OPINI

PKS Keles, PKS Choi

Oleh: Yusuf Blegur USAI mengadakan acara Tirakat Kebangsaan yang disiarkan secara live di PKSTV tanggal 7 Oktober 2021, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) seakan menegaskan bahwa kehadirannya tidak sekedar menjadi partai politik yang berbasis dakwah dan gerakan keagamaan semata. Melalui refleksi dan evaluasi kritis terhadap tabir gelap sejarah komunis di Indonesia. Termasuk dalam memaknai peristiwa G 30 S/PKI. Secara kepartaian mendukung dan membela Panca Sila terutama dari segala macam bentuk penghianatan yang mungkin berulang. PKS terus bertumbuh meneguhkan kecintaannya terhadap NKRI. PKS semakin membuktikan komitmen dan konsistensinya pada nasionalisme Indonesia. Bahkan dalam terpaan badai stigma dan stereotif PKS yang intoleran, radikalis dan fundamentalis. Partai politik yang lahir di penghujung kelahiran reformasi itu. Berhasil menapaki perjalanan politik dan memberi warna dinamika kebangsaan yang menyejukukan hingga saat ini. PKS mampu menjelma menjadi partai agama yang nasionalis, sekaligus partai nasionalis yang religius. Peran politik yang oposisional yang diambil PKS terhadap pemerintahan Jokowi selama hampir dua periode ini. Secara elegan membangun budaya demokrasi yang sehat dan proses edukasi bagi partisipan parpol lain khususnya dan rakyat pada umumnya. PKS tetap menampilkan fungsi kontrol dan sikap kritis terhadap pemerintahan dengan tidak menghilangkan perilaku yang santun. Cara-cara yang bermartabat dan solutif membangun peradaban. PKS juga berupaya keras menyuarakan realitas negeri dan aspirasi rakyat yang menguat namun terabaikan. Berbeda pandangan dan sikap politik dengan penguasa, namun tetap menghargai etika politik. Menyikapi perbedaan perspektif pengelolaan negara dengan tetap mengacu pada aspek konstitusional. Menunjukkan karakter kuat yang jarang dimiliki partai politik bahkan yang sudah sejak lama lahir dan berkiprah di Indonesia. Dengan platform partai dan sistem kaderisasi yang relatif unggul dibandingkan partai lain. Sejatinya PKS layak menyandang gelar partai kader berbasis ideologi, selain partai agama yang disandangnya. Perlahan tumbuh menjadi partai yang inklusif. Kini dalam kepemimpinan seorang Ustad Ahmad Syaikhu yang menjadi Presiden PKS. PKS tampil ramah dan hangat berinteraksi luas dengan seluruh elemen bangsa secara toleran, plural dan lebih humanis. PKS saat ini bisa dibilang menjadi partai politik yang progresif revolusioner namun tetap mengedepankan akhlakul karimah. Seperti keteladanan Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wassalam yang diutus menjadi Rasul untuk memperbaiki akhlak umat manusia. Sebuah watak dan prinsip yang sulit ditemui di kebanyakan partai politik. Tidak tumbuh dan dibesarkan dengan kapitalisasi, liberalisasi dan terus memelihara pola transaksional dalam membangun partai dan anggota legislatif beserta kinerjanya. Seperti sistem pemilu selama ini dengan banyak kontestan partai politik yang terkontaminasi tradisi pragmatis dan bertujuan kekuasaan, ansih. Menghidupkan Panca Sila, Membangkitkan NKRI Di tengah kematian nilai-nilai Pancasila, terkikisnya keberadaan dan kedaulatan NKRI. Saat Rakyat hidup dalam kegundahan makna bernegara, dan kehilangan kepemimpinan nasional yang protektif terhadap rakyat. PKS secara spartan mengambil langkah-langkah nyata dan kongkrit dalam penyelamatan aspirasi rakyat. Meski tidak berada dalam kekuasaan pemerintahan dan tak mampu membendung beberapa distorsi kebijakan eksekutif maupun partai politik yang kuantitatif di parlemen. Posisioning politik PKS tidak kehilangan ketajaman dalam pendampingan dan advokasi kebijakan publik. Bersama civil society dan gerakan pro demokrasi lainnya. PKS terbukti giat bekerja di dalam dan di luar parlemen. Selain memperjuangkan lahirnya UU yang berpihak pada rakyat. PKS juga sering turun lapangan membela rakyat terpinggirkan dan tertindas. Tidak sedikit program pemerintah yang merugikan rakyat bahkan beresiko membahayakan eksistensi dan kedaulatan negara. PKS berani menyoroti dan tidak segan-segan menggugat kebijakan yang destruktif bagi iklim demokrasi, rasa keadilan dan penguatan ekonomi politik rakyat. PKS secara terbuka dan tegas juga sering membangun kontra opini dan kontra kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan rakyat. Sebagaimana soal tindakan agresif dan represi terhadap umat Islam dan para Ulama. PKS nyaring bersuara bahkan sampai masuk pada pembahasan RUU perlindungan Ulama. Lantang mengingatkan bahayanya serbuan TKA itu juga sikap jelas PKS. Saat pandemi mencekik leher dan menghilangkan banyak nyawa rakyat. PKS memotong semua gaji anggota legislatifnya. Memberikan solusi bagi yang terdampak pandemi lebih efisien dan efektif. Sejuta hewan qurban bagi umat Islam yang merayakan hari raya Idul Adha. Perlindungan pedagang kecil dari kekerasan aparatur PPKM yang terlihat memilukan. Masih dalam soal ekonomi juga, PKS spontan menjawab kebijakan impor produk pertanian dari pemerintah dengan turun ke bawah dan membeli beras, jagung, bawang dll. dari petani langsung. Saat kebijakan pajak yang memberatkan rakyat kecil, PKS juga tidak tinggal diam. Begitulah cara PKS menyatu dengan arus bawah, tidak sekedar beropini dan cukup menyampaikan rasa prihatin pada penderitaan rakyat. PKS benar-benar hadir dalam memulihkan kesengsaraan rakyat. Menumpahkan simpati, menyebarkan empati dan mewujudkan kemanusiaan yang sejati. PKS justru merevitalisasi Panca Sila yang selama ini cuma sekedar jargon yang histeris. PKS juga kerap memanifestasikan NKRI kepada upaya menciptakan kesejahteraan rakyat ketimbang kebisingan slogan. PKS, terus menerus berproses mewujudkan Keindonesiaan yang membuka ruang kondusif bagi kebhinnekaan dan kemajemukan bangsa. PKS tidak statis menempatkan Panca Sila, UUD 1945 dan NKRI hanya dalam sebuah bingkai. Melainkan lebih dari itu menjadikan semua puzle-puzle terserak sebagai ruh dan jiwa dari potret mozaik Indonesia yang menakjubkan. Jadi kemana para representatif Islam phobia itu mengujar kebencian dan peran antagonisnya?. Kemana mereka bersembunyi dari kenyataan rakyat yang sesungguhnya?. Mungkin karena terlalu sering menuduh dan memvonis yang lain radikal, fundamentalis dan pengusung khilafah. Nasionalis gadungan itu tak menyadari kalau ia sendiri dan kelompoknya cuma bisa mewujudkan wawasan dan behavior kebangsaan hanya dengan korupsi, oligarki dan berkerumun dalam kekuasaan negara dan korporasi tirani. In syaa Allah, PKS bisa bercermin pada perjuangan Nabi Nuh Alaihi Salam yang berdakwah selama 950 tahun, namun pengikutnya yang relatif tidak banyak. Bahwasanya perjuangan menegakkan yang hak dan melawan yang batil. Seperti halnya mewujudkan keadilan dan kesejahteraan itu, tidak diukur dari soal berapa lama waktu atau berapa banyak jumlah. Akan tetapi nilai esensinya terletak pada seberapa kuat istiqomah dalam jalan dakwah untuk keagamaan, kenegaraan dan kebangsaan Indonesia. Penulis, Pegiat Sosial dan Aktifis Yayasan Human Luhur Berdikari

Pandora Papers: Skandal Penghindaran Pajak Pejabat Negara

Oleh Salamuddin Daeng PANDORA papers adalah skandal penghindaran pajak terbesar, paling dahsyat dalam sejarah manusia. Melibatkan uang 11 ribu triliun dolar, yang sebagian besar disembunyikan oleh para pejabat negara. Dua orang pejabat negara Republik Indonesia yakni Menko Maritim dan Investasi dan Menko Perekonomian terlibat dalam kasus ini. Dunia menyebutnya sekarang sebagai skandal penghindaran pajak. Sebutan merujuk pada upaya dunia untuk membersihkan uang kotor dirty money yang bersumber dari kejahatan pajak dan segala turunannya. Bagi Indonesia apakah ini sebuah skandal besar? Yang jelas ini aib bagi pejabat negara, mengapa? Pertama, pemerintah sudah menjalankan tax amnesti tahun 2016 lalu. Periode pertama Jokowi berkuasa. Kedua pejabat negara yang terlibat ini harusnya telah mengikuti tax amnesty jilid 1. Mereka harusnya sudah memohon pengampunan pajak kepada pemerintah, membayar tax amnesty dan membersihkan dirinya dari kegiatan penghindaran pajak. Kedua, sekarang pemerintah jokowi sedang mengagendakan tax amnesty jilid 2, yakni pengampunan pajak untuk kedua kalinya. Ini akan menjadi aib' karena dengan demikian maka publik akan menilai ini adalah tax amnesty untuk mengampuni kasus pajak dua menteri koordinator pemerintahan Jokowi sendiri. Ketiga, pemghindaran pajak oleh pejabat negara terjadi tepat di saat pemerintah sendiri sedang mengampanyekan disiplin pajak, taat pajak bagi segenap rakyat Indonesia. Ini menjadi aib bagi pemerintah Jokowi karena dua pejabat menteri masih ada di kabinet dan belum mau mengumumkan jumlah uang yang mereka tempatkan di pandora papers untuk menghindari pajak. Keterlibatan dua menteri pemerintahan Jokowi dalam daftar nama pejabat dunia yang melakukan penghindaran pajak setara dengan 130 tahun penerimaan pajak APBN Indonesia, akan menjadi borok bagi pemerintah dan akan menghalangi seluruh upaya pemerintah dalam meningkatkan kedisiplinan pajak di dalam negeri. Upaya pemerintah untuk menggenjot pajak dari orang pribadi saat ini, akan menjadi bahan cemoohan karena menterinya sendiri justru melakukan penghindaran pajak, mencari surga pajak di luar negeri, sementara rakyat Indonesia sendiri dibenamkan dalam neraka pajak. Lebih jauh lagi ini akan menjadi sandungan besar bagi pemerintahan Jokowi dalam menarik investasi ke Indonesia, dikarenakan mereka para investor akan takut diperas oleh pejabat negara Indonesia yang doyan menyimpan uang mereka di tempat tempat gelap. Kemampuan para pejabat melakukan hal itu akan sangat menakutkan bagi investor karena pejabat negara doyan uang haram. Tapi walau dua pejabat ini masuk daptar, bisa saja mereka berbalik arah, misalnya pak Airlangga dan pak Luhut akan harum namanya kalau keduanya mau menyerahkan seluruh harta kekayaannya kepada negara, untuk digunakan dalam mengatasi kemiskinan dan digunakan untuk mensubsidi buruh yang ter PHK. Jadi pandora papers bisa dibalas dengan cara ini. Mudah mudahan. *) Peneliti AEPI

Nero dan Ibukota Baru

By M Rizal Fadillah KAISAR Romawi Nero Claudius Caesar Augustus Germanicus atau dikenal Kaisar Nero adalah penguasa Romawi yang dikenal tiran. Bekerja mengikuti kemauannya sendiri. Memenjarakan atau membunuh para penentangnya. Phobia pada keyakinan dan gerakan keagamaan. Kristiani dianggap berbahaya dan selalu menjadi sasaran fitnah Kaisar. Terkenal akan kekejamannya dan bisa menghukum mati hanya karena persoalan sepele. Ibu kandungnya Agrippina, istri-istri, serta adik tirinya Britanicus dibunuh karena takut menyaingi. Mengklaim sebagai seniman yang serba bisa termasuk musik. Suaranya jelek namun tetap harus dipuji. Ada pendengar yang lompat tembok tak mau mendengar suara berisik Nero. Cita cita dan keinginan kuatnya adalah membuat Roma baru. Meski kas negara kosong karena pemborosan namun Roma sebagai ibu kota baru harus dibangun. Roma lama yang indah dibuat terbakar atas perintah rahasia Nero. Sambil memandang kebakaran hebat ia memetik harpa dan meneteskan air mata. Kambing hitam tertuju pada kaum agama. Radikal Kristen tuduhannya. Mereka diburu dan dibantai. "Roma baru" dibangun dengan biaya mahal dan itu adalah hasil memeras dan memaksa rakyat. Pembangunan Istana didahulukan dan dibuat semegah mungkin "Domus Aurea" rumah emas dengan dekorasi intan permata. Setelah Istana selesai, Nero berkata "Ini baru mirip tempat tinggal manusia". Nero narsis dan masa bodoh pada rakyatnya. Membakar dan membangun Roma terjadi pada tahun 64. Namun tahun 68 kekuasaan Nero runtuh. Ternyata ibu kota baru itu adalah kulminasi dari nafsu kegilaannya berkuasa. Ketika rakyat telah habis kesabaran akibat ditekan dan diperas, maka kenekadan adalah pilihannya. Rakyat berontak dan militer mengkudeta. Nero lari setelah gagal mendapat maaf dan ampunan dari rakyatnya. Hukuman mati telah diputuskan oleh penguasa baru Kaisar Servius Sulpicius Galba. Nero panik dan berniat bunuh diri. Tapi sifat pengecutnya membuat ia tak berani menusukkan belati ke tubuhnya sendiri. Pembantunya diminta memegang belati dan Nero ikut menggenggam lalu bersama-sama menusukkan belati itu ke lehernya. Darah tertumpah mengiringi petikan harpa kematiannya. "Dunia ini telah kehilangan seorang seniman yang hebat", lirihnya. Ibu Kota baru dengan kemegahan baru yang bermodal pembakaran ibu kota lama hanya obsesi dari nafsu berkuasa Nero. Rakyat sama sekali tidak merasakan manfaat. Pajak justru dibebankan lebih berat. Nero bahagia di tengah kesulitan rakyat. Nero memang penguasa yang sakit. Ini adalah sepenggal kisah dari negeri Romawi, bukan yang terjadi di negeri ini. Nero telah mati dengan meninggalkan penyakit menular Neroistik yang menjangkiti banyak penguasa negeri saat ini. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Menakar Mentalitas Bangsa di Era Pandemi

Oleh Fauzul Iman GAGASAN revolusi mental yang dilontarkan Presiden Jokowi di awal pemerintahan dengan agenda sembilan prioritas yang dijanjikan lewat debat kampanye, boleh dikatakan merupakan gagasan paling top. Banyak pihak menyambut gagasan dan janji itu bersejalanan dengan harapan besar bangsa yang sangat menanti diselesaikannya akumulasi permasalahan yang kian mencekami rakyat. Sembilan poin Nawacita itu terletak pada kualitas mental manusianya. Dengan demikian, tidak dipungkiri, gagasan revolusi mental oleh Jokowi sangat konektif dengan agenda sembilan prioritas Nawacita yang dicanangkannya. Pertanyaannya sejauhmana revolusi mental yang didengungkan itu menjadi pemantik Nawacita dalam tataran praktik di lapangan. Terutama bagi semua komponen bangsa di saat-saat rakyat mengalami penderitaan yang tak kunjung sirna di era bencana pandemi Covid19. Jawaban atas pertanyaan ini, sepatutnya menengok peristiwa demi peristiwa disertai analisis terhadap ruang peristiwanya dengan membandingkan kualitas antar-komponen yang melakukannya. Selama ini pernyataan verbal dan kebijakan dari pemerintah di ruang spesifik telah menebarkan kebahagiaan yang menjanjikan. Program kartu sehat dan kartu pintar dalam kondisi tertentu berjalan menyenangkan sebagian rakyat kecil. Tetapi di ruang lain rakyat kerap tertimpa korban menohok atas kebijakan yang tidak berpihak kepada keadilan. Pedagang keciil dan kaum usaha menengah tidak berdaya mengakses keuangan negara dibanding para pengusaha oligarki yang menguasai 70 persen. Belum lagi para petani desa yang tergusur lahan pertaniannya krena serbuan sektor industri. Para petani menjerit dari hasil jerih payahnya menanam padi tidak laku setelah panen besar karena harga berasnya ditekuk oleh harga beras impor. Ruang peristiwa ketidakadilan di atas merupakan satu sisi yang efeknya membangun kompensasi tinggi bagi lahirnya emosionalisme baru di ruang pandemi pada sisi lain. Kebijakan negara di ruang pandemi dalam dua gelombang yang diawali dengan PSBB dan dan diakhiri dengan PPKM menggambarkan keseriusan dan ketegasan negara dalam upaya percepatan mengakhiri bencana pendemi. Prokes berupa pemakaian masker, jaga jarak, larangan kerumunan diberlakukan secara ketat di semua lini aktivitas. Para aparat baik polri maupunTNI dan Satpol PP dikerahkan secara kompak dan terintegrasi untuk mengamankan dua gelombang kebijakan tersebut. Dengan kebijakan bergelombang yang direncanakan begitu baik oleh negara tidak berarti berjalan tanpa masalah di tengah rakyat/masyarakat. Emosianalisme baru muncul berakumulasi dengan ketidakadilan sebelumnya. Di sinilah menakar mentalitas bangsa di era pandemi mulai dapat dilakukan di dua komponen bangsa. Komponen negara lewat aparat keamanan di ruang-ruang komersial telah tegas bertindak menyita barang bagi para pedagang yang dipandang melanggar aturan. Namun teriakan keras para pedagang kecil sebagai komponen terlemah yang merasa tidak diberi keadilan dan kompensasi bantuan dibiarkan dengan kekecewaan dan kemarahan sejadi-jadinya. Sementara di ruang komersial elit tak terdengar pemaksaan oleh keamanan untuk ditutup aktifitasnya atau dirampas barang-barang dagangannya. Ketidakadilan makin terlihat mencolok saat pihak keamanan membiarkan para komponen elit berpesta ria menciptakan kerumunan. Belum lagi kerumunan yang berulang dilakukan Persiden Jokowi lewat kegiatannya membagi sembako di daerah dan di jalan raya. Peristiwa di atas menggambarkan rendahnya mentalitas komponen bangsa di ruang pandemi. Dalam hal ini tidak sepenuhnya dipersalahkan apabila rakyat mempertontonkan mentalitas yang tidak disiplin dalam mematuhi prokes seperti kerap tidak memakai masker dan atau mengabaikan jaga jarak. Ketidakpatuhan rakyat ini terjadi karena dari pihak elit pimpinan sendiri nyaris sangat minus dalam membangun keteladanan di tengah publik. Rakyat ditekan untuk mematuhi aturan prokes dan dikenakan sangsi bagi yang melakukan pelanggaran. Sementara bagi kalangan komponen elitis yang melakukan pelanggaran prokes tidak pernah terdengar dilakukan tindakan hukum atau paling minimal sekedar teguranpun tidak pernah dilakukannya. Ketidakadilan yang paling menohok dirasakan rakyat di ruang pandemi adalah diizinkannya kedatangan TKA tanpa mempedulikan resiko atau dampak dari kerumunan terhadap penyebaran virus. Pemerintah sampai hari ini belum dengan tegas dan terbuka menjelaskan masuknya rombongan besar TKA ke Indonesia baik dari sisi inteligen keamanan maupun dari sisi kualifikasi dan kompetensi tenaga kerja yang konon akan dipekerjakan di perusahaan tambang nikel. Isu yang tidak mengenakan justru diantara para pekerja asing itu terdapat tenaga yang kualifikasinya untuk pekerjaan-pekerjaan kasar. Baru-baru ini publik dikagetkan juga dengan berita ketidakadilan pendapatan di masa pandemi antara rakyat lemah dengan kaum elite kekuasaan. Pendapatan rakyat makin berkurang karena faktor aktifitas usaha yang tidak berjalan kondusif. Para pekerja buruh tidak sedikit yang di-PHK. Para petani tergusur lahan pencaharian hidupnya oleh kebijakan diskriminatif seperti masih diberlakukannya impor garam dan beras. Termasuk kebijakan pemerintah yang mengutamakan sektor industri telah menggerus lahan pertanian. Pembaharuan undang-undang agraria/land reform hingga kini masih sebatas janji dan verba karena di lapangan sering terjadi penyerobotan tanah milik rakyat oleh oknum pengusaha kuat. Sebaliknya, sungguh ironis maraknya korupsi di kalangan elite kekuasaan di era pandemi ini makin tak terbendung. Rekening para menteri berkali lipat bertambah di saat pandemi. Semua itu sangat memukul perasaan rakyat yang kerap menjadi korban ketidakadilan. Dari uraian di atas ini kita bisa menakar bahwa ketidaksiplinan mental di era pandemi sebenarnya terjadi di elite kekuasaan sendiri yang tidak fight menjadii teladan utama. Mereka yang telah diberi kecukupan lebih tidak bersungguh-sunggguh steril dalam menjaga diri dari prilaku cela dan serakah. Adapun rakyat yang tidak disiplin adalah faktor keridakberdayaan ekonomi yang jauh dari kemewahan apalagi keserakahan. Kepatuhan rakyat yang terjadi terkadang terpaksa oleh karena faktor represivisme dan hegemoni kekuasaan yang tak berdaya dihindari. Meminjam bahasa Antonio Gramsci dalam bukunya The Revolutuon Against Capital , rakyat tak berdaya lagi karena sdang dihegemoni olek kekuasan negara kapitalisme . Gagasan revolusi mental Jokowi yang sangat sejalan dengan agenda Nawacitanya merupakan konsep yang sangat mewah dan tepat untuk mengangkat derajat mentalitas bangsa menuju pembangunan Indonesia yang bersih, berkualitas, sejahtera dan berdaya saing tinggi. Oleh karena itu di era pandemi yang sudah mulai landai dari serangan virus, agar konsep revolusi mental dan sembilan agenda Nawacita berjalan utuh, tak ada jalan lain kecuali tekad pemerintah menjalanknnya bersama rakyat dengan penuh konsisten dan semangat berketeladanan. Pelanggaran tekad dari semua ini hanya akan membawa pandemi yang kian melandai akan menaik kembali dan membawa bangsa makin terperosok ke tubir kehancuran. Nauzubillah ! *) Guru Besar dan Rektor UIN Banten ( 2017-2021)

Batalkan Rencana Privatisasi Anak Usaha BUMN Pro Oligarki!

Surat Terbuka untuk Presiden Jokowi Oleh Marwan Batubara, IRESS MAHKAMAH Konstitusi (MK) telah menolak gugatan uji materi (judicial review, JR) Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB atas Pasal 77 Huruf c dan d UU BUMN No.19/2003 terhadap Pasal 33 Ayat (2) dan (3) UUD 1945. Uji materi dengan nomor perkara 61/PUU-XVIII/2021 diajukan pada 15 Juli 2020 dan diputuskan MK pada 29 September 2021. Esensi putusan MK: menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. IRESS ikut mendukung dan memberi masukan kepada FSPPB atas JR di atas, terutama karena Pasal 77 huruf c dan d UU No.19/2003 tidak cukup jelas mengatur bahwa anak/cucu perusahaan Pertamina termasuk dalam kategori badan usaha dalam lingkup sebuah BUMN yang dilarang diprivatisasi sesuai konstitusi. Di sisi lain, rencana privatsiasi anak usaha BUMN telah dinyatakan secara terbuka, baik oleh Menteri BUMN Erick Thohir maupun Dirut Pertamina Nicke Widyawati (12/6/2020). Dengan putusan Perkara No.61/2020 pada 29 September 2021, maka rencana privatisasi atau rencana penjualan anak/cucu usaha BUMN akan berlangsung mulus. Pemerintah Jokowi akan leluasa meliberalisasi sektor menyangkut hajat hidup rakyat tanpa peduli konstitusi. Privatisasi melalui initial public offering (IPO) anak usaha (sub-holding) BUMN jelas akan merugikan negara, BUMN dan rakyat secara ekonomi, keuangan, sosial, politik, ketahanan dan kemandirian energi. Karena itu, Putusan MK atas Perkara No.61/2020 harus ditolak dan rencana privatisasi subholding BUMN, terutama Pertamina dan PLN harus dihentikan. *Motif di Balik IPO Sub-Holding BUMN* Sebelum membahas argumentasi mengapa kita harus menolak IPO sub-holding BUMN, perlu dikemukakan hal-hal yang menjadi motif di balik kebijakan. Motif utama adalah keinginan para investor, baik asing maupun domestik (baca: oligarki, taipan dan para pemburu rente) untuk mengambil manfaat dan mengeruk untung sebesar-besarnya dari pengelolaan SDA dan sektor strategis publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Motif tersebut dapat ditelusuri ke belakang, saat Indonesia mengalami krisis moneter 1997/1998. Saat itu, guna mendapat “bantuan” keuangan dai IMF dan Bank Dunia (BD), Pemerintah RI antara lain dipaksa melakukan berbagai langkah restrukturisasi kebijakan/UU dan privatisasi sejumlah BUMN strategis. Jika syarat-syarat tidak dipernuhi, maka pinjaman tidak turun. Sebagian pejabat pemerintah berkolaborasi mensukseskan agenda asing tersebut. Modus “penjajahan” oligarkis ini ternyata masih dilanjutkan pemerintahan Jokowi melalui berbagai kebijakan dan program bernuansa liberal berupa rencana IPO sub-holding BUMN. Sebelumnya, kita telah mencatat “prestasi” liberalisasi kebijakan/UU pemerintahan Jokowi berupa penyerahan aset minerba negara bernilai ribuan triliun Rp kepada pengusaha oligarkis melalui UU Mineba No.3/2020, penetapan UU Cipta Kerja, dll. Karena motifnya berburu rente besar, tak heran yang jadi sasaran adalah sektor-sekor bernilai kapital besar, yakni minerba, migas, kelistrikan, telekomunikasi, pangan, dll. Penguasaan negara atas SDA dan sektor strategis menyangkut hajat hidup rakyat menurut Pasal 33 UUD 1945 diwujudkan melalui pembuatan kebijakan, pengurusan, pengaturan, pengawasan dan pengelolaan oleh negara melalui DPR dan Pemerintah. Khusus pengelolaan, mandat konstitusi tersebut dijalankan BUMN dengan memperoleh berbagai privilege. Menurut MK dalam Putusan JR UU Migas (No.36/2012) dan UU Sumber Daya Air (No.85/2013), Pasal 33 UUD 1945 menghendaki penguasaan negara harus berdampak pada sebesar-besar kemakmuran rakyat. Frasa “dikuasai negara” tidak dapat dipisahkan dengan makna “untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Oleh sebab itu penguasaan negara melalui pengelolaan SDA dan menyangkut hajat hidup rakyat, harus berdampak pada sebesar-besar kemakmuran rakyat, dan hal ini diperoleh melalui keuntungan maksimal oleh BUMN. Amanat penguasaan Pasal 33 UUD 1945 telah diejawantahkan dalam Pasal 77 UU No.19/2003. Ketentuan lain, Pasal 28 ayat (9) dan (10) PP Hulu Migas No.35/2004 yang berbunyi: (9) Pertamina dapat mengajukan permohonan kepada Menteri mengelola Wilayah Kerja habis Kontrak; dan (10) Menteri dapat menyetujui permohonan dimaksud, dengan menilai kemampuan teknis dan keuangan, sepanjang saham Pertamina 100% dimiliki Negara. Gabungan ketentuan Pasal 77 UU BUMN No.19/2003 dan ketentuan Pasal 28 ayat 9 & 10 PP No.35/2004 menyatakan, sepanjang menyangkut hajat hidup orang banyak dan pengelolaan SDA, maka pelaksananya mutlak hanya BUMN. Hak istimewa pengelolaan SDA diberikan negara kepada BUMN hanya karena saham pemerintah di BUMN masih utuh 100%. Jika saham pemerintah di BUMN kurang dari 100%, maka privilege otomatis hilang. Dengan ketentuan UU/peraturan di atas Pertamina dapat memperoleh hak mengelola Blok Rokan atau Blok Mahakam. Jika kurang dari 100%, jangankan anak usaha atau sub-holding, Pertamina sebagai BUMN induk pun tidak eligible. Jelas, tujuan ketentuan di atas adalah agar manfaat finansial terbesar blok migas terjamin dapat dinikmati rakyat. Jika sebagian saham dijual, maka manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat berkurang. Hal ini jelas melanggar prinsip penguasaan negara seseuai Pasal 33 UUD 1945. Kementrian BUMN (KBUMN) telah memilah dan mengelompokkan berbagai lini bisnis BUMN ke dalam sejumlah sub-holding. Sub-sub holding dibentuk melalui proses cherry picking, memilih mata rantai bisnis yang menguntungkan (cream de la cream) agar siap di-IPO. Pemilahan terutama ditujukan pada lini bisnis yang sesuai keinginan para investor asing kapitalis-liberal dan oligarki agar mereka dapat meraih untung maksimal, seperti dipaksakan saat Indonesia mengalami kriris ekonomi/moneter 1997/1998. *Privatisasi Subholding BUMN Melawan Akal Sehat: Harus Ditolak* Rencana IPO sub-holding BUMN telah “didukung” MK melalui Putusan No.61/2020 dan “di-endorse” pula oleh sejumlah guru besar. Pihak asing tidak perlu lagi memaksa. Pemerintah telah “bekerja otomatis” sesuai keinginan kapitalis-oligarkis. Rencana Pemerintahan Jokowi ini harus dihentikan karena banyak hal seperti diuraikan berikut. *Pertama,* sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945, melanggar prinsip “penguasaan negara” dan “sebesar-besar kemakmuran rakyat”, terutama karena jika sebagian sahamnya dijual, maka keuntungan BUMN tidak maksimal, tetapi sebagian jatuh kepada investor dan oligarki. Menurut logika akal sehat: *penguasaan negara menjadi absurd jika tidak diiringi perolehan untung maksimal!* *Kedua*, karena profit BUMN turun, maka kemampuan tugas perintisan dan pembangunan daerah pun ikut berkurang. Pada prinsipnya, karena sebagian saham anak-anak usaha BUMN yang profitbale telah dijual, induk holding BUMN hanya tinggal mengelola anak usaha dan lini bisnis yang kurang menguntungkan atau malah yang merugi. Kondisi ini jelas mengurangi kemampuan BUMN untuk melakukan cross subsidy dan pembangunan daerah. *Ketiga*, pemisahan berbagai lini bisnis BUMN menjadi subholding merupakan bentuk kebijakan pengelolaan public utilities berdasarkan pola unbundling. Pola ini merupakan modus yang dipakai negara-negara maju/kapitalis guna menjajah dan menghisap ekonomi negara-negara berkembang. Bukannya menangkal penjajahan asing/liberal, pemerintah Indonesia malah aktif mendukung agenda asing tersebut, dan sejumlah oknum-oknum pejabat yang tergabung oligarki kekuasaan ikut pula berburu rente dalam proses privatisasi tersebut. *Keempat*, proses unbundling pelayanan public utilities di negara-negara maju/liberal telah berdampak pada naiknya tarif energi. Teori ekonomi dan bisnis telah mengkonfirmasi dampak negatif tersebut. Inggris sebagai pionir pola privatisasi/unbundling saat PM Margareth Tatcher berkuasa, saat ini menjadi negara bertarif listrik tertinggi di Eropa. Tercatat konsumen energi di Jerman, Belanda, Belgia dan New Zealand telah memprotes penerapan pola unbundling akibat tarif tinggi. Jika IPO subholding BUMN pola unbundling dilanjutkan, rakyat Indonesia harus siap mengalami hal yang sama! Namun harap dicatat, di tengah penderitaan konsumen energi, pola unbundling justru memberi keuntungan besar bagi para kapitalis-liberal (di Indonesia: keuntungan termasuk dinikmati anggota oligarki). *Kelima*, pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir (12/6/2020) bahwa IPO subholding BUMN bertujuan mencari dana murah adalah manipulasi informasi tendensius. Faktanya Pertamina telah memperoleh kredit dengan tingkat bunga rendah *tanpa IPO.* Sejak 2011 hingga awal 2021 total obligasi Pertamina sekitar US$ 12,99 miliar dengan tingkat bunga (kupon) 1,4% - 6,5% (weighted average: sekitar 4,60%). Nilai kupon tersebut ternyata lebih rendah dibanding kupon PGN yang telah IPO, yakni 5,125% (US$ 1,35 miliar, 5/2014). Kupon rata-rata obligasi Pertamina (4,60%) yang tidak go public justru lebih rendah atau hampir sama dengan kupon obligasi sejumlah *BUMN go public.* Misalnya kupon-kupon obligasi Bank Mandiri 4,7% (US$ 2,4 miliar, 4/2020), BNI 8% (Rp 3 triliun, 11/2017), dan Jasa Marga 8% (US$ 300 juta, 12/2017). Ini menujukkan meski tidak go public, Pertamina mampu memperoleh “dana murah” dengan tingkat kupon lebih rendah disbanding kupon BUMN yang sudah IPO. *Keenam,* peringkat utang BUMN malah bisa lebih baik (kupon lebih rendah) jika obligasi dijamin pemerintah. Karena saham negara di Pertamina atau PLN masih 100%, jaminan pemerintah terhadap Pertamina dan PLN otomatis melekat. Dengan jaminan pemerintah, tanpa IPO BUMN justru dapat mengkases dana lebih murah. Bahkan BUMN sering memperoleh hibah atau pijaman bunga 0%, hal yang tidak akan diperoleh oleh BUMN yang sudah go public. *Ketujuh*, pernyataan Erick tentang manfaat IPO subholding guna meningkatkan GCG (30/7/2020) tidak sepenuhnya benar dan cenderung manipulatif. Sebagian besar masalah kinerja BUMN justru berasal dari pemerintah, seperti menempatkan tim sukses menjadi pengurus BUMN, menunggak beban subsidi, memaksakan public service obligation (PSO) tanpa kompensasi atau menjadikan BUMN sebagai sapi perah. Cara terbaik memperbaiki GCG BUMN, pemegang privilege konstitusi seperti Pertamina dan PLN, adalah merubah statusnya menjadi non-listed public company (NLPC), terdaftar di BEI tanpa harus menjual saham. *Kedelapan,* dengan proses unbundling dan cherry picking, maka keuntungan BUMN akan berkurang dan beralih kepada pemegang saham publik. Penurunan untung ini jelas tidak sesuai dengan target yang dijanjikan dalam prospektus saat BUMN menerbitkan obligasi. Hal ini dapat menyebabkan kredibilitas BUMN menurun dan peringkat utangnya akan memburuk (nilai kupon lebih tinggi). Saat ini menurut Moody’s, S&P dan Fitch peringkat investment grade Pertamina masing-masing pada level baa2, BBB, dan BBB. Sebagai kesimpulan, memilih mata rantai bisnis BUMN menguntungkan, dikelompokkan dalam sejumlah subholding, lalu sebagian sahamnya dijual kepada asing dan oligarki atas nama “mencari dana murah” dan “meningkatkan GCG”, merupakan modus penghisapan dan penjajahan kapitalis liberal/oligarki yang harus dihentikan. Dana murah, atau bahkan hibah, terbukti dapat diperoleh Pertamina dan PLN tanpa IPO. GCG dapat ditingkatkan dengan menghentikan intervensi pemerintah dan menjadikan BUMN sebagai non-listed public company. Karena itu, rencana IPO subholding yang anti Pancasila, inkonstitusional dan merugikan rakyat tersebut harus segera dihentikan. Kata Erick Thohir: "BUMN bukan Badan Usaha Milik Nenek Moyang lu”. Presiden Jokowi dan Erick Thohir perlu konsisten dan tidak hipokrit dengan pernyataan ini![] Jakarta, 6 Oktober 2021

Guru Honorer dan Rapor Buruk Penegakan HAM

Oleh Tamsil Linrung SEPERTI dua sisi mata uang, begitulah isu demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM). HAM adalah mahkota demokrasi, dan demokrasi menjadi pupuk bagi mekarnya perlindungan HAM. Tak heran, penegakan demokrasi dan kebijakan negara seringkali di sorot dari perspektif HAM. Pun demikian dengan permasalahan guru honorer. Kecendrungan negara mengabaikan guru honorer berindikasi pelanggaran HAM. Bila ditelisik, pengabaian ini telah berlangsung lama, bermula saat lahirnya UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Kelahiran UU ASN meminggirkan UU Kepegawaian UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagai acuan hukum. Perbedaan mencolok di antara keduanya, UU Kepegawaian mengatur Pegawai Tidak Tetap (PTT), sedangkan UU ASN tidak. Meski tidak secara tersurat, guru honorer dan pegawai honorer lainnya dalam UU Kepegawaian tergolong dalam kategori PTT. Kedudukan mereka dipertegas oleh Peraturan Menteri No. 48 Tahun 2005 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) jo PP No. 43/2007 jo PP 56/2012. Sedangkan UU ASN tidak mengenal istilah PTT atau tenaga honorer. UU ASN hanya mengenal PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang merupakan derivatif dari ASN. Di mana posisi guru honorer dalam UU ini? Tidak ada. Bahkan tidak disinggung dalam sepatah kata pun. Artinya, selama ini guru honorer tidak memiliki payung hukum. Padahal, eksistensi mereka nyata, keberadaan mereka diakui institusi sekolah atau pemerintah daerah. Juga sering dibahas oleh Pemerintah sendiri. Sayangnya, pascakekosongan hukum tersebut, perekrutan guru honorer masih dilakukan sejumlah kepala sekolah. Kebijakan sekolah ini dilakukan demi menjaga efektivitas proses belajar mengajar karena suplai guru PNS dari pemerintah berjalan lamban. Jadi, langsung atau tidak, ada peran pemerintah terhadap problem kuantitas guru honorer yang berefek domino kepada problem-problem lainnya. Langsung atau tidak, guru honorer menjadi solusi problem ketersediaan guru Indonesia. Namun, Pemerintah tidak menyiapkan regulasi lain sebagai payung hukum guru honorer. Ini di luar pakem bernegara. Kekosongan hukum ini melahirkan setidaknya dua dugaan. Pertama, bertentangan dengan konstitusi. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menggaransi bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Kedua, berpotensi melawan HAM. Ketiadaan payung hukum berarti ketiadaan perlindungan hukum terhadap hak-hak asasi guru honorer. Sebutlah jenjang karir, kesejahteraan, jaminan pekerjaan, dan seterusnya. Dari perspektif inilah dugaan pelanggaran HAM terjadi. Kita tahu, UU menjamin hak warga negara atas pekerjaan dan kehidupan yang layak, serta hak atas pendidikan. Problem Hulu-Hilir Bila di hulu saja sudah bermasalah, maka tentu perjalanan ke hilir akan mengundang banyak problematika lain. Sejak lahirnya UU ASN, sejak itu pula kita sering mendengar keresahan guru honorer, dari media sosial hingga kanal-kanal pemberitaan formal. Tidak sedikit guru honorer yang merasa terdzolimi mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Pengaduan ini datang berbagai wilayah, secara individu maupun organisasi. Dalam rapat kerja dengan Panitia Khusus (Pansus) Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer DPD, Komnas HAM mengakui fakta itu. Karena sifatnya nasional, Komnas HAM lalu membentuk tim khusus untuk mendalami dan mendorong, agar penanganan dan penyelesaiannya tidak kasus per kasus. Tim yang disahkan dalam Rapat Paripurna Komnas HAM tersebut telah bekerja dan hasilnya sudah dilaporkan kepada presiden. Namun, hingga hari ini, Presiden Joko Widodo belum merespon laporan tersebut, baik secara terbuka atau pun melalui mekanisme antara lembaga. Pansus Guru Honorer DPD berharap Presiden Jokowi segera merespon laporan Komnas HAM. Tak ada kata terlambat, terlebih untuk sesuatu yang baik. Bila perlu, Presiden segera membentuk tim pengelolaan guru nasional yang beranggotakan lintas kementerian dan lembaga, sehingga penyelesaian permasalahan guru dilakukan secara komprehensif, mendalam, dan berjangka panjang. Bukan dalam permasalahan guru honorer saja keberpihakan Pemerintahan Jokowi pada penegakan HAM dipertanyakan. Dalam kasus Tes Wawasan Kebangsaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), misalnya, Komnas HAM telah melaporkan 11 dugaan pelanggaran HAM kepada Presiden, namun juga belum mendapat respon. Desember tahun lalu, Setara Institut menyatakan kinerja HAM di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin sepanjang 2020 menurun dibandingkan 2019. Sementara 2019 penegakan HAM dalam penilaian Kontras justru berjalan mundur. Penegakan HAM akan selalu menjadi ukuran berjalannya demokrasi, karena indeks HAM terdiri atas sejumlah indikator yang mencerminkan cara dan kualitas negara melindungi hak dasar warga negaranya. Inidikator HAM setidaknya terbagi atas hak sipil dan politik serta hak ekonomi, sosial, dan budaya. Hak sipil dan politik antara lain mencakup hak hidup, kebebasan beragama, serta kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat. Sedangkan hak ekonomi, sosial, dan budaya mencakup hak atas kesehatan, pendidikan, pekerjaan, hak tanah, serta hak atas budaya. Dari indikator-indikator itu pula naluri kita terusik dilema kehidupan guru honorer. Selama ini Pemerintah menggadang-gadang program PPPK sebagai jalan keluar terbaik. Namun, program ini nyatanya memunculkan berbagai persoalan baru dan mendapat penolakan dari guru dan organisasi guru honorer. Fakta itu mengindikasikan, agenda pemerintah mengangkat guru honorer menjadi ASN melalui jalur PPPK menghadapi tantangan yang tidak mudah. Penyelesaian masalah guru honorer agaknya masih akan berlarut. Pansus Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer DPD RI pada saatnya nanti tentu akan memberikan rekomendasi. Namun, sembari menyelesaikan seluruh problem guru honorer, ada baiknya pemerintah mengupayakan payung hukum bagi tenaga honorer, meski sifatnya sementara. Sebab, hanya dengan tangan hukumlah negara bisa melindungi hak-hak warga negaranya. *) Penulis adalah Ketua Pansus Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer.

Menolak Lupa RUU HIP & BPIP

Oleh: Muhammad Chirzin* PADA tanggal 16 Juli 2020 Presiden RI Jokowi mengutus satu Menko dan lima Menteri demi sepucuk surat soal RUU BPIP. Mereka diterima oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Puan Maharani, dalam sebuah konferensi pers di DPR RI Media Center. Hal itu telah mengaburkan antara RUU BPIP (Rancangan Undang-Undang tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) dengan RUU HIP (Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila), serta mencederai perasaan jutaan demonstran yang menuntut dibatalkannya RUU HIP tersebut. Negara Kesatuan Republik Indonesia ini tidak lahir tiba-tiba. Ia terwujud melalui perjalanan panjang penduduk wilayah kepulauan yang terdiri atas berbagai suku dengan berbagai adat istiadat, bahasa, agama, dan kepercayaannya. Masing-masing suku dan kelompok hidup bersahaja pada wilayahnya dengan segala ragam kekayaan alamnya. Pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia, dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bangsa Indonesia menghayati dan meyakini bahwa kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah adalah berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, melalui perjuangan yang penuh pengorbanan pikiran, jiwa, dan raga, serta nyawa. Maka, menjadi tanggung jawab seluruh warga negara untuk menjaga kelangsungannya. Bung Karno menyampaikan pidato pada 1 Juni 1945 menjawab tantangan Dr. Radjiman Widyodiningrat tentang perlunya suatu filosophische grondslag, dasar falsafah/dasar negara bagi Negara Indonesia yang merdeka bernama Pancasila. Dalam perjalanannya Pancasila mengalami pengayaan redaksional dan semantik, hingga menjadi rumusan final pada Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945. Para pendiri bangsa menyelami pandangan masyarakat Nusantara masa lalu dan membangun tatanan baru untuk Indonesia modern. Pancasila menjadi dasar, falsafah, pandangan hidup, dan pemersatu bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Nusantara menjadi pusat persemaian dan penyerbukan silang budaya yang mengembangkan pelbagai corak kebudayaan. Pancasila merupakan satu kesatuan dari lima sila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia yang memberi kekuatan bangsa dan membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir dan batin dalam masyarakat yang adil dan makmur. Pancasila penuntun sikap dan tingkah laku setiap manusia Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pancasila cerminan suara hati nurani manusia Indonesia yang menggelorakan semangat dan memberikan keyakinan serta harapan akan hari depan yang lebih baik. Pancasila memberi keyakinan bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai apabila didasarkan atas keselarasan dan keseimbangan dalam kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat, anak bangsa, maupun warga dunia. Pancasila menempatkan manusia pada keluhuran harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, dengan kesadaran untuk mengembangkan kodratnya sebagai makhluk pribadi maupun sosial. Kemajuan seseorang ditentukan oleh kemauan dan kemampuannya dalam mengendalikan diri dan kepentingannya dalam melaksanakan kewajiban sebagai warga masyarakat dan negara. Dengan sila pertama manusia Indonesia menyatakan percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sila pertama menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk Indonesia untuk memeluk agama dan beridabah menurut ajaran agamanya. Manusia Indonesia saling menghormati dan bekerja sama membina kerukunan hidup sesama umat beragama. Kebebasan beragama merupakan salah satu hak paling asasi di antara hak-hak asasi manusia, karena bersumber dari martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Sila kedua menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan mendorong kegiatan kemanusiaan, membela kebenaran, dan keadilan, serta mengembangkan sikap hormat-menghormati, dan bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Dengan sila kedua manusia Indonesia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang sama derajat, hak, dan kewajibannya. Dengan sila ketiga manusia Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan. Persatuan dikembangkan atas dasar kebhinnekaan, serta kerelaan berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. Dengan sila keempat manusia Indonesia sebagai warga masyarakat dan negara mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. Keputusan menyangkut kepentingan bersama dilakukan dengan musyawarah dan mufakat menggunakan akal sehat, sesuai dengan hati nurani yang luhur, dan dipertanggungjawabkan secara moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa; menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, serta mengutamakan persatuan dan kesatuan, demi kepentingan bersama. Permusyawaratan dalam demokrasi didasarkan atas asas rasionalitas dan keadilan, bukan subjektivitas ideologis dan kepentingan, didedikasikan bagi kepentingan banyak orang, berorientasi jauh ke depan, melibatkan dan mempertimbangkan pendapat semua pihak, yang dapat menangkal dikte minoritas elit penguasa dan klaim mayoritas. Dengan sila kelima manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta menghormati hak-hak orang lain. Pada tahun 2020 Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menyusun Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dengan pokok-pokok sebagai berikut. Pasal Satu HIP: Pancasila adalah dasar negara, dasar filosofi negara, ideologi negara, dan cita hukum negara untuk mewujudkan tujuan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, serta berdaulat dalam tata masyarakat adil dan makmur sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ideologi Pancasila adalah cita-cita dan keyakinan seluruh rakyat Indonesia dalam berjuang dan berupaya bersama sebagai suatu bangsa yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Haluan Ideologi Pancasila adalah pedoman bagi cipta, rasa, karsa, dan karya seluruh bangsa Indonesia dalam mencapai keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan dan gotong royong untuk mewujudkan suatu tata masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi yang berkeadilan sosial. Pembangunan Nasional adalah upaya mewujudkan tata masyarakat adil dan makmur yang tecermin dalam kebijakan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan, sejak dari menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi nasional, dengan berpedoman pada Haluan Ideologi Pancasila. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi politik dan demokrasi ekonomi yang berprinsip pada kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara berdasarkan nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika. Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila adalah proses untuk meningkatkan internalisasi dan implementasi Haluan Ideologi Pancasila berupa upaya, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, terencana, terukur, terarah, dan bertanggung jawab, dengan memperhatikan rasa keadilan, dan kepatutan dalam penyelenggaraan negara, serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Masyarakat Pancasila adalah masyarakat adil dan makmur yang tertib, aman, tenteram, serta memiliki semangat dan kesadaran bekerja dalam gotong royong dengan semangat kekeluargaan untuk mewujudkan cita-cita setiap rakyat Indonesia yang menggambarkan suatu tata Masyarakat Pancasila yang berketuhanan. Pasal Kedua HIP: Pokok-pokok pikiran dan fungsi Haluan Ideologi Pancasila. Pokok-pokok pikiran HIP memiliki prinsip dasar yang meliputi ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi, dan keadilan sosial. Kelima prinsip dasar tersebut merupakan jiwa dan daya penggerak perjuangan rakyat dan bangsa Indonesia yang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia, yaitu gotong-royong. Kepribadian bangsa Indonesia merupakan kepribadian yang dibangun berdasarkan landasan ideal Pancasila, landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan landasan struktural pemerintahan yang sah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berBhinneka Tunggal Ika. Haluan Ideologi Pancasila (HIP) memiliki fungsi sebagai pedoman bagi Penyelenggara Negara dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap kebijakan Pembangunan Nasional, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan asas-asas umum pemerintahan yang baik, dan mewujudkan mekanisme kontrol di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. HIP sebagai pedoman bagi Penyelenggara Negara dalam Menyusun, dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi terhadap kebijakan pembangunan nasional di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, mental, spiritual, pendidikan, pertahanan, dan keamanan yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berketuhanan. HIP pedoman bagi setiap warga negara Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan pedoman instrumentalistik yang efektif untuk mempertautkan bangsa yang beragam (bhinneka) ke dalam kesatuan (ke-ika-an) yang kokoh. Tujuan Pancasila adalah terwujudnya tujuan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, serta berdaulat dalam tata masyarakat adil dan makmur sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sendi pokok Pancasila adalah keadilan sosial berupa keadilan dalam hubungan antara manusia sebagai orang-perorangan terhadap sesama, keadilan dalam hubungan antara manusia dengan masyarakat, dan keadilan dalam hubungan antara penyelenggara negara dengan warga negara. Keadilan sosial itu meliputi bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan. Keadilan sosial diwujudkan dengan implementasi prinsip dasar Haluan Ideologi Pancasila (HIP) menuju terciptanya tata masyarakat adil dan makmur yang mencerminkan kemajuan dan kemandirian bangsa, serta kesejahteraan sosial. Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik, dan ekonomi dalam satu kesatuan. Ciri Pokok Pancasila berupa Trisila, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan yang terkristalisasi dalam Ekasila, yaitu gotong-royong. (cetak tebal dari penulis) Mencermati dengan saksama Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2020 Bab I dan Bab II sampai dengan pasal 7 tersebut, penulis berkesimpulan bahwa Haluan Ideologi Pancasila itu disusun berdasarkan rumusan Pancasila yang dipidatokan Ir. Soekarno pada 1Juni 1945, bukan berdasarkan Pancasila rumusan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, dan bukan pula berdasarkan Pancasila rumusan final tanggal 18 Agustus 1945. Pancasila merupakan satu kesatuan utuh dan terpadu yang tak boleh dipisah-pisahkan satu dari lainnya. Ketuhanan Yang Maha Esa menjiwai sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pengamalan Pancasila merupakan perjuangan utama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Manusia Indonesia niscaya bertuhan, berkemanusiaan, bepersatuan, dan berkerakyatan, serta berkeadilan sosial. Pancasila sebagai dasar negara niscaya menjadi landasan Undang-Undang Dasar dan Undang-undangan lain serta peraturan-peraturan turunannya. Segala Undang-Undang dan peraturan yang tidak sejalan dengan Pancasila, sejak hari proklamasi Jumat 17 Agustus 1945 hingga kini, harus ditinjau ulang, diperbaiki, atau dibatalkan. Amandemen UUD 1945 yang dipandang telah menyimpang dari nilai-nilai Pancasila harus diamandemen kembali. RUU HIP yang tidak sejalan dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945 harus diuji kesahihannya, dan tidak cukup dilakukan hanya di ruang sidang DPR RI saja. Pancasila sekali-kali tidak boleh diringkas menjadi Trisila, lalu diperas menjadi Ekasila, gotong royong! *) Guru Besar Tafsir Al-Qur’an UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Dosen Pascasarjana Universitas Yogyakarta.

Bukti Kegagalan Misi Buzzer Pemecah Belah Bangsa: Nussa Diserang, Nussa Makin Disayang! (2)

Oleh: Agi Betha Nussa, Si Anak Ajaib yang Tumbuh Pesat Serial animasi Nussa memang patut diacungi jempol. Baru 2 tahun tayang lewat platform Youtube, jumlah subscribernya pada Januari 2021 sudah mencapai 7 juta lebih. Di awal tahun 2021 itulah serial Nussa diumumkan stop produksi karena terimbas pandemi. Puluhan kreator dan animator yang menjadi pekerja seninya terpaksa dirumahkan. Pihak Visinema dan studio animasi The Little Giantz yang tadinya akan menayangkan film Nussa versi layar lebar pada tahun 2020, juga menunda jadwal mereka akibat adanya PSBB. Meski demikian, dalam keadaan vakum itu, jumlah subscribers serial Nussa pada akun Nussa Official di Youtube malah melonjak 1 juta lebih, menjadi 8,3 juta. Yang menakjubkan, pada beberapa episode serial animasi anak itu mampu meraup penonton atau viewers berkali-kali lipat dari jumlah subscribersnya. Pada episode 'Makan Jangan Asal Makan' misalnya, mendapat 108 juta views, episode 'Rarra Sakit' ditonton 60 juta kali, 'Episode Compilation Vol.6' dilihat sebanyak 97 juta kali, 'Song Compilation Vol.1' meraih 92 juta pemirsa, dan 'Jadi Suka Sayur' memperoleh 49 juta views. Jelas ini sebuah prestasi luar biasa hasil karya anak bangsa. Kesuksesan Nussa adalah keberhasilan Indonesia. Nussa yang baru lahir pada bulan November 2018 telah mampu bersaing dengan tayangan kartun anak internasional yg sudah belasan tahun bahkan puluhan tahun merajai film animasi anak dunia, seperti Sponge Bob atau Doraemon yang juga tayang di kanal resmi Youtube mereka. Selain di media sosial, serial Nussa juga pernah tayang di Net, Indosiar, Trans TV, MNCTV, dan televisi berbayar Astro Ceria di Malaysia. Film Anak Yang Islami Hadir Kembali, Jutaan Penonton Menanti Nussa memang fenomenal. Lelaki cilik disable yang jiwanya selalu dipenuhi semangat itu, mampu membuat penggemarnya sabar menahan rindu. Sedianya Nussa The Movie baru akan tayang perdana di bioskop pada tanggal 14 Oktober 2021 nanti. Tapi sebelum itu Nussa akan diputar eksklusif lewat early special screening, atau dalam dunia perfilman layar lebar dikenal sebagai acara penayangan khusus, selama 2 hari. Tiket bioskop pada tanggal 25 dan 26 September 2021 itu kontan ludes diborong penonton. Akun IG Nussa mengumumkan tiket sudah habis. Tak lagi bersisa, jauh sebelum tanggal tayangnya. Padahal jelas-jelas pada poster bertajuk 'Nonton Duluan' yang diunggah oleh Instagram @nussaofficial itu dituliskan sejumlah syarat prokes yang ketat. Di situ tercantum semua film Nussa diputar di lokasi bioskop yang menyatu dengan mal. Artinya hanya warga yang telah divaksin saja yang dapat masuk. Anak usia di bawah 12 tahun tidak dapat masuk mal karena belum divaksin. Tapi ternyata hal itu tak menyurutkan animo penggemar yang merindukan aksi Nussa. Jadi siapakah penonton film Nussa, jika film itu bergenre anak-anak tapi hanya boleh ditonton oleh mereka yang berusia 12 tahun ke atas? Ternyata mereka yang antusias adalah para remaja dan orang dewasa. Unik memang, dan baru kali ini hal semacam itu terjadi pada sejarah film nasional. Film anak tapi tidak ditonton oleh anak. Ya, meski berkisah tentang Nussa kecil dan adiknya Rarra, tapi film animasi anak bertema islami itu pada kenyataannya juga digandrungi oleh segala usia. Tak ayal, pada tanggal 21 September atau 2 hari setelah pengumuman adanya jadwal penayangan khusus, tiket bioskop di Jakarta dan Surabaya sudah raib. Tak berselang lama, akun official Nussa berturut-turut mengumumkan bahwa tiket menonton di kota-kota lain juga sold out. Bioskop di 8 kota yang dipilih, yaitu Jakarta, Bekasi, Tangerang, Bogor, Depok, Surabaya, Yogyakarta, dan Makassar diserbu penonton. Kejadian di kolom komentar IG Nussa pun tak kalah serunya. Ribuan fans Nussa yang terpencar di hampir semua kota seperti Cilegon, Purwokerto, Solo, Medan, Bengkulu, Padang, Lampung, Palembang, Palangkaraya, dan Samarinda saling bersahutan berkomentar dan menanyakan kapan Nussa hadir di bioskop kota mereka. Kenapa Nussa Dicintai? Kisah kakak beradik Nussa dan Rarra memang dahsyat pengaruhnya kepada anak-anak dan orang tua. Sekali saja orang dewasa menonton salah satu serial Nussa di Youtube, maka akan terbersit pikiran bahwa itulah tontonan yang layak buat anak atau cucu mereka. Cara penyampaiannya yang sederhana, kalimat-kalimat percakapan antar tokohnya yang lucu dan menggemaskan, menjadikan film Nussa terlihat simpel tapi nendang. Ide cerita yang disampaikan langsung melekat di dalam ingatan penontonnya. Penulis baru pertama kali tahu tentang serial kartun Nussa tersebut sekitar 2 tahun lalu. Gegara mendengar anak yang mahasiswa dan adiknya yang pelajar SMA sering berceloteh tentang episode baru Nussa - Rarra. Mereka berdua lantas membahas tiap scenenya. Suara para dubber yang khas, karakter para tokoh yang sengaja dibuat tidak sempurna sehingga terkesan manusiawi, gambar animasi yang simpel tapi ciamik, dan pesan moral yang kuat, menjadikan Nussa sebagai animasi anak yang membumi. Meski tidak pernah diceritakan secara gamblang, di media sosial beberapa netizen mengatakan bahwa salah satu penggagas awal kartun tersebut adalah Ustadz Felix Siauw, meski kemudian UFS tidak terlibat dalam penggarapannya. Ide itu didasari oleh keprihatinan sang ustadz atas minimnya tontonan anak yang bermutu. Jika betul Felix Siauw menjadi salah satu pencetus ide, maka hal itu masuk akal karena ia piawai dalam menulis buku-buku bertema adab pergaulan remaja dan buku sejarah Islam. Di toko buku besar, buku-buku Felix Siauw terpajang di rak best seller. Karena penasaran kepada karakter Nussa - Rarra, saya pun jadi mengulik akun official serial Nussa - Rarra. Ingin mengetahui kekuatan kartun islami sederhana ini terletak di bagian apa. Saya amati, tiap episode animasi Nussa, selalu mengupas hanya satu angle. Menyampaikan perintah Allah pada satu ayat Al Qur'an saja atau sepenggal Sunnah Nabi Muhammad SAW saja. Satu ayat terpilih yang menjadi tema pokok itu disampaikan oleh penulis skenario dan sutradaranya dengan bahasa anak-anak. Konflik dua kakak beradik Nussa dan Rarra digarap secara lucu dan spontan. Pelajaran budi pekerti terkemas dalam bahasa sehari-hari. Akibatnya pesan yang disampaikan menempel di dalam benak siapa pun yang menonton. Jika orang tua tadinya tidak tahu tentang adanya sunnah atau ayat tersebut, maka kemudian mereka pun jadi ikut paham. Anak Indonesia Perlu Nussa dan Film Anak Bermutu Lainnya Para orang tua terutama ibu-ibu muda, umumnya menganggap serial Nussa di Youtube dapat meringankan pekerjaan mendidik anak-anak mereka. Ini dapat terlihat dari komentar-komentar yang tertulis di akun Instagram resmi Nussa. Mereka tidak perlu lagi membeli buku tentang tuntunan adab islami untuk anak-anaknya, karena contoh-contoh penting adab yang baik sudah ada di kartun Nussa - Rarra. Menurut para orang tua, film Nussa adalah anti klimaks dari tema-tema sinetron di televisi yang mempertontonkan kekerasan, caci maki, fitnah, bullying, kemewahan dan menjual seks verbal. Jika ada yg membenci dan memfitnah kartun ini, boleh jadi mereka adalah para kaki tangan cukong kapitalis. Mereka pantas merasa ngeri karena bisnis yang berbasis hedonisme, materialisme, dan seks bebas di masa depan akan terancam. Karena Nussa - Rarra menanamkan soal hidup sederhana sejak dini kepada anak-anak yang menjadi target segmentasinya. Mengajarkan tentang bagaimana cara bekerja keras, berdoa dengan hikmat, makan makanan halal, cara berinteraksi santun dengan sesama, menghormati pendapat yang berbeda, tidak boleh berlebihan dalam melakukan segala sesuatu, dan bersyukur atas nikmat Allah kepada umat-Nya. Sebetulnya para orangtua muslim, dan rakyat Indonesia umumnya, akan kehilangan besar dengan berhenti produksinya serial Nussa. Adab Islam yg menentang korupsi, melarang hidup foya-foya, harus selalu sayang kepada orangtua dan hormat terhadap yang lebih tua, sikap mengasihi binatang, cara berpakaian sopan, tidak boleh berkata kasar kepada sesama dan sebagainya, semua diajarkan dengan bahasa anak-anak dan disampaikan oleh anak-anak di dalam kartun tersebut. Indonesia dengan jumlah muslim sedikitnya 220 juta, mestinya bisa bergotong-royong mengongkosi produksi kartun Nussa - Rarra atau animasi lain sejenisnya, agar tidak kalah oleh pandemi atau keadaan lemah ekonomi lainnya. Kartun Nussa adalah salah satu cara menyelamatkan adab anak-anak Indonesia, di tengah gerusan dahsyat tontonan sekuler yang merebak di mana-mana. (Selesai) Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id

Mati Berdiri Ala Indonesia

Oleh Yusuf Blegur Ini bukan puisi. Apalagi ilusi. Juga bukan imajinasi. Mungkin mirip seperti kontemplasi. Bercampur dengan obsesi yang tak menjadi hakiki. Ini tentang sunyinya aspirasi. Mencoba setengah revolusi, meski tertatih-tatih dan di ambang frustasi. Negaranya kaya luar biasa. Sumber daya alamnya di mana-mana. Sayangnya bukan anak negeri yang menguasai dan mengelola. Buminya berlimpah harta. Rakyat membayar 405 Triliun sekedar bunganya. Sementara hutang pokoknya negara tak terkira. Rakyat hidup sengsara, juga ditambah menanggung pajak beraneka. Ada yang hidup miskin semakin miskin, ada yang hidup kaya semakin kaya. Pejabatnya hidup dari jatah proyek negara. Pemimpinnya menikmati komisi pembangunan yang sia-sia. Banyak tokoh menjual citra dan basa basi. Pemerintah dan politisi beraksi dengan janji-janji. Pucuk birokrasi menjadi tirani sambil membunuh demokrasi. Kekuasaan keji tak punya hati, tak punya nurani. Haus gengsi dan puja puji. Bawahan setia menjadi keset dan anjing penggonggong. Koalisi terus menjulur lidahnya, menjilat-jilat ke sana-sini. Merapat saling bersiasat dalam konspirasi. Lapar kenikmatan dunia tak bertepi. Berkerumun berebutan menyantap oligarki. Menikmati hegemoni dan dominasi politik ekonomi. Rakyat dijejali pandemi. Kehadiran agama dibatasi. Ulama dan Kyai sejati dibenci. Habaib yang berani semakin dimusuhi. Penyelenggara negara semakin abai dari mengingat kebesaran Tuhan. Mengagungkan sistem hidup tanpa religi. Oposisi bersikap hati-hati. Sambil terus mengamati dan sesekali bereaksi. Kesadaran rakyat menepi. Berhitung melakukan aksi dan demonstrasi. Kreatifitas dan aspirasi dikebiri. Kalau selamat menemui jeruji. Perlawanan sengit diburu sampai mati. Sampai kapan luka bangsa terus menganga?. Membiarkan para durjana berkuasa. Memelihara duka nestapa. Rakyat menderita sepanjang masa. Haruskah rakyat berputus asa?. Menunggu datangnya malaikat pencabut nyawa. menyongsong maut, menikmati mati berdiri ala Indonesia. Penulis, Pegiat Sosial dan Aktifis Yayasan Human Luhur Berdikari.

Neo Demokrasi Terpimpin

By M Rizal Fadillah DEMOKRASI Terpimpin dikenal sebagai sistem demokrasi di masa pemerintahan Soekarno pasca dekrit Presiden. Periode nya adalah tahun 1959 hingga 1965 saat terjadinya pemberontakan PKI dan kejatuhan Soekarno. Tahun 1966 tamatlah Demokrasi Terpimpin. Ketika Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka pemaknaan Demokrasi Terpimpin adalah "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong di atas semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan Nasakom". Demokrasi Terpimpin saat itu secara formal adalah demokratis akan tetapi de facto otokrasi dimana peran Pemerintah sangat mendominasi. Mengendalikan Pemilu dengan hasil yang tak mampu mengubah kebijakan politik. Kekuasaan terpusat pada Presiden Soekarno. Pada Demokrasi Terpimpin fungsi Partai Politik menjadi elemen penunjang lembaga kepresidenan, DPR-GR menjadi instrumen kebijakan politik Istana, peran militer kuat namun di bawah kendali, PKI berpengaruh dan berlindung kepada Presiden, kekuatan politik agama dilumpuhkan Partai Masyumi dibubarkan, tidak ada kebebasan pers Harian Abadi (Masyumi) dan Harian Pedoman (PSI) diberangus. Pemerintahan sangat sentralistik dengan pembatasan Otonomi Daerah. Kondisi politik Indonesia saat ini di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi nampaknya juga mengarah pada pola Demokrasi Terpimpin. Kita dapat menyebutnya sebagai Neo Demokrasi Terpimpin. Jika dahulu sentral kekuasaan ada pada figur seorang Soekarno namun kini kekuatan oligarkhi yang berada di belakang Jokowi. Jokowi adalah figur lemah yang dikuatkan oleh barisan oligarkhi dan oligarkhi itu yang hakekatnya mengatur negara. Neo Demokrasi Terpimpin memiliki ciri dan karakter yang relatif sama dengan Demokrasi Terpimpin masa Orde Lama. Jika dulu basisnya Nasakom kini Nasapan, Nasionalis Agama dan Taipan. A nya adalah elemen Agama yang gampang diatur-atur oleh rezim. Demokrasi itu formalnya namun de facto Presiden bersama oligarkhi yang berkuasa dan memimpin. Partai Politik dengan disain koalisi menjadi terkooptasi oleh Istana. Bagai kerbau yang dicokok hidungnya. Kemauan Raja yang bisa dikondisikan dengan biaya. Partai yang masih berhadapan diobrak abrik. PKS dibelah, Demokrat di goyang. Kudeta Moeldoko adalah permainan kotor dari cermin keserakahan oligarkhi. Tidak memberi ruang bagi kedaulatan, semua ingin dikuasai. DPR dengan kemewahannya telah kehilangan kekuatan dan menjadi lembaga tukang stempel. Neo Demokrasi Terpimpin adalah kejahatan kemanusiaan dimana kekuatan agama bukan saja dimusuhi tetapi dilumpuhkan. Terorisme negara dijalankan. HTI dan FPI dibubarkan, HRS, Shobri Lubi, Syahganda, Anton Permana, Jumhur Hidayat, Munarman dan lainnya ditangkap dan diadili. Harga nyawa direndahkan. Ratusan petugas KPPS meninggal, tewas pendemo di depan Bawaslu, serta pembantaian 6 anggota Laskar FPI adalah contoh pelanggaran HAM di era ini. Neo Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi bagi-bagi. Bagi kue Menteri untuk partai terkooptasi, bagi-bagi jabatan BUMN untuk para kroni, bagi kartu dan hadiah, hingga bagi-bagi sembako di jalanan. Menjalankan kebijakan "stick and carrot" dengan baik dan tersistematik. Tentu sebagaimana Demokrasi Terpimpin di masa Orla, selundupan gagasan yang bernuansa kiri pun terjadi di masa Neo Demokrasi Terpimpin. RUU HIP dan keberadaan BPIP fenomenal dan kontroversial. BRIN yang memiliki Ketua Dewan Pengarah berkuasa besar. Terakhir adalah PPHN yang juga muncul pandangan keinginan untuk menggabungkan GBHN Orba dan PNSB Orla. Kita harus kembali ke jalan Ideologi dan Konstitusi yang dibangun oleh para "the founding fathers". Keluar dari jebakan kisaran pragmatisme, sekularisme dan mungkin juga komunisme. Jati diri dan kedaulatan negeri harus segera dipulihkan. Demokrasi harus dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Ayo bermusyawarah untuk membangun Konsensus Nasional baru dalam rangka kembali ke jalur Ideologi dan Konstitusi yang benar. Kita telah menyimpang terlalu jauh. Terlalu jauh. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan