OPINI
Bisik-Bisik Tetangga, Kini Mulai Memilih Anies
Oleh: Yusuf Blegur, Pegiat Sosial dan Aktivis Yayasan Human Berdikari Anies terasa menghentak kesadaran publik dan elit politik. Gubernur Jakarta itu menjadi berbeda dengan kebanyakan pemimpin lainnya. Anies menegaskan, bahwasanya pembangunan itu tak semestinya melenyapkan dimensi humanisme. Bagaimanapun upaya menciptakan kesejahteraan dan keadilan pada masyarakat melalui pembangunan, semua menjadi tak berarti sama sekali jika dilakukan dengan cara mengabaikan kemanusiaan. Apalagi dengan cara kekerasan dan pendekatan keamanan, sungguh terlalu. SEPERTI kerinduan yang dalam dan hasrat yang tak terbendung, rakyat terlihat tak sabar agar secepatnya pilpres 2024 digelar. Selain kondisi yang begitu tak terkira dari karut-marutnya negara bangsa. Ditambah sulitnya menemukan pemimpin yang mampu mengemban amanat penderitaan rakyat. Rakyat benar-benar mendesak membutuhkan figur pemimpin yang memiliki kejujuran, kecakapan kerja dan tanggungjawab menunaikan amanah yang diberikan kepadanya. Bagaikan air bah yang tak terbendung lagi, suara dan kedaulatan rakyat seperti tumpah-ruah menghendaki Anies Baswedan yang gubernur Jakarta itu, sesegera mungkin menjadi presiden Indonesia. Senyap mengukir prestasi dan pelbagai keberhasilan program pembangunan. Anies tuntas melaksanakan sebagian besar tugas menata kota Jakarta tanpa hingar bingar pencitraan. Anies terbukti merubah Jakarta menjadi kota yang modern tanpa mengabaikan sisi-sisi humanis di dalamnya. Anies memiliki kesabaran dan kesantunan dalam melayani warga Jakarta. Dengan banjir hujan kritik, hujatan kebencian dan fitnah, Anies bergeming dan malah fokus mengurus kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Kerendahan hati dan kesantunan itu yang tetap menuntun Anies teguh dan kokoh membuahkan kebaikan bagi Jakarta dan warganya. Tak cukup sekedar maju kotanya bahagia warganya, Anies tahu betul bagaimana cara memanusiakan manusia. Hal-hal yang demikian itu membuat bahkan sebagian besar rakyat jatuh hati dan tak mudah berpaling dari Anies. Saking banyaknya, keberhasilan dan prestasi Anies semakin susah diukur dengan deret hitung dan angka. Anies melampaui batas dari sekedar pembangunan fisik semata. Pemimpin yang sarat intelektual dan kandungan religi itu, mampu membangun kesadaran spiritual bukan hanya warga Jakarta, melainkan juga bagi seluruh rakyat Indonesia. Anies menyatukan pikiran dan rasa pada masyarakat akan pentingnya hubungan pembangunan kota dengan masalah-masalah kemanusiaan. Pembangunan yang dilakukan sepatutnya tidak bertentangan dengan tujuan utamanya, yaitu menciptakan kemaslahatan bagi seluruh masyarakat. Program-program pembangunan yang mampu menangkap dan mewujudkan aspirasi dan psikologi rakyat untuk meraih kesejahteraan dan keadilan sosial. Jakarta yang lebih manusiawi dengan sarana dan prasarana fisik yang layak dan memadai, sistem transportasi terpadu yang aman dan nyaman serta kebijakan-kebijakan pemvrop DKI lainnya yang memadukan serapan teknologi dan ramah akomodasi layanan publik. Membuat kerja-kerja Anies tak berhenti sampai di situ saja. Anies juga mengokohkan dirinya sebagai pemimpin yang demokratis dan egaliter di Indonesia. Pria rendah hati yang pernah menjadi rektor Universitas Paramadina dan menteri pendidikan, mampu menjadi contoh bagaimana demokrasi bisa dikembangkan secara lebih sehat, rasional dan berkeadaban di tengah kompleksitas persoalan ekonomi, politik dan hukum. Bahwa kritik otokritik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari interaksi dan pergaulan sosial dalam ranah negara bangsa. Tidak hanya sebatas sesama masyarakat, antara pemimpin dan rakyatnya juga mengedepankan rasa saling menghormati dan menghargai. Anies menyadari sesungguhnya disebut pemimpin itu karena ia memang menjadi pelayan rakyat. Pemimpin tak berarti apa-apa tanpa kehadiran rakyatnya. Sebagai Gubernur Jakarta yang berada dalam ruang terbuka Indonesia. Sejatinya pikiran, perkataan dan tindakan Anies di Jakarta, telah menyentuh suasana kebatinan seluruh rakyat Indonesia. Anies yang senyumnya memesona dan karyanya membahana, kini semakin banyak dirumpi bukan hanya oleh kalangan emak-emak. Terlebih dari para lansia, veteran pejuang, dan mayoritas lapisan sosial yang tak berpunya dan rentan yang begitu memprihatinkan, seperti buruh, petani dan nelayan, tak terasa telah disentuh kebijakan Anies juga. Seluruh rakyat di seantero negeri, semakin tak bisa lepas perhatian dan fokusnya pada Anies. Suasana politik yang semakin panas menjelang pilpres 2024, terus membawa nama Anies menyelimuti tiap-tiap perkampungan dan perumahan serta gedung-gedung perkantoran dan pabrik baik di desa maupun di kota. Anies tak luput, ikut serta menjadi bagian dari kehangatan desas-desus dan pembicaraan rakyat di seluruh negeri. Tak hanya maraknya deklarasi dukungan Anies, memelih Anies sebagai presiden RI menjadi harga mati bagi rakyat, sebagaimana semangat pada NKRI dan Panca Sila. Seperti yang didendangkan biduan Elvie Sukaesih, pesohor pelantun lagu dangdut yang merakyat itu. \"Bisik-bisik tetangga kini mulai terdengar selalu, hingga menusuk di hatiku\". Bisik-bisik tetangga itu, kini mulai ramai dan terdengar selalu, memilih Anies di pilpres 2024. In syaa Allah. (*)
Syekh Junaid alBatawi Menurut Buya Hamka
Oleh Ridwan Saidi, Budayawan SUATU hari Buya Hamka meminta aku datang ke rumahnya sekitar tahun 1980. Kebetulan, aku ingin kebih jauh mendengar tentang Syekh Junaid alBatawi dari beliau, karena Buya pernah menulis tentang Syekh Junaid di majalah Panji Masyarakat. Ridwan, tahun 1930-an Buya lama di Mekkah dan sempat bertemu dengan pemukim2 yang alami jaman Syekh Junaid. Buya simpulkan almarhum ini Syaikhul Masyaikh. Kamu Betawi, Ridwan, mesti tau ini. Dirangsang Buya aku mencari info tentang Syekh Junaid dari laporan2 Snouck Hurgronje. Saya juga omong2 dengan sejarahwan Belanda Aku juga berkunjung ke rumah keluarga Guru Mansur di Jembatan Lima. Guru Mansur ponakan Syekh Junaid. Pemukim2 Andunusi disebut Belanda Kontingen Jawa di Mekkah. Sejak pemberontakan Ahmad Rifangi 1856 di Pekalongan, lalu Tambun 1869, dan Puncaknya Cilegon 1883 Belanda mulai curiga pada Kontingen yang dianggapnya memberi darah segar pada pelawan2 Belanda. Belanda tau kalau tokoh Kontingen itu Syekh Junaid alBatawi. Syekh Junaid lahir di Jembatan Lima pada tahun 1810-an. Diperkirakan tahun 1830-an Syekh Junaid dan isteri mulai mukim di Mekkah. Beliau dikaruniai anak dua putra dan dua putri. Kelak seorang putrinya dinikah oleh Al Mishri, ulama dan penulis. Al Mishri nenyaksikan seorang Betawi nama Bapa Slamet dilantik Daendels sebagai pejabat tinggi Nederlands Indie Batav, Perancis. Bapa Slamet artinya bin Slamet. Akhirnya Belanda nenugaskan Snouck Hurgronye untuk bertemu dengan Syekh Junaid al Betawi. Belanda sudah menerima laporan bahwa Syekh Junaid dipercaya Kerajaan sebagai satu2nya orang Non Hejaz dan satu2nya Andunisi yang nenjadi Imam Masjidil Haraam, dan Syekh Junaid pun mendapat izin mengajar di serambi Masjidil Haraam. Claim a/n pemda DKI yang sebut2 nama lain tak berdasar. Saya ber-tanya2 kenapa kok dari pemda DKI bisa terbit omongan yang a-historis. Snouck Hurgronye tiba dii Makkah 1894. Selama hampir setahun ikhtiar mau bertemu Syekh Junaid, tapi Syekh Junaid menolak. Snouck akhirnya balik naar Holland pada 1895. Sebagai anak Betawi aku berusaha pahami Syekh Junaid. Dalam bahasa Betawi Syekh Junaid alBatawi itu parku. Keras berpegang pada prinsip yang diyakininya. Keterangan foto di atas Buya Hamka, kanan, dan RS kiri, tahun 1980. (*)
New Mangkrak Metropolis
Oleh Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan PIDATO yang dipuji oleh pemuja Jokowi adalah singgungan bahwa IKN Penajam adalah New Smart Metropolis. Melihat track record sebelumnya soal hebat dan luar biasanya Esemka atau spektakuler nya Kereta Cepat Bandung Jakarta, nampaknya omongan pak Jokowi sulit untuk dipercaya. New Smart Metropolis berpeluang sama dengan New Mangkrak Metropolis atau bahkan New Bangkrut Metropolis. Program pindah Ibu Kota Negara bukanlah kemauan rakyat dan bangsa Indonesia tetapi lebih pada kehendak Istana dan lingkungan oligarkhinya. Usulan referendum mengemuka untuk menguji benarkah rakyat menginginkan pindah Ibu Kota Negara ? DPR menyetujui, tetapi semua juga tahu posisi DPR kini dalam relasinya dengan Eksekutif. Proses penetapan UU IKN secara tergesa gesa dan \"asal-asalan\" cukup menjadi bukti. Mangkrak atau bangkrut adalah prediksi atas dasar pengalaman empirik. Program Pemerintah yang dikritisi rakyat bahkan dicurigai tentu tidak akan nyaman untuk dikerjakan, bahkan dekat pada kegagalan. Apalagi pandemi pun masih sulit untuk diprediksi usainya. Tahapan krusial, antara lain : Pertama, pra-konstruksi yang menyangkut perundang-undangan dan rencana pembiayaan. UU yang diproduk dilakukan gugatan ke MK oleh berbagai elemen masyarakat. Sementara rencana pembiayaan hampir 500 Trilyun yang awalnya konon tidak menggunakan dana APBN kini menjadi terbuka. Terasa betapa beratnya kelak pemenuhan pembiayaan IKN baru tersebut. Kedua, saat konstruksi. Sebagaimana proyek ambisius lain seperti Kereta Cepat Cina yang ternyata belepotan karena waktu yang tidak tepat dan biaya yang terus membengkak, maka pembangunan IKN baru diduga jauh lebih rumit lagi. Agenda \"enak-enakan\" menjual gedung-gedung di Jakarta untuk ikut membiayai sangat tidaklah rasional. Masalah yang dihadapi bukan saja menjadi membangun IKN baru, tetapi persoalan \"bumi hangus\" gedung Pemerintah di Jakarta. Ketiga, pasca pembangunan IKN maka SDM yang harus dipindahkan membutuhkan ASN berjiwa \"relawan\". Ketika biaya hidup bertambah karena perpindahan yang jauh dan berada di \"daerah baru\", maka dimungkinkan banyak yang enggan pindah dan memilih \"resign\". Merekrut ASN baru bukan solusi. Artinya persoalan akan muncul. Kemudahan fasilitas di Jakarta tidak akan cepat tergantikan dan terbarukan. Rakyat tidak akan berkontribusi untuk menolong, karena itu bukan kemauannya. Sebaliknya rakyat akan menghukum atas kebijakan bodoh dan sembrono yang berbasis ambisi kepentingan tersebut. Presiden dan oligarki harus siap menerima sanksi. Proyek pindah IKN adalah judi terbesar rezim Jokowi. Belum lagi jika ternyata Pemerintah tidak mampu membuat IKN \"ramai\" dan \"dinamis\" bahkan akhirnya IKN baru menjadi \"kota mati\" maka sia-sialah pengorbanan dan enerji yang terbuang percuma. Ujungnya Ibu Kota Negara akan kembali lagi ke Jakarta. \"Ke Jakarta aku kan kembali Walaupun apa yang kan terjadi\", kata Koes Plus. Jadi bukan seperti pidato Jokowi bahwa IKN baru adalah New Smart Metropolis melainkan bakal menjadi New Mangkrak Metropolis atau New Bangkrut Metropolis.(*)
Percakapan Telpon Itu
Masalahnya bukan pada bisa atau tidak. Masalahnya ada pada hukum agama yang tidak membolehkan. Jadi saya kira tidak ada yang mau menikahkan karena itu melanggar aturan agama. Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation SUATU siang lagi santai nonton Olimpiade Musim dingin yang sedang berlangsung di China telpon saya tiba-tiba berdering. Nampaknya seseorang dari NJ dengan nomor (908) menelpon. Saya sempatkan angkat telpon karena nampaknya bukan spam. Ternyata seorang perempuan Indonesia. P (penelpon) S (Saya/Shamsi). P: Hello, ini pak Imam Shamsi Ali? S: Iya benar. Maaf dengan siapa? P: Maaf pak Imam mengganggu waktunya. Nama saya…. dari NJ. S: Tidak apa. Ada yang saya bisa bantu? P: Iya pak Imam. Boleh minta tolong? Saya ada sepupu yang mau menikah. Apakah pak Imam bisa menikahkan? S: Iya, saya kebetulan NY State Officiant (penghulu di New York). P: Calon isteri sepupu saya itu kebetulan Muslim pak Ustadz. S: Oh…maksudnya kenapa kalau Muslim? Yang saya nikahkan memang Muslim. P: Maaf pak Ustadz.. sepupu saya Katolik. Apakah pak Ustadz bisa menikahkan? S: Oh… jadi maksudnya sepupunya Katolik dan ingin menikah dengan wanita Muslimah? P: Iya benar. S: Maaf. Agama Islam tidak membenarkan seorang wanita Muslimah menikah dengan pria non Muslim P: Oh ya? Kok diskriminatif begitu? S: Iya.. Maaf, Anda agamanya Katolik? P: Iya benar. S: Apakah Anda tidak tahu kalau agama Anda, Katolik, juga tidak membenarkan? P: Saya kira tidak begitu. S: Apakah Anda pernah mempelajari agama Anda? P: Saya rajin ke gereja sih… S: Ke gereja ya ke gereja. Tapi pernahkah Anda belajar agama Anda secara serius? P: Tidak sih. S: Ya begitulah. Agama itu perlu dipelajari. Ilmu tentang keyakinan dan agama kita penting. P: Oh begitu ya. S: Untuk informasi saja, ternyata agama Anda tidak saja melarang perkawinan antara wanita Katolik dengan pria non Katolik. Tapi memang melarang seorang Katolik, pria maupun wanita, kawin dengan non Katolik. Apakah itu diskriminasi menurut Anda? P: …. (Diam). S: Karenanya kalau Anda menilai Islam diskriminatif karena melarang wanita Muslimah menikah dengan pria non Muslim, maka Katolik lebih diskriminatif. Tapi bagi kami itu bukan diskriminasi. Tapi memang itulah ajaran yang menjadi acuan hidup kami. P: Maaf pak Imam! S: Iya nggak apa. Saya hanya mau jelaskan bahwa sebuah aturan agama tidak harus dihakimi dengan penghakiman negatif. Tuduhan Diskriminasi misalnya. P: Tapi pak Imam. Apakah ada Imam yang bisa menikahkan? S: Masalahnya bukan pada bisa atau tidak. Masalahnya ada pada hukum agama yang tidak membolehkan. Jadi saya kira tidak ada yang mau menikahkan karena itu melanggar aturan agama. P: Oh begitu ya pak Imam. S: Iya memang begitu. P: Terima kasih pak Imam. S: Iya… Maaf kalau tidak bisa membantu ya. Itulah percakapan telpon yang terjadi antara saya dan seorang penelpon siang itu. Semoga ada manfaat yang dapat kita ambil. Insya Allah! NYC, 13 Februari 2022. (*)
Anies, Memilih Demokrasi Sejati atau Memenangkan Pilpres 2024?
Oleh: Yusuf Blegur, Pegiat Sosial dan Aktivis Yayasan Human Berdikari Sebagian besar begitu reaksioner terhadap tulisan \"Menakar Perkawinan Politik Anies dan Puan\". Sikap spontan yang apriori dan skeptis itu, menohok menampilkan penolakan Anies berpasangan dengan Puan dalam pilpres 2024. Meski baru wacana dan upaya penjajakan, tampaknya menjadi penting dan prinsip untuk mengeksplorasi paradigma dan dinamika demokrasi pada umumnya dan pilpres 2024 khususnya. Terlebih agar tidak ada lagi ekspektasi yang berlebihan dan kekecewaan yang dalam seperti yang sudah-sudah. Betapa dalam demokrasi itu, politik ideal adalah satu hal, realitas politik adalah hal lain. Sebagaimana dirilis Kitabullah Al Quran, yang diturunkan ke bumi sebagai petunjuk dan pembeda dalam kehidupan manusia, begitu juga dalam ranah demokrasi utamanya soal politik. Pilpres dan pemilu lainnya tak luput juga dari apa yang disebut dualisme. Dalam demokrasi, keinginan dan kedaulatan rakyat sangat berbeda kenyataannya dengan kepentingan politik tertentu. Sroerti menegaskan betapa berjaraknya antara nilsi-nilai dengan tindakan. Rakyat dihadapkan pada hal-hal yang ideal dan realisme. Pun, umat Islam bisa memilih dan menentukannya dengan konsekuensinya masing-masing, mendorong Anies menjalankan demokrasi, atau memenangkan pilpres 2024?. Sesungguhnya rakyat Indonesia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya, terlalu sering dihadapkan pada kekecewaan dan hampir frustasi saat menghadapi demokrasi yang dibangga-bangggakan dan dianutnya sendiri. Begitu besar ekspekstasi dan cita-citanya, namun hanya keprihatinan yang di dapat dari pemilu ke pemilu. Saban pemilu dan pilpres, rakyat terutama umat Islam, berujung hanya menjadi sapi perahan dari pesta orang-orang berduit dan berkuasa. Mulai dari partai politik, anggota DPR-MPR, DPD, walikota-bupati, gubernur hingga presiden. Sejauh ini rakyat belum mendapatkan hasil yang terbaik dan memuaskan. Alih-alih memperjuangkan kebutuhan rakyat, mewujudkan kemakmuran dan keadilan. Produk pemilu yang memiliki legalitas dan legitimasi rakyat itu, justru dipenuhi rekayasa kecurangan dan manipulasi. Selain melahirkan pemimpin yang tiran dan dzolim. Belajar dari pengalaman demokrasi kapitalistik yang sekuler dan liberal yang selama ini diikuti rakyat. Seharusnya ada kesadaran refleksi dan evaluasi, betapa pemilu yang sarat transaksional dan materialistik itu tidak terus menerus menghianati kedaulatan rakyat. Rakyat menjadi sangat dibutuhkan saat menjelang pemilu. Usai itu hanya ada eksploitasi baik kekayaan alam maupun hak asasi manusia. Rakyat pada akhirnya menjadi korban penindasan para pemimpin, politisi dan pejabat dari manipulasi pemilu yang di lahirkan dan dibiayai oleh rakyat juga. Semestinya juga ada kesadaran kritis dan perlawanan merubahnya, bahwasanya pilpres dan pemilu-pemilu lainnya telah dibajak oleh oligarki yang mewujud kepemilikan modal dan borjuasi korporasi. Ini bukan semata soal taktis dan strategi, ini juga bukan hanya sekedar esensi dan substansi demokrasi. Lebih dari itu, Anies dituntut untuk menciptakan keselarasan dan keharmonisan, antara kesadaran ideal spiritual dengan kesadaran rasional material. Akankah ada standar nilai yang menjadi landasan dari sebuah proses dan hasil yang diperoleh. Demikian juga harapan dan keinginan rakyat luas, termasuk umat Islam terhadap figur Anies. Dengan segala persfektif dan sudut pandang yang beragam, dengan aneka obyektifitas dan subyektifitas pada pemimpin yang simpati dan empati rakyat begitu mewabah luas. Akankah proyeksi politik Anies pada pilpres 2024 teraktualisasi, atau hanya sekedar obsesi?. Selain dalam cengkeraman oligarki, fenomena semua pilpres juga memunculkan betapa kepentingan global sangat dominan. Umat Islam seakan tak berdaya dan tak ada pilihan untuk sesungguhnya mewujudkan dan menikmati pilpres 2024 dari proses demokrasi yang sehat, termasuk memilih presiden idamannya. Rakyat atau umat Islam, haruskah terus menerus larut dan terpaksa merasakan pemilu yang pilu. Memilih demokrasi yang semu atau memenangkan pilpres 2024 dengan segala kelenturan menyikapinya. Anies, sanggupkah mengedepankan moral untuk sejatinya menjadi pemimpin, atau tak lebih dari sekedar boneka kekuasaan oligarki, demi menduduki kursi nomor satu di republik ini. (*)
Hutahaean Memang Lemah
Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan AKHIRNYA Ferdinand Hutahaean duduk juga sebagai pesakitan di ruang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Meski mengaku mualaf tetapi KTP Hutahaean masih mencantumkan agama Kristen. Status ini mendasari dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Ketika pegiat twitter ini tak berkutik, ia mencoba berlindung dengan status mualafnya, padahal yang tersinggung berat dan marah atas cuitannya adalah umat Islam. Cuitan yang membuat keriuhan bahkan keonaran adalah \"Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, Dialah pembela ku selalu. Allahku tak perlu dibela\". Pasal 1 UU No 1 tahun 1946, Pasal 45 A UU ITE, dan Pasal 156 a KUHP telah siap untuk menerkam pegiat medsos eks aktivis Partai Demokrat ini. Ternyata Allah tidak lemah. Ferdinand lah yang lemah. \"Allahmu ternyata lemah\" katanya, tapi bukan menohok umat Islam, lalu kepada siapa ? Menjadi makan buah simalakama baginya. \"Allahmu ternyata lemah\" bisa menyinggung umat Kristen juga. Meskipun demikian sudah tepat JPU tetap berpegang pada KTP bahwa Hutahaean adalah Kristen. Ketika warganet ramai mereaksi cuitannya, maka Ferdinand menghapusnya \"saya hapus biar ga brisik org sprt lu. Ngga diapa2in tapi merasa diapa2in wkwkwk\". Akan tetapi bagi Jaksa Penuntut Umum \"wkwkwk\" itu menjadi bukti kesengajaan ejekan yang dapat menimbulkan keonaran. Memang Hutahaean harus serius bersiap-siap untuk menghuni jeruji besi..wkwkwk. Meski ia beralasan bahwa cuitannya didasari pada kegamangan pada dirinya sendiri, namun dengan menyudutkan Allah dan dipublikasikan adalah salah besar. Hutahaean memancing \"huru-hara\". Allah ternyata tidak lemah, justru Hutahaean yang kini \"terkulai lemah\". Allah tidak perlu dibela, Hutahaean yang butuh pembela di persidangan..wkwkwk. Bagi umat dan rakyat Indonesia tidak penting Hutahaean mau Kristen atau Islam. Rasanya tidak berguna sosok Ferdinand Hutahaean yang gemar nyinyir, berbaju buzzer dan cuat cuit tak bermutu. Kecuali berubah total untuk menjadi orang yang baik dan rendah hati. Faktanya Hutahaean yang biasa menyakiti kini sedang sakit sebagai pesakitan. Pengadilan hanya ruang sempit untuk mengadili diri, ruang lebar itu ada pada keluasan jiwa sendiri untuk mau belajar membersihkan hati. Bukan pura-pura belajar untuk kemudian lebih pandai menipu kembali. Selamat menikmati perjalanan mendaki. Anda telah membuat onar dan menista agama. Tidak penting Muslim atau Kristen. (*)
Pesan Inspirasif Revolusi Mental Kiai Haedar
Tidaklah berlebihan harapan Haidar agar peningkatan kerja sama bilateral Indonesia-Iran maupun Iran-umat Islam Indonesia. Mengapa? Banyakgains (keuntungan) yang bisa didapat Indonesia maupun umat Islam Indonesia. Oleh: Anwar Hudijono, Tenaga Ahli Gerakan Nasional Revolusi Mental (GRNM) Kemenko PMK “HARAPAN kami Iran akan menjadi kekuatan bersama seluruh negara Islam sebagai representasi dari Islam yang membawa kemajuan peradaban dunia sekaligus menjadi sampel atau uswah hasanah dari peradaban Islam dunia. “Yang terakhir, kami harapkan khusus dengan Indonesia dan Muhammadiyah, Republik Islam Iran terus meningkatkan kerja sama, baik kerja sama bilateral maupun kerja sama dengan masyarakat Islam indonesia, khususnya dalam dunia pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia.” Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah KH Prof Dr Haedar Nashir menyampaikan hal di atas pada saat mengucapkan selamat Hari Kebangsaan Republik Islam Iran ke-43 pada 11 Februari 2022. Pada arah ke luar (outward), pesan Haedar ini meneguhkan jalinan hubungan yang baik antara Muhammadiyah dengan Iran. Nisbah (titik temu) hubungan Iran-Muhammadiyah adalah pada asas Islam yang berkemajuan. Nisbah inilah yang membuat keduanya tidak pernah terlibat polemik khilafiyah. Sangat sadar polemik khilafiyah dengan topik-topik yang sudah berumur lebih seribu tahun, diulang-ulang sampai mblenger, hanya menguras energi. Membuat Islam menjadi jumud atau mandek. Islam yang jumud itu ibarat naik dermolen. Bergerak memang tetapi hanya di tempat. Dan yang suka naik dermolen itu biasanya anak-anak. Maka yang hobi polemik khilafiyah itu yang pada dasarnya berada di alam pikiran kanak-kanak meski secara fisik sudah jenggot-jenggotan. Ke arah dalam (inward) Indonesia, khususnya Muhammadiyah, pesan Kiai Haedar ini memberi inspirasi revolusi mental. Membangun kesadaran eksistensial umat Islam Indonesia sebagai bagian dari Islam dunia. Dituntut untuk bisa memberikan konstribusi signifikan terhadap kemajuan pembangunan peradaban dunia yang dirasai, dijiwai, dipandu oleh nilai-nilai Islam. Pada kesadaran sebagai bagian warga Islam dunia iniah titik lemah umat Islam Indonesia. Adapun dua kesadaran lain yaitu sebagai warga kota dan warga negara, boleh dibilang sudah ciamik alias bagus. Untuk bisa memberikan warna dalam pembangunan kemajuan peradaban dunia dan uswah (contoh) peradaban Islam dunia, tidak bisa sendirian betapapun jumlah umat Islam Indonesia yang merupakan terbesar di dunia. Kerja sama, sinergi, kolaborasi dengan kelompok-kelompok umat Islam lain di dunia adalah tuntutan perkembangan dunia. Keniscayaan. Kerja sama antar umat Islam itu digambarkan oleh Al Quran surah Shaf ayat ayat 4. “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yangg teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” Ayat ini tidak serta merta hanya dipahami tekstual dalam urusan perang. Tetapi secara kontekstual adalah dalam pelbagai aspek kehidupan. Misalnya yang dicontohkan Kiai Haedar, yaitu di bidang pendidikan dan sumber daya manusia. Sektarianisme Dua bidang ini bukan hanya karena memang lahan perjuangan Muhammadiyah, tetapi sejalan dengan lahan revolusi mental. Bukankah revolusi mental itu salah satu arahnya membangun sumber daya manusia unggul level dunia. Tidaklah berlebihan harapan Haidar agar peningkatan kerja sama bilateral Indonesia-Iran maupun Iran-umat Islam Indonesia. Mengapa? Banyak gains (keuntungan) yang bisa didapat Indonesia maupun umat Islam Indonesia. Iran merupakan negara Islam yang mencatat sangat maju dalam banyak bidang, khususnya sains, teknologi dan pendidikan meski di tengah cekikan maksimal sanksi Amerika. Iran sangat terbuka terhadap umat Islam lain dengan menanggalkan sektarianisme. Padadal sektarianisme inilah biang utama pernyerpih-serpihan umat Islam. Sampai-sampai ulama besar Universitas Al Azhar Mesir Syekh Thantawi yang nota bene-nya dari mazbah Suni menegaskan, “Kemajuan ilmiah yang telah dicapai Republik Islam Iran merupakan kemajuan dunia Islam dan kebanggaan bagi seluruh umat Islam.” Kerja sama khususnya dalam bidang pendidikan, sains, teknologi dan sumber daya manusia umat Islam Indonesia dengan Iran sangat membuka peluang melahirkan manusia dengan teknologi unggul yang dirahmati Allah. Teknologi yang membawa kepada kemaslahatan, kebaikan, kemakmuran, memuliakan manusia. Bukan teknologi yang membawa kemadlaratan, kerusakan, penjajahan, ekploitasi manusia dan alam. Dalam eskatologi Islam, pada akhir jaman akan terjadi kompetisi antara teknologi yang dijiwai fasad (merusak) dengan teknologi yang dijiwai rahmat. Kompetisi itu diisyaratkan dalam Quran surah Shad 38-40. Rasulullah Sulaiman menggelar kompetisi memindahkan istana Ratu Balqis. Dari golongan fasad diwakili jin Ifrit, merupakan jin terkuat. Dari kalangan manusia beriman diwakili orang yang memiliki ilmi dari kitab. Dalam kompetisi orang beriman yang unggul. Mudah-mudahan pada kompetisi sains-teknologi di akhir jaman, salah satu yang unggul adalah ilmuwan beriman dari Indonesia. Rabbi a’lam. (*)
Polda Sulut Ungkap Kasus Korupsi Hibah Air Minum Senilai Rp14 Miliar
Manado, FNN - Polda Sulut ungkap kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam Kegiatan Program Hibah Air Minum Kota Bitung bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) Tahun Anggaran (TA) 2017 dan 2018 dengan kerugian negara Rp14 miliar.“Modusnya, tersangka membuat keterangan berupa surat-surat dan rekening fiktif untuk dapat memenuhi kelengkapan persyaratan administrasi sebagai penerima Dana Hibah Air Minum dari Pemerintah Pusat,” kata Kabid Humas Polda Sulut Kombes Pol Jules Abraham Abast, saat memberi keterangan pers di Manado, Selasa (15/2).Kabid Humas Jules Abast didampingi Dirreskrimsus Polda Sulut Kombes Pol Nasriadi dan Kasubdit Tipikor AKBP Iwan Permadi menjelaskan, pengungkapan dan penanganan kasus tersebut berdasarkan Laporan Polisi yang diterima Polda Sulut, pada tanggal 19 April 2021.Dengan TKP di lingkungan PDAM Duasudara Kota Bitung, sekitar tahun 2017 dan 2018. Abast mengatakan, kejadian berawal ketika pada TA 2016 Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR RI mengundang Pemerintah Kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia yang bersedia mengikuti Program Hibah Air Minum, dan salah satu Pemerintah Daerah yang bersedia adalah Pemerintah Kota Bitung.“Kemudian Pemerintah Daerah yang bersedia mengikuti program dimaksud, diwajibkan membawa data yang diminta atau persyaratan ke Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR RI, sehingga Pemerintah Kota Bitung melalui Direktur PDAM Duasudara Kota Bitung membuat surat pernyataan bahwa PDAM Duasudara Kota Bitung memiliki idle capacity sebesar 50 liter per detik, yang mana surat pernyataan tersebut merupakan salah satu syarat paling mendasar sehingga dapat mengikuti Program Hibah Air Minum yang diberikan oleh Pemerintah Pusat (Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR RI).\"Namun setelah dilakukan pemeriksaan oleh Ahli Pengairan dari Politeknik Negeri Manado, ternyata pihak PDAM Duasudara Kota Bitung tidak memiliki idle capacity,” katanya.Ia mengatakan kemudian pihak PDAM Duasudara Kota Bitung mencetak semua rekening pembayaran pelanggan yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan, karena pelanggan yang namanya tertera pada rekening pembayaran pelanggan merasa tidak pernah membayar pemakaian air minum, dikarenakan air minum dimaksud tidak pernah mengalir/dialirkan.“Pihak PDAM Duasudara Kota Bitung mengirimkan bukti rekening pembayaran pelanggan dimaksud ke pihak Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR RI, yang mana rekening pelanggan tersebut merupakan salah satu syarat, sehingga dana hibah dari Pemerintah Pusat terkait Program Hibah Air Minum dapat ditransfer dari Pemerintah Pusat (Kementerian Keuangan RI) ke Pemerintah Kota Bitung,” katanya. Sejak awal kegiatan Program Hibah Air Minum, lanjut Abast, jika pihak PDAM Duasudara Kota Bitung tidak memberikan data atau persyaratan yang sebenarnya, maka sudah tentu dana hibah dari Pemerintah Pusat (Kementerian Keuangan RI) tidak semestinya diterima oleh Pemerintah Kota Bitung.Namun tetap dihibahkan karena pihak PDAM Duasudara Kota Bitung telah mengirim seluruh persyaratan yang diminta.“Dan atas perbuatan dimaksud, pihak BPKP RI Perwakilan Sulut melakukan audit investigasi atas permintaan penyidik. Dan atas perbuatan dimaksud pihak BPKP RI Perwakilan Sulut berkesimpulan bahwa, diduga telah terjadi perbuatan melawan hukum dan mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp14 miliar sehingga perbuatan dimaksud layak dilakukan proses penyidikan,” kata Abast.Dalam penanganan kasus tersebut, Penyidik Ditreskrimsus Polda Sulut juga telah menyita sejumlah barang bukti yaitu, dokumen berupa fotokopi surat-surat yang merupakan kelengkapan administrasi sehubungan dengan Program Hibah Air Minum.“Kemudian setelah melakukan serangkaian proses penyidikan kepada para terlapor dan saksi, Penyidik Ditreskrimsus Polda Sulut selanjutnya menetapkan tersangka dugaan tindak pidana korupsi ini yaitu, seorang pria berinisial RL (49), pekerjaan karyawan BUMD, warga Madidir, Bitung,” katanya.Terkait kasus dugaan korupsi tersebut, tersangka dikenakan pasal 2 dan/ atau 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke 1-e KUHP.\"Ancaman hukumannya pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan/ atau denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar,” kata Abast. Sementara itu Dirreskrimsus Polda Sulut Kombes Pol Nasriadi menambahkan, tidak menutup kemungkinan kasus ini juga akan menyeret tersangka lain.“Yang bersangkutan (RL) tidak berdiri sendiri. Tetapi ada tersangka-tersangka lain yang berhubungan dengan perkara ini, contohnya dalam hal ini dari pihak yang memberikan penelitian tentang idle capacity, yang seharusnya tidak mampu 50 liter per detik akhirnya dibuat seakan-akan ada,” kata Nasriadi.Ia mengatakan akan berkembang proses penyidikan ini dengan tersangka-tersangka yang lain, artinya, tersangka yang sudah diamankan satu orang ini nanti akan dikembangkan dengan tersangka-tersangka orang yang melakukan, yang membantu melakukan, dan sebagainya.“Karena kasus korupsi itu tidak mungkin tersangkanya tunggal, pasti ada hal-hal yang ain yang membantu memperlancar korupsi itu dan tersangka lain yang membantu terjadinya korupsi itu, dan kasus ini masih akan berkembang,” kata Nasriadi. (sws)
Pemerintah Kabupaten Kupang Bertekad Raih Opini WTP
Kupang, FNN - Pemerintah Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur bertekad meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan NTT pada 2022.\"Kami akan berupaya meningkatkan kualitas laporan keuangan Pemerintah daerah dalam mencapai WTP TA 2022,\" kata Bupati Korinus Masneno di Oelamasi, Selasa (15/2).Penegasan itu disampaikan Bupati Korinus Masneno dalam rapat bersama Kepala Badan Keuangan Daerah Propinsi NTT serta Tim Anggaran Pemerintah Daerah Kabupaten Kupang.\"Penilaian opini WTP sesungguhnya merupakan mimpi yang belum pernah dicapai Kabupaten Kupang. Waktu lalu, tim BPK sudah mengeluhkan soal aset di Kabupaten Kupang, namun sudah diberikan solusi dari tim BPK agar bisa diselesaikan bersama,\" kata Bupati Korinus MasnenoBupati Korinus Masneno mengatakan persoalan aset yang belum beres menjadi kendala bagi daerah itu dalam meraih opini WTP setiap tahun hanya bisa pada tahap Wajar Dengan Pengecualian (WDP).Bupati Kupang berharap kedatangan tim dari Badan Keuangan Provinsi NTT bisa memberikan solusi dalam menyelesaikan masalah terkait aset pemerintah.Sementara itu Kepala Badan Keuangan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur, Zakharias Moruk menegaskan kehadiran tim Badan keuangan Setda NTT dalam rangka target kinerja, karena ditargetkan pada 2022 seluruh kabupaten di Provinsi berbasis kepulauan ini harus bisa meraih opini WTP termasuk Kabupaten Kupang.\"Apa yang disampaikan Bupati Kupang karena persoalan aset sehingga daerah ini belum bisa menuju opini WTP, sehingga persoalan aset harus menjadi fokus utama untuk segera diselasikan,\"tegasnya.Zakharias Moruk menuturkan agar TAPD di Kabupaten Kupang bisa bersama-sama tim badan keuangan Setda TT untuk mendukung dalam mencari solusi permasalahan ini.Ia berharap semua persoalan data-data aset harus dikomunikasikan dengan tim aset dan BPK untuk dicarikan solusi dalam menyelesaikan persoalan aset.Zakharias Moruk menegaskan, pemerintah Provinsi NTT bekerja sama dengan Kejati mengenai seluruh aset bergerak seperti kendaraan dinas para pensiunan atau pejabat ditarik kembali dan dilelang secara terbuka.Hal seperti itu menurut Zakharias Moruk perlu dilakukan di Kabupaten Kupang bersama dengan Kejaksaan Negeri.Zakharias Moruk optimis Kabupaten Kupang mampu keluar dari Wajar Dengan Pengecualian.\"Kita akan membedah permasalahan mana yang belum disepakati BPK. mohon dukungan dan kerja sama semua pihak yang terkait sehingga persoalan aset ini bisa terselesaikan dengan baik,\" tegasnya. (sws)
Menakar Perkawinan Politik Anies dan Puan
Bukankah ekstraksi politik itu, bagaimana mengelola kepentingan untuk mencapai tujuan? Begitupun dengan upaya menyandingkan Anies dan Puan. Anies Baswedan memiliki kekuatan kultural yang direpresentasikan bukan hanya sekedar dari animo dan antusias semata, juga oleh euforia psikopolitik rakyat terhadap figurnya. Sementara Puan Maharani, tak bisa dipungkiri diusung kekuatan struktural yang bukan sekedar partai politik melainkan pada keyakinan ideologi, kader dan basis massa. Oleh: Yusuf Blegur, Pegiat Sosial dan Aktivis Yayasan Human Berdikari KEMUNGKINAN menjodohkan Anies dengan Puan, merupakan pilihan politik yang sekilas tidak populer. Kasat mata cenderung melahirkan resistensi baik dari kalangan anasir lawan politik praktis maupun pada kedua kubu pendukungnya. Dalam persfektif ideal, figur keduanya mempunyai aspek-aspek kepribadian bercorak differensial, seperti resan minyak ke minyak resan air ke air. Keduanya relatif berbeda baik secara behavior maupun irisan politiknya. Akan tetapi, bagaimanapun disparitas yang muncul terkait figur Anies dan Puan, terlepas kelebihan dan kelemahan dua pemimpin muda politik itu, secara esensi dan substansi, kekuatan yang menyokong Anies dan Puan tak bisa menghindar dari kebutuhan politik yang realistis dan rasional. Selain elaborasi kepentingan dan akomodasi pragmatis entitas politik lain tentunya, lingkaran Anies dan Puan sama-sama dituntut untuk berjalan sesuai \'on the track\' dan meraih tujuan, atau asyik berpetualang dan berselancar dengan dinamika politik yang \'absurd\'. Mekanisme formal dalam UU Pemilu dan Pilpres, membuka ruang bagi PDIP dan siapapun yang akan mengusung dan menjadi partisipan dukungan capres Anies, berpotensi untuk menjajaki pasangan Anies-Puan mengikuti kontestasi Pilpres 2024. Secara normatif, PDIP yang kuat dan aman dalam ranah konstitusional termasuk kemungkinan lolos electoral treshold dan presidential treshold. Proyeksi ke depan memungkinkan PDIP menjadi salah satu pemain kunci yang menentukan pusaran dan konstelasi Pilpres 2024, jika mau menggandengkan Anies dan Puan. Seandainya saja pasangan Anies-Puan telah menjadi kesepakatan politik dan ditawarkan ke publik, besar kemungkinan resonansi dan polarisasi dukungan akan meluas mencapai relasi dan sinergi dengan partai politik, organisasi massa dan keagamaan serta komponen pendulang suara lainnya. PDIP relatif tak akan menghadapi kendala berarti untuk menggalang partai politik berakar nasionalis untuk menopang Anies-Puan. Demikian juga Anies, yang sejak awal mendapat simpati dan empati umat Islam, berpeluang meraup dukungan dari partai politik berlandaskan Islam. Mahligai pasangan politik Anies dan Puan pada akhirnya tidak hanya menjadi perkawinan politik taktis strategis menghadapi Pilpres 2024, kedua sejoli politik itu berpotensi mengembalikan roh dan jiwa nasionalisme religius yang sejauh ini mengalami porak-poranda dalam penyelenggaraan negara. Ada kebutuhan yang urgen menyangkut bangunan spiritual kebangsaan yang telah rusak akibat dominannya politik kekuasaan ansih. Bagaimana negara berdaulai dalam bidang politik, memiliki kemandirian dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan, akan menjadi tantangan sekaligus keniscayaan tersendiri bagi pasangan Anies dan Puan saat memimpin NKRI nantinya. Terlebih realitas negeri kekinian, dalam cengkeraman kuku-kuku tajam dan cakar oligarki. Memang terlalu sederhana dan terkesan naif membahas kohesi politik Anies dan Puan, untuk dijadikan sebagai titik tolak dan poros perubahan bangsa menjadi lebih baik. Mengingat begitu kuatnya kapitalisme global yang mengusung liberalisasi dan sekulerisasi ke hampir semua sendi kehidupan rakyat, negara dan bangsa. Situasi dan kondisi rakyat terlanjur dalam terpuruk, menghirup udara kapitalisme global yang masif. Rakyat Indonesia menjadi begitu gandrung mencintai materi dan kebendaan lainnya, mengikuti jejak langkah para pemimpin, pejabat dan tokoh-tokoh sosial dan keagamaan yang sangat mencintai dunia dan kekuasaan. Anies dan Puan sekonyong-konyong harus merubah dari awal dan seperti baru, ketika ingin melakukan perubahan Indonesia menjadi jauh lebih baik. Terutama ketika distorsi penyelenggaraan negara oleh oligarki, telah menyebabkan luka yang dalam dan kerusakan fatal pada kehidupan kebangsaan yang tak mudah diperbaiki. Pada akhirnya terbesit harapan rakyat Indonesia, bahwasanya perkawinan politik Anies dan Puan tidak saja sebagai upaya membangun keluarga yang \"Sakinah mawadah warahmah\" bagi bangunan rumah tangga politik keduanya, lebih dari itu menjadi kebutuhan yang prinsip akan hadirnya implementasi Pancasila, UUD 1945 dan NKRI yang diselimuti negeri yang \"Baldatun thoyyibatun warobbun ghafur\". Tidak sekedar mewariskan darah kepahlawanan dari sang kakek AR Baswedan, begitupun dengan trah Soekarno dan ayahnya Taufiq Kiemas yang bijak dan seorang begawan politik. \"Chemistry\" pasangan politik Anies dan Puan merupakan keniscayaaan yang bukan mustahil menjadi babak awal bagi budaya baru politik Indonesia. Menjejaki kontestasi pilpres 2024 yang sebentar lagi dihelat, meminjam istilah orang Maluku dan Indonesia Timur lainnya, Anies-Puan itu \"seng ada lawan\". Semoga. (*)