OPINI
Bom Psikis Edy Mulyadi Menghentak Kesadaran Kita
By Rehan Noor, Ketua Umum Gerakan Percepatan Pembangunan Kalimantan Jakarta, FNN – Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kabupaten Kutai Kertanegara adalah dua wilayah di Propinsi Kalimantan Timur yang sebagian wilayahnya telah dipilih dan ditetapkan sebagai lokasi baru Ibukota Negara Republik Indonesia yang diberi nama \"Nusantara\". Historisnya sebelum kemerdekaan, kedua daerah ini diketahui sebagai wilayah Kesultanan Kutai dan Kesultanan Paser. Penduduk yang bermukim di kedua wilayah tersebut umumnya dari Suku Kutai Banjar, Jawa dan Bugis. Ketiga suku ini yang paling banyak. Hanya sedikit yang berasal dari suku lainnya. Sehingga wajar saja jika Kalimantan Timur dikatakan merupakan miniatur bangsa Indonesia atau Indonesia Mini. Akhir-akhir ini publik Kalimantan dan Indonesia disentakkan oleh ledakan \"bom psikis\". Ledakan tersebut dianggap melukai perasaan dan akal sehat masyarakat, baik itu di wilayah Kalimantin Timur maupun seluruh Kalimantan pada umumnya. Menuntut agar saudara Edy Mulyadi dkk ditangkap oleh kepolisian, diadili dan dihukum. Protes dan demonstrasi masyarakat umum nya di Kalimantan marak, apalagi protes dan tuntutan masyarakat etnis Dayak dengan atraksi menampilkan kekebalan dan parang Mandau serta pemotongan hewan babi, dan pengadilan hukum adat. Bom yang diledakkan oleh Edy Mulyadi ini kalo di cermati dengan cerdas, sebetulnya menyadarkan kita, bahwa selama ini wilayah yang kaya akan Sumber Daya Alam ini hanya jadi korban exploitasi tanpa ada pembangunan yang strategis.ini yang mungkin terlontar sebutan \"tempat jin buang anak dan hanya monyet yang mau menghuni\". Tanpa mengecilkan perasaan tersinggung dan pernyataan sikap masyarakat Kalimantan, niat dan kesediaan Sdr.Edy Mulyadi untuk menyampaikan rasa penyesalan dan permintaan maaf,sewajar nya dapat diterima dalam forum resmi yang bisa disiarkan secara live atau dipublikasikan secara nasional. Gub/Wagub sebagai pamong di propinsi Kalimantan Timur dengan didampingi Kesultanan Kutai & Kesultanan Paser paling kompeten mewakili masyarakat Kaltim Khusus nya dan Kalimantan umum nya. Prosesi ini seperti nya perlu di acarakan untuk meredam amuk massa dan menyudahi kegaduhan yang menyita energi sosial dan terutama memberhentikan petualang-petualang Sosial Politik. Selanjutnya, biarkan pihak Kepolisian memproses sesuai kewenangan dan ketentuan hukum atau peraturan yang berlaku. Dan pemindahan Ibukota Negara “Nusantara” ke Propinsi Kaltim tetap di kawal prosesnya oleh masyarakat secara transparan dan bijak.
Nepotisme Es Doger
Pada saat Ubedillah Badrun harus menghadapi intimidasi dari berbagai pihak, kita yang masih waras harus memutuskan berdiri di belakangnya untuk mengembalikan amanat reformasi yang segera setelah dicetuskan langsung dikhianati. Oleh: Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS, @RosyidCollegeOfArts SETELAH mengumpulkan berbagai data dan menelitinya, serta berbicara dengan beberapa pakar, seorang dosen aktivis asal Universitas Negeri Jakarta (UNJ) berusia 50 tahun memutuskan kasus itu harus dibawa ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nuraninya terusik dengan skala korupsi nepotis yang ditemukannya. Ada beberapa bukti valid awal yang meyakinkannya bahwa telah terjadi suap dan pencucian uang yang dilakukan oleh keluarga pejabat tinggi. Terjadi perdagangan pengaruh antara pejabat dengan pengusaha, lalu pencucian uang oleh anak pejabat tersebut melalui berbagai start up businesses yang dimiliki anak pejabat tersebut. Empat puluh (40) tahun silam hal serupa terjadi melibatkan keluarga Soeharto. Lalu Kunio Yoshihara menulis buku tentang Ersatz Capitalism (Kapitalisme Semu) di Asia Tenggara (1990). Kunio menjelaskan bahwa untuk mengimbangi kekuatan ekonomi kelompok China di Indonesia, Soeharto telah mengambil keputusan untuk mengkarbit pengusaha-pengusaha pribumi dengan memberikan berbagai fasilitas dan kemudahan bagi pribumi tertentu untuk mengembangkan bisnis yang mampu mengimbangi para klongomerat China di Indonesia. Langkah Soeharto ini kemudian terbukti kebablasan sehingga berkembang menjadi nepotisme dimana anak-anaknya mulai mengembangkan gurita bisnis di berbagai sektor, bahkan dari hulu sampai hilir. Dari jalan tol, sampai cengkih serta mobil nasional. Anak pejabat tentu boleh buka bisnis lalu kaya dari bisnisnya. Modus kapitalisme semu era digital ini tentu berbeda dengan kapitalisme era Soeharto. Di bawah slogan start-ups dan model bisnis era internet ini, valuasi perusahaan bisnis baru memang bisa meningkat tajam jauh lebih cepat dibanding era sebelum internet. Gojek yang baru berumur kurang dari 10 tahun misalnya kini memiliki valuasi yang jauh lebih besar daripada Garuda Indonesia yg sudah ada sejak Orde Lama. Membuka beberapa gerai es doger serta menjualnya secara hybrid mungkin berhasil mencetak laba luar biasa lalu bisa menarik investor untuk ikut memiliki saham bisnis es doger itu. Mungkin investor tertentu berani membeli saham bernilai mendekati seratus miliar Rupiah atas bisnis es doger ini. Namun jika ayah investor ini juga pemilik perusahaan yang sudah terbukti bersalah di pengadilan dalam kasus pembakaran hutan, lalu diangkat menjadi duta besar tanpa kompetensi dan rekam jejak diplomat yang jelas, sulit menolak kesan bahwa terjadi perdagangan pengaruh oleh pejabat tinggi serta pencucian uang melalui bisnis anak pejabat tersebut. Ubedillah Badrun, sang dosen UNJ tadi, telah mengambil langkah berani. Kita tunggu respons KPK atas laporannya ini. KPK akan berada dalam posisi maju kena mundur kena. Mundur akan semakin kehilangan kepercayaan masyarakat, maju akan berhadapan dengan tembok jaringan kekuasan yang rumit, serta mungkin mematikan. Apalagi pengawas KPK kini adalah tokoh eks Kopassus yang sangat berpengaruh yang sering sibuk mengurusi hampir semua urusan kecuali yang tidak menguntungkan. Pada saat Ubedillah Badrun harus menghadapi intimidasi dari berbagai pihak, kita yang masih waras harus memutuskan berdiri di belakangnya untuk mengembalikan amanat reformasi yang segera setelah dicetuskan langsung dikhianati. Kasus ini adalah bukti terbaru kebangkitan nepotisme dan korupsi yang dulu menjatuhkan rezim Orde Baru. Ubedillah dkk aktivis 1998 harus belajar juga dari reformasi yang sesat jalan ini. Jika sejarah hanya pengulangan skenario yang sama tapi oleh tokoh yang berbeda, maka mungkin Faisal Basri benar bahwa rezim ini akan jatuh tidak lama lagi. Jika kita tidak belajar dari sejarah, maka sejarah akan mengajari kita dengan keras. Gambir, 30/01/2022. (*)
Jin Buang Anak, Anak Jin Lari Sembunyi di Istana
Belakangan ini ruang perdebatan publik dipenuhi hal-hal yang bersifat astral. Tak tanggung-tanggung, sosok Jin dimunculkan menjadi salah satu \"panelis politik\" di seputar polemik dan kontoversi UU IKN. Meski keyakinan klenik dianggap sering melingkupi sisi gelap di balik jabatan presiden atau kekuasaan dan jabatan tertentu lainnya. Namun kehadiran Jin kali ini yang melibatkan anaknya dalam diskursus politik kontemporer saat ini, begitu nyata penuh emosional dan beraroma horor. Oleh Yusuf Blegur, Pegiat Sosial dan Aktivis Yayasan Human Luhur Berdikari BISA jadi sosok presiden yang kadung jauh dari intelektual, alergi konten akademis berbasis riset dan kajian. Menyebabkan kebijakannya sering serampangan, ugal-ugalan dan langka akal sehat. Memang dipenuhi dan sangat mengandalkan sesuatu yang metafisik. Sulit dicerna logika dan rasionalitas. Wajar saja mahluk halus gemar mendatangi. Tak heran, jikalau setan, iblis dan jin selalu mengerubuti istana. Akibatnya, produk politik dan ekonomi yang dibangga-banggakan presiden dan pengikutnya, terasa gaib dan mengawang-awang. Kerja-kerja yang digembar-gemborkan tidak terasa, seperti mimpi atau dalam alam batin. Mungkin bagi pemerintah, hal demikian dianggap kinerja, tapi bagi rakyat tak kelihatan kasat mata saking halusnya. Kenyataan kosong itu dianggap janji palsu atau kebohongan publik, karena tak berwujud. Konsolidasi Jin Karena tidak bisa dipaksa hadir dan tampil telanjang dalam realitas politik dunia nyata. Jin menyadari juga, bahwasanya telah larut dan terseret-seret dalam dinamika kemanusiaan khususnya aspek politik. Berbekal spiritualitas manusia yang mengimani hal yang gaib. Jin berusaha masuk melalui celah itu. Jin menemukan panggung politik dalam kasus KKN anak presiden. Jin seperti merepresentasikan gelapnya kasus-kasus korupsi, kolusi dan nepotisme di seputar lingkungan istana. Jin ternyata juga mampu berbagi peran. Membangun komunikasi dan koordinasi baik sesama Jin maupun dengan manusia, terlebih dengan orang dekat presiden. Sebagian menggelayuti masalah-masalah kecil, sebagian juga menghantui masalah-masalah besar. Sama seperti manusia, yang menganggap korupsi sebagai extra ordinary crime. Jin melakukan konsolidasi sekaligus konspirasi bahkan dengan orang-orang di lingkaran istana yang diterpa kejahatan luar biasa lainnya. Jin menjadi tim asistensi dalam pelbagai kasus kejahatan-kejahatan yang beraroma keterlibatan presiden dan lingkungan istana. Mulai dari kasus KM 50, teror pada umat agama, jebakan utang, bisnis PCR, omnibus law, hingga UU IKN. Jin selalu eksis menyembunyikan bau amis dan angkernya penyimpangan penyelenggaraan negara. Jin berusaha kreatif dan inovatif memengaruhi istana. Mengatur dan mengelola keputusan politik presiden. Tak segan-segan provokasinya mendorong pihak istana membuat pengalihan isu, pertumpahan darah dan tragedi kemanusiaan. Jin yang tak terlihat dan berada di belakang layar ini, biasa disebut oligarki di dunia manusia. Begitu krusial distorsi kebijakan negara yang sudah menyeluruh pada pusaran Istana. Presiden dan jajarannya mulai dari menteri, politisi hingga ke level buzzer terlibat berkolaborasi dengan jin. Sampai-sampai presiden harus membentuk pansus Jin, guna memastikan pengawalan dan pengamanan bau busuk istana, tidak menyebar kemana-mana. Begitupun Jin, harus membagi tugas pasukannya.Termasuk keluarga Jin dalam membantu keluarga istana. Demi politik istana, Jin rela membuang anaknya, untuk lari sembunyi ke istana. Khususnya melindungi masalah KKN anak presiden. Anak Jin tak kecewa apalagi sampai putus asa, justru merasa tertantang. Demi mengemban tugas yang maha penting dan agung itu. Betapapun Jin buang anak, anak Jin tak kehilangan daya dan kepercayaan diri yang tinggi untuk lari sembunyi di istana. Belajar juga taktis dan strategis pada manusia. Jin dengan presiden, anak jin dengan anak presiden. Seperti \"equal before the law\", manusia yang kerasukan jin dan Jin yang terobsesi pada manusia. Simbiosis mutualisme manusia dan Jin. Karena istana adalah tempat terbaik untuk berlindung bagi pelaku kejahatan kemanusiaan. Maka, \"Jin Buang Anak, Anak Jin Lari sembunyi Di Istana\". (*)
Indonesia Akan Dikepung Relawan Anies
Di sisi lain, Anies dikenal sebagai tokoh nasional. Posisi Mendikbud dan Gubernur DKI telah menaikkan popularitas Anies selama ini. Oleh: Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa TOK! Pilpres sudah ditetapkan jadualnya: 14 Pebruari 2024. 7-13 Sepetember 2023 pendaftaran capres akan dibuka. Siapa saja yang akan mencalonkan? Ada tiga nama kandidat yang muncul di survei. Sekali lagi \"kandidat\". Artinya, potensi menjadi calon ada. Tapi, ini tidak mutlak. Situasi bisa berubah seiring dengan perkembangan politik yang ada. Tiga nama tokoh yang surveinya selalu di atas adalah Prabowo Subianto, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. Prabowo peluangnya sangat besar untuk maju jika menggandeng PDIP. Sebab, PDIP punya 128 kursi di DPR. Dan nampaknya, hubungan emosional dan politik PDIP-Gerindra dan Mega-Prabowo cukup mesra. Situasi politik juga kondusif untuk kedua partai ini berpasangan. Mereka akan mengusung Prabowo-Puan. Selain Pdabowo, ada Anies Baswedan. Gubernur DKI ini juga punya peluang cukup besar. Selain berada di tiga besar survei capres, Anies memiliki modal branding terbanyak dibanding yang lain. Cara komunikasi, sikap politik, dan prestasi Anies di DKI bisa menjadi modal cukup besar untuk bertarung, bahkan memenangkan Pilpres 2024. Situasi politik seperti sedang berpihak kepada Anies. Pertama, konstituen partai-partai Islam seperti PKS, PPP dan PAN sedang eforia mendukung Anies. Berat bagi tiga partai ini jika tidak mengusung Anies di pilpres 2024. Ancaman konstituen untuk meninggalkan tiga partai ini akan sangat serius. Apalagi, PAN sedang dibayang-bayangi Partai Umat, dan PKS sedang dibuntuti Partai Gelora. Anies punya coattail effect, khususnya bagi ketiga partai ini. Secara umum, coattail effect ini berlaku juga buat semua partai pengusung Anies. Mengusung Anies diprediksi akan memberi efek elektoral bagi partai pengusung, khususnya ketiga partai Islam tersebut. Jika Anies Jadi capres, berisiko bagi ketiga partai Islam ini jika tidak turut serta mengusung Anies. Partai-partai tersebut besar kemungkinan akan ditinggalkan oleh konstituennya. Situasi ini akan menguntungkan buat partai Umat dan Gelora. Juga buat partai lain yang mengusung Anies di pilpres 2024. Silaturahmi Yusril Ihza Mahendra, ketua PBB ke Anies, dan manuver poros PPP-PBB baru-baru ini apakah karena adanya kesadaran coattail effect tersebut? Kedua, Anies diuntungkan dengan jadual Pilpres 14 Pebruari 2024. Sedangkan pendaftaran capres dibuka tanggal 7-13 september 2023. Kalau Anies habis periodenya tanggal 16 oktober 2022, maka ada waktu 11 bulan menuju pendaftaran pilpres. Ini menjadi faktor keberuntungan bagi Anies. Gubernur DKI Jakarta ini punya waktu cukup longgar untuk keliling Indonesia dan berkampanye. Performence dan kemampuan Anies bicara di depan massa akan mampu menghipnotis rakyat. Beredar banyak video, jika Anies hadir di kerumunan massa, dimanapun itu, selalu ada teriakan \"Presiden\". Mereka mendekat dan berebut untuk berfoto. Dalam konteks ini, magnet Anies sangat besar. Bayangkan jika Anies keliling 11 bulan ke daerah-daerah. Akan ada sambutan gegap gempita. 11 bulan menjadi waktu emas bagi Anies untuk \"curi strat\" kampanye. Anies punya kesempatan untuk menyapa rakyat di seluruh pelosok negeri tanpa harus minta ijin Mendagri. Ini peluang besar bagi Anies untuk memenangkan pertarungan di 2024. Peluang ini tidak dimiliki oleh kandidat-kandidat lain. Saat itu, kandidat-kandidat lain masih menjabat. Prabowo masih jadi menteri dan Ganjar masih jadi Gubernur Jateng. Dibanding Anies, Ganjar saat ini masih menjadi tokoh lokal yaitu Jawa Tengah. Pemilih Ganjar mayoritas berasal dari Warga Jawa Tengah. Ganjar belum menasional, meski pernah menjadi anggota DPR. Tak menutup kemungkinan kedepan, elektabilitas Ganjar tersalip oleh Sandiaga Uno dan Erick Thohir yang sedang gencar branding. Bahkan tersalip oleh Puan jika Puan rajin turun ke daerah, khususnya Jawa Tengah yang dianggap sebagai kandang banteng. Di sisi lain, Anies dikenal sebagai tokoh nasional. Posisi Mendikbud dan Gubernur DKI telah menaikkan popularitas Anies selama ini. Ada yang bilang: usai lepas gubernur DKI Anies tidak punya panggung. Ini salah! Anda tidak sadar bahwa mesin politik menuju 2024 sudah panas. Sekarang saja sudah semakin panas. Tahun 2023 akan jauh lebih panas lagi. Artinya, di tahun 2023 ruang publik akan sesak dengan massa yang membicarakan pilpres 2024. Dan saat itu, mesin politik Anies sudah bisa bergerak leluasa dan bebas. Bermanuver ke semua arah. Siapapun lawannya, akan sangat kewalahan melawan Anies. Tim Anies dan semua relawannya akan bergerak dan memaksimalkan waktu 11 bulan itu untuk menyisir seluruh pelosok negeri. Indonesia akan dikepung relawan Anies dengan semua spanduk, baliho dan deklarasi. Day to Day. Ini sekaligus menjadi peluang bisnis yang cukup bagus. Bagi mereka yang ingin berbisnis, mereka bisa menjual topi, kaos, jaket, baju, bendera, bulpen, dll bergambar Anies Baswedan. Diprediksi akan laku keras. Setiap ada Anies, akan hadir jumlah massa besar. Dan ini peluang bisnis yang cukup menggoda. Silahkan dimanfaatkan jika anda tertarik. Jika kita mau berandai: apakah Anies bersedia dijadikan plt Gubernur DKI 2022-2024? Saya rasa, Anis akan menolak. Lebih strategis kalau Anies fokus untuk hal yang lebih besar: yaitu memimpin negeri ini di 2024. Jakarta, 27 Januari 2022. (*)
Ganti Presiden Lebih Mendesak Ketimbang Pindah Ibu Kota
UU IKN merupakan upaya melegalisasi kejahatan borjuasi korporasi dan membiarkan kuku-kuku oligarki mencengkeram negeri. Dengan kata lain konstitusi direkayasa untuk melindungi para cukong terus merampok sumber daya alam sembari mengembangbiakan korupsi, membuat kerusakan alam dan konflik horisontal sesama anak bangsa. Oleh Yusuf Blegur, Pegiat Sosial dan Aktivis Yayasan Human Luhur Berdikari SEMENTARA di lain sisi presiden gagal menunjukkan kualitas kepemimpinannya, kalau tidak bisa disebut dungu dan penipu. Alih-alih berprestasi membawa kemakmuran dan keadilan bagi rakyat Indonesia. Presiden justru membawa negara menuju kebangkrutan dan disintegrasi bangsa. Negara diambang kehancuran sosial, politik, ekonomi, budaya, hukum, pertahanan dan keamanan nasional. Kalau tidak dijajah kembali oleh asing dan aseng, bisa jadi NKRI bubar seperti yang disampaikan Prabowo Subianto dan Amien Rais. Presiden memimpin negara dengan begitu maraknya KKN, utang negara yang menjulang sulit untuk dikembalikan, penyelenggaraan pemerintahan mengangkangi Panca Sila, UUD 1945 dan NKRI. Rakyat Indonesia tak lagi bisa mengambil resiko dan segala kemungkinan terburuk, bahkan tidak bisa menunggu lagi hingga sisa waktu jabatan presiden berakhir. Meski pesimis, masih ada kemungkinan lembaga-lembaga tinggi negara seperti DPR, MPR dan DPD menggunakan pertanggungjawaban moral dunia akherat dan amanat konstitusinya menyelamatkan negara bangsa. Atau memang revolusi rakyat Indonesia menjadi satu-satunya pilihan dan yang tak terhindarkan. Terpuruknya kehidupan rakyat Indonesia, telah membawa negara dalam kondisi darurat kenegaraan dan kebangsaan. Pelbagai rekayasa dan pengalihan isu tak mampu menghilangkan distorsi kebijakan seperti omnibus law dan UU IKN. Sebelum lebih jauh menimbulkan banyak masalah yang berujung pada kesengsaraan rakyat. Terlebih pada polemik dan kontroversi ibu kota negara baru yang membutuhkan biaya hampir 500 triliun, sementara pemerintah membutuhkan biaya tidak sedikit untuk pemulihan negara. Saat rakyat dengan kemiskinan bertahan hidup karena pandemi, kengototan pemindahan ibu kota negara menandakan gejala hiprokat dan sakit jiwa para penyelenggara negara, utamanya seorang presiden. Jadi, ibarat dipaksa melakukan perjudian dengan nafsu memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Terutama ketika akal sehat, basis akademis, logika hukum dan konstitusi tak dipakai dalam praktek-praktek penyelenggaraan negara. Ada baiknya seluruh rakyat Indonesia mengganti presiden ketimbang memindahkan ibu kota. Selayaknya menjadi agenda yang mendesak dan menjadi skala prioritas bagi negara ini. Itupun jika bangsa Indonesia masih mau selamat dan memiliki masa depan yang jauh lebih baik. Selamat memilih presiden baru, bukan membangun ibu kota baru.(*)
Usut Tuntas Tragedi Km 50
By M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan Itu adalah tulisan dalam baliho yang dipasang di Pamekasan Madura. Kumpulan massa menyatakan tekad untuk menjaga baliho tersebut. Ada gejala upaya untuk menurunkan baliho simpati HRS dan enam anggota Laskar FPI itu. Isi kalimat berkaitan dengan aspek normatif bahwa tragedi Km 50 harus diusut tuntas. Pembunuhan itu dinilai sadis. Aspirasinya adalah bahwa peristiwa pembunuhan 6 laskar FPI merupakan suatu tragedi yang tidak boleh dimain-mainkan, direkayasa, atau diambangkan. Harus dituntaskan. Kritiknya adalah bahwa proses peradilan yang kini sedang berjalan dengan dua orang terdakwa anggota Kepolisian dinilai tidak akan mampu menuntaskan pengusutan tragedi Km 50. Baliho hanyalah baliho, namun ada teriakan keras disana. Pihak yang terusik adalah yang menutup telinga atas suara berisik itu. Dahulu Dudung Abdurrahman semasa Pangdam merasakan suara berisiknya, hingga harus bersusah payah untuk membasminya. Mengomando pencopotan baliho sosok HRS. Bergelarlah ia sebagai Jenderal Baliho. Ketika para \"calon\" Presiden jumawa diri dengan baliho di mana-mana, ada Puan, Airlangga, Muhaimin, Erick dan lainnya atau baliho Presiden yng mengingatkan masker dan vaksin, maka wajar muncul baliho \"lain\" tentang usut tuntas tragedi Km 50 di Madura. Sebenarnya tidak perlu dimasalahkan karena pesannya konstruktif. Persoalan penegakkan HAM menjadi kewajiban bersama bangsa Indonesia. Suara itu tulus dan datang dari \"bawah\" yang merasakan adanya ketidakjujuran dan ketidakadilan dalam penanganan dan pengungkapan tragedi Km 50. Rekayasa kasar untuk menutupi fakta dan melindungi pelaku kriminal yang sesungguhnya. Ketika ungkapan lewat bunga \"say it with flower\" dianggap terlalu lemah, \"say it with law\" tidaklah mudah, maka sekelompok warga Madura menyatakan aspirasinya lewat baliho \"say it with baliho\". Semoga Jenderal Dudung tidak mengerahkan pasukannya ke Madura untuk menurunkannya. Sebaiknya bergerak saja ke Papua. Ada lawan seimbang disana. \" TNI kombatan, kami juga kombatan\" kata Arnoldus Kocu, Komandan TPNPB-OPM Kodap IV Sorong Raya. (*)
Staf Khusus Menteri BUMN: Milenial BUMN Harus Pakai Produk UMKM Lokal
Bandarlampung, FNN - Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengajak seluruh milenial BUMN untuk menggunakan produk lokal guna mendorong pengembangan UMKM di daerahnya.\"Seperti tadi yang telah saya sampaikan para milenial, terutama semua milenial BUMN harus bangga menggunakan produk lokal,\" ujar Arya Sinulingga, di Bandarlampung, Sabtu.Ia mengatakan dengan bangga menggunakan produk lokal, para milenial BUMN dapat berkontribusi dalam memajukan sektor UMKM di daerahnya. \"Kita dorong untuk pakai produk lokal, ini bisa membantu UMKM yang ada di daerahnya untuk terus berkembang,\" ucapnya.Menurutnya, produk lokal yang dibuat oleh pelaku UMKM dari segi kualitas cukup baik dan mampu bersaing dengan produk dari brand terkenal.\"Dari kualitas tidak kalah saing dengan brand terkenal banyak yang bagus, jadi jangan malu beli dan gunakan produk lokal,\" katanya.Dia melanjutkan, selain itu untuk mendorong pengembangan UMKM lokal, milenial BUMN pun diminta untuk aktif memanfaatkan rumah kreatif BUMN.\"Rumah kreatif BUMN ini harus dimanfaatkan untuk membuat pelatihan permodalan, pengemasan produk untuk UMKM, jadi teman-teman milenial BUMN harus support UMKM di daerahnya,\" ujarnya.Ia menjelaskan, dengan kolaborasi, kreatifitas, dan kecintaan dari milenial BUMN untuk mengembangkan dan memanfaatkan produk lokal, dapat menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan UMKM dan ekonomi daerah.\"Kalau UMKM maju, tentu perekonomian daerah pun terbantu. Ini tugas bersama kita insan BUMN terutama milenial BUMN untuk memajukan produk lokal,\" ucapnya pula. (mth)
Menjelang Proklamasi Disintegrasi Bangsa
Tidak ada negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam berlimpah, namun rakyatnya hidup begitu miskin. Tidak ada bangsa yang memiliki kekayaan kebhinnekaan dan kemajemukan, namun rakyatnya dipenuhi konflik SARA. Tidak ada negara bangsa yang memiliki kekayaan ideologi sekaligus nilai-nilai adiluhung mewujud Pancasila, namun ditopang dan dituntun oleh neo kolonialisme dan imperialisme. Sulit menemukan kondisi geografis, geopolitis dan geostrategis wilayah seperti itu dalam peta dunia, kecuali yang bernama Indonesia. Oleh Yusuf Blegur, Pegiat Sosial dan Aktivis Yayasan Human Luhur Berdikari BETAPA banyaknya badut-badut di negeri ini. Bertingkah ekspresif dan eksplosif melakukan akrobatik dalam sirkus politik, ekonomi, dan budaya. Begitu luar biasanya amarah dan sikap reaksioner terhadap Sekedar ungkapan \"Jin Buang Anak\". Sementara pada kejahatan kemanusiaan yang sesungguhnya dari korupsi, pelanggaran HAM dan belenggu demokrasi, menyeruak sikap masa bodoh dan serba permissif. Bahkan penguasaan berjuta-juta lahan oleh segelintir orang dan borjuasi korporasi yang berujung deteriorasi melalui pembakaran hutan, perubahan fungsi lahan, eksploitasi sumber daya alam tanpa batas berkedok bisnis dan investasi. Dibiarkan melenggang dengan angkuh sambil mempertontonkan kebengisa konspirasinya. Tampaknya ambigu dan paradoks telah menjadi habit sekaligus penyakit bangsa ini. Bangsa ini seperti mengalami gejala bipolar, disatu sisi menuntut hal sepele yang dianggap baik, di lain sisi secara telanjang membiarkan banyak hal yang esensi dan substansi mengalami distorsi. Genderang perang terhadap KKN yang digaungkan gerakan aktifis 98, surut dan kian kemari nyaris tak terdengar. Begitupun perlawanan terhadap omnibus law dan UU IKN, meredup terdengar sayup-sayup ditengah hiruk-pikuk pengalihan isu dan kelicikan rezim kekuasaan. Termasuk stereotif pesantren dan masjid yang menjadi pusat pembelajaran dan peribadatan agama, dituduh sebagai sarang teroris. Kehilangan kesadaran makna dan kesadaran krisis pada bangsa ini, semakin membuat negara ini meluncur deras ke jurang degradasi sosial dan disintegrasi nasional. Rayat terus sibuk berpolarisasi membangun eksistensi SARA. Menebar kecurigaan, hasad dan dengki pada sesama anak bangsa. Sikap permusuhan dan kebencian semakin tumbuh sumbur ditengah kemerosotan ekonomi dan politik. Kehilangan semangat kolektif kebangsaan dan kemunduran peradaban, seakan mengiringi krisis multi dimensi pada pelbagai sendi kehidupan rakyat. Realitas politik terus sibuk menyalakan api konflik horisontal sembari abai meninggalkan sejatinya nasionalisme. Kehilangan Kepemimpinan Nasional Bukan hanya gagalnya agama merasuki kejiwaan hati dan pikiran bangsa ini. Terlalu banyak pranata sosial yang tergerus oleh sihir massal mengejar materi. Kebudayaan yang kaya kemanusiaan dan orientasi nilai-nilai spiritual bangsa, secara perlahan dan massif mulai mengalami kehancuran. Warisan tradisi, mitos dan etos sebagai kearifan lokal sekaligus entitas nasional, mulai tergulung modernitas yang membonceng penghambaan kepada kebendaan. Rakyat hanya bisa pasrah, menangis dan terunduk lesu menyaksikan kekayaan adat dan budaya leluhur dihancurkan oleh keserakahan pembangunan. Saat agama tak lagi mampu menghadirkan inti dari kemanusiaan dan ketuhanan. Boleh jadi premis agama sebagai candu masyarakat yang pernah didengungkan penganut Marxis, kini semakin menggejala. Melalui perselingkuhan dan hubungan intim penuh syahwat dan gejolak. Kapitalisme dan komunisme begitu mesra melebur, giat mencabik-cabik UUD 1945, Panca Sila dan UUD 1945. Indonesia larut memasuki episode penjajahan berwajah liberalisasi dan sekulerisasi. Saat watak kolonialisme dan imperialisme hadir mewujud oligarki. Maka kekuasaan yang korup akan menjadi ternak-ternak yang terpelihara. Kepemimpinan nasional beserta kekuasaan institusional dan konstitusionalnya, terus menjadi boneka sekaligus budak kepentingan global, korporasi dan kelompok non state. Jadilah rezim atau penguasa yang perilakunya membenarkan celoteh seorang Lord Acton, \"power tend to corupt, absolute power corrupts absolutely\". Dibumbui rasa manis untuk asing dan aseng, namun membuncah represi dan keji pada bangsanya sendiri. Apa mau dikata, sistem pemilu yang menganut demokrasi transaksional yang sudah mengakar dan mendarah daging. Hanya melahirkan wakil-wakil rakyat dan para pejabat yang menjadi ternak-ternak oligarki. Birokrat dan politisi secara berjamaah cenderung menggerogoti negara. Berfungsi dan bertugas sebagai pelayan dari dominasi dan hegemoni pemilik modal. Bagai sunami politik, mesumnya hubungan penyelenggara negara dengan pengusaha, menyebabkan kedaulatan rakyat terhempas. Tak cukup sampai disitu, KKN yang telah memiskinkan bangsa dan menimbulkan kesengsaraan rakyat. Kini mulai mengusik persatuan dan kesatuan bangsa. NKRI menjelang disintegrasi, hanya tinggal menunggu proklamasinya. Seiring sulitnya menemukan pemimpin nasional yang sebenarnya, tak ubahnya bagai keinginan yang uthopi. (*)
Ketika Kaum Intelektual Menjadi Budak Kekuasaan
Oleh Ahmad Sastra, Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa, tinggal di Bogor. SECARA historis, pertumbuhan intelektualitas terjadi sejak adanya manusia itu sendiri. Sebab karakter utama manusia adalah berakal yang maknanya memiliki potensi berfikir, berbeda dengan makhluk berjenis binatang yang hanya diberikan naluri. Intelektualitas adalah anugerah Allah kepada manusia. Dari intelektualitas inilah lahirnya berbagai peradaban di seluruh penjuru dunia dari masa ke masa. Membungkam intelektualitas adalah bentuk kejahatan sekaligus kebodohan. Membungkam intelektualitas suatu bangsa berarti bangsa tersebut tengah mengizinkan kehancuran dan kemusnahan. Kekuasaan anti intelektualitas adalah kekuasaan diktator yang justru sedang membunuh dirinya sendiri. Kekuasaan anti argument adalah kekuasaan terburuk sepanjang sejarah peradaban. Peradaban Islam patut menjadi contoh bagi peradaban manapun di dunia. Peradaban Islam yang dibawa oleh Muhammad Rasulullah telah bertahan lebih dari 13 abad menandakan bahwa peradaban ini sangat menjujung tinggi ilmu dan intelektualitas. Lahirnya para ilmuwan muslim yang sangat dikenal di dunia adalah fakta sejarah. Peradaban agung Islam adalah peradaban ilmu dan adab akan bisa bertahan lama. Sebaliknya, yang dilandasi oleh nafsu dan kepentingan duniawi tak pernah bertahan lama, ia akan segera tumbang oleh kecongkakannya sendiri. Indonesia, bangsa muslim terbesar di dunia ini harus banyak belajar dari peradaban Islam. Peradaban fir’aunisme yang tumbang karena kecongkakannya juga ditopang oleh para budak-budak intelektual yang hanya menjadi stempel dan legitimasi apologetik kezoliman raja fir’aun. Budak-budak intelektual kepada kekuasaan diktator fir’aun lebih bahaya dari penjahat dan lebih hina dari seorang pelacur atau lonte sekalipun. Karena bisikan para intelektual bermental budak, fir’aun begitu membenci dan memusuhi Musa yang seorang utusan Allah. Nabi Musa di mata Fir’aun adalah penjahat dan pemberontak yang layak dimusuhi dan dimusnahkan. Pada awalnya, fir’aun begitu merendahkan Musa, selanjutnya memberikan ancaman, setelah gagal, maka fir’aun lantas mengadu domba rakyat agar memusuhi Musa. Kaum intelektual idealnya berdiri tegak dan jauh dari kekuasaan, jika pada akhirnya hanya menjadi budak. Kaum intelektual yang bergabung dengan kekuasaan mestinya menjadi energi positif bagi lahirkan kekuasaan yang baik serta peradaban mulia. Kampus-kampus mestinya menjadi mimbar akal sehat yang mampu memberikan pencerahan atas perjalanan suatu bangsa. Adalah kekelapan peradaban bagi bangsa jika kampus berubah menjadi penjara bagi argumentasi. Lebih ironis lagi jika kampus ikut menjadi budak kekuasaan sehingga bangsa tersebut tak lagi punya daya pikir. Kampus sesungguhnya adalah satu-satunya ruang bagi tumbuh kembang intelektual, jika telah membudak pada kekuasaan, maka akan lahir dari bangsa tersebut bangsa yang dungu dan terbelakang. Ketika intelektualitas membudak kepada kekuasaan, maka itu pertanda kegelapan masa depan bangsa tersebut. Kegelapan kekuasaan fir’aun dan namrud mestinya cukup menjadi pelajaran bagi suatu bangsa. Padahal kekuasaan hanyalah sesaat yang pada waktunya akan runtuh dan berganti. Peradaban demokrasi sekuler kapitalisme seperti Amerika pada akhirnya runtuh berkeping. Peradaban komunisme ateis seperti Uni Soviet juga tidak lama bertahan. Sementara peradaban Islam telah terbukti bertahan lama, sebab integrasi wahyu dan intelektualitas menjadi energinya. Psikologi keterjajahan bangsa ini memang telah lama mengurat saraf dari generasi ke generasi. Dalam istilah lain bangsa ini dalam kubangan hegemoni dan intervensi kolonialisme. Strategi mencari jalan keluar dari hegemoni dan imperialisme asing inilah yang menjadi tugas pertama para intelektual dengan gagasan dan pemikirannya. Tugas pertama seorang mukallaf (muslim) menurut Imam Syafi’i adalah memikirkan kemajuan agamanya. Dengan potensi sumber daya alam yang melimpah dan potensi cendekiawan muslim yang juga melimpah sudah semestinya Indonesia berdaulat dan bermartabat dari sejak dulu, namun faktanya hingga hari ini bangsa ini justru kian terjajah. Nah. Bagaimana mau mengeluarkan negeri ini dari hegemoni neokolonialisme jika kaun intelektual justru tengah terjerembab pada kubangan pragmatisme kekuasaan. Apa yang bisa diharapkan dari kaum intelektual bermental budak kekuasaan. Apa yang bisa diharapkan dari kaum intelektual yang berubah jadi bunglon, beda saat masih di luar, berbeda lagi saat berkuasa. Benarlah apa yang diungkapkan oleh George Washinton, presiden pertama Amerika bahwa jika ingin melihat manusia berubah, maka beri dia kekuasaan. Artinya kaum intelektual yang dekat dengan kekuasaan bisa jadi berubah jadi jahat dan bodoh, meskipun bisa jadi juga akan berubah menjadi lebih baik. Kesadaran mendalam untuk terus memberikan arah dan pencerahan bagi seluruh bangsa ini merupakan amanah abadi yang harus terus dipikul oleh kaum intelektual, terlebih intelektual muslim. Dengan manhaj Islam yang agung ini, insyaallah bangsa ini akan bermartabat. Sebab bermartabat bukan hanya soal kemajuan dan kedaulatan, namun juga soal kemuliaan. Saatnya menjadi intelektual yang berdiri lurus memberikan pencerahan saat bangsa ini redup dan meluruskan saat bangsa ini bengkok. Saatnya menghidupkan kembali radisi ilmu, argumentasi dan akal sehat di kampus-kampus. Jangan pernah mau menjadi budak kekuasaan yang tiba-tiba jadi dungu. Sebab perbudakan adalah kematian bagi sebuah bangsa. Nah disinilah letak peran strategis kaum intelektual agar tetap berdiri kokoh memerikan pencerahan dan peringatan bagi perjalanan sebuah bangsa dan peradabannya. Pantang seorang intelektual melacurkan diri kepada kekuasaan. Ingat diutusnya Rasulullah adalah sebagai pemberi kabar gembira sekaligus pemberi peringatan. Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka. (QS Al Baqarah : 119) (*)
Antara Radikalisme dan Stigma Bergerak: Sebuah Narasi Geopolitik
Oleh Kombes Pol Arif Pranoto (Akpol 1987) DARI perspektif geopolitik, terdapat narasi lain tentang radikalisme yang kini gaduh lagi marak di publik. Entah maraknya pada isu lokal/nasional, regional maupun radikalisme sebagai isu global. Bahwa radikalisme di tingkat lokal dan regional, misalnya, hanyalah dampak dari isu global. Kenapa demikian? Kredo geopolitik menyatakan, bahwa konflik lokal adalah bagian dari sebuah konflik global. Rujukan akademis yang agak pas guna memotret fenomena tersebut barangkali adalah \"butterfly effect theory\"-nya Edward Norton, bahwa kepakan sayap kupu - kupu di rimba belantara Brasil --- yang secara teoritis dapat memicu tornado di Texas beberapa bulan kemudian. Intinya, peristiwa besar kerap dimulai dari peristiwa kecil; atau jangan anggap enteng kejadian kecil, ia bisa membesar dan tak terkendali; dan juga jangan abaikan isu lokal, karena jangan - jangan ia bagian dari isu global. Adapun narasi di atas menerangkan bahwa radikalisme hanyalah: Stigma Bergerak. Memang belum ada definisi dan keterangan yang bersifat text book soal stigma bergerak, cuma perlu realita kasus, sedikit pendalaman, dan contoh-cöntoh peristiwa. Irak di zaman Saddam Hussen dahulu, contohnya, sebelum ia diserbu oleh koalisi militer Barat pimpinan Amerika (AS), dituduh menyimpan senjata pemusnah massal. \"Ini stigma atau isu pertama\" yang dilekatkan AS terhadap Irak. Ketika isu senjata pemusnah massal tak terbukti namun Irak terlanjur porak - poranda dikeroyok koalisi militer, stigma pun berubah menjadi isu menegakkan demokrasi. \"Ini stigma kedua.\" Setelah Saddam di hukum gantung lalu pemerintah Irak dalam kendali koalisi militer asing, stigma pun berubah menjadi \"isu menjaga stabilitas\". Nah, gambaran perjalanan atau perubahan stigma step by step mulai isu pertama, isu kedua, hingga isu terakhir (menjaga stabilitas) disebut: \"Stigma Bergerak\". Ya, (isu) bergerak menyesuaikan situasi dan kondisi terbaru di negara target. Sekarang membahas radikalisme. Tak boleh disangkal, kini ia menjadi stigma atau isu terujung, terakhir, terkini atau terpopuler setelah isu terorisme (\"ini stigma pertama\") tidak laku lagi di panggung global. Mengapa tidak laku, selain raja teroris Osama bin Laden telah \"tewas\" ditembak oleh pasukan elit AS Navy Seal di Pakistan dan mayatnya dibuang ke laut, juga karena faktor \"kekalahan\" militer koalisi pimpinan AS saat melawan Taliban di Afghanistan. Bayangkan saja, peperangan 10-an tahun yang menyedot banyak sumber daya hingga AS dan negara sekutu yang terlibat sharing saham dalam perang mengalami krisis ekonomi akibat modal perang tidak kembali. Taliban melawan mati - matian. Dan tak boleh dipungkiri, perang Afghanistan merupakan perang terlama (2001 - 2011) dalam sejarah petualangan AS di panggung geopolitik. Betapa koalisi 40-an negara ---NATO dan ISAF--- tidak mampu menundukkan Taliban yang padanan di Indonesia hanya sekelas ormas atau laskar pesantren. Taliban bukanlah militer profesional seperti halnya Kopassus ataupun Green Baret. Nah, usai \"drama\" penyerbuan Osama di Pakistan, AS dan sekutu akhirnya cabut dari Afghanistan dengan tagar: Osama Tewas! \"Onani\". Menyenangkan diri sendiri. Dan War on Terrorism (WoT) pun tutup layar. Setelah WoT tutup layar, isu pun berubah menjadi memerangi ISIS. Pertanyaan selidik muncul, \"Bukankah tabir sudah terkuak siapa pencipta, pendukung, siapa operator ISIS?\" False flag operation semacam ini sudah menjadi rahasia umum. Tatkala ISIS pun juga kalah dalam peperangan di Suriah, isu pun berubah lagi menjadi radikalisme. Ya. Inilah (radikalisme) isu terujung dari WoT yang sudah tutup layar beberapa tahun lalu. Sekali lagi, perubahan stigma dari isu pertama (terorisme), isu kedua (ISIS) hingga isu terakhir (radikalisme), dalam geopolitik disebut \"Stigma Bergerak\". Selanjutnya, antara kedua stigma bergerak di atas sebenarnya serupa tetapi tak sama. Serupa dalam hal pola, tidak sama pada modus dan aktornya. Lalu, apa target dan motif stigma bergerak tersebut? Satu kata: Minyak! \"If you would understand world geopolitics today, follow the oil,\" kata Deep Stoat, salah satu pakar strategi di Paman Sam. Bila ingin memahami dunia geopolitik hari ini, ikuti kemana minyak mengalir. Atau, kata Guilford: \"When it comes to oil 90% about politics, 10% is about oil itself\". Silahkan ilustrasikan, bila Irak cuma penghasil nasi kebuli atau susu onta, akankah muncul isu senjata pemusnah massal di era Saddam; atau, seandainya Suriah hanya produsen kurma, misalnya, apakah ISIS akan bermain di negerinya Bashar al Assad? (*)