. Kehadiran seorang pemimpin yang mengayomi keberadaan agama-agama resmi negara di wilayahnya, itu pastilah gaungnya menyeruak tanpa batas teritorial. Kehadirannya menjadi tanpa sekat, sekali lagi dalam batas norma agama yang diyakininya, bagian dari tugas yang dipikulnya dan dilaksanakan dengan sebaik mungkin dan seadilnya. \"Kami mewakili umat Hindu di Jakarta mengucapkan terima kasih pada Bapak Gubernur yang sudah bisa meluangkan waktunya, dan berkesempatan menghadiri acara ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya,\" ucap ketua Suka Duka Hindu Dharta (SDHD) DKI Jakarta, Made Sudarta, dalam sambutan selaku pemangku hajat. Kehadiran Anies dalam kesibukan padatnya menunjukkan pentingnya hadir dari dekat membersamai pemeluk agama Hindu, merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan integral dua dimensi, horizontal dan vertikal. Dan itu tampaknya yang diwujudkan dalam pembangunan di DKI Jakarta. Membangun tidak sekadar fisik kotanya, tapi juga mental spiritual warganya. Itulah sikap toleransi yang dibangun Anies Baswedan yang tampak terang benderang. Tentu bagi mereka yang bisa melihat dengan hati bersih. Maka, yang terlihat dan dirasakan warga Jakarta khususnya, adalah perasaan bahwa pemimpinnya tidak berjarak dengan komunitas agama apapun. Itu pun tidak cuma bisa dilihat hanya pada batas teritorialnya, tapi menjangkau dan dirasakan umat beragama yang ada di wilayah lain. Pastilah kawan-kawan di Bali yang mayoritas beragama Hindu pun merasakan rasa yang sama dengan warga Hindu di Jakarta, yang meski minoritas tetap diperlakukan tidak beda dengan umat beragama lainnya. Sikap toleran yang tampak dari seorang Anies Baswedan mustahil hadir secara instan. Sikapnya terhadap pemeluk agama lain, yang ada di wilayahnya, itu tidak sekadar menggugurkan kewajiban selaku pimpinan wilayah, tapi lebih dari itu. Bangunan toleransi bagi seorang Anies Baswedan telah terintegral, dan yang muncul adalah sikap empati, yang mustahil bisa dibuat-buat apalagi hanya sekadar pencitraan... Wallahu a\'lam. (*)
Rusia-Ukraina dan Penundaan Pemilu
Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan HUBUNGAN antara perang Rusia-Ukraina dengan penundaan Pemilu hampir disebut tidak ada. Baik dimensi waktu maupun ruang. Waktu Pemilu dua tahun ke depan tahun 2024 sedangkan perang saat ini bisa selesai cepat. Ruang pun jauh Rusia-Ukraina di Eropa sedangkan Pemilu di Asia. Indonesia. Meski beraspek global akan tetapi perang Rusia-Ukraina lebih pada kepentingan bilateral. Bahwa soal keterkaitan NATO yang diduga dapat berujung PD III belum dapat dipastikan. Bantuan AS masih setengah hati dan ikut campur AS terhadap negara di halaman depan Rusia nyata mengancam Rusia. Ini menjadi alasan kuat invasi Rusia. Ketum PAN Zulhas yang mengaitkan perang Rusia Ukraina dengan penundaan Pemilu. Tentu alasan ini dinilai mengada-ada atau menambah-nambah, setelah Ketum PKB Cak Imin menghubungkan dengan pandemi dan situasi ekonomi. Ketum Golkar Airlangga berargumen pada aspirasi petani sawit. Jika benar ada skenario Luhut yang diketahui oleh Jokowi maka Jokowi berarti menjalankan politik \"undur-undur\". Maju mundur, mundur maju. Alasan Zulhas mendukung penundaan diduga diajukan atas dasar politik \"stick and carrot\" Jokowi. \"Stick\" nya soal suap alih fungsi hutan di Riau sedangkan \"carrot\" nya jabatan Kementrian untuk PAN yang lama dijanjikan. Stick and carrot juga dapat berlaku sama kepada Cak Imin dan Airlangga. Reaksi publik keras. Ancaman pelengseran karena melanggar Konstitusi dan revolusi sosial sebagai kulminasi kekecewaan rakyat terhadap perilaku rezim. Kini rakyat menunggu sikap Jokowi untuk mengumumkan resmi. Ataukah masih bergerilya mencari celah untuk ikuti permainan dan kemauan kekuatan oligarkhi? Pasca operasi penundaan Pemilu yang kemungkinan gagal dan Pemilu tetap digelar 2024, maka skenario \"perpanjangan usia\" Jokowi dapat kembali ke Prabowo-Jokowi atau mencari figur boneka baru. Ganjar atau Erick Thohir. Di lain sisi Zulhas bisa digoyang internal oleh kelompok Hatta. Cak Imin oleh pengaruh Yahya Staqouf dan Airlangga pun diuji daya tahannya. Maklum \"kudeta\" yang gagal biasanya berefek hukuman. Tanpa ketegasan pernyataan sikap Jokowi untuk tetap melaksanakan Pemilu Februari 2024, maka proses pembusukan (decaying) akan berjalan. Mengambangkan adalah pematangan menuju pelengseran. Gagal skenario melawan Konstitusi untuk \"penundaan\" dapat berakibat \"percepatan\". Jadi alasan perang Rusia-Ukraina bagi penundaan Pemilu jelas tidak rasional dan sekedar mencari pembenaran. Yang jelas perang ini hanya tetap menunda Ukraina menjadi anggota NATO dan menunda ekspor komoditi Indonesia ke Rusia dan Ukraina. Menunda Pemilu hanya akal-akalan. (*)
Mungkinkah Jokowi Terlibat Melawan Konstitusi Penundaan Pemilu 2024?
Oleh Syafril Sjofyan, Pemerhati Kebijakan Publik, Aktivis Pergerakan 77-78, Sekjen FKP2B JIKA dirunut dan dianalisis, wacana penundaan Pemilu 2024. Pertama digulirkan oleh salah satu Menteri dalam kabinet Jokowi yakni Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi, dibawah kordinasi Menko Maritim dan Investasi. Lalu dilanjut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (Zulhas) serta Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto. Menurut sumber media CNN Indonesia, hulu dari semua arahan kepada partai politik bersumber dari Menko Marinves Luhut Binsar Pandjaitan. Dalam pertemuan internal tokoh PAN, Zulhas mengaku diundang Luhut khusus membicarakan usulan penundaan pemilu dan pilpres 2024. PAN diminta untuk mendukung dan harus disampaikan ke publik oleh ketua umum dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemenangan Pemilu PAN yang digelar 15 Februari lalu. Luhut mengklaim Presiden Jokowi sudah setuju. Sepekan kemudian diadakan kembali pertemuan elit PAN, konon ditengah pertemuan Zulhas pamit karena ada pertemuan mendadak dengan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto. Sekembali dari pertemuan dengan Airlangga, Zulhas menceritakan hasil pembicaraan dengan Airlangga. Zulhas menegaskan dukungan Golkar atas penundaan Pemilu 2024 dan akan menyampaikan saat kunjungan kerja ke Riau, 24 Februari. Konon lagi Airlangga juga meminta Zulhas segera bicara terbuka atas nama PAN mendukung penundaan Pemilu 2024. Airlangga pun meyakinkan bahwa Presiden Jokowi telah memerintahkannya untuk mendorong penundaan Pemilu 2024. Alasannya, ada sejumlah program pemerintah yang belum rampung akibat pandemi Covid-19. Salah satu yang jadi alasan adalah proyek pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. Demikian hasil investigasi dari media CNN Indonesia. Jika dianalisis dengan pemberitaan terkini yakni ketika Jokowi memberikan pengarahan dalam Rapat Pimpinan (Rapim) TNI-Polri di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (1/3). Jokowi sangat sensi dan khawatir terhadap percakapan dalam WAG TNI-Polri khususnya tentang terdapat penolakan atas kebijakan pemerintah memindahkan Ibukota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur. Tentunya WAG TNI-Polri tersebut sudah membicarakan banyak hal tidak saja tentang IKN. Jokowi mengungkapkan dia membaca percakapan dalam WAG TNI-Polri. Jokowi sepertinya tersinggung tentang percakapan tentang Kepindahan IKN. Karena UU IKN sudah diputus DPR-RI dan Presiden. Benang merah dari pernyataan Jokowi adalah, bahwa Jokowi sangat “ngotot” dan sangat ber ”ambisi” tentang IKN baru sebagai legacy sejarah dari dirinya. Bagaimanapun caranya harus terlaksana. Jokowi sangat “tersinggung” dengan adanya percakapan dalam WAG TNI-Polri khususnya tentang IKN, karena bisa mengacaukan “impiannya” bisa tidak terwujud. Jokowi membutuhkan waktu setidak-tidaknya tambahan 2 tahun lagi sampai 2026 supaya IKN bisa berbentuk. Ambisi Jokowi, sebenarnya bersambut dengan Koalisi gemuk partai di DPR-RI yang dalam waktu sangat singkat memutuskan UU IKN. Dibutuhkan modal besar untuk membangun IKN yang untuk kegiatan awal dari APBN sekitar 600 Triliun, sementara APBN sendiri sedang babak belur. Kemenkeu kebingungan. Tergambar dalam rapat-rapat di DPR-RI. Padahal berbagai pihak yang sangat relevan sudah mengkhawatirkan perpindahan tersebut terutama dari pihak Ahli Geologi dari penelitian mereka tanah di IKN baru tersebut labil dibutuhkan pembiayaan yang berlipat. Sepertinya DPR-RI “sengaja” tidak mengundang dari pihak Ahli Geologi sewaktu memproses RUU tersebut. Demikian juga dengan kajian dalam pertahanan dan keamanan dianggap sangat riskan oleh para ahli militer pensiunan, karena lalulintas laut internasional, serta kedalam laut sekitar pantai IKN baru yang bisa dilewati oleh Kapal Selam musuh. Seperti DPR-RI juga “sengaja” tidak menggunakan ahli pertahanan dalam proses RUU IKN. Lalu kemudian sejumlah tokoh nasional, juga sedang melakukan Judicial Review terhadap UU IKN yang diproses kilat oleh DPR – RI. Last but not list, UU IKN sebenarnya masih bermasalah. Kepindahan IKN masih merupkan aspirasi terbatas elit Istana dan elit Parpol. Rakyat masih belum paham betul kenapa harus dipaksakan membangun IKN Baru cepat-cepat. Dengan kata lain, bisa disimpulkan bahwa wacana penundaan Pemilu 2024 ini sebenarnya adalah rencana istana demi terlaksananya IKN Baru. Jokowi “tidak percaya” terhadap pemerintahan berikutnya. Bisa-bisa IKN Baru tidak diteruskan. Dibutuhkan waktu sampai 2026 setidak-tidaknya agar IKN ber bentuk. Nah Ketua Umum PAN, PKB dan Golkar “bangga” berperan untuk memuluskan rencana memunculkan wacana penundaan Pemilu 2024. Namun sepertinya ada “kekecewaan” Istana terutama tentunya presiden Jokowi, kurang baik komunikasi yang dibangun oleh tangan kanannya. Sehingga PDI Perjuangan menolak dengan keras rencana penundaan Pemilu 2024 tersebut, demikian juga Gerindra dan Nasdem. Bisa jadi tangan LBP tidak sampai kepartai tersebut. Yang pasti partai oposisi Demokrat dan PKS sejak awal sudah menolak. Penulis setuju dengan analisis dan pertanyaan Anthony Budiawan, seorang ekonom dan ahli analisis politik. Penundaan pemilu telah menjadi kesepakatan bersama merupakan Kudeta Konstitusi dan anti Pancasila dan UUD 45, semua sudah mereka diskusikan, dibahas dan diputuskan di internal partai PAN, PKB dan Golkar. MK bisa bubarkan parpol anti-pancasila dan UUD45. Tentunya Jokowi sebagai Presiden tidak lepas dari permintaan tanggung jawab. Ambisi dan kepentingan segelintir elit dan pribadi Presiden untuk memaksakan ide dan mimpinya melalui wacana penundaan pemilu tentunya harus mendapatkan perlawanan yang luas dari masyarakat. (*)
Nasionalisme dan Patriotisme Isteri-Isteri TNI-Polri
Oleh: Yusuf Blegur, Mantan Presidium GMNI Meskipun hanya muncul dari kegelisahan istri-istri TNI-Polri dalam grup WhatsApp, tidaklah bisa dianggap enteng dan layak diapresiasi, karena benih-benih kesadaran sebagai refleksi dan evaluasi terhadap krisis kebangsaan itu kini mulai tumbuh di tubuh keluarga TNI-Polri. Karena dibalik kehebatan para pemimpin, sesungguhnya ada kekuatan sang istri. Nasionalisme dan patriotisme pada TNI-Polri yang selama ini mati suri, seakan bangkit lewat para istri sang belahan jiwa dan tambatan hati. UNTUK kesekian kalinya, presiden mempermalukan dirinya sendiri di hadapan publik. Setelah banyak pidato kampanye dan janji politik yang diingkari, tanpa sadar ia mengungkap ada aroma menentang kebijakan IKN dari lingkaran TNI-Polri. Meski terlontar dari para istri TNI-Polri dan hanya melalui WhatsApp (WA) grup. Fenomena ini menunjukkan, sejatinya seorang presiden tak bisa menguasai segalanya dan tak bisa mengatur semuanya. Tidak di setiap tempat, tidak dalam setiap waktu dan bahkan tidak pada setiap orang. Betapapun seorang presiden menjadi panglima tertinggi TNI dan menjadi orang nomor satu yang berkuasa di negeri ini. Dengan narasi tidak membangun kedisiplinan dari yang kecil dan dari yang sederhana yang ditujukan kepada TNI-Polri. Pidato kepala negara sekaligus kepala pemerintahan dalam Rapat Pimpinan TNI-Polri di Mabes TNI Jakarta pada Selasa 1 Maret 2022, yang menyinggung adanya ketidaksetujuan IKN dari para istri anggota TNI-Polri. Pada prinsipnya, membuktikan presiden tak akan bisa memaksakan kebijakan politiknya kepada rakyat, termasuk kepada anggota TNI-Polri beserta keluarganya. Apalagi jika keputusan presiden tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum, demokrasi dan kedaulatan serta eksistensi negara ke depannya. Presiden seperti mengalami apa yang diungkap pepatah \"menepuk air di dulang, terpericik muka sendiri\". Cukilanan sambutan presiden di hadapan petinggi TNI-Polri itu, bukan hanya membuktikan ia tidak dihargai dan dihormati oleh para isteri TNI-Polri yang tidak menyetujui pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Lebih dari itu, menunjukkan betapa banyak kelemahan dan tidak berwibawanya seorang presiden bahkan di lingkungan terdekatnya. Selain korupsi dan kejahatan negara lainnya yang marak mengelilinginya. Sebelumnya perilaku presiden sering menjadi bahan ejekan dan olok-olokan rakyat yang pidatonya tidak mencerminkan satunya kata dengan perbuatan. Dengan kata lain rakyat menilai kampanye dan janji politik presiden lebih banyak menghasilkan kebohongan publik. Belum lama juga seorang menteri koordinator yang tidak respek dan beretika ketika berbicara di hp saat presiden sedang berpidato, sebuah peristiwa langka yang memalukan dan merendahkan presiden yang ditonton rakyat. Sudah tak terhitung seringnya peristiwa yang menegaskan betapa presiden tak mampu menjadi orang yang bisa dijunjung serta diteladani karena tidak memiliki kecerdasan dan ketegasan. Publik terlanjur menilai, presiden boneka dan planga-plongo, pula. TNI-Polri Sebagai Alat negara, Bukan Alat Kekuasaan Ketika salah satu isi pidato presiden, membuncah ekspresi kekecewaan pada para isteri TNI-Polri karena tidak mendukung IKN, padahal UU pemindahan ibu kota negara itu sudah disetujui pemerintah dan DPR, sebagaimana kilah presiden. Sesungguhnya, presiden yang belum usai periode keduanya itu, secara tidak langsung mengungkit keraguan UU IKN baik dari sisi legalitas maupun legitimasinya. Seperti menghangatkan kembali polemik dan kontroversi soal IKN yang berkepanjangan bahkan sebelum ditetapkan menjadi UU hingga saat ini. Pertama, dengan gelombang demonstrasi dan tuntutan penolakan hampir semua kebijakan presiden di periode keduanya. Membuktikan langkah-langkah ekonomi, politik, dan hukum yang dijalankankan presiden bukan hanya tidak populis, tapi memiliki resistensi luas dan menyengsarakan kehidupan rakyat dipelbagai sektor penting dan strategis. Kebijakan pemerintah yang disetujui DPR mewakili siapa?. Kalau mewakili rakyat, rakyat yang mana?. Justru kebanyakan rakyat menilai itu menjadi kepentingan oligarki. Kebijakan struktural dan sistemik melulu melahirkan yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Pemilik modal besar semakin berkembang borjuasinya dan masif menguasai negara. Kedua, dinamika yang timbul dari para istri TNI-Polri seperti mewakili rakyat pada umunya dan emak-emak di negeri ini khususnya. Aspirasi para istri TNI-Polri falam salah satu platform media sosial itu menjadi eskalatif dan akumulatif dari penolakan semua kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Seperti omnibus law, PT 20%, kelangkaan bahan pangan dan mahalnya sembako seiring menurunnya daya beli masyarakat, JHT meski dianulir presiden sendiri karena kuatnya desakan publik, dan masih banyak lagi distorsi kebijakan penyelenggaraan negara yang mendapatkan resistensi tinggi dari rakyat termasuk dari lingkungan TNI-Polri. Ketiga, kegelisahan dan kecemasan terhadap IKN dari para istri TNI-Polri yang tertuang di grup WhatsApp, seakan menandakan masih adanya cahaya kesadaran fungsi dan peran TNI-Polri yang sebenarnya. Ada benih-benih kekuatan moral yang tak pernah redup, bahwasanya TNI-Polri itu pada hakekatnya menjadi alat negara, bukan alat kekuasaan. Kesetiaan dan pengabdian utamanya lebih kepada rakyat, bukan kepada para pejabat. Apalagi kepada para pejabat yang menghianati amanat penderitaan rakyat dan beresiko menghancurkan kedaulatan negara dan bangsa. Loyalitas dan dedikasi tinggi dari TNI-Polri harusnya dan hanya ditujukan kepada Pancasila, UUD 1945 dan NKRI, bukan kepada sistem kapitalisme dan cecunguk oligarki. Meskipun dalam beberapa tahun belakangan ini ada kecenderungan TNI-Polri ikut terseret dalam atmosfer politik dan tak berdaya harus melindungi oligarki sembari represi kepada rakyat, karena terikat oleh aturan dan istitusi negara. Jadi, pidato yang membuka aib kepemimpinan presiden sendiri, biar bagaimanapun tetap terbesit adanya harapan dan keyakinan rakyat melalui para istri TNI-Polri. Bahwasanya TNI-Polri akan kembali ke pangkuan rakyat. TNI-Polri sepatutnya menjadi alat negara. TNI-Polri tidak sama sekali sebagai alat kepentingan kekuasaan dan kepentingan oligarki. TNI-Polri secara alami berasal dari rahimnya rakyat, mengabdi dan melayani seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali dan tanpa \"reserve\". Akhirnya rakyat kini mulai bisa berharap dari para isteri TNI-Polri. Belahan jiwa dan tambatan hati kalangan militer, mulai meniupkan kembali api sapta marga TNI-Polri. Para istri-istri hebat itu seperti membangkitkan nasionalisme dan patriotisme TNI-Polri yang telah lama mengalami mati suri. Bagaikan membedah persoalan kebangsaan dan solusinya dari persefektif perempuan atau kalangan ibu-ibu. \"Power of Emak-Emak\", terus menjalar, menjalar, dan menjalar. (*)
Indahnya Hidayah Allah!
Beberapa saat kemudian saya kembali dan bertanya: “are you sure ready to become a Muslim?” Jawabnya mantap: “yes I am ready”. Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation SATU hal yang paling indah dalam hidup seseorang adalah ketika hidayah tiba justeru pada akhir hayat. Saudara kita ini, MG (privasi), sebenarnya menunggu keputusan keluarga (khususnya Ibunya) untuk menyetujui life support-nya dicabut. Para Dokter mengusulkan demikian karena menurut mereka tidak ada lagi harapan sembuh dan hidup. Beliau sendiri hanya pasrah karena memang tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Sebagai Chaplain di rumah sakit New York saya seperti biasa berkunjung ke rumah sakit untuk memberikan words of courage (motivasi) dan doa kepada para pasien. Dan, itu saya lakukan tidak hanya untuk pasien Muslim. Tapi juga non Muslim biasanya didoakan kesembuhan dan kuat/sabar menghadapi ujian (sakit). Hari ini saya ketemu dengan seorang pasien yang Sudah berbulan-bulan di rumah sakit karena kanker darah. Dan, kanker itu sudah menyerang semua anggota tubuhnya, hingga ke otak. Sehingga para Dokter angkat tangan dan orang ini pun hanya hidup dengan life support. Tapi yang menakjubkan walau hidup dengan life support orang ini selalu merespon walau tidak mampu bergerak lagi. Tapi suara dari mulutnya masih jelas dan nampak sangat bersemangat. Hari ini saya kembali mengunjunginya yang sebenarnya untuk memberikan semangat. Tiba-tiba saja beliau mengatakan: “I want to become a Muslim”. Saya tentunya sangat berhati-hati. Sebab, jangan sampai dianggap saya memang ada di rumah sakit untuk tujuan mengkonversi orang ke agama Islam. Ini tentunya bukan tujuan dari pelayanan spiritual atau “chaplaincy” itu. Tapi karena keikhlasan dan kemanisan hati Saudara kita ini, akhirnya saya meminta waktu 15 menit untuk dia memikirkan. Saya meninggalkan dia untuk memberikan waktu bagi dia melakukan perenungan. Beberapa saat kemudian saya kembali dan bertanya: “are you sure ready to become a Muslim?” Jawabnya mantap: “yes I am ready”. Alhamdulillah diapun besyahadat. Yang mengagumkan lagi, selama ini hampir suaranya tidak kedengaran karena sangat lemah. Tapi, ketika bersyahadat suara beliau jelas dan seolah sehat seketika. Allahu Akbar! Kini Saudara kita ini telah bersyahadat dan menjadi Muslim. Semoga dikarunia kekuatan. Apapun keputusan Allah dalam beberapa waktu ke depan ini Semoga yang terbaik. Sejujurnya baru kali ini saya membimbing seseorang bersyahadat dengan getaran yang luar biasa. Saya seolah merasakan suatu keindahan dan kebahagiaannya. Semoga Allah jaga hatinya dan kalau sekiranya harus kembali ke rahmatNya, insya Allah semoga beliau husnul khatimah. Mohon doa yang terikhlas. Niatkan untuk seorang Saudara, tanpa mengenal namanya sekalipun. Privasi di Amerika sangat terjaga. Amin ya Rabbal alamin! (*)
Sebaiknya TNI Polri' Tidak Punya HP
Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebanggaan TEGURAN Presiden soal isi percakapan group WA TNI-Polri cukup mengenaskan. Perdebatan yang ada dalam percakapan dimasalahkan terutama masalah kebijakan pindah IKN. Disalahkan karena masih mempertanyakan agenda pindah IKN yang menurut Presiden sudah diputuskan DPR. Tidak ada demokrasi untuk TNI-Polri. Lucu juga negara ini, persoalan WA group jadi perhatian serius Presiden. Ada tiga pertanyaan mendasar atas hal ini, yaitu benarkah TNI-Polri tidak boleh berdebat di WA group berkenaan dengan kebijakan Pemerintah, apakah TNI-Polri tidak menjadi bagian dari demokrasi, serta bagaimana jika pro kontra dilakukan melalui japri WA ? Pertanyaan tambahan, haruskah Presiden yang menegurnya. Seserius ini ? Di era \"hp-krasi\" saat ini tidak bijak untuk membatasi diskusi atau perdebatan terhadap berbagai hal, termasuk kebijakan Pemerintah. Keterbukaan informasi memaksa pengguna HP sendiri untuk mampu memilih dan memilah konten. Diskusi tentang kebijakan oleh group WA TNI-Polri justru dapat menjadi masukan dan ukuran tentang kualitas suatu kebijakan. TNI-Polri adalah aparatur negara yang hidup di tengah masyarakat, bukan robot yang bersikap dan bertindak secara mekanistis. TNI-Polri berada di negara yang telah sepakat untuk menganut asas demokrasi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Karenanya TNI-Polri adalah bagian dari demokrasi tersebut. Bahwa ada aturan disiplin mengenai sikap dan tindakan sebagai anggota korps tentu difahami, tetapi memisahkan TNI-Polri dari demokrasi adalah keliru. TNI-Polri turut berjuang untuk menjaga dan mengawal kualitas demokrasi. Berdiskusi di WA grup memiliki daya kontrol yang lebih kuat, ada saling menguatkan dan melemahkan argumen, banyak pihak ikut terlibat. Hal ini sehat-sehat saja. Bila tidak betah, toh ada jalan untuk bebas keluar dari group. Nah, apakah harus berpindah ketidak setujuan atas suatu kebijakan dari WA group kepada WA antar pribadi ? Semoga inipun tidak dilarang lagi. Presiden rasanya sudah terlalu jauh mengurusi WA TNI-Polri. Atau memang sudah sedemikian parah pembangkangan TNI-Polri pada Pemerintah sebagaimana \"terbaca\" dari WA groupnya ? Diungkap dalam Rapim TNI-Polri di Mabes TNI Cilangkap lagi. Rakyat jadi semakin berdebar-debar jantungnya, nih pak. Teguran juga merembet ke istri-istri TNI-Polri yang konon mengundang penceramah radikal dalam acara-acaranya. Rupanya kini Presiden Jokowi tertular KSAD Dudung yang uring-uringan soal radikal radikul. Tidak dijelaskan siapa penceramah radikal itu, apakah Ustad Adi Hidayat, Aa Gym, atau Abu Janda ? Memang TNI-Polri harus semakin sabar menghadapi Presiden yang sangat peduli ini. Rakyat sipil sudah lebih dulu dan lama bersabar memiliki Presiden dengan gaya seperti ini. Mengusap dada hampir setiap hari. Untuk aman dari teguran Presiden, sebaiknya TNI-Polri tidak punya HP saja. (*)
Negara Adidaya Diprediksi Runtuh, Anis Matta: Perang Rusia Vs Ukraina Seperti Gong Selamat Datang Tatanan Dunia Baru
Jakarta, FNN - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menegaskan, konflik antara Rusia-Ukraina saat ini harus dipandang sebagai perang supremasi, bukan lagi sekedar proxy. Melainkan perang antar negara adidaya, yakni antara Rusia dengan Amerika Serikat (AS) dan Eropa, sementara Ukraina menjadi korban (collateral damage). \"Kalau negara adidaya yang berperang, maka tidak ada aturan lagi, tidak ada yang bisa mengatur mereka. PBB akan mengalami disfungsi, termasuk Dewan Keamanan PBB,\" kata Anis Matta PBB dalam Gelora Talk bertajuk \'Perang Rusia Vs Ukraina, Apa Dampaknya Pada Peta Geopolitik Dunia?\', Rabu (2/3/2022). Diskusi yang digelar secara daring ini, menghadirkan narasumber Pakar Hukum Internasional Prof Hikmahanto Juwana, mantan Duta Besar Indonesia untuk Australia dan China Prof Imron Cotan, serta mantan Dubes Indonesia untuk Ukraina Prof Yuddy Chrisnandi. Diskusi ini juga dihadiri Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Harmianin. Karena itu, kata Anis Matta, perang ini akan mendekati titik ledak yang lebih besar. Hal ini yang perlu diantisipasi Indonesia, karena cepat atau lambat Indonesia bisa terseret dalam dampak perang ini. \"Kenapa Partai Gelora ingin mendorong Indonesia sebagai kekuatan 5 besar dunia, supaya kita tidak menjadi korban (collateral damage),\" katanya. Menurut Anis Matta, dunia saat ini akan menantikan tatanan dunia baru di tengah krisis berlarut, dimulai dari pandemi Covid-19 hingga perang Rusia Vs Ukraina, yang akan berujung pada konflik berlarut secara global. \"Jadi kita sekarang sedang menantikan \'tatanan dunia baru\', ini yang kita khawatirkan. Dan ini yang akan terjadi pemenanglah yang akan menentukan aturan. Inilah arah dunia yang sedang terjadi,\" ungkapnya. Pembentukan proses tatanan dunia baru ini, kata Anis Matta, berbeda dengan tatanan dunia lama yang dibentuk oleh pemenang Perang Dunia II. Tapi, pembentukannya akan ditentukan oleh proses rasional masyarakat global, karena dunia semakin terintegrasi. \"Tapi bisakah kita sampai pada tatanan dunia baru, yang tidak terlalu berdarah? Inilah arah yang kita inginkan,\" ujar Anis Matta. Anis Matta menilai kekuatan AS dan Eropa saat ini semakin melemah seperti yang terlihat dari pidato Presiden AS Joe Biden kemarin dan para pemimpin Uni Eropa sebelumnya. Kelemahan AS dan Eropa ini, disadari betul oleh Presiden Rusia Vladimir Putin. Putin telah melakukan kalkulasi secara matang dampaknya, sehingga memiliki keberanian seperti sekarang. Diperkirakan sanksi ekonomi oleh negara adidaya tidak akan berdampak bagi Rusia. \"Kalau sekarang kita berpikir kepentingan Indonesia, adalah lebih bagus kita mencoba membuat cerita bagi sejarah masa depan kita sendiri,\" katanya. Menurut Anis Matta, Indonesia bisa mencoba membangun satu kekuatan baru di tengah konflik global ini, dengan politik bebas aktif seperti yang telah digagas founding fathers atau Bapak pendiri bangsa Indonesia. Perang Rusia Vs Ukraina, kata Anis Matta, bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk membuat satu peta jalan (road map) sejarah baru bagi dunia. \"Kita sedang menghadapi konflik berlarut yang akan melemahkan semua negara. Perang Rusia Vs Ukraina seperti gong yang mengatakan, Selamat Tinggal Tatanan Dunia Lama dan Selamat Datang Tatanan Dunia Baru,\" tegas Anis Matta. Anis Matta berharap Indonesia mengambil peran untuk menentukan tatanan dunia baru ini, sebagai kekuatan besar dunia paska runtuhnya negara adidaya nanti. \"Kita tidak mengetahui, aturannya seperti apa, tetapi mudah-mudahan dalam tatanan dunia baru yang akan di susun kemudian ini, Indonesia ikut sebagai panitia,\" pungkas Anis Matta. Pakar Hukum Internasional Prof Hikmawanto Juwana menyayangkan sikap Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) yang bertolak belakang dengan peryataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam memandang konflik Rusia Vs Ukraina. Kemenlu dinilai cenderung menyalahkan Rusia sebagai negara agresor telah menganeksasi Ukraina. Sementara Presiden Jokowi mengatakan, perang harus dihentikan tanpa menyalahkan Rusia dan Ukraina, serta meminta konflik diselesaikan secara damai, dan tidak membahayakan pada keamanan dan perdamaian internasional. \"Jadi Indonesia harusnya menjadi fasilitator, yang bisa memberikan solusi bagi konflik ini. Kita harus fokus pada rakyat, karena rakyat tidak boleh menderita akibat perang di kedua negara,\" kata Hikmawanto. Hikmawanto mengingatkan, agar Indonesia tidak melihat konflik Rusia Vs Ukraina sebagai konflik antara pemerintah pusat (PBB) dan pemerintah daerah (Rusia-Ukraina). \"Efektifitas terhadap PBB ini diragukan, dan perlu diingat bapak/Ibu sekalian, bahwa PBB ini bukan pemerintahannya. Artinya, tidak seperti pemerintah pusat, kalau misalnya ada pemerintah daerah bersengketa, kemudian pemerintah pusat bisa turun. Mereka punya main street sendiri, itu yang harus kita pahami,\" katanya. Artinya, dalam konteks hukum internasional, lanjut Hikmawanto, bagi masyarakat internasional yang berlaku adalah Hukum Rimba, bukan norma-norma hukum internasional yang harus ditaati. \"Yang berlaku Hukum Rimba, siapa yang kuat sebagai justifikasi hukum internasional, bukan norma yang harus ditaati. Ini akan menjadi justifikasi setiap negara untuk mengambil tindakan,\" tegas pakar hukum internasional Universitas Indonesia. Mantan Duta Besar Indonesia untuk Australia dan China Prof Imron Cotan berharap Indonesia bisa mendorong penyelesaian konflik Rusia Vs Ukraina diselesaikan melalui jalur diplomasi atau perundingan antara kedua belah pihak. \"Indonesia harus memberikan solusi, bukan memberikan kecaman-kecaman. Meski saya tidak yakin, Indonesia memiliki power untuk memberikan solusi kedua belah pihak dalam diplomasi, tapi langkah-langkah itu tetap harus ditawarkan dan kita bisa menjadi tuan rumah negosiasi,\" kata Imron Cotan. Imron menilai, keberadaan PBB terutama Dewan Keamanan saat ini perlu dilakukan reformasi, karena kerap dijadikan upaya untuk menghambat solusi damai atas konflik di suatu negara atau digunakan sebagai alat negara tertentu melalui hak veto lima negara tetap DK PBB. \"Memang sudah tiba saatnya mereformasi PBB, karena pasti memihak. Jadi percuma kita membawa ini ke Dewan Keamanan PBB sebagai organ internasional tertinggi di bidang keamanan internasional. Paling kita bisa bicara di Sidang Majelis Umum PBB saja,\" katanya. Mantan Dubes Indonesia untuk Ukraina Prof Yuddy Chrisnandi meminta Indonesia untuk mengimplementasikan kebijakan politik bebas aktif, sebagai negara yang ditunjuk sebagai Presidensi G20 Tahun 2022 dan pemimpin ASEAN. \"Sebagai pemimpin G20 ini, sejauh mana perannya, kira-kira anda enggak sih pengaruhnya pressing diplomasi dalam situasi seperti ini. Dan sebagai pemimpin ASEAN, sebagaimana di Eropa, pemimpin MEE 1 x24 bisa berkumpul di Brussel membicarakan hal itu. Apakah sebagai pemimpin ASEAN ini juga bisa membicarakan ini, menjadi suara ASEAN untuk menyelesaikan konflik Rusia Vs Ukraina,\" kata Yudhi. Indonesia, lanjutnya, perlu melakukan terobosan diplomasi yang efektif dan aktif. Yudhi mengaku sudah mendapatkan bocoran, bahwa pemerintah Indonesia sudah mendapat informasi bahwa Sekretariat Jenderal PBB pada Rabu (2/3/2022) untuk menjadi sponsor utama penyelesaian konflik Rusia-Ukraina di Majelis Umum PBB. \"Meski nanti di veto, tapi paling tidak sudah memberikan sikap yang bisa dilihat dunia. Kita harus aktif di percaturan politik dunia, Amerika membuat proposal, Rusia membuat propsoal dan Indonesia juga punya proposal sendiri. Itu juga sebuah terobosan, yang penting jangan pasif,\" katanya. Yudhi menambahkan, Indonesia bisa menjadi poros alternatif dengan memanfatkan perannya sebagai Presidensi G20 Tahun 2022 yang akan digelar di Bali pada November 2022 mendatang. \"Kita harus menjadi poros alternatif, misalkan Rusia menginginkan pertemuan di Belarus, Ukraina minta di Israel dan Indonesia bisa menawarkan di Bali. Ini akan menjadi poros menarik,\" katanya. ,(*)
Wapres Harap Standar UIII Setara Universitas Internasional
Jakarta, FNN - Wakil Presiden Ma’ruf Amin berharap pengelolaan dan penyelenggaraan kegiatan perkuliahan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) disesuaikan dengan standar universitas internasional dan tidak mengikuti sistem perguruan tinggi keagamaan yang telah ada.Hal tersebut disampaikan Wapres saat memimpin rapat tentang status kemajuan pembangunan UIII, sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional di Istana Wakil Presiden Jakarta, Rabu.\"Sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional, agar dapat dikelola dan diselenggarakan sesuai standar dan norma universitas internasional yang memiliki keunggulan global, mengingat status UIII adalah PTN BH (Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum) dan dimaksudkan sebagai perguruan tinggi internasional,\" kata Wapres dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.Selain menyesuaikan dengan standar internasional, Wapres meminta UIII harus dapat menjadi pusat keunggulan peradaban Islam global. Sehingga, peran Indonesia sebagai negara yang berhasil menerapkan Islam wasathiyah dengan baik dapat terus digaungkan di dunia internasional.\"Saya perlu mengingatkan bahwa Indonesia telah menjadi salah satu pusat kajian peradaban Islam dunia, terutama tentang keberhasilan pelaksanaan Islam wasathiyah yang menjadi tren global saat ini. Oleh karenanya, prakarsa pembangunan UIII sejak awal dimaksudkan untuk menjadi pusat rujukan global pelaksanaan Islam wasathiyah,\" jelasnya.Wapres juga berharap empat program studi yang saat ini telah berjalan di UIII, yaitu Studi Islam, Ilmu Politik, Ilmu Ekonomi, dan Ilmu Pendidikan, seluruhnya dapat dilanjutkan.Namun, lanjutnya, ke depan perlu pengembangan kurikulum lain yang dapat menjadikan UIII sebagai pusat keunggulan peradaban Islam secara global.\"Dalam pengembangan UIII ke depan, perlu ditindaklanjuti dengan pengayaan kurikulum dalam rangka membangun UIII sebagai lembaga pendidikan dan pusat kajian Islam yang berskala internasional,\" imbaunya.Terkait masalah teknis pembangunan, penyediaan anggaran, dan sarana penunjang proses belajar, Wapres mengimbau persoalan itu harus segera diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Sementara di aspek pembangunan fisik kampus, dia memberikan amanat kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono untuk menjadi penanggung jawab atas pembangunan fisik UIII.\"Salah satu hal penting yang harus diputuskan adalah siapa penanggung jawab dan pelaksana pembangunan fisik selanjutnya. Mengingat UIII adalah Proyek Strategis Nasional dan membutuhkan percepatan, saya menyarankan agar Menteri PUPR dapat menjadi penanggung jawab dan pelaksana pembangunan fisik UIII selanjutnya,\" katanya.Menutup arahannya, Wapres mengimbau agar kegiatan operasional sehari-hari, UIII terus mengangkat keberhasilan pelaksanaan Islam wasathiyah di Indonesia serta menguatkan tren global tersebut untuk dapat diduplikasi di berbagai negara lainnya.\"UIII diharapkan dapat memberikan jawaban untuk memperluas dan menguatkan tren global tersebut sehingga dapat diterapkan di berbagai belahan dunia,\" ujar Wapres.Hadir dalam rapat itu ialah Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Subandi, serta Rektor UIII Komaruddin Hidayat.Wapres didampingi oleh Kepala Sekretariat Wapres Ahmad Erani Yustika, Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wapres Suprayoga Hadi dan sejumlah Staf Khusus Wapres, yakni Bambang Widianto, Wapres Masduki Baidlowi, Masykuri Abdillah, dan M. Nasir. (sws)