OPINI
Menko Urusan Toa Masjid
Oleh Asyari Usman, Wartawan Senior FNN SUDAH saatnya Yaqut Qoumas naik pangkat. Dalam sekejap saja dia sukses melanjutkan kegaduhan yang diciptakan pendahulunya sebagai menteri agama. Setelah berkali-kali bikin kebijakan yang kontroversial, kini Yaqut menemukan sesuatu yang sangat signifikan untuk menaikkan karirnya. Yaitu, urusan toa masjid. Menag Yaqut baru mengeluarkan ide besar. Tentang pengaturan penggunaan toa masjid. Beliau menerbitkan surat edaran yang berisi pedoman penggunaan alat pengeras suara alias toa menjelang masuk waktu sholat. Tidak boleh lagi lama-lama masjid mengumandangkan tilawah Quran dan shalawat. Untuk waktu subuh maksimal 10 menit. Empat waktu lainnya hanya 5 menit. Ada sekitar 800,000 masjid di seluruh indonesia. Yaqut memang ‘smart’ melihat peluang naik pangkat. Urusan toa masjid untuk jumlah ini, tentulah tidak ringan. Karena itu, kita mengusulkan kepada Presiden Jokowi agar posisi Yaqut dipromosikan. Sebaiknya Jokowi membentuk Kemenko Toa Masjid. Yaqut sebagai Menko pertama. Dia layak untuk itu. Lebih cepat, lebih bagus. Agar Yaqut bisa mengatur struktur Kemenko Toa Masjid. Menteri Koordinator Toa-Toa Masjid bisa disingkat menjadi Menko Tomtomas. Anggaran Kemenko Tomtomas jelas lebih besar dari biaya Kemenag. Sebab, Menko Tomtomas harus berkunjung ke 800,000 masjid. Kita desak agar Presiden Jokowi segera melantik Yaqut sebagai Menko Tomtomas. Selain itu, Yaqut wajar mendapat penghargaan sebagai menteri yang paling aktif memikirkan toa masjid. (*)
KPK Minta Pemda Tidak Persulit Perizinan
Medan, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kepada seluruh pemerintah daerah (pemda) di Sumatera Utara untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat, terutama perihal perizinan.Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Medan, Rabu, mengatakan perizinan yang diberikan kepada masyarakat jangan dipersulit.\"Masyarakat merasakan dengan pelayanan, jangan masyarakat dipersulit,\" katanya saat rapat koordinasi pencegahan korupsi di Rumah Dinas Gubernur Sumut Jalan Sudirman, Medan.Alex juga mengingatkan agar pengadaan barang dan jasa dilakukan sesuai dengan ketentuan. Sebab, tidak sedikit kepala daerah yang berurusan dengan KPK karena hal tersebut. Dia pun mengharapkan jangan ada lagi kepala daerah di Sumut yang ditangkap karena persoalan korupsi. Alex mengatakan sudah saatnya membangkitkan jiwa pemimpin anti korupsi.\"Janganlah ada yang bermasalah. Kami berharap kepada bapak dan ibu di Sumatera Utara bekerja dengan janji-janji kampanye bapak dan ibu sampaikan kepada masyarakat. Laksanakan sesuai dengan janji yang disampaikan,\" jelasnya.Menurutnya fokus kordinasi pencegahan korupsi ada pada perencanaan dan penganggaran APBD, pengadaan barang dan jasa, perizinan, aparat pengawasan intern pemerintah (APIP).Selanjutnya ada juga manajemen aparatur sipil negara (ASN), optimalisasi pajak daerah, manajemen aset daerah, dan tata kelola dana desa. Dalam menjalankan pembangunan, dia mengingatkan kepala daerah untuk mengerti kondisi keuangan dan menghindari serta mencegah setiap peluang mampu terjadi perilaku korupsi.\"Harus paham dengan kondisi keuangan yang bapak ibu dan bapak miliki. Komitmen untuk tidak di korupsi,\" sebut dia.Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi mengingatkan kepala daerah bekerja dengan baik untuk kesejahteraan masyarakat.\"Tapi, jangan sampai kita ketangkap. Kerja lah dengan baik,\" katanya. (sws)
LPSK: Restitusi Korban Herry Wirawan Oleh Pemerintah Tidak Tepat
Jakarta, FNN - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menilai putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung, yang membebankan kewajiban restitusi korban pemerkosaan dan kekerasan seksual Herry Wirawan ke Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), tidak tepat.\"Restitusi itu merupakan ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga,\" kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu di Jakarta, Rabu.Pembayaran ganti rugi korban oleh pelaku atau pihak ketiga itu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK).Namun, putusan majelis hakim PN Bandung tersebut merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana.Dia mengatakan PP tersebut tidak mengenal istilah pihak ketiga. Sementara, dalam kasus Herry Wirawan, negara bukan pihak ketiga karena negara tidak ada hubungannya dengan perbuatan pidana pelaku.\"Kalau negara jadi pihak ketiga, apakah negara berkontribusi terjadinya tindak pidana ini?\" tanyanya.Dia menjelaskan pihak ketiga yang dimaksud dalam UU Nomor 43 Tahun 2017 itu harus memiliki hubungan hukum secara jelas dengan pelaku. Dalam kasus Herry Wirawan, dia mengatakan keluarga atau yayasan lembaga pendidikan milik terpidana yang harus bertanggung jawab membayar ganti rugi korban.Terkait argumentasi hakim yang mengatakan bahwa tugas negara adalah melindungi dan menyejahterakan warga negara, dia menilai hal itu tidak bisa dilihat dari konteks restitusi korban Herry Wirawan.\"Jadi jangan hanya melihat dalam konteks material atau harus ada uang yang dibayarkan kepada korban,\" ujarnyaDi luar hal tersebut, katanya, negara sudah hadir melalui LPSK dengan program perlindungan, Dinas Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak atau UPT PPA Jawa Barat dan bantuan lainnya. (sws)
Danrem 121/Abw Ancam Tindak Tegas Perusak Patok Batas RI-Malaysia
Pontianak, FNN - Komandan Komando Rayon Militer (Danrem) -121/Alambhana Wanawai Brigjen TNI Ronny mengancam menindak tegas siapapun pelaku perusakan patok batas negara RI-Malaysia yang berada di Desa Sungai Tekam, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau.\"Ini sudah merupakan pelanggaran yang dapat mengganggu kedaulatan negara kita, untuk itu perlu dilakukan tindakan tegas kepada perusahaan sawit Malaysia itu yang telah merusak patok sebagai tanda kedaulatan Indonesia,\" kata Brigjen TNI Ronny di Sintang, Rabu.Ronny menjelaskan, kejadian perusakan patok itu berdasarkan temuan dan lapor cepat dari Babinsa Desa Sungai Tekam, terkait adanya alat berat perusahaan sawit Malaysia yang membuat parit dan telah merusak patok batas negara No.G.531 di wilayah Kabupaten Sanggau. Perusakan patok batas negara tersebut diduga dilakukan oknum karyawan perusahaan kelapa sawit Malaysia pada Selasa (22/2) sekitar pukul 11.00 WIB. Danrem juga langsung memerintahkan Satgas Pamtas Yonif 144/Jaya Yudha agar memberikan peringatan dan teguran kepada operator alat berat tersebut.Kegiatan pembuatan parit di batas negara Indonesia-Malaysia mengakibatkan patok batas negara dengan nomor G.531 terlindas alat berat yang sedang bekerja menggali parit.\"Informasi ini awalnya kami dapat dari Salman warga Dusun Sungai Beruang, Desa Sungai Tekam yang bertugas sebagai pengawas lapangan alat berat. Dirinya mengaku saat proses pembuatan parit tidak mengetahui kalau merusak patok batas,\" ujarnya.Mendengar informasi tersebut dengan cepat anggota Satgas Pamtas Yonif 144/JY Pos Sungai Beruang langsung mengecek ke lokasi patok untuk memastikan patok tersebut agar tidak bergeser dari kedudukan semula, katanya.Setibanya di lokasi ditemukan patok tersebut masih ada dan dalam kondisi roboh. Mengetahui kondisi seperti itu anggota Satgas Pamtas Yonif 144/JY Pos Sungai Beruang langsung memperbaikinya dengan mengikatnya menggunakan kawat dan isolasi semen beton.Danrem 121/Abw menekankan kembali kepada jajaran Korem 121/Abw agar meningkatkan pembinaan teritorial yang baik dengan masyarakat, sehingga masyarakat sadar tentang pentingnya batas negara, dan apabila ada kejadian di sekitar batas negara masyarakat langsung memberikan informasi ke anggota Satgas Pamtas RI-Malaysia.\"Apapun alasannya, tindakan merusak patok batas negara dapat dilihat sebagai tindakan coba-coba pelanggaran kedaulatan suatu negara, apalagi mepet (rapat) dengan border line, yang seharusnya ada jarak white zone dari border line. Oleh karena itu, ini sudah bentuk pelanggaran perjanjian internasional dan sah saja kalau ditembak di tempat bagi pelakunya,\" katanya.Dia juga memberikan penekanan apabila masih terjadi perusakan patok batas oleh perusahaan sawit terutama di sekitar parit batas negara, maka akan diberikan tindakan yang tegas.Diketahui Identitas operator alat berat yang merusak patok tersebut, Leman (40) dari Kabupaten Tanah Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan yang bekerja pada perusahaan sawit Malaysia.Pada saat itu juga anggota Satgas Pamtas Yonif 144/JY Pos Sungai Beruang memberikan peringatan dan teguran kepada operator alat berat tersebut, agar pembuatan parit tidak terlalu dekat dengan patok batas negara, apalagi sampai merusaknya.Anggota Satgas Pamtas Yonif 144/JY Pos Sungai Beruang juga memberikan penjelasan apabila terjadi kesalahan yang sama akan ditindak tegas.\"Operator alat berat atas nama Leman ini sudah mengakui bahwa tindakan yang dilakukannya salah dan dapat merugikan negara. Leman juga menyampaikan bahwa dia tidak akan mengulangi kesalahan yang fatal ini serta dirinya akan lebih berhati hati dalam bekerja untuk kedepannya,\" katanya.(sws)
Bappenas: Pemindahan IKN Strategi Mencapai Indonesia Maju 2045
Jakarta, FNN - Deputi Bidang Pengembangan Regional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rudy S. Prawiradinata mengatakan pemindahan ibu kota negara (IKN) merupakan salah satu strategi untuk mencapai visi Indonesia Maju 2045.“Inti pemindahan ibu kota negara adalah untuk memikirkan secara jangka panjang kehidupan generasi mendatang. Ini merupakan salah satu strategi mencapai visi Indonesia Maju 2045,” ujar Rudy S. Prawiradinata saat menjadi narasumber dalam dalam diskusi publik Beranda Nusantara bertajuk “Menuju Ibu Kota Negara Baru” yang disiarkan langsung di kanal YouTube RRI NET OFFICIAL, dipantau dari Jakarta, Rabu.Menurutnya, untuk mencapai visi tersebut, sebagaimana yang diproyeksikan lembaga internasional bahwa Indonesia akan menjadi negara maju, bahkan di peringkat kelima pada 2045, diperlukan upaya keras, seperti pemindahan ibu kota negara untuk menciptakan pusat perekonomian yang baru.“Kita harus berupaya keras. Salah satunya adalah dengan memindahkan ibu kota negara yang bukan sekadar memindahkan, melainkan juga ada tujuan lain untuk menciptakan pusat perekonomian baru serta menggeser kedudukan ekonomi agar lebih ke wilayah timur Indonesia,” ujar Rudy.Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa dalam 30 sampai 40 tahun terakhir, kontribusi pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung berpusat pada Sumatera dan Jawa dengan nilai mencapai 80 sampai 85 persen.Meskipun ada beberapa usaha yang dilakukan Pemerintah dan beberapa pihak terkait untuk mengoptimalkan pertumbuhan di wilayah lain, pergeseran perekonomian yang terjadi belum maksimal.Dengan demikian, ujar Rudy, pada 2045, melalui pemindahan ibu kota negara dari Jakarta menuju Nusantara, pengoptimalan pertumbuhan ekonomi yang merata di Indonesia dapat terwujud.“Dalam 30 sampai 40 tahun terakhir, kontribusi wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan wilayah Timur lainnya baru 15 persen. Di tahun 2045, Pemerintah menargetkan menjadi 25 persen. Itu tidak mudah, namun kita tahu potensi-potensi besar di wilayah Timur. Oleh karena itu, Pak Presiden mendorong dari awal dengan selalu mengatakan agar pembangunan di Tanah Air mengusung konsep Indonesia sentris, bukan Jawa sentris,” ungkap Rudy.Kemudian, Rudy pun menegaskan bahwa pemindahan ibu kota negara akan diikuti dengan pemindahan pusat pemerintah saja, sedangkan pusat kegiatan ekonomi tetap berada di Jakarta. Di Nusantara, ujar dia, akan dibuat beragam kegiatan ekonomi yang baru.“Kota hijau juga akan dibangun di sana (Nusantara). Kita tahu Pulau Kalimantan merupakan paru-paru dunia sehingga pembangunan itu harus bersinergi dengan lingkungan. Tidak seharusnya merusak, tetapi tetap menjaga fungsinya,” ujar Rudy. (sws)
Ketua Umum PA 212 Ajak Tentara dan Ulama Jaga Persatuan Bangsa
Jakarta, FNN - Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212 Slamet Maarif yang sering disapa USM mengajak tentara, ulama, dan masyarakat khususnya umat Islam untuk terus menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.“Jangan sampai kita terpecah belah dan mau diadu domba. Mari kita junjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa ini. Ini harus terus dirawat secara bersama-sama,” ujar Slamet dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.Slamet Maarif berpandangan bahwa umat Islam tidak boleh terpancing emosi oleh hasutan dan provokasi oleh sekelompok orang yang ingin membenturkan TNI dengan Umat.Ia melanjutkan, hubungan baik umat Islam dan tentara yang selama ini terbangun secara masif tidak bisa dipecah oleh siapa pun dan kelompok mana pun.“Sebab, hubungan umat Islam dan tentara sudah baik. Kami dan tentara sering bergandengan tangan kerja-kerja sosial membantu masyarakat, bahkan dalam acara 3 kali Reuni 212 pun TNI selalu membantu pengamanan bersama Polri,“ ucap dia menjelaskan.Slamet Maarif memberikan contoh dengan cara menerangkan solidaritas umat Islam dan tentara yang dapat terlihat ketika ada bencana alam di sejumlah daerah.“Di sana kami dan tentara melakukan berbagai kerja sosial bersama untuk membantu masyarakat,” katanya.Ketua Rekat Indonesia Raya Eka Gumilar sebelumnya meminta ulama, umat Islam, dan tentara untuk terus bersatu padu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Bahkan, Eka mendorong agar digelar forum diskusi soal kebangsaan antara ulama dan TNI secara intens.“Karena pertahanan yang kuat sebuah negara adalah bersatunya antara ulama dan umaro,” ujar Eka kepada wartawan, Jumat (4/2) lalu. (sws)
Fraksi NasDem Minta Pemerintah Kirim DIM RUU Pendidikan Kedokteran
Jakarta, FNN - Fraksi Partai NasDem di DPR meminta pemerintah mengirimkan daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi Rancangan Undang-Undang Pendidikan Kedokteran menyusul terbitnya surat presiden (Surpres) terkait revisi RUU itu. \"Kita tetap menunggu DIM dari Pemerintah terkait revisi RUU Pendidikan Kedokteran,\" tegas Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem, Willy Aditya dalam keterangannya, di Jakarta, Selasa (22/2). DIM sangat diperlukan karena RUU Dikdok secara resmi sudah disahkan sebagai RUU inisiatif DPR sejak September 2021 dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2022, sehingga mau tidak mau harus diselesaikan. Ketua DPP Partai NasDem itu pun membeberkan beberapa masalah yang ada dalam pendidikan kedokteran yang ada. Misalnya, dokter masih sangat terbatas dan menumpuk di Jawa dan wilayah perkotaan. Penyebabnya adalah kehendak untuk mengembalikan biaya pendidikan yang begitu mahal. Belum lagi adanya mekanisme UKMPPD (Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter). Ujian kompetensi ini telah membuat seorang calon dokter menjadi masuk sulit, keluar pun sama sulitnya. Masalah lain, tingginya biaya pendidikan kedokteran saat ini menjadi semakin sulit untuk dijangkau oleh mereka yang terbatas secara ekonomi. Pendidikan kedokteran menjadi identik milik kalangan mampu dan berduit belaka. \"Untuk itu dunia kedokteran perlu reformasi. Di luar negeri orang berlomba-lomba membuka RS pendidikan, di kita \'limited\' bahkan swasta sulit jadi RS pendidikan. Kami tidak ingin jadi negara yang terjebak pada komersialisasi,\" papar Willy. Dalam kesempatan itu, Willy mengapresiasi keputusan Presiden Jokowi yang menerbitkan Surat Presiden (Surpres) terkait revisi RUU Pendidikan Kedokteran. Namun sayang, niat baik Presiden untuk memperbaiki sistem pendidikan kedokteran di Indonesia belum direspon baik oleh jajaran di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) khususnya Dirjen Riset Dikti. Respon kurang baik itu terlihat dari sikap Dirjen Riset Dikti Kemendikbud Nizam yang menilai pembahasan RUU Pendidikan Kedokteran belum perlu dilanjutkan. Willy yang menjabat sebagai anggota Komisi XI DPR itu justru merasa aneh dengan sikap dari Kemendikbud khususnya Dirjen Riset Dikti yang menyatakan bahwa pembahasan revisi UU No. 20 Tahun 2013 belum perlu dilanjutkan. \"Kalau memang tidak perlu mengapa ada Surat Presiden (Surpres) yang diterbitkan?\" tegasnya. (sws)
Musibah Umat Islam
Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebanyakan KEBERADAAN Menteri Agama beragama Islam seperti Yaqut Cholil Qaumas rasanya belum dirasakan manfaatnya bagi umat Islam. Bukannya membahagiakan, justru yang terjadi adalah membikin pusing dan sempit dada umat. Keberadaannya seperti menjadi musibah. Ruwet sejak tekadnya untuk mengafirmasi Syi\'ah dan Ahmadiyah, kurikulum deradikalisasi atau moderasi beragama, selamat Naw Ruz 178 EB, Kemenag hanya untuk NU, do\'a semua agama, larangan kencleng, hingga terakhir aturan soal pengeras suara di masjid. Sesuatu yang sudah biasa dalam kehidupan umat Islam kini dimasalahkan dan diatur dengan ketat. Menteri Agama Yaqut membuat umat kalang kabut. Ironis bahwa pengaturan pengeras suara masjid harus dibuat oleh seorang Menteri melalui Surat Edaran Menteri Agama No. 05 tahun 2022. Rasanya kurang kerjaan. Lagi pula jika dilanggar apa sanksinya ? Tentu tidak ada. Apalagi terhadap bentuk \"Surat Edaran\" menjadi pertanyaan sejauh mana kekuatan hukumnya ? Surat Edaran tersebut ditujukan kepada MUI, DMI, Ormas Islam dan lainnya dimana organisasi tersebut tidak memiliki hubungan struktural dengan Kemenag. Edaran yang bersifat himbauan dinilai tidak berguna dan dapat diabaikan. Aturan atau kebijakan Menteri Agama harus berbasis hukum dan sesuai dengan tata urutan peraturan perundang-undangan. Surat Edaran adalah ketentuan internal yang hanya berlaku di lingkungan sendiri. Tidak mengikat secara umum dan luas. Surat Edaran bukan peraturan perundang-undangan karena tidak berisi norma tingkah laku (larangan, perintah, izin dan pembebasan). Sudah kontennya soal pengeras suara masjid, juga daya ikat hukumnya tidak ada. Surat Edaran Menteri Agama ini adalah mengada-ada. Menteri Agama yang kurang kerjaan mengurus TOA. Memang musibah rakyat dan umat Islam dengan memiliki Menteri Agama seperti ini. Menteri yang justru dinilai tidak kompeten dalam bidang keagamaan. Aturan dan kebijakan yang dibuatnya selalu kusut atau semrawut. Menurut Islam jika mendapat musibah maka kita harus mengucapkan \"innalillahi wa inna ilaihi roojiun\". Sesungguhnya asal dari Allah maka kembali kepada Allah. Dengan sikap ini kita menempatkan diri sebagai orang yang kuat dan sabar. Do\'a lain adalah \"Allahumma ajirni fie mushibati wa akhlif li khoeron minha\". Di samping memohon pahala atas kekuatan dan kesabaran dalam menerima musibah, juga memohon agar diberi ganti dengan yang lebih baik dari keadaan ini. Jadi, jika kita merasa keberadaan Menteri Agama atau Menteri buruk lainnya sebagai musibah, maka kita berdoa agar Allah menggantinya. Setelah didahului dengan sikap sabar untuk menerimanya \"Inna lillahi wa inna ilaihi roojiun\". Jika yang kita anggap musibah bagi rakyat, bangsa, dan umat Islam itu adalah pemimpin yang lebih tinggi kedudukannya, maka baik pula berdoa agar diberi kekuatan dan kesabaran kepada kita, sekaligus agar diberi ganti dengan yang lebih baik. Presiden yang lebih baik dengan kabinet yang lebih amanah dan berkhidmah pada rakyat dan ummah. Bukan khianah dan selalu menebar fitnah. (*)
Angkatan Kerja di Sulut Capai 1,21 Juta Orang
Manado, FNN - Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Olly Dondokambey mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah angkatan kerja di daerah tersebut mencapai 1,21 juta orang tahun 2021.\"Yang bekerja ada sebanyak 1,13 juta orang,\" sebut Gubernur Olly di Manado, Selasa.Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), kata dia, sebesar 7,06 persen, turun 0,31 persen poin bila dibandingkan dengan Agustus 2020, sedangkanTingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 62,15 persen, turun 1,27 persen poin dari Agustus 2020.\"Masih terdapat perbedaan TPAK laki-laki dan perempuan, bahkan TPAK perempuan tercatat mengalami penurunan 0,96 persen poin dalam setahun terakhir,\" jelasnya.Dia menambahkan, sebanyak 683,93 ribu orang (60,70 persen) bekerja di kegiatan informal, turun sebesar 0,32 persen dibandingkan dengan Agustus 2020.Dalam setahun terakhir, persentase pekerja setengah pengangguran turun sebesar 2,25 persen poin, namun persentase pekerja paruh waktu naik sebesar 1,68 persen poin, terdapat 203,70 ribu orang yang terdampak COVID-19 atau sebesar 10,44 persen.Angka tersebut terdiri dari pengangguran karena COVID-19 (14,22 ribu orang), bukan angkatan kerja karena COVID-19 (8,85 ribu orang), sementara tidak bekerja karena COVID-19 (9,83 ribu orang), dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena COVID-19 (170,80 ribu orang).Penduduk usia kerja merupakan semua orang yang berumur 15 tahun ke atas dan pada usia ini memiliki potensi untuk masuk ke angkatan kerja dan pasar kerja.\"Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, penduduk usia 15 tahun ke atas di Provinsi Sulawesi Utara pada Agustus 2020 meningkat menjadi 1,93 juta atau naik 19,9 ribu orang dibandingkan Agustus 2019,\" katanya.Dari sejumlah penduduk usia kerja tersebut, 63,42 persen atau 1,23 juta orang merupakan angkatan kerja, terdiri dari 1,13 juta orang penduduk bekerja dan 90,25 ribu orang pengangguran. (mth)
Menjawab Dahlan Iskan
Yang jelas, jangankan menyetujui presiden tiga periode, urusan calon presiden saja DPD tidak setuju, agar yang tampil tidak yang itu-itu saja; agar oligarki sulit mekar; agar hak memilih dan dipilih tidak diamputasi. Oleh: Tamsil Linrung, Ketua Kelompok DPD di MPR AWALNYA diduga cek ombak. Tetapi makin ke sini wacana presiden tiga periode makin menguat. Kemunculannya acak, sulit ditebak, namun selalu terpental lalu hilang bersama angin. Lalu muncul lagi. Muncul lagi. Belakangan, ritmenya semakin sering. Mungkin sang komposer mengatur demikian. Itu kalau komposernya memang ada. Si pengatur ritme ini barangkali berpikir, orkestrasi politik adalah soal manajemen isu dan timing. Bila didendangkan terus-menerus, iramanya diatur, syairnya menggoda, boleh jadi publik Indonesia akan terbiasa. Apalagi, ada tukang survei yang mendeteksi penonton senang. Pelan tapi pasti, masyarakat dipikirnya akan berpikir-berpikir. Lalu merasa membutuhkan. Lalu menerima. Eh, apa iya semudah itu? Sebentar… sebentar. Bila matematikanya sebatas politik saja, semua bisa terjadi. Tetapi, ini juga soal rasa. Rasa yang terhubung dengan siksa batin masyarakat saat harus antre panjang hanya demi seliter dua liter minyak goreng. Atau tentang pajak yang naik, yang ditemani kenaikan listrik, BBM, dan lain-lain. Bisa pula soal-soal besar seperti Bandar Udara yang menjadi bengkel, atau hal remeh namun menyiksa semacam kartu BPJS yang harus ditenteng kemana-mana. Jadi, masyarakat belum tentu senang. Bagaimana dengan elit? Nah ini dia. Ada kekhawatiran besar, celah presiden tiga periode muncul dari sana. Yang tadinya hanya cek ombak, lalu berubah menjadi ombak besar yang menggulung semuanya. Dahlan Iskan, salah seorang yang menduga (atau sebatas mengkhawatirkan) potensi itu. Konstitusi memang mengharamkan. Tetapi konstitusi bukan kitab suci yang tidak boleh diubah. Konstitusi dibuat manusia. Kalau manusianya mau maka konstitusi bisa diubah. Kira-kira begitu kata Dahlan dalam tulisan berjudul Tiga Periode. Kalau DPR bisa dikuasai maka perubahan konstitusi hanya menunggu waktu. Asalkan porsi bagi-baginya seimbang. Misalnya, kalau presiden tiga periode, DPR juga dijatah sama. Pun dengan gubernur, agar gejolak di daerah bisa diredam. Semua senang, semua happy. Bagaimana dengan DPD? Prinsipnya sama. Anak tiri senayan ini bahkan bisa diberi porsi tambahan selain jatah tiga periode. Bonus tersebut adalah tawaran penguatan kewenangan lembaga DPD, agar derajatnya sedikit mengimbangi saudara tuanya di kamar sebelah. DPD ikut gembira, senatornya akan puas. Sesederhana itu. Sesederhana itu? Tunggu dulu. Saya tentu tidak berhak menjawab tudingan yang dialamatkan kepada DPR dan para gubernur. Silakan tanya mereka. Namun, kekhawatiran Pak Dahlan terhadap DPD rasanya tak perlu diteruskan. Tegasnya begini. DPD menolak wacana tiga periode, apapun alasannya, apapun iming-imingnya. Jejak digital penolakan ini mudah ditemui. Tinggal tanya mbah google, informasi pendukung dan pembanding akan disajikan. Nah, sekarang soal konsistensi sikap. Anggota DPD memang bukan malaikat yang digaransi istiqomah. Tetapi sejauh ini aura kebatinan di DPD masih mengarah ke sana dan semoga akan terus ke sana. DPD ingin negeri ini tetap memijak konstitusinya, bukan mengikuti keinginan sekelompok orang. Nalar konstitusi benar. Kekuasaan harus dibatasi dua periode, karena lebih dari itu akan berbahaya. “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely” begitu diktum Lord Acton. Lagi pula, atas alasan apa kita menyetujui tiga periode? Pembangunan yang telah dicapai? Yang mana ya? Kembali ke laptop. Wahai Pak Dahlan, duhai pembaca sekalian. Saya laporkan, psikologi politik di DPD bahkan lebih dari itu. Baru-baru ini, DPD mengajukan usul revisi UU Pemilu terkait Presidential Threshold dari 20 persen menjadi nol persen. Namun, usul ini ditolak oleh DPR dan Pemerintah. Tapi kami tak kehabisan langkah. 18 Februari 2022 lalu, melalui Sidang Paripurna ke-8, Anggota dan Pimpinan DPD sepakat menempuh jalur konstitusional lain, yakni uji materi pasal 222 UU Pemilu. Ya, DPD secara lembaga akan bertarung dalil di Mahkamah Konstitusi. Sebelumnya, saya dua puluh tiga orang anggota DPD telah mendaftarkan gugatan secara personal. Langkah ini barangkali menjadi sejarah pertama di dunia. Lho, pembuat UU kok menggugat UU… Sudahlah. Itu soal lain. Yang jelas, jangankan menyetujui presiden tiga periode, urusan calon presiden saja DPD tidak setuju, agar yang tampil tidak yang itu-itu saja; agar oligarki sulit mekar; agar hak memilih dan dipilih tidak diamputasi. Sekarang, kita buka-bukaan saja. Samar-samar, gosip politik memenuhi udara. DPD melakukan itu karena unsurnya ada yang ingin menjadi calon presiden. Benarkah? Bisa benar, bisa tidak. Tapi masalahnya tidak terletak di sana. Masalahnya adalah soal aturan perundang-undangan yang bertentangan dengan semangat konstitusi. Apakah perjuangan DPD melawan aturan itu harus dihentikan karena gosip ini? Bukankah nyapres adalah hak semua warga negara yang merasa mampu dan terpanggil? Lagipula, kalau saya atau anggota DPD lain lolos nyapres, kan belum tentu terpilih juga? Namun, dari sikap DPD ini, setidaknya dua hal menjadi terang: Satu, DPD menolak wacana tiga periode. Dua, DPD menolak presidential threshold. Apapun itu, terima kasih telah mengingatkan kami, Pak Dahlan. Anda bukan orang sembarangan. Rekam jejak Anda jelas dan terukur. Kekhawatiran Anda layak menjadi kekhawatiran kami. Mohon, jangan merasa telah dikunci mati. (*)