OPINI
Panti Muhammadiyah Itu Bangunan Cagar Budaya
Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan RENCANA eksekusi PN Bandung atas Panti Asuhan \"Kuncup Harapan\" Muhammadiyah di Jl. Mataram No 1 membuat heboh. Banyak pihak prihatin dan menyatakan siap membantu perjuangan Muhammadiyah untuk mempertahankan kepemilikannya. Amal umat haruslah diselamatkan dari tangan-tangan licik yang ingin menguasai. Ditemukan video pemberi hibah wasiat Prof. H Salim Rasyidi ketika sakit berat sebelum meninggal. Almarhum menyatakan bahwa ia tidak pernah menjual rumah Jl Mataram No 1 Bandung kepada siapapun. Ia telah berniat rumah itu digunakan untuk kegiatan sosial dan pendidikan. Ketika ditanyakan apakah pernah menjual kepada Ibu Mira, ia menjawab \"tidak pernah\". Video ini menjadi penting untuk membantah bahwa Dra. Mira Widyantini, MSc telah melakukan jual beli dengan H. Salim Rasyidi. Rumah Jl Mataram No 1 sejak Prof. H. Salim Rasyidi hidup telah digunakan oleh Muhammadiyah sebagai lembaga pendidikan. Sesuatu yang sejak awal diinginkan dan membahagiakan almarhum. Sehingga ketika tiba-tiba \"dibeli\" oleh Dra. Mira Widyantini MSc dan kemudian memiliki Sertifikat baru, padahal Sertifikat asli lama ada di tangan Muhammadiyah, maka hal ini sangat mengejutkan. Keadaan ini baru diketahui setelah meninggalnya H. Salim Rasyidi. Dra. Mira Widyantini, M.Sc yang kebetulan istri mantan Ketua BPN Kota Bandung itu semestinya mengetahui bahwa rumah tersebut telah digunakan oleh Muhammadiyah sejak Prof. H Salim Rasyidi hidup. Sehingga aneh jika berani \"membeli\" tanpa memberi tahu Muhammadiyah. Di sisi lain Dra. Mira Widyantini, M.Sc ternyata memiliki Surat Kuasa menjual dari H. Salim Rasyidi. Sehingga fakta janggalnya adalah Dra. Mira Widyantini, M.Sc di samping pembeli juga bertindak sebagai penjual. \"Mira menjual kepada Mira\". Keterangan palsu dalam Akta Jual Beli \"dihadapan\" Notaris Yunita Winahyu bukan isapan jempol. Pernyataan dalam Akta Jual Beli bahwa H. Salim Rasyidi tidak pernah menikah adalah berbeda dengan bukti-bukti yang ada. Prof H Salim Rasyidi berstatus menikah dengan istrinya bernama Chatim Sundus. Di samping Surat Nikah, Polda Jabar telah mengusut ke Purwokerto untuk membuktikan status nikahnya tersebut. KUA setempat telah diperiksa dan membenarkan pernikahan itu. Temuan baru adalah bahwa rumah milik Muhammadiyah yang digunakan sebagai Panti Asuhan \"Kuncup Harapan\" Muhammadiyah di Jl. Mataram No 1 Bandung tersebut ternyata berstatus Bangunan Cagar Budaya. Hal ini termuat dalam Perda Kota Bandung No 7 tahun 2018 lampiran dengan urutan No. 263. Kini terbayang peristiwa tragis Masjid Nurul Ikhlas di Jl. Cihampelas 149 yang berstatus Bangunan Cagar Budaya telah dihancurkan oleh PT KAI. Telah berubah kini menjadi bangunan mini mart \"Indomaret\". Jika eksekusi PN Bandung terlaksana, yang tentu dicegah mati-matian oleh Muhamnadiyah dengan dukungan masyarakat luas, maka mungkinkah terulang pengosongan dan penghancuran kembali Bangunan Cagar Budaya di Kota Bandung ? Masjid Nurul Ikhlas di Jl. Cihampelas 149 dan Panti Asuhan Muhammadiyah di Jl. Mataram 1. Jangan biarkan para mafia terus merajalela. Panti Asuhan Muhammadiyah harus diselamatkan. #Save Panti Muhammadiyah. Bandung, 29 Maret 2022
Sayangnya, Anies Tak Berwatak Bengis
Ngomongnya ke sana, kelakuannya ke sini. Janjinya mau buat prestasi, hasilnya malah bikin ironi. Komitmennya bikin rakyat sejahtera, kenyataannya rakyat jadi sengsara. Fakta obyektifnya, itulah ciri-ciri rezim bengis di bawah kendali oligarki yang sadis. Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI Sampai saat ini dan entah sampai kapan, banyak bertebaran pemimpin dengan perilaku sadis terhadap rakyatnya sendiri. Mulai dari walikota dan bupati, gubernur, menteri hingga presiden sekalipun. Dibalik kampanye dan pencitraan yang dilakukan sebelum menjabat, pemimpin birokrasi itu kerapkali mengeluarkan kebijakan yang yang menimbulkan kesengsaraan rakyat. Dari penggusuran dan perampasan tanah rakyat, kejahatan konstitusi, kenaikan pajak dan harga kebutuhan sembako yang menjulang tinggi, hingga menista agama, kriminalisasi aktifis pergerakan dan para ulama. Akibat dari gagalnya pemimpin memaknai tugas dan fungsinya selaku pemangku kepentingan publik. Orientasi kebijakannya sering diwarnai \"vested interest\" yang disertai niat buruk. Kalau tidak untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya, ya apalagi kalau bukan untuk para pengusaha, oligarki yang menjadi junjungannya. Atas dasar itu, praktek-praktek KKN terus menyelimuti pengambilan keputusan dan suasana pemerintahan dalam proses penyelenggaraan negara. Apapagi ketika kepemilikan modal dalam wujud korporasi multinasional maupun transnasional begitu sangat dominan dalam mendorong kebijakan negara. Konspirasi terselubung itu yang pada akhirnya melahirkan borjuasi-borjuasi baik di kalangan korporasi, birokrasi, politisi, stage holder bahkan pada entitas politik budaya dan keagamaan. Semua lapisan masyarakat cenderung dibentuk menjadi pemimpin dan masyarakat kapitalistik yang berorientasi pada materi dan kebendaan lainnya. Keuangan jadi nomor wahid, sementara esensi Tauhid diabaikan. Pada sistem sosial yang mengedepankan prinsip-prinsip liberalisasi dan sekulerisasi, pada akhirnya hanya semakin mengokohkan pertentangan kelas dalam negara. Ada dominasi dan hegemoni orang perorang atau kelompok terhadap mayoritas yang identik ditempatkan sebagai obyek dan pasar potensial. Watak individual yang menjadi representasi dari upaya penumpukan modal dan penguasaan berlebihan sektor publik. Secara perlahan tapi pasti, melahirkan stelsel kolonial dan feodal. Ada kekuatan minoritas yang mencengkeram kehidupan mayoritas. Golongan orang kaya semakin sedikit namun harta dan pengaruhnya semakin tak terbatas. Sementara rakyat miskin semakin tumbuh pesat dan meluas, dengan segala kekurangan dan penderitaan hidupnya. Bahkan di saat rakyat terseok-seok karena pandemi, kesulitan memenuhi nafkah dan secara massal menemui kematiannya. Begitu banyak pemimpin yang masih hidup senang dan berfoya-foya di atas penderitaan rakyat. Lebih miris lagi, suasana pandemi malah menyuburkan kejahatan KKN dan upaya menghancurkan negara. Ada korupsi bansos, ada pejabat yang bertambah kekayaannya karena terlibat bisnis PCR, dan ada juga upaya membajak konsitusi demi kepentingan oligarki melanggengkan kekuasaan rezim sekaligus kepentingan ekonominya. Tanpa malu sibuk memindahkan IKN sembari memunda pemilu 2024. Pejabat, politisi dan pengusaha bersatu dalam persekongkolan jahat menguasai negara. Pemerintah yang seharusnya melindungi dan mengayomi rakyatnya, justru menjadi rezim yang bengis menidas rakyat. Prestasi dan Harga Diri Seorang Anies Anies nyaris menjadi pemimpin yang secara umum mampu menghindari politik tercela dalam birokrasi pemerintahan. Ada baiknya ketika lawan-lawan politiknya berusaha membangun narasi stereotif dan intimidasi saat Anies menjabat gubernur Jakarta. Sikap nyinyir dan ujaran kebencian yang berlebihan terhadap Anies, secara tidak langsung membuat Anies lebih mawas diri, transparan dan akuntabel dalam menjalankan roda pemerintahan Ibu kota. Suka atau tidak suka, gelombang kampanye hitam pada Anies menempatkan Anies sebagai pemimpin dalam kontrol dan pengawasan publik yang membuatnya tetap amanah dan menjunjung integritas. Situasi dan kondisi demikian membuat Anies dapat berjalan \"on the track\" dalam memenuhi janji kampanye politiknya, melumuri kinerjanya dengan prestasi dan yang terpenting mengangkat kehidupan rakyat Jakarta yang tak berpunya dan terpinggirkan oleh tingkah pongah gubenur sebelumnya. Anies terbasa bekerja tanpa hingar bingar, pencitraan dan gembar gembor ke publik. Anies telah membuktikan bahwa kinerja itu memang lebih baik dengan ketekunan, fokus dan gigih meraih prestasi. Bukan dengan basa-basi dan janji-janji yang melulu diingkari. Apalagi sampai menghianati dan menyakiti rakyat, utamanya wong cilik. Terlebih lebih memalukan lagi dan hina ketika menjadi pemimpin yang terjerat korupsi dan kolusi serta meniadi boneka olgarki. Anies sejauh ini mampu berkomitmen komitmen dan konsisten mengemban amanat penderitaan rakyat. Sembari menjaga kemuliaan warisan darah kepahlawanan dari kakeknya yang ikut berkontribusi bagi bangsa dan negara. Sebagai pemimpin, mutlak mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi dan keluarga serta kelompoknya. Bahwa tidak disebut pemimpin jika tak mampu memikul amanat penderitaan rakyat. Nilai-nilai itu yang kemudan menjadi ruh kepemimpinan Anies, pemimpin yang harus berprestasi dan menjaga martabat dan harga diri. Alhamdulillah, Anies bertumbuh dipenuhi kekuatan nurani dan budi pekerti, dapat mewujudkan aspirasi dan kenginan warga Jakarta khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya. Banyak karyanya yang fenomenal dan membanggakan. Membebaskan biaya PBB bagi para veteran pejuang, menyediakan perumahan Aquarium bagi korban penggusuran di pesisir utara Jakarta dan menyesuaikan pembiayaan kebutuhan pokok dengan kemampuan daya beli masyarakat seperti air minum yang vital. Menariknya lagi, Anies masih bisa berkarya dalam spektrum nasional saat membangun sistem ketahanan pangan nasional secara sederhana tapi nyata, dengan cara mengakomodir produk pertanian daerah-daerah lain bagi kebutuhan konsumsi beras, bawang dll. untuk warga Jakarta. Satu hal soal visi nasionalisme yang kuat pada aspek kebhinnekaan dan kemajemukan bangsa, tak luput dituntaskan Anies saat memudahkan perijinan rumah ibadah dan pemberian dana hibah program pembinaan kegiatan kelembagaan semua agama di Indonesia. Apakah masih ada yang kurang untuk melengkapi syarat dan kriteria Anies sebagai pemimpin negara dan bangsa Indonesia?. Rasanya sudah lebih dari cukup dan diatas kelayakan kalau hanya untuk sekedar menjadi presiden Indonesia mendatang. Satu pembuktian paling fundamental dan radikal dari seorang Anies, adalah ketika dia mampu bersikap tegas pada oligarki saat proyek reklamasi. Anies berdaulat memperlihatkan bahwasanya kedaulatan negara beserta kepentingan rakyat, jauh lebih penting dan utama dari sekedar uang dan kekuasaan para cukong kapitalistik itu. Itulah salah satu kepemimpinan Anes yang revolusioner selain prestasi lainnya yang bejibun. Anies Baswedan, ditengah euforia dan geliat dukungan rakyat yang mendukungnya untuk memenangkan pilpres 2024. Pastilah memiliki daya pikat dan magnet tersendiri bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak seperti presiden, para menteri, banyaknya politisi dan semua kapitalis birokrasi yang hipokrat dan oportunis yang sedang menggelandang di panggung kekuasaan saat ini. Gubernur Jakarta yang jujur, cerdas, dan santun di mata rakyat itu, bersiap memenuhi panggilan menjadi nahkoda kapal besar mengarungi pulau harapan menuju kemakmuran dan keadilan seluruh rakyat Indonesia. Anies yang humanis bersiap mengembalikan bamgsa ini pada perwujudan Panca Sila , UUD 1945 dan NKRI yang sebenarnya. In syaa Allah, karena Anies bukan pemimpin yang lalim dan dzolim pada rakyatnya sendiri. Anies tak berbakat menidas bangsanya, menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan pada wong cilik. Anies tidak seperti kebanyakan penguasa licik yang keji dan menjadi budak oligarki. Karena hidayah dan menjadi anugerah bagi seluruh rakyat Indonesia, sesungguhnya teruji Anies tidak berwatak bengis. (*)
Sultan, King, dan Juragan
Oleh Akmal Nasery Basral - Sosiolog, Novelis TUJUH orang—enam pria dan seorang wanita—tampil di sebuah acara spesial satu televisi swasta nasional, Januari 2022. Mereka didapuk sebagai crazy rich, sebutan impor yang diciptakan penulis AS berdarah Tionghoa Singapura Kevin Kwan melalui novel Crazy Rich Asians (2013). Saat difilmkan lima tahun kemudian dengan aktris Constance Wu dan aktor Henry Golding, hasilnya sebuah tontonan romcom terlaris di penggalan 2010-an. Sejak itu sebutan crazy rich mendunia, menjadi status sosial terbaru paling diburu, termasuk di Indonesia. Kembali pada tujuh sosok di awal tulisan, mereka punya sebutan lainnya: ‘sultan”’, “king”, “juragan”. Latar belakang hidup bervariasi. Ada lulusan SD yang mantan buruh bangunan dan tukang parkir; ada mantan pengamen yang pernah menjajal sebuah singing contest beken di televisi; ada perempuan cantik pemilik produk kosmetik yang bisnis penyewaan helikopter wisata untuk raun-raun; ada mantan karyawan bank yang mendaku sebagai ‘juragan’ dan hobi pamer foto bareng istri yang juga ‘juraganwati’; ada mantan sopir perusahaan penyedia bahan bakar yang bermetamorfosis menjadi politisi; ada yang mundur kuliah kedokteran karena memilih merintis usaha dengan modal menjual mobil pemberian orang tua; dan ada seorang pesohor televisi yang pernah menjadi tahanan badan narkotika nasional. Yang terakhir ini diperkenalkan oleh pembawa acara--seorang komika perempuan yang lucu dan berlidah setajam belati—dengan teknik roasting yang menyanjung-membanting. “Kalau enam orang crazy rich lainnya beli barang dengan kontan, sultan yang ini beli barang dengan konten. Mulai dari pernikahan dia dengan istri, kelahiran anak pertama, kelahiran anak kedua, semua dijadikan konten.” Penonton terbahak-bahak—termasuk enam crazy rich lainnya—bak tsunami tawa yang tenggelamkan studio. Sang “Sultan-Apapun-Jadi-Konten” meringis malu. Mati kutu. K-O-N-T-E-N. Inilah mantra terbaru yang menjadi candu. Semula bermakna netral, sekarang konten berarti ajang pamer level maksimal. Tak jarang dibarengi lelucon arogan dan ucapan merendahkan yang menghina akal. Pamer jenis ini bukan sekadar pamer dan sangat ketinggalan zaman jika cuma disebut ‘pamer’. Maka agar lebih modern dilekatkan sebuah kata baru yang lebih keren: flexing. Simaklah sebuah contoh flexing di Januari 2021. Seorang ‘sultan’ masih tak bisa tidur meski tetesan embun sudah mengecup mesra bumi pada jam 3 pagi. Tersandera oleh perasaan gabut (bosan) dia kunjungi sebuah toko daring. “Mau beli apa ya? Duit kebanyakan,” katanya cengengesan. Minatnya terkatrol melihat foto mobil listrik Tesla yang bahenol. “Beli mobil Rp 1,5 miliar nggak pakai mikir #murahbanget,” ujarnya enteng. Konten berlanjut: mobil pesanan diantar petugas show room kepada sang ‘sultan’ yang menyaksikan dengan wajah bungah semringah. Ini flexing ‘Sultan Medan’ yang mantan pengamen dan peserta ajang pencarian bakat lomba menyanyi televisi. Meski dia tak pernah membuat album rekaman dengan penjualan hebat, umur baru seperempat abad dan bukan anak konglomerat, toh bisa membayar tunai di tempat sehingga membuat bola mata penonton nyaris melompat. Contoh kedua sebuah flexing di pertengahan 2021 dari ‘Raja Bandung’, mantan buruh lepas dan tukang parkir. Dia tunjukkan kepada penonton sebuah supercar yang baru saja dibeli. Lamborghini Gallardo seharga sekitar empat miliar. “Alhamdulillah, di umur saya yang baru 23 akhirnya bisa membeli mobil impian sejak kecil,” katanya penuh syukur. Lalu dia menasehati pemirsa, “Kalau saya bisa, kalian pasti bisa. Jangan pernah menyerah untuk mencoba, jangan pernah mencoba untuk menyerah.” Super! Ini kalimat fenomenal yang belum tentu terpikir di benak motivator terkenal. Tentu tak ada yang keliru dengan jalan hidup seorang mantan pengamen di Medan dan seorang mantan buruh di Bandung yang menyulap nasib begitu mencengangkan. Bahkan, jika jalan pintas kesuksesan mereka bisa ditiru semudah membalik telapak tangan, pasti akan sangat meringankan tugas Menteri Tenaga Kerja yang sering ‘migren’ melihat angka pengangguran. Masalahnya adalah jalan pintas mantan pengamen dan mantan buruh itu benar-benar amazingly amazing. Bahkan bagi stanm,,,,,dar pemain saham kawakan atau kampiun marketing sekalipun. Bayangkan saja, hanya dalam 2-3 tahun setelah banting setir dari profesi lama dan menggumuli online trading keduanya menjelma bak Raja Midas. Apapun yang mereka sentuh menjadi emas--eh, bukan, malah lebih dahsyat lagi—menjadi mobil supermewah, tas, sepatu, arloji, merek branded, hingga rumah mewah berkelas. Jika ini gejala narsisisme dari orang kaya baru, masih tak terlalu berbahaya. Flexing hanya sebatas memantulkan mental disorder diri mereka sendiri yang tak peka dengan kehidupan mayoritas masyarakat Indonesia. Sayangnya, fenomena ini menyimpan hal lain yang lebih mengerikan. Flexing dibuat bukan cuma karena motif pribadi pelaku yang gemar ‘norak-norak bergembira’, melainkan sebagai bagian teknik persuasi terselubung (covert persuation technique) yang sengaja dirancang dengan tujuan tersembunyi yang lebih berbahaya: menggiring publik agar terbius mimpi dan teler nalar. Sebuah cuci otak hedotistik dalam skala masif supaya terbentuk himpunan pengikut yang obsesif-kompulsif terhadap cuan. Bagaimana memperoleh untung sebesar-besarnya dalam waktu sesingkat-singkatnya. Sejatinya ini manifestasi prinsip The 48 Laws of Power karya Robert Greene, sebuah buku yang menggemparkan Amerika Serikat dan menjadi ‘kitab suci’ favorit para napi dan selebritas dalam bergegas menuju takhta ketenaran dan kemakmuran lewat jalan pintas. Pada hukum ke-34 Greene memfatwakan, “Tampilkan diri bak raja jika ingin diperlakukan demikian ( Act like a king to be treated like one).” Begitu meyakinkannya teknik ini dilakukan ‘Sultan Medan’ dan ‘Raja Bandung’ yang selalu tampil bak raja gemerlap, sehingga bukan hanya masyarakat awam—utamanya generasi milenial kaum rebahan--yang tersirap, bahkan pejabat negara pun secara mengagetkan ikut silap. Pada awal Agustus 2021 atau dua bulan setelah pamer mobil mewah pertama, sang ‘Raja Bandung’ yang ingin membagikan 3000 paket sembako kepada kaum duafa, berhasil mendapat dukungan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Pekan berikutnya, sehari sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke-76, giliran Ketua MPR Bambang Soesatyo mengundangnya sebagai tamu istimewa di kanal Bamsoet Channel. Sementara itu ‘Sultan Medan’ mendapatkan keistimewaan berbeda. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggamitnya untuk membuat sebuah lagu antikorupsi yang berjudul heroik “Lihat, Lawan, Laporkan”. Lagu itu diperkenalkan kepada publik juga di bulan Agustus 2021. Sambutan hangat pejabat teras dan lembaga negara tak pelak ikut mengerek popularitas ‘Raja Bandung’ dan ‘Sultan Medan’. Citra ‘muda, kaya raya, rajin derma’ semakin tak terbendung. Angan-angan publik pun melambung. Proses cuci otak berjalan sempurna dan rampung. Muncul keyakinan publik bahwa ‘kalau mantan buruh dan pengamen bisa sukses sebagai crazy rich, mengapa saya yang punya pekerjaan lebih keren dan pendidikan lebih tinggi tidak bisa? Jangan-jangan kalau saya seriusi, saya bisa lebih tajir melintir lagi melewati para ‘sultan\'? Sekarang waktu paling tepat mengikuti cara mereka berusaha.\" Teler nalar massal membuat orang lupa melakukan DYOR ( Do Your Own Research). Mereka tak lagi ingat aksioma ‘ trust and verify’. Logika terjeblos pada kubangan WYSIWYB (What You See Is What You Believe). Kehati-hatian tak dibutuhkan lagi karena “saya-lihat-dia-tampil-bak-raja-maka-saya-percaya-dia-raja”. Konten flexing adalah bukti nyata bahwa sukses jalur cepat itu valid adanya. Teler nalar membuat publik--tak sedikit dari mereka kalangan terdidik--menjadi lebih dungu dari kawanan sapi perah yang cantik menarik. Mengapa lebih dungu? Sebab sapi perah masih mendapatkan asupan rumput terbaik, vitamin terbaik, kandang terbaik, lingkungan terbaik, agar bisa menghasilkan susu terbaik. Sementara kaum teler nalar tidak. Meski terus menguras tabungan, pinjam tambahan modal dari kiri-kanan, sampai melepas rumah dan kendaraan, namun tak kunjung menjadi ‘ The Next Sultan’. Ada memang sedikit keuntungan yang bisa diperoleh pada waktu-waktu tertentu, namun dalam sekedipan mata semuanya lenyap menjadi kerugian yang menggila. Teler nalar membuat orang tak menyadari terperangkap jebakan ‘pump dan dump’ yang dimainkan dalang opsi biner yang lihai merekayasa data dan angka. Pump and dump adalah proses ketika keuntungan dipompa agar investor bersemangat mengguyurkan dana mereka sebanyak-banyaknya. Begitu umpan disambar, tetiba harga terjun bebas seanjlok-anjloknya dimainkan dalang yang piawai mengendalikan meta data. Sementara para korban bingung memahami apa yang terjadi, para trader yang, ternyata oh ternyata adalah para afiliator, sedang jejingkrakan mendulang cuan. M-banking mereka tak berhenti mengirimkan notifikasi keuntungan demi keuntungan demi keuntungan yang diraup dari kekalahan demi kekalahan demi kekalahan dari kerumunan teler nalar yang dipecundangi begitu telak dan terang-terangan. Begitu menyadari mereka telah ditipu, beranglah kelompok teler nalar yang kini siuman. Akal mereka kembali dengan melaporkan ‘Sultan Medan’ dan ‘Raja Bandung’ kepada polisi. Keduanya dicokok tanpa melakukan perlawanan atau sempat kabur ke luar negeri. Terbongkarnya kasus ini tak pelak ikut mempermalukan sejumlah pihak yang sebelumnya terkagum-kagum bangga. ‘Sultan’ dan ‘Raja’ yang mereka puja-puja ternyata penipu generasi baru yang istimewa. Muda iya, tapi ternyata OKP (Orang Kaya Palsu). Satu persatu rahasia mereka terbongkar ke publik. ‘Sultan Medan’ yang sesumbar bayar tunai ketika beli Tesla dengan harga ‘murah banget’ itu, ternyata mencicil 10 kali. Konten flexing yang ‘iseng beli mobil jam 3 pagi dan pesanan langsung diantar’ pun ternyata beberapa video yang disuntingpadatkan menjadi satu video karena Tesla harus inden tak seperti beli ayam gembus dan seblak. Ada jeda waktu sebulan antara pesanan dan kedatangan mobil listrik yang dikirim pabrikan dari seberang samudera. Sementara yang terbongkar dari ‘Raja Bandung’ lain lagi. Saat menjadi tamu di kanal Ketua MPR, dia berkata masih jomblo sehingga Bamsoet pun ikut mempromosikan sang Jomblo Idaman. Beberapa hari lalu muncul pengakuan seorang perempuan muda yang menyatakan bahwa sebenarnya sang raja pernah menikah dengan dirinya selama setahun (2019-2020) sebelum mereka bercerai. Sesudah itu sang raja flexing berkencan dan melamar perempuan lain sebagai istrinya dengan mahar “cuma” USD 15.000, berlian 4,666 karat dan Porsche Carrera 911 seharga empat miliar. Semua ini, tentu saja, dijadikan konten flexing yang masih bisa ditonton sampai sekarang. “Sultan Medan” dan “Raja Bandung” yang terbiasa melakukan pump and dump dalam bisnis kotor mereka, kini mengalami sendiri pump and dump atas nasib mereka. Bagaimana kisah lima crazy rich lain dari tujuh orang pada awal tulisan? Sebagian dari mereka menunjukkan rekam jejak yang jelas dalam berbisnis. Memulai dari bawah, jatuh bangun menjalani proses dan bertahan. Namun ada juga yang terindikasi melakukan pembohongan publik dengan terbongkarnya rahasia seorang ‘juragan’ yakni pesawat jet yang jet yang selama ini diakui sebagai miliknya dan istri—sebagai hadiah ulang tahun pernikahan ke-8 mereka, amboi romantisnya!--ternyata merupakan ‘kesepakatan kerjasama dalam waktu tertentu yang sudah selesai masa berlakunya’ alias pinjaman. Para netizen yang penasaran pun mengembuskan kabar di dunia maya bahwa mobil-mobil supermewah sang ‘juragan’ bukanlah miliknya. Konon milik seorang crazy rich beneran yang wafat beberapa bulan silam. Selama hidupnya, mendiang bukanlah tipe yang suka tampil di depan publik untuk pamer kekayaan jor-joran seperti sang ‘juragan’. Namanya kabar angin, biasanya separuhnya mungkin benar separuhnya lagi wallahu a’lam. Untuk sementara kisah “Sultan, King dan Juragan” selesai sampai di sini. Boleh juga disebut episode satu sambil menunggu perkembangan terbaru dari polisi. Jika ada temuan lain berbasis fakta dan bukti, bisa jadi tulisan ini berlanjut. Sebagai seorang novelis, saya sering beranggapan bahwa fiksi adalah puncak tertinggi imajinasi. Ternyata saya salah kaprah. Kehidupan nyata bisa jauh lebih musykil dan absurd parah. Ini bukan cuma terjadi di luar negeri seperti dilakukan Anna Delvey yang menginspirasi munculnya serial televisi Inventing Anna. Kejadian serupa bisa terjadi di tanah air tercinta selama publik antusias mengikuti konten flexing, lalu media massa arus utama serta para pejabat dan lembaga negara pun dengan mudah memberi ruang kepada para crazy rich tanpa memeriksa cermat asal usul kekayaan mereka. Kasus ini adalah sebuah alarm yang melengking nyaring. Mengingatkan ada yang salah dalam masyarakat kita yang tengah terpapar ideologi Kontenisme dan radikalisme flexing yang kian intoleran, mencabik-cabik kearifan akal dalam berpikir dan bernalar. (27.03.2022)
Framing Kedip Mata: Anies dalam Pusaran Kampanye Hitam
Oleh Ady Amar - Kolumnis JAGAT pemberitaan, jika itu menyangkut Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, bisa diberitakan dengan sewajarnya. Tapi pada media sosial khususnya, pemberitaan Anies acap diberitakan dengan tidak sewajarnya. Diberitakan dengan tidak sebenarnya. Penuh framing. Saat menghadiri acara Arahan Presiden pada Menteri, Kepala Lembaga, Kepala Daerah dan Badan Usaha Milik Negara tentang Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia, Bali, 25 Maret. Sebuah media online memberitakan, bahwa saat Presiden Joko Widodo (Jokowi), mengawali arahannya, Anies tampak memejamkan mata beberapa saat. Berita itu dilepas begitu saja, tanpa ada penjelasan apa yang sebenarnya terjadi. Sepertinya media itu punya niat begitu besar, mencari celah yang bisa dijadikan titik lemah Anies untuk diberitakan. Jika perlu dengan memaksa nalar untuk menerimanya. Saat memejamkan mata, itu bisa jadi saat foto diambil Anies sedang mengedipkan mata. Tapi yang diberitakan, Anies menutup mata di awal Presiden Jokowi memberi arahannya. Itulah framing media, yang bisa menjadi berita, meski Anies hanya mengedipkan mata, saat Jokowi memulai pidatonya. Sengaja tidak diberi penjelasan susulan. Dilepas begitu saja. Berharap tafsir liar menyudutkan Anies. Netizen nyinyir seolah diberi ruang, yang tanpa berpikir lalu mengumpat Anies. Disebutlah Anies tidak bersikap sopan, meremehkan Presiden Jokowi, dan seterusnya. Menjadi berita yang dibuat tidak sebenarnya. Muncul tafsir memandang Anies dengan negatif. Sorotan kamera tidak ditujukan pada Gubernur lainnya. Anies menjadi Gubernur yang terus dibidik. Terus dicari sisi kelemahan atau dicari-cari kesalahan, yang bisa di-framing. Mencari kesalahan besar tak didapat, maka yang kecil pun, seperti memejamkan mata beberapa detik, tak menjadi masalah untuk diangkat. Tak dapat rotan akar pun jadi. Semua bisa di-framing jadi berita tidak mengenakkan. Anies jadi target framing dengan tidak semestinya. Bahkan dipaksakan, terkesan mengada-ada. Memberitakan Anies dengan tidak sebenarnya, yang lalu disambar para buzzer yang menggoreng dengan tafsir menyudutkan. Berharap tafsiran yang disematkan bisa jadi opini luas yang diterima publik. Sepertinya, itu sudah satu paket antara media yang memberitakan, dan para buzzer yang menggorengnya. Maka, upaya mendiskreditkan Anies dengan model framing akan terus dilakukan tanpa henti. Bahkan hingga Pilpres 2024. Mengapa harus Anies yang selalu jadi pemberitaan dengan tidak sewajarnya. Terkesan mencari celah salah, sampai Anies berkedip pun bisa di-framing. Karenanya, sumpah serapah padanya muncul berhamburan. Pastilah itu merugikan Anies, meski tidak semua mempercayai berita yang dipaksakan. Skenario memang dibuat demikian. Berharap akseptabilitas Anies bisa tergerus. Sedang kandidat lain yang digadang-gadang oligarki, lambat laun bisa menyusul atau bahkan menyalip Anies. Kandidat yang dijagokan itu terus di-framing dengan sebaliknya. Diskenariokan jadi tokoh baik, meski nirprestasi. Beriringan dengan itu, dimunculkan lembaga survei politik per-periodik untuk meng- create hasil surveinya, sesuai dengan yang diinginkan. Dimana kandidat andalan lambat laun dibuat menyamai Anies Baswedan. Bahkan pada beberapa lembaga survei dibuat mengungguli. Polanya dibuat selalu demikian. Seorang kawan yang bisa disebut sebagai \"empu\", salah satu yang mengawali lahirnya lembaga survei berujar, memberi sedikit bocoran, bahwa akseptabilitas Anies, dan pastinya elektabilitas juga akan tergerus, itu karena tidak saja Anies selalu di-framing dengan tidak baik. Tidak sekadar kampanye negatif (negative campaign) terus dilesakkan. Tapi juga kampanye hitam (black campaign). Sedang kubu Anies tidak melakukan perlawanan yang sama, yang seharusnya dilakukan. Mem-framing berita dengan tidak sebenarnya, bahkan dengan kampanye negatif sekalipun, itu sih tidak masalah. Terpenting bagaimana kemampuan mengkonter balik dengan tetap elegan, yang mesti juga dilakukan. Tidak perlu melakukan kampanye hitam, yang itu jahat penuh fitnah. Meski Anies jadi sasaran kampanye hitam saban waktu. Jika saja sekadar kampanye negatif \"berkedip\", yang lalu di-framing, itu tidak masalah. Tapi jika terus-menerus mengabarkan bahwa Anies intoleran, tanpa bisa memberi bukti pada kasus apa Anies intoleran, itu bisa disebut kampanye hitam. Juga memunculkan pemberitaan terus-menerus, seolah ada korupsi yang dilakukan Anies pada penyelenggaraan Formula E. Dan itu diberitakan seolah ada bukti yang dipunya sambil mendesak KPK untuk memeriksanya. Apa yang mau diperiksa, jika semuanya bisa dilihat terang-benderang. Jangan ajari KPK, seperti ajari ikan berenang. Jangan tarik KPK pada kepentingan sempit yang tidak sepatutnya. Terus saja memberitakan Anies dengan tidak sewajarnya. Berharap dengan terus-menerus memberitakan berita yang sama, meski tanpa bisa dibuktikan, lambat laun akan ada yang nyantol di benak publik luas, bahwa ada unsur tidak beres dalam penyelenggaraan ajang Formula E. Anies Baswedan memang belum resmi menyatakan diri maju dalam perhelatan Pilpres 2024. Tapi atensi publik berharap, dialah yang pantas menjadi pengganti Jokowi. Membuat ngeri-ngeri sedap para oligarki, yang tetap berharap bisa menentukan arah jalannya pemerintahan sesukanya. Maka, mengecilkan Anies dan membesarkan kandidat yang diharapkan sebagai pengganti Jokowi terus dilakukan, bahkan masif. Pastilah tidak sedikit dana dikeluarkan, guna bisa memuluskan kerakusan syahwatnya. Duh Gusti. (*)
Panti Muhammadiyah dalam Bahaya
Oleh M. Rizal Fadillah - Permerhati Politik dan Kebangsaan KEANEHAN hukum di negeri ini menyebabkan masyarakat menjadi terancam dan aset umat dapat hilang. Inilah yang terjadi terhadap aset Muhammadiyah berupa Panti Asuhan di Jl. Mataram 1 Bandung. Menerima hibah wasiat dari H. Salim Rasyidi dengan sertifikat Hak Milik diserahkan dan hingga kini dipegang oleh Muhammadiyah. Difungsikan sebagai Panti Asuhan sebagaimana amanat H. Salim Rasyidi. Setelah H. Salim Rasyidi meninggal dunia tiba-tiba terbit Sertifikat baru atas nama Mira Widyantini puteri mantan Ketua Mahkamah Agung Purwoto Gandasubrata, tetangga di Jl. Mataram. Peralihan jual beli tersebut tanpa sepengetahuan Muhammadiyah sebagai pemegang hak. Terjadilah sengketa yang pada tingkat peradilan pertama di PN Bandung Muhammadiyah memenangkan perkara. Pada tingkat Banding Muhammadiyah dikuatkan kemenangannya. Mahkamah Agung menguatkan pula di tingkat Kasasi. Inkracht. Lalu permohonan eksekusi dikabulkan dan dilakukan eksekusi. Secara hukum tanah dan bangunan yang digunakan sebagai Panti Asuhan tersebut dimiliki dan dikuasai oleh Muhammadiyah. Dan pengasuhan pun berjalan dengan baik. Tiba-tiba Dra. Mira Widyantini, M.Sc mengajukan Peninjauan Kembali dan anehnya Majelis Hakim MA memenangkan PK itu. Anak-anak Panti harus hengkang. Akan tetapi Petapan Eksekusi dinilai cacat hukum sehingga Muhammadiyah mengajukan perlawanan. Saat ini masih berjalan di tingkat Kasasi. Muhammadiyah melaporkan ke Polisi atas dugaan pemalsuan surat. Dihentikan karena kurang bukti. Muhammadiyah sedang menyiapkan bukti-bukti lanjutan yang diperlukan dengan kemungkinan pelaporan baru. Eksekusi justru akan segera dilakukan oleh PN Bandung untuk proses yang sebenarnya belum tuntas. Pemaksaan dipastikan akan menimbulkan reaksi keras. Fakta yang terkuak adalah bahwa jual beli antara Dra. Mira Widyatini, MSc dengan H. Salim Rasyidi yang telah uzur adalah berisi keterangan palsu. PN Bandung akan melakukan eksekusi. Muhammadiyah mempertahankan dan melawan. Segala potensi segera dikerahkan. Masalahnya bukan Muhammadiyah tidak patuh hukum, tetapi ada hukum yang salah. Bagaimana suatu akta jual beli yang berisi keterangan palsu, dapat disahkan dan dibenarkan lalu menjadi dasar kekuatan eksekutorial. Kepolisiann pun telah menyampaikan dan membuktikan kepalsuan tersebut. Suatu kejanggalan hukum lain adalah Kepolisian tidak mampu memanggil Notaris padahal saksi kunci itu memungkinkan menjadi tersangka. Aturan kekebalan hukum Notaris yang tidak tersentuh adalah kezaliman hukum. Jika Notaris yang tidak bisa dipanggil Polisi, Jaksa, dan Pengadilan apa yang terjadi jika Notaris adalah bagian dari kejahatan itu sendiri? Perlu diuji serius baik secara akademik maupun yudisial proteksi atau kekebalan hukum luar biasa seorang Notaris sehingga Polisi, Jaksa, dan Pengadilan pun harus \"bertekuk lutut\" pada kekebalannya ? Apa dasar hukum Majelis Kehormatan Notaris (MKN) menjadi lembaga \"super body\"? Panti Asuhan Muhammadiyah di Jalan Mataram No 1 Bandung beserta anak-anak Panti asuhannya dalam keadaan bahaya. Menjadi target dan agenda eksekusi Pengadilan. Padahal secara agama dan hukum baik secara personal maupun institusional tidak melakukan penyimpangan apapun. Muhammadiyah wajar untuk melawan dan meluruskan kezaliman hukum yang kasat mata tersebut. *) Bandung, 28 Maret 2022
Apa Salah Dokter Terawan?
Sependek pengetahuan saya, baru kali ini, seorang Dokter, dipecat secara permanen, dalam suatu Majelis besar atas nama seluruh Dokter se-Indonesia, yang disebut Muktamar IDI. Oleh: Tifauzia Tyassuma, President di Ahlina Institute, Medical Doctor, Scientist in Nutritional Neuroscience and Predictive Epidemiology IKATAN Dokter Indonesia (IDI) sebaiknya bicara. Klarifikasi secara terbuka. Alasan mengapa Dokter Terawan Agus Putranto mendapat hukuman dikeluarkan secara permanen dari IDI. Ini hukuman yang luar biasa berat. Dan saya menyesalkan, mengapa Para Dokter yang hadir pada Muktamar IDI, Sampai Hati menyebarluaskan video tentang keputusan Rapat Tertutup tersebut, ke sosial media. Anda, siapapun juga Anda, Dokter yang hadir, yang menyebarluaskan video dalam Rapat tertutup Muktamar IDI. Terlepas dari apapun permasalahan antara IDI dengan Dokter Terawan, Anda, Dokter X, yang pertama kali menyebarluaskan video itu, dan kalian, para Dokter yang menyebarluaskan Video itu keluar dari arena Muktamar, Kalian itu Biadab! Bayangkan kalau hal ini terjadi pada kalian sendiri. Ini preseden yang betul-betul buruk! Rapat Tertutup adalah Rapat Tertutup. Masa kalian Dokter-Dokter tidak tahu menjaga etika dan moral obligatory? Dokter dalam Sumpah Dokter, wajib melindungi Dokter lain, seperti saudara kandung. Kalian tega makan daging teman sendiri. Dokter Terawan telah menerima hukuman berat sekali, Tidak Bisa Praktek Seumur Hidup! Dan, masih kalian tambahi lagi: Nama Baiknya Tercemar! Kalau IDI tidak segera bicara, akan banyak sekali spekulasi muncul di luar. Spekulasi pertama dari saya adalah ini: \"Adakah hubungan keputusan IDI ini dengan Vaksin Imunoterapi Nusantara? Adakah tekanan dari Industri Farmasi, agar Vaksin Imunoterapi Nusantara gagal lahir?\" IDI supaya kalian tahu, Dokter Terawan ini dibenci teman-teman Dokter sendiri, tetapi dicintai pasien-pasiennya. Dicintai Rakyat Indonesia yang menaruh harapan besar akan lahirnya Vaksin Imunoterapi Nusantara (VIN). Kepada Dokter Terawan, pesan saya: 1. Metode Brainwashed Therapy atau DSA versi Terawan, ditegakkan Validitasnya dengan Penelitian Randomized Controlled Trials (RCTs) dengan Metodologi dan Protokol yang ketat. Ini saja kekurangan Dokter Terawan yang belum dipenuhi. Apabila RCT berhasil membuktikan bahwa metode ini berhasil menyembuhkan atau mengurangi tanda dan gejala defect pada Otak, maka tidak ada satu orang pun yang bisa mengabaikan metode ini. Dan metode ini, apabila berhasil dibuktikan dengan RCT, adalah Legacy yang luar biasa, bagi murid-murid Anda, Para Dokter Radiologi Intervensi. Usul saja, berikan saja nama Terawan Brain Therapy (TBT). Dengan catatan: Sudah di RCT. Dari syarat suatu Intervensi, metode Anda sudah memenuhi dua dari tiga syarat VIA, Valid - Important - Applicable. Important dan Applicable sudah, Valid- nya yang harus ditegakkan dengan RCT. RCT, Dok T, kuncinya adalah RCT. 2. Lanjutkan perjuangan Vaksin Imunoterapi Nusantara. Rakyat menunggu dengan harapan dan doa. IDI harus tahu, Dokter Terawan saat ini menjadi semacam Pahlawan bagi Rakyat. Dengan kesediaan pasang badan untuk pembuatan Vaksin Imunoterapi Nusantara (VIN), di-bully dihajar, dihambat sana-sini, sampai tidak jelas lagi sekarang, bagaimana nasib VIN yang ditunggu-tunggu rakyat. VIN dan Dokter Terawan, sudah menjadi Ikon Perlawanan Rakyat terhadap oligarki Industri Farmasi dan Penguasa. Apapun itu, DSA, atau Terawan Brain Therapy ini, juga sudah melekat di hati para pasien dan mantan pasiennya, terutama yang merasakan manfaatnya. Sekali lagi, dalam soal DSA-nya Dokter Terawan ini, saya juga tidak sepenuhnya sejalan dengan beliau. Tetapi dalam soal pemecatan Dokter Terawan oleh IDI secara permanen, di dalam Muktamar IDI, acara yang melibatkan seluruh Dokter di Indonesia, baik yang hadir maupun yang tidak, adalah suatu bentuk kesewenang-wenangan terhadap dua pihak: 1) Pihak Dokter Terawan; 2) Pihak Dokter-Dokter yang secara umum tidak banyak memahami permasalahan sesungguhnya, dan mungkin juga tidak sepakat ketika acara Muktamar yang akbar, digunakan untuk menghukum seorang Teman Sejawat, atas nama Dokter seluruh Indonesia. Pelanggaran Etika, kalau IDI mendakwa Dokter Terawan melakukan Pelanggaran Etika Berat, sehingga layak dijatuhi hukuman mati atas Kartu Anggota IDI-nya, sering, atau beberapa kali terjadi, dan dilakukan oleh Para Dokter. Sependek pengetahuan saya, baru kali ini, seorang Dokter, dipecat secara permanen, dalam suatu Majelis besar atas nama seluruh Dokter se-Indonesia, yang disebut Muktamar IDI. Seharusnya kalaupun ada masalah IDI dengan Dokter Terawan, diselesaikan secara tertutup di ruang Pengurus Besar, bukan di ruang Muktamar. IDI harus tahu, Anda bukan Lembaga yang harum namanya, pun bukan Lembaga yang disukai rakyat. Dan Dokter, secara umum, bukan orang yang disukai Rakyat, dibutuhkan iya, disukai tidak. Akibat cap arogansi yang belum juga luntur sampai saat ini. IDI, dalam Muktamar ini, lagi-lagi menunjukkan arogansi profesi Dokter, kali ini bahkan kepada saudara sekandungnya sendiri, sesama Dokter sendiri. Sekarang sudah muncul tagar #saveDokterTerawan. Selanjutnya bukan hanya Aburizal Bakrie yang akan bertestimoni. (*)
Musnahkan dan Hancurkan Oligarki
Adalah hak rakyat untuk mengubah atau menghentikan pemerintahan tirani, dan mengganti dengan pemerintahan sesuai dengan cita-cita kemerdekaan. Karena, karakter pemimpin tirani tidak bisa diterima untuk memimpin bangsa yang merdeka. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih ISTANA bersama pasukannya terus bermanuver untuk memperpanjang masa jabatan dan akan berspekulasi untuk bisa kembali berkuasa untuk 3 periode. Istana meminta intelijen melakukan kerja mengukur reaksi masyarakat, lakukan Tes The Water, sebagai umpan cepat mendapatkan reaksinya, dan koordinasikan secara senyap untuk memunculkan gelombang rakyat dukungan memperpanjang masa jabatan dan atau jabatan 3 periode Ulah tersebut berkaitan dengan masa jabatan Jokowi akan berakhir pada 2024. Berhubungan dengan nasib dirinya dan oligarki, akan selamat makin kuat atau bernasib fatal berantakan. Jika Jokowi lengser dari jabatannya, berganti rezim pro rakyat. Nasib oligarki akan kalang kabut pilihannya kabur. Sementara antek antek mantan penguasa akan berhadapan dengan hukum dan harus menjadi pesakitan atau bisa jadi hrs berhadapan dengan hukuman mati. Manuver akan terus dilakukan oleh oligark sampai menemukan jalan skenario aman bisa melahirkan dan meneruskan legacy orang nomor satu di Indonesia itu yang bisa mengamankan kekuasaannya. Manuver untuk mengamankan Presiden dan oligark akan mengecil atau membesar tergantung reaksi rakyat. Kondisi seperti harus di lawan, singkirkan rasa takut untuk melawan Oligarki. Watak oligarki yang agile, adaptif, oportunis, sebuah organisasi yang telah kehilangan sentuhan spirit equality (persamaan), karena terbenam dalam jerat kekuasan segelintir orang. “Daya rusak yang ditimbulkan oligarki meliputi banyak dimensi. Tidak saja dalam moral politik yang saat ini makin terabaikan dan melahirkan petualang-petualang politik tanpa etika, seenaknya mencabut hak hak rakyat. Bukan saja merusak pelaksanaan rule of law, namun juga kerusakan lingkungan fatal dengan kerugian material dan immaterial yang fantastis. Tidak saja merenggut hakekat demokrasi substansial, namun pula menggerus rasa keadilan sosial, dengan wataknya yang tirani. Prince whose character is thus marked by every act which may define a Tyrant, is unfit to be the ruler of a free people. (Seorang Pangeran yang karakternya ditandai oleh setiap tindakan yang dapat mendefinisikan seorang Tiran, tidak layak untuk menjadi penguasa rakyat bebas). Adalah hak rakyat untuk mengubah atau menghentikan pemerintahan tirani, dan mengganti dengan pemerintahan sesuai dengan cita-cita kemerdekaan. Karena, karakter pemimpin tirani tidak bisa diterima untuk memimpin bangsa yang merdeka. Oligarki saat ini jelas adalah musuh bersama bagi kita. Dengan eksistensinya yang kerap tersamar, mereka sejatinya adalah “imagined enemy. Untuk itu diperlukan penguatan kesadaran bagi siapa saja akan bahaya oligarki ini. Kita lawan untuk dimusnahkan . Cabut mandat untuk penguasa tirani musnahkan, singkirkan, tenggelamkan dan hancurkan Oligarki. (*)
Anies Jangan Seperti Jokowi Ya!
Membela dan melindungi rakyatnya jauh lebih prinsip dan utama ketimbang kepada asing dan aseng. Taat pada konstitusi, menghormati dan menghargai entitas keagamaan serta setia pada cita-cita proklamasi kemerdekaan RI, itu mutlak. Mengukir prestasi itu harus, bukan menambang basa-basi dan segunung janji yang tak ditepati, apalagi menjadi industri kebohongan publik. Harga diri pemimpin sebagai pribadi dan sebagai sebuah bangsa, selayaknya lebih utama dari nyawa sendiri, bukan malah dengan gengsi tanpa nurani dan budi pekerti. Oleh: Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI DUKUNGAN dan harapan rakyat Indonesia yang begitu besar kepada Anies Baswedan untuk menjadi presiden, tidak terlepas dari suasana psikologi dan emosi rakyat pada keadaan negara yang ambyar selama hampir delapan tahun ini. Animo, antusias dan apresiasi kepada Anies seakan seiring sejalan dengan kekecewaan sekaligus rasa frustasi dari penyelenggaraan negara selama 2 periode kepemimpinan Jokowi. Euforia terhadap Anies bisa dibilang menjadi kontemplasi terhadap kekacauan dan semrawutnya tata kelola negara dibawah rezim pemerintahan Jokowi. Ekspektasi rakyat yang tinggi kepada pemimpin yang jujur, adil dan melindungi semua anak bangsa. Sepertinya tumpah ruah meniadi energi yang mengalir pada figur Anies. Bahkan saat sebelum pemilu 2024 digelar, rakyat menginginkan agar gubernur Jakarta itu sesegera mungkin menjadi presiden. Anies yang demokratis, pluralis dan humanis semakin mencuat dibandingkan dengan Jokowi yang terkesan otoriter, Machiavellis dan tanpa integritas. Rakyat terlanjur menganggap Anies sebagai antitesis seorang Jokowi. Anies menjadi pemimpin ideal membawa harapan baru kebaikan Indonesia, yang pantas menggantikan Jokowi presiden yang selama ini dirasakan gagal total. Figur Anies dan Jokowi pada akhirnya menjadi aspek komparatif sekaligus indikator dari bagaimana contoh kepemimpinan nasional yang ideal dan berhasil atau sebaliknya bagaimana justru pemimpin yang malah menyengsarakan kehidupan rakyat. Anies menjadi tumpuan dan sandaran pada kehidupan ekonomi dan politik yang lebih baik pada rakyat, negara dan bangsa. Sementara Jokowi merupakan contoh presiden buruk dan paling buruk dari yang pernah ada yang memimpin Indonesia. Selama menjabat gubernur Jakarta Anies danggap berhasil memajukan kotanya dan membahagiakan warganya. Setidaknya Anies telah memenuhi sebagian besar kampanye dan janji politiknya saat mencalonkan gubernur Jakarta. Pelbagai prinsip-prinsip dasar dan syarat kepemimpinan dan korelasinya dengan upaya mewujudkan kesejahteraan dan keadilan masyarakat telah ditunaikan Anies. Dari membangun kehidupan yang demokratis, egaliter dan menjunjung keberagaman. Sentuhan pembangunan menjadikan Jakarta sebagai kota modern, manusiawi dan tanpa meningggalkan kompleksitas masalah. Hingga mampu mengangkat derajat sosial kehidupan masyarakat bawah menjadi jauh lebih baik, mengokohkan Anies sebagai pemimpin yang bukan saja dipenuhi prestasi dan penghargaan, lebih dari itu sebagai pemimpin yang dicintai rakyatnya. Karakter dan kiprah kepemimpinan Anies seperti itu sangat jauh berbeda dengan kenyataan keberadaan Jokowi selama menjadi presiden. Jokowi dinilai rakyat hanya mampu membangun industri janji palsu dan kebohongan publik. Mantan gubernur Jakarta separuh jalan itu hanya bisa memproduksi kebutuhan dan kepentingan oligarki. Membuat segelintir yang kaya makin kaya dan mayoritas yang diambang dan sudah miskin semakin miskin. Selain menghasilkan pembangunan infra struktur yang berantakan dan hutang yang membuat ekonomi nasional meradang. Presiden yang sering diasosiasikan sebagai boneka Para cukong yang dikenal dengan sembilan Naga, malah sibuk menghancurkan keharmonisan dan keselarasan kehidupan sosial budaya dan sosial keagamaan, tentunya disamping karut-marutnya kehidupan ekonomi dan politik bangsa. Jokowi pada akhirnya menjadi mimpi buruk sekaligus preseden buruk dari penyelengaraan pemerintahan yang menghianati Panca Sila, UUD 1945 dan NKRI. Oleh karena itu, besar harapan seluruh rakyat Indonesia kepada Anies Baswedan untuk menjadi presiden. Belajar dari pengalaman Jokowi, Anies harus mampu menjadi pemimpin yang amanah dan istiqomah pada tujuan-tujuan kemaslahatan rakyat, negara dan bangsa. Pemimpin yang tahu diri dan beradab, mampu menempatkan fungsi pelayanan dan pengabdian dirinya kepada seluruh rakyat Indonesia. Taat pada konstitusi, menghormati dan menghargai entitas keagamaan dan setia pada cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia. Jangan biarkan rakyat terus menjadi korban penipuan dari janji-janji politik dan komitmen kebangsaan yang berkelindan dengan kehidupan rakyat yang penuh penderitaan. Seminimal mungkin, Anies jangan seperti Jokowi. Anies boleh mengambil yang baik dari Jokowi, Itupun kalau ada yang baik. Sepertinya tidak ada, karena mainstream Jokowi yang kuat pada oligarki, lebih membahayakan keberadaan dan eksistensi Indonesia. Pastinya, Anies harus belajar dari banyaknya kesalahan dan daya rusak Jokowi pada negeri ini. Wallahua\'lam bishawab.
Mabes Polri Akhirnya “Melawan” Jokowi
Pertanyaan selanjutnya, mengapa Jokowi “membolehkan” Sekretariat Presiden membeli merek Quechua Arpenaz dari Prancis? Apa industri kecil-menengah di Indonesia belum ada yang mampu memproduksinya? Oleh: Mochamad Toha, Wartawan FNN PENGARAHAN tentang Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia di Nusa Dua, Bali, pada Jumat, 25 Maret 2022, berbuntut panjang. Setidaknya, tudingan Presiden Joko Widodo yang menyebut seragam Polri-TNI masih impor justru diklarifikasi telah sesuai dengan ketentuan Pemerintah. Seperti dilansir dari Tempo.co, Jumat (25 Maret 2022 13.06 WIB), Mabes Polri menyatakan, pengadaan seluruh seragam dan atribut yang digunakan aparat kepolisian telah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah. Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo memastikan, pengadaannya memedomani arahan Presiden. Ia tidak merinci apakah memang seragam hingga sepatu yang digunakan polisi saat ini adalah hasil impor. “Kalau Polri pengadaan mendukung kebijakan pemerintah dan memedomani arahan Bapak Presiden,\" katanya, Jumat, 25 Maret 2022. Presiden Jokowi melihat rinci pengadaan barang dan jasa di pemerintahan pusat, daerah, sampai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tak hanya yang skala makro tapi juga mikro. Jokowi mengaku miris karena pengadaan ini masih banyak diisi oleh barang-barang dari luar Polri. \"Cek yang terjadi, sedih saya belinya barang-barang impor,\" kata Jokowi sambil geleng-geleng kepala dalam acara tersebut. Untuk pengadaan barang dan jasa, Jokowi menyebutkan anggaran modal pemerintah pusat mencapai Rp 526 triliun. Pemerintah daerah lebih besar lagi yaitu Rp 535 triliun. Sementara di BUMN yaitu Rp 420 triliun. Menurutnya, kalau saja 40 persen dari total anggaran modal pengadaan ini bisa dialihkan untuk produk lokal, maka bisa memicu pertumbuhan ekonomi di pusat dan daerah sampai 1,71 persen. Sehingga, pemerintah tiodak usah cari investor lagi dan diam saja seraya konsisten membeli barang-barang yang diproduksi di pabrik dan UMKM lokal. “Bodoh sekali kita kalau tidak melakukan ini,” tegas Jokowi. Jokowi lalu menyinggung beberapa contoh pengadaan seperti CCTV yang harus diimpor, padahal ada yang diproduksi di dalam negeri. \"Apa-apaan ini, dipikir kita bukan negara yang maju, buat CCTV saja beli impor,\" katanya. Kemudian, seragam dan sepatu tentara hingga polisi yang dibeli dari luar negeri, di saat produksi lokal ada di mana-mana. Belum lagi impor alat kesehatan yang di dalam negeri ada, tapi masih membeli produk impor. \"Jangan diteruskan,\" kata Jokowi. Pertanyaannya sekarang, bagaimana dengan kebijakan impor beras, gula, kedelai, dan bahan pangan lainnya yang terjadi selama ini? Apakah Jokowi tidak pernah melarangnya, atau malah mendiamkannya? Apakah lahan pertanian kita sudah habis sehingga produksi pertanian jadi sangat berkurang? Kalau CCTV saja masih impor, bagaimana dengan tenda yang dipakai Jokowi berkemah di titik nol calon Ibu Kota Negara (IKN) bermerk Quechua Arpenaz? Jokowi berkemah Senin hingga Selasa, 14-15 Maret 2022. Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono mengatakan, dalam kegiatan kemah, Jokowi dan para pejabat memakai tenda seperti kegiatan kemah pada umumnya. Tenda itu merupakan inventaris Sekretariat Presiden. Tenda tersebut tidak baru, melainkan sisa penanganan bencana gempa bumi Poso 2018 lalu yang tidak terpakai. Kasetpres Heru menjelaskan, tenda yang digunakan Jokowi bermerk Quechua Arpenaz. Merek yang sama juga digunakan oleh para menteri dan pejabat lainnya. “Sama sisa stok jaman dulu juga,” ujar Heru. Cobalah tengok tenda bermerk Quechua Arpenaz ini dari mana asalnya. Tenda yang digunakan Jokowi memicu rasa penasaran sebagian orang. Tenda yang digunakan Jokowi merupakan jenis inflatable air, Quechua Arpenaz ini merek dagang Prancis. Ini adalah tenda yang mampu menampung hingga empat orang. Tenda ini memiliki ruang tidur dan ruang tamu yang luas. Ruang tamu ini juga disetel berdiri agar memudahkan para tamu. Bahan yang digunakan tenda ini dapat mengurangi panas dengan ventilasi mekanik. Tenda ini juga dapat menahan angin hingga 60 km/jam, dengan berat 20 kilogram. Mengutip CNBC Indonesia (16 March 2022 09:15), harga tenda tersebut, berdasarkan penelusuran dari sejumlah lapak toko online berkisar Rp 10 jutaan. Pertanyaan selanjutnya, mengapa Jokowi “membolehkan” Sekretariat Presiden membeli merek Quechua Arpenaz dari Prancis? Apa industri kecil-menengah di Indonesia belum ada yang mampu memproduksinya? Cobalah Googling dan ketik “industri tenda untuk kemah Indonesia”. Di sini muncul sekitar 160.000 hasil (0,44 detik). Beragam jenis tenda mulai harga ratusan ribu hingga jutaan rupiah semua ada di sini. Sangat ironis jika tenda saja harus beli merek luar seperti Quechua Arpenaz dari Prancis. Industri pertahanan seperti Pindad Bandung saja mampu bikin senjata yang menang kompetisi dengan negara lain, masa’ jahit tenda kemah saja tidak mampu, malah beli merek dagang asing. “Coba CCTV beli impor, di dalam negeri ada yang bisa produksi. Apa-apaan ini, dipikir kita bukan negara yang maju buat CCTV saja beli impor,” tandas Jokowi, kesal dengan nada tinggi. Keliatan sekali Jokowi sangat marah dan kesal. Yang kena damprat adalah menteri yang paling doyan gunakan APBN untuk belanja impor. Antara lain Menteri Kesehatan, Menteri Pertanian, Kemendikbud Ristek, dan BUMN. Namun, mengapa yang “ditegur” secara terbuka justru terkait seragam Polri dan TNI? Jokowi jelas mulai “bermain api” dengan institusi yang selama ini terkesan berada di belakang Jokowi dan koleganya. Sebelum berbicara soal impor-imporan itu, seharusnya Jokowi berkaca diri terlebih dahulu. Sehingga, tidak sampai kena “skakmat” seperti diucapkan oleh Kepala Divisi Humas Polri di atas. “Kalau Polri pengadaan mendukung kebijakan pemerintah dan memedomani arahan Bapak Presiden,\" kata Irjen Dedi. (*)
Merekayasa Kudeta Terhadap Konsitusi
Jika ada partai yang mendukung dan melakukan gerakan mengkhianati UUD 1945, jelas partai tersebut wajib dibubarkan, sebab sudah terbukti melakukan pengkhianatan. Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Pancasila MASIH ingat di benak kita dengan #2019 Ganti Presiden #polisi dengan garang membubarkan acara deklarasi di Tugu Pahlawan dan disiapkan kelompok yang berseberangan untuk diadu-domba. Masih ingat juga bagaimana Achmad Dani yang tidak bisa ikut karena tidak bisa keluar dari hotel Majapahit di jalan Tunjungan Surabaya yang saat itu puluhan angkot bayaran menutup jalan Tunjungan agar Acmad Dhani tidak bisa ikut deklarasi di Tugu Pahlawan. #2019 Ganti Presiden #tidak ada pelanggaran hukum bahkan konstitusi menjamin berkumpul, berserikat mengeluarkan pendapat. Ini berbeda dengan sekarang, isu penundaan pemilu dan presiden tiga periode jelas melanggar konstitusi. Pasal 7 UUD 1945: “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”. Jadi, kalau ada yang coba-coba untuk mengkudeta Konstitusi harusnya polisi menangkap mereka yang menyebarkan isu dan bahkan memasang bahlio, mengumpulkan masa, membuat deklarasi dukung-mendukung, tetapi polisi membiarkan bebas melanggar konstitusi. Ada grand desain untuk melakukan pengunduran pemilu demi kepentingan oligarki, perdebatan antara Luhut Binsar Pandjaitan dan para pakar tentang big data, sudah jelas bagaimana peran Menko Marinves ini sebagai inisiator penundaan pemilu dan presiden tiga periode. Sebagai pejabat negara jelas dengan terang-terangan melanggar hukum, dan berkhianat pada UUD negara. Bukannya dalam sumpah jabatan akan setia pada konstitusi negara dan segala peraturan selurus-lurusnya. Teks sumpah jabatan menteri: \"Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya, akan setia kepada UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya demi darma bakti saya kepada bangsa dan negara\". Teks sumpah jabatan presiden: \"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa”. Jadi. jelas ide untuk menunda pemilu dan memperpanjang masa jabatan presiden dan pejabat negara bukan hanya melanggar konstitusi tetapi mengingkari sumpah atas nama Allah, pengkhianatan terhadap sumpah jabatan jelas telah pupus etika dan moralnya. Begitu juga dengan Anggota DPR yang ikut mendukung menunda pemilu dan memperpanjang jabatan juga merupakan pengkhianatan terhadap Allah dan sumpah jabatan. Teks sumpah Anggota DPR sebagai berikut: \"Demi Allah saya bersumpah, bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota DPR dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan. Bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Sudah jelas merupakan pengkhianatan pada UUD 1945, sebab tidak dijadikan pedoman mengambil kebijakan UUD 1945 yang mengatur jabatan Presiden di khianati. Jika ada partai yang mendukung dan melakukan gerakan mengkhianati UUD 1945, jelas partai tersebut wajib dibubarkan, sebab sudah terbukti melakukan pengkhianatan. Rekayasa untuk perpanjangan masa jabatan Presiden tampak dengan mulai tumbuhnya baliho dukungan dan mulai ada operasi untuk membentuk opini masyarakat melalui deklarasi bayaran. Bagaimana negara dalam keadaan bahaya justru aparatnya tidak melakukan tindakan dan pencegahan. Di sini kita bisa membandingkan ketika deklarasi #2019 Ganti Presiden #yang tidak melanggar konstitusi itu justru dilakukan tindakan represif, perlu dilakukan perlawanan oleh rakyat yang setia terhadap konstitusi dan Pancasila maka perlu digalakkan lagi #2024 Ganti Presiden #jelas demi tegaknya konstitusi. (*)