OPINI
Miskin Akhlak, Luhut Tak Hormati Jokowi
Mungkin inilah yang disebut percakapan paling tidak sopan dan tak beretika di dunia, ketika seorang menteri menerima telepon di tengah pidato presidennya. Keadaan yang tak bisa dilepaskan dari buruknya mentalitas dan budaya sebuah bangsa serta betapa rendahnya atitude seorang pejabat. Oleh: Yusuf Blegur, mantan aktivis GMNI PENGGEDE yang sering dipanggil Opung ini, secara terbuka terus menunjukkan superioritasnya. Bukan hanya kebijakan dan pengaruh jabatannya yang lintas menteri. Saat presiden tengah berpidato, menteri koordinator kemaritiman dan investasi asyik berbicara di telepon. Sesuatu yang tidak pernah terjadi dalam protokoler kepresidenan selama ini, Luhut terkesan \"show of force\" bagaimana seorang menteri lebih tinggi dan berkuasa dari seorang presiden. Menteri yang terkenal bak buldozer dan statemen publiknya sering dinilai mengancam siapapun yang tidak sejalan dengan program pemerintah. Bahkan sikapnya yang tidak menghargai Jokowi seperti itu, menegaskan betapa seorang Luhut sangat miskin ahlak. Sangat tidak pantas dan tidak beretika. Tatkala Jokowi, presiden ke 7 RI tengah memberi sambutan peresmian 7 pelabuhan baru di sekitar Danau Toba, wilayah Utara Sumatera. Luhut Binsar Panjaitan tertangkap kamera sedang asyik menerima telepon. Suatu pemandangan yang langka dalam pengalaman acara kepresidenan. Luhut seperti terlihat kurang etis dan tidak sopan kepada Jokowi, yang notabene adalah pimpinannya juga pemimpin negara yang harus dihormati. Boleh jadi ini merupakan kejadian langka yang belum pernah terjadi pada presiden-presiden Indonesia sebelumnya. Belum pernah ada anak buahnya menerima telepon saat presiden sedang menyampaikan pidato di hadapan publik dan itu di tempat terbuka dan kegiatannya dapat diakses publik. Pada akhirnya rakyat semakin yakin bahwasanya Luhut yang cuma seorang menteri itu, memiliki kekuasaan melebihi jabatan presiden. Terlanjur dikenal publik sebagai sosok yang suka mengatur dan memengaruhi Jokowi. Luhut yang juga ditunjuk Jokowi menjadi ketua tim beberapa masalah penting dan strategis termasuk penanganan pandemi. Menjelma menjadi orang paling menentukan dalam pemerintahan Jokowi. Kejadian asyik menelepon saat presiden pidato, semakin mengokohkan anggapan, betapa kuasa dan digdayanya seorang Luhut atas Jokowi dan pada negara bangsa Indonesia. Publik akhirnya bisa menilai terlepas apapun hubungan, pengalaman dan komitmen yang terbangun di antara mereka selama ini. Harusnya, sebagai petinggi negara keduanya dituntut mampu memperlihatkan relasi sosial yang profesional dan proporsional terutama saat terlihat dihadapan publik. Presiden dan bawahannya yang seorang menteri sekaligus pengusaha itu, dalam kapasitas pejabat negara sepatutnya bisa bersikap sesuai aturan dan protokoler resmi yang berlaku. Bukan malah sebaliknya dan melanggar aturan standar itu. Pada akhirnya rakyat hanya bisa menghela napas dan mengurut dada, bahwasanya antara Jokowi dan Luhut merupakan setali tiga uang. Keduanya sama-sama tak mampu bersikap sebagai pemimpin yang terhormat dan berwibawa. Gegara ulah Luhut yang terima telepon saat Jokowi pidato. Seakan membenarkan anggapan terpendam rakyat selama ini. Luhut seorang menteri yang terkesan \"sok kuasa\" tak ubahnya sebagai bos yang sebenarnya. Sementara Jokowi sang presiden, hanya anak buah yang kadung dicap presiden \"boneka oligarki\" dan gampang dikendalikan. Entah apa yang sebenarnya yang terjadi dan apa makna dibalik yang terlihat dipermukaan seperti itu. Keduanya cenderung menjadi manifestasi dari gambaran keadaan negara yang sedang tidak baik-baik saja. Situasi dan kondisi suatu negara yang jauh dari ideal akibat kepemimpinan keduanya. Setidaknya perilaku mereka dan keadaan negara beda-beda tipis. Namun apapun itu, telepon yang berdering dan berlanjut percakapan saat Jokowi sedang pidato. Menjelaskan seorang Luhut begitu miskin ahlak dalam pandangan sosial publik. Sungguh kasihan, betapa rendahnya Jokowi seiring hancurnya keberadaban dan karut-marutnya negeri. (*)
Siapa Lawan Terberat Anies di Pilpres 2024?
Bukan Ganjar. Bukan Prabowo. Bukan pula Erick atau pun Sandi. Tapi, oligarki cukong. Inilah lawan terberat Anies di Pilpres 2024. Oeh Asyari Usman, Wartawan Senior FNN Presidential Threshold 20% (PT-20) juga lawan yang akan menghadang. Cuma, PT masih bisa diatasi dengan mudah. Misalnya, sekarang saja berbagai partai politik sudah mulai menunjukkan keseriusan untuk mendukung Anies. Memang dukungan itu masih belum mencapai ambang batas 20 persen di parlemen. Tapi, indikasi menuju ke angka ini mulai bergulir dengan sangat meyakinkan. Oligarki cukong pasti akan melakukan apa saja untuk menjegal Anies. Dan mereka, harus diakui, memiliki perangkat untuk misi ini. Mereka punya duit besar. Dengan berat hati, orang harus mengakui “the power of money” (kekuatan uang) masih berada di atas nilai-nilai moralitas orang Indonesia. Di sinilah kerawanan yang sangat mengkhawatirkan. Uang bisa membuat semua orang nanar, kehilangan akal sehat. Tak kira dia orang apa, berpendidikan apa, beragama apa. Para cukong paham betul kelehaman orang Indonesia. Para pejabat tinggi atau rendah, politisi, pemilik lembaga survei, para penyelenggara Pemilu, mahkamah, hingga rakyat biasa selalu saja menjadi “tautan terlemah” (the weakest link) dalam lingkaran demokrasi. Tidak semua orang, tentunya. Tapi, tak berlebihan kalau disebut rata-rata. Uang besar masih akan menentukan hasil pilpres. Entah sampai kapan. Yang jelas, Pilpres 2024 tidak mungkin akan dilepas oleh para cukong. Titik-titik (tautan) terlemah itu dibidik dengan uang. Pejabat tinggi tarifnya tinggi. Para politisi tarifnya bergengsi. Pelaksana pemilu, bisa dirayu. Pemilih yang abu-abu, cukup 100 ribu. Kita berharap agar kendali oligarki cukong tidak ada lagi. Tapi, kelihatannya, harapan yang mulia ini masih harus menunggu lama. Oligarki cukong telah membuktikan bahwa merekalah yang mengemudikan proses demokrasi yang, antara lain, berintikan pilpres. Merekalah yang mengatur siapa pemenangnya. Inilah lawan terberat Anies kalau beliau ikut pilpres. Andaikata berhadapan satu-lawan-satu (head to head) dengan Ganjar Pranowo, sebagai contoh, tanpa ada yang mencampurinya, Anies tak perlu berkeringat. Sebab, mohon maaf, Ganjar tidak memiliki keunggulan komparatif vis-à-vis Anies Baswedan. Prestasi? Boleh dibilang paceklik, kemarau panjang. Integritas? Semua orang tahulah. Coba saja Googling “Ganjar e-KTP”. Popularitas? Masih jauh. Popularitas Ganjar hanya terbatas di “Republik Jawa Tengah”. Sedangkan popularitas Anies merayap ke seluruh pelosok Republik Indonesia. Tetapi, Ganjar bisa saja diumumkan sebagai pemenang oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dengan rapi, terkendali dan sistematis. Mengapa ini mungkin terjadi? Karena “the weakest links” di tingkat elit eksekutif, legislatif dan yudikatif adalah bagian yang paling rentan terkena bidikan uang besar oligarki cukong. Sekali lagi, ini kalau akhirnya Anies berhadapan dengan Ganjar. Tentunya, uraian ini bukan satu-satunya kemungkinan yang akan membentang di Pilpres 2024. Ada kemungkinan lain yang juga sangat potensial. Pertama, kesadaran akar rumput pemilik suara tentang bahaya besar yang menunggu di depan kalau mereka “masih seperti dulu”. Kalau mereka masih bisa dilecehkan dengan nominal 100 ribu oleh para cukong. Kedua, kesadaran elit politik (khususnya parpol-parpol kecil) tentang kehancuran masa depan bangsa jika mereka pun “masih seperti dulu” juga. Ketiga, kesadaran para juri dan hakim pemilu tentang nasib buruk bangsa dan negara kalau mereka tidak tegak dan tidak lurus. Keempat, kesadaran media besar atau ‘mainstream media’ (sebagai pilar demokrasi) tentang peranan mereka yang selama ini ikut merusak Indonesia. Kombinasi kelima kesadaran ini semestinya mempersilakan Anies Baswedan mengambil alih kemudi Indonesia. Jadi, mari kita berharap dan berjuang agar kemungkinan kedua ini menjadi kenyataan. Agar lawan terberat Anies bukan oligarki cukong.[]
Pindah IKN, NKRI Terancam
Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan KONTRA pindah IKN meluas. Di samping persoalan hukum dengan gagalnya DPR memproduk Undang-Undang yang baik dan aspiratif juga persoalan politik ke depan yang mengancam. Biarlah soal UU IKN diuji di tingkat Mahkamah Konstitusi, namun dampak politik jika IKN benar-benar pindah ke Kalimantan akan sangat besar. Pindah IKN membuka kisah lama dimana dalam kesejarahannya keinginan pindah ke Kalimantan itu awalnya menjadi cita-cita Presiden Soekarno dan keinginan pindah ke Kalimantan dibatalkan oleh Soekarno sendiri dengan alasan historis Jakarta. Jakarta tempat Proklamasi Kemerdekaan, pusat penggerak revolusi, pusat penyebaran ideologi Pancasila, NKRI, serta Jakarta yang sudah dikenal dunia. Pindah IKN mengentalkan sentimen etnis. Isu IKN akan menjadi Beijing atau Singapura adalah bentuk kekhawatiran tersebut. Etnis apa yang akan menguasai IKN baru nantinya ? Kasus Eddy Mulyadi ternyata dikaitkan dengan sentimen etnis pula. Ada \"culture shock\" dengan kepindahan. Sementara Jakarta yang ditinggalkan, \"dijual\" dan \"dibuang\" justru akan menjadi rebutan. Gagasan Otonomi Khusus tiga Provinsi cukup menarik \"Sunda Raya\" yaitu bersatunya Jawa Barat, Banten dan DKI Jaya. Digelindingkan serius oleh Gerakan Pilihan Sunda dan Lembaga Adat Kratwan Galuh Pakuan. Gagasan ini rasional dan bukan mustahil akan menguat sebagai konsekuensi dari lepasnya Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. DKI Jakarta yang memiliki nilai historis perjuangan adalah Ibu Kota pemersatu dan simbol NKRI. Pro kontra IKN baru adalah potensi terjadinya friksi budaya maupun geo-politik. Ada pekerjaan besar untuk menjaga NKRI. Ketergesa-gesaan dan ketidakmatangan pertimbangan itu berbahaya. Soekarno saja Presiden pertama dan Proklamator Kemerdekaan telah membatalkan perpindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Tengah dengan keyakinan yang kuat. \"Dengan dinyatakan DKI Jakarta Raya tetap menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia, dapatlah dihilangkan segala keragu-raguan yang pernah timbul\". Anehnya Jokowi sang \"petugas partai\" justru memaksakan pindah Ibu Kota tanpa mau mendengar aspirasi dan keberatan rakyat Indonesia. Kepentingan oligarkhi dan pemilik modal sangat dominan dan telah berhasil meminggirkan kepentingan rakyat. Ketidakpuasan atas pindahnya Ibu Kota Negara membuka pintu bagi munculnya fikiran-fikiran desintegrasi yang dapat membahayakan kesatuan dan persatuan bangsa. Opsi Negara Federasi bisa muncul kembali. Disinilah diperlukan kearifan dari para penyelenggara Negara untuk bersikap dewasa dan senantiasa berorientasi pada kepentingan dan aspirasi rakyat banyak. Bukan mendahulukan hawa nafsu kekuasaan semata. Memaksakan kehendak adalah kebodohan yang akan menjadi penyebab dari keretakan menuju perpecahan. Malapetaka ada di depan mata. (*)
Iyakah Panglima TNI Dorong Tindak Lanjut Kasus Jenderal Dudung?
Oleh Asyari Usman, wartawan senior FNN RASA-rasanya, tak mungkin. Tapi itulah yang tampak di permukaan. Bahwa Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mendorong agar laporan dugaan penistaan agama oleh KSAD Jenderal Dudung Abdurrachman, ditindaklanjuti. “Wajib ditindaklanjuti,” kata Andika seperti dikutip sejumlah media. Dudung dilaporkan ke Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Puspomad) oleh Koalisi Ulama, Habaib, dan Pengacara Anti Penondaan Agama (KUHAP APA) terkait ucapan mantan Pangkostrad itu dalam bincang-bincang di salah satu podcast Youtube. Dalam wawancara ini, Dudung mengatakan “Tuhan kita bukan orang Arab”. Ucapan Dudung ini menyulut kontroversi. Banyak yang berpendapat Dudung melakukan penistaan agama. Benarkah Dudung telah melakukan penistaan agama? Inilah yang, barangkali, dimaksudkan oleh Panglima TNI agar laporan KUHAP APA yang disampaikan pada 28 Januari lalu harus ditindaklanjuti. Supaya bisa dibuktikan. Andika mengatakan, proses pemeriksaan aduan itu sudah dimulai. Penyataan Andika ini bisa dianggap normatif dalam arti bahwa Panglima TNI “terpaksa” mengatakan “wajib ditindaklanjuti” karena ditanya para wartawan. Tetapi bisa juga serius. Sebab, “Tuhan kita bukan orang Arab” itu sangat mengganggu. Andika boleh jadi serius karena, mungkin, wawancara penuh Dudung dengan Deddy Corbuzier itu memang layak dinilai melanggar etika sebagai seorang KSAD. Talk show itu bagaikan bincang-bincang dengan seorang politisi. Banyak yang percaya Andika dan Dudung punya banyak perbedaan pemikiran dan gaya kepemimpinan. Tidak sulit menangkap sinyal tentang Andika yang menginginkan KSAD tidak bergaya seperti Dudung. Tapi, mungkinkah “Tuhan kita bukan orang Arab” akhirnya akan menjadi batu sandungan bagi Dudung setelah ada laporan dari KUHAP APA? Mungkinkah Dudung betul-betul diproses sesuai prosedur di Puspomad? Inilah yang masih harus dibuktikan. Perlu diingat bahwa basis politik Dudung sangat kuat. Memang mengherankan kenapa KSAD, sebagai penjaga seluruh negara dan warganya, punya basis politik. Tapi, begitulah yang terlihat. Dia dekat dengan Megawati Soekarnoputri. Dudung adalah idola para kader PDIP. Dudung juga didukung oleh kelompok-kelompok yang merasa punya masalah dengan Islam dan umat Islam. Artinya, niat baik Andika untuk membudayakan “semua sama di mata hukum” (equality before the law) bisa saja terbentur pagar politik yang ada di sekitar Dudung. Jadi, sangat mungkin banyak orang yang percaya-tak-percaya: iyakah Panglima TNI mendorong tindak lanjut kasus Jenderal Dudung?[]
Anies Baswedan Calon Presiden Paling Potensial
Oleh Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan PARA kandidat mulai menggelinding untuk Pilpres normal tahun 2024. Disebut normal karena masih mungkin terjadi perubahan politik sebelum tahun 2024 yang akan berpengaruh pada proses Pilpres. Ada Prabowo, Puan, ErickTohir, Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo dan tentu saja Anies Baswedan. Nama Gatot Nurmantyo, Rizal Ramli dan La Nyalla Mattaliti muncul pula, namun nampaknya akan terbuka maju jika terjadi perubahan pada Presidential Threshold. Konfigurasi pasangan sementara diabaikan. Dari nama-nama yang bergulir, maka potensi terbesar untuk sukses dalam Pilpres mendatang adalah Anies Baswedan. Alasannya adalah sebagai berikut : Pertama, sebagai Gubernur DKI kinerjanya paling terpantau dan nyatanya sulit untuk menafikan prestasi yang telah ditorehkan. Keseriusan dalam menangani DKI membuat Anies dicatat sebagai figur pemimpin yang paling fokus dalam tugas dan menunaikan amanat. Kedua, upaya melemahkan dengan isu dan agenda pemindahan Ibu Kota Negara ternyata tidak mampu untuk menenggelamkan reputasinya. Sebaliknya rakyat yang skeptis dengan IKN di Kalimantan, justru semakin simpati pada Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta yang sering \"dizalimi\". Ketiga, penzaliman masif, sistemik, dan terstruktur dijawab dengan kerja dan kinerja. Akibatnya upaya penzaliman itu tidak berhasil merusak nama baiknya. Di sisi lain \"lawan-lawan\" yang menebar fitnah dan kebencian semakin \"kegerahan\", nyaris putus asa. Kadrunisasi mengalami dekomposisi atau pembusukan diri. Keempat, secara bertahap Anies akan mendapat kendaraan yang semakin bertambah. Partai politik butuh cantolan figur yang memiliki popularitas, elektabilitas, dan kapabilitas yang mumpuni. Kemenangan di samping faktor dana, juga yang terpenting adalah tiga hal tersebut. Anies Baswedan cukup memiliki modal politik yang dibutuhkan tersebut. Kelima, rakyat berharap Anies adalah pemimpin yang mampu membawa perubahan atas buruk dan ruwetnya kinerja Pemerintahan Jokowi saat ini. Di samping dapat pula melanjutkan hal-hal baik yang telah diwariskan oleh Presiden-Presiden sebelumnya. Profil intelektual, santun, berprinsip, dan berpengalaman sangat mendukung. Para Kompetitor telah diketahui reputasi ataupun kelemahannya oleh publik. Prabowo yang inkonsisten disinyinyalir telah ditinggal oleh pendukungnya. Puan yang \"belum level\" menjadi Presiden. Sebagai Ketua DPR saja cukup belepotan dalam memimpin DPR. Erick dilanda \"PCR\" bersama Luhut, Ridwan Kamil di Jawa Barat dinilai tidak sukses. Bermain pada pola pencitraan semakin dirasakan usang dan memualkan. Ganjar sebagai kepanjangan tangan dan mainan Istana digadang-gadang sebagai pesaing terkuat. Akan tetapi PDIP yang terbelah oleh figur Puan tentu sangat memberatkannya. Begitu pula dengan kasus dugaan suap 500 ribu US Dollar yang sulit dihapus dari memori publik. Ganjar menjadi figur katrolan Istana. Istana yang masih otak-atik dan coba-coba. Anies Baswedan adalah kandidat Presiden paling potensial. Selesai masa jabatan di bulan Oktober tidak akan mengurangi luasnya panggung. Rakyat akan menggelar panggung dengan sendirinya. Ketika beban jabatan telah lepas, maka keleluasaan untuk bersilaturahmi semakin terbuka. Satu tahap yang mudah didapat yaitu predikat bahwa Anies Baswedan adalah Presiden rakyat. Tahap berikut yaitu upaya untuk menjadikan sebagai Presiden Istana dan hal ini diprediksi akan didapat pula. Bagi muslim tentu dengan keyakinan bahwa semua itu akan ditentukan atas kehendak-Nya. (*)
Interfaith dan Islamophobia -02
Hubungan yang baik dan ketinggian toleransi Islam inilah yang menjadi tonggak kebangkitan peradaban Islam di dunia, khususnya di Eropa. Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation SESUNGGUHNYA interfaith atau interaksi antar pemeluk agama di dalam hidup rasulullah SAW sendiri bukan sesuatu yang asing. Kita diingatkan kembali oleh sejarah isteri pertama beliua, Khadijah R.A, yang ternyata dari kalangan keluarga Kristiani di Mekah. Belakangan ketika Muhammad SAW menerima wahyu pertama justeru sepupu Khadijah-lah (Waraqah bin Naufal) yang memberikan dukungan moral, bahkan berjanji kelak jika diberikan umur panjang akan menjadi pengikut Rasulullah SAW. Yang pasti interfaith atau interaksi Rasul dan pengikut agama lain bukan dengan seminar atau konferensi maupun ceramah. Tapi dalam bentuk relasi kehidupan nyata antara Rasulullah SAW dan umat beragama lain. Sebagian catatan sejarah itu saya sampaikan di bawah ini: Pertama, ketika Rasulullah SAW dan pengikutnya mengalami tantangan berat dari pembesar Mekah, bahkan siksaan yang tidak dapat diekspresikan dengan kata-kata. Di saat seperti itu Rasulullah SAW memerintahkan sebagian pengikutnya untuk melakukan hijrah ke sebuah negeri yang penduduknya beragama Nasrani. Negeri itu adalah Habasyah atau lebih dikenal dengan Ethiopia saat ini. Raja negeri itu adalah seorang Nasrani yang sangat taat. Sangat beragama, santun dan bijak. Raja Najasyi namanya. Beliau saat itu menerima pengikut Muhammad SAW dan melindunginya, bahkan ingin mendengarkan penjelasan tentang agama/keyakinan pendatang itu. Pimpinan pengungsi ketika itu, sepupu Rasulullah SAW Ja\'far bin Abi Talib, membacakan ayat-ayat tentang kehidupan Isa dan Ibunya Maryam AS. Mendengarkan ayat-ayat itu menjadikan sang raja meneteskan airmata. Nuraninya tersinari oleh kebenaran ayat-ayat Al-Quran. Apalagi berkaitan erat dengan hatinya sebagai Kristen yang taat. Sebagian ulama bahkan mengatakan bahwa secara batin beliau sesungguhnya menerima Islam setelah mendengarkan ayat-ayat itu. Hal itu semakin dikuatkan ketika sang raja bahkan menolak mentah-mentah permintaan pembesar Mekah untuk mengekstradisi kembali mereka ke kampung asal (Mekah). Beliau seolah mengatakan mereka (pengikut Muhammad) adalah saudara-saudaraku yang harus dilindungi. Itulah catatan pertama dalam sejarah Islam yang tercatat sebagai interaksi publik antara Komunitas Muslim dan Komunitas Kristen secara terbuka. Kedua, jauh sebelum rasulullah SAW hijrah ke Madinah, di kota ini telah menetap selain komunitas Arab dari suku ‘Aus dan Khazraj juga ada dua komunitas agama lainnya. Yaitu komunitas Yahudi dan komunitas Nasrani. Kedua komunitas ini memiliki posisi dan pengaruh terhormat di masyarakat Madinah karena mereka relatif lebih maju, baik dalam pendidikan maupun ekonomi. Bahkan masyarakat Yahudilah yang memegang pasar Madinah (Wall Streetnya) saat itu. Ketibaan rasulullah SAW di Madinah secara alami menuntut beliau untuk membangun komunikasi, relasi, dan kerjasama dengan semua komunitas Madinah. Apalagi dalam posisi beliau, selain sebagai seorang Nabi dan Rasul, juga sebagai Kepala Negara. Oleh karenanya baik dalam kapasitas beliau sebagai pemimpin agama maupun publik (kepala negara) beliau dituntut untuk membangun komunikasi dengan semua komunitas agama tersebut. Setelah menyelesaikan pembangunan masjid (Kubah), penguatan ukhuwah Islamiyah (mempersaudarakan Anshor dan Muhajirun), beliau lalu membentuk konstitusi negara yang lebih populer dikenal dengan nama Piagam Madinah. Selain kedahsyatan kontennya yang sangat pro minoritas (non Muslim), yang juga mengagumkan dari Piagam Madinah ini adalah proses pembentukannya. Di mana semua elemen-elemen komunitas dilibatkan dalam prosesnya. Mengingat peristiwa ini terjadi di abad ketujuh Masehi, di sebuah tempat yang berada di gurung pasir, menambah kekaguman kita bahwa apa yang dilakukan oleh seorang Muhammad SAW saat itu, menurut ahli sejarah justeru melampaui batas kemampuan berpikir manusia pada masanya. Ini pulalah yang disebut-sebut oleh sebagian ahli sejarah sebagai faktor kenapa peradaban tidak lama bertahan setelah meninggalnya beliau. Menurut para sejarawan, sahabat-sahabat beliau ketika itu tidak mampu mengemban peradaban yang sangat maju dan canggih itu. Memang harus diakui bahwa interaksi antara beliau (Rasulullah) dan masyarakat non Muslim di Madinah mengalami dinamika naik turun (up and down), bahkan terkadang mencapai titik nadir terendah. Salah satu di antaranya adalah ketika terjadi pengusiran beberapa kabilah dari kalangan Yahudi dari Madinah. Pengusiran ini bukan karena dasar keagamaan. Tapi karena mereka mengkhianati negara (treason) dengan mengkhianati perjanjian mereka untuk loyal kepada negara Madinah saat itu. Sebaliknya bahkan beberapa kali rasulullah SAW meminjam uang dari mereka. Bahkan menganggap minoritas itu sebagai bagian dari umatnya sendiri (ummati). Lebih jauh lagi beliau menjamin hak-hak ketenangan dan keselamatan mereka: \"siapa yang menyakiti dzimmi atau minoritas non Muslim dalam masyarakat mayoritas Muslim, maka saya (Muhammad) akan menjadi musuhnya di hari Kiamat kelak\" (hadits). Ketiga, di sekitar penghujung tahun ke delapan hijrah di Madinah beliau didatangi oleh sekelompok warga Kristiani dari kalangan suku Najran (Yaman saat itu). Mereka secara khusus datang ke Madinah untuk menemui Rasulullah dan bertanya tentang posisi Yesus dalam pandangan Islam. Rasulullah SAW menerima mereka dengan baik, ramah dan dengan memuliakan mereka. Mereka dibenarkan menginap di masjid, diberikan makanan, bahkan ada catatan sejarah yang mengatakan jika mereka diizinkan untuk beribadah sesuai keyakinan mereka. Setelah tiga hari tiga malam melakukan dialog (tanya jawab atau bahkan debat/mujadalah) mereka tetap pada keyakinan mereka bahwa Yesus itu anak Tuhan atau Tuhan itu sendiri. Rasulullah tidak kecewa dan juga tidak marah. Justeru beliau menawarkan persetujuan untuk saling melindungi, tidak menyerang dan tidak saling membahayakan. Mereka setuju dan ditanda-tanganilah sebuah kesepakatan yang dikenal dalam sejarah Islam dengan nama \"Perjanjian Nejran\" (Negran Treaty). Itu hanya segelintir catatan sejarah interaksi Rasulullah SAW dengan non Muslim. Interaksi inilah yang diterjemahkan dalam dunia modern dengan kata \"dialog\" antar pemeluk agama. Yaitu keinginan untuk membangun kerjasama pada hal-hal yang menjadi kepentingan bersama (common interests), seraya memegang prinsip keyakinan akidah masing-masing. Umat Islam pasca kepergian rasulullah SAW terus melanjutkan tradisi itu. Interaksi komunitas Muslim dengan non Muslim berlanjut. Salah satu yang tercatat sejarah adalah undangan Umar R.A kepada masyarakat Yahudi untuk kembali tinggal di kota suci, Jerusalem, setelah mereka diusir oleh penguasa Kristen Roma. Umat Islam masuk ke wilayah-wilayah yang dikuasai umat Kristen tanpa melakukan pengrusakan rumah ibadah, bahkan menjaganya. Contoh terdekat yang lain adalah sebuah gereja tua di Jerusalem justeru dipelihara oleh orang Islam. Bahkan kunci gereja itu tetap dipegang hingga hari ini. Selain karena memang itulah ruh Islam yang toleran, juga karena itu amanah Al-Quran. Maka jangan heran jika gereja-geraja tua masih berdiri megah di negara-negara Islam yang dulu dikuasai oleh kekuasaan Kristen. Hal ini kontras dengan apa yang terjadi di Spanyol misalnya. Masjid-masjid megah yang dulu dibangun umat Islam, kalau tidak jadi gereja kemungkinan besar dirubah menjadi night club. Hubungan yang baik dan ketinggian toleransi Islam inilah yang menjadi tonggak kebangkitan peradaban Islam di dunia, khususnya di Eropa. Sekali lagi, ketika Islam masuk ke sebuah negara, maka Islam tidak pernah menghilangkan hak-hak agama dari orang lain. Itulah yang pernah terjadi di Eropa, Spanyol, selama hampir 7 abad. Umat Islam berkuasa tapi mereka yang memilih menganut agama lain, termasuk Yahudi dan Kristen, tetap bebas menjalankan agamanya. Bahkan ada posisi-posisi pemerintahan penting juga dipegang oleh mereka. India pernah berada di bawah kekuasaan Islam. Tapi hingga hari ini India tetap menjadi Negara Hindu mayoritas. Itu karena ketika Islam berkuasa, Tuhan melarang pemaksaan masyarakat untuk menerima Islam sebagai agama mereka. Kalaupun belakangan banyak di antara mereka yang masuk Islam itu juga bukan karena paksaan. Memaksa orang lain masuk ke agama ini merupakan penentangan kepada Al-Quran. Intinya adalah interfaith atau dialog antar komunitas agama maupun komunikasi dan kerjasama antar pemeluk agama sudah menjadi bagian dari sejarah Islam itu sendiri. Mengingkarinya adalah pengingkaran kepada sejarah itu sendiri. Mungkin tidak salah jika saya katakan bahwa salah satu sunnah Rasul yang terlupakan oleh Umat ini adalah mempelopori interakasi positif dn kerjasama yang baik lintas agama. Tentu sekali lagi pada hal-hal yang tidak menggadaikan “akidah” dan “identitas” Umat. Dunia menanti kehadiran Umat untuk berada di garda depan untuk membangun relasi, komunikasi dan kerjasama harmoni demi mewjudukan dunia yang tentram, aman dan penuh kedamaian. Apa saja bentuk Interfaith yang telah dan sedang dilaksanakan di US untuk mengkounter Islamophobia? Bagaimana pula di dunia global? New York, 2 Februari 2022. (Bersambung). (*)
Bangun Museum Kejahatan Zionis Israel
Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan IRONI di Indonesia yang Konstitusinya menentang penjajahan justru membuat museum kisah dan sejarah dari si penjajah. Zionis Yahudi adalah penjajah bangsa Palestina. Secara terang-terangan Israel sang Zionis mencaplok, menduduki, dan mengusir paksa warga Palestina dari tanah airnya. Kini di Minahasa dibuat museum sejarah Zionis Yahudi saat mendapat perlakuan buruk dari penguasa Nazi Jerman. Museum Holocaust Indonesia yang mayoritas Muslim mengutuk perilaku Zionis Yahudi yang melakukan \"holocaust\" atas bangsa Palestina. Karenanya tak layak ada elemen bangsa yang bersimpati, mendukung, atau ikut memonumenkan sejarah Zionis Yahudi tersebut. Pembuatan Museum Holocaust sungguh menyakitkan bangsa Palestina, umat Islam se-dunia, serta melanggar Konstitusi Negara Republik Indonesia. Minahasa itu masih menjadi bagian dari Indonesia, warganya adalah warga negara Indonesia, seluruhnya bangsa Indonesia. Oleh karenanya apapun agamanya harus tunduk dan patuh pada kebijakan negara yang jelas-jelas menyatakan mendukung kemerdekaan bangsa Palestina dan menentang penjajahan Zionis Israel. Pendirian Museum Holocaust adalah cara manipulatif untuk menutupi kebrutalan Yang dilakukan Zionis. Mencari simpati dengan pola memainkan perasaan korban. Padahal perilaku Zionis Yahudi meski dengan model yang berbeda juga tidak kalah brutal dan biadab dengan Nazi di masa lalu. Kebiadaban yang sebanding dengan peristiwa Kristallnacht, penjara Auschwitz, ataupun Ghettoisasi. Seruan untuk menghentikan pembangunan Museum Holocaust dengan sponsor Zionis Israel di Minahasa adalah penting karena \"masuknya\" Zionis ke Indonesia sangat membahayakan. Menimbulkan keresahan dan membangun sentimen kemasyarakatan, keagamaan, dan politik. Sebaliknya yang lebih sejalan dengan sikap Pemerintah dan bangsa Indonesia dalam mendukung perjuangan bangsa Palestina adalah membangun \"Museum Kejahatan Zionis Israel di Palestina\". Ini lebih urgen dan rasional. Lebih mampu untuk menekan tindakan kriminal Israel yang terus menerus menduduki dan mengusir serta membunuhi warga Palestina. Sejak Israel memproklamasikan berdiri negara tahun 1948 kejahatan terus dilakukan dengan menggerus nilai-nilai kemanusiaan. Zionis Israel adalah pelaku dari pelanggaran HAM berat yang dikutuk dunia \"crime against humanity\". Kejahatan dan kebiadaban Zionis Israel luar biasa berisi serial pembantaian demi pembantaian. Peristiwa pembantaian di Masjid Dahmash memilukan, demikian juga jama\'ah di Sasha, pembantaian teroris Zionis Irgun dan Stem di Deir Yassin. Wanita hamil yang dicabik-cabik bayonet dan dipotong-potong tubuhnya serta 52 anak yang disayat-sayat di depan ibunya. Pengusiran dan pembantaian di Qibya, Kafr Qasem, Khan Yunis, Masjid Aqsha hingga peristiwa Shabra-Shatila. Belum bombardir Gaza serta perbuatan sadis lainnya. Israel negara penjajah yang biadab. Membangun Museum Kejahatan Zionis Israel menjadi sangat penting. Bangsa Indonesia mesti memelopori baik sendiri atau bersama sama dengan dunia Islam lainnya. Jangan terkecoh dan mudah dibodohi oleh kamuflase Museum Holocaust di Halmahera. Museum ini akan menjadi pintu masuk gerakan Zionis untuk mengacak-acak NKRI. Kini pilihan bijak akumulasi sebagai bangsa yang konsisten dan bermartabat adalah hentikan pembuatan Museum Holocaust Zionis di Halmahera dan segera bangun Museum Kejahatan Zionis Israel atas bangsa Palestina ! Museum yang membantu kemerdekaan bangsa dan rakyat Palestina. (*)
Edy Mulyadi, ‘Ente Wartawan Pejuang Tadz!’
“Minta maaf, dengan segenap konsekuensinya, harusnya mudah dilakukan oleh siapapun yang belum beku”. -Sujiwo Tejo Oleh: Rahmi Aries Nova, Wartawan Senior FNN ITULAH yang dilakukan oleh rekan kami Edy Mulyadi, kala ungkapan ‘Tempat Jin Buang Anak’ yang ia lontarkan menggelinding bak bola salju, menyakiti beberapa pihak sekaligus dimanfaatkan beberapa pihak. Pada kesempatan pertama Edy langsung meminta maaf, diikuti permintaan maaf kedua, ketiga, dan seterusnya. Segala konsekuensinyapun ia hadapi, dari mulai ancaman, teror, pelaporan, pemanggilan, bahkan penahanan langsung saat awal pemeriksaan. Bahkan, Edy datang ke Bareskrim Polri dengan membawa kantong plastik berisikan pakaian karena ia sudah merasa tidak bakal dilepas lagi. Edy sadar ia adalah target yang hendak dibungkam, seperti figur-figur kritis lainnya. “Ini adalah risiko yang harus saya hadapi,” cetus Edy jelang pemeriksaan. Ia menyesal menyakiti hati saudara-saudara kita di Kalimantan, tapi ia tidak menyesal dan tetap pada pendiriannya tidak setuju dengan rencana pemindahan Ibukota ke Kalimantan. “Saya minta maaf, tapi saya tetap tidak setuju dengan IKN,” tegasnya di hadapan puluhan media yang menghadangnya di halaman Mabes POLRI. Sebagai rekan Edy di Forum News Network (FNN) kami tentu bangga dengan keberaniannya. Meski untuk memutuskan apakah produk yang diunggahnya hingga menimbulkan peristiwa ini, apakah sebuah produk jurnalistik atau tidak, kami menyerahkan sepenuhnya pada Dewan Pers. Hanya saja saya (pribadi) menyayangkan, justru ada rekan-rekan sesama wartawan yang ikut-ikutan mendeskreditkan Edy. Boleh dibilang, pada akhirnya, rezim ini tidak hanya berhasil memecah-belah masyarakat, umat, ulama, mahasiswa, bahkan wartawan pun sukses diadu. Wartawan yang adalah pilar keempat bangsa, yang harusnya mengontrol pemerintah, kini sebagian besar memilih menjadi pendukung mati pemerintah, pro habis-habisan pada rezim yang makin jauh meninggalkan demokrasi. Sebetulnya dengan alasan itu juga FNN akhirnya dilahirkan. Sesungguhnya kami, semua yang di FNN, merasa sudah waktunya pensiun dari tugas menjadi pilar keempat bangsa ini. Ada yang sudah punya bisnis baru, memilih aktif di kegiatan sosial, dan fokus menomersatukan keluarga, suatu yang puluhan tahun kami nomor duakan. Tapi melihat bagaimana keberpihakan media mainstream yang tidak lagi pada rakyat, dan bagaimana pemerintah dan wakil rakyat di DPR bebas melakukan apapun tanpa ada kontrol dari media, batin kami berontak. Terlebih kami sadar bahwa sesungguhnya wartawan atau jurnalis adalah ‘profesi seumur hidup’ karena bebarapa diantara kami meski sudah tidak lagi bergabung dengan media besar, tapi masih tetap aktif menulis bahkan membuat buku. “Jurnalisme, saat ini, bagi sebagian praktisinya, hanya dianggap sebagai pekerjaan, tempat menggantungkan hidup. Tapi, bagi lainnya, seperti Kovac (Bill Kovac, jurnalis Amerika Serikat), jurnalisme hampir mendekati agama karena idealismenya sangat tinggi dan visinya sangat mulia,” tulis Dhimam Abror Djuraid, dalam salah satu tulisannya “Wartawan Adalah Profesi Seumur Hidup” yang ia publish pada 2015 lalu. Wartawan senior ini juga memaparkan bahwa seorang wartawan mempunyai privilege yang tidak dipunyai oleh orang lain, yaitu hak untuk melakukan kontrol sosial. Seorang wartawan boleh mengkritik kebijakan pemerintah meskipun ia bukan politisi. Seorang wartawan boleh menuntut pertanggungjawaban seorang kepala negara karena kebijakannya yang dianggap tidak pro rakyat. Sang jurnalis tidak harus mempunyai hak angket atau interpelasi seperti yang dipunyai anggota DPR. Lantas, dari mana sang jurnalis mendapatkan privilege itu? Itulah yang disebut sebagai konsesus demokrasi. Di dalam konsesus itu masyarakat sepakat untuk menegakkan demokrasi dengan menerapkan perangkat-perangkat demokrasi, misalnya sistem Trias Politica yang menerapkan tiga pilar eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ketiga pilar itu harus melakukan checks and balances, saling mengontrol, saling menyeimbangkan. Ketiga pilar itu tidak boleh melakukan “kong x kong” (kongkalikong) sehingga rakyat dirugikan. Bagaimana jika ketiga pilar itu tidak menjalankan fungsinya dengan benar? Seperti yang saat ini terjadi di negeri ini. Saat legislatif dan yudikatif hanya berfungsi sebagai ‘tukang stempel’ apapun yang dimaui eksekutif atau pemerintah? Dalam sistem demokrasi kemudian dimunculkanlah pers sebagai pilar keempat, yang bertugas mengawasi ketiga pilar tersebut. Dan kami, FNN pun memutuskan menjalankan tugas tersebut di saat kebanyakan media di negeri ini melupakan kewajibannya. Selalu ada resiko dalam setiap pilihan, seperti wartawan perang yang punya resiko mati di medan perang, FNN pun beresiko tidak disukai oleh penguasa anti kritik dan penjilat yang ‘taklid buta’. Padahal sejatinya, seharusnya, pemerintah bersyukur karena masih ada yang peduli dengan keberlangsungan demokrasi di negeri ini. Aparat juga harusnya kembali ke fungsinya, menjaga negeri ini, bukan menjaga rezim. Banyak persoalan yang lebih penting dan genting, yang mencemaskan kita semua yang peduli pada negeri ini, dari sekedar menciptakan skenario-skenario pembungkaman pada pengkritik. Pers Indonesia, yang pada Rabu, 9 Februari mendatang akan merayakan Hari Pers Nasional (HPN), juga sudah seharusnya kembali ke khittahnya, menjadi pengawal Demokrasi di negeri ini. Hari Pers Nasional sendiri indentik Hari Ulang Tahun Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), organisasi yang dipilih FNN untuk menaungi wartawannya. Untuk Ustadz Edy --begitu kami di FNN memanggilnya-- pasti ada hikmah dari setiap peristiwa. Saya kagum dengan keberanian Anda mengakui kesalahan, meminta maaf serta menanggung segala konsekuensinya. Suatu yang tidak pernah dilakukan penguasa saat ini. Rezim yang tanpa basa-basi cabut subsidi, korupsi di semua lini, menjual murah negeri demi ambisi ‘pencuri’. Saya kagum dengan keberanian istri Anda, Umi Neneng, yang tegar menghadapi teror dan tak gentar menghadapi media dan aparat yang menyatroni rumah Anda. Pada akhirnya, saya harus mengakui bahwa: Ente Wartawan Pejuang Tadz! (*)
Bappenas Ajak KPK Awasi Pembangunan IKN Lebih Tajam
Jakarta, FNN - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengajak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan lebih tajam dalam perencanaan dan pembangunan ibu kota negara (IKN) di Kalimantan Timur.\"KPK sudah masuk ke dalam pokja (kelompok kerja) yang ikut mengawasi. Akan tetapi, kami ingin lebih tajam lagi dalam hal persiapan, perencanaan, dan pembangunan,\" kata Suharso di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Rabu.Pemerintah sejak 2019 mempersiapkan IKN baru di kawasan Sepaku, perbatasan Kabupaten Penajam Pasert Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. IKN tersebut bernama Nusantara.\"Agar pertama, tidak terjadi inefisiensi dalam harga-harga lahan dan inefisiensi harga lain sehingga terjadi kenaikan yang memberatkan semua pihak dalam pembangunan ibu kota negara,\" tambah Suharso.Suharso menyebut KPK juga sudah mempersiapkan sejumlah program pencegahan korupsi terkait dengan prosedur pengadaan.\"Kebetulan KPK bersama Bappenas bersama di Stranas (Strategi Nasional) Pencegahan Korupsi sehingga kami akan buat rencana aksi khusus terhadap pembangunan IKN,\" ungkap Suharso.Meski sudah meminta KPK melakukan pengawasan di IKN, Suharso mengakui bahwa Pemerintah belum memulai pembangunan IKN.\"Pembangunan ibu kota belum dimulai. Akan tetapi, supporting ke arah sana telah dimulai, misalnya pembangunan Bendungan Sepaku Semoi untuk penyediaan air, menyelesaikan jalan logistik supaya memudahkan pengangkutan logistik,\" kata Suharso.Menurut Suharso, luas wilayah yang akan dibangun sebagai IKN adalah seluas 256.000 hektare.\"Luas wilayah yang akan dibangun sekitar 199.000 hektare, sebagai wilayah pengembangan 56.000 hektare, 6.700 hektare kawasan inti, total 256.000 hektare,\" kata Suharso menjelaskan.Namun, tidak semuanya akan dibangun gedung pemerintahkan karena sebagian besar wilayah malah dibiarkan sebagai hutan.\"Dengan luas luar biasa itu, 20 persen yang jadi built up area dan 80 persen jadi hutan sehingga IKN wilayah forest ibu kota kita. Kami juga siapkan nursery yang menghasilkan 15 juta benih tiap tahun yang akan ditanamkan kembali di tempat-tempat yang ditinggalkan menjadi gundul saat ini,\" kata Suharso.Suharso juga mengklaim melibatkan masyarakat setempat dalam pembangunan IKN agar mereka tidak terpinggirkan dengan kehadiran IKN.Rapat Paripurna Ke-13 DPR RI Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021—2022 juga sudah menyetujui mengesahkan Undang-Undang IKN pada tanggal 18 Januari 2021.Pemerintah sedang menyusun 10 aturan turunan Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN). Hal ini meliputi pembentukan tiga peraturan pemerintah (PP), lima peraturan presiden (perpres), satu keputusan presiden (keppres), dan satu peraturan kepala Otorita IKN.Pembangunan dan pemindahan IKN rencananya melalui lima tahapan, yakni tahap pertama pada tahun 2022 sampai 2024 dengan mengutamakan ketersediaan infrastruktur dasar, sedangkan tahap dua sampai lima mulai 2025 sampai 2045.Pemerintah memperkirakan total kebutuhan anggaran untuk IKN mencapai Rp466 triliun yang akan dipenuhi melalui APBN sebesar Rp89,4 triliun, Rp253,4 triliun dari kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), serta Rp123,2 triliun dari swasta.Nama IKN baru juga telah diputuskan menjadi Nusantara yang dideskripsikan sebagai konseptualisasi atas wilayah geografi Indonesia dengan konstituenta pulau-pulau yang disatukan oleh lautan.Pemerintahan IKN disepakati dalam bentuk pemerintah daerah khusus (pemdasus), yaitu pemerintahan daerah yang memiliki kekhususan dan berada setingkat provinsi yang wilayahnya menjadi tempat kedudukan IKN.Pemerintahan Daerah Khusus IKN Nusantara yang disebut sebagai Otorita IKN ini setingkat kementerian dan bertugas melakukan persiapan, pembangunan, dan pemindahan IKN sekaligus pengguna anggaran atau pengguna barang. (sws)
Menghukum Sikap Kritis, Melindungi Koruptor dan Penista Agama
Bagai kecepatan Harun Masiku menghilang, secepat itupula Edi Mulyadi diperiksa, ditetapkan tersangka dan ditahan kepolisian. Kasus Edi Mulyadi semakin mengokohkan praktek-praktek hukum kekuasan yang dilakukan rezim. Penegakan hukum hanya berlaku bagi yang kritis pada pemerintah. Sementara para pelaku KKN dan penista agama asoy geboy, sebebas-bebasnya bertingkah karena merasa dilindungi rezim._* Oleh: Yusuf Blegur, Pegiat Sosial dan Aktivis Yayasan Human Luhur Berdikari RAKYAT seperti sedang menyaksikan film India, dimana penjahat bersekongkol dengan penguasa untuk mewujudkan semua keinginan mereka. Dalam film-film produksi bollywood itu, kerap menampilkan pelbagai kejahatan seperti fitnah, penganiyaan, pemerkosaan dan pembunuhan. Termasuk adegan konflik sosial dan perilaku korupsi. Sayangnya penonton selalu disuguhi cerita betapa kejahatan-kejahatan itu sangat konspiratif dan represif, bagaimana aparat hukum bekerjasama dengan para pelaku kejahatan menyebakan penderitaan pada orang-orang kecil dan tak berpunya. Kebanyakan film-film India yang seperti itu, seolah menampilkan realitas di negeri ini. Dimana kekuatan politik dan keadilan hukum tidak berpihak pada rakyat jelata dan kebanyakan. Kejahatan-kejahatan kategori extra ordinary seperti korupsi, pembunuhan sadis dan penistaan agama berusaha sekuat mungkin ditutup-tutupi. Terutama jika dilakukan oleh oknum pemerintah, pengusaha atau semua yang memiliki koneksi terhadap kekuasaan. Justru hukum terasa bekerja efektif pada pelanggaran-pelanggaran kecil yang dilakukan masyarakat. Bahkan yang sesungguhnya tidak terindikasi dan terbukti sebagai sebuah tindakan kejahatan. Dengan kata lain, hukum mengelus kalangan atas namun menyayat arus bawah. Rezim memanfaatkan hukum bisa memilih menjatuhkan vonis atau melindungi. Menghindari proses hukum kepada orang-orang terdekat atau keluarga dari kekuasaan, dan mengeksekusi kepada siapapun yang dianggap musuh dan menjadi targetnya. Peristiwa telanjang KKN seputar istana dan para pejabat pemerintahan, perampasan tanah rakyat dan milik adat oleh oligarki berwujud korporasi, politisi dan birokrasi, kebiadaban pembantaian KM 50 dan pelbagai penistaan agama oleh manusia-manusia rendah lagi bejad semacam buzzerRp dan penjilat kekuasaan. Nyata-nyata membuktikan rezim ini tutup mata dan melakukan pembiaran terhadap semua kejahatan itu. Lain halnya, jika terhadap rakyat yang dianggap bukan bagian atau menjadi kelompoknya, tindakan hukum dilakukan dengan gerak cepat. Kalau perlu dan itu hal biasa dilakukan, mencari-cari kesalahan dan melakukan politisasi dan kriminalisasi. Bagaimanapun juga, rezim ini tak mampu membantah dan menolak. Bahwasanya kekuasaan yang dimiliki dan digunakan menjadi kekuasan yang anti kritik dan represif. Menjelma menjadi rezim tiran yang otirier dan bengis kepada rakyatnya sendiri. Karakter rezim yang rajin dan telaten menghukum kesadaran dan sikap kritis disatu sisi. Seiring itu di sisi lain, gandrung dan setia melindungi pelaku korupsi, penistaan agama dan kejahatan-kejahatan kemanusia luar biasa lainnya. Hanya ada satu pesan buat rezim ini. Hukumlah rakyat sepuasmu, penjarakan rakyat sesukamu dan bunuhlah rakyat semaumu. Maka rezim tidak akan berhadapan dengan rakyat yang lemah yang menjadi korban penindasan selama ini. Rezim hanya akan berhadapan dengan dirinya sendiri dan pastinya dengan kekuasaan Tuhan yang memiliki kekutan jauh di atas segala kekuatan yang ada di dunia ini. Apakah dalam pengadilan akhirat atau hukuman yang nyata di dunia ini. (*)