OPINI

Anies Baswedan, Umat Hindu dan Bangunan Toleransi Mengagumkan

Oleh Ady Amar, Kolumnis  TULISAN ini tentu bukan dimaksudkan memuji tanpa pijakan sebenarnya. Memuji tanpa bukti dihadirkan, itu sama dengan menghadirkan kebohongan. Menjijikkan. Publik pastilah bisa melihat bukti yang dihadirkan. Bahkan meski tulisan ini tidak dihadirkan, bukti terang benderang itupun mudah terlihat. Tidak ada yang bisa disembunyikan, pun tidak ada hal yang bisa diada-adakan, karena memang tidak ada. Jadi semuanya tampak karena memang wujudnya tampak benderang. Begitupula dengan sikap seseorang, itupun tidak mungkin bisa disembunyikan. Maka, muncul penilaian-penilaian darinya yang bisa disampaikan. Mari kita bicara tentang Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta. Dan itu tentang sikap-sikapnya, yang tanpa memuji, ia hadirkan sikap terpuji. Tentu, sekali lagi, tulisan ini tidak dimaksudkan memuji seseorang tanpa bukti bisa dihadirkan. Tulisan ini hadir sewajarnya. Anies Baswedan seorang muslim taat. Sikap religiusitasnya mengagumkan. Ajaran agama yang diyakininya menghantarkan sikap-sikap terpuji. Sikap toleran pada pemeluk agama lain, ia wujudkan sewajarnya. Itu yang terlihat dari sikap yang dihadirkan. Baginya semua punya hak dan patut mendapat penghormatan yang sama. Maka, intoleransi sikap pastilah bukan Anies Baswedan. Bukan wataknya, bukan kepribadiannya. Banyak hal bisa membuktikan akan itu, akan sikap Anies yang sebaliknya, toleran. Sebagai pemimpin di sebuah provinsi, yang bisa disebut miniatur Indonesia yang sesungguhnya, sikap toleran ia tampakkan. Tidak membedakan agama yang dipeluknya dengan agama lainnya. Mengayomi ia tampakkan, yang itu satu keharusan. Anies selalu memberikan apresiasi pada umat beragama, apapun agamanya. Itu ditampakkan kehadirannya bersama umat beragama yang tengah merayakan hari besarnya. Maka, Anies tampak hadir di tempat peribadatan agama-agama yang ada, membersamai mereka menjelang perayaan hari besar agamanya. Tentu yang dilakukannya tetap sebatas apa yang boleh dilakukan tampak melanggar ajaran agama yang dipeluknya. Toleransi yang tetap menjaga norma agamanya, dan yang itu juga berarti menjaga norma pemeluk agama lainnya. Anies menyadari betul pluralitas agama-agama yang ada, sebuah penghormatan selayaknya dihadirkan. Dan, Rabu (1 Maret), Anies pun hadir bersama umat Hindu di Jakarta yang akan merayakan Hari Raya Nyepi 1 Saka 1944. Anies hadir pada upacara Tawur Agung Kesanga, sebelum keesokan hari merayakan Hari Nyepi. Anies menyampaikan apresiasinya pada umat Hindu khususnya yang ada di Jakarta, yang tergabung dalam Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), yang turut menjaga suasana keteduhan dan ketentraman masyarakat. \"Dalam kesempatan ini kami mengucapakan selamat merayakan Hari Raya Nyepi 1 Saka 1944. Pada siang ini saya berkesempatan untuk hadir dalam upacara Tawur Agung Kesanga, dan sebagai bentuk hormat kami pada umat Hindu di Jakarta,\" itulah sepenggal kalimat sambutan menyejukkan Anies Baswedan. Pastilah rasa gembira yang muncul dari umat Hindu yang hadir di Pura Aditya Jaya, Rawamangun, Jakarta Timur. Kehadiran seorang pemimpin yang mengayomi keberadaan agama-agama resmi negara di wilayahnya, itu pastilah gaungnya menyeruak tanpa batas teritorial. Kehadirannya menjadi tanpa sekat, sekali lagi dalam batas norma agama yang diyakininya, bagian dari tugas yang dipikulnya dan dilaksanakan dengan sebaik mungkin dan seadilnya. \"Kami mewakili umat Hindu di Jakarta mengucapkan terima kasih pada Bapak Gubernur yang sudah bisa meluangkan waktunya, dan berkesempatan menghadiri acara ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya,\" ucap ketua Suka Duka Hindu Dharta (SDHD) DKI Jakarta, Made Sudarta, dalam sambutan selaku pemangku hajat. Kehadiran Anies dalam kesibukan padatnya menunjukkan pentingnya hadir dari dekat membersamai pemeluk agama Hindu, merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan integral dua dimensi, horizontal dan vertikal. Dan itu tampaknya yang diwujudkan dalam pembangunan di DKI Jakarta. Membangun tidak sekadar fisik kotanya, tapi juga mental spiritual warganya. Itulah sikap toleransi yang dibangun Anies Baswedan yang tampak terang benderang. Tentu bagi mereka yang bisa melihat dengan hati bersih. Maka, yang terlihat dan dirasakan warga Jakarta khususnya, adalah perasaan bahwa pemimpinnya tidak berjarak dengan komunitas agama apapun. Itu pun tidak cuma bisa dilihat hanya pada batas teritorialnya, tapi menjangkau dan dirasakan umat beragama yang ada di wilayah lain. Pastilah kawan-kawan di Bali yang mayoritas beragama Hindu pun merasakan rasa yang sama dengan warga Hindu di Jakarta, yang meski minoritas tetap diperlakukan tidak beda dengan umat beragama lainnya. Sikap toleran yang tampak dari seorang Anies Baswedan mustahil hadir secara instan. Sikapnya terhadap pemeluk agama lain, yang ada di wilayahnya, itu tidak sekadar menggugurkan kewajiban selaku pimpinan wilayah, tapi lebih dari itu. Bangunan toleransi bagi seorang Anies Baswedan telah terintegral, dan yang muncul adalah sikap empati, yang mustahil bisa dibuat-buat apalagi hanya sekadar pencitraan... Wallahu a\'lam. (*)

Rusia-Ukraina dan Penundaan Pemilu

Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan HUBUNGAN antara perang Rusia-Ukraina dengan penundaan Pemilu hampir disebut tidak ada. Baik dimensi waktu maupun ruang. Waktu Pemilu dua tahun ke depan tahun 2024 sedangkan perang saat ini bisa selesai cepat. Ruang pun jauh Rusia-Ukraina di Eropa sedangkan Pemilu di Asia. Indonesia.  Meski beraspek global akan tetapi perang Rusia-Ukraina lebih pada kepentingan bilateral. Bahwa soal keterkaitan NATO yang diduga dapat berujung PD III belum dapat dipastikan. Bantuan AS masih setengah hati dan ikut campur AS terhadap negara di halaman depan Rusia nyata mengancam Rusia. Ini menjadi alasan kuat invasi Rusia.  Ketum PAN Zulhas yang mengaitkan perang Rusia Ukraina dengan penundaan Pemilu. Tentu alasan ini dinilai mengada-ada atau menambah-nambah, setelah Ketum PKB Cak Imin menghubungkan dengan pandemi dan situasi ekonomi. Ketum Golkar Airlangga berargumen pada aspirasi petani sawit. Jika benar ada skenario Luhut yang diketahui oleh Jokowi maka Jokowi berarti menjalankan politik \"undur-undur\". Maju mundur, mundur maju.  Alasan Zulhas mendukung penundaan diduga diajukan atas dasar politik \"stick and carrot\" Jokowi. \"Stick\" nya soal suap alih fungsi hutan di Riau sedangkan \"carrot\" nya jabatan Kementrian untuk PAN yang lama dijanjikan. Stick and carrot  juga dapat berlaku sama kepada Cak Imin dan Airlangga.  Reaksi publik keras. Ancaman pelengseran karena melanggar Konstitusi dan revolusi sosial sebagai kulminasi kekecewaan rakyat terhadap perilaku rezim. Kini rakyat menunggu sikap Jokowi untuk mengumumkan resmi. Ataukah masih bergerilya mencari celah untuk ikuti permainan dan kemauan kekuatan oligarkhi? Pasca operasi penundaan  Pemilu yang kemungkinan gagal dan Pemilu tetap digelar 2024, maka skenario \"perpanjangan usia\" Jokowi dapat kembali ke Prabowo-Jokowi atau mencari figur boneka baru. Ganjar atau Erick Thohir. Di lain sisi Zulhas bisa digoyang internal oleh kelompok Hatta. Cak Imin oleh pengaruh Yahya Staqouf dan Airlangga pun diuji daya tahannya.  Maklum \"kudeta\" yang gagal biasanya berefek hukuman. Tanpa ketegasan pernyataan sikap Jokowi untuk tetap  melaksanakan Pemilu Februari 2024, maka proses pembusukan (decaying) akan berjalan. Mengambangkan adalah pematangan menuju pelengseran. Gagal skenario melawan Konstitusi untuk \"penundaan\" dapat berakibat \"percepatan\". Jadi alasan perang Rusia-Ukraina bagi penundaan Pemilu jelas tidak rasional dan sekedar mencari pembenaran. Yang jelas perang ini hanya tetap menunda Ukraina menjadi anggota NATO dan menunda ekspor komoditi Indonesia ke Rusia dan Ukraina. Menunda Pemilu hanya akal-akalan. (*)

Mungkinkah Jokowi Terlibat Melawan Konstitusi Penundaan Pemilu 2024?

Oleh Syafril Sjofyan, Pemerhati Kebijakan Publik, Aktivis Pergerakan 77-78, Sekjen FKP2B JIKA dirunut dan dianalisis, wacana penundaan Pemilu 2024. Pertama digulirkan oleh salah satu Menteri dalam kabinet Jokowi yakni Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi, dibawah kordinasi Menko Maritim dan Investasi.  Lalu dilanjut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (Zulhas) serta Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto. Menurut sumber media CNN Indonesia, hulu dari semua arahan kepada partai politik bersumber dari Menko Marinves Luhut Binsar Pandjaitan. Dalam pertemuan internal tokoh PAN, Zulhas mengaku diundang Luhut khusus membicarakan usulan penundaan pemilu dan pilpres 2024. PAN diminta untuk mendukung dan harus disampaikan ke publik oleh ketua umum dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemenangan Pemilu PAN yang digelar 15 Februari lalu. Luhut mengklaim Presiden Jokowi sudah setuju. Sepekan kemudian diadakan kembali pertemuan elit PAN, konon ditengah pertemuan Zulhas pamit karena ada pertemuan mendadak dengan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto. Sekembali dari pertemuan dengan Airlangga, Zulhas menceritakan hasil pembicaraan dengan Airlangga. Zulhas menegaskan dukungan Golkar atas penundaan Pemilu 2024 dan akan menyampaikan saat kunjungan kerja ke Riau, 24 Februari.  Konon lagi Airlangga juga meminta Zulhas segera bicara terbuka atas nama PAN mendukung penundaan Pemilu 2024. Airlangga pun meyakinkan bahwa Presiden Jokowi telah memerintahkannya untuk mendorong penundaan Pemilu 2024. Alasannya, ada sejumlah program pemerintah yang belum rampung akibat pandemi Covid-19. Salah satu yang jadi alasan adalah proyek pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. Demikian hasil investigasi dari media CNN Indonesia. Jika dianalisis dengan pemberitaan terkini yakni ketika Jokowi memberikan pengarahan dalam Rapat Pimpinan (Rapim) TNI-Polri di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (1/3). Jokowi sangat sensi dan khawatir terhadap percakapan dalam WAG TNI-Polri khususnya tentang terdapat penolakan atas kebijakan pemerintah memindahkan Ibukota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur. Tentunya WAG TNI-Polri tersebut sudah membicarakan banyak hal tidak saja tentang IKN. Jokowi mengungkapkan dia membaca percakapan dalam WAG TNI-Polri. Jokowi sepertinya tersinggung tentang percakapan tentang Kepindahan IKN. Karena UU IKN sudah diputus DPR-RI dan Presiden. Benang merah dari pernyataan Jokowi adalah, bahwa Jokowi sangat “ngotot” dan sangat ber ”ambisi” tentang IKN baru sebagai legacy sejarah dari dirinya. Bagaimanapun caranya harus terlaksana. Jokowi sangat “tersinggung” dengan adanya percakapan dalam WAG TNI-Polri khususnya tentang IKN, karena bisa mengacaukan “impiannya” bisa tidak terwujud. Jokowi membutuhkan waktu setidak-tidaknya tambahan 2 tahun lagi sampai 2026 supaya IKN bisa berbentuk.   Ambisi Jokowi, sebenarnya bersambut dengan Koalisi gemuk partai di DPR-RI yang dalam waktu sangat singkat memutuskan UU IKN. Dibutuhkan modal besar untuk membangun IKN yang untuk kegiatan awal dari APBN sekitar 600 Triliun, sementara APBN sendiri sedang babak belur. Kemenkeu kebingungan. Tergambar dalam rapat-rapat di DPR-RI. Padahal berbagai pihak yang sangat relevan sudah mengkhawatirkan perpindahan tersebut terutama dari pihak Ahli Geologi dari penelitian mereka tanah di IKN baru tersebut labil dibutuhkan pembiayaan yang berlipat. Sepertinya DPR-RI  “sengaja” tidak mengundang dari pihak Ahli Geologi sewaktu memproses RUU tersebut.  Demikian juga dengan kajian dalam pertahanan dan keamanan dianggap sangat riskan oleh para ahli militer pensiunan, karena lalulintas laut internasional, serta kedalam laut sekitar pantai IKN baru yang bisa dilewati oleh Kapal Selam musuh. Seperti DPR-RI juga “sengaja” tidak menggunakan ahli pertahanan dalam proses RUU IKN. Lalu kemudian sejumlah tokoh nasional, juga sedang melakukan Judicial Review terhadap UU IKN yang diproses kilat oleh DPR – RI. Last but not list, UU IKN sebenarnya masih bermasalah. Kepindahan IKN masih merupkan aspirasi terbatas elit Istana dan elit Parpol. Rakyat masih belum paham betul kenapa harus dipaksakan membangun IKN Baru cepat-cepat. Dengan kata lain, bisa disimpulkan bahwa wacana penundaan Pemilu 2024 ini sebenarnya adalah rencana istana demi terlaksananya IKN Baru. Jokowi “tidak percaya” terhadap pemerintahan berikutnya. Bisa-bisa IKN Baru tidak diteruskan. Dibutuhkan waktu sampai 2026 setidak-tidaknya agar IKN ber bentuk. Nah Ketua Umum  PAN, PKB dan Golkar “bangga” berperan untuk memuluskan rencana memunculkan wacana penundaan Pemilu 2024. Namun sepertinya ada “kekecewaan” Istana terutama tentunya presiden Jokowi, kurang baik komunikasi yang dibangun oleh tangan kanannya. Sehingga PDI Perjuangan menolak dengan keras rencana penundaan Pemilu 2024 tersebut, demikian juga Gerindra dan Nasdem. Bisa jadi tangan LBP tidak sampai kepartai tersebut. Yang pasti partai oposisi Demokrat dan PKS sejak awal sudah menolak. Penulis setuju dengan analisis dan pertanyaan Anthony Budiawan, seorang ekonom dan ahli analisis politik. Penundaan pemilu telah menjadi kesepakatan bersama merupakan Kudeta Konstitusi dan anti Pancasila dan UUD 45, semua sudah mereka diskusikan, dibahas dan diputuskan di internal partai PAN, PKB dan Golkar. MK bisa bubarkan parpol anti-pancasila dan UUD45. Tentunya Jokowi sebagai Presiden tidak lepas dari permintaan tanggung jawab. Ambisi dan kepentingan segelintir elit dan pribadi Presiden untuk memaksakan ide dan mimpinya melalui wacana penundaan pemilu tentunya harus mendapatkan perlawanan yang luas dari masyarakat. (*)

Nasionalisme dan Patriotisme Isteri-Isteri TNI-Polri

Oleh: Yusuf Blegur, Mantan Presidium GMNI Meskipun hanya muncul dari kegelisahan istri-istri TNI-Polri dalam grup WhatsApp,  tidaklah bisa dianggap enteng dan layak diapresiasi, karena benih-benih kesadaran sebagai refleksi dan evaluasi terhadap krisis kebangsaan itu kini mulai tumbuh di tubuh keluarga TNI-Polri. Karena dibalik kehebatan para pemimpin, sesungguhnya ada kekuatan sang istri. Nasionalisme dan patriotisme pada TNI-Polri yang selama ini mati suri, seakan bangkit lewat para istri sang belahan jiwa dan tambatan hati. UNTUK kesekian kalinya, presiden mempermalukan dirinya sendiri di hadapan publik. Setelah banyak pidato kampanye dan janji politik yang diingkari, tanpa sadar ia mengungkap ada aroma menentang  kebijakan IKN dari lingkaran TNI-Polri. Meski    terlontar dari para istri TNI-Polri dan hanya melalui WhatsApp (WA) grup. Fenomena ini menunjukkan, sejatinya seorang presiden tak bisa menguasai segalanya dan tak bisa mengatur semuanya. Tidak di setiap tempat, tidak dalam setiap waktu dan bahkan tidak pada setiap orang. Betapapun seorang presiden menjadi panglima tertinggi TNI dan menjadi orang nomor satu yang berkuasa di negeri ini. Dengan narasi tidak membangun kedisiplinan dari yang kecil dan dari yang  sederhana yang ditujukan kepada TNI-Polri. Pidato kepala negara sekaligus kepala pemerintahan dalam Rapat Pimpinan TNI-Polri di Mabes TNI Jakarta  pada Selasa 1 Maret 2022, yang menyinggung adanya ketidaksetujuan IKN dari para istri anggota TNI-Polri. Pada prinsipnya, membuktikan presiden tak akan bisa memaksakan kebijakan politiknya kepada rakyat, termasuk kepada anggota TNI-Polri beserta keluarganya. Apalagi jika keputusan   presiden tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum, demokrasi dan kedaulatan serta eksistensi negara ke depannya. Presiden seperti mengalami apa yang diungkap pepatah \"menepuk air di dulang, terpericik muka sendiri\". Cukilanan sambutan presiden di hadapan petinggi TNI-Polri itu, bukan hanya membuktikan ia tidak dihargai dan dihormati oleh para isteri TNI-Polri yang tidak menyetujui pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke   Penajam Paser Utara,  Kalimantan Timur. Lebih dari itu, menunjukkan betapa banyak kelemahan  dan tidak berwibawanya seorang presiden bahkan di lingkungan terdekatnya. Selain korupsi dan kejahatan negara lainnya yang marak mengelilinginya. Sebelumnya perilaku presiden sering menjadi bahan ejekan dan olok-olokan rakyat yang pidatonya tidak mencerminkan satunya kata dengan perbuatan. Dengan kata lain rakyat menilai kampanye dan janji politik presiden lebih banyak menghasilkan kebohongan publik.  Belum lama juga seorang menteri koordinator yang tidak respek dan beretika ketika berbicara di hp saat presiden sedang berpidato, sebuah  peristiwa langka yang memalukan dan merendahkan presiden  yang ditonton rakyat. Sudah tak terhitung seringnya peristiwa yang menegaskan betapa presiden tak mampu menjadi orang yang bisa dijunjung serta diteladani karena tidak memiliki kecerdasan dan ketegasan. Publik terlanjur menilai, presiden boneka dan planga-plongo, pula. TNI-Polri Sebagai Alat negara, Bukan Alat Kekuasaan Ketika salah satu isi pidato presiden,  membuncah ekspresi kekecewaan   pada para isteri TNI-Polri karena tidak mendukung IKN, padahal UU pemindahan ibu kota negara itu sudah disetujui pemerintah dan DPR, sebagaimana kilah presiden. Sesungguhnya, presiden yang belum usai periode keduanya  itu, secara tidak langsung mengungkit keraguan UU IKN baik dari sisi legalitas maupun legitimasinya.  Seperti menghangatkan kembali polemik dan kontroversi soal IKN yang berkepanjangan  bahkan sebelum ditetapkan menjadi UU  hingga saat ini. Pertama, dengan gelombang demonstrasi dan tuntutan penolakan hampir semua kebijakan presiden di periode keduanya.   Membuktikan langkah-langkah ekonomi, politik, dan hukum yang dijalankankan presiden bukan hanya tidak populis, tapi memiliki resistensi luas dan menyengsarakan kehidupan rakyat dipelbagai sektor penting dan strategis. Kebijakan pemerintah yang disetujui DPR mewakili siapa?. Kalau mewakili rakyat, rakyat yang mana?. Justru kebanyakan rakyat menilai itu menjadi kepentingan oligarki. Kebijakan struktural dan sistemik melulu melahirkan yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Pemilik modal besar semakin berkembang borjuasinya dan masif menguasai negara. Kedua, dinamika yang timbul dari para istri TNI-Polri seperti mewakili rakyat pada umunya dan emak-emak di negeri ini khususnya. Aspirasi para istri TNI-Polri falam salah satu platform media sosial itu menjadi eskalatif dan akumulatif dari penolakan semua kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Seperti omnibus law, PT 20%, kelangkaan bahan pangan dan mahalnya sembako seiring menurunnya daya beli masyarakat,  JHT meski dianulir presiden sendiri karena kuatnya desakan publik, dan masih banyak lagi distorsi kebijakan penyelenggaraan negara yang mendapatkan resistensi tinggi dari rakyat termasuk dari lingkungan TNI-Polri. Ketiga, kegelisahan dan kecemasan terhadap IKN dari para  istri TNI-Polri yang tertuang di grup WhatsApp, seakan menandakan masih adanya cahaya kesadaran fungsi dan peran TNI-Polri yang sebenarnya. Ada benih-benih kekuatan moral yang tak pernah  redup, bahwasanya TNI-Polri itu pada hakekatnya menjadi alat negara, bukan alat kekuasaan. Kesetiaan dan pengabdian utamanya lebih kepada rakyat, bukan kepada para pejabat. Apalagi kepada para pejabat yang menghianati amanat penderitaan rakyat dan beresiko menghancurkan kedaulatan negara dan bangsa.  Loyalitas dan dedikasi tinggi dari TNI-Polri harusnya dan  hanya ditujukan kepada Pancasila, UUD 1945 dan NKRI, bukan kepada sistem kapitalisme dan cecunguk oligarki. Meskipun dalam beberapa tahun belakangan  ini ada kecenderungan TNI-Polri ikut terseret dalam atmosfer politik dan tak berdaya harus melindungi oligarki sembari represi kepada rakyat, karena terikat oleh aturan dan  istitusi negara.   Jadi, pidato  yang membuka aib kepemimpinan presiden sendiri, biar bagaimanapun tetap terbesit adanya harapan dan keyakinan rakyat melalui para istri TNI-Polri. Bahwasanya TNI-Polri akan kembali  ke pangkuan rakyat. TNI-Polri sepatutnya menjadi alat negara. TNI-Polri tidak sama sekali sebagai alat kepentingan kekuasaan dan kepentingan oligarki. TNI-Polri secara alami berasal dari rahimnya rakyat,  mengabdi dan melayani seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali dan tanpa \"reserve\". Akhirnya rakyat kini mulai bisa berharap dari para isteri TNI-Polri. Belahan jiwa dan tambatan hati kalangan militer,  mulai meniupkan kembali api sapta marga TNI-Polri. Para istri-istri hebat itu seperti  membangkitkan nasionalisme dan patriotisme TNI-Polri yang telah lama mengalami mati suri. Bagaikan membedah persoalan kebangsaan dan solusinya dari  persefektif perempuan atau kalangan ibu-ibu. \"Power of Emak-Emak\", terus menjalar, menjalar, dan menjalar. (*)

Indahnya Hidayah Allah!

Beberapa saat kemudian saya kembali dan bertanya: “are you sure ready to become a Muslim?” Jawabnya mantap: “yes I am ready”.  Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation SATU hal yang paling indah dalam hidup seseorang adalah ketika hidayah tiba justeru pada akhir hayat.  Saudara kita ini, MG (privasi), sebenarnya menunggu keputusan keluarga (khususnya Ibunya) untuk menyetujui life support-nya dicabut. Para Dokter mengusulkan demikian karena menurut mereka tidak ada lagi harapan sembuh dan hidup. Beliau sendiri hanya pasrah karena memang tidak bisa berbuat apa-apa lagi.  Sebagai Chaplain di rumah sakit New York saya seperti biasa berkunjung ke rumah sakit untuk memberikan words of courage (motivasi) dan doa kepada para pasien. Dan, itu saya lakukan tidak hanya untuk pasien Muslim. Tapi juga non Muslim biasanya didoakan kesembuhan dan kuat/sabar menghadapi ujian (sakit).  Hari ini saya ketemu dengan seorang pasien yang Sudah berbulan-bulan di rumah sakit karena kanker darah. Dan, kanker itu sudah menyerang semua anggota tubuhnya, hingga ke otak.  Sehingga para Dokter angkat tangan dan orang ini pun hanya hidup dengan life support.  Tapi yang menakjubkan walau hidup dengan life support orang ini selalu merespon walau tidak mampu bergerak lagi. Tapi suara dari mulutnya masih jelas dan nampak sangat bersemangat.  Hari ini saya kembali mengunjunginya yang sebenarnya untuk memberikan semangat. Tiba-tiba saja beliau mengatakan: “I want to become a Muslim”.  Saya tentunya sangat berhati-hati. Sebab, jangan sampai dianggap saya memang ada di rumah sakit untuk tujuan mengkonversi orang ke agama Islam. Ini tentunya bukan tujuan dari pelayanan spiritual atau “chaplaincy” itu.  Tapi karena keikhlasan dan kemanisan hati Saudara kita ini, akhirnya saya meminta waktu 15 menit untuk dia memikirkan. Saya meninggalkan dia untuk memberikan waktu bagi dia melakukan perenungan.  Beberapa saat kemudian saya kembali dan bertanya: “are you sure ready to become a Muslim?” Jawabnya mantap: “yes I am ready”.  Alhamdulillah diapun besyahadat. Yang mengagumkan lagi, selama ini hampir suaranya tidak kedengaran karena sangat lemah. Tapi, ketika bersyahadat suara beliau jelas dan seolah sehat seketika. Allahu Akbar! Kini Saudara kita ini telah bersyahadat dan menjadi Muslim. Semoga dikarunia kekuatan. Apapun keputusan Allah dalam beberapa waktu ke depan ini Semoga yang terbaik. Sejujurnya baru kali ini saya membimbing seseorang bersyahadat dengan getaran yang luar biasa. Saya seolah merasakan suatu keindahan dan kebahagiaannya.  Semoga Allah jaga hatinya dan kalau sekiranya harus kembali ke rahmatNya, insya Allah semoga beliau husnul khatimah.  Mohon doa yang terikhlas. Niatkan untuk seorang Saudara, tanpa mengenal namanya sekalipun. Privasi di Amerika sangat terjaga. Amin ya Rabbal alamin! (*)

Sebaiknya TNI Polri' Tidak Punya HP

Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebanggaan TEGURAN Presiden soal isi percakapan group WA TNI-Polri cukup mengenaskan. Perdebatan yang ada dalam percakapan dimasalahkan terutama masalah kebijakan pindah IKN. Disalahkan karena masih mempertanyakan agenda pindah IKN yang menurut Presiden sudah diputuskan DPR. Tidak ada demokrasi untuk TNI-Polri.  Lucu juga negara ini, persoalan WA group jadi perhatian serius Presiden. Ada tiga pertanyaan mendasar atas hal ini, yaitu benarkah TNI-Polri tidak boleh berdebat di WA group berkenaan dengan kebijakan Pemerintah, apakah TNI-Polri tidak menjadi bagian dari demokrasi, serta bagaimana jika pro kontra dilakukan melalui japri WA  ? Pertanyaan tambahan, haruskah Presiden yang menegurnya. Seserius ini ?  Di era \"hp-krasi\" saat ini tidak bijak untuk membatasi diskusi atau perdebatan terhadap berbagai hal, termasuk kebijakan Pemerintah. Keterbukaan informasi memaksa pengguna HP sendiri untuk mampu memilih dan memilah konten. Diskusi tentang kebijakan oleh group WA TNI-Polri justru dapat menjadi masukan dan ukuran tentang kualitas suatu kebijakan. TNI-Polri adalah aparatur negara yang hidup di tengah masyarakat, bukan robot yang bersikap dan bertindak secara mekanistis.  TNI-Polri berada di negara yang telah sepakat untuk menganut asas demokrasi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Karenanya TNI-Polri adalah bagian dari demokrasi tersebut. Bahwa ada aturan disiplin mengenai sikap dan tindakan sebagai anggota korps tentu difahami, tetapi memisahkan TNI-Polri dari demokrasi adalah keliru. TNI-Polri turut berjuang untuk menjaga dan mengawal kualitas demokrasi.  Berdiskusi di WA grup memiliki daya kontrol yang lebih kuat, ada saling menguatkan dan melemahkan argumen, banyak pihak ikut terlibat. Hal ini sehat-sehat saja. Bila tidak betah, toh ada jalan untuk bebas keluar dari group. Nah, apakah harus berpindah ketidak setujuan atas suatu kebijakan dari WA group kepada WA antar pribadi ? Semoga inipun tidak dilarang lagi.  Presiden rasanya sudah terlalu jauh mengurusi WA TNI-Polri. Atau memang sudah sedemikian parah pembangkangan TNI-Polri pada Pemerintah sebagaimana \"terbaca\" dari WA groupnya ? Diungkap dalam Rapim TNI-Polri di Mabes TNI Cilangkap lagi.  Rakyat jadi semakin berdebar-debar jantungnya, nih pak.  Teguran juga merembet ke istri-istri TNI-Polri yang konon mengundang penceramah radikal dalam acara-acaranya. Rupanya kini Presiden Jokowi tertular KSAD Dudung yang uring-uringan soal radikal radikul. Tidak dijelaskan  siapa penceramah radikal itu, apakah Ustad Adi Hidayat, Aa Gym, atau Abu Janda ?  Memang TNI-Polri harus semakin sabar menghadapi Presiden yang sangat peduli ini. Rakyat sipil sudah lebih dulu dan lama bersabar memiliki Presiden dengan gaya seperti ini.  Mengusap dada hampir setiap hari.  Untuk aman dari teguran Presiden, sebaiknya  TNI-Polri tidak punya HP saja.  (*)

Negara Adidaya Diprediksi Runtuh, Anis Matta: Perang Rusia Vs Ukraina Seperti Gong Selamat Datang Tatanan Dunia Baru

Jakarta, FNN - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menegaskan, konflik antara Rusia-Ukraina saat ini harus dipandang sebagai perang supremasi, bukan lagi sekedar proxy.  Melainkan perang antar negara adidaya, yakni antara Rusia dengan Amerika Serikat (AS) dan Eropa, sementara Ukraina menjadi korban (collateral damage). \"Kalau negara adidaya yang berperang, maka tidak ada aturan lagi, tidak ada yang bisa mengatur mereka. PBB akan mengalami disfungsi, termasuk Dewan Keamanan PBB,\" kata Anis Matta PBB dalam Gelora Talk bertajuk \'Perang Rusia Vs Ukraina, Apa Dampaknya Pada Peta Geopolitik Dunia?\', Rabu (2/3/2022). Diskusi yang digelar secara daring ini, menghadirkan narasumber Pakar Hukum Internasional Prof Hikmahanto Juwana, mantan Duta Besar Indonesia untuk Australia dan China Prof Imron Cotan, serta mantan Dubes Indonesia untuk Ukraina Prof Yuddy Chrisnandi. Diskusi ini juga dihadiri Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Harmianin. Karena itu, kata Anis Matta, perang ini akan mendekati titik ledak yang lebih besar. Hal ini yang perlu diantisipasi Indonesia, karena cepat atau lambat Indonesia bisa terseret dalam dampak perang ini. \"Kenapa Partai Gelora ingin mendorong Indonesia sebagai kekuatan 5 besar dunia, supaya kita tidak menjadi korban (collateral damage),\" katanya. Menurut Anis Matta, dunia saat ini akan menantikan tatanan dunia baru di tengah krisis berlarut, dimulai dari pandemi Covid-19 hingga perang Rusia Vs Ukraina, yang akan berujung pada konflik berlarut secara global. \"Jadi kita sekarang sedang menantikan \'tatanan dunia baru\', ini yang kita khawatirkan. Dan ini yang akan terjadi pemenanglah yang akan menentukan aturan. Inilah arah dunia yang sedang terjadi,\" ungkapnya. Pembentukan proses tatanan dunia baru ini, kata Anis Matta,  berbeda dengan tatanan dunia lama yang dibentuk oleh pemenang Perang Dunia II. Tapi, pembentukannya akan ditentukan oleh proses rasional masyarakat global, karena dunia semakin terintegrasi. \"Tapi bisakah kita sampai pada tatanan dunia baru, yang tidak terlalu berdarah? Inilah arah yang kita inginkan,\" ujar Anis Matta. Anis Matta menilai kekuatan AS dan Eropa saat ini semakin melemah seperti yang terlihat dari pidato Presiden AS Joe Biden kemarin dan para pemimpin Uni Eropa sebelumnya.  Kelemahan AS dan Eropa ini, disadari betul oleh Presiden Rusia Vladimir Putin. Putin telah melakukan kalkulasi secara matang dampaknya, sehingga memiliki keberanian seperti sekarang. Diperkirakan sanksi ekonomi oleh negara adidaya tidak akan berdampak bagi Rusia. \"Kalau sekarang kita berpikir kepentingan Indonesia, adalah lebih bagus kita mencoba membuat cerita bagi sejarah masa depan kita sendiri,\" katanya. Menurut Anis Matta, Indonesia bisa mencoba membangun satu kekuatan baru di tengah konflik global ini, dengan politik bebas aktif seperti yang telah digagas founding fathers atau Bapak pendiri bangsa Indonesia.  Perang Rusia Vs Ukraina, kata Anis Matta, bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk membuat satu peta jalan (road map) sejarah baru bagi dunia. \"Kita sedang menghadapi konflik berlarut yang akan melemahkan semua negara. Perang Rusia Vs Ukraina seperti gong yang mengatakan, Selamat Tinggal Tatanan Dunia Lama dan Selamat Datang Tatanan Dunia Baru,\" tegas Anis Matta. Anis Matta berharap Indonesia mengambil peran untuk menentukan tatanan dunia baru ini, sebagai kekuatan besar dunia paska runtuhnya negara adidaya nanti. \"Kita tidak mengetahui, aturannya seperti apa, tetapi mudah-mudahan dalam tatanan dunia baru yang akan di susun kemudian ini, Indonesia ikut sebagai panitia,\" pungkas Anis Matta. Pakar Hukum Internasional Prof Hikmawanto Juwana menyayangkan sikap Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) yang bertolak belakang dengan peryataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam memandang konflik Rusia Vs Ukraina. Kemenlu dinilai cenderung menyalahkan Rusia sebagai negara agresor telah menganeksasi Ukraina. Sementara Presiden Jokowi mengatakan, perang harus dihentikan tanpa menyalahkan Rusia dan Ukraina, serta meminta konflik diselesaikan secara damai, dan tidak membahayakan pada keamanan dan perdamaian internasional.  \"Jadi Indonesia harusnya menjadi fasilitator, yang bisa memberikan solusi bagi konflik ini. Kita harus fokus pada rakyat, karena rakyat tidak boleh menderita akibat perang di kedua negara,\" kata Hikmawanto.  Hikmawanto mengingatkan, agar Indonesia tidak melihat konflik Rusia Vs Ukraina sebagai konflik antara pemerintah pusat (PBB) dan pemerintah daerah (Rusia-Ukraina). \"Efektifitas terhadap PBB ini diragukan, dan perlu diingat bapak/Ibu sekalian, bahwa PBB ini bukan pemerintahannya. Artinya, tidak seperti pemerintah pusat, kalau misalnya ada pemerintah daerah bersengketa, kemudian pemerintah pusat bisa turun. Mereka punya main street sendiri, itu yang harus kita pahami,\" katanya. Artinya, dalam konteks hukum internasional, lanjut Hikmawanto, bagi masyarakat internasional yang berlaku adalah Hukum Rimba, bukan norma-norma hukum internasional yang harus ditaati. \"Yang berlaku Hukum Rimba, siapa yang kuat sebagai justifikasi hukum internasional, bukan norma yang harus ditaati. Ini akan menjadi justifikasi setiap negara untuk mengambil tindakan,\" tegas pakar hukum internasional Universitas Indonesia. Mantan Duta Besar Indonesia untuk Australia dan China Prof Imron Cotan berharap Indonesia bisa mendorong penyelesaian konflik Rusia Vs Ukraina diselesaikan melalui jalur diplomasi atau perundingan antara kedua belah pihak. \"Indonesia harus memberikan solusi, bukan memberikan kecaman-kecaman. Meski saya tidak yakin, Indonesia memiliki power untuk memberikan solusi kedua belah pihak dalam diplomasi, tapi langkah-langkah itu tetap harus ditawarkan dan kita bisa menjadi tuan rumah negosiasi,\" kata Imron Cotan. Imron menilai, keberadaan PBB terutama Dewan Keamanan saat ini perlu dilakukan reformasi, karena kerap dijadikan upaya untuk menghambat solusi damai atas konflik di suatu negara atau digunakan sebagai alat negara tertentu melalui hak veto lima negara tetap DK PBB. \"Memang sudah tiba saatnya mereformasi PBB, karena pasti memihak. Jadi percuma kita membawa ini ke Dewan Keamanan PBB sebagai organ internasional tertinggi di bidang keamanan internasional. Paling kita bisa bicara di Sidang Majelis Umum PBB saja,\" katanya. Mantan Dubes Indonesia untuk Ukraina Prof Yuddy Chrisnandi meminta Indonesia untuk mengimplementasikan kebijakan politik bebas aktif, sebagai negara yang ditunjuk sebagai Presidensi G20 Tahun 2022 dan pemimpin ASEAN.  \"Sebagai pemimpin G20 ini, sejauh mana perannya, kira-kira anda enggak sih pengaruhnya pressing diplomasi dalam situasi seperti ini. Dan sebagai pemimpin ASEAN, sebagaimana di Eropa, pemimpin MEE 1 x24 bisa berkumpul di Brussel membicarakan hal itu. Apakah sebagai pemimpin ASEAN ini juga bisa membicarakan ini, menjadi suara ASEAN untuk menyelesaikan konflik Rusia Vs Ukraina,\" kata Yudhi. Indonesia, lanjutnya, perlu melakukan terobosan diplomasi yang efektif dan aktif.  Yudhi mengaku sudah mendapatkan bocoran, bahwa pemerintah Indonesia sudah mendapat informasi bahwa Sekretariat Jenderal PBB pada Rabu (2/3/2022) untuk menjadi sponsor utama penyelesaian konflik Rusia-Ukraina di Majelis Umum PBB. \"Meski nanti di veto, tapi paling tidak sudah memberikan sikap yang bisa dilihat dunia. Kita harus aktif di percaturan politik dunia, Amerika membuat proposal, Rusia membuat propsoal dan Indonesia juga punya proposal sendiri. Itu juga sebuah terobosan, yang penting jangan pasif,\" katanya. Yudhi menambahkan, Indonesia bisa menjadi poros alternatif dengan memanfatkan perannya sebagai Presidensi G20 Tahun 2022 yang akan digelar di Bali pada November 2022 mendatang. \"Kita harus menjadi poros alternatif, misalkan Rusia menginginkan pertemuan di Belarus, Ukraina minta di Israel dan Indonesia bisa menawarkan di Bali. Ini akan menjadi poros menarik,\" katanya. ,(*)

Wapres Harap Standar UIII Setara Universitas Internasional

Jakarta, FNN - Wakil Presiden Ma’ruf Amin berharap pengelolaan dan penyelenggaraan kegiatan perkuliahan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) disesuaikan dengan standar universitas internasional dan tidak mengikuti sistem perguruan tinggi keagamaan yang telah ada.Hal tersebut disampaikan Wapres saat memimpin rapat tentang status kemajuan pembangunan UIII, sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional di Istana Wakil Presiden Jakarta, Rabu.\"Sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional, agar dapat dikelola dan diselenggarakan sesuai standar dan norma universitas internasional yang memiliki keunggulan global, mengingat status UIII adalah PTN BH (Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum) dan dimaksudkan sebagai perguruan tinggi internasional,\" kata Wapres dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.Selain menyesuaikan dengan standar internasional, Wapres meminta UIII harus dapat menjadi pusat keunggulan peradaban Islam global. Sehingga, peran Indonesia sebagai negara yang berhasil menerapkan Islam wasathiyah dengan baik dapat terus digaungkan di dunia internasional.\"Saya perlu mengingatkan bahwa Indonesia telah menjadi salah satu pusat kajian peradaban Islam dunia, terutama tentang keberhasilan pelaksanaan Islam wasathiyah yang menjadi tren global saat ini. Oleh karenanya, prakarsa pembangunan UIII sejak awal dimaksudkan untuk menjadi pusat rujukan global pelaksanaan Islam wasathiyah,\" jelasnya.Wapres juga berharap empat program studi yang saat ini telah berjalan di UIII, yaitu Studi Islam, Ilmu Politik, Ilmu Ekonomi, dan Ilmu Pendidikan, seluruhnya dapat dilanjutkan.Namun, lanjutnya, ke depan perlu pengembangan kurikulum lain yang dapat menjadikan UIII sebagai pusat keunggulan peradaban Islam secara global.\"Dalam pengembangan UIII ke depan, perlu ditindaklanjuti dengan pengayaan kurikulum dalam rangka membangun UIII sebagai lembaga pendidikan dan pusat kajian Islam yang berskala internasional,\" imbaunya.Terkait masalah teknis pembangunan, penyediaan anggaran, dan sarana penunjang proses belajar, Wapres mengimbau persoalan itu harus segera diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Sementara di aspek pembangunan fisik kampus, dia memberikan amanat kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono untuk menjadi penanggung jawab atas pembangunan fisik UIII.\"Salah satu hal penting yang harus diputuskan adalah siapa penanggung jawab dan pelaksana pembangunan fisik selanjutnya. Mengingat UIII adalah Proyek Strategis Nasional dan membutuhkan percepatan, saya menyarankan agar Menteri PUPR dapat menjadi penanggung jawab dan pelaksana pembangunan fisik UIII selanjutnya,\" katanya.Menutup arahannya, Wapres mengimbau agar kegiatan operasional sehari-hari, UIII terus mengangkat keberhasilan pelaksanaan Islam wasathiyah di Indonesia serta menguatkan tren global tersebut untuk dapat diduplikasi di berbagai negara lainnya.\"UIII diharapkan dapat memberikan jawaban untuk memperluas dan menguatkan tren global tersebut sehingga dapat diterapkan di berbagai belahan dunia,\" ujar Wapres.Hadir dalam rapat itu ialah Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Subandi, serta Rektor UIII Komaruddin Hidayat.Wapres didampingi oleh Kepala Sekretariat Wapres Ahmad Erani Yustika, Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wapres Suprayoga Hadi dan sejumlah Staf Khusus Wapres, yakni Bambang Widianto, Wapres Masduki Baidlowi, Masykuri Abdillah, dan M. Nasir. (sws)

Membongkar Manuver Lembaga Survei

Oleh Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa \"Ah, hari gini masih percaya survei\". Kalimat ini sering kita baca di group-group WA, facebook, dan medsos lainnya.  Sebagian rakyat apatis terhadap hasil survei. Ini lantaran pertama, banyak survei yang tidak akurat. Kedua, sejumlah orang atau lembaga telah \"diduga kuat\" manipulasi survei.  Beberapa tahun belakangan ini, survei seringkali tidak lagi dijadikan sarana informasi dan mencerdaskan publik, tapi sudah menjadi alat politik untuk berkampanye dan mempengaruhi opini publik.  Memang, bisnis di lembaga survei itu menggiurkan. Maka, lembaga-lembaga survei untuk politik sudah tidak berbentuk yayasan lagi seperti awal kemunculannya di Indonesia, tetapi sudah menjadi korporasi. Sekali survei biayanya miliaran. Apalagi jika sekalian jadi konsultan politik, angkanya bisa ratusan miliar. Mahal sekali, dan tentu bisa membuat lembaga-lembaga survei itu kaya raya.  Ini bisnis halal, sah menurut undang-undang, selama dilakukan dengan tujuan dan cara yang benar.  Kalau kita buat katagori, ada tiga model lembaga survei. Pertama, *lembaga survei idealis.* Dibiayai sendiri, atau biaya dari sumbangan yang tidak mengikat, yang tujuannya untuk memberikan informasi yang diperlukan, mencerdaskan publik atau mencari calon pemimpin terbaik di negeri ini.  Ada juga lembaga survei berbayar, tapi lembaga ini masih punya idealisme dengan menolak untuk mensurvei calon-calon yang dianggapnya tidak punya integritas, kapasitas, kompetensi dan berbahaya untuk masa depan bangsa. Kedua, lembaga survei pragmatis. Lembaga ini membuka peluang untuk siapapun yang berminat menggunakan jasanya. Asal sesuai bayarannya, kontrak dibuat. Mau yang bayar itu malaikat, iblis, dedemit, maupun drakula, dia terima. Gak ada urusan dengan siapa pemesan dan yang bayar, yang penting dia lakukan survei dengan benar.  Tapi, meski dibayar, ia tak mau memanipulasi data. Ia menyajikan data apa adanya sesuai temuan survei. Dia kerja profesional. Melakukan survei sesuai kaidah dan metodologi yang berlaku. Soal cara dan hasil, ia jamin akurasinya. Soal tujuan, atau mau dipakai untuk apa, itu urusan yang bayar. Dia gak peduli.  Hasil survei dari lembaga idealis dan pragmatis ini umumnya tidak dipublish. Hasil survei ini hanya untuk konsumsi pihak pemesan sebagai data dan diantaranya dipakai untuk pemetaan dan mengatur strategi.  Ketiga, pelacur survei. Hasil survei disesuaikan dengan pemesan. Mau berapa persen elektabilitasnya, semua bisa diatur. Dan ini sangat mudah. Saya juga pernah digoda dengan tawaran ini. Najis!  Biar agak halus, caranya adalah memanipulasi responden. Diambil sampel yang banyak dari daerah pendukung. Tempat lain yang kurang pendukungnya, diambil sampelnya sedikit.  Misal, di Jateng si calon pendukungnya banyak. Ambil sampel yang banyak biar kelihatan elektabilitasnya tinggi. Di Jabar, Sumsel, Sumbar, Sulsel, dan Jakarta, karena kecil pendukungnya, maka sampel diambil sedikit dan jauh dari proporsional. Ini misalnya. Hal ini biasa terjadi.  Lembaga-lembaga survei tipologi ketiga ini biasanya rajin dan suka banget merilis hasil surveinya. Karena tujuannya memang untuk branding calon tertentu, dan juga untuk mempengaruhi opini publik. Namanya juga kampanye, mesti dirilis dan diviralkan sesering mungkin.  Meski begitu, tidak setiap rilis survei itu berasal dari kelompok ketiga ini. Anda mesti cerdas dan cermat dalam membaca hasil survei. Kalau satu survei dengan survei yang lain hasilnya beda jauh, anda layak curiga. Begitu juga kalau ada yang rajin rilis survei, itu juga tanda-tanda.  Ada kawan saya cerita. Hari senen dia diminta oleh seorang calon tertentu. Kamis sudah harus ada hasilnya. Jumat diumumin ke media. Temen saya bilang: mana mungkin survei dilakukan empat hari? Jelas gak mungkin bisa. Dia nolak. Eh, jumat besoknya ada yang rilis survei dari lembaga lain sesuai yang diminta calon itu. Kapan surveinya? Gebleg gak tuh?  Ya, begitulah pelacur survei. Karena duitnya besar, ini cukup menggoda dan menggiurkan. Anda tertarik?  (*)

Memindahkan IKN Sama dengan Tindakan Bunuh Diri!?

Oleh Marwan Batubara, PNKN PEMERINTAH sudah menetapkan lokasi IKN baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (Kaltim). Lokasi ini ditetapkan tidak berdasarkan seluruh aspek yang terkait secara komprehensif. Maka tak heran jika belakangan Penajam disebut berpotensi menghadapi masalah, seperti rawan longsor, krisis air bersih, rawan kebakaran, genangan akibat lubang tambang, serta struktur tanah yang lemah dan berisiko bagi kontruksi dan jaringan jalan. Struktur tanah yang lemah ini akan membuat biaya pembangunan naik signifikan!  Ternyata dari aspek pertahanan keamanan (hankam), Penajam juga menyimpan masalah sangat besar. Posisi IKN tepat di depan hidung jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II. Karena ALKI II adalah jalur internasional, maka setiap menit atau jam kapal yang berasal dari negara manapun akan melintasi perairan laut ALKI II yang sangat dekat ke Penajam.  Padahal, secara geo kultural, setiap ibu kota dalam aspek pertahanan pasti di tempatkan di wilayah terdalam, sulit dijangkau musuh dan dilindungi dengan aneka sarana hankam. Untuk itu pasti dipersiapkan pula berbagai fasilitas pertahanan guna mempertahankan ibu kota dari serangan musuh. Itu sebabnya mengapa di sekitar Jakarta dibangun berbagai fasilitas  pangkalan militer TNI dari berbagai angkatan. Selain itu, jika terjadi perang atau dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi perang, secara geo kuktural ibu kota harus mempunyai benteng kultural, terutama dari penduduk sekitar. Tanpa meragukan komitmen masyarakat Kaltim, latar belakang dan asal-usul etnis, serta mudahnya terjadi penyusupan asing/China melalui jalur internasional pada ALKI II, maka militansi perlawanan rakyat di Kaltim diperkirakan tidak akan seoptimal perlawanan rakyat di sekitar Jakarta.  Ternyata IKN juga bermasalah dalam hal potensi serangan musuh dari perbatasan sekitar Kalimantan. Perbatasan Kalimantan dan Serawak secara hankam juga tidak seimbang. Malaysia mempunyai pasukan penjaga perbatasan setingkat Batalion pada setiap 60 kilometer. Artinya, Malaysia menpunyai dua divisi pasukan darat untuk menjaga perbatasannya lengkap dengan batalion artileri dan kavaleri. Sedangkan Indonesia perbatasannya dijaga oleh petugas pos perbatasan setingkat pleton dan kompi, tanpa batalion kavaleri berat dan artileri. Karena berbagai pasukan saat ini memang terpusat semua di Jakarta dan Sumatera. Untuk merubah kondisi yang sangat tidak seimbang ini, maka dibutuhkan upaya dan biaya yang besar. Jalur ALKI II juga sangat rawan menjadi pintu tikus masuk kapal asing, apakah itu kapal selam masuk ke wilayah kita. Apalagi Indonesia saat ini hanya mempunyai empat kapal selam. Tiga kapal selam baru buatan Korea Selatan ternyata juga miss production. Tidak layak tempur. Hal ini sudah menjadi rahasia umum di kalangan TNI AL. Kita hanya mempunyai empat kapal KRI anti kapal selam. Itupun harus bergantian wara-wiri keliling Indonesia yang luasnya tujuh juta km persegi. Radar bawah laut kita atau sonar bay, sistem radar antar selat, hanya terpasang 30 persen. Sedangkan 70 persen lainnya rusak, jebol melompong. Malah menurut analisa inteligen, medan bawah laut kita lebih dikuasai oleh negara luar seperti China, Singapore, Australia dan Amerika. Dengan kondisi hankam negara yang sangat bermasalah tersebut, Indonesia bisa saja memindahkan IKN berikut sistem hankamnya, termasuk berbagai fasilitas dan pangkalan militer ke Kaltim/Kalimantan. Namun PNKN memperoleh informasi bahwa untuk itu dibutuhkan biaya yang sangat besar, yakni sekitar Rp 1700 triliun.  Seorang geologist mengatakan karena kondisi tanah yang lemah, tidak stabil dan rawan longsor, pasti akan membuat biaya pembangunan IKN membengkak, naik signifikan atau berlipat dua. Artinya biaya pembangunan IKN akan bisa naik menjadi Rp 900 triliun dari yang semula direncanakan hanya Rp 466 triliun. Padahal biaya ini belum meperhitungkan kebutuhan aspek hankam yang disebutkan di atas. Kesimpulannya, jika Indonesia ingin tetap menjadi negara berdaulat, memindahkan IKN harus diiringi pula dengan memindahkan dan membangun fasilitas hankam ke Kalimantan. Untuk memindahkan IKN saja, tanpa fasilitas hankam yang Rp 466 triliun itu, pemerintah menyatakan akan melibatkan swasta/asing. Apalagi jika bicara fasilitas hankam yang nilainya Rp 1700 triliun! Sedangkan fasilitas hankam tidak mungkin dibangun swasta/asing. Lalu dananya mau diambil dari mana? Jelas fasilitas hankam tersebut tak akan terbangun! Jika pemerintah tetap memaksakan diri memindahkan IKN tanpa membangun fasilitas hankam, maka itu artinya kedaulatan NKRI sedang dipertaruhkan. Pemindahan tersebut dapat dikatakan sebagai tindakan bunuh diri. Atau mungkin saja IKN tetap dipaksakan pindah, karena ada sebagian oknum-oknum penentu pemerintahan, yang memang sangat berkeinginan agar lambat-laun NKRI dapat dikuasai dan dicaplok asing/China dengan mudah. Jika hal ini yang menjadi motifnya, maka TNI dan rakyat harus bersikap! []